Sikap dan Pandangan Signatoris

Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 15 Dewan Kehutanan Nasional DKN sosial. Semua kegiatan diantara IFC dan perusahaan harus ada laporan tiap 6 bulan tentang kegiatan kerjasama dan finansial. Kerjasama dengan dunia usaha, harus ada kontribusi kedua pihak. Ada banyak cerita antara IFC kerjasama dengan perusahaan. Menjelaskan IFC belum ada investasi di sektor kehutanan di Indonesia, beroperasi hampir 50 tahun, di proyek FIP semoga bisa sukses. 4. Pantjaputih Wardani - ADB Leasson learn dari Lombok, keterlibatan masyarakat sedari awal. Mulai dari desain, ada musyawarah mufakat beberapa kali. Masyarakat membuat kelompok yang berbadan hukum. Untuk menyarankan pendapat, suara mereka dituangkan dalam rencana kerja di KPH. Dengan KPH mungkin dibuat kesepakatan-kesepakatan melaksanakan pengelolaan hutan lestari. 5. Rio Ismail – Ecologycal Justice Menganjurkan Bank Dunia harus tunduk pada prinsip UN, pada berbagai konvensi UN, dalam pembahasan isu safeguards prinsip harus masuk dalam safeguards. Kalau mau lebih konkrit safeguards mau disebut memberikan perlindungan, tapi jika Bank Dunia mau tunduk pada aturan nasional. Bisakah dalam forum ini IFC tak akan bekerjasama dengan perusahaan yang melangkahi hak-hak masyarakat adat, perusahaan yang menggunakan TNI, perusahaan yang melakukan money loundry. Kalau kita cari rumusan pada UU, komitmen disampaikan. Bisakah dalam forum ini ada komitmen semacam itu? Tanggapan 1. Michael Brady - Pimpinan Program Kehutanan IFC Usulan rekomendasi lihat di website IFC performance standard soal safeguards secara detail, saya tidak bisa janji. Tapi saya kira safeguards IFC sesuai program UN seperti dalam safeguards indigenous people, kita harus seperti FPIC dalam safeguards nomor 8. Itu satu contoh secara detail dalam safeguards. Ada pedoman lebih berat lagi, IFC tak boleh kerjasama dengan BUMN. Kita harus kerjasama dengan sektor swasta murni. Tentang TNI, kita pasti tidak bisa kerjasama. Ada banyak kendala, 50 tahun di Indonesia, belum ada investasi di sektor kehutanan. Usep Setiawan Fasilitator Mengundang para signatoris yang hadir dalam forum maju ke depan untuk menyampaikan sikap dan pandangan. Leonadr Imbiri, Paramitha Iswari, Dewi Solidaritas Perempuan

III. Sikap dan Pandangan Signatoris

1. Leonard Imbiri – Ketua Kamar Masyarakat DKN Pertama, tugas kamar masyarakat DKN adalah memfasilitasi proses pembentukan SCN DGM. Kedua, DGM bertujuan meningkatkan kapasitas masyarakat adat dan komunitas lokal. Penguatan posisi dan peran masyarakat adat dan komunitas lokal. Ketiga, bahwa DGM dan FIP memiliki dua mekanisme yang terpisah dalam implementasinya. Hasil pertemuan nasional, ada 5 komisi yang dibentuk, komisi pertama prinsip kerja SCN DGM, tugas dan tanggungjawab, peran dan kewenangan, struktur, mekanisme SCN DGM. Ketua Kamar Masyarakat menjelaskan hasil pleno diskusi kelompok hari pertama. 2. Paramitha Iswari – Kamar LSM DKN Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 16 Dewan Kehutanan Nasional DKN Menyampaikan Posisi dan Peran DKN di FIP. Terkait FIP, peran DKN di masa lalu presidium 2006-2011 adalah Menjadi bagian dari tim penulis dokumen rencan investasi kehutanan Indonesia; Mengidentifikasi pemangku kepentingan utama; Memfasilitasi proses konsultasi. Reposisi DKN dalam FIP: Mengawal proses FIP non perdagangan dan megarusutamakan FPIC. Mulai dari Dialog dengan 12 signatoris yang meminta perubahan dokumen FIP, dialog dengan pemerintah Kemenhut, Kemenkeu, UKP4, dll, menghadiri rapat Tim FIP menyampaikan pandangan DKN dan signatoris serta rapat submisi komite. Peran DKN ke depan: Menjadi SC dengan lembaga lain satgas REDD+, Bappenas, Kemenkeu, Kemenhut. Bagaimana peran DKN dalam proyeknya? Menjembatani hubungan dengan konstituen DKN namun bukan sebagai Public Relation proyek terkait. Akan dipertimbangkan suara LSM sebagai konstituen DKN yang menolak semakin besar dengan segala alasannya, termasuk adanya komponen hutang dalam dana IFC kepada private sektor. 3. Puspa Dewi - Solidaritas Perempuan Solidaritas Perempuan dan beberapa teman-teman masyarakat sipil dari proses awal penyusunan FIP melihat perkembangannya, memberikan masukan, kritik dan monitoring substansi FIP. Dari awal, kami sudah katakan, bahwa keterlibatan masyarakat menjadi krusial. Ada ketidakseriusan pandangan masyarakat sipil terhadap substansi FIP. Dari awal penyampaian proses penyusunan FIP, persoalan informasi menjadi hal yang bermasalah. Akses informasi dokumen FIP tak terbuka luas. Semua informasi sudah disampaikan ke website. Bagaimana dengan masyarakat yang tak memiliki akses ke internet? Ada peminggiran hak terhdap informasi. Ini berdampak pada proses konsultasi. Tidak semua masyarakat yang terkena dampak, bisa mengetahui apa sebenarnya proyek atau program FIP. Apa dampak yang mereka alami ketika proyek FIP jalan. Di dalam dokumen FIP mengatakan bahwa konsultasi publik dilakukan di beberapa derah dan tidak semua wilayah yang potensial FIP 5 oktober 2012 hanya 5 wilayah yang dilakukan proses konsultasi. Ada persoalan, pelanggaran terhadap hal informasi, hak masyarakat setuju atau tidak wilayah mereka dijadikan wilayah proyek FIP. Tidak ada pernyataan atau persetujuan dari masyarakat yang terkena dampak proyek FIP. Ketidakjelasan wilayah FIP membingungkan masyarakat. Kami menanyakan kepada kelompok perempuan di wilayah Aceh, pemerintahpun baru mengetahui bahwa FIP baru disetujui. Konsultasi terbatas memberikan umpan balik, perkembangan disampaikan di website. Tidak ada mekanisme yang dibangun terhadap mereka. Persoalan lain, di dalam dokumen FIP, kita melihat ada beberapa persoalan. Dalam dokumen tak termuat analisis situasi sosial, politik, perempuan. Tidak ada pengakuan terhadap perempuan sebagai pemangku kepentingan. Masyarakat hanya diwakili laki-laki, tak ada ruang yang dibangun bagi perempuan. Tak ada data informasi terkait situasi perempuan di wilayah hutan, tak ada penegasan aktor yang menjadi penyebab terjadinya persoalan konflik kehutnanan. Keterlibatan militer di kawasan hutan tak terdapat dalam dokumen FIP. Tidak ada analisis dan dampak resiko menggunakan perspektif gender, tak ada mekanisme komplain ketika terjadi pelaksanaan proyek. Ini akan menimbulkan persoalan ketika masyarakat menghadapi konflik. Dokumen ini hasil dari Dialog Nasional FIP yang diselenggarakan oleh 17 Dewan Kehutanan Nasional DKN Di dalam matriks masukan komentar masyarakat sipil seharusnya tak dipisah. Tak bisa melihat keterkaitan dokumen 5 oktober 2012 dengan masukan masyarakat sipil terhadap dokumen FIP. Tidak ada perubahan terhadap dokumen. Menegaskan untuk melihat persoalan, perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran HAM sebagai perhatian. Melihat dokumen FIP, dorongan industri skala besar sangat tinggi. Potensi inisiatif FIP terlihat ruang-ruang bagi perusahaan industri skala besar, bergerak di wilayah yang memiliki konflik agraria. Di kalimatan, Sumsel, Riau, dsb. Tabel masih contoh, dan makin membingungkan. Bagaimana masyarakat bisa menjadi bagian penting dalam proyek FIP. Masyarakat juga bingung, semua dikatakan baru proses awal, diskusi awal, dan masyarakat tidak tahu prosesnya. Berbicara kesejahteraan skema FIP tidak bisa menjawab. Usep Setiawan Fasilitator Mempersilahkan peserta untuk menyampaikan hal-hal yang perlu diperdalam dan diklarifikasi dari narasumber. 1. April Parlindungan - Pusaka Menanyakan pada Paramitha Iswari, bentuk penolakan seperti apa yang membuat DKN mundur dari FIP? 2. Armadi - Lombok NTB Terdapat perbedaan pandangan terhadap persoalan FIP. Kalau kita belum memiliki perhatian yang sama terhadap program yang akan dilaksanakan, akan berpotensi konflik. Mesti ada kesepakatan. 3. A Rachman - Lombok Barat Kalau terjadi konflik, terjadinya di level bawah, seperti kasus wilayah taman nasional, kemudian itu menjadi konservasi, kami tanya artinya perlindungan, pengawetan dan pelestarian. TN Gunung Rinjani gagal, tiap tahun terjadi kebakaran dan merusak hutan. Sekarang masyarakat adat dan komunitas lokal ingin mengkonservasi, siapa yang menjadi jembatan ke TN atau kemenhut supaya status masyarakat jelas? Kalau yang melakukan masyarakat lokal sendiri maka seperti “pungguk merindukan bulan”. 4. Paramitha Iswari – Kamar LSM DKN Satu alasan utama DKN bisa mundur dari SC FIP, jika bertentangan dengan visi-misi DKN 2011- 2016. Perwujudan aktivitas bisa berbeda, bisa jadi berperan sebagai fasilitator DGM, atau memfasilitasi dialog konstituen DKN dengan SC FIP atau pengelola proyek. Banyak hal yang bisa dilakukan ke depan. DKN bukan konsultan. DKN memiliki kamar-kamar. Segala keputusan mempertimbangkan kamar yang ada. Dalam anggaran dasar ada persentasi suara. Kalaupun votting menggunakan persentasi tiap kamar. 5. Leonard Imbiri – Kamar Masyarakat DKN Pernyataan posisi DKN, kadang menjadi posisi kamar. Diskusi DKN berbeda dengan kamar, itu adalah pernyataan posisi kamar bersifat akumulatif. Menyangkut SCN FIP, kalau ada konflik siapa yang menangani? Di DKN ada desk resolusi konflik yang menerima pengaduan masyarakat yang difasilitasi DKN untuk menyelesaikan masalah.

IV. DISKUSI KELOMPOK