11
Berdasarkan uraian di atas maka virulensi bakteri enteropatogen tergantung dari kesanggupan bakteri tersebut melewati asam lambung dan kesanggupan menghasilkan
keempat mekanisme di atas. Harus pula diingat bahwa bakteri enteropatogen sering menimbulkan diare dengan menggunakan lebih dari satu mekanisme tadi secara
bersamaan. Salah satu jenis virus enteropatogen yang sering menyebabkan diare adalah
rotavirus. Infeksi rotavirus ini umumnya mengenai jejunum, tetapi dapat menyebar ke seluruh usus halus sehingga menimbulkan diare yang hebat. Virus ini menimbulkan
diare dengan cara menginvasi epitel villi atau proses endositosis sehingga terjadi kerusakan sel yang matur. Sel yang matur ini akan diganti oleh sel immatur yang
berasal dari proliferasi sel-sel kripta. Sel immatur ini mempunyai kapasitas absorpsi yang kurang dibandingkan dengan sel-sel matur, juga aktifitas disakaridase yang
terdapat di sel imatur ini masih kurang sehingga terjadi gangguan pencernaan karbohidrat.
[12-14]
Parasit yang sering menyebabkan diare adalah Giardia lamblia dan Cryptosporidium. Bagaimana sebenarnya kedua parasit enteropatogen ini menyebabkan
diare masih belum jelas, mungkin dengan melibatkan satu atau lebih mekanisme di bawah ini:
[11-14]
1. Bekerja sebagai barier mekanik sehingga mengganggu absorpsi. 2. Kerusakan langsung pada mukosa usus.
3. Pembentukan eksotoksin. 4. Menimbulkan reaksi imunologik.
5. Mengubah bentuk normal dari motilitas usus.
2.5 Gejala Klinis dan Diagnosis dari Diare
Pasien dengan diare menunjukkan gejala klinis tergantung penyebabnya. Infeksi enterik menimbulkan tanda-tanda keterlibatan saluran pencernaan serta manifestasi dan
komplikasi sistemik. Keterlibatan saluran pencernaan dapat mencakup diare, mual, muntah, malabsorpsi, dan nyeri perut. Manifestasi sistemik dapat meliputi demam,
malaise, dan kejang-kejang. Infeksi ekstraintestinum akibat patogen enterik adalah penyebaran lokal, menyebabkan vulvovaginitis, infeksi saluran kencing, dan
keratokonjungtivitis. Penyebaran jauh dapat menimbulkan endokarditis, osteomielitis,
12
meningitis, pneumonia, hepatitis, peritonitis, korioamionitis, infeksi jaringan lunak, dan tromboflebitis septik. Mekanisme ekstraintestinal akibat imun patogen enterik biasanya
terjadi sesudah diare sembuh. Bayi diare bisa muntah, nampak lemah dan gelisah, bisa dehidrasi dan demam. Gejala dapat ditemukan satu atau lebih tanda bayi diare yang
merupakan tanda bayi butuh pertolongan segera, yaitu dehidrasi ditandai mata cowong, sangat haus, air mata kering walau nangis, tidak mau makan atau minum lagi, makin
sering muntah, dalam 1-2 jam makin sering berak dan kotoran mengandung darah.
[12-14]
Dehidrasi dapat terjadi jika diare berat dan intake oral kurang karena mual dan muntah. Manifestasi klinis akibat dehidrasi ini berupa rasa haus, penurunan urin output
dengan urin yang pekat, mata cekung, dan turgor kembali lambat. Pada beberapa kasus yang berat bisa terjadi gagal ginjal akut dan perubahan sensorium seperti iritabilitas,
stupor, atau koma. Penentuan derajat dehidrasi dapat dilihat pada tabel 2.1. Derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai dua atau lebih gejala atau tanda pada kolon yang
sama.
[13]
Tabel 2.1 Derajat Dehidrasi
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Diagnosis diare akut berdasarkan gejala klinis yang muncul. Dibutuhkan informasi
tentang kontak dengan penderita gastroenteritis, frekuensi dan konsistensi buang air besar dan muntah, intake cairan dan urine output, riwayat perjalanan, penggunaan
antibiotika, dan obat-obatan lain yang bisa menyebabkan diare. Pemeriksaan fisik pada diare akut untuk menentukan beratnya penyakit dan derajat dehidrasi yang terjadi.
GEJALATANDA KLASIFIKASI DEHIDRASI
TANPA DEHIDRASI RINGAN-
SEDANG BERAT
Keadaan umum Baik, Sadar
Gelisah LetargiTidak sadar
Mata Normal
Cekung Cekung
Rasa haus Minum biasa, tidak
haus Sangat haus
Tidak bisa minum Turgor kulit
Kembali cepat Kembali lambat
Kembali sangat lambat
Kesimpulan Tanpa dehidrasi
Dehidrasi ringan-sedang
Dehidrasi berat
13
Evaluasi lanjutan berupa tes laboratorium tergantung lama dan beratnya diare, gejala sistemik, dan adanya darah di feses. Pemeriksaan feses rutin untuk menemukan leukosit
pada feses yang berguna untuk mendukung diagnosis diare. Jika hasil tes negatif, kultur feses tidak diperlukan.
[12-14]
Penilaian penderita diare, harus dimulai dengan menanyakan kapan episode diare dimulai. Bayi mengeluarkan tinja yang normal 1-2 hari. Penentuan diare pada bayi
dilakukan jika periode normal tidak lebih dari 2 hari, maka dinyatakan sebagai satu episode diare. Akan tetapi, bila periode normalnya lebih dari 2 hari, maka diare
berikutnya dinyatakan episode diare baru.
[13,14]
2.6 Infeksi Saluran Nafas Akut ISPA