Pengaruh Kerjasama Sister Province Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan Terhadap Prasarana Air di Kota Bandung

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Menempuh Ujian Sidang Sarjana (S-1) Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia

Oleh:

Octhovian Arry Tihantoro 44302008

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

BANDUNG 2009


(2)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “ Pengaruh Kerjasama Sister Province Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia terhadap Prasarana Air di Kota Bandung”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan Program Sarjana (S-1) pada Prodi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM), Bandung.

Pada Kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih setulus-tulusnya atas segala dukungan, bantuan, dan bimbingan dari beberapa pihak selama proses studi dan juga selama proses penyusunan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu dan Ayah tercinta, terima kasih atas dorongan moril, materil, kasih sayang, dan doa-nya. Kasih sayangmu tidak akan terukur dengan apapun yang ada di dunia maupun kelak di akhirat, Mudah-mudahan selalu dalam lindungan Allah SWT.

2. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, M.Sc Selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.

3. Ibu Dr. Hj. Aelina surya, selaku pembantu rektor III dan selaku dosen Program Studi Hubungan Internasional, Universitas Komputer Indonesia.


(3)

Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

3. Ibu Yesi Marince, S.IP., M.Si. Selaku Dosen Pembimbing dan dosen wali atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing penulis dan memberikan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. Insya Allah penulis akan selalu mengingat jasa-jasanya.

4. Ibu Dewi Triwahyuni S.IP., MSi. Selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Terimakasih atas ilmu-ilmunya

5. Bapak H. Budi Mulyana, S.IP. Selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Terimakasih atas ilmu-ilmunya

6. Ibu Sylvia Octa Putri, S.IP. Selaku Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM). Terimakasih atas ilmu-ilmunya

7. Teteh Dwi Endah Susanti, S.E. Selaku Sekretariat Prodi Ilmu Hubungan Internasional yang telah banyak memberikan membantuan dan dukungannya selama masa studi. Mudah-mudahan Allah SWT membalasnya.

8. Sahabat penulis, Rosan, Muhidin, Deni Yanuar, atas bantuan dan Support-nya kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. Penulis tidak akan pernah melupakan segalanya.

9. Semua Teman-teman angkatan 2002, 2003, 2004,2005 dan semua teman-teman Prodi Ilmu Hubungan Internasional. Terima kasih atas bantuannya selama masa studi.


(4)

dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Bandung, Agustus 2009

Octhovian Arry tihantoro


(5)

i

Province Pemerintah Propinsi Jawa Barat Dengan Pemerintah Negara Bagian Australia SelatanTerhadap Prasarana Air Di Kota Bandung (1997-2002). Bandung: Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakutas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia, 2009.

Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui tentang kerjasama sister province yang dimana kerjasama ini bertujuan untuk membenahin prasarana air di kota Bandung.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analisis yaitu: menuliskan, menafsirkan serta mengklarifikasikan dan membanding-bandingkan serta mengurai dan menjelaskan data seperti itu ditarik pengertian-pengertian dan kesimpulan dari data tersebut.

Hasil penelitian menujukan bahwa pengaruh program kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan tidak begitu membantu dalam menangani prasarana air di kota Bandung dikarenakan masih sulitnya mendapatkan air bersih, banyaknya pencemaran, sumber daya manusianya dan prasarana air lainya.

Hipotesis dari masalah tersebut Kerjasama Sister Province antara Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan periode 1997 - 2002 di kota Bandung mengenai kerjasama prasarana air diharap dapat mendukung program prasarana air kota Bandu

Prasarana air merupakan masalah yang serius karena bukan hanya merupakan masalah air saja, tetapi juga menyangkut masalah kesehatan, ekonomi, dan lain-lain. Dan banyak lagi dampak dari yang di timbulkan dari buruknya prasarana air ini, diantaranya banjir, pencemaran air, rusaknya struktur tanah. Kata Kunci: Bilateral, Prasarana Air


(6)

ii

Program of International Relations Science, Faculty of Social Sciences and Politic Science, Universitas Komputer Indonesia, 2009.

Water infrastructure in Bandung City is a serious problem because it is not only as water problem as such, but also related to health, economic, etc. problems. And there are many more impacts caused by the poor water infrastructure, among others, water pollution and destructed soil structure. Sister province cooperation is cooperation between provinces across nations. This cooperation between the Government of West Java Province and the Government of Southern Australia is conducted because both of them have similarities in water infrastructure problems where clean water is difficult to obtain. Based on the problem, the following problem is formulated: “What is the Influence of Sister Province Cooperation between the Government of West Java Province and the Government of Southern Australia State on Water Infrastructure in Bandung City”.

Referring to the problem, the researcher used descriptive-analytical method, that is: writing, interpreting and clarifying, comparing and describing, and explaining the data and then meanings and conclusions are drawn from the data. The theories applied related to International Relations, International Agreements, International Agreement Forms, Bilateral Agreements, International Cooperation, Bilateral Cooperation, Sister Province Cooperation, Foreign Economic Aid, Foreign Politics, Governmental Concept, and Influence Concept.

The hypothesis proposed in identifying the problem was “Sister Province Cooperation between the Government of West Java Province and the Government of Southern Australia State for 1997-2002 Time Period didn’t going on well because the still lack of clean water infrastructure”.

The research results showed that the influence of Sister Province Cooperation between the Government of West Java Province and the Government of Southern Australia State didn’t help very much in handling water infrastructure in Bandung City due to some constraints faced by the Government of West Java Province and the difficulty if obtaining clean water, vast pollution, and the lack of human resource and other water infrastructure.


(7)

v LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Permasalahan ... 12

1.2.1 Identifikasi Masalah ... 12

1.2.2 Pembatasan Masalah ... 13

1.2.3 Perumusan Masalah ... 13

1.3. Tujuan dan Kegunaan ... 14

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 14

1.3.1 Kegunaan penelitian ... 15

1.4 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 15

1.4.1 Kerangka Pemikiran ... 14

1.4.2 Hipotesis ... 22

1.4.3 Definisi Operasional ... 23

1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ... 23

1.5.1 Metode Penelitian ... 23

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data ... 25

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian ... 26


(8)

vi

2.1 Hubungan Internasional ... 28

2.2 Perjanjian Internasioanl ... 30

2.2.1 Bentuk Perjanjian Internasional ... 31

2.2.2 Perjanjian Bilateral ... 33

2.3 Kerjasama Internasional ... 34

2.3.1 Kerjasama Bilateral... 35

2.3.2 Kerjasama Sister Province ... 35

2.3.3 Bantuan Ekonomi Luar Negeri ... 37

2.4 Politik Luar Negeri ... 39

2.5 Isu Lingkungan Dalam Hubungan Internasional ... 41

2.5.1 Konsep Infrastruktur Dalam Kajian Hubungan Internasional ... 44

2.5.2 Prasarana Air Bersih ... 45

2.8 Konsep Pengaruh ... 46

BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Hubungan Kerjasama Bilateral Indonesia - Australia ... 50

3.1.1 Kerjasama Sister Province Pemerintah Jabar dengan Australia Selatan ... 62

3.1.1.1 Memorandum of Understanding (MoU) ... 64

3.1.2 Kebijakan Prasarana Air ... 82

3.2 Bandung ... 67

3.2.1 Penduduk ... 68

3.2.2. Prasarana Air di Kota Bandung ... 70

3.2.3. Upaya Pemerintah Bandung dalam Mengatasi Prasarana Air ... 74

3.2.3.1 Upaya Penyelamatan Air Bersih di Kota Bandung ... 76

3.2.3.2 Upaya-Gerakan Hemat Air ... 77

3.2.3.3 Upaya Menangani Banjir ... 78


(9)

vii

4.1.1. Program pengelolaan prasarana pengamanan dan pendayagunaan

Sungai ... 87

4.1.2. Program Pengelolaan Prasarana Pengendali banjir ... 88

4.1.3. Program penghijauan dan terasiring ... 89

4.1.4. Program Pengolahan Kuantitas Air ... 90

4.1.5. Program Penelitian dan Pengembangan ... 91

4.1.6. Program Pengelolaan Kualitas Air ... 92

4.1.7. Program Pengelolaan Prasarana Pengairan ... 94

4.2 Kendala-kendala dalam Kerjasama Sister Province ... 95

4.2.1. Sumber Daya Manusia di Pemerintahan Jawa Barat ... 95

4.2.2. Kesulitan Keuangan ... 96

4.2.3. Kelembagaan ... 97

4.2.4. Komitmen Pemerintah Jawa Barat ... 99

4.2.5 Sinkronasi Penyusunan Anggaran Pemerintah Jawa Barat dengan Program Sister Province ... 100

4.3 Hasil Program Kerjasama Sister province ... 101

4.4 Evaluasi Hasil Kerjasama Sister Province pemerintah Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan Terhadap Prasarana Air di Kota Bandung ... 106

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 110

5.2 Saran ... 111 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

viii

Tabel 1.1 Waktu Penelitian ... 27

Tabel 3.1 Sungai-sungai di kota Bandung... 68

Tabel 3.2 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Tahun 2002 ... 69

Tabel 3.3 Produksi Air Bersih di Kota Bandung Tahun 1997-2002... 70

Tabel 3.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bandung 1997 ... 81

Tabel 4.1 Pengambilan Air Tanah di Bandung ... 108


(11)

i

JUDUL : PENGARUH KERJASAMA SISTER PROVINCE

PEMERINTAH PROPINSI JAWA BARAT DENGAN PEMERINTAH NEGARA BAGIAN AUSTRALIA SELATAN TERHADAP PRASARANA AIR DI KOTA BANDUNG

PENYUSUN : OCTHOVIAN ARRY TIHANTORO

NIM : 44302008

Disahkan :

Bandung, 18 Agustus 2009

Menyetujui :

Pembimbing

NIP. 4127 35 32 003 Yesi Marince, S.IP.,M.Si.

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ketua Program Studi dan Ilmu Politik UNIKOM Ilmu Hubungan Internasional

Prof. Dr. J.M. Papasi

NIP. 4127 70 00 011 NIP. 4127 35 32 002 Andrias Darmayadi, S.IP.,M.Si.


(12)

1 1.1 Latar Belakang Penelitian

Globalisasi secara sederhana mempunyai makna sesuatu yang mendunia. Mendunia ini dalam arti mempunyai perubahan-perubahan mendasar yang terjadi, di lingkup nasional, regional maupun global, yang dimana telah menuntut kebijakan dan perangkat baru dalam pelaksanaan hubungan antar negara. Kemajuan teknologi komunikasi telah mendorong globalisasi saling ketergantungan antar negara dan antar masalah semakin erat. Akibatnya tercipta suatu dunia tanpa batas (borderless world) yang seolah-olah telah membentuk suatu global village bagi masyarakat dunia.

Salah satu wujud nyata globalisasi ditandai dengan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi yang sangat pesat di bidang informasi, komunikasi dan transportasi. Karena itu beberapa ahli futuristik melihat fenomena globalisasi sebagai sesuatu yang telah melahirkan triple three revolution, yaitu revolusi telekomunikasi, revolusi informasi dan revolusi travel. Semua kemajuan tersebut telah mendorong dunia menjadi satu dengan batas ruang dan waktu yang sangat nisbi.

Pengaruh yang lebih luas dari globalisasi bukan hanya perlu diantisipasi secara institusional (kelembagaan) nasional, namun hal yang tidak kalah pentingnya adalah antisipasi secara lokal (pemerintah daerah) maupun individual


(13)

(masyarakat perorangan) (Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor : 09/A/KP/XII/2006/01).

Sejalan dengan proses fenomena globalisasi tersebut merupakan indikasi kuat bagi perubahan lingkungan strategi. Salah satu unsur penting di dalam interaksi antarnegara adalah adanya kerjasama. Para pelaku hubungan internasional juga meluas, tidak hanya melingkupi negara (state actors) saja, namun telah meluas pada aktor-aktor selain negara (non-state actors) seperti organisasi internasional, LSM, perusahaan multinasional (MNCs), media, daerah, kelompok-kelompok minoritas, bahkan individu. Beragamnya aktor yang terlibat dalam Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri di samping membuat proses pengambilan keputusan semakin kompleks tetapi juga membuka peluang bagi pemantapan diplomasi Indonesia.

Pemberdayaan seluruh aktor Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri diharapkan dapat mewujudkan suatu diplomasi yang memandang substansi permasalahan secara integratif dan melibatkan semua komponen bangsa dalam suatu sinergi yang disebut Total Diplomacy. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengisyaratkan perlu dilakukannya penyesuaian kewenangan pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang sebelumnya diatur dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah. Pada dasarnya pelaksanaan Politik Luar Negeri merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Namun seiring dengan berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah tersebut, kebijakan Hubungan Luar Negeri dan diplomasi oleh Pemerintah Pusat antara lain juga diarahkan untuk


(14)

memberdayakan dan mempromosikan potensi daerah, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Dalam rangka mendukung penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang lebih terarah dan berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat, Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Kedua Undang-Undang dimaksud merupakan landasan hukum yang mengikat bagi Pemerintah Pusat dan pelaku Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri lainnya, termasuk unsur-unsur Daerah, dalam melaksanakan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri.

. Salah satu peran dan fungsi Departemen Luar Negeri adalah sebagai penunjang suksesnya pemberdayaan potensi Daerah, yang direalisasikan melalui kerangka hubungan dan kerjasama luar negeri. Maka, dirasakan urgensinya untuk menciptakan suatu mekanisme komunikasi, koordinasi dan konsultasi yang efektif, efisien, sesuai, dan berkesinambungan antara Departemen Luar Negeri, selaku koordinator penyelenggaraan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri dan pelaksanaan Politik Luar Negeri, dengan unsur-unsur Daerah dalam kapasitasnya sebagai pelaku Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri.

Untuk mewujudkan mekanisme konsultasi dan koordinasi yang sesuai dalam Hubungan Luar Negeri, khususnya hubungan dan kerjasama luar negeri yang dilakukan oleh Daerah, Departemen Luar Negeri menyusun suatu Panduan bagi pelaksanaan Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri yang dilakukan oleh Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang


(15)

Pemerintahan Daerah %20Files/Lampiran%20Peraturan%20Menlu.pdf.).

Indonesia sebagai suatu negara yang terdiri dari ribuan pulau memiliki banyak daerah yang masing-masing memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu pemerintah Indonesia mengeluarkan peraturan yang memberikan kebebasan kepada tiap, daerah untuk menjalin kerjasama dengan kota lain di luar negeri dalam rangka memajukan daerah tersebut, yaitu berupa Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No. 1 Tahun 1992 yang merupakan perwujudan dan penjabaran dari politik luar negeri Pemerintah RI yang bebas dan aktif. Dalam Bab II Pasal 3 PERMENDAGRI tersebut lebih lanjut disebutkan bahwa penyelenggaraan hubungan dan kerjasama luar negeri ditujukan untuk menunjang pelaksanaan program pembangunan nasional dan daerah, membantu meningkatkan taraf hidup, kesejahteraan, dan kecerdasan masyarakat, serta membantu meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.

Program Sister Province adalah program kerjasama antar daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota di Indonesia dengan daerah lain yang sama kedudukannya di luar negeri: Obyek kerjasama Sister Province, meliputi segala bidang: Sosial-Budaya : Pendidikan, Kebudayaan, Kesehatan, dll. Sosial-Ekonomi: Perdagangan, Industri, Jasa, dll Tukar menukar pengalaman dalam mengatasi permasalahan kawasan perkotaan (city sharing). Pelaku Kerjasama tidak hanya unsur Pemerintahan, namun juga unsur dunia usaha dan unsur masyarakat umum.


(16)

Era Globalisasi dan Era Otonomi Daerah hendaknya dapat dimanfaatkan oleh Daerah melalui pengembangan Program Sister Province untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Program Sister Province hendaknya direncanakan secara lebih memadai, dengan perencanaan kegiatan kerjasama yang lebih professional untuk mengantisipasi munculnya hal - hal yang justru merugikan pihak Indonesia.

Sosialisasi Program Sister Province terhadap berbagai kalangan masyarakat dan dunia usaha agar dilaksanakan lebih intensif untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha, kurangnya partisipasi dunia usaha berpotensi tidak terjadinya win - win solution.

Daerah membutuhkan adanya fasilitasi dari pihak pusat (terutama dari Depdagri dan Deplu) bagi daerah - daerah yang berminat melaksanakan program Sister Province untuk mendapatkan partner yang sesuai di Luar Negeri.

Dalam menarik investasi asing di daerah, yang harus diperhatikan adalah. Daerah menyediakan data potensi dan profil daerah yang akurat. Daerah didukung pusat untuk menentukan kompetensi inti daerah dan ditindak lanjuti secara konsisten. Pusat bersama Daerah meningkatkan daya dukung infrastruktur yang sesuai dengan kebutuhan kompetensi inti daerah. Kebijakan Pusat dan Daerah menciptakan iklim yang kondusif terhadap inventasi (mengurangi high cost)

1669).

Kerjasama yang dijalin antara kota-kota di Indonesia dan kota-kota di luar negeri dikenal dengan nama Sister province. Kerjasama sister province di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1960, Konsep kerjasama sister province ini


(17)

awalnya dikenal di sejumlah negara Eropa Barat pada tahun 1940 kemudian berkembang juga di kota-kota di Amerika Serikat pada tahun 1956 oleh presiden Amerika Serikat ke-34 Dwight David Eisenhower (1953-1961), yang mencanangkan suatu bentuk hubungan kerjasama antar masyarakat dengan cara membina hubungan antar kota di seluruh dunia. Kemudian ide ini terus berkembang dan menyebar di kota-kota di seluruh dunia termasuk Asia dan Timur Tengah. Melalui hubungan antarkota tersebut, masyarakatnya akan dapat saling mengenal dan saling membantu.

Ide sister province ini terus berkembang dan diikuti oleh banyak

pemerintah daerah tanpa membedakan sistem sosial dan ekonomi negara yang bersangkutan. Di Indonesia sendiri kerjasama sister province sudah banyak dilakukan, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Austria tentang pendidikan dan kesehatan, propinsi Parua dengan Guangxi (RRC) tentang pertambangan dan argobisnis dan propinsi Banten dengan Incheon (Korea Selatan) mengenai budaya dan pariwisata.

Pada umumnya kerjasama sister province terbentuk karena adanya persamaan-persamaan di antara kedua kota dan propinsi atau wilayah di kedua negara yang berlainan. Hal-hal yang menjadi proses pembentukan sister province berdasarkan PERMENDAGRI Nomor. 193/ 1652/ PUOD tanggal 26 april 1993 antara lain :

1. Adanya persamaan kedudukan dan status administrasi. 2. Adanya persamaan ukuran dan luas wilayah.


(18)

4. Adanya persamaan permasalahan.

5. Adanya Ilmu teknologi yang dapat dialihkan.

6. Adanya komplementarisasi antara kedua belah pihak di bidang ekonomi sehingga dapat menimbulkan aliran barang dan jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya pertukaran kunjungan pejabat, pengusaha, dan misi-misi lainya.

(panduan tata cara Hubungan Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah yang diterbitkan oleh Direktorat Perjanjian Ekonomi tahun 2003).

Dengan adanya PERMENDAGRI, Pemerintah Jawa Barat memanfaatkan semaksimal mungkin kesempatan yang diberikan demi memajukan pembangunan di daerahnya. Bandung sebagai ibukota Jawa Barat memiliki banyak permasalahan yang harus segera ditangani dengan baik.

Kerjasama sister province Jabar-Australia Selatan pada awalnya dilaksanakan dalam kerangka persetujuan bersama antara Pemerintah RI dan Pemerintah Australia mengenai kerjasama bidang-bidang promosi pariwisata, perdagangan dan penanaman modal atau investasi, pengembangan Sumber Daya Manusia, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pemuda, Olahraga dan Kebudayaan, Mendorong pengembangan usaha swasta diberbagai sektor ekonomi, pengembangan prasarana khususnya yang menyangkut pengelolaan sumber-sumber air, dan bidang-bidang lain yang disetujui oleh para pihak.

Kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Australia Selatan di tanda tangani tanggal 17 april 1997 dan dimulai pada tanggal 21 Agustus 1997, selanjutnya dibuat Memorandum of Understanding (MOU) antara


(19)

Gubernur Jawa Barat R. Nuriana dengan Gubernur Australia John W Olsen. Kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Australia Selatan dilaksanakan dengan prinsip saling menghormati kedaulatan masing-masing negara yang terlibat sehingga hal tersebut membatasi masing-masing negara untuk melakukan intervensi.

Visi dan misi dari kerjasama sister province adalah untuk meningkatkan dan memperluas kerjasama yang saling menguntungkan dan efektif dalam pembangunan kedua daerah dalam batas kemampuan keuangan dan kemampuan teknis masing-masing:

1. Promosi pariwisata, perdagangan dan penanaman modal (investasi) 2. Pengembangan sumber daya manusia

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi 4. Pemuda, olahraga dan kebudayaan

5. Mendorong pengembangan usaha swasta diberbagai sector ekonomi 6. Pengembangan prasarana khususnya yang menyangkut pengelolaan

sumber-sumber air

7. Bidang-bidang lain yang disetujui oleh para pihak

Dalam hal ini peneliti akan membahas tentang masalah pengembangan prasarana khususnya yang menyangkut pengolahaan sumber-sumber air

Ada beberapa hal yang menarik yang mendorong peneliti untuk mengambil bahasan ini, antara lain bahwa sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Australia Selatan merupakan kerjasama yang unik. Ini menunjukkan besarnya perhatian Pemerintah Australia dalam melaksanakan program-program


(20)

kerja yang sudah ditetapkan. Peneliti menganggap bahasan mengenai sister province merupakan bentuk dari kerjasama antara dua propinsi di dua negara yang berbeda.

Hal ini menjadi dasar bagi peneliti untuk mengamati fenomena kerjasama yang terjalin diantara kedua propinsi, yang dalam hal ini dapat dianggap mewakili suatu kerjasama internasional, sister province merupakan kajian yang bersifat low politics. Meskipun kerjasama ini tidak berkaitan langsung dengan pemerintahan pusat, namun kerjasama sister province ini dapat memberikan manfaat langsung kepada daerah yang melakukan kerjasama dan juga secara tidak langsung mendukung kemajuan pembangunan nasional, peneliti ingin mencoba untuk menjelaskan kerjasama sister province Jabar-Australia selatan ini secara deskriptif untuk kemudian melihat keterkaitannya dengan prasarana air di kota Bandung.

Kondisi air sungai yang ada di Kota Bandung ternyata sudah berada dalam kondisi kritis dan sangat membahayakan. Sungai-sungai di Kota Bandung ternyata sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar seperti busa deterjen, BOD, COD, arsenikum dan sianida yang sudah melewati ambang batas maksimal. Hal tersebut merupakan temuan Jaringan Relawan Independen (JARI) setelah melakukan penelitian terhadap kondisi air yang ada di beberapa sungai dalam Kota Bandung. Sedangkan Tim dari Pusat Penelitian Sumber Daya Air Departemen Pemukiman Prasarana Wilayah (Kimpraswil) yang meneliti Sungai Citarum, mendapatkan temuan yang tidak jauh berbeda dengan hasil Temuan JARI. Menurut Tim tersebut, Sungai Citarum juga mengalami penurunan kualitas secara drastis karena dijadikan tempat pembuangan limbah industri maupun


(21)

domestik, sehingga sering menimbulkan masalah bagi lingkungan disekitarnya. Karenanya kita sangat prihatin, dimana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung selain mendapatkan pasokan air dari sumur-sumur bersih juga memanfaatkan air permukaan atau sungai yang sudah tercemar tadi.

Dengan asumsi beberapa bahan kontaminan yang mencemari air sungai tidak mengalami penguraian, berarti sekitar 25,9% penduduk kota Bandung yang menjadi konsumen PDAM terancam langsung oleh Bahan-bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Selain itu, masyarakat pengguna air bersih yang tidak terlindungi sekitar 35,5% dari seluruh penduduk Kota Bandung, karenanya mereka terancam pula. Hal ini diakibatkan oleh meresapnya air sungai yang terkontaminasi tadi ke dalam tanah dan akhirnya berkumpul menjadi air sumur gali dan pompa dangkal. Penduduk yang menggunakan air dari sarana yang tidak terlindungi tersebut jumlahnya sekitar 33,4%, mereka juga sama terancamnya.

Apa yang terjadi di Kota Bandung dan sungai Citarum, sebenarnya hanya sebagian kecil saja dari sekian masalah serupa di daerah lainnya. Sebagian besar masyarakat di berbagai belahan dunia kini tengah dilanda keprihatinan menyangkut ketersediaan air bersih. Sumber-sumber air di satu sisi kian menipis dan langka, sedangkan di sisi lainnya sumber air yang ada sudah semakin tercemar. Airpun kini semakin sulit didapat. Kalaupun ada, untuk mendapatkannya kita harus membayar mahal. Krisis air bersih sebagai dampak pencemaran lingkungan sebetulnya akibat ulah manusia sendiri. Sebagai pemain utama kehidupan, seringkali manusia bertindak serta bersikap tidak sesuai dengan hukum-hukum yang berlaku di alam, yakni perlunya suatu asas keseimbangan dan


(22)

harmoni. Disamping serakah, manusia menggunakan air secara semena-mena dan tidak terkendali dengan tanpa memperhatikan ketersediaan sumbernya. Manusia juga sering melakukan tindakan-tindakan yang buruk, seperti membuang limbah sembarangan, dan rendahnya apresiasi terhadap air bersih, dan masalah sanitasi. Dalam batas-batas tertentu, alam memiliki kemampuan untuk membersihkan dirinya melalui siklus geobiokimia.

Bila batas-batas tersebut terlampaui, alam tak akan mampu untuk memperbaiki dirinya, sehingga terjadilah yang disebut pencemaran.Sebetulnya, lewat kemampuan teknologi yang dimilikinya, manusia bisa mengolah air tercemar menjadi air yang secara kualitas layak dikonsumsi. Tetapi dalam hal ini yang perlu diperhitungkan adalah bahwa biayanya sangat mahal dan masih ada bahan-bahan kontaminan yang masih sulit diurai, sehingga masih berbahaya bagi manusia. Karenanya perlu dibangun gerakan sadar lingkungan, khususnya menyangkut air bersih. Masyarakat juga harus disadarkan, dididik, dan dibiasakan bahwa hak mendapatkan air bersih merupakan hak dasar semua orang. Kelangkaan air bersih merupakan salah satu bentuk kekerasan dan perampasan hak-hak asasi kehidupan

Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas maka judul dari penelitian ini adalah: Pengaruh Kerjasama Sister Province Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan terhadap Prasarana Air Di Kota Bandung.


(23)

Penelitian ini dibuat berdasarkan beberapa mata kuliah pada program studi Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia. Yaitu:

1. Pengantar hubungan internasional pada mata kuliah ini diperkenalkan tentang studi ilmu hubungan internasional sebagai suatu bidang studi pembelajaran, sejarah perkembangan, serta para aktor yang terlibat di dalamnya.

2. Analisis Politik Luar negeri yang mempelajari dan menjelaskan kerjasama regional merupakan salah satu prioritas kerjasama dalam pembangunan politik luar negeri.

3. Hubungan Internasional di Asia Pasifik yang mempelajari dan menjelaskan hubungan lintas negara yang merupakan usaha kerjasama oleh aktor negara di wilayah Asia Pasifik.

1.2 Permasalahan

1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah merupakan suatu tahap permulaan dari penguasaan masalah di mana objek dalam suatu jalinan situasi tertentu dapat kita kenali sebagai suatu masalah (Suriasumantri, 2000: 309)

Berdasarkan latar belakang permasalahan dan untuk membatasi permasalahan, maka peneliti mengajukan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Program-program apakah dalam kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan


(24)

untuk prasarana air di Kota Bandung?

2. Apa saja kendala-kendala dalam program kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan mengenai prasarana air bersih di Kota Bandung?

3. Apa saja hasil dari program kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan di Kota Bandung?

1.2.2 Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan yang ada ke dalam aktor-aktor yang terlibat, aspek-aspek dan kurun waktu dari masalah yang dikaji. Dalam segi aspeknya, peneliti hanya akan membahas salah satu bidang kerjasama sister province mengenai prasarana air di kota Bandung. Dalam hal ini untuk membatasi ruang lingkup penelitian maka peneliti memfokuskan pada pelaksanaan program kerjasama pengadaan prasarana air bersih.

Adapun kurun waktu yang diteliti dibatasi dari tahun 1997 sampai dengan tahun 2002. Karena kerjasama ini di mulai pada tahun 1997, dan berakhir pada tahun 2002 .

1.2.3 Perumusan Masalah

Setelah melalui berbagai pemaparan dan identifikasi masalah yang telah peneliti kemukakan di atas, secara umum, maka penelitian ini akan berusaha menjawab permasalahan yang akan dirumuskan sebagai berikut :


(25)

"Bagaimana Pengaruh Kerjasama Sister Province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Australia Selatan terhadap Prasarana Air di Kota Bandung.”

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk mengetahui program-program dalam kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan untuk prasarana air di Kota Bandung.

2. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan untuk prasarana air di Kota Bandung.

3. Untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari program kerjasama sister

province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian

Australia Selatan di Kota Bandung

1.3.2 Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis, untuk memperkaya pengetahuan yang lebih mendalam mengenai kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan, dan memberikan wawasan yang mendalam mengenai prasarana air di kota Bandung.


(26)

2. Kegunaan Praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi pihak lain yang berminat dalam mempelajari kerjasama

sister province province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah

Negara Bagian Australia Selatan dan prasarana air di kota Bandung. Kerangka penelitian ini juga ditujukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan (S-1) dalam Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Komputer Indonesia.

1.4 Kerangka Pemikiran, Hipotesis, dan Definisi Operasional 1.4.1 Kerangka Pemikiran

Pada dasarnya tujuan utama studi hubungan internasional adalah mempelajari perilaku international, yaitu perilaku para aktor, negara maupun non-negara, dalam arena transaksi internasional. Perilaku itu bisa berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya (Mas'oed, 1994:28 ).

Cara dua negara saling 'melihat' satu sama lain sering menentukan cara mereka berinteraksi. Suatu pola kerjasama yang sistematik tidak mungkin berkembang di antara negara-negara yang masing-masing menganggap lawan sebagai jahat, agresif dan tidak bermoral (Mas'oed, 1989.19).

Fakta-fakta utama dalam hubungan internasional bersifat sejarah, artinya hal itu merupakan laporan-laporan tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian, laporan dan pertanyaan serta kompilasi, baik yang terbuka maupun yang rahasia yang terdapat dalam arsip pemerintah, isi dalam Surat-Surat dan


(27)

kertas-kertas para tokoh umum dan kantor-kantor pemerintah. Hal itu juga mencakup pokok-pokok isi dari yang dituliskan tentang kejadian-kejadian oleh yang terlibat di dalamnya atau oleh yang menyaksikan kejadian itu dan segala informasi yang dikumpulkan dengan jalan wawancara atau pemeriksaan dan penelitian para saksi (McClelland, 1986:156).

Hubungan Internasional merupakan suatu studi tentang interaksi antara jenis-jenis kesatuan sosial tertentu, termasuk studi tentang keadaan-keadaan relevan yang mengelilingi interaksi. Dalam interaksi antara dua pihak manapun, sumber daya aksi-aksi tersebut adalah kedua pihak yang bersangkutan. Akan tetapi ada dua kompleksitas yang terlibat, jika interaksi terjadi selama jangka waktu tertentu. Pertama, setiap pelaku mungkin dipengaruhi oleh interaksi yang dialami dalam masa yang lalu dan berdasarkan ini dapat dikatakan bahwa interaksi itu sendiri merupakan sumber daya perilaku. Kedua, pengalaman interaksi masa lalu, pelaku-pelaku dapat memperkirakan apa yang bakal terjadi dan masing-masing dapat bertindak sesuai dengan perkiman tersebut (McClelland, 1986:27).

Kerjasama timbul apabila orang-perorangan atau kelompok memiliki orientasi terhadap orang-perorangan atau kelompok lain dan mempunyai tujuan yang ingin dicapai bersama-sama (Soekanto, 1995: 79)

Kerjasama dapat berlangsung dalam berbagai konteks yang berbeda. Kebanyakan hubungan dan interaksi yang berbentuk kerjasama terjadi langsung di antara dua pemerintah yang memiliki kepentingan atau menghadapi persoalan yang serupa secara bersamaan (Holsti, 1992:651).


(28)

Kerjasama akan diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar daripada konsekuensi-konsekuensi yang akan ditanggungnya. Oleh sebab itu keberhasilan kerjasama dapat diukur dari perbandingan besarnya manfaat yang dicapai terhadap konsekuensi yang harus ditanggung. Disamping itu keberhasilan kerjasama ditentukan oleh sifat dari tujuan kerjasama yang hendak dicapai. Kerjasama diawali dengan suatu kesepakatan dan paling mudah apabila tidak mengandung banyak resiko (Budiono, dalam Suprapto, 1997: 181).

Kerjasama Internasional merupakan suatu interaksi antar dua bangsa atau lebih dimana dilakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada lingkungan internasional berdasarkan kepentingan berbagai bangsa. Kerjasama ini pada dasarnya bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang berlangsung diberbagai bidang. Konsep kerjasama internasional itu sendiri menurut KJ. Holsti, adalah

“Kerjasama dilakukan oleh pemerintah yang saling berhubungan dengan mengajukan alternatif pemecahan, perundingan atau pembicaraan mengenai masalah yang dihadapi, mengemukakan berbagai bukti teknis untuk menopang pemecahan masalah tertentu dan mengakhiri perundingan dengan membentuk beberapa perjanjian atau saling pengertian yang memuaskan bagi semua pihak” (Holsti, 1987:650).

Adanya hubungan antar dua negara akan mengakibatkan terjadinya hubungan bilateral yang baik dan lancar antar kedua belah pihak yang bersangkutan. Sedangkan ”hubungan bilateral” menurut Didi Krisna dalam “Kamus Politik Hubungan Internasional” adalah:

“Keadaan yang menggambarkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi atau terjadinya hubungan timbal balik antar kedua Negara” (Krisna, 1993: 3).


(29)

Kerjasama dalam konteks hubungan internasional terbagi menjadi kerjasama bilateral dan kerjasama multilateral. Kerjasama bilateral adalah suatu kerjasama antara dua negara dalam bidang-bidang tertentu, misalnya kerjasama antara Pemerintah Jawa Barat dengan Australia Selatan di bidang Prasana air dalam bentuk Memorandum Of Understanding (MOU). Kerjasama Bilateral antara dua negara juga mempunyai prinsip yang saling menguntungkan, saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain dalam langkah pengambilan kebijakan di negaranya masing-masing.

Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudi, 2002: 127).

Kerjasama sister Province menurut Dwight David Eisenhower (1953-1961), kerjasama sister province adalah kerjasama prorinsi bersaudara yang dimana kerjasama ini terjalin antar lintas negara.

Pemerintah Daerah Provinsi/kota dapat melakukan penjajakan dengan Pemerintah Daerah/Kota di luar negeri. Pada saat bersamaan Pemerintah Daerah melaporkan keinginan untuk kerjasama tersebut kepada Depdagri untuk mendapatkan pertimbangan dan dikonsultasikan dengan DPRD. Dalam hal minat dari Pemda/Pemkot mendapat sambutan positif dari pihak luar negerinya maka dapat dipersiapkan dan ditandatangani dokumen yang disebut letter of intent (kedua pihak sepakat mempunyai niat yang sama untuk mengadakan kerjasama).


(30)

Tahapan Penyusunan Memorandum Of Understanding (MoU). Sebagai tindak lanjut ditandatangani Letter Of Intent (LOI) kedua pihak dapat menyiapkan rancangan dokumen kerjasama yang biasanya dibuat dalam bentuk Memorandum Of Understanding (MoU). Dalam rancangan MoU sudah dirinci mengenai tujuan, program dan bidang kerjasama. Dalam tahapan penyusunan MoU ini pemerintah daerah/kota menempuh pendekatan. Kepihak luar negeri yaitu pembahasan yaitu pembahasan rancangan MoU dengan partnernya di luar negeri.

Kepihak dalam negeri yaitu melaporkan/meminta persetuan Pemerintah Pusat atas hasil pembahasan rancangan MoU. Tahap penyelesaian Memorandum of Understanding (MoU) maka Depdagri akan memintakan persetujuan kepada Sekretariat Negara dan permintaan surat Kuasa (full power) dari Departemen Luar Negeri. Penandatanganan MoU merupakan suatu cara resmi yang dilakukan di Indonesia atau negara partner kerjasama.

Memorandum saling pengertian antara propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat (Indonesia) dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan (Australia)tentang Hubungan Kerjasama Propinsi Bersaudara Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut:

Pasal 1

Para pihak akan mewujudkan hubungan kerjasama propinsi bersaudara untuk meningkatkan dan memperluas kerjasama yang saling menguntungkan dan efektif dalam pembangunan kedua daerah dalam batas kemampuan keuangan dan teknis masing-masing, di dalam bidang-bidang sebagai berikut:

1. Promosi pariwisata, perdagangan dan penanaman modal (investasi) 2. Pengembangan sumber daya manusia

3. Ilmu pengetahuan dan teknologi 4. Pemuda, olahraga dan kebudayaan


(31)

6. Pengembangan prasarana khususnya yang menyangkut pengelolaan sumber-sumber air

7. Bidang-bidang lain yang disetujui oleh para pihak.

Adapun perjanjian kerjasama yang dilakukan Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Australia Selatan mengenai Hubungan Kerjasama Bersaudara yang dimana kerjasama ini telah disetujui dalam MoU.

Kesepakatan usaha antara Badan Promosi dan Pengolaan Keterkaitan Usaha Jawa Barat dan Perusahaan Negara Australia Selatan untuk Kerjasama Dalam Memperkembangkan Prasarana Air Telah menyetujui hal-hal sebagai berikut:

Pasal 1

Para pihak akan mengadakan kerjasama dalam bidang penyediaan dan pengelolaan penyediaan air, perawatan air limbah dan teknologi yang berkenaan dengan air di jawa barat

Kerjasama ini akan termasuk:

1. Mengenali proyek-proyek prasarana air dan air limbah yang sesuai untuk pengikutsertaan dan investasi sektor swasta

2. Menyediakan teknologi air yang sesuai secara komersial. Prioritas mula-mula difokuskan kepada:

1. Pengembangan lembah Bandung, termasuk pengembangan sumber-sumber alternatip dari air yang tergenang di atas untuk mengantikan pemakaian air tanah, dan perendahan polusi Sungai Citarum yang disebabkan oleh pembuangan air limbah dari industri dan domestik (misalnya, melalui penyediaan plant perawatan air limbah yang terpusat untuk daerah industri yang baru.

(Memorandum Of Understanding (MoU) Pemerintah Jabar dengan Pemerintah Australia Selatan).

Perjanjian Bilateral akan muncul bila dua negara saling sepakat akan adanya kepentingan yang sama. Jika bentuk perjanjian berupa kerjasama dan lingkupnya hanya terbatas pada dua negara saja maka kerjasama itu memiliki kecenderungan untuk bertahan lama, perlu diketahui, kerjasama tidak akan dilakukan bila suatu negara bisa mencapai tujuannya sendiri. Sehingga dalam hal


(32)

ini terlibat bahwa kerjasama hanya akan terjadi, kerena adanya saling ketergantungan antar negar-negara untuk mencapai kepantingan nasionalnya sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan merupakan salah satu bentuk perjanjian bilateral.

Negara-negara saling mengadakan hubungan melalui tiga kemungkinan, yaitu kerjasama, persaingan dan konflik. Pada masa ini hubungan yang terjalin antarnegara lebih diupayakan dalam bentuk kerjasama karena dirasakan sebagai suatu keperluan sehinggga negara-negara itu mengadakan hubungan satu sama lain dengan maksud untuk memajukan kesejahteraan dan keamanan mereka (Wiriaatmadja, 1982:2).

Dalam rangka mendukung penyelenggaraan hubungan luar negeri yang lebih terarah, terpadu dan berlandaskan kepastian hukum yang lebih kuat Pemerintah Indonesia telah memberlakukan Undang-undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional. Kedua ketentuan ini merupakan landasan konstitusional bagi Pemerintah Pusat dan pelaku hubungan luar negeri lainnya, termasuk unsur-unsur daerah, dalam melaksanakan hubungan luar negeri. Pengelolaan hubungan luar negeri yang kelak akan dapat membawa dampak, tidak hanya terhadap kepentingan daerah akan tetapi lebih jauh lagi terhadap arah kebijakan nasional dalam penyelenggaraan hubungan dan melaksanaan politik luar negeri secara keseluruhan.


(33)

Pengaruh menurut Holsti dalam bukunya International Politics: Pengaruh adalah sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku tersebut. Konsep pengaruh merupakan salah satu aspek kekuasaan yang pada dasarnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan (1998: 232-255).

Dalam melakukan kerjasama Sister Province para pihak memberikan pengaruh besar pada tiap negara masing-masing guna mendapatkan tujuan tiap negara, karena kerjasama ini dilakukan guna dapatkan keuntungan tiap negara.

1.4.2 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas, maka sebagai pokok analisa, penulis mengajukan hipotesis yang akan dikaji dalam penelitian ini, yaitu:

"Kerjasama Sister Province antara Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan periode 1997 - 2002 di kota Bandung mengenai kerjasama prasarana air diharap dapat mendukung program prasarana air kota Bandung"

1.4.3 Definisi Operasional

Agar dapat mengukur variabel-variabel yang terdapat dalam hipotesis, maka variabel-variabel tersebut akan didefinisikan secara operasional sebagai berikut :

1. Kerjasama Sister Province adalah kerjasama yang dimana saling mengutamakan bantuan dalam bentuk teknis dengan tujuan meningkatkan kemampuan sumber daya air dalam menangani masalah perkotaan, yang


(34)

pada umumnya berupa pengiriman tenaga ahli maupun pemberian training, dan pengenalan teknologi air supaya dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan kota.

2. Pasarana air adalah dimana mencakup tentang termasuk pengembangan sumber-sumber alternatif dari air yang tergenang di atas untuk mengantikan pemakaian air tanah, dan perendahan polusi Sungai Citarum yang disebabkan oleh pembuangan air limbah dari industri dan domestik (misalnya, melalui penyediaan plant perawatan air limbah yang terpusat untuk daerah industri yang baru karena pencemaran air yang berada di kota bandung yang dimana pencemaran air ini sudah cukup mengancam di beberapa daerah di kota Bandung khususnya daerah Bandung Selatan

1.5 Metode Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1.5.1 Metode Penelitian

Metode penelitian dapat bermakna sempit atau luas. Dalam arti sempit, metode penelitian berhubungan dengan rancangan penelitian atau prosedur-prosedur pengumpulan data dan analisis data. Sebaliknya dalam arti luas, metode penelitian merupakan cara teratur untuk menyelidiki masalah tertentu untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan masalah yang diselidiki yang dibutuhkan sebagai solusi atas masalah tersebut (Silalahi, 1999: 6-7).

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif Analisis dan Metode Historis. Metode Deskriptif Analitis digunakan untuk memberikan gambaran mengenai fakta yang berhubungan dengan masalah


(35)

yang diteliti. Deskripsi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memberikan gambaran yang akurat dan terperinci mengenai fakta tentang suatu fenomena yang ada. Sementara metode deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dari suatu gejala atau masalah yang diteliti dalam situasi tertentu (Silalahi, 1999: 6-7).

Pelaksanaan penelitian dengan metode deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan intepretasi tentang arti data itu. Dalam analisis yang akan dilakukan dalam penelitian, peneliti menggunakan metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang terkumpul. Dengan metode ini diharapkan peneliti dapat menggambarkan dan menelaah serta menganalisa fenomena yang ada untuk dituangkan ke dalam pembahasan yang bersifat ilmiah.

Perspekif historis digunakan sebagai alat bantu dalam menggambarkan masyarakat sebagai suatu organisasi yang dinamis. Struktur dan fungsi yang terdapat di dalamnya berkembang dan mengalami perubahan serta transformasi (Young, 1966:148). Metode ini meliputi pengumpulan dan interpretasi gejala, peristiwa atau gagasan yang timbul di masa lampau guna menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami kenyataan-kenyataan sejarah.

Salah satu cara yang dilakukan adalah menggambarkan gejala-gejala masa lalu sebagai sebab dan suatu keadaan/kejadian, dan kejadian di masa sekarang sebagai akibatnya. Masa lalu merupakan kunci masa sekarang. Data masa lalu dipergunakan sebagai informasi untuk memperjelas kejadian atau keterhubungan


(36)

satu dengan yang lain. Melalui komponen waktu, ruang dan pokok permasalahan, data dikumpulkan, ditata dan dianalisa untuk mendapatkan gambaran dan tatanan fakta yang seakurat mungkin.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan. Studi kepustakaan ini berupaya untuk memperoleh data-data dan informasi skunder yang relevan dengan penelitian yang bersumber atau didapat dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen, naskah tertulis, serta sumber-sumber informasi lainnya seperti pemanfaatan fasilitas dan jasa Internet untuk mendapatkan data tertulis yang telah didokumentasikan. Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan tokoh-tokoh terkait yang memahami mengenai penelitian ini.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mencari data dan informasi tertulis di beberapa perpustakaan dan lembaga-lembaga terkait, seperti :

1. Perpustakaan Universitas Komputer Indonesia. 2. Perpustakaan FISIP UNPAS.

3. Perpustakaan FISIP Universitas Parahyangan. 4. Pemerintah Propinsi Jawa Barat.


(37)

1.6.2 Waktu Penelitian Tabel 1.1 Waktu Penelitian No Waktu Kegiatan Oktober 2008 November 2008 Desember 2008 Januari 2009 Juli 2009

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

Pengajuan

Judul 2 ACC Judul 3 Bimbingan 4 ACC UP 5 Sidang UP 6 Penelitian 7 Sidang

1.7 Sistematika Penulisan

Bab satu berupa pendahuluan yang menyajikan gambaran secara umum mengenai kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan dalam menangani prasarana air di kota Bandung. Di dalam bab pendahuluan ini penulis menyajikan latar belakang penelitian, identifikasi, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi dan waktu penelitian serta sistematika penulisan.

Bab dua berisikan tinjauan pustaka yang merupakan uraian dan sejumlah konsep atau teori dalam studi hubungan intemasional yang digunakan sebagai acuan bagi kepentingan dan relevansi penelitian ini. Yaitu, Hubungan Internasional, Perjanjian Internasioanl, Kerjasama Internasional, Bantuan Ekonomi Luar Negeri, Politik Luar Negeri, Konsep Pengaruh


(38)

Bab tiga berisikan pemaparan secara lengkap mengenai kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan serta tinjauan umum mengenai keadaan kedua negara dan juga kedua propinsi tersebut. Dan juga memaparkan prasarana air di kota Bandung yang dimana banyak mengalami semakin buruknya prasarana air.

Bab empat berisi hubungan antara program kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan dalam menagani prasarana air di kota Bandung. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan, sehingga dapat terlihat pengaruhnya dalam prasarana air di kota Bandung

Bab lima adalah bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran sebagai hasil akhir dari penelitian sekaligus penegasan kembali akan pembuktian hipotesa yang nantinya akan menjadi sebuah kebenaran ilmiah atau masih memerlukan pengkajian yang lebih dalam lagi.


(39)

28 2.1 Hubungan Internasional

Secara luas pengertian hubungan internasional meliputi semua aspek yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang melampaui batas-batas Negara. Lebih khusus Suwardi Wiriaatmadja mengemukakan bahwa “hubungan internasional” adalah mencakup segala macam hubungan antar kelompok bangsa dalam masyarakat dunia, dan kekuatan-kekuatan, proses-proses, yang menentukan cara hidup, cara bertindak, cara berpikir manusia. Meskipun fokus masih tetap dalam sistem negara kebangsaan dan hubungan antar bangsa, hubungan antar berbagai macam organisasi dan kelompok harus juga diperhatikan (Wiriaatmadja, 1970:33-34)

Istilah hubungan internasional (international Relation) diciptakan oleh Jeremy Bentham, yaitu salah seorang yang mempunyai minat besar terhadap hubungan antar Negara yang sedang tumbuh pada saat itu (Frankel,dalam Suprapto,1997:2). Sebagai suatu kesatuan ilmu, hubungan internasional merupakan satu kesatuan disiplin dan memiliki ruang lingkup serta konsep-konsep dasar.

Definisi atau batasan dari setiap ilmu akan memberikan ketegasan mengenai ruang lingkup ilmu bersangkutan. Definisi Ilmu Hubungan Internasional yang dibuat oleh Stanley Hoffmann menyebutkan bahwa hubungan intermasional sebagai subjek akademis terutama memperhatikan hubungan


(40)

politik antarbangsa (McClelland, 1986:VII). Definisi yang diberikan oleh Hoffman tersebut menekankan pada aspek hubungan politik, karena dipandang perlu untuk memberikan arti yang lebih luas mengenai hubungan antarnegara. Jadi, Ilmu Hubungan Internasional dalam arti umum tidak hanya mencakup unsure politik, tetapi juga unsure-unsur ekonomi, social, budaya, dan sebagainya.

Istilah Hubungan Internasional berkaitan erat dengan segala bentuk interaksi diantara masyarakat Negara-negara. Trygve Mathysen dalam bukunya “Methodology in the Study of Internasional Relation” mengemukakan bahwa Hubungan Internasional mempunyai makna semua aspek kehidupan internasional dari kehidupan social manusia (dikutip dari Wiriaatmadja, 1987:1).

Dapat diartikan bahwa Hubungan Internasional mencakup interaksi yang dilakukan oleh semua anggota masyarakat internasional, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam segenap kehidupan manusia.

Studi Hubungan Internasional dikembangkan untuk memahami aktifitas dan fenomena yang terjadi dalam hubungan internasional. Pada dasarnya studi Hubungan Internasional bertujuan untuk mempelajari perilaku internasional, yaitu perilaku para aktor, negara maupun non-negara dalam arena transaksi internasional. Perilaku para aktor tersebut dapat berwujud perang, konflik, kerjasama, pembentukan aliansi, interaksi dalam organisasi internasional dan sebagainya (Mas’oed, 1990:31).

Luasnya cakupan studi Hubungan Internasional tersebut menyebabkan hubungan internasional sebagai studi yang berdiri sendiri membutuhkan pendekatan yang bersifat interdisiplinier. Penekanan kepada semua aspek kehidupan internasional, menurut para peneliti Hubungan Internasional untuk memiliki kemampuan interdisiplinier.


(41)

Hubungan Internasional sebagai studi yang berdiri membutuhkan disiplin-disiplin ilmu lain. Oleh karena itu studi Hubungan Internasional yang menekankan pada semua aspek kehidupan internasional merupakan studi yang bersifat interdisiplinier, yang antara lain mencakup ilmu politik, ekonomi, hukum, sosiologi, antropologi, serta ilmu sosial lainya sampai ilmu pengetahuan alam seperti fisika, kimia, sibernetika dan lain-lain (Coloumbis & Wolfe, 1990:21).

2.2 Perjanjian Internasional

Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu (Rudy, 2002:123).

Pengertian perjanjian internasional lainnya menurut Setiawan adalah : “Perjanjian internasional adalah suatu perbuatan hukum yang mengikat negara pada bidang-bidang tertentu, oleh karena itu perjanjian internasional harus dibuat dengan dasar-dasar yang jelas dan kuat, dengan menggunakan instrumen peraturan perundang-undangan yang jelas” (Setiawan, 2006: 13).

Sedangkan menurut Undang-Undang Negara Indonesia No. 24 Tahun 2000;

“Perjanjian internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu, yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik” (Setiawan, 2006: 13).

Perjanjian internasional dapat dilakukan dengan cara penandatanganan, pengesahan, pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik, dan cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional tersebut.

Menurut Setiawan untuk sahnya sebuah perjanjian harus dibuat dalam bentuk:


(42)

a. Ratifikasi (Ratification) b. Aksesi (Accession) c. Penerimaan (Acceptance)

d. Penyetujuan (Approval) (Setiawan, 2006: 13)

Penandatanganan perjanjian berarti merupakan persetujuan atas naskah perjanjian internasional tersebut yang telah dihasilkan dan/atau merupakan pernyataan untuk mengikatkan diri secara definitif sesuai dengan kesepakatan para pihak dalam perjanjian tersebut.

Berakhirnya perjanjian internasional adalah apabila terdapat kesepakatan para pihak melalui prosedur yang ditetapkan dalam perjanjian, tujuan perjanjian tersebut telah tercapai, terdapat perubahan mendasar yang mempengaruhi pelaksanaan perjanjian, salah satu pihak tidak melaksanakan atau melanggar ketentuan perjanjian, dibuat suatu perjanjian baru yang menggantikan perjanjian lama, muncul norma-norma baru dalam hukum internasional, objek perjanjian hilang, terdapat hal-hal yang merugikan kepentingan nasional (Setiawan, 2006: 13-14).

2.2.1 Bentuk Perjanjian Internasional

Bentuk-bentuk perjanjian menurut Rudy:

1. Treaty, dalam arti sempit adalah perjanjian internasional yang sering dipakai dalam persoalan-persoalan politik atau ekonomi, treaty dalam arti luas merupakan alat yang paling formal, yang dipakai untuk mencatat perjanjian antara negara yang ketentuan-ketentuannya bersifat menyeluruh. Tujuan dari Traktat atau Treaty adalah untuk meletakan kewajiban-kewajiban yang mengikat bagi negara-negara peserta, baik secara bilateral maupu n multilateral.

2. Konvensi, istilah Konvensi biasanya dipakai untuk dokumen yang resmi dan bersifat multilateral. Juga mencakup dokumen-dokumen yang dipakai oleh aparat-aparat 1embaga intemasional. 3. Protokol, merupakan suatu persetujuan yang sifatnya kurang

resmi dibandingkan treaty atau konvensi dan pada umumnya tidak dibuat oleh kepala-kepala negara.

4. Agreement, sifatnya kurang resmi dibanding traktat dan konvensi, dan umumnya tidak dilakukan oleh kepala-kepala negara. Biasanya bentuk ini dipakai untuk persetujuan-persetujuan yang ruang lingkupnya lebih sempit dan pihak-pihak yang terlibat lebih


(43)

sedikit dibanding konvensi biasa. Bentuk ini juga hanya digunakan untuk persetujuan-persetujuan yang sifatnya teknis dan admisitratif. Pada umumnya agreement tidak memerlukan ratifikasi dan berlaku sesudah dilakukan exchange of notes.

5. Arrangement, bentuk ini kurang lebih sama dengan agreement.

Umumnya lebih banyak dipakai untuk transaksi-transaksi yang sifatnya mengatur dan temporer.

6. Proses Verbal, istilah ini pada mulanya berarti rangkuman dari jalannya serta kesimpulan dari suatu konferensi diplomatik, tetapi dewasa ini juga untuk catatan-catatan istilah dari suatu persetujuan yang dicapai oleh para peserta misalnya proses verbal yang ditandatangani di Zurich tahun 1892 oleh wakil-wakil Italia dan Swiss untuk mencatat kesepakatan pendapat mereka mengenai ketentuan-ketentuan Traktat Perdagangan diantara mereka. Istilah ini juga dipakai untuk mencatat suatu pertukaran atau himpunan ratifikasi atau untuk suatu persetujuan administratif yang sifatnya kurang penting atau untuk membuat perubahan kecil dalam konvensi, Proses Verbal umumnya tidak membutuhkan ratifikasi.

7. Statuta (Charter), merupakan himpunan peraturan-peraturan penting mengenai pelaksanaan fungsi lembaga internasional, himpunan peraturan-peraturan yang dibentuk berdasarkan persetujuan internasional mengenai pelaksanaan fungsi-fungsi dari suatu entitas khusus dibawah pengawasan internasional, misalnya Statuta Sanjak Alexandra 1973, dan sebagai alat tambahan pada konvensi yang menetapkan peraturan-peraturan yang akan diterapkan, misalnya Statuta tentang kebebasan transit yang dilampirkan pada konvensi mengenai Kebebasan Transit, Barcelona, 1921.

8. Deklarasi, istilah ini dapat berarti traktat yang sebenarnya, misalnya Deklarasi Paris 1856, dapat juga berarti dokumen yang tak resmi yang dilampirkan pada suatu traktat atau konvensi yang memberi penafsiran atau menjelaskan ketentuan-ketentuan traktat atau konvensi, bisa juga berarti persetujuan tak resmi mengenai hal-hal yang kurang penting, atau juga berarti resolusi atau konferensi diplomatik yang mengungkapkan suatu prinsip atau asas atau desideratum untuk ditaati oleh semua negara, misalnya deklarasi tentang larangan paksaan militer, politik atau ekonomi dalam penutupan traktat yang diterima oleh Konferensi Wina 1968-1969 mengenai Hukum Traktat. (Deklarasi boleh diratifikasi, boleh juga tidak).

9. Modus Vivendi, adalah suatu dokumen untuk mencatat persetujuan internasional yang bersifat temporer atau provisional yang dimaksudkan untuk diganti dengan arrangement yang sifatnya lebih permanen dan terinci. Biasanya Modus Vivendi dibuat secara sangat tidak resmi dan tidak memerlukan ratifikasi.


(44)

10. Pertukaran Nota atau Surat, merupakan suatu metode tak resmi yang seringkali digunakan pada tahun-tahun terakhir ini. Dengan pertukaran nota ini negara-negara mengakui suatu pengertian bersama atau mengakui kewajiban-kewaj iban tertentu yang mengikat mereka. Adakalanya pertukaran nota dilakukan melalui perwakilan-perwakilan diplomatik atau militer negara yang bersangkutan. Ratifikasi biasanya tidak perlu, tetapi akan menjadi perlu jika hal ini sesuai dengan niat para pihak.

11. Ketentuan Penutup (Final Act), adalah suatu dokumen yang mencatat laporan akhir acara suatu konferensi yang mengadakan suatu konvensi. Ketentuan penutup juga merangkum istilah-istilah rujukan dalam suatu konferensi, dan rnenyebutkan satu persatu negara atau kepala negara yang hadir, delegasi-delegasi yang turut serta dalam konferensi, dan dokumen-dokumen yang diterima oleh konferensi. Final Act juga memuat resolusi, deklarasi dan rekomendasi yang diterima konferensi yang tak dicantumkan sebagai ketentuan-ketentuan konvensi. Ketentuan penutup ditandatangani tetapi tidak diratifikasi.

12. Ketentuan Umum (General Act), yang sebenamya adalah traktat, tetapi dapat bersifat resmi atau tidak resmi (Rudy, 2002: 123-126).

2.2.2 Perjanjian Bilateral

Menurut Muchtar Kusumaatmadja dalam bukunya yang berjudul Pengantar Hukum Internasional, Perjanjian bilateral adalah perjanjian yang diadakan oleh dua buah negara untuk mengatur kepentingan kedua belah pihak (Rudy, 2002: 127). Perjanjian Bilateral akan muncul bila dua negara saling sepakat akan adanya kepentingan yang sama. Jika bentuk perjanjian berupa kerjasama dan lingkupnya hanya terbatas pada dua negara saja maka kerjasama itu memiliki kecenderungan untuk bertahan lama, perlu diketahaui, kerjasama tidak akan dilakukan bila suatu negara bisa mencapai tujuannya sendiri. Sehingga dalam hal ini terlibat bahwa kerjasama hanya akan terjadi, kerena adanya saling ketergantungan antar negar-negara untuk mencapai kepantingan nasionalnya


(45)

Perjanjian yang bersifat bilateral juga dapat mengikat pihak ketiga berdasarkan alasan yang sama dengan menentukan unsur-unsur penting dalam pembentukan hukum kebiasaan internasional.

2.3 Kerjasama Internasional

Kerjasama internasional merupakan suatu perwujudan kondisi masyarakat yang saling tergantung satu dengan yang lainnya. Dalam melakukan kerjasama ini dibutuhkan suatu wadah yang dapat memperlancar kegiatan kerjasama tersebut. Tujuan dari kerjasama ini ditentukan oleh persamaan kepentingan dari masing-masing pihak yang terlibat. Kerjasama internasional dapat terbentuk karena kehidupan internasional meliputi bidang, seperti ideology, politik, ekonomi, sosial, lingkungan hidup, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan (Perwita dan Yani,2005:34).

Dalam suatu kerjasama internasional bertemu berbagai macam kepentingan nasional dari berbagai negara dan bangsa yang tidak dapat dipenuhi di dalam negerinya sendiri (Perwita dan Yani,2005:33).

Isu utama dari kerjasama internasional yaitu berdasarkan pada sejauh mana keuntungan berama yang diperoleh melalui kerjasama dapat mendukung konsepsi dari kepentingan tindakan yang unilateral dan kompetitif. (Dougherty dan Graff, 1986:419)

Menurut Muhadi Sugiono ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam kerjasama internasional

- Pertama, Negara bukan lagi sebagai aktor eksklusif dalam politik internasional melainkan hanya bagian dari jaringan interaksi politik,


(46)

militer, ekonomi dan cultural bersama-sama dengan aktor-aktor ekonomi dan masyarakat sipil.

- Kedua, kerjasama internasional tidak lagi semata-mata ditentukan oleh kepentingan masing-masing negara yang terlibat di dalamnya. Melainkan juga oleh institusi internasional seringkali bukan hanya bias mengelola berbagai kepentingan yang berbeda dari negara-negara anggotanya, tetapi juga memiliki dan bias memaksakan kepentingan sendiri. (Sugiono,2006:6)

Joseph Grieco mengatakan dalam bukunya Cooperation among Nation Erope, America, and Nontariff Barriers to Trade bahwa kerjasama internasional hanya berlangsung jika terdapat kepentingan ‘objektif’ dan, oleh karenanya, kerjasama akan berakhir jika kepentingan objektif ini berubah (Sugiono, 2006:6).

2.3.1 Kerjasama Bilateral

Kerjasama bilateral merupakan kerjasama yang dilakukan oleh dua Negara. Sifat kerjasama ini saling membantu pada bidang ekonomi, perdagangan, produksi,dll. Kerjasama bilateral adalah kerjasama yang saling menguntungkan bagi yang melakukan kerjasama. (www.scribd.com/doc/Makalah-Jepang-Dalam-Tata-Ekonomi-internasional)

2.3.2 Kerjasama Sister Province

Kerjasama sister Province termasuk dalam kerjasama bilateral yang dimana kerjasama ini hanya dilakukan oleh dua negara dan kerjasama ini hanya


(47)

dilakukan antara dua daerah propinsi yang dimana sudah melakuan perjanjian bilateral, yaitu dengan membentuk Memorandum Of Understanding (MOU)

Kerjasama sister Province adalah bentuk kerjasama yang memiliki ciri khas tersendiri, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua propinsi yang berbeda di dua Negara yang berbeda pula. Kerjasama yang dijalin antara propinsi-propinsi di Indonesia dan propinsi-propinsi di luar negeri dikenal dengan nama Sister province. Kerjasama sister province di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1960, Konsep kerjasama sister province ini awalnya dikenal di sejumlah negara Eropa Barat pada tahun 1940 kemudian berkembang juga di kota-kota di Amerika Serikat pada tahun 1956 oleh presiden Amerika Serikat ke-34 Dwight David Eisenhower (1953-1961), yang mencanangkan suatu bentuk hubungan kerjasama antar masyarakat dengan cara membina hubungan antar Propinsi di seluruh dunia. Kemudian ide ini terus berkembang dan menyebar di propinsi-propinsi di seluruh dunia termasuk Asia dan Timur Tengah. Melalui hubungan antar Propinsi tersebut, masyarakatnya akan dapat saling mengenal dan saling membantu.

Ide sister province ini terus berkembang dan diikuti oleh banyak

pemerintah daerah tanpa membedakan sistem sosial dan ekonomi negara yang bersangkutan. Di Indonesia sendiri kerjasama sister province sudah banyak dilakukan, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Austria tentang pendidikan dan kesehatan, propinsi Papua dengan Guangxi (RRC) tentang pertambangan dan argobisnis dan propinsi Banten dengan Incheon (Korea Selatan) mengenai budaya dan pariwisata, dll.


(48)

Kesempatan untuk menjalin kerjasama sister province di indonesia si dasarkan pada adanya pemberian otonomi kepada daerah-daerah dengan tujuan agar pemerintah daerah yang bersangkutan dapat membangun daerahnya sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Prinsip-prinsip yang dipegang oleh pihak-pihak yang melakukan kerjasama sister province adalah prinsip saling menghargai kedaulatan masing-masing negara yang terlibat dalam kerjasama sister province dan juga yang paling pokok adalah prinsip kesetaraan, sehingga kerjasama akan berjalan dengan baik tanpa menggangu satu sama lain.

2.3.3 Bantuan Ekonomi Luar Negeri

Yang dimaksud dengan bantuan ekonomi luar negeri adalah bantuan yang diberikan oleh suatu Negara kenegara lain yang membutuhkan. Menurut Jones, bantuan ekonomi luar negeri dibagi menjadi empat jenis, yaitu :

1. Bantuan Luar Negeri 2. Perdagangan Luar Negeri 3. Investasi Langsung Luar Negeri 4. Bantuan Teknis (Jones, 1992:233)

Bantuan luar negeri adalah transfer sumber-sumber keuangan yang dimiliki atau dijamin oleh suatu negara ke satu negara berkembang atau lebih, baik dalam bentuk dana langsung ataupun dalam bentuk subsidi komoditi dan barang oleh negara donor. Bantuan ini dapat datng langsung di sebuah negara di sebut bantuan bilateral atau dari organisasi internasional konsorsium dana lainya


(49)

yang mengumpulkan dana bagi beberapa negara donor/disebut bantuan multirateral (Jones, 1992:233).

Bantuan luar negeri merupakan tindakan-tindakan masyarakat atau lembaga terhadap masyarakat atau lembaga-lembaga lainnya di luar negeri dengan maksud sekurang-kurangnya untuk membantu (Ikbar, 1995:205). Dalam prakteknya bantuan luar negeri merupakan jalinan konsep-konsep juga suatu teori yang berhubungan dengan mengalirnya modal atau nilai kebendaan atau jasa-jasa kepada pihak lain di luar negeri dengan tujuan tertentu. Menurut holsti, jenis bantuan luar negeri terdiri dari bantuan militer, bantuan teknik, grant (hibah) dan program komoditi impor serta pinjaman pembangunan (Holsti, 1992:323). Dan bentuk bantuan luar negeri itu terdiri dari bantuan berupa pemberian Cuma-Cuma/hibah (grant), bantuan pinjaman luar negeri, dan investasi/penanaman modal asing (Ikbar, 1995)

Perdagangan luar negeri memainkan peranan penting bagi sebuah perekonomian berkembang. Salah satunya berhubungan langsung dengan bantuan luar negeri. Bantuan, yang merupakan import uang sementara adalah hutang baru yang harus dibayar kembali secara bertahap ataupun sekaligus, baik pokok maupun bunganya. Karena itu, setiap dolar yang dipinjamkan menunjukan dolar tambahan di kolom hutang. Karena sumber-sumber domestik pendapatan negara berkembang begitu terbatas, maka keuntungan dari ekpor produknya merupakan sumber yang paling aman untuk membayar kembali hutang-hutangnya. Oleh karena itu, perdagangan luar negeri merupakan sumber modal baru yang penting


(50)

dan juga sebagai penyeimbang neraca perdagangan perekonomian negara berkembang (Jones,1992:237-238).

Investasi langsung luar negeri adalah bentuk bantuan tidak resmi dari pengusaha swasta di negara maju yang ingin mencari keuntungan di negara berkembang dengan cara menanamkan modalnya di negara tersebut (Jones, 1992:241).

Yang terakhir adalah bantuan teknis. Bantuan teknis yang dimksud adalah bentuk bantuan yang diberikan kepada Negara berkembang dalam bentuk transfer teknologi dan informasi (Jones, 1992:243)

Peneliti memasukan konsep bantuan ekonomi luar negeri ini untuk menjelaskan bentuk bantuan yang diberikan dalam kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan. Di dalam kerjasama sister province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan, Pemerintah Australia Selatan memberikan bantuan berupa sumbangan pemikiran/ide-ide/transfer ilmu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perbaikan prasarana air di kota Bandung.

Jadi dalam kerjasama sister province ini bentuk bantuan yang diberikan adalah dalam bentuk bantuan teknis dan bukan luar negeri, perdagangan luar negeri ataupun investasi langsung.

2.4 Politik Luar Negeri

Dalam suatu proses politik internasional yang melibatkan hubungan antar aktor negara dan atau aktor non-negara di dalamnya, dibutuhkan adanya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh aktor-aktor tersebut sebagai representasi


(51)

dari kepentingan masing-masing aktor yang kemudian saling bertemu. Dalam hubungan internasional khususnya hubungan antar negara hal ini disebut Politik Luar Negeri. Hal ini merupakan studi yang kompleks karena tidak saja melibatkan aspek-aspek internasional tapi juga aspek-aspek eksternal suatu negara (Rosenau, 1976:15).

Pengertian dasar dari Politik Luar Negeri ialah ‘action theory’, atau kebijaksanaan suatu negara yang ditujukan ke negara lain untuk mencapai suatu kepentingan tertentu. Secara teori, Politik Luar Negeri adalah seperangkat pedoman untuk memilih tindakan yang ditujukan ke luar wilayah suatu negara. Politik luar negeri merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk mempertahankan atau memajukan kepentingan nasional dalam percaturan dunia internasional melalui suatu strategi atau rencana yang dibuat oleh para pengambil keputusan yang disebut Kebijakan Luar Negeri (Perwita & Yani, 2005:47-48).

Menurut Holsti ada tiga kriteria untuk mengklasifikasikan tujuan-tujuan politik luar negeri suatu negara, yaitu:

1. Nilai, yang menjadi tujuan para pembuat keputusan

2. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan adanya tujuan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang

3. Tipe tuntutan yang diajukan suatu negara kepada negara lain (Holsti, 1987:190).

Selain itu menurut Holsti, paling sedikit ada empat kondisi atau variabel yang mampu menopang pertimbangan elit pemerintah dalam pemilihan strategi politik luar negeri, yaitu:

1. Struktur sistem internasional, yaitu suatu kondisi yang di dalamnya terdapat pola-pola dominasi, sub ordinasi, dan kepemimpinan.


(52)

2. Strategi umum politik luar negeri berkaitan erat dengan sifat kebutuhan sosial-ekonomi domestik dan sikap domestik.

3. Persepsi elit pemerintah (pembuat UU) terhadap tingkat ancaman eksternal.

4. Lokasi geografis, karakteristik, topografis, dan kandungan sumber daya alam yang dimiliki negara (Holsti, 1987:133-134).

Secara lebih lanjut politik luar negeri memiliki sumber-sumber utama yang menjadi input dalam perumusan kebijakan luar negeri:

1. Sumber sistemik, yaitu sumber yang berasal dari lingkungan eksternal seperti hubungan antar negara, aliansi, dan isu-isu area.

2. Sumber masyarakat, merupakan sumber yang berasal dari lingkungan internal suatu negara seperti dari budaya, sejarah, ekonomi, struktur sosial, dan opini publik.

3. Sumber pemerintahan, merupakan sumber internal yang menjelaskan tentang pertanggung jawaban politik dan struktur dalam pemerintahan. 4. Sumber idiosinkretik, merupakan sumber internal yang melihat nilai-nilai

pengalaman, bakat serta kepribadian elit politik yang mempengaruhi persepsi, kalkulasi, dan perilaku mereka terhadap kebijakan luar negeri. Selain empat sumber di atas terdapat pula hirauan akan faktor ukuran wilayah egara dan ukuran jumlah penduduk, lokasi geografis serta teknologi yang dapat terletak pada sumber sistemik atau masyarakat (Rosenau, 1976:18).

2.5 Isu Lingkungan Dalam Hubungan Internasional

Pendefinisian masalah lingkungan hidup dalam tatara nhubungan internasional memiliki definisi tersendiri. Menurut Porter dan Brown (1997:13), untuk masuk dalam kategori “global environmental politics”, kualitas persoalan


(53)

lingkungan yang dimaksud harus mengandung ancaman terhadap daya dukung alam sebagai sebuah ekosistem (the global commons) yang mempengaruhi sendi-sendi kehidupan umat manusia, yang tidak hanya terbatas dalam wilayah jurisdiksi Negara tertentu. dengan kata lain minimal harus ada transedensi isu dalam cakupan:

1. Dampak atau akibat (impacts) dari kerusakan lingkungan itu bersifat transboundary. lintas jurisdiksi nasional ini baik yang berkenaan dengan aspek social (seperti human health)maupun aspek ekonomi termasuk aspek politik dan keamanan. adanya kenyataan bahwa scope dari kerusakan lingkungan tertentu seperti deforestation, loss of biodiversity dan global warming, demikian luasnya. Dan karena biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi persoalan demikian besarnya, telah melampaui batas kapasitas individual Negara-negara tertentu yang karenanya menuntut kerjasama internasional yang luas dan solid. Dengan kata lain global problems need global solutions. Akan tetapi pada gilirannya realitas obyektif ini harus bersinggungan dengan karakter dari politik internsional yang memberikan tingkat kesulitan tersendiri dalam upaya pencapaian solusi yang diharapkan.

2. Para pelaku yang terlibat lebih beragam. Intensitas isu lingkungan global tidak saja melibatkan peran (banyak) negara sebagai actor utama, tetapi juga berbagai institusi internasional dan non-governmental organizations, termasuk pula perusahaan-perusahaan multinasional. Perkembangan isu lingkungan dewasa ini menunjukkan semakin pentingnya peran non-state actors yang bagi kaum hyperglobalist dianggap telah mengikis kedaulatan dan peran Negara


(54)

sebagai actor dominant dalam mengupayakan berbagai penyelesaian internasional untuk mengatasi masalah lingkungan global. Namun demikian, tesis ini masih dapat diperdebatkan. Yang pasti masing-masing aktor memiliki peran dan powernya masing-masing yang memberi karakteristik tersendiri bagi lingkungan global misalnya :

1. States : dalam politik internasional yang masih menganut system Negara bangsa, maka peran state sangat dominant dalam proses pembentukan rejim bagi perlindungan lingkungan global. Ini sangat memungkinkan karena naegara dapat menggunakan kekuatan vetonya. dalam setiap perundingan internasional selalu terjadi proses pengelompokkan untuk menggalang kekuatan veto (Veto Coalitions). Yang kedua kekuatan ekonomi sebuah Negara, dan bukan militer, merupakan laverage yang sangat menentukan posisi tawar menawarnya di dalam setiap perundingan multilateral.

2. NGOs : Memainkan peran yang semakin besar dalam era globalisasi ini sebagai berkah kemajuan teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. NGOs berperan dalam pembentukan opini public secara luas, membangun jaringan kerja yang efektif serta memberikan tekanan yang kuat kepada pemerintah dalam proses tawar menawar sebuah perundingan : Kasus NAFTA

3. International Institution : berperan sebagai fasilitator yang aktif dalam pembentukan berbagai rejim internasional bagi pengawasan, perlindungan dan pemeliharaan alam dan segala sumber-sumbernya.. Setidaknya peran


(55)

mereka adalah menghasilkan kesepakatan multilateral (soft laws). (http://dewitri.wordpress.com/2007/07/17/isu-lingkungan-konsep-dan-sejarah-perkembangan-dalam-hubungan-internasional)

2.5.1 Konsep Infrastruktur Dalam Kajian Hubungan Internasional

Menurut Grigg dalam bukunya yang berjudul Infrastructure Engineering and Management Engineering and Management, pengertian infrastruktur adalah:

“Infratruktur merujuk pada sistem fisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi”

Sistem infrasruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrasruktur dapat didefisikan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang di bangun dan dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat (Grigg & Darell, 2000: 61). Moterf dan parfomak dalam bukunya yang berjudul Critical Infrasrukturand Key Assets menjelaskan bahwa pengertian dari infrastruktur adalah :

“Fasilitas-fasilitas dasar yang melayani kebutuhan-kebutuhan ekonomi dan sosial di suatu negara, seperti sistem transportasi, sistem komunikasi, jaringan listrik dan air, serta institusi-institusi publik seperti sekolah, rumah sakit, dan penjara”(2004: 1)

Kodatie juga menjelaskan ada syarat infrasruktur yang baik dimana dapat menunjang kondisi sosial dan ekonomi suatu negara. Syarat-syarat tersebut adalah dimana infrasrtuktur tersebut dapat memfasilitasi dengan baik berbagai aktifitas perekonomian dan sosial di suatu negara, seperti listrik yang cukup, jalan raya


(56)

yang dapat memberikan akses yang baik dari daerah perkotaan sampai pelosok, dan dapat memberikan pelayanan yang baik yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat disuatu negara seperti akses terhadap air bersih yang cukup dan tersedianya sekolah-sekolah yang layak ( Kodatie, 2003: 81-82).

2.5.2 Prasarana Air Bersih

Prasarana adalah pendapat, sebagai pengantar untuk membahas atau membicarakan suatu masalah yang muncul dalam suatu kasus yang melibatkan pembentukan atau pembangunan.(Ali, 2002: 103)

Air yang memenuhi persyaratan kesehatan untuk kebutuhan minum, masak, mandi dan energi. Air sebagai salah satu faktor essensial bagi kehidupan sangat dibutuhkan dalam kriteria sebagai air bersih. Air dikatakan bersih bila tidak jernih/tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa.

Air bersih adalah air yang memenuhi ketentuan baku mutu air besih yang berlaku. Air baku adalah air yang yang memenuhi ketentuan baku mutu air baku yang dapat diolah menjadi air minum.. Air minum adalah Air yang memenuhi ketentuan baku mutu air minum yang berlaku

Tujuan Pembangunan Sarana Air Bersih :

a. Meningkatkan kesehatan masyarakat, terutama untuk masyarakat miskin. b. Meningkatkan dan memberdayaan masyarakat desa dalam pembangunan

sarana air bersih dan kesehatan lingkungan.

c. Meningkatkan efisiensi waktu dan effektifitas pemanfaatan air bersih. (Pengadaan Air Bersih –PNPM Mandiri Pedesaan 2008, 2008: 1)


(57)

2.6 Konsep Pengaruh

Menurut K.J. Holsti ‘pengaruh’ adalah “perangkat untuk mencapai tujuan digunakan untuk mencapai atau mempertahankan tujuan, termasuk didalam tujuan adalah prestise, keutuhan wilayah, semangat nasional, bahan mentah, keamanan, atau persekutuan” (Holsti, 1987:201-203).

Dari sisi sudut pandang negara, variabel-variabel yang mempengaruhi penggunaan pengaruh ialah:

1. Kapabilitas negara.

2. Persepsi terhadap pemakaian kapabilitas tersebut.

3. Kebutuhan antara dua negara dalam hubungan yang saling mempengaruhi.

4. Kualitas ketanggapan.

5. Pengorbanan dan komitmen (Holsti, 1987:209).

Daniel S. Paap dalam bukunya yang berjudul “Contemporary International Relations: A Frame Work for Understanding”, mendefinisikan kekuatan pengaruh sebagai kemampuan untuk mempengaruhi pembuat keputusan untuk menentukan hasil yang keluar. Konsep pengaruh itu sendiri merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan (Perwita & Yani, 2005:31)

Dikutip dari buku yang berjudul Politik Internasional oleh K.J.Holsti yang mengenai tentang Konsep Pengaruh, yaitu :

“sebagai kemampuan pelaku politik untuk mempengaruhi tingkah laku orang dalam cara yang dikehendaki oleh pelaku tersebut. Konsep pengaruh merupakan salah satu aspek kekuasaan yang pada dasarnya merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan”


(1)

110

Jadi Kerjasama Sister Province Pemerintah Propinsi Jabar dengan Pemerintahan Negara Bagian Australia Selatan terhadap Prasarana Air di Kota Bandung tidak berjalan dengan baik, jadi hipotesis Kerjasama Sister Province antara Pemerintah Propinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Negara Bagian Australia Selatan periode 1997 - 2002 di kota Bandung mengenai kerjasama prasarana air diharap dapat mendukung program prasarana air kota Bandung teruji bahwa kerjasama ini tidak berhasil dalam mengenali proyek-proyek prasarana air dan air limbah yang sesuai untuk pengikutsertaan dan investasi sektor swasta, yang dimana tidak berhasil dalam menangani limbah. Masih kurang dalam menyediakan teknologi air yang sesuai secara komersial. Tidak dapat berjalan dengan baik dikarenakan masih banyaknya kendala-kendala dalam pelaksanaannya.

5.2 Saran

Untuk meningkat pencapaian kerjasama maka pemerintah daerah/propinsi seharusnya lebih mempersiapkan kesiapannya dalam suatu kerjasama, permasalahan yang ada dalam kerjasama adalah lembaga pemerintahannya yang dimana berganti-ganti dan kerjasama tersebut akhirnya tidak terlaksana dengan baik

Dalam hal ini peneliti masih banyak terdapat kekurangan dan kendala dalam penyajian data yang akurat olek karena itu bagi yang hendak melakukan penelitian yang sama diharapkan untuk melakukan penelitian dengan metode dan teknik pengumpulan data yang berbeda dan diharapkan lagi bagi yang ingin


(2)

110

melakukan penelitian ini agar lebih memperbanyak variabel penelitian dan sumber-sumber dan juga reverensi yang terkait dari masalah yang akan diangkat


(3)

DAFTAR PUSTAKA Daftar Buku

Anthony, Ginddens, 2001, Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita, Bandung: PT. Gramedia Pustaka Utama

Carsen, Robert, et. Al. 1982, Rich countries Interest and third world development, London: Croom Helm. Ltd.

Catarina, Kenral, 2002, “Anayzing Global-Lokal Nexus”, Globalization and Democratization In Asia, The Construction Of Indentity., Prancis: Taylor and Francis Book. Ltd.

Djamin, Zulkarnain, 1995, Sumber Luar Negeri Bagi Pembangunan Indonesia, Bandung : UI-press.

Dougherty, James E dan Robert L. Pfaltze Graff, Jr 1986. Contending Theories of Internasional Relations: A comprehensive Suvey. New York: Longman. Holsti, K.J. 1983. International Politics: a Framework of Analysis. Prentice Hall

of India. New Delhi

Ikbar, Yanuar, 1995, Ekonomi Politik Internasional, Edisi ke-1, Bandung : Angkasa.

Jones, walter S. 1992, Logika Hubungan Internasional, Bandung: PT Gramedia Pustaka Utama.

Kantaprawira, Rusadi, 1990, Pendekatan Sistem Dalam Ilmu-ilmu Sosial, Cetakan ke-2 Bandung:Sinar Baru.

Krisna, Didi. 1993. Kamus Politik Hubungan Internasional. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Mas’oed, Mochtar, 1989, Studi Hubungan Internasional : Tingkat analisis dan Teori, Yogyakarta: Pusta Antar Universitas-Studi Sosial UGM.

____________, 1994 Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan Metodologi, cetakan ke-2, Bandung: LP3ES.

Mc.Clelland, Charles A, 1986, Ilmu Hubungan Internasional: Teori dan Sistem, Terjemahan Dr. Hilman Adil, cetakan ke-2, Bandung : Rajawali Pers. Merle, Marcel, 1987, The Sociaology of International Relations, Great Britain:


(4)

Mohammad ali, 2002, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta :Pustaka AMNI

Nasution, Dahlan, 1991, Politik Internasional : Konsep dan Teori, Bandung: Erlangga.

Newcomb, Theodore M. et.al. 1978, Psikologi Sosial, Bandung: CV. Diponegoro. Perwita, A.A. Banyu dan Yanyan Mochamad Yani. 2005. Pengantar Ilmu

Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Silalahi, Ulber, 1999, Metode dan Metodologi Penelitian, Edisi ke-1. Bandung : Penerbit Bina Budhaya.

Soekanto, Sorjono, 1990, Sosiologi suatu pengantar, Edisi ke-4, Bandung: PT Rajagrafindo Persada.

Soeprapto, R. 1997, Hubungan Internasional : Hubungan Internasional : Sistem, interaksi, dan perilaku, Bandung, Rajawali Pers.

Tjokroamidjojo, Bintoro, 1984, Perencanaan Pembangunan. Edisi ke-7, Bandung: Gunung Agung.

Viotti,Kauppi. 1990, internasional Relation Theory: Realism, Pluralism, Globalism, and Beyond. New York; Allyn & Bacon.

SITUS

http://pikiran rakyat.com/air sungai di kota bandung membahayakan.ch04.html (diakses, tanggal 2 Desember 2008)

Desember 2008)

http://www.bandung.go.id/images/ragaminfo/bdg_sbg_kota_jasa.pdf. (diakses, tanggal 2 Desember 2008)

Dikutip dari :

(diakses,

tanggal 12 Desember 2008)

tanggal 8 Desember 2008)


(5)

(diakses, tanggal 29Desember 2008)

(diakses, tanggal 2 Desember 2008)

(diakses, tanggal 21 Desember 2008)

(diakses, tanggal 2

Desember 2008)

http://www.inawater.com/news (diakses 25 maret 2009)

http://www.bandung.go.id/images/ragaminfo/profil_bdg.pdf. (diakses, tanggal 2 Maret 2009)

http://www.jabar.go.id/jabar/public/91648/menu.htm (diakses, tanggal 6 febuari 2009)

http://www.dfat.gov.au//aii/publication/index.html (diakses, tanggal 5 febuari 2009)


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Octhovian Arry Tihantoro 2. Tempat dan Tanggal Lahir : Bandung, 23 Oktober 1984 3. Nomor Induk Mahasiswa : 44302008

4. Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional 5. Jenis Kelamin : Laki-Laki

6. Kewarganegaraan : Indonesia

7. Agama : Islam

8. Alamat di Bandung : Komp. Sukaraja I No.8 01/01 Bandung. 40174.

9. Telepon/HP : (022)92273313 10. Status Marital : Belum Menikah 11. Orang Tua

1. Nama Ayah : Suharto Pekerjaan : TNI AU 2. Nama Ibu : Suparti Pekerjaan : Wiraswasta

3. Alamat Orang Tua : Komp. Sukaraja I No.8 01/01

Bandung. 40174.

12. Hobi : Futsal, Renang, Nonton, Traveling 13. Pendidikan : SD Angkasa 2 - Bandung (1991-1997)

SMP Angkasa - Maospati (1997-1999) SMA Angkasa - Bandung (1999-2002)