2
kambing, namun demikian konsumsi daging kambing dan domba per kapita per tahun terlihat adanya trend penurunan dalam beberapa tahun terakhir ini yaitu
pada tahun 2006 sebesar 0,64 kg kapita tahun dan pada tahun 2009 menurun menjadi 0,55 kg kapita Dirjen Peternakan, 2011.
Banyaknya jumlah anak kelahiran secara ekonomis menguntungkan dibandingkan dengan induk yang menghasilkan satu ekor anak saja setiap kali
beranak Branford 1985; Loka penelitain Kambing Potong. Suatu populasi ternak kado dapat dikatakan prolifik bila mempunyai rataan jumlah anak lahir 1,75
ekor kelahiran I nounu
dkk ,
1997. Sedangkan
skala usaha
yang direkomendasikan pada perbibitan ternak kambing adalah 1 pejantan 8 induk
skala 1 : 8. I mplementasi skala usaha 1 : 8 dengan pengaturan secara ketat perkawinan pada bulan yang berurutan antar induk diharapkan peternak setiap
bulan dapat menjual ternak hingga umur induk sekitar 5 – 6 tahun Anonim, 1989a, Soejana dan Priyanti, A. dalam Yowono, 2012.
1.2. Tujuan
1. Meningkatkan produksi dan produktivitas ternak kambing.
2. Meningkatkan pengetahuan peternak kambing tentang inovasi teknologi
budidaya ternak kambing. 3.
Meningkatkan peran dan fungsi kelembagaan kelompok ternak kambing.
1.3. Keluaran
1. Peningkatan produksi dan produktivitas ternak kambing.
2. Peningkatan pengetahuan peternak kambing tentang inovasi teknologi
budidaya ternak kambing. 3.
Peningkatan peran dan fungsi kelembagaan kelompok ternak kambing.
3
I I . TI NJAUAN PUSTAKA
Ternak kambing adalah ternak ruminansia kecil yang paling dominan jumlanya populasinya di kembangkan masyarakat dan umumnya merupakan
ternak lokal asli I ndonesia, walaupun demikian ada juga yang berasal dari ternak impor atau persilangan dengan kambing lokal serta secara umum sudah
beradaptasi dengan baik pada kondisi setempat . Pada pengembangan ternak
ruminansia saat ini telah berkembang usaha yang mengarah pada pola agribisnis, dimana pada konsep tersebut diarahkan untuk melakukan perubahan
dari keunggulan komparatif Comparative advantage menjadi keunggulan
kompetif Competitive advantage yang mampu secara ekonomis memberikan
keunggulan yang diawali dengan keunggulan teknis Pambudi, et al,. 2001.
Provinsi Bengkulu merupakan daerah yang cocok untuk pengembangan ternak kambing, karena didukung oleh potensi sumberdaya alam, berupa pakan
yang masih melimpah dan juga limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber pakan alternatif bagi ternak kambing.
Berdasarkan data statistik populasi ternak kambing di Provinsi Bengkulu terjadi penurunan populasi sebanyak sekitar 45 dalam kurun waktu 2 tahun terakhir
dan berdasarkan
kenyataan tersebut
diperlukan pengembangan
dan pendampingan budidaya ternak kambing dalam satu bentuk kawasan komodidas,
dimana Kabupaten
Kepahiang merupakan
wilayah rancangan
model pengembangan kawasan ternak kambing yang termasuk menjadi prioritas
nasional Kementerian Pertanian, 2014. Sebagian besar masyarakat perdesaan memandang pemeliharaan ternak
kambing secara sambilan ekstensif dan sebagai tabungan hidup yang baru dmanfaatkan apabila petani membutuhkan pengeluaran yang bersifat m endadak
ataupun sudah direncanakan dalam jumlah relatif besar, pada kondisi ini ternak kambing yang dipelihara dijual tidak lagi mempertimbangkan penjualan yang
didasarkan pada kriteria teknis maupun efisiensi ekonomi. Namun pemeliharaan ternak kambing secara ektensif umumnya cenderung tidak menguntungkan,
karena tingkat kematian yang tinggi disertai produktivitas rendah dan disarankan agar sebaiknya dibudidayakan secara lebih intensif . Menurut Misnawaty 2004
penggemukan ternak kambing secara intensif yang disertai dengan teknologi pakan, kesehatan dan perkandangan akan menguntungkan dan layak untuk
4
dikembangkan. Disamping itu dilhat dari peluang pasar dan konsumsi daging, ternak kambing sangat menjanjikan dikembangkan, baik untuk memenuhi
kebutuhan ternak kurban, akikah, maupun untuk keperluan pasar ekspor yang diperkirakan dalam 10 tahun kedepan sedikitnya ada tambahan permintaan
sekitar 5 juta ternak setiap tahun untuk berbagai keperluan Badan Litbang Pertanian, 2005.
5
I I I . PROSEDUR
3.1. Lokasi dan w aktu