31
Contohnya individu
yang selalu
menggunakan narkoba
untuk menghilangkan rasa kecemasan pada dirinya
4. Penyalahguna Adiktif
Dalam tingkat ini merupakan tingkatan yang paling berat, individu yang berada dalam tingkatan ini akan setiap hari menggunakan narkoba
secara rutin untuk mendapatkan efek dari narkoba atau untuk menghindari gejala “sakaw”. Contohnya individu yang setiap hari secara rutin harus
mengkonsumsi heroin, dan jika tidak menggunakan akan mengalami “sakaw”
Keempat tipe penyalahguna ini juga merupakan pola yang dialami oleh penyalahguna narkoba dari rasa keingintahuan atau penyalahgunaan
narkoba dalam situasi tertentu kemudian menjadi penggunaan secara intensif sampai dengan tingkat penyalahgunaan adiktif yang setiap hari
harus menggunakan narkoba, jika tidak menggunakan akan mengalami “sakaw”
Dalam penelitian ini tipe – tipe penyalahguna dan pola
penyalahgunaan narkoba yang ada ini dapat membantu peneliti dalam hal mengkategorikan partisipan ke dalam tipe penyalahguna yang mana.
F. Kecenderungan Mental Penyalahguna Narkoba
Ketika anak – anak gagal mendapatkan pengasuhan dari orangtua
dan tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik akan membuat anak
32
gagal dalam hal menanamkan sikap – sikap dan perilaku orangtuanya
Santrock, 2002. Remaja yang memiliki ketidakmampuan dalam hal mengendalikan
emosi akan mengekspresikan nya ke dalam pergaulan dengan teman –
teman sebaya yang menggunakan obat – obatan, dan akan membuat
dirinya ikut menggunakan obat – obatan tersebut Santrock, 2002
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa anak yang tumbuh dalam keluarga yang konflik akan mengalami ketidakmampuan dalam hal
mengendalikan emosi, sehingga mereka akan mencari pelarian dengan cara bergaul dengan teman
– teman yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam penyalahgunaan narkoba
Remaja menggunakan obat – obatan merupakan suatu cara untuk
mengatasi stres yang dialami nya Santrock, 2002. Hal ini juga menunjukkan bahwa individu yang menyalahgunakan narkoba mengalami
ketidakmampuan dalam hal penyelesaian masalah
G. Keluarga, Pola asuh, dan Penyalahgunaan Narkoba
Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam perilaku berisiko dan kenakalan remaja dapat disimpulkan, bahwa penyalahgunaan narkoba
termasuk dalam perilaku berisiko yang juga merupakan sebuah kenakalan remaja dalam kategori
index offenses
. Keluarga sendiri merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku berisiko dalam kategori faktor
reinforcing
penguat.
33
Brook dalam Santrock, 2002, juga menyatakan bahwa penyebab awal penyalahgunaan narkoba pada remaja disebabkan karena ketika masa
anak-anak mereka gagal mendapatkan pengasuhan dari orangtua dan tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik. Selain itu keluarga yang
memberikan disiplin tidak teratur terhadap anak juga dapat menimbulkan kenakalan remaja, selain teman sebaya juga akan mempengaruhi terhadap
kenakalan remaja Santrock, 2007. Keterkaitan antara pola asuh dengan kenakalan remaja, pola asuh
asuh otoriter yang menimbulkan hubungan yang tidak hangat antara anak dengan orangtua serta kecenderungan anak untuk tidak suka dan tidak
percaya terhadap anak dapat memicu munculnya kenakalan remaja, karena anak dapat melakukan aksi protes terhadap orangtua dengan cara
melakukan kenakalan misalnya membolos sekolah, berkelahi, minum minuman keras dan penyahgunaan narkoba. Hal ini terjadi karena anak
melakukan mekanisme pertahanan diri pengalihan
displacement
, mekanisme ini merupakan proses ketika seseorang akan mengalihkan atau
mengubah sasaran ketakutan maupun hasrat tidak sadarnya Friedman Schustack, 2008. Dalam pola asuh otoriter ini anak melakukan pengalihan
ketidaksukaannya terhadap orangtua dengan cara membolos sekolah, berkelahi, merokok, minum-minuman keras, dan penyalagunaan narkoba.
Dalam penelitian Kharie, Pondaag dan Lolong 2013 dari 34 subjek penelitian terdapat 11 subjek merokok yang mengalami pola asuh otoriter
34
Dalam pola asuh permisif orangtua yang terlalu membebaskan anaknya akan membuat anak kurang mampu membedakan apa yang benar
dan salah, anak bisa saja terjerumus ke dalam kenakalan remaja karena menganggap hal itu benar tanpa adanya pengawasan orangtua. Hal ini
terjadi karena anak kurang memiliki keterampilan untuk menghadapi masalah dan kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
Santrock, 2002. Kastutik dan Setyowati 2014 menemukan bahwa pola asuh permisif lebih mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja
dibandingkan pola asuh demokratis dan otoriter, mereka juga mengatakan hal ini disebabkan karena kurangnya bimbingan dan kontrol orangtua
terhadap anak. Dalam pola asuh otoritatif orangtua yang menaruh kepercayaan
terhadap anak namun tetap tidak meninggalkan aturan sosial diharapkan dapat menjauhkan anak dari kenakalan remaja, karena orangtua
membebaskan anak untuk berpendapat serta menanamkan aturan-aturan sosial pada anak, sehingga anak dapat menentukan perilaku yang baik dan
buruk dengan tepat. Widiasworo 2013 dan Rahman 2008 juga menemukan bahwa pola asuh demokratis atau otoritatif memiliki dampak
positif terhadap perilaku anak. Hal ini terjadi karena anak mampu melewati masa
identity vs identity confusion
, Erikson mengatakan bahwa masa ini merupakan masa seorang remaja memutuskan siapakah dirinya
dan akan ke arah mana dirinya akan pergi Santrock, 2007. Dengan pola asuh otoritatif ini anak akan melewati masa ini dengan baik karena
35
orangtua yang mendengarkan pendapat anak tanpa meninggalkan aturan- aturan yang telah disepakati. Selain itu penelitian Umayi 2007 juga
menemukan bahwa pola asuh otoritatif berperan terhadap kemandirian siswa.
Dalam pola asuh mengabaikan orangtua yang tidak peduli kepada anaknya, dan tidak memberikan kasih sayang yang sepantasnya kepada
anak dapat menjerumuskan anak ke dalam kenakalan remaja, karena anak akan mencoba mencari perhatian dan kasih sayang di luar keluarga, anak
bisa melakukannya dengan cara-cara negatif misalnya berkelahi, minum minuman keras, dan menggunakan narkoba.
36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Dalam penelitian menggunakan metode analisis isi kualitatif. Metode ini digunakan untuk menafsirkan sebuah data secara subjektif
melalui proses
coding
yang dilakukan secara sistematis Supratiknya, 2015. Data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari wawancara,
focus grup
, observasi, media cetak, dan dokumen seperti catatan harian, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi
konvensional, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan sebuah fenomena yang ada, pendekatan ini dapat digunakan ketika teori atau
penelitian sebelumnya hanya tersedia sedikit atau belum ada sehingga belum mampu menjelaskan fenomena yang akan diteliti Supratiknya,
2015 Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi konvensional
karena data dalam penelitian ini merupakan data hasil wawancara, sehingga dengan menggunakan metode ini akan membantu peneliti untuk
melakukan analisis
data wawancara
yang ada.