Kesimpulan KESIMPULAN DAN SARAN

78 Universitas Kristen Maranatha

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

• Jenis regulasi yang terbanyak pada siswa-siswi penyandang tunanetra adalah Identified Regulation. Hal ini berarti siswa-siswi penyandang tunanetra di SMA SLB Negeri “X” Bandung melakukan kegiatan belajar berdasarkan tujuan yang dianggap penting Deci Ryan, 2001. Siswa- siswi penyandang tunanetra berada pada masa Formal Operational Piaget, 1970, siswa-siswi penyandang tunanetra dapat berpikir abstrak dan berpikir hipothetical. Mereka dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika mereka melakukan sesuatu hal, oleh karena itu mereka dapat menyusun dan mengatur rencana bagi masa depan mereka. Siswa-siswi penyandang tunanetra dapat mengatur dirinya, dapat menyusun rencana-rencana bagi masa depannya terutama dalam bidang pendidikannya. • Sebagian siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation memiliki dua kebutuhan yang terpenuhi. Semakin banyaknya kebutuhan yang terpenuhi maka mereka akan meregulasi dirinya semakin intrinsik Deci dan Ryan 2001. Dua kebutuhan tersebut yaitu kebutuhan kompetensi dan kebutuhan berelasi. 79 Universitas Kristen Maranatha • Siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation sebagian besar mempersepsi social contextnya sebagai lingkungan yang Informational dibandingkan mempersepsi social contextnya sebagai lingkungan Controlling sehingga siswa-siswi penyandang tunanetra lebih meregulasi dirinya ke arah Identified Regulation. • Sebagian besar siswa-siswi penyandang tunanetra dengan Identified Regulation mempersepsi social context orangtua, teman, reader, guru, dan cara mengajar sebagai lingkungan Informational. Hal ini berarti siswa-siswi penyandang tunanetra mempersepsi lingkungannya sebagai lingkungan yang memberikan feedback yang positif, memberikan dukungan, memberikan perhatian, menghargai hubungan yang harmonis, komunikasi dua arah, memberi kasih sayang, memberi fasilitas dalam proses belajar Deci dan Ryan, 1985. Persepsi seseorang terhadap lingkungannya sebagai lingkungan Informational mengarahkannya pada Self-Regulation Style Akademik yang cenderung intrinsik Deci dan Ryan, 1985. Sedangkan suasana kelas, fasilitas belajar di sekolah, dan fasilitas belajar di rumah atau asrama dipersepsi oleh siswa-siswi penyandang tunanetra sebagai lingkungan Controlling. yaitu lingkungan yang membuat siswa-siswi penyandang tunanetra seakan-akan tidak dapat secara bebas memilih aktivitasnya, lingkungan yang kurang memberikan dukungan, lingkungan yang otoriter Deci dan Ryan, 1985. 80 Universitas Kristen Maranatha 5.2 Saran 5.2.1 Saran Untuk Penelitian Selanjutnya