10
3. Ratmono dan Prabowo 2006
a. Judul Penulitian :
“Komitmen Dalam Hubungan Auditor dan Klien : Anteseden dan konsekuensi”
b. Perumusan Masalah :
Memperoleh bukti empiris mengenai konsekuensi dari konsep komitmen dalam kajian pemasaran jasa audit.
c. Hasil penelitian :
Independensi merupakan anteseden penting bagi adanya komitmen dalam hubungan jangka panjang antara KAP dan klien.
Dan juga menunjukan bahwa perhatian KAP terhadap kebutuhan klien pada tingkat interaksi karyawan pelanggan client orientation
dapat meningkatkan situasi kerja antara klien dan auditor untuk mencapai tujuan bersama cooperation.
Adapun persamaan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama membahas mengenai faktor – faktor yang berpengaruh
terhadap Independensi auditor, sedangkan perbedaannya yaitu terletak pada objek, jumlah sampel dan periode penelitian, sehingga penelitian ini bukan
merupakan replikasi.
2.2. Landasan Teori
2.2.1. Auditing
2.2.1.1. Pengertian Auditing
Sebelum mempelajari auditing dan profesi akuntan publik dengan mendalam, sebaiknya kita perlu mengetahui definisi auditing terlebih
dahulu.
11
Menurut Arens dan Loebbecke 1997: 1 mendefinisikan auditing sebagai proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang
informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat
menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksudkan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Auditing seharusnya dilakukan
oleh seorang yang independen dan kompeten. Auditing secara umum adalah suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan
tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-
hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan Mulyadi, 2002: 9. Menurut Mulyadi 2002 : 11 ditinjau dari sudut profesi akuntan
publik, auditing adalah pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan
apakah laporan keuangan tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan dan hasil usaha perusahaan atau
organisasi tersebut. Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa auditing
adalah suatu proses yang sistematik untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti mengenai tindakan dan kejadian ekonomi yang
bertujuan memberikan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
12
2.2.1.2. Tujuan Auditing
Tujuan utama audit menurut Dan M. Guy 2001: 9 adalah menguji pernyataan sering berupa ukuran akuntansi dan meningkatkan
keyakinan atas pernyataan tersebut. Mulyadi 2002: 9 menyatakan bahwa tujuan auditing adalah
untuk menentukan secara objektif keandalan informasi yang disampaikan oleh manajemen dalam laporan keuangan.
Tujuan auditing munurut Standart Profesional Akuntan Publik IAI, 2001 : 110 dinyatakan bahwa tujuan umum atas laporan keuangan
oleh auditor independen adalah menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, serta arus
kas sesuai prinsip akuntansi yang berterima umum. Menurut Arens dan Loebbecke Jusuf, 2003: 127 membagi tujuan
audit umum secara lebih spesifik yakni 6 enam tujuan audit umum berkait-transaksi dan 9 sembilan tujuan audit umum berkait-saldo.
Adapun tujuan audit umum berkait-transaksi, diantaranya : 1.
Eksistensi Tujuan ini berkenaan dengan apakah transaksi yang dicatat
secara actual memang terjadi. Hal ini merupakan cara auditor untuk memenuhi asersi manajemen mengenai eksistensi atau kejadiannya.
2. Kelengkapan
Tujuan ini menyangkut apakah seluruh transaksi yang seharusnya ada dalam jurnal, secara actual telah dimasukkan. Hal ini
merupakan cara auditor untuk memenuhi asersi manajemen mengenai kelengkapan.
13
3. Akurasi – transaksi yang tercatat disajikan pada nilai yang benar.
Tujuan ini menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi. Akurasi merupakan satu bagian dari asersi penilaian.
4. Klasifikasi-transaksi yang dicantumkan dalam jurnal diklasifikasikan
dengan tepat. Klasifikasi juga merupakan bagian dari asersi penilaian. 5.
Saat pencatatan – transaksi dicatat pada tanggal yang benar. Kesalahan saat pencatatan terjadi jika transaksi tidak dicatat
pada tanggal transaksi terjadi. Saat pencatatan juga bagian dari asersi penilaian.
6. Posting Pengikhtisaran Transaksi yang tercatat secara tepat
dimasukkan dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar. Tujuan ini menyangkut apakah keakuratan transfer informasi
dari transaksi yang tercatat dalam jurnal ke catatan tambahan dan buku besar.
Sedangkan tujuan umum audit berkait-saldo terdiri dari : 1.
Eksistensi Tujuan ini menyangkut apakah angka-angka yang dimasukkan
dalam laporan keuangan memang seharusnya dimasukkan. Hal ini merupakan cara auditor untuk memenuhi asersi manajemen mengenai
keberadaan atau kejadian. 2.
Kelengkapan Tujuan ini menyangkut apakah semua angka yang seharusnya
dimasukkan memang diikutsertakan secara lengkap. Hal ini merupakan cara auditor untuk memenuhi asersi manajemen mengenai
kelengkapan.
14
3. Akurasi
Tujuan akurasi mengacu ke jumlah yang dimasukkan dengan jumlah yang benar.
4. Klasifikasi
Angka-angka yang dimasukkan di daftar klien telah diklasifikasikan dengan tepat. Klasifikasi digunakan untuk
menunjukkan apakah setiap apakah setiap pos dalam daftar klien telah dimasukkan dalam akun yang benar.
5. Pisah Batas.
Transaksi-transaksi yang dekat dengan tanggal neraca dicatat dalam periode yang tepat. Tujuan menguji pisah batas adalah untuk
memutuskan apakah transaksi telah dicatat dalam periode yang tepat. Transaksi yang memiliki kemungkinan besar terjadi salah transaksi
yang dicatat mendekati akhir suatu periode akuntansi. 6.
Kecocokan Rincian Tujuannya untuk meyakinkan bahwa rincian dalam daftar
memang dibuat dengan akurat, dijumlahkan secara benar, dan sesuai dengan buku besar.
2.2.1.3. Jenis – Jenis Auditing
Mulyadi 2002 : 30 menyebutkan tiga jenis Auditing yang umum dilaksanakan. Ketiga jenis audit tersebut yaitu :
1 Audit atas Laporan Keuangan Financial audit
Merupakan audit yang dilakukan oleh auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya untuk
15
menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan tersebut. Dalam audit laporan ini auditor independen mengevaluasi kewajaran laporan
keuangan yang disajikan oleh manajemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku
umum. Dalam pengertiannya apakah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat diverifikasi lalu telah disajikan
sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip akuntansi
yang berterima umum. Hasil audit atas laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang kemudian
dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan. 2
Audit Kepatuhan Compliance Audit Audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit
sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat
kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 3
Audit Operasional Manajemen Operasional Audit Merupakan pemeriksaan atas semua atau sebagian prosedur
dan metode operasional suatu organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat menjadi alat
manajemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-
rekomendasi perbaikan bagi manajemen sehingga audit jenis ini lebih merupakan konsultasi manajemen.
16
2.2.1.4. Tahap-tahap Pelaksanaan Audit
Menurut Mulyadi 2002 : 121 tahap audit atas laporan keuangan meliputi:
1 Penerimaan Perikatan Audit
Langkah awal pekerjaan audit atas laporan keuangan berupa pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak penugasan
audit dari klien. 6 Enam langkah yang perlu ditempuh oleh auditor didalam mempertimbangkan penerimaan penugasan audit dari calon
kliennya, yaitu: a
Mengevaluasi integritas manajemen. b
Mengidentifikasi keadaan khusus dan risiko luar biasa. c
Menilai kompetensi untuk melakukan audit. d
Menilai independensi. e
Menentukan kemampuan untuk menggunakan kemahiran profesionalnya dengan kecermatan dan keseksamaan.
f Membuat surat perikatan audit.
2 Perencanaan Audit
Setelah menerima penugasan audit dari klien, langkah berikutnya adalah perencanaan audit. Ada 7 tujuh tahap yang harus
ditempuh, yaitu: a
Memahami bisnis dan industri klien b
Melaksanakan prosedur analitik c
Mempertimbangkan tingkat meterialitas awal d
Mempertimbangkan risiko bawaan
17
e Mempertimbangkan berbagai faktor yang berpengaruh terhadap
saldo awal. f
Mengembangkan strategi audit awal terhadap asersi signifikan g
Memahami pengendalian intern klien. 3
Pelaksanaan Pengujian Audit Tahap ini disebut juga dengan pekerjaan lapangan yang tujuan
utamanya adalah untuk memperoleh bukti audit tentang efektivitas struktur pengendalian intern dan kewajaran laporan keuangan klien.
Secara garis besar pengujian audit dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: a
Pengujian analitis analytical tests. b
Pengujian pengendalian tests of control. c
Pungujian substantive substantive tests. 4
Pelaporan Audit Langkah akhir dari suatu proses pemeriksaan auditor adalah
penerbitan laporan audit. Oleh karena itu, auditor harus menyusun laporan keuangan auditan audited financial statement, penjelasan
laporan keuangan notes to financial statement dan pernyataan pendapat auditor.
2.2.1.5. Standar Auditing
Standar auditing menurut Standar Profesional Akuntan Publik IAI, 2001 : 150.2 yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia sebagai berikut : 1
Standar Umum a
Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis sebagai auditor.
18
b Dalam semua hal yang berhubungan dengan penugasan,
independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
c Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2 Standar Pekerjaan Lapangan
a Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan semestinya. b
Pemahaman yang memadai atas struktur pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat,
saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c
Bahan bukti kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan, dan konfirmasi
sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit.
3 Standar Pelaporan
a Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum. b
Laporan audit harus menunjukkan keadaan yang didalamnya prinsip akuntansi tidak secara konsisten diterapkan dalam
penyusunan laporan keuangan periode berjalan dalam hubungannya dengan prinsip akuntansi yang diterapkan dalam
periode sebelumnya.
19
c Pengungkapan informasi dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai kecuali dinyatakan lain dalam laporan audit. d
Laporan audit harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keungan secara keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan, jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam semua hal yang nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, laporan auditor harus memuat petunjuk
yang jelas mengenai sifat pekerjaan auditor, jika ada dan tingkat tanggung jawab yang dipikulnya.
2.2.1.6. Standar Profesional Akuntan Publik
Ada lima macam standar profesional yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik sebagai aturan mutu pekerjaan
akuntan publik Mulyadi, 2002 : 34, yaitu : 1
Standar Auditing Merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis
yang terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing PSA. PSA berisi ketentuan-ketentuan dan panduan
utama yang harus diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit.
2 Standar Atestasi
Memberikan kerangka untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan tertingggi yang lebih rendah
dalam jasa non audit. Standar atestasi terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi PSAT.
20
3 Standar Jasa Akuntansi dan Review
Standar ini memberikan kerangka fungsi non atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar ini
dirinci dalam bentuk pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review. 4
Standar Jasa Konsultasi Memberikan panduan bagi akuntan publik didalam
penyediaan jasa konsultasi bagi masyarakat. Jasa konsultasi pada hakekatnya berbeda dari Jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi
pihak ketiga. Dalam jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai keandalan suatu asersi tertulis yang menjadi
tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat asersi. Dalam jasa konsultasi, para praktisi menyajikan temuan, kesimpulan dan
rekomendasi. 5
Standar Pengendalian Mutu Memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam
melaksanakan pengendalian mutu jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh
Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kopartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen
Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
2.2.2. Hubungan Auditor dengan Klien
Independensi akuntan publik hanya dianggap rusak apabila akuntan publik pelapor mengetahui keadaan atau hubungan yang mungkin
mengkompromikan independensinnya.
21
Identitas klien merupakan faktor utama dalam hubungan antara auditor dengan klien. Hubungan klien yang dimaksud disini adalah :
1. Selama masa pelaksanaan audit sampai pelapor audit termasuk
keluarga sedarah atau kantor akuntan publiknya terikat komitmen untuk mengelola sebagian besar aset kliennya.
2. Mempunyai kerjasama kepemilikan usaha lain dengan kliennya atau
manajemen perusahaan kliennya. 3.
Mempunyai hubungan hutang piutang dalam segala bentuk dengan staf, karyawan kunci atau manajemen perusahaan kliennya.
4. Mempunyai hubungan saudara langsung atau tidak langsung dengan
kliennya. Arens dan Loebeckke, 1997 : 185 Ratmanto 2006, dalam Mangos et al. 1995 berpendapat bahwa
KAP mempunyai fokus yang berorientasi kepada pelanggan. Orientasi kepada pelanggan sering dilihat sebagai orientasi utama yang berpengaruh
ketika melakukan hubungan interaksi antara penyediaan jasa dengan klien Ruyter Wetzels, 1999. Oleh karena itu, Dansen 1995 menyimpulkan
bahwa auditor harus mendengarkan seksama apa yang menjadi keinginan klien. Berdasarkan hal tersebut diusulkan adanya hubungan positif antara
orientasi kepada pelanggan dan komitmen efektif.
2.2.3. Biaya Audit
Biaya audit adalah honorarium yang diberikan klien kepada auditor atas jasa yang diberikan. Honorarium yang pantas dan memadai adalah
honorarium yang bisa memberikan taraf hidup sebanding dengan taraf hidup professional didalam masyarakat Holmes dan Burns, 1993 : 206.
22
Besarnya fee anggota KAP dapat bervariasi tergantung antara lain : Risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, tingkat keahlian yang
diperlikan untuk melaksanakan jasa tersebut dan pertimbangan professional lainnya. Anggota KAP tidak diperkenankan mendapatkan klien dengan cara
menawarkan fee yang dapat merusak citra profesi Media akuntansi, 2000: 54.
Sebagaimana halnya dengan profesi medis dan hokum, auditor independen bekerja berdasarkan imbalan fee. Para pengguna
mengandalkan jasa auditor independen serta menarik manfaat yang bernilai dengan adanya kenyataan bahwa auditor tidak memihak klien yang sedang
diaudit Boynot, 2002: 8. Penurunan biaya audit ini menunjukkan bahwa efisiensi produksi
mendominasi kenaikan upah audit dan audit harga efek dalam linkup asat audit ini. Munculnya auditor bahwa telah menjadi efisien dalam audit hari
ini dari waktu ke waktu dan asset yang telah lulus pada biaya pelanngan mereka. Juga menarik untuk penelitian akademik didaerah ini. Kami tidak
menemukan craswell orang Australia yang mengemukakan bahwa biaya temuan premi auditor untuk reputasi sebagai spesialis industry.
Krishnagopal Menon and David Wiliams, 2006
2.2.4. Keahlian Auditor
Mayangsari 2003, Troter 1986 dalam artikel Chow dan Rice 1987 mendefinisikan ahli sebagai orang dengan ketrampilannya
mengerjakan pekerjaan yang mudah , cepat, inuitif dan sangat jarang atau tidak pernah membuat keselahan.
23
Ada tiga hal penting yang harus dipertimbangkan oleh seorang ahli dalam proses pembuatan keputusan:
1. Seorang ahli harusnya cendrung untuk mengelompokan variabel –
variabel dalam cara yang sama disaat diidentifikasikan dan mengorganisasikan faktor informasi.
2. Dalam menghitung jumlah informasi, seorang ahli seharusnya
menunjukkan perimbangan reliabilitas yang tinggi sehingga terhindar dari bias.
3. Seorang ahli seharusnya mempertimbangkan dan menggabungkan
faktor – faktor dalam cara yang sama.Dikutip pada Mayangsari
2.2.5. Independensi
Independensi, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum. Auditor mengakui
kewajiban untuk jujur tidak hanya manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan
atas laporan auditor independen. IAI, SA 220 : 220.1 Auditor Independensi yang disebut juga auditor eksternal adalah
akuntan publik yang bersertifikat yang mempunyai kantor praktik sendiri dan menawarkan jasa audit serta jasa lain kepada klien. Guy, 1990 : 11
Kenyataan auditor sering kali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen, keadaan yang sering kali
mengganggu sikap mental independen, keadaan yang sering mengganggu sikap mental independen auditor adalah sebagai berikut
1. Sebagai seorang yang melaksanakan audit secara independen, auditor
dibayar oleh kliennya atas jasa tersebut.
24
2. Sebagai penjual jasa seringkali auditor mempunyai kecendrungan untuk
memuaskan keinginan kliennya. 3.
Mempertahankan sikap mental independen seringkali dapat menyebabkan lepasnya klien. Mulyadi, 1998 : 26
2.2.6. Teori yang Melandasi Hubungan Auditor dengan Klien terhadap
Independensi
Mengadaptasi model yang diajukan oleh Trevino 1986. Maka proses penganbilan etis dalam situasi dilema etika yang dialami oleh
auditor dapat dilihat pada gambar 2.1, sebagai berikut :
Gambar 2.1. Model Dilema Etika
Konflik audit kemungkinan akan berkembang menjadi sebuah situasi dilema etika ketika auditor diharuskan melakukan pilihan – pilihan
pengambilan keputusan etis dan tidak etis. Dalam proses tersebut faktor determinan penting dalam perilaku pengambilan keputusan etis adalah
faktor – faktor yang secara unik berhubungan dengan individu pembuatan keputusan dan variabel – variabel yang merupakan hasil dari proses
sosialisasi dan pengembangan masing – masing individu, orientasi etika komitmen profesional serta faktor situsional yaitu nilai etika organisasi.
Konflik Audit
Faktor situasional :
- Nilai etika
organisasi
Faktor individual :
- Hubungan
dengan klien
- Komitmen
profesionalisme
- Orientasi etika
Situasi Dilema Etika
Pengambilan Keputusan Etis
25
Pemahaman dengan klien juga mencakup hal – hal lain seperti berikut ini :
1. Pengaturan mengenai pelaksanaan perikatan
2. Pengaturan tentang keikutsertaan spesialis atau auditor intern, jika
duperlikan 3.
Pengaturan tentang keikutsertaan auditor pendahulu 4.
Pengaturan tentang fee dan penagihan 5.
Adanya pembatasan atau pengaturan lain tentang kewajiban auditor dengan klien, seperti ganti rugi kepada auditor untuk kewajiban yang
timbul dari representasi salah yang dilakukan dengan sepengetahuan manajemen kepada auditor
6. Komdisi yang memungkinkan pihak lain diperbolehkan untuk
melakukan akses ke kertas kerja auditor 7.
Jasa tambahan yang disediakan oleh auditor berkaitan dengan pemenuhan persyaratan badan pengatur
8. Pengaturan tentang jasa lain yang harus disediakan oleh auditor dalam
hubungan dengan perikanan. IAI, AS 310 : 310.3 Prinsip independensi dapat hilang atau tercederai Media akuntansi,
2000 : 20, antara lain oleh beberepa hal berikut : 1.
Selama masa pelaksanaan audit sampai laporan audit, termasuk keluarga sedara garis lurus dan semenda atau kantor akuntan
publiknya terikat komitmwn untuk mengelola sebagian besar asset kliennya.
2. Mempunyai kerja sama pemilik usaha lain dengan kliennya atau
manajemen perusahaan kliennya.
26
3. Mempunyai hubungan hutang piutang dalam segala bentuk dengan staf,
karyawan kunci atau manajemen perusahaan kliennya. 4.
Mempunyai hubunga saudarah langsung atau tidak langsung dengan kliennya.
2.2.7. Teori yang Melandasi Hubungan Biaya Audit terhadap Independensi
Teori yang melandasi Hubungan Audit Fee dengan Independensi Auditor adalah teori pengembangan Moral Kognitif yang dikemukakan
oleh Kohlberg. Berdasarkan riset tahun 1963 dan 1969 Kohlberg mengemukakan
teori pengembangan moral kognitif Cognitive Moral Development. Menurut prospektif pemgembangan moral kognitif, kapasitas moral
individu menjadi lebih Shophisticated dan komplek jika individu tersebut mendapatkan tambahan struktur moral kognitif pada setiap peningkatan
level pertumbuhan perkembangan moral. Pertumbuhan eksternal berdasarkan dari rewards dan punishment yang diberikan, sedangkan
pertumbuhan internal mengarah pada principle dan universal fairness Kohlberg, 1969.
Besar atau kecilmya pemberian rewards atau fee biaya audit dari klien pada auditor dapat merusak moral dan periliku etis auditor dalam
independensi. Sama halnya dengan profesi medis dan hokum, auditor independen bekerja berdasarkan imbalan fee. Para pengguna
mengandalkan jasa auditor independen serta menarik manfaat yang bernilai dengan adanya kenyataan bahwa auditor yidak memihak klien yang sedang
diaudit Boyton, 2002: 8.
27
Biaya audit erat sekali hubungannya dengan fenomena rebutan klien terjadi di antara akuntan publik, karena seperti yang diketahui jasa audit
yang diberikan oleh suatu kantor akuntan puklik tidak pernah ada dasarnya, perhitungan biaya audit hanya didasarkan atas negosiasi.
Independensi dalam penampilan akan terancam rusak, apabila penugasan akan dimenangkan hanya dasar fee biaya audityang diajuhkan
jauh lebuh rendah dari pada fee biaya audit akuntan publik lain, apalagi jika jasa lain dengan fee biaya audit yang jauh lebih besar pada klien yang
sama Media akuntansi, 2000: 48.
2.2.8. Teori yang Melandasi Hubungan Keahlian Auditor Terhadap
Independensi
Teori systematic biases diungkapkan oleh Kahneman, Slovic dan Tversky, 1982. Berdasarkan riset, teorisystematic biases menunjukkan
bahwa keahlian tidak kebal terhadap pengaruh pihak lain yang mempengaruhi seorang yang ahli.
Jhon O. Miller dalam bukunya training for a proffesion menebutkan cirri profesi sebagai berikut :
1. Para anggota memiliki pemgetahuan dan keahlian yang diperolehnya
dari latihan akademik pada lembaga perguruan tinggi. 2.
Para anggota mempertahankan suatu standar etik yang tinggi berdasarkan otonomi dan kebebasan.
3. Para anggota termasuk dalam suatu ikatan yang dibentuk intuk
melindungi dan memperhatikan kepentingan anggota ikatan tadi mempergunakan standar etika untuk melindungi masyarakat.
28
4. Para anggotanya dalam memberikan jasa dalam masyarakat umum,
dapat bekerja sendiri sebagai akuntan publik atau sebagai pegawai pada suatu akuntan publik.
Pelaksanaan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang
akuntansi dan bidang auditing. Pencapain keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan formalnya yang diperluas melalui pengalaman – pengalaman
dalam praktik audit. Untuk memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional, auditor harus menjalani pelatihan teknis yang cukup maupun
pendidikan umum. IAI, SA 210 : 210.1 Auditor memberikan pendapatnya atas laporan keuangan
perusahaan karena melalui pendidikan, pelatihan dan pengalamannya, auditor menjadi orang yang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing serta
memiliki kemampuan untuk menilai secara objektif dan menggunakan pertimbangan tidak memihak terhadap informasi yang dicatat dalam
pembukuan perusahaan atau informasi lain yang berhasil diungkapkan melalui auditnya. ISI, SA 210 : 210.2.
2.3. Kerangka Pikir