Isolasi dan Kloning Gen Penyandi Glukanase (GLN) dari Trichoderma sp. pada Vektor Donor dan Vektor Ekspresi

ISOLASI DAN KLONING GEN PENYANDI GLUKANASE
(GLN) DARI Trichoderma sp. PADA VEKTOR DONOR
DAN VEKTOR EKSPRESI

RISKA AYU PURNAMASARI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
RISKA AYU PURNAMASARI. Isolasi dan Kloning Gen Penyandi Glukanase
(GLN) dari Trichoderma sp. pada Vektor Donor dan Vektor Ekspresi. Dibimbing
oleh SURYANI dan TETTY CHAIDAMSARI.
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tanaman perkebunan
yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia dan dunia. Dalam proses
budidaya tanaman ini terdapat beberapa hambatan yang menurunkan tingkat
produksinya. Salah satu hambatan yakni adanya penyakit busuk pangkal batang
(BPB) yang disebabkan oleh jamur patogen Ganoderma boninense Pat. Penyakit

BPB merupakan penyakit yang paling mematikan pada kelapa sawit. Adapun
pengaruh patogenitas jamur G. boninense dapat ditanggulagi dengan
memanfaatkan enzim glukanase yang berasal dari jamur Trichoderma sp. Isolasi
dan kloning gen penyandi glukanase diharapkan menjadi solusi dalam
menanggulangi penyakit BPB pada kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan
mengisolasi dan menyisipkan gen penyandi glukanase (GLN) pada vektor donor
dan vektor ekspresi dengan teknik kloning Gateway untuk tujuan perbanyakan
gen. Setelah proses isolasi dan amplifikasi, gen GLN yang berukuran 1700 bp
disisipkan dalam vektor kemudian ditransformasikan ke dalam Escherichia coli.
Hasil penyisipan gen GLN pada vektor donor yang diuji dengan teknik PCR
koloni dan isolasi plasmid menghasilkan pita DNA berukuran 6461 bp.
Sedangkan hasil penyisipan gen GLN pada vektor ekspresi yang diuji dengan
teknik PCR koloni dan isolasi plasmid menghasilkan pita DNA berukuran 4700
bp. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gen GLN telah berhasil diisolasi
dan disisipkan ke dalam vektor donor dan vektor ekspresi.
Kata kunci: gen gln, glukanase, kelapa sawit, kloning Gateway, dan Trichoderma
sp.

ABSTRACT
RISKA AYU PURNAMASARI. Isolation and Cloning Glucanase Encoding Gene

(GLN) from Trichoderma sp. in donor and expression vectors. Under the direction
of SURYANI and TETTY CHAIDAMSARI.
Palm Oil (Elaeis guineensis Jacq.) is one of the plantations that have an
important role for national and world economy. In the production process, there
are several obstacles that can decrease production level of palm oil. One of the
obstacles is the presence of basal stem rot (BSR) disease that caused by
Ganoderma boninense. Basal stem rot disease is the most destructive disease in
palm oil. The effect of pathogen can be solve with utilization of glucanase enzyme
from Trichoderma sp. Isolation and cloning of glucanase encoding gene was
expected to be a solution to against BSR disease in palm oil. The objectives of this
research are to isolate and insert the glucanase encoding gene (GLN) inside donor
and expression vectors with Gateway cloning technique. After the isolation and
amplification process, the 1700 bp of GLN gene insert to the vectors
then transformed into Escherichia coli. The result of GLN gene insertion into
donor vector was carried out using PCR colony technique and plasmid isolation
which resulted DNA band of 6461 bp. And then, the result of GLN gene insertion
into expression vector was carried out using PCR colony technique and plasmid
isolation which resulted DNA band of 4700 bp. The conclusion of this research
was that the fulllength of GLN gene had been successfully isolated and inserted
into the donor and expression vectors.

`
Key words: cloning Gateway, gln gene, glucanase, palm oil, and Trichoderma sp.

ISOLASI DAN KLONING GEN PENYANDI GLUKANASE
(GLN) DARI Trichoderma sp. PADA VEKTOR DONOR
DAN VEKTOR EKSPRESI

RISKA AYU PURNAMASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011


Judul Skripsi : Isolasi dan Kloning Gen Penyandi Glukanase (GLN) dari
Trichoderma sp. pada Vektor Donor dan Vektor Ekspresi
Nama
: Riska Ayu Purnamasari
NIM
: G84070004

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Suryani, M.Sc
Ketua

Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si
Anggota

Diketahui,
Ketua Departemen Biokimia

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc

NIP : 19630117 198903 1 000

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
kekuatan dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
karya ilmiah ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah
SAW yang menjadi kebanggaan dan teladan umat Islam sampai akhir zaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan memperbanyak gen penyandi
glukanase (GLN) pada vektor donor dan vektor ekspresi dengan teknik kloning
Gateway. Penelitian yang dilakukan semenjak bulan Maret 2011 di Balai
Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) ini diharapkan mampu
mengurangi dampak penyakit busuk pangkal batang (BPB) yang menyerang
tanaman kelapa sawit.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Suryani, M.Sc dan Dr.
Tetty Chaidamsari, M.Si selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, dan arahan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Nina
Yuniar dan Herti Sugiharti selaku teknisi laboratorium yang telah membantu
dalam melakukan penelitian. Tak lupa penulis sampaikan juga kepada ayah, ibu,

dan seluruh keluarga yang senantiasa memberi dukungan serta doa.
Penulis berharap penelitian ini bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
masyarakat pada umumnya serta semua pihak yang membutuhkan.
.

Bogor, Desember 2011

Riska Ayu Purnamasari

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang pada tanggal 20 Februari 1989 dari ayah Aan
Supriana, SE dan ibu Yuliasih. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dari TK PGRI Cilegon, SD YPWKS V,
kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Cilegon. Tahun 2007 penulis lulus dari
SMA Negeri 1 Cilegon dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih program
studi mayor Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi,
diantaranya menjadi Reporter Koran Kampus IPB pada tahun 2007/2009, menjadi
anggota Himpunan Mahasiswa Biokimia Community Research and Education of

Biochemistry (CREBs) pada tahun 2008/2009, dan menjadi wakil ketua unit
kegiatan mahasiswa Forum for Scientific Studies IPB (UKM FORCES IPB)
2009/2010. Penulis pernah mendapatkan Beasiswa dan Pelatihan dari Yayasan
Karya Salemba Empat selama dua tahun (2009/2010). Prestasi yang didapat
penulis saat kuliah antara lain, mendapat juara 2 lomba karya tulis ilmiah dengan
tema lingkungan dan air, mendapat juara 2 lomba esai biokimia, dan menjadi
presenter dalam konferensi tentang lingkungan SUSTAIN 2010 di Kyoto, Jepang.
Penulis juga pernah mendapat beasiswa pertukaran pelajar selama dua bulan di
Amerika Serikat dalam program Indonesian English Language Study Program
(IESLP).
Tahun 2010 penulis melakukan kegiatan praktik lapang di Balai Penelitian
Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI), Jalan Taman Kencana No.1 Bogor.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Biokimia Umum, Keteknikan Asam
Nukleat, dan Bioinformatika pada tahun 2011/2012.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix
PENDAHULUAN ..............................................................................................


1

TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit ............................................................................................
Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Kelapa Sawit ...............................
Pertahanan Tanaman dengan Enzim Glukanase ......................................
Kapang Trichoderma sp. sebagai Sumber Enzim Glukanase ..................
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Amplifikasi DNA .....
Metode Kloning Gateway ........................................................................

2
2
3
3
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat .........................................................................................

Metode Percobaan ....................................................................................

6
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Desain Primer Gateway ..................................................................
Kultur Kapang Trichoderma ....................................................................
Hasil Isolasi DNA Kapang Trichoderma sp ............................................
Amplikon Gen Penyandi Glukanase (GLN) ............................................
Rekombinan Hasil Reaksi BP dengan Vektor Donor dan Hasil PCR
Koloni ...............................................................................................
Hasil Analisis Urutan Basa Gen GLN pada Vektor Donor .....................
Rekombinan Hasil Reaksi LR dengan Vektor Ekspresi dan Hasil PCR
Koloni ...............................................................................................

9
10
10
12

13
14
14

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ................................................................................................ 16
Saran ........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16
LAMPIRAN ....................................................................................................... 19

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perkebunan Kelapa Sawit .............................................................................

2

2 Penyakit Busuk Pangkal Batang pada Kelapa Sawit ....................................

3


3 Konidia pada Trichoderma sp. ......................................................................

4

4 Hifa pada Trichoderma sp . ............................................................................

4

5 Tahapan-tahapan pada PCR .........................................................................

5

6 Tahapan-tahapan reaksi BP ...........................................................................

5

7 Tahapan-tahapan reaksi LR ...........................................................................

6

8 Hasil Kultur Kapang Trichoderma sp ........................................................... 10
9

Elektroforegram Isolat DNA Trichoderma sp ............................................. 11

10 Elektroforegram amplikon gen GLN dengan primer gateway ..................... 12
11 Elektroforegram ekstraksi dan purifikasi amplikon gen GLN ..................... 12
12 Koloni yang tumbuh setelah reaksi BP ........................................................ 13
13 Elektroforegram PCR koloni rekombinasi gen GLN pada vektor donor ..... 13
14 Elektroforegram hasil isolasi plasmid rekombinan setelah reaksi BP ......... 14
15 Koloni yang tumbuh setelah reaksi LR ........................................................ 15
16 Elektroforegram PCR koloni rekombinasi gen GLN pada vektor ekspresi .. 15
17 Elektroforegram hasil isolasi plasmid rekombinan setelah reaksi LR ......... 15

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Desain primer metode Gateway ...................................................................

20

2 Skema pembuatan media dan subkultur kapang. .........................................

21

3 Skema isolasi DNA kapang .........................................................................

22

4 Skema pembuatan buffer TBE dan gel agarosa 1% ....................................

23

5 Perhitungan konsentrasi dan bobot molekul DNA ......................................

24

6 Marka seleksi vektor donor (pDONR221)....................................................

25

7 Analisis BLAST sekuen DNA Trichoderma sp ...........................................

26

8 Hasil subkultur koloni bakteri ......................................................................

27

9 Reaksi BP dan Reaksi LR dalam teknik kloning Gateway ..........................

28

1

PENDAHULUAN
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
merupakan salah satu komoditas perkebunan
Indonesia yang mempunyai peranan penting
dalam perekonomian nasional dan memiliki
prospek pengembangan yang cerah. Indonesia
memiliki potensi yang sangat besar dalam
pengembangan perkebunan dan industri
kelapa sawit karena memiliki potensi
cadangan lahan yang cukup luas, ketersediaan
tenaga kerja, dan kesesuaian agroklimat
(Pahang 2010). Luas perkebunan kelapa sawit
pada tahun 2007 sekitar 6,8 juta hektar
(Heriyadi 2009). Dari luas tersebut sekitar
60% diusahakan oleh perkebunan besar dan
sisanya diusahakan oleh perkebunan rakyat
(Soetrisno 2008).
Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa
sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia
(Pahang 2010). Permintaan dunia terhadap
kelapa sawit mengalami peningkatan dalam
kurun waktu 2000-2005. Kebutuhan minyak
dunia yang kian meningkat menempatkan
minyak kelapa sawit sebagai sumber energi
yang secara perlahan akan menggantikan
minyak bumi yang keadaannya tidak dapat
diperbaharui. Semenjak tahun 2007 hingga
saat ini Indonesia merupakan produsen
minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Luas
kebun kelapa sawit mencapai 7.8 juta hektar,
jumlah produksi sebesar 22 juta ton, dan
ekspor mencapai 16.5 juta ton pada tahun
2010 (Dahuri 2008).
Proses perkembangan kelapa sawit tak
lepas
dari
beberapa
masalah
yang
menyebabkan penurunan produksi kelapa
sawit. Salah satu penyebab penurunan
produksi kelapa sawit yakni penyakit busuk
pangkal batang (BPB) yang disebabkan oleh
jamur patogen, Ganoderma boninense Pat.
Penyakit BPB merupakan penyakit paling
serius pada tanaman kelapa sawit. Kematian
yang diakibatkan mencapai 50% pada
tanaman produktif (Turner 1981; Darmono et
al. 1993). Jamur ini merupakan jamur tanah
hutan hujan tropik yang bersifat saprofitik dan
akan berubah menjadi patogenik bila bertemu
dengan akar kelapa sawit yang tumbuh di
dekatnya. Gejala awal penyakit ini
ditunjukkan dengan warna pelepah daun yang
berubah seperti kekurangan hara. Selanjutnya,
daun mengalami penuaan dini yang dimulai
dari daun tua kemudian ke daun yang lebih
muda. Umumnya 6-12 bulan setelah gejala
terakhir tanaman akan mati. Infeksi terjadi
karena adanya kontak akar yang sakit.

Meningkatnya serangan sejalan dengan
tingkat umur generasi tanaman (Lubis 1992).
Pengendalian penyakit BPB saat ini
dilakukan dengan pengendalian kultur teknis,
mekanis, dan kimiawi. Pengendalian tersebut
seringkali mengalami kegagalan karena
patogen penyebab BPB bersifat tular tanah
dan memiliki kemampuan untuk bertahan
dalam keadaan lingkungan yang kurang
mendukung, serta dapat bertahan lama di
dalam tanah tanpa inang (Susanto et al. 2005).
Berdasarkan hal itu, maka dalam dasawarsa
terakhir ini teknologi pengendalian penyakit
BPB berbasis genetik mulai digunakan.
Pendekatan yang dilakukan memanfaatkan
elemen genetik yang dapat berupa sekuen
pengendali yang dimasukkan ke dalam genom
tanaman. Selain itu, mekanisme ketahanan
tanaman terhadap patogen juga dapat
diketahui melalui analisis ekspresi gen yang
terdapat dalam tanaman transgenik sehingga
pengendalian patogen akan semakin efektif
(Gustian 2002).
Enzim
glukanase
pada
tanaman
merupakan bagian yang penting dari
mekanisme pertahanan tanaman dalam
melawan patogen jamur. Enzim glukanase
diharapkan mampu mencegah penyakit busuk
pangkal batang yang menyerang kelapa sawit.
Hal ini karena enzim glukanase mempunyai
pertahanan yang mampu menghambat
pertumbuhan jamur patogen (De La Cruz et
al. 1995; Susanto 2002). Selain terdapat pada
tanaman, enzim glukanase juga ditemukan
pada kapang, yakni jenis Trichoderma sp.
Potensi jamur Trichoderma sp. sebagai agen
pengendali hayati sudah banyak diketahui.
Trichoderma sp. mampu menghasilkan
metabolit sekunder yang berupa enzim
hidrolitik ekstraselular, salah satunya adalah
enzim glukanase (Nugroho 2003).
Adapun tujuan dari penelitian ini yakni
untuk memperbanyak gen dengan mengisolasi
dan menyisipkan gen GLN dengan
menggunakan vektor donor dan vektor
ekspresi yang dilakukan dalam kloning
metode Gateway. Penggunaan kedua vektor
ini berfungsi sebagai pembawa gen yang akan
diperbanyak dengan pendekatan biologi
molekular. Pendekatan biologi molekuler
dapat digunakan untuk mempelajari gen-gen
penyandi glukanase (GLN) yang terdapat pada
kapang Trichoderma sp.
Studi ekspresi gen GLN ini memerlukan
ketersediaan DNA dari kapang penghasil
enzim glukanase tersebut. Teknik isolasi DNA
merupakan salah satu metode yang digunakan
dalam studi ekspresi gen glukanase ini.

2

Adapun, teknik isolasi yang dilakukan pada
penelitian ini adalah isolasi DNA dengan
metode Oroczo-Castillo. Gen GLN hasil
isolasi yang berukuran 1700 bp (Lo et al.
2001) terlebih dahulu disisipkan dalam vektor
donor selanjutnya disisipkan ke dalam vektor
ekspresi. Keduanya ditransformasikan ke
dalam Escherichia coli.
Hipotesis dari penelitian ini yaitu gen
GLN yang terkandung dalam kapang
Trichoderma sp. dapat disisipkan dalam
vektor donor dan vektor ekspresi sehingga
dapat diperbanyak dengan teknik kloning
Gateway. Penelitian ini diharapkan mampu
memberikan solusi alternatif penanganan
penyakit busuk pangkal batang melalui
pemanfaatan teknologi berbasis genetik.

.TINJAUAN PUSTAKA
Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
berasal dari Afrika. Tanaman ini dikenal di
Indonesia sejak tahun 1915, namun baru
ditanam secara komersial pada tahun 1970-an
(Lubis 1992; Semangun 2000). Dalam bahasa
Yunani, elaeis berasal dari kata elaion yang
berarti minyak, sedangkan guineensis berasal
dari guinea yaitu nama pantai barat Afrika,
dan Jacq adalah nama botanis Amerika yaitu
Jacquis.
Kelapa sawit (Elaeis quineensis Jacq.) dari
famili Arecaceae merupakan salah satu
sumber minyak nabati, dan merupakan
primadona bagi komoditi perkebunan. Bagian
yang paling utama untuk diolah dari kelapa
sawit adalah daging buah. Bagian daging buah
menghasilkan minyak kelapa sawit mentah
yang diolah menjadi bahan baku minyak
goreng. Kelebihan minyak nabati dari sawit
adalah harga yang mura dan memiliki
kandungan karoten tinggi. Sisa pengolahan
buah sawit sangat potensial menjadi bahan
campuran
makanan
ternak
dan
difermentasikan menjadi kompos (Lubis
1992).
Potensi kelapa sawit di Indonesia cukup
besar. Luas perkebunan kelapa sawit
mencapai 7.8 juta hektar (Gambar 1), jumlah
produksi sebesar 22 juta ton, dan ekspor
mencapai 16.5 juta ton pada tahun 2010
(Dahuri 2008). Kelapa sawit sebagai tanaman
penghasil minyak sawit merupakan salah satu
primadona tanaman perkebunan yang menjadi
sumber penghasil devisa non migas bagi
Indonesia. Cerahnya prospek komoditi
minyak kelapa sawit dalam perdagangan

minyak nabati dunia telah mendorong
pemerintah
Indonesia
untuk
memacu
pengembangan areal perkebunan kelapa sawit
(Pahang 2010).

Gambar 1 Perkebunan Kelapa Sawit
(Yanuar 2009).
Salah satu hambatan dalam budidaya
kelapa sawit ialah adanya serangan patogen
yang menimbulkan penyakit. Beberapa
penyakit dan penyebab diantaranya adalah
penyakit antraknosa (Botryodiplodia sp.,
Melaconium sp.), penyakit karat daun
(Cephaleurous virescen), penyakit busuk
tandan buah (Marasmus palmivorus), dan
penyakit busuk pangkal batang (Ganoderma
boninense). Dari beberapa penyakit di atas
yang paling penting dan sangat merugikan
adalah penyakit busuk pangkal batang (BPB)
yang disebabkan oleh G. boninense (Turner
1981; Darmono 1993).
Penyakit Busuk Pangkal Batang pada
Kelapa Sawit
Penyakit busuk pangkal batang (BPB)
kelapa sawit pertama kali ditemukan pada
tahun 1915 di Zaire. Pada saat itu penyakit ini
dianggap tidak menimbulkan kerugian yang
berarti (Turner 1981). Kemudian pada tahun
1920 patogen penyebab BPB di Afrika Barat
diidentifikasi berasal dari genus Ganoderma.
Spesies yang menyebabkan penyakit BPB
dilaporkan berbeda-beda di setiap negara
(Arifin et al. 2000). Di Indonesia diketahui
penyebab BPB adalah spesies Ganoderma
boninense.
Serangan BPB awalnya rendah pada
tanaman kelapa sawit berumur 7 tahun.
Selanjutnya serangan meningkat sebesar 40%
ketika tanaman kelapa sawit mencapai usia 12
tahun (Arifin et al. 2000). Gejala dini penyakit
ini sukar dideteksi karena perkembangan
penyakit sangat lambat dan tidak diagnostik.
Gejala mudah dilihat apabila sudah gejala

3

lanjut atau sudah membentuk tubuh buah,
sehingga
tindakan
pengendalian
sulit
dilakukan.
Pada tanaman gejala eksternal ditandai
dengan menguningnya sebagian besar daun.
Perkembangan
penyakit
menyebabkan
tanaman tampak lebih pucat, pertumbuhannya
terhambat, dan memiliki daun pedang yang
tidak membuka (Arifin et al 2000).
Nekrosis dimulai dari daun tua kemudian
menyebar ke daun yang lebih muda hingga ke
mahkota tanaman dan akhirnya daun mati
(Arifin et al 2000). Pada pangkal batang dekat
pelepah terlihat gejala kecokelatan yang
semakin lama akan menyebar ke bagian atas.
Hal ini menandakan bahwa penampang
pangkal batang telah mengalami pembusukan
sekitar 50% atau lebih. Busuk kering yang
merupakan gejala khas dari penyakit BPB
terjadi pada jaringan dalam batang berwarna
cokelat terang dengan jalur-jalur tidak teratur
yang berwarna lebih gelap. Serangan lebih
lanjut dapat mengakibatkan tanaman kelapa
sawit tumbang karena jaringan kayu pada
bagian pangkal batang mengalami pelapukan
(Gambar 2) (Yanti & Susanto 2004).
Perkembangan
penyakit
selanjutnya
ditunjukkan oleh pembentukan tubuh buah
atau basidiospora dari kapang G. boninense
pada pangkal batang. Pada tanaman terserang
tidak selalu ditemukan basidiospora karena
basidiospora akan dibentuk setelah penyakit
berkembang cukup lanjut. Ukuran dari
basidiospora yang terus bertambah besar
menunjukkan
perkembangan
penyakit
semakin lanjut dan akhirnya menyebabkan
kematian pada tanaman (Arifin et al. 2000).
Penularan penyakit BPB ini sebagian besar
terjadi melalui mekanisme kontak akar dan
batang sawit yang sakit. Sisa-sisa tanaman
sakit yang kontak dengan akar tanaman sehat
dapat meningkatkan penyebaran penyakit
meskipun tidak melibatkan basidiopora.

infeksi
patogen
Gambar 2 Penyakit Busuk Pangkal Batang
pada Kelapa Sawit (Yanuar
2009).

Pertahanan Tanaman dengan Enzim
Glukanase
Glukanase pada tanaman merupakan
bagian yang penting dari mekanisme
pertahanan tanaman dalam melawan patogen
jamur. Penelitian yang dilakukan Donzelli et
al. (2001) menyatakan bahwa glukanase
mempunyai
peranan
penting
dalam
mekanisme pertahanan melawan patogen.
Glukanase berperan sebagai enzim
autolitik (De la Cruz et al. 1λλ5). Enzim β1,3-glukanase ditemukan secara luas di dunia
tumbuhan (Buchner et al. 2002). Selain pada
tumbuhan tingkat tinggi, enzim ini secara luas
ditemukan pada sebagian besar bakteri dan
jamur. Terdapat dua jenis glukanase yakni
eksoglukanase dan endoglukanase (Cohen et
al. 1999).
Glukanase diinduksi dalam responnya
terhadap serangan patogen atau cekaman
lingkungan. Bersama dengan kitinase,
glukanase mempunyai pertahanan yang
berhubungan secara fungsi biologis melalui
penghambatan pertumbuhan jamur patogenik
(Marco & Felix 2007). Enzim β-1,3-glukanase
akan menghidrolisis polisakarida yang terdiri
atas ikatan glikosidik pada dinding sel jamur
patogen (Lahsen et al. 2001). Substrat khusus
dari enzim ini adalah 1,3-glukan ditemukan di
dinding sel jamur patogen.
Fakta bahwa glukanase dapat digunakan
untuk meningkatkan respon pertahanan
tanaman ditunjukkan oleh enzim laminarinase
(β-1,3-glukanase) yang berasal dari alga
coklat (Laminaria digitata). Enzim ini efektif
dalam melakukan pertahanan tanaman dengan
menurunkan pertumbuhan Botrytis cinerea
dan
Plasmopara viticola
pada
infeksi
tanaman. Keragaman fungsi enzim ini
menyediakan berbagai macam keuntungan
pada pertahanan tanaman tingkat tinggi
melawan serangan mikroorganisme (De la
Cruz et al. 1995).
Kapang Trichoderma sp. sebagai
Sumber Enzim Glukanase
Kapang Trichoderma sp. memiliki
kemampuan sebagai pelindung tanaman.
Spesies ini memiliki potensi dalam industri
bioteknologi
dan
kesehatan
karena
kemampuannya menghasilkan berbagai enzim
hidrolitik ekstraselular dan juga antibiotik.
Kemampuan berbagai spesies ini untuk
menghasilkan enzim hidrolitik dan senyawasenyawa antifungi, antikhamir dan antibakteri,
tak lepas dari kemampuannya untuk
melindungi tanaman dari berbagai penyakit
(Lahsen et al. 2001).

4

Kemampuan Trichoderma sp. untuk
melindungi tanaman melibatkan beberapa
mekanisme yang terkait dengan sifat
biokimiawi spesies tersebut. Semua galur
Trichoderma sp. merupakan fungi biokontrol
efektif yang akan tumbuh efektif di sekitar
perakaran tanaman yang sehat, sehingga
terjadi simbiosis mutualisme antara fungi
biokontrol tersebut dengan tanaman yang
dilindunginya. Oleh karena itu, mekanisme
perlindungan tanaman oleh Trichoderma sp.
tidak hanya melibatkan serangan terhadap
patogen pengganggu, tetapi juga melibatkan
produksi beberapa metabolit sekunder yang
berfungsi
meningkatkan
pertumbuhan
tanaman dan akar, dan memacu mekanisme
pertahanan tanaman itu sendiri (Marco &
Felix 2007). Mekanisme penyerangan
terhadap patogen tanaman antara lain adalah
melalui
proses
mikoparasitisme
yang
melibatkan produksi berbagai enzim hidrolitik
(Kucuk & Kivank 2003). Salah satu golongan
enzim hidrolitik yang dianggap cukup penting
peranannya pada proses mikoparasitisme dari
beberapa fungi patogen adalah enzim
glukanase (Brunner et al. 2005).
Kapang Trichoderma sp. termasuk fungi
yang mempunyai filamen. Sebagian besar
diketahui sebagai pelindung tanaman terhadap
penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur
patogen (Howell 2003; Kucuk & Kivanc
2003). Koloni dari kapang Trichoderma
sp. berwarna putih, kuning, hijau muda, dan
hijau tua (Alexopoulus & Mims 1979).
Susunan sel Trichoderma sp. bersel
banyak berderet membentuk benang halus
yang disebut dengan hifa. Hifa pada jamur ini
berbentuk pipih, bersekat, dan bercabangcabang membentuk anyaman yang disebut
miselium. Miselium tersebut dapat tumbuh
dengan cepat dan dapat memproduksi berjutajuta spora, karena sifatnya inilah Trichoderma
sp. dikatakan memiliki daya kompetitif yang
tinggi (Alexopoulus & Mims 1979). Dalam
pertumbuhannya, bagian permukaan akan
terlihat putih bersih, dan berwarna kusam
pada miselium. Setelah dewasa, miselium
memiliki warna hijau kekuningan (Howell
2003). Kapang ini memiliki bagian yang khas
antara lain miselium bersekat, bercabang
banyak dan konidia spora bersekat. Pada
bagian ujungnya tumbuh sel yang bentuknya
menyerupai botol (fialida) (Gambar 3). Sel ini
dapat berbentuk tunggal atau berkelompok.
Konidianya bergerombol membentuk seperti
bola dan berkas-berkas hifa terlihat menonjol
dengan jelas. Kapang Trichoderma sp.
berkembangbiak secara aseksual dengan

membentuk cabang dari hifa (fialida)
(Gambar 4) (Frazier & Westhoff 1981;
Samuels 2006).

Gambar 3 Konidia pada Trichoderma sp
(Harman 2004).

Gambar 4 Hifa pada Trichoderma sp
(Harman 2004).
Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)
untuk Amplifikasi DNA
Reaksi berantai polimerase (Polymerase
Chain Reaction) adalah suatu metode
enzimatis untuk melipatgandakan secara
eksponensial suatu sekuen nukleotida tertentu
dengan cara in vitro (Jorde 2000; Mikkelsen
2004; Koolman 2005). Metode ini pertama
kali dikembangkan pada tahun 1985 oleh
seorang peneliti yang bernama Kary B. Mullis
(Metzler 2000; Smith et al. 2000). Kelebihan
dari metode ini adalah mampu melakukan
pelipatgandaan suatu fragmen DNA sebesar
200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi
selama 220 menit Hal ini menunjukkan bahwa
pelipatgandaan suatu fragmen dapat dilakukan
secara cepat (Yuwono 2006). Kelebihan lain
metode PCR yakni ini dapat dilakukan dengan
menggunakan komponen sampel DNA dalam
jumlah sedikit. DNA cetakan yang digunakan
juga tidak perlu dimurnikan terlebih dahulu
sehingga metode PCR dapat digunakan untuk
melipatgandakan suatu sekuen DNA dalam
genom bakteri hanya dengan mencampurkan

5

kultur bakteri di dalam tabung PCR (Bintang
2010). Proses PCR membutuhkan beberapa
komponen. Empat komponen utama pada
proses PCR adalah (1) DNA template/cetakan,
yaitu
fragmen
DNA
yang
akan
dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer,
yaitu sekuen oligonukleotida yang digunakan
untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3)
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri
atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan (4)
enzim DNA polimerase yang melakukan
katalisis reaksi sintesis rantai DNA.
Komponen lain yang juga penting adalah
larutan penyangga (buffer) (Bintang 2010).
Reaksi PCR umumnya terdiri atas reaksi
denaturasi, penempelan primer (annealing),
dan pemanjangan utas (extension) (Gambar 5)
(Gilbert 2000; Jorde 2000). Reaksi
pelipatgandaan suatu fragmen DNA dimulai
dengan melakukan denaturasi DNA cetakan
sehingga rantai DNA yang berantai ganda
akan terpisah menjadi rantai tunggal.
Denaturasi DNA dilakukan pada suhu sebesar
95oC selama 1-2 menit, kemudian suhu
diturunkan menjadi 50oC sehingga primer
akan menempel pada cetakan yang telah
terpisah menjadi rantai tunggal. Primer akan
membentuk jembatan hidrogen dengan
cetakan
pada
daerah
sekuen
yang
komplementer dengan sekuen primer. Proses
PCR diakhiri dengan pemanjangan pada suhu
72oC.
Banyaknya
siklus
amplifikasi
tergantung pada konsentrasi DNA target
didalam campuran reaksi (Yuwono 2006).

Gambar 5 Tahapan-tahapan dalam
(Jorde 2000).

PCR

Metode Kloning Gateway
Sistem pengklonan Gateway pertama kali
dikembangkan oleh para peneliti di lembaga
penelitian Life Technologies, Inc. Kemudian,
teknik itu dikomersialisasikan oleh Invitrogen.
Cara kerja sistem ini dengan mengonstruksi
gen sisipan dengan rekombinasi situs spesifik
pada bakteriofage lambda (Curtis &
Grossniklaus 2003; Magnani et al. 2006;
Karimi et al. 2007; Dubin et al. 2008). Secara
umum sistem kloning gateway terdiri atas
reaksi BP dan LR (Gambar 6 dan 7). Reaksi
BP dikatalisis oleh enzim BP clonase II.
Enzim ini membantu proses rekombinasi
antara produk PCR (dilengkapi oleh situs
attB) dengan vektor donor yang mengandung
situs attP. Setelah proses rekombinasi yang
mempertemukan dua situ attB dan attP,
produk PCR yang berupa fragmen DNA akan
tersisipi pada vektor donor. Reaksi BP ini
menghasilkan vektor plasmid rekombinan
yang mengandung situs attL (Entry clones)
(Karimi et al. 2007).
Hasil dari reaksi BP yang berupa entry
clones merupakan substrat kunci pada reaksi
selanjutnya, yakni reaksi LR. Reaksi LR
dikatalisis oleh enzim LR clonase. Enzim ini
membantu proses rekombinasi antara DNA
fragmen yang terdapat dalam entry clones
(mengandung situs attL) dengan vektor
ekspresi yang mengandung situs attR. Hasil
dari reaksi ini adalah plasmid rekombinan
yang mengandung DNA fragmen yang
dilengkapi dengan situs attB seperti semula
(Karimi et al. 2007).

Gambar 6 Tahapan-tahapan reaksi BP
(Karimi et al. 2007).

6

dapat dibedakan antara lain vektor berbasis
plasmid, bakteriofaga , bakteriofaga M13,
dan gabungan antara plasmid dan bakteriofaga
(Koolman 2005).
Vektor yang digunakan dalam teknik
kloning Gateway adalah vektor donor dan
vektor ekspresi dari Invitrogen. Vektor donor
yang digunakan dalam kloning gateway
adalah pDONR221. Vektor pDONR221
berukuran 4761 bp dan resisten terhadap
kanamisin. Sedangkan vektor ekspresi yang
digunakan adalah pGWB5 yang berukuran
3000 bp dan resisten terhadap kanamisin.

BAHAN DAN METODE

Gambar 7 Tahapan-tahapan reaksi LR
(Karimi et al. 2007)..
Komponen penting yang digunakan baik
dalam metode kloning Gateway maupun
metode kloning pada umumnya adalah vektor.
Vektor adalah agen pembawa fragmen DNA
agar bisa masuk ke dalam sel makhluk hidup.
Vektor berfungsi memperbanyak fragmen
DNA. Beberapa vektor kloning yang umum
digunakan diantaranya adalah plasmid,
vektor lamda, virus, kromosom, dan kosmid
(Jorde 2000).
Vektor merupakan molekul DNA yang
bisa bereplikasi secara mandiri dan dapat
digunakan sebagai pembawa molekul DNA
lain yang tidak mampu bereplikasi sendiri
dalam sel. Oleh karena itu, dalam rekayasa
genetika, vektor pengklonan digunakan
sebagai pembawa DNA asing (DNA target)
yang akan dimasukkan ke dalam sel inang
(Yuwono 2006).
DNA target perlu disisipkan ke dalam
vektor agar DNA tersebut dapat direplikasi di
dalam sel inang. DNA target tetap
dipertahankan keberadaannya di dalam sel
inang. Vektor yang telah disisipi gen asing
dinamakan DNA rekombinan. Vektor
pengklonan dirancang dan dikembangkan
secara khusus untuk digunakan pada sel inang
tertentu. Sel inang dibedakan menjadi empat,
yaitu sel bakteri, khamir, tumbuhan, dan
hewan. Namun, sebagian besar percobaan
menggunakan Escherichia coli sebagai inang.
Secara umum, vektor untuk bakteri (E. coli)

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan untuk media
pertumbuhan kapang Trichoderma sp. antara
lain, isolat kapang Trichoderma sp. dan media
MEA (Malt Extract Agar) yang terdiri atas
ekstrak malt, ekstrak khamir, dan agar. Bahanbahan yang digunakan untuk isolasi dan
amplifikasi DNA kapang antara lain
Trichoderma sp., larutan cethyl trimethyl
ammonium bromide (CTAB) 10%, Tris-HCl 1
M pH 8.0, larutan etilenediamine tetraasetate
(EDTA) 0.5 M pH 8.0, larutan NaCl 5 M,
etanol 80%, isopropanol, etanol absolut
dingin,
β-merkaptoetanol,
campuran
kloroform: isoamilalkohol (24:1), natrium
asetat 3 M pH 5.2, nitrogen cair, polyvinylpyrolidone (PVP), bufer TE (Tris-HCl dan
EDTA), molecular water (MW), RNase,
Enzim Taq Polymerase, primer Gateway,
primer M13, vektor pDONR221, dan vektor
pGWB5. Bahan-bahan untuk elektroforesis
antara lain loading buffer (bromfenol blue
2.5%: sukrosa 40%), agarosa, EtBr 1% (w/v),
bufer TBE (Tris Boric EDTA) 0.5×, marker 1
kb Plus DNA ladder. Selain itu, Pure Link
Quick Gel Extraction Kit dari Invitrogen
digunakan untuk isolasi plasmid.
Alat-alat yang digunakan adalah sentrifus
5417R, spektrofotometer UVmini-1240, pH
meter Cyberscan, penangas air, pipet mikro,
pipet Mohr, bulp, sudip, tabung Eppendorf,
tabung sentrifus 30 mL, tip plastik, neraca
analitik Scaltec, inkubator, oven, kertas
aluminium, mortar, perangkat elektroforesis
Toylab, cetakan gel, power supply, dan alat
untuk
dokumentasi
hasil
pengamatan
elektroforesis UV (UV Transilluminator 2201
Sigma dan kamera Power Shot A640 Canon).
Selain itu peralatan lain yang digunakan
adalah autoklaf.

7

Metode
Desain Primer
Primer disusun berdasarkan perancangan
primer pada metode Gateway. Empat basa
nukleotida GGGG diikuti situs attB kemudian
ditambahkan 18-25 urutan basa nukleotida
spesifik gen GLN. Situs attB ditambahkan
pada masing-masing primer, yakni attB1 pada
bagian forward dan attB2 pada bagian
reverse. Primer spesifik gen GLN dirancang
secara
manual dengan terlebih dahulu
mencari sekuen DNA gen GLN yang
diperoleh
dari
situs
web
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/. Kualitas hasil
rancangan diuji dengan bantuan program
Gene Runner.
Pembuatan Media Kultur Kapang
Media MEA (Malt Extract Agar)
ditimbang dalam neraca analitik, lalu
dilarutkan dengan akuades hingga volumenya
50 mL dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
Pelarutan bahan dan media dibantu dengan
pengaduk otomasis agar media larut
seluruhnya. Setelah larut, media dan tabung
reaksi serta cawan Petri disterilisasi dalam
autoklaf dengan suhu 121oC tekanan 1 atm
selama 15 menit.
Subkultur Kapang
Media MEA yang telah disterilisasi
dituang ke cawan Petri steril. Penuangan
dilakukan di laminar air flow cabinet secara
aseptik. Setelah dituang ke dalam cawan Petri,
media dibiarkan hingga padat. Setelah media
MEA padat, isolat kapang Trichoderma sp.
yang telahIsolasi
tersedia ditanam pada media
tersebut. Isolat yang tersedia digores dan
dipindahkan ke dalam media MEA secara
steril. Setelah selesai, cawan ditutup dan
diinkubasi selama 5 hari.
Isolasi DNA Kapang
Isolasi DNA dilakukan berdasarkan
metode Orozco-Castillo et al. (1994).
Sebanyak 0.5 g miselia kapang digerus
dengan PVP dan N2 cair dalam mortar sampai
halus. Serbuk kapang halus yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam 1 mL buffer ekstraksi
(CTAB 2%, EDTA 20mM, Tris-HCL 100
mM, dan NaCl 1.26 M) yang telah dipanaskan
selama 10 menit dalam suhu 65oC dan diberi
10 L β-merkaptoetanol. Campuran tersebut
dikocok, lalu dipanaskan selama 30 menit
pada suhu 65oC sambil dikocok perlahan
setiap 10 menit. Setelah itu, larutan buffer
ekstraksi diinkubasi selama 5 menit pada suhu
kamar. Kemudian ditambahkan 1 mL larutan

kloroform: isoamilalkohol. Larutan disentrifus
selama 10 menit dengan kecepatan 11.000
rpm pada suhu 25oC. Hasil sentrifugasi akan
membentuk dua lapisan. Supernatan dipipet
ke dalam tabung baru dan diekstrak kembali
dengan 1 volume larutan kloroform:
isoamilalkohol, selanjutnya disentrifus selama
10 menit dengan kecepatan 11.000 rpm pada
suhu 25oC. Lapisan bagian atas dipipet ke
dalam tabung baru dan ditambahkan
isopropanol dingin sebanyak 1 volume.
Larutan dalam tabung baru tersebut dikocok
perlahan hingga homogen kemudian disimpan
dalam kulkas (4oC) selama 30 menit. Setelah
itu, disentrifus 10 menit 11.000 rpm pada suhu
25oC. Supernatan dibuang dan pelet DNA
dikeringanginkan dengan cara membalikkan
tabung. Pelet DNA dilarutkan dalam 500 L
bufer TE. Lalu ditambahkan CH3COONa 3 M
pH 5.2 sebanyak 2 volume. Kocok hingga
homogen dan simpan dalam suhu -20oC
selama 30 menit atau semalam. Campuran
tersebut kemudian disentrifus selama 10 menit
12.000 rpm pada suhu 4oC. Supernatan
dibuang, pelet DNA dicuci dengan etanol 80%
sebanyak 500 L kemudian disentrifus selama
2 menit 12.000 rpm pada suhu 4oC dan
hasilnya dikeringkanginan dalam alat vakum
berkecepatan tinggi. Pelet DNA yang sudah
kering dilarutkan dalam 30 l buffer TE,
kemudian ditambahkan RNase 25 g/mL,
setelah itu simpan dalam suhu -20oC. Kualitas
DNA diuji dengan elektroforesis gel agarose
1%. Sedangkan konsentrasinya diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang
230, 260, dan 280 nm.
Elektroforesis Gel Agarosa
Pembuatan Gel Agarosa 1%. Sebanyak
0.3 gram agarosa ditambah dengan 30 mL
TBE 0.5X, lalu dipanaskan hingga larut.
Setelah larut dengan sempurna, larutan
tersebut dibiarkan sampai hangat, kemudian
tambahkan 1.5 L EtBr dan kocok perlahan
hingga homogen, lalu dituang ke dalam
cetakan yang dilengkapi dengan sisir.
Campuran tersebut didiamkan selama kirakira 30 menit sampai gel tersebut benar-benar
beku. Gel tersebut kemudian dimasukkan
dalam alat elektroforesis dan direndam dengan
bufer TBE 0.5X.
Elektroforesis Gel Agarosa. Sebanyak
1 L sampel DNA dicampurkan dengan 1 L
loading buffer di atas parafilm dengan
menggunakan
mikropipet
kemudian
dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis.
Setelah elektroforesis selesai, gel dikeluarkan
dari alat elektroforesis kemudian dilihat

8

dengan bantuan sinar Ultra Violet (UV). Profil
DNA yang terlihat kemudian disimpan dalam
perangkat
dokumentasi
gel
(geldocumentation). Perangkat dokumentasi gel
adalah alat yang terdiri atas kotak berbahan
metal tempat penyinaran sinar UV yang
dihubungkan dengan kamera digital. Kamera
digital tersebut terpasang pada komputer atau
laptop yang sudah terdapat software yang
dapat menyimpan fotografi dari hasil
elektroforeis. Dokumentasi gel berfungsi
untuk mengambil foto gel hasil elektroforesis
kemudian menyimpannya dalam bentuk data
fotografi yang dapat dicetak.
Amplifikasi Gen Penyandi Glukanase
Proses PCR ini digunakan untuk memilih
suhu annealing yang paling optimum untuk
penempelan primer Gateway di antara suhu
45oC, 50oC, atau 55oC. Sebanyak 1 L DNA
yang telah diisolasi dilarutkan dalam
campuran berisi 17.5 L MW (Molecular
Water), 2.5 L Bufer 10X, 0.75 L MgCl2, 1
L dNTPs, 1 L primer forward, 1 L primer
reverse dan 0.25
L Taq polymerase.
Campuran tersebut kemudian dimasukkan
dalam
mesin
PCR
dengan
diawali
pradenaturasi pada suhu 94oC selama 7
menit.
Kemudian
dilanjutkan
dengan
denaturasi pada suhu 94oC selama 45 detik,
annealing pada 45oC, 50oC, 55oC dan 60oC
selama 45 detik, dan suhu pemanjangan 72oC
selama 2 menit. Program ini dilakukan
sebanyak 35 siklus. Proses PCR diakhiri
dengan pemanjangan akhir pada suhu 72oC
selama 5 menit. Hasil amplifikasi diverifikasi
dengan elektroforesis gel agarosa 1% dengan
tegangan 75 volt selama ± 45 menit. Pita
DNA yang terbentuk dibandingkan dengan
marker.
Ekstraksi dan Purifikasi DNA Hasil
Amplifikasi
Bagian gel yang menunjukkan adanya
fragmen DNA hasil amplifikasi dipotong
menggunakan
pemotong
steril
dan
dimasukkan dalam tabung mikro. Satu tabung
mikro berisi 400 mg gel yang menunjukkan
DNA spesifik hasil amplifikasi. Sampel DNA
dalam gel yang telah dimasukkan dalam
tabung dimurnikan dengan menggunakan
Pure Link Quick Gel Extraction Kit dari
Invitrogen. Gel dilarutkan dengan GSI (Gel
Solubilization/larutan pemurni gel) sebanyak
1.200 L, selanjutnya dilakukan inkubasi pada
suhu 50oC selama 15 menit dengan
pengocokan setiap 3 menit hingga gel benarbenar larut.

Purifikasi dilakukan menggunakan prinsip
sentrifugasi. Pertama, kolom gel dimasukkan
dalam tabung. Gel yang sudah larut dipipet ke
tengah kolom kemudian disentrifus 11000 g
selama 2 menit pada suhu 25oC lalu dibuang
supernatannya. Selanjutnya, ditambahkan
500-700 L wash buffer kemudian disentrifus
11000 g pada suhu 25oC selama 2 menit lalu
dibuang
supernatannya.
Kolom
gel
ditempatkan kembali pada tabung dan
sentrifus 11000 g pada suhu 25oC selama 2-3
menit dalam keadaan kosong untuk
membuang residu. Kolom gel dipindahkan ke
tabung baru. Kemudian, sebanyak 30 µL
larutan penyangga untuk elusi dipipet ke
tengah kolom lalu diinkubasi 2 menit pada
suhu ruang. Selanjutnya dilakukan proses
sentrifus dengan kecepatan 11000 g pada suhu
25oC selama 2 menit. Setelah itu, kolom gel
dilepaskan dari tabung. Tabung yang berisi
hasil elusi disimpan pada suhu -20oC Hasil
elusi diverifikasi dengan elektroforesis gel
agarosa 1%.
Pengklonan Fragmen DNA pada Vektor
Donor
Rekombinasi Fragmen DNA Pada
Vektor Donor. Sebanyak 1 L (150 ng/ L)
PCR produk hasil elusi dari reaksi amplifikasi
dan 1 L (150 ng/ L) plasmid pDONR221
dilarutkan dengan 6 L buffer TE pH 8
sampai volume total 8 L. Selanjutnya,
ditambahkan 2 L BP Clonase lalu diinkubasi
pada suhu 25oC selama 2 jam/ Semalam.
Setelah itu, 1 L proteinase K ditambahkan ke
dalam campuran lalu diinkubasi pada suhu
37oC selama 15 menit. Hasil reaksi BP
kemudian disimpan pada suhu -4oC sebelum
dilakukan proses selanjutnya.
Transformasi ke Escherichia coli.
Transformasi diawali dengan penambahan
hasil reaksi BP sebanyak 5 L ke dalam
tabung yang berisi 200 L sel kompeten
E.coli XL-1 blue. Kemudian diinkubasi dalam
es selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan
perlakuan kejut panas (heat shock) pada suhu
42oC selama 50 detik lalu diinkubasi kembali
dalam es selama 10 menit. Setelah itu, 800 L
campuran LB dan glukosa 20 mM
ditambahkan ke dalam tabung kemudian
dilakukan inkubasi pada inkubator bergoyang
pada suhu 37oC selama 1.5 jam. Sebanyak 100
L dari biakan hasil inkubasi disebarkan pada
media seleksi (LA+50 ppm kanamisin). Sisa
biakan hasil inkubasi disentrifus 3500 rpm
selama 5 menit pada suhu 25oC. Kemudian
supernatan dibuang dan disisakan kira-kira
100 L supernatan. Setelah itu, pelet dan

9

supernatan sisa dicampur kemudian disebar
pada media seleksi yang mengandung
kanamisin. Selanjutnya, dilakukan proses
inkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam lalu
diamati koloni putih yang terbentuk.
Kemudian, dipilih sejumlah koloni tunggal
lalu dilakukan duplikasi pada media LA padat
dan dikonfirmasi dengan PCR koloni.
Konfirmasi Koloni Transforman yang
membawa Fragmen Sisipan. Sedikit koloni
berwarna putih dipindahkan ke media LA
yang mengandung antibiotik kanamisin dalam
cawan Petri (duplikat koloni). Koloni
dipindahkan pada tabung mikro. Pemindahan
koloni dilakukan secara steril dalam laminar
air flow cabinet. Komponen-komponen untuk
melakukan PCR terdiri atas, MW, buffer
complete, dNTP’s, Primer M13-F, Primer
M13-R, dan Taq Polymerase. Kemudian
dilakukan PCR untuk melisiskan dinding sel
kemudian dilanjutkan dengan program lisis
96oC selama 5 menit, 50oC selama 1 menit 30
detik, 96oC selama 1 menit 30 detik, 45oC
selama 1 menit 30 detik, 96oC selama 1 menit,
40oC selama 1 menit. Program dihentikan
sejenak untuk penambahan komponenkomponen PCR yang telah dicampur
sebanyak 5 L ke dalam masing-masing
tabung. Kemudian program PCR dilanjutkan
kembali dengan program pada suhu 94oC
selama 30 detik, 55oC selama 1 menit, 72oC
selama 2 menit. Setelah proses PCR selesai
kemudian dielektroforesis dengan gel agarosa
1%.
Pengklonan Fragmen DNA dengan Vektor
Ekspresi
Rekombinasi Fragmen DNA Pada
Vektor Ekspresi. Tahapan yang dilakukan
hampir sama dengan rekombinasi dan
transformasi fragmen DNA pada vektor donor
sebelumnya. Perbedaannya, rekombinasi
pada vektor ekspresi, sampel yang digunakan
ialah amplikon hasil elusi dari reaksi BP.
Konfirmasi Koloni Transforman yang
membawa Fragmen Sisipan. Tahapan yang
dilakukan hampir sama dengan tahapan
konfirmasi pada vektor donor. Perbedaannya,
konfirmasi pada vektor ekspresi, primer yang
digunakan ialah primer GTW GLN-forward,
Primer GTW GLN-reverse.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Primer Spesifik Gen GLN
Pemilihan
primer
oligonukleotida
berguna untuk polymerase chain reaction

(PCR), hibridisasi oligo, dan sekuensing
DNA. Desain primer yang tepat merupakan
salah satu faktor penting dalam keberhasilan
isolasi gen dan sekuensing DNA. Oleh
karenanya, desain primer penting dilakukan
sebelum isolasi dan amplifikasi DNA. Primer
spesifik gen GLN dirancang secara manual.
Situs attB ditambahkan pada masing-masing
primer, yakni attB1 pada bagian forward dan
attB2 pada bagian reverse. Sekuen GGGG
pada situs attB adalah bentuk efisiensi saat
amplifikasi gen agar primer dapat melekat
kuat pada gen target (lampiran 1).
Proses PCR menggunakan sepasang
primer (forward dan reverse) yang dirancang
untuk menempel secara spesifik pada daerah
tertentu dalam DNA cetakan Trichoderma sp.
Kedua primer ini juga berfungsi untuk
membatasi daerah DNA yang akan
diamplifikasi. Situs attB akan mengarahkan
gen saat proses amplifiksi sehingga arah
penempelan primer akan benar.
Efektifitas primer dapat dilihat dari nilai
TM yakni temperatur pada proses penempelan
yang dihitung manual dengan rumus tertentu
(lampiran 1). Adapun basa nitrogen yang
digunakan dalam perhitungan nilai TM adalah
basa nitrogen selain situs attB dan sekuen
GGGG. Hal ini karena situs attB dan sekuen
GGGG digunakan hanya untuk efektifitas
reaksi.
Urutan primer spesifik Gateway yang
mengandung situs attB dan urutan basa
nukleotida gen GLN dapat dilihat pada Tabel
1 dan pada Lampiran 1. Parameter yang
digunakan adalah persentase GC dan suhu
Tm. Secara teori, persentase GC yang baik
yakni lebih dari 50% dan suhu Tm tidak
melebihi 70oC (Yuwono 2006) . Pada primer
GLN-F persen GC dan suhu Tm yang didapat
sebesar 55% dan 60oC. Sedangkan pada
primer GLN-R persen GC dan suhu Tm yang
didapat sebesar 45% dan 58oC. Secara umum,
dapat dikatakan primer yang sudah didesain
dapat digunakan pada proses PCR.
Tabel 1 Urutan primer gen GLN
GLN R
GLN F

Sekuen
5’GGGGCCAACTTTGTAC
AAGAAAGCTGGGTCTAA
AGGCATTGCGAGTAGT’3
5’GGGGCCAACTTTGTAC
AAAAAAGCAGGCTATGG
CGCCCTCAGTTACACT’3

%GC;Tm
45%;
58oC
55%;
60oC

Kultur Kapang Trichoderma sp.
Proses
steril
diperlukan
untuk
mendapatkan DNA kapang murni dan
memiliki konsentrasi tinggi (Budiani et al.

10

2009). Untuk mendapatkan kondisi steril
semua media dan alat yang akan digunakan
terlebih dahulu disterilisasi dalam autoklaf
dengan suhu 121oC dan tekanan 1 atm selama
15 menit. Selain itu, subkultur kapang
dilakukan secara steril dalam laminar air flow
cabinet.
Kontaminasi dapat
terjadi
apabila
lingkungan kurang streril (Rachmawan 2001).
Kontaminasi diketahui dengan perubahan
warna media menjadi kuning keruh.
Pertumbuhan koloni mikroba lain dan koloni
kapang Trichoderma sp. dapat dibedakan
berdasarkan bentuk koloninya. Umumnya,
koloni kontaminan berupa koloni putih atau
serabut
putih
kehitaman.
Sedangkan,
pertumbuhan Trichoderma sp. menghasilkan
warna putih dan kuning kehijauan setelah 5
hari inkubasi pada kisaran suhu 25-28oC
(Gambar 8). Kapang menghasikan enzim yang
diproduksi secara ekstraseluler. Produksi
glukanase oleh kapang dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya, pH, suhu,
sumber karbon dan sumber nitrogen (Rani &
Panneerselvam 2009).
Pemilihan sumber karbon dan energi
menjadi hal yang penting dalam proses
produksi enzim oleh filamen jamur. Menurut
Rachmawan (2001) Peran utama sumber
karbon dan nitrogen adalah sebagai sumber
energi dan bahan pembangun sel. Kekurangan
sumber-sumber
nutrisi
ini
dapat
mempengaruhi pertumbuhan kapang dan
dampak yang paling buruk adalah dapat
menyebabkan kematian dari kapang yang
ditumbuhkan pada media. Dalam hal ini
ekstrak pati digunakan sebagai sumber karbon
dan ekstrak khamir sebagai sumber nitrogen.
Komposisi sumber karbon dan nitrogen yang
dipakai dalam penelitian ini cukup memenuhi
kebutuhan pertumbuhan kapang sehingga
kapang dapat dengan baik tumbuh pada
media.

Koloni
kapang

Gambar 8

Hasil
Kultur
Trichoderma sp.

Kapang

DNA Kapang Trichoderma sp.
Keberhasilan isolasi DNA kapang dilihat
dari tingkat kemurnian dan konsentrasi DNA
yang diperoleh. Isolasi total DNA merupakan
tahapan penting yang menentukan tahapan
selanjutnya yakni amplifikasi DNA hasil
isolasi. Agar hasil yang didapat pada tahap ini
maksimal, perlu dipertimbangkan pemilihan
metode isolasi yang sesuai dengan sampel
sumber DNA. Isolasi DNA pada dasarnya
dapat dilakukan dengan merusak dinding dan
membran sel serta membran inti. Kemudian
dilanjutkan dengan ekstraksi, pengendapan,
dan pemurnian (Chang et al. 1993; Anam
2009). Adapun, metode yang digunakan
penelitian ini adalah metode Orozco-Castillo
et al. (1994).
Kapang memiliki sel yang berfilamen
sehingga dibutuhkan nitrogen cair yang
berfungsi untuk memudahkan penggerusan
sampai menjadi serbuk dan menjaga agar
DNA tidak mengalami kerusakan (Kotake
1997). Bentuk serbuk akan mudah larut secara
homogen dalam pelarut yang akan digunakan
dalam proses isolasi. Perusakan dinding dan
membran sel dilakukan dengan cara kimia dan
fisika. Perusakan secara kimia dilakukan
dengan penambahan buffer ekstraksi yang
telah ditambahkan merkaptoetanol 1%.
Sedangkan proses perusakan secara fisik
dilakukan pengocokan dengan vorteks dan
pemanasan pada suhu 65oC. Kemudian
dila