Keluarga dan pola asuh mantan penyalahguna narkoba

(1)

KELUARGA DAN POLA ASUH MANTAN PENYALAHGUNA NARKOBA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Eka Setyahadi Baene

119114058

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

HALAMAN MOTTO

Wake up! Get up! We need to step up!

Burgerkill – Only the strong


(5)

v

Karya ini dipersembahkan kepada:

Ibu dan Bapak yang selalu memberikan semangat dan dukungan

Sahabat dan teman – teman tongkrongan yang selalu memberikan dorongan untuk segera menyelesaikan kuliah


(6)

(7)

vii

KELUARGA DAN POLA ASUH MANTAN PENYALAHGUNA NARKOBA

Universitas Sanata Dharma Eka Setyahadi Baene

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keluarga yang dimiliki oleh mantan penyalahguna narkoba dan relasi mereka dengan keluarganya, serta pola asuh yang dialami mereka. Penelitian ini berfokus pada keluarga dan pola asuh yang dialami oleh mantan penyalahguna narkoba, dan bagaimana kaitan nya dengan penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh partisipan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan analisis isi konvensional. Dalam penelitian ini terdapat tiga partisipan yang telah berhenti menggunakan narkoba. Proses pengambilan data menggunakan wawancara semi – terstruktur. Hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi keluarga yang harmonis tidak menjamin seseorang untuk tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba, selain itu pola asuh otoritatif konsisten memiliki peluang yang lebih besar untuk menjauhkan individu dari penyalahgunaan narkoba


(8)

FAMILY AND PARENTING FORMER DRUG ABUSERS Sanata Dharma University

Eka Setyahadi Baene ABSTRACT

This study aims to know family that owned by former drug abusers and their relationships with their families, and their parenting experience. This study focuses on family and parenting experienced by former drug abusers, and how his association with drug abuse were made by participants. The method used in this research is qualitative conventional content analysis approach. In this study, there are three participants who have stopped using drugs. The process of data collection using interviews semi - structured. The results showed that a harmonious family conditions doesn’t guarantee a person to not fall into drug abuse, in addition authoritative parenting consistently have a greater opportunity to alienate the individual from drug abuse


(9)

(10)

KATA PENGANTAR

Penyalahgunaan narkoba pada saat ini merupakan hal yang tidak habisnya, di Indonesia sendiri pada tahun 2015 pengguna narkoba mencapai 4 juta lebih pengguna. Hal ini yang membuat penulis melakukan penelitian dengan judul Keluarga dan Pola Asuh Mantan Penyalahguna Narkoba.

Selama pengerjaan penelitian ini penulis dibantu oleh beberapa pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi 2. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si selaku Kaprodi Fakultas Psikologi

3. Ibu Dr. Tjipto Susana selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dari awal pengerjaan penelitian ini. 4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

5. Staf dan karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

6. Ibu dan Bapak yang selalu memberikan dukungan dari saat penulis lahir sampai dengan saat ini.

7. Doni sahabat penulis sejak kecil sampai saat ini.

8. Ersan, Piyan, Pras, Kocok, Pebry, Rena, Nana, Puyin, Bogo, Yoyok, Farih, Andek, Madin, Hashy, Nendha dan teman – teman PMS lain nya yang sejak SMA sampai saat ini hampir setiap hari bertemu dan saling bercanda tawa bersama.


(11)

xi

9. Vico dan teman – teman kelompok bimbingan Bu Susan yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan bantuan kepada penulis.

10.Risang, Gunam, Natia, Yosi, Aiia, Yunis, Arga, Linda, Tika, Daniel, Bram, Brama, Flo, Mbak Indah beserta teman – teman Psikologi lain nya.

11.Para Partisipan yang bersedia berbagi pengalaman dan cerita kepada penulis dalam penelitian ini.

Yogyakarta, 3 Januari 2017


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

HALAMAN MOTTO...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...vi

ABSTRAK...vii

ABSTRACT...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xvii

BAB 1. PENDAHULUAN……….1

A. Latar Belakang……….1

B. Rumusan Masalah………....…7

C. Tujuan………..7

D. Manfaat………8


(13)

xiii

2. Manfaat Teoretis………....8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………...9

A. Keluarga………...9

1. Pengertian Keluarga………...9

2. Jenis Keluarga………9

a. Keluarga Inti………..10

b. Keluarga Kecil………...10

c. Keluarga Tanpa Anak………11

d. Keluarga Dengan Orangtua Muda……….11

e. Keluarga Dengan Ibu Bekerja………...11

f. Keluarga Dengan Orangtua Tunggal……….11

g. Keluarga Dengan Komposisi Baru………....11

h. Keluarga Orangtua Asuh………...12

i. Keluarga Komunal……….12

j. Keluarga Angkat………12

k. Keluarga Antar Ras………12

l. Keluarga Antar Agama………..12

3. Pengaruh Keluarga Pada Anak………....13

4. Pengaruh Sikap Orangtua Pada Hubungan Keluarga………..14

B. Pengasuhan………17

1. Pengertian Pengasuhan………17

2. Gaya Pengasuhan……….18


(14)

4. Kenakalan Remaja………...23

C. Narkoba………..26

1. Narkotika………..26

2. Psikotropika…...………...27

3. Zat Adiktif………28

D. Sifat Narkoba……….29

1. Habitual………29

2. Adiktif………..29

3. Toleran……….29

E. Tipe – tipe Penyalahguna Narkoba...……….30

1. Penyalahguna Rekreasional...30

2. Penyalahguna Situasional...30

3. Penyalahguna Intensif...30

4. Penyalahguna Adiktif...31

F. Kecenderungan Mental Penyalahguna Narkoba...31

G. Keluarga, Pola Asuh, dan Penyalahgunaan Narkoba...32

BAB III. METODE PENELITIAN………36

A. Jenis Penelitian………...36

B. Fokus Penelitian……….37

C. Partisipan Penelitian………...37

D. Metode Pengumpulan Data………38

E. Prosedur Pengumpulan Data………..40


(15)

xv

G. Metode Analisis Data……….45

H. Refleksivitas Peneliti...46

I. Validitas Penelitian………47

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……….48

A. Pelaksanaan Penelitian………...…48

B. Identitas Partisipan……….50

1. Profil Partisipan………51

a. Partisipan Pertama………..51

b. Partisipan Kedua………53

c. Partisipan Ketiga………54

C. Analisis Data dan Hasil...56

1. Adi………56

2. Aldo………..66

3. Desta……….75

D. Dinamika Tiga Partisipan………...85

E. Member Checking………..87 F. Pembahasan………87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………..…………..100

A. Kesimpulan…………..………100

B. Saran…...……….101

1. Bagi Orangtua………...……….101


(16)

3. Bagi Lembaga Hukum………...102

4. Bagi Mantan Penyalahguna Atau Pecandu………102

5. Bagi Peneliti Lain………..102


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Pedoman Pertanyaan Dan Wawancara………41 Tabel 2 : Pelaksanaan Wawancara………..49 Tabel 3 : Data Demografi Partisipan………...50


(18)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Sudah tidak asing lagi bagi kita saat mendengar kata narkoba, narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Narkoba ini akan mempengaruhi kinerja otak ketika memasuki tubuh manusia, baik dengan cara oral (melalui mulut), suntik dan dihirup (Gono, 2012). BNN (2015) Di Indonesia permasalahan narkoba bukanlah hal yang dapat dianggap remeh, karena di Indonesia angka pengguna narkoba telah mencapai 4 juta lebih pengguna. Pengguna tidak hanya dari kalangan dewasa saja namun juga dari kalangan remaja dan anak-anak, tidak hanya dari masyarakat yang berpendidikan rendah tapi narkoba juga disalahgunakan oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi.

Sujatmiko (2015) Badan Narkotika Nasional Kabupaten (BNNK) Sleman mencatat, 24 ribu warga Sleman melakukan penyalahgunaan Narkoba. Mereka yang melakukan penyalahgunaan Narkoba ini memiliki rentang umur antara usia 15-59 tahun.

Menurut Nuramaliah (dalam Purnomowardani & Koentjoro, 2000) di Indonesia sendiri pemakai narkoba didominasi dari kalangan pelajar, baik SMP, SMA, maupun Mahasiswa yang mencapai 70% sedangkan lulusan SD hanya 30%, dan sebagian besar mereka berasal dari golongan


(19)

Narkoba memiliki tiga sifat, yaitu: (1) Habitual, (2) Adiktif, dan (3) Toleran. Ketiga sifat Narkoba inilah yang membuat Narkoba itu sangatlah berbahaya. Sifat yang pertama adalah Habitual, habitual merupakan sifat Narkoba yang dapat membuat pemakainya selalu teringat, terkenang dan terbayang terhadap Narkoba sehingga menimbulkan perilaku untuk selalu mencari dan memakai Narkoba oleh pemakainya. Kedua adalah Adiktif, adiktif merupakan sifat Narkoba yang memaksa pemakai untuk memakai terus, jika tidak memakai akan menimbulkan “Sakaw” atau perasaan sakit yang luar biasa ketika tidak menggunakan narkoba. Untuk mengatasi “sakaw” ini dapat dengan cara mengonsumsi Narkoba yang sama untuk kembali normal lagi. Jika tidak mengonsumsi Narkoba lagi dan tidak mampu untuk menahan rasa sakit yang di alami, orang tersebut dapat mengambil jalan pintas yaitu dengan cara bunuh diri. Ketiga Toleran, sifat ini membuat tubuh pemakai narkoba menyatu dengan narkoba yang di konsumsi, sehingga dosisnya akan di naikkan karena ketika menggunakan takaran dosis yang sama tidak akan muncul efek yang diinginginkan pengguna. Ketiga sifat dari Narkoba ini dapat menimbulkan efek yang buruk bagi pemakainya. (Gono, 2012)

Individu yang memiliki ketergantungan pada Narkoba akan membawa dampak buruk bagi dirinya sendiri dan juga bagi lingkungan sekitarnya. Misalnya rusaknya hubungan keluarga, menurunnya kemampuan kognitif, sampai pada perubahan mental dan perilaku yang menjadi antisosial (Anindyajati & Karina, 2004)


(20)

3

BNN (8 September, 2015) Lindungi Anak Dari Bahaya Narkoba Mulai Dari Keluarga, di Indonesia jumlah pengguna narkoba telah mencapai angka 4 juta jiwa, angka tersebut dapat berkurang asalkan semua pihak berkomitmen dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan narkoba dan permulaannya dapat di mulai dari lingkungan keluarga. Dalam pengawasan perkembangan dan perubahan pada anak-anak seorang ibu berperan penting untuk memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anaknya dengan tepat agar anak tidak terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba.

Indiyah (2005) dalam Jurnal Kriminologi Indonesia “Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Napza: Studi Kasus Pada Narapidana di LP Klas II/A Wirogunan Yogyakarta”, menemukan beberapa faktor yang menyebabkan seseorang untuk menggunakan narkoba, sebagai berikut: Faktor lingkungan masyarakat 96%, Faktor lingkungan keluarga 91%, Faktor keluarga 88%, Faktor individu 85%, Faktor lingkungan sekolah / kuliah 81%, Proses sosial 72%, Masalah sosial 48%.

Purnomowardani dan Koentjoro (2000) dalam Jurnal Psikologi, Universitas Gajah Mada menemukan bahwa pengguna narkoba memiliki hubungan yang buruk dengan orangtua, mereka juga merasa di tolak oleh orangtua serta keluarga. Menggunakan narkoba dianggap dapat melepaskan diri dari masalah dan tekanan serta mendapatkan kesenangan, pengguna narkoba memiliki banyak teman namun tetap merasa kesepian.


(21)

Muniriyanto dan Suharman (2014) menemukan adanya korelasi negatif sangat signifikan antara keharmonisan keluarga dengan kenakalan remaja, yang berarti semakin tinggi keharmonisan keluarga maka semakin rendah kenakalan remaja, sebaliknya semakin rendah keharmonisan keluarga maka semakin tinggi kenakalan remaja. Widyastuti dan Arfiah (2012) menemukan faktor-faktor yang menyebabkan pemuda Desa Sewaka Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang menggunakan narkoba yaitu kurangnya perhatian dari orangtua, kurang kasih sayang, kurang pengawasan dalam bergaul, teman sebaya, dan juga karena frustasi.

Penelitian Rutter tahun 1980 (dalam Asni, Rahma, & Sarake, 2013) menunjukkan bahwa kedua orangtua yang tidak harmonis turut mendorong anak dalam penyalahgunaan narkoba. Asni dkk (2013) menemukan bahwa siswa yang menggunakan narkoba lebih banyak yang memiliki keluarga yang tidak harmonis dibandingkan yang memiliki keluarga harmonis, presentase hubungan antara persepsi keharmonisan keluarga memberikan kontribusi hanya sebesar 14,4% terhadap penyalahgunaan narkoba, responden juga mengaku bahwa orangtua sering keluar rumah, bersifat kaku dan sering memarahi anak-anaknya. Hal ini membuat mereka mempersepsikan bahwa rumah merupakan tempat yang tidak menyenangkan sehingga mereka melakukan hal-hal yang melanggar norma di masyarakat sebagai bentuk protes terhadap orangtua.

Penelitian Hadriansyah (2013) menemukan bahwa penyebab mereka menggunakan narkoba adalah faktor ketersediaan narkoba, faktor


(22)

5

lingkungan (keluarga, sekolah, teman, dan masyarakat), faktor individu dan faktor media massa. Namun yang paling dominan di antara faktor-faktor tersebut adalah keluarga dan teman. Empat dari partisipan mengaku bahwa memiliki keluarga yang tidak harmonis serta menggunakan narkoba akibat ajakan teman dan faktor ekonomi. Sedangkan empat lainnya menggunakan narkoba akibat ajakan teman.

Syarif dan Tafal (2008) melakukan penelitian terhadap 197 subjek dan menemukan bahwa 147 subjek mengalami pola asuh demokratis. Widiasworo (2013) menemukan adanya hubungan negatif antara pola asuh demokratis pada orang tua tunggal (single parent) dengan perilaku agresi siswa, yang berarti semakin tinggi pola asuh demokratis maka akan semakin rendah perilaku agresi siswa begitu juga sebaliknya. Rahman (2008) menemukan persepsi remaja terhadap pola asuh demokratis ayah dan ibu dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku disiplin remaja, karena peran keluarga yang memberikan dasar pembentukan sikap, watak, tingkah laku, moral dan pendidikan yang mampu dipersepsikan remaja secara positif.

Dari beberapa penelitian sebelumnya ini bisa ditarik kesimpulan bahwa keluarga memiliki peran penting dalam penyalahgunaan narkoba. Hal ini terbukti dari penelitian yang sudah diuraikan sebelumnya bahwa mereka yang menyalahgunakan narkoba memiliki hubungan keluarga yang tidak harmonis, kurangnya kasih sayang dari orangtua dan menggunakan narkoba sebagai bentuk protes karena menganggap rumah merupakan


(23)

tempat yang tidak menyenangkan sehingga mencari kesenangan dengan menggunakan narkoba. Selain itu penelitian Indiyah (2005) menemukan bahwa faktor lingkungan keluarga menyumbang 91% dan faktor keluarga menyumbang 88% dalam hal faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan narkoba. Beberapa penelitian Widiasworo (2013) dan Rahman (2008) menemukan bahwa pola asuh demokratis memiliki dampak positif terhadap perilaku anak. Namun Syarif dan Tafal (2008) menemukan bahwa pengguna narkoba lebih banyak yang mengalami pola asuh demokratis. Hal ini memunculkan perbedaan dampak dari pola asuh demokratis terhadap anak, sehingga pola asuh menarik untuk di teliti.

Penelitian – penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa pengguna narkoba mengalami hubungan keluarga yang tidak harmonis serta kurangnya kasih sayang dari orangtua. Namun penelitian di atas belum menjelaskan struktur keluarga yang dimiliki oleh pengguna narkoba, struktur keluarga yang di maksud adalah apakah orangtua yang dimiliki adalah orangtua kandung atau angkat, apakah memiliki orangtua yang lengkap atau orangtua tunggal (cerai / meninggal). Selain itu penelitian sebelumnya juga belum menjelaskan tentang relasi antara kedua orangtua dan relasi antara anak dengan orangtua.


(24)

7

B. Rumusan masalah

Di Indonesia sendiri jumlah penyalahguna narkoba cukup besar, para penyalahguna narkoba bisa berasal dari kalangan dewasa maupun remaja, tidak hanya dari masyarakat yang berpendidikan rendah, masyarakat berpendidikan tinggi pun juga ada yang menyalahgunakan narkoba. Penyalahgunaan narkoba juga dapat menimbulkan penurunan kemampuan kognitif, rusaknya hubungan keluarga, dan perubahan perilaku individu yang menyalahgunakannya.

Penelitian – penelitian sebelumnya menemukan bahwa para penyalahguna narkoba memiliki keluarga yang tidak harmonis, selain itu juga menemukan pola asuh demokratis memiliki dampak positif terhadap anak, tetapi dalam penelitian lain menemukan bahwa para penyalahguna narkoba mengalami pola asuh demokratis dari orangtuanya. Berdasarkan masih adanya ketidakkonsistenan dari hasil penelitian, maka peneliti merasa tertarik dengan penyalahgunaan narkoba dan ingin mengetahui bagaimana keluarga yang di miliki oleh mantan penyalahguna narkoba dan pola asuh yang di alami oleh penyalahgunaan narkoba.

C. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keluarga dan pola asuh yang di alami oleh mantan penyalahguna narkoba


(25)

D. Manfaat

1. Manfaat praktis

Untuk memberikan gambaran tentang keluarga dan pola asuh yang di alami oleh mantan penyalahguna narkoba

2. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat menjawab kontradiksi hasil penelitian


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut UU no. 10 tahun 1992 keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang di dalamnya terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Keluarga merupakan suatu kesatuan atau sekumpulan orang yang memiliki ikatan, di dalam keluarga terjadi hubungan dan interaksi antar anggota (Santrock, 2007)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) disebutkan keluarga merupakan kekerabatan yang paling mendasar di masyarakat, beranggotakan ayah, ibu, dan anak yang akan menjadi tanggungan keluarga itu sendiri.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang di dalamnya berisi orang-orang yang memiliki suatu ikatan, baik ikatan perkawinan, kelahiran, maupun adopsi. Serta di dalam keluarga tiap anggotanya memiliki perannya masing-masing.

2. Jenis Keluarga

Dalam Papalia dan Feldman (2014) disebutkan bahwa pada awalnya anak tinggal bersama dengan kedua orangtua yang menikah, namun saat ini anak tidak hanya tinggal bersama dengan orangtua biologis,


(27)

tetapi juga bisa dengan orangtua adopsi, orangtua tiri, bahkan dengan orangtua gay maupun lesbian. Hurlock (1989) juga mengatakan bahwa di Amerika terjadi perubahan pola keluarga, hal ini disebabkan karena adanya perubahan masyarakat Amerika dari ekonomi pedesaan ke ekonomi kota sehingga keluarga mengalami penurunan dalam hal hubungan antar keluarga. Kemudian perubahan perusahaan kecil menjadi perusahaan besar yang menyebabkan meningkatnya mobilitas pekerja, berdampak pada longgarnya ikatan keluarga. Selain itu pendatang yang memiliki budaya berbeda berdampak pada perubahan pola kehidupan Amerika menjadi lebih beragam. Hal-hal di atas menimbukan pemusatan keluarga lebih terhadap anak daripada orang dewasa, sehingga pendidikan otoriter mulai menurun dan lebih di dominasi dengan pendidikan permisif sehingga kontrol terhadap anak menjadi menurun.

Di dalam keluarga terdapat struktur keluarga yang merupakan susunan anggota yang berada dalam keluarga, struktur keluarga ini berguna untuk melakukan pembedaan jenis keluarga. Dengan demikian jenis keluarga merupakan hasil dari adanya struktur keluarga yang berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lain. Berikut beberapa jenis keluarga menurut Hurlock (1989)

a. Keluarga inti

Keluarga yang terdiri dari orangtua dan anak serta sanak keluarga yang tinggal dalam satu atap, bisa disebut juga sebagai keluarga besar. b. Keluarga kecil


(28)

11

Keluarga yang terdiri dari orangtua serta tiga orang anak atau kurang dari itu, keluarga ini lebih banyak di jumpai dibandingkan dengan keluarga besar yang terdiri dari enam anak atau lebih.

c. Keluarga tanpa anak

Pria dan wanita yang memiliki pendidikan tinggi lebih memilih untuk berkarir dibandingkan untuk memiliki anak dalam keluarga, hal ini merupakan pilihan mereka.

d. Keluarga dengan orangtua muda

Keluarga ini merupakan keluarga yang memiliki orangtua berumur di bawah 30 tahun ketika anak terakhir lahir, namun ada juga keluarga yang memiliki anak terakhir di atas 30 tahun sehingga tidak bisa di sebut dengan keluarga dengan orangtua muda.

e. Keluarga dengan ibu yang bekerja

Dalam semua kelompok sosioekonomi seorang ibu bekerja di luar rumah sehingga pekerjaan rumah dan pengasuhan diserahkan kepada pengasuh.

f. Keluarga dengan orangtua tunggal

Dalam keluarga ini tanggung jawab terhadap anak bisa saja diampu oleh ibu atau ayah saja, hal ini bisa disebabkan karena kematian pasangan, perceraian atau kelahiran anak di luar nikah.


(29)

Keluarga ini merupakan keluarga yang terbentuk karena adanya pernikahan baru karena kematian pasangan atau perceraian, sehingga salah satu orangtuanya merupakan orangtua tiri.

h. Keluarga orangtua asuh

Dalam keluarga ini anak di asuh oleh orangtua asuh (foster parents) yang di bayar untuk menggantikan peran orangtua sebenarnya, orangtua asuh tidak bertanggung jawab untuk membiayai anak tersebut dan anak juga tidak mendapatkan nama orangtua asuh. i. Keluarga komunal

Keluarga ini merupakan gabungan dari beberapa keluarga inti yang saling berbagi tanggung jawab terhadap pengasuhan anak dan urusan rumah tangga.

j. Keluarga angkat

Keluarga angkat merupakan keluarga yang terdiri dari anak serta orangtua yang tidak memiliki ikatan darah, namu orangtua memiliki tanggung jawab hukum terhadap anak dan memberinya nama keluarga. k. Keluarga antar ras

Keluarga antar ras merupakan keluarga yang memiliki perbedaan ras

l. Keluarga antar agama

Dalam keluarga ini ayah dan ibu memiliki agama yang berbeda, walaupun mereka bisa saja dari satu ras yang sama.


(30)

13

3. Pengaruh Keluarga Pada Anak

Hurlock (1989) mengatakan walaupun telah terjadi perubahan pada pola kehidupan di Amerika, keluarga tetap menjadi bagian penting bagi anak, hal ini disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak dan juga anggota keluarga merupakan orang penting pada masa pembentukan anak. Sehingga anak akan belajar menyesuaikan terhadap lingkungan dengan landasan apa yang yang mereka pelajari di rumah bersama keluarga. Berikut beberapa sumbangan keluarga atau kewajiban keluarga bagi anak menurut Hurlock (1989)

a. Rasa aman bagi anak yang diberikan oleh orangtua sebagai anggota keluarga yang stabil

b. Anggota keluarga harus mampu memenuhi kebutuhan fisik maupun psikologis bagi anak

c. Kasih sayang dan penerimaan mereka terhadap anak

d. Menjadi figur bagi anak yang dapat membantu anak dalam hal belajar sosial dan membimbing perilaku anak supaya dapat diterima di masyarakat, serta orangtua wajib membantu anak dalam penyelesaian masalah penyesuaian anak terhadap lingkungan

e. Orangtua wajib membimbing anak dalam mempelajari kemampuan motorik, verbal, dan sosial. Sehingga berguna bagi anak untuk melakukan penyesuaian dalam lingkungan, orangtua juga berkewajiban untuk membimbing anak untuk mencapai keberhasilan pendidikan dan kehidupan sosial anak.


(31)

f. Orangtua juga harus menjadi sahabat bagi anak sehingga anak dapat membagikan aspirasinya kepada orangtua

Tidak semua jenis keluarga memberikan sumbangan di atas bagi anak, serta proporsi anggota keluarga memberikan sumbangan kepada anak tidaklah sama. Pada umumnya anak yang mendapatkan sumbangan di atas pada masa kanak-kanak akan menjadi orang yang mampu menyesuaikan terhadap lingkungan dengan baik, sebaliknya jika anak tidak mendapatkan sumbangan tersebut anak akan mengalami kesulitan dalam hal penyesuaian sosial anak, hal ini dapat diatasi dengan adanya pengaruh orang luar rumah ketika anak telah bertambah usianya (Hurlock, 1989).

4. Pengaruh Sikap Orangtua pada Hubungan Keluarga

Sikap orangtua akan berpengaruh terhadap cara mereka memperlakukan anak, sehingga hal ini akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak terhadap orangtua (Hurlock, 1989). Ketika sikap orangtua baik dan menguntungkan bagi anak, maka akan membuat anak menjadi baik, sedangkan sikap dan perilaku yang tidak baik kepada anak akan membuat anak menjadi tidak baik juga. Sikap orangtua sangatlah berpengaruh terhadap hubungan keluarga, hal ini disebabkan karena ketika hubungan terbentuk, hubungan ini cenderung menetap bagi anak maupun orangtua. Ketika sikap orangtua kepada anak tentu saja tidak menjadi masalah, tetapi jika sikap orangtua tidak baik terhadap anak maka akan


(32)

15

menimbulkan masalah, sehingga mempengaruhi hubungan keluarga (Hurlock, 1989). Hal ini tidak hanya mempengaruhi hubungan antara orangtua dengan anak saja, tetapi juga dapat mempengaruhi hubungan anak dengan saudara kandungnya. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi sikap orangtua terhadap anak menurut Hurlock (1989). a. Pemikiran tentang “anak idaman”, sebelum terjadi kelahiran pasti

orangtua memiliki angan-angan ingin memiliki anak laki-laki atau perempuan, berdasarkan pemikiran ideal mereka. Tetapi ketika anak yang lahir tidak sesuai harapan orangtua akan kecewa dan menunjukkan sikap penolakan terhadap anak

b. Pengalaman orangtua sebagai anak pada masa lalu. Ketika orangtua yang dulunya berada dalam keluarga besar dan diharuskan untuk ikut mengasuh adik-adiknya kemungkinan akan menunjukkan sikap kurang baik terhadap anaknya sendiri. Dibandingkan dengan orangtua yang mengalami pengalaman menyenangkan bersama saudara kandungnya. c. Pengaruh budaya terhadap cara yang dianggap tepat untuk

memperlakukan anak. Baik otoriter, demokratis, maupun permisif akan mempengaruhi sikap orangtua terhadap anaknya sendiri.

d. Orangtua yang senang menjalani peran sebagai orangtua. Orangtua yang merasa bahagia dan memiliki penyesuaian yang baik terhadap perkawinan akan menunjukkan sikap penyesuaian yang baik pula terhadap anaknya.


(33)

e. Orangtua yang merasa mampu menjadi seorang orangtua akan memiliki perilaku yang lebih baik terhadap anak, dibandingkan dengan orangtua yang merasa tidak mampu dan ragu-ragu menjadi orangtua. f. Kepuasan orangtua terhadap anak. Orangtua yang merasa puas dengan

jenis kelamin anak, jumlah dan ciri-ciri anaknya akan menunjukkan sikap positif terhadap anak, dibandingkan dengan orangtua yang merasa tidak puas.

g. Kemampuan dan kemauan untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang mulai berpusat terhadap keluarga. Hal ini akan mempengaruhi sikap orangtua terhadap anak, karena sebelum terjadi pernikahan individu menjalani hidup dengan pola egosentris yang berpusat pada diri sendiri.

h. Alasan anak yang digunakan sebagai alat mempertahankan keluarga yang retak akan menimbulkan sikap kurang baik terhadap anak, dibandingkan dengan alasan memiliki anak untuk memperbesar kepuasan dalam pernikahan.

i. Reaksi anak terhadap orangtua. Sikap orangtua akan berbeda ketika sang anak menunjukkan cinta dan ketergantungan pada orangtua dengan anak yang lebih mandiri dan lebih menggantungkan diri pada orang lain.


(34)

17

B. Pengasuhan

1. Pengertian Pengasuhan

Proses pengasuhan merupakan tantangan bagi orangtua, orangtua harus mengadakan kesepakatan dengan anak yang memiliki keinginan dan pikiran yang independen, namun masih perlu belajar banyak mengenai perilaku yang baik dalam lingkungan sosial. Hal ini tertuju pada penanaman disiplin pada anak yang mengacu pada pembentukan karakter anak serta penanaman kontrol diri dan perilaku yang dapat di terima pada lingkungan sosial. Berikut teknik-teknik untuk menanamkan disiplin pada anak (Papalia & Feldman, 2014)

a. Penguatan dan Hukuman

Penguatan merupakan proses untuk memperkuat sebuah perilaku, sehingga akan menimbulkan kecenderungan perilaku akan berulang. Hukuman merupakan proses yang digunakan untuk melemahkan sebuah perilaku, sehingga perilaku cenderung untuk tidak di ulangi. b. Penalaran Induktif, Penegasan Kekuasaan, dan Penarikan Cinta

Teknik induktif merupakan teknik pendisiplinan dengan menggunakan penalaran, perasaan,dan keadilan yang dirasakan pada anak. Penegasan kekuasaan merupakan teknik pendisiplinan dengan mencegah perilaku dengan cara penegasan baik secara verbal maupun fisik. Penarikan cinta merupakan teknik pendisiplinan dengan cara pengabaian, isolasi, dan menunjukkan ketidaksukaan terhadap anak.


(35)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengasuhan merupakan tindakan yang dilakukan orangtua untuk membentuk karakter anak sesuai dengan keinginan mereka, dengan harapan anak tumbuh menjadi pribadi yang baik dan patuh terhadap orangtua, serta mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan baik. Dalam pengasuhan terdapat beberapa cara yang pada umumnya digunakan oleh orangtua untuk membentuk anak sesuai keinginan mereka.

2. Gaya Pengasuhan

Pola asuh merupakan cara yang digunakan oleh orangtua untuk mendidik dan membesarkan anak sesuai dengan keinginan mereka (Canadian Council On Learning, 2007). Dalam pola asuh terdapat dua dimensi yang menentukan pola asuh yang diterapkan oleh orang tua, berikut dimensi pola asuh.

a. Responsiveness

Hal ini merupakan tindakan orangtua yang lebih memusatkan pada keinginan dan ketertarikan anaknya

b. Control

Hal ini merupakan tindakan orangtua yang akan mengawasi dan menerapkan disiplin terhadap anak untuk menananmkan kepatuhan.

Dalam pola asuh sendiri terdapat tiga jenis pola asuh yang dikategorikan berdasarkan dimensi di atas, sebagai berikut.


(36)

19

a. Pola asuh autoritatif. Orangtua akan memberikan responsiveness dan control yang tinggi pada anak.

b. Pola asuh autoritarian. Orangtua akan memberikan tingkat control yang tinggi dibandingkan dengan responsivenss.

c. Pola asuh permisif. Orangtua akan memberikan tingkat responsiveness yang tinggi dibandingkan dengan control

d. Pola asuh neglectful. Orangtua memberikan responsiveness dan control yang rendah pada anak.

Dalam Papalia dan Feldman (2014) Diana Baumrind menjelaskan tentang bentuk-bentuk pola asuh, sebagai berikut.

a. Pola asuh otoriter

Menurut Baumrind, pola asuh ini merupakan cara yang digunakan oleh orangtua dengan menekankan pada kontrol dan kepatuhan kepada anak, yang tidak dapat diganggu gugat. Orangtua akan menetapkan standar atau aturan bagi anak dan akan memberikan hukuman kepada anak jika anak melanggar aturan tersebut. Dalam pola asuh ini hubungan antara orangtua dengan anak cenderung tidak hangat, anak cenderung tidak suka, tidak percaya kepada orangtua, dan menarik diri. b. Pola asuh permisif

Pola asuh ini merupakan cara yang digunakan orangtua dengan menekankan pada pengekspresian diri dan regulasi diri anak. Orangtua tidak terlalu menuntut kepada anak, dan orangtua membiarkan anak


(37)

untuk mengamati dan mengawasi perilaku mereka sendiri. Ketika orangtua akan membuat aturan maka orangtua akan mendiskusikannya dengan anak, serta menjelaskan alasan mereka membuat aturan tersebut. Dalam pola asuh ini orangtua tidak terlalu menuntut anak dan jarang menghukum anak. Hubungan anak dan orangtua dalam pola asuh ini cenderung hangat karena orangtua tidak terlalu mengontrol dan menuntut pada anak. Tetapi pola asuh ini akan membuat anak prasekolah menjadi kurang mampu mengontrol diri serta kurang bereksplorasi.

c. Pola asuh otoritatif

Dalam pola asuh otoritatif orangtua menekankan pada individualitas anak tanpa meninggalkan aturan-aturan sosial. Orangtua memiliki kepercayaan diri dalam membimbing anaknya, orangtua juga memberi kebebasan kepada anak dalam pengambilan keputusan, serta anak boleh menyampaikan opininya kepada orangtua. Dalam pola asuh ini orangtua mencintai dan menerima anak apa adanya, tapi juga tetap meninta anak untuk berperilaku baik dan tegas sesuai kesepakatan yang telah dibuat. Orangtua juga akan memberikan hukuman kepada anak secara bijaksana, sehingga anak akan merasa aman dan anak akan merasa dicintai serta mengetahui harapan orangtua kepada mereka. Anak yang mengalami pola asuh ini akan cenderung mandiri dan lebih mengandalkan diri sendiri serta mampu mengontrol diri mereka sendiri.


(38)

21

Eleanor Maccoby dan John Martin 1983 (dalam Papalia & Feldman, 2014) menambahkan pola asuh yang keempat yaitu “mengabaikan atau tidak terlibat”, pola asuh ini merupakan pola asuh yang dilakukan oleh orangtua yang terkadang mengalami stress atau depresi. Orangtua dalam pola asuh ini cenderung mementingkan kebutuhan mereka sendiri, dibandingkan dengan kebutuhan sang anak.

3. Perilaku Berisiko

Margaretha (2012) Perilaku Beresiko Remaja. Perilaku berisiko merupakan perilaku yang jika dilakukan akan membahayakan kesehatan dan kesejahteraan individu, bahkan beberapa bentuk perilaku berisiko dapat merugikan orang lain.

Perilaku berisiko merupakan perilaku yang meliputi merokok, minum-minuman beralkohol, penyalahgunaan narkoba, dan melakukan hubungan seksual pranikah (Lestary & Sugiharti, 2011). Menurut Damayanti (dalam Lestary & Sugiharti, 2011) merokok dan minuman beralkohol merupakan faktor yang mempengaruhi remaja untuk menyalahgunaakan narkoba, walaupun tidak semua remaja yang merokok akan menjadi pecandu narkoba. Menurut Green dan Kreuter (dalam Lestary & Sugiharti, 2011) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi perilaku berisiko remaja, sebagai berikut.


(39)

a. Faktor predisposing (faktor yang memotivasi)

Faktor ini merupakan faktor yang berasal dari dalam diri remaja yang memotivasi untuk melakukan perilaku berisiko. Yang termasuk dalam faktor ini adalah, pengetahuan, keyakinan, nilai, sikap, kepercayaan, umur, jenis kelamin, dan pendidikan.

b. Faktor enabling (faktor kemungkinan)

Faktor ini merupakan faktor yang memungkinkan untuk mendorong perilaku berisiko. Faktor ini meliputi ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya kesehatan, tempat tinggal, status ekonomi, dan akses terhadap informasi.

c. Faktor reinforcing (faktor penguat)

Faktor ini merupakan faktor yang memperkuat terjadinya perilaku berisiko, faktor ini datang dari pihak ketiga atau orang lain yang meliputi keluarga, teman sebaya, guru, petugas kesehatan, dan tokoh masyarakat.


(40)

23

4. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja (juvenille delinquency) merupakan perilaku yang tidak dapat diterima masyarakat misalnya membuat onar disekolah sampai perilaku yang melanggar hukum seperti merampok (Santrock, 2007). Untuk memudahkan dalam ranah hukum maka pelanggaran dibagi dalam 2 kategori, sebagai berikut.

a. Index offenses

Merupakan tindakan kriminal yang bisa dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa, yang termasuk dalam kategori ini adalah perampokan, penyerangan menggunakan kekerasan, perkosaan, penyalahgunaan narkoba, dan pembunuhan.

b. Status offenses

Merupakan pelanggaran yang tidak begitu serius, perilaku ini hanya illegal ketika dilakukan oleh anak muda dibawah umur. Pelanggaran ini meliputi kabur dari rumah, bolos sekolah, minum-minuman keras, hubungan seksual, dan perilaku yang tidak bisa dikontrol lainnya.

Dalam Santrock (2007) Erikson menyatakan bahwa kenakalan remaja merupakan usaha yang dilakukan remaja untuk menemukan identitas. Kenakalan remaja memiliki keterkaitan dengan perilaku beresiko, perilaku beresiko yang meliputi merokok, minum-minuman alkohol, penyalahgunaan narkoba dan hubungan seksual pranikah termasuk dalam kategori pelanggaran. Merokok, minum-minuman alkohol


(41)

dan hubungan seksual pranikah termasuk dalam kategori status offenses sedangkan penyalahgunaan narkoba termasuk dalam kategori index offenses.

Berikut tahapan – tahapan perkembangan menurut Erikson dari awal sampai dengan masa krisis identitas dalam (Friedman dan Schustack, 2006)

a. Rasa percaya versus rasa tidak percaya

Dalam tahapan ini anak akan berusaha untuk mendapatkan kehangatan dan ekspresi kesenangan dari sang ibu, jika ibu dapat memenuhi hal tersebut maka anak akan memiliki rasa percaya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka anak akan timbul rasa tidak percaya dari anak dan anak akan merasa diabaikan

b. Otonomi versus rasa malu dan ragu

Dalam tahapan ini anak akan belajar dirinya memiliki kontrol terhadap dirinya, oleh karena itu orangtua harus mengarahkan anaknya untuk mengatur keinginan – keinginan anak namun tanpa perlakuan kasar, jika tahapan ini terpenuhi maka anak akan mampu membedakan apa yang benar dan salah, dan jika hal ini tidak terpenuhi akan membuat anak menjadi individu yang selalu merasa bersalah karena kontrol berlebih yang diberikan oleh orangtuanya


(42)

25

Dalam tahapan ini anak akan belajar bersosialisai dengan teman sebayanya dan anak mampu melewati tahapan ini akan menjadi seseorang yang independen dan mandiri, jika terjadi masalah dalam tahapan ini maka anak akan memiliki percaya diri yang rendah

d. Produktif versus inferioritas

Dalam tahapan ini anak akan belajar mendapatkan kesenangan dari penyelesian tugas – tugas, jika tahapan ini terpenuhi maka anak akan bangga terhadap apa yang dia peroleh, tetapi jika terjadi masalah dalam tahapan ini anak akan merasa inferior dan merasa tidak mampu menemukan solusi e. Identitas versus kebingungan peran

Dalam tahapan ini individu akan melakukan berbagai tindakan, selain itu invidu juga akan mecari tahu siapa dirinya dan apa yang mereka inginkan. Jika individu mampu menyelesaikan tahapan ini maka dirinya akan memiliki identitas yang jelas tetapi jika gagal maka individu tersebut akan terus mencari identitas bagi dirinya


(43)

C. Narkoba

Gono (2012) Mengatakan Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan aktif lainnya dalam arti luas narkoba adalah obat, bahan atau zat yang akan mempengaruhi kinerja otak maupun syaraf jika masuk ke dalam tubuh melalui mulut, dihirup, maupun dengan alat suntik. Berikut penjelasan tentang narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya

1. Narkotika

Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan bahwa narkotika merupakan zat maupun obat yang terbuat dari tanaman maupun bukan tanaman , sintetis maupun semi sintetis, yang ketika memasuki tubuh manusia dapat menimbulkan penurunan atau perubahan kesadaran, mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri, yang juga dapat menimbulkan ketergantungan. Dalam narkotika terdapat penggolongan berdasarkan tingkat adiktif nya, sebagai berikut

a. Golongan I

Merupakan narkotika yang memiliki daya adiktif tinggi sehingga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ganja, heroin, kokain, morfin, opium, psylocibine (zat yang terkandung dalam mushroom atau jamur lethong)


(44)

27

Merupakan narkotika yang memiliki daya adiktif tinggi tapi bermanfaat dalam bidang pengobatan dan penelitian. Yang termasuk dalam golongan ini adalah benzeitidin, betametadol, petidin dll

c. Golongan III

Merupakan narkotika yang memiliki daya adiktif rendah dan bisa digunakan untuk terapi atau pengobatan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah kodein, metadon, naltrexone dll

2. Psikotropika

Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika disebutkan bahwa psikotropika merupakan zat atau obat, alami maupun sintetis bukan narkotika, yang dapat mempengaruhi susunan syaraf pusat dan menimbulkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku individu. Psikotropika juga digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa, psikotropika juga dibagi dalam beberapa golongan sebagai berikut

a. Golongan I

Merupakan psikotropika dengan daya adiktif tinggi sehingga tidak digunakan untuk terapi melainkan hanya digunakan dalam bidang penelitian. Yang termasuk dalam golongan ini adalah LSD, MDMA, STP dll


(45)

Merupakan psikotropika dengan daya adiktif tinggi namun berguna dalam pengobatan dan penelitian. Yang termasuk dalam golongan ini adalah amfetamin, metifenidat dll

c. Golongan III

Merupakan psikotropika dengan daya adiktif sedang dan berguna dalam pengobatan dan penelitian. Yang termasuk dalam golongan ini adalah lumibal, buprenorsina dll

d. Golongan IV

Merupakan psikotropika dengan daya adiktif rendah dan berguna dalam pengobatan. Yang termasuk dalam kategori ini adalah nitrazepam, diazepam dll

3. Zat Adiktif

Zat adiktif merupakan zat – zat yang tidak termasuk dalam narkotika maupun psikotropika tetapi dapat menimbulkan ketergantungan atau adiktif. Yang termasuk dalam zat adiktif adalah rokok, alkohol, thinner, dan zat – zat yang dapat memabukkan seperti lem, aseton, cat, bensin dll


(46)

29

D. Sifat Narkoba 1. Habitual

Sifat yang pertama adalah Habitual, habitual merupakan sifat Narkoba yang dapat membuat pemakainya selalu teringat, terkenang dan terbayang terhadap Narkoba sehingga menimbulkan perilaku untuk selalu mencari dan memakai Narkoba oleh pemakainya (Gono, 2012).

2. Adiktif

Kedua adalah Adiktif, adiktif merupakan sifat Narkoba yang memaksa pemakai untuk memakai terus, jika tidak memakai akan menimbulkan “Sakaw” atau perasaan sakit yang luar biasa ketika tidak menggunakan narkoba. Untuk mengatasi “sakaw” ini dapat dengan cara mengonsumsi Narkoba yang sama untuk kembali normal lagi (Gono, 2012).

3. Toleran

Yang ketiga Toleran, sifat ini membuat tubuh pemakai narkoba menyatu dengan narkoba yang dikonsumsi, sehingga dosis nya akan dinaikkan karena ketika menggunakan takaran dosis yang sama tidak akan muncul efek yang diingingkan pengguna (Gono, 2012).

Dari ketiga sifat narkoba ini bisa ditarik kesimpulan bahwa penggunaan narkoba memiliki dampak yang buruk bagi individu yang menggunakannya


(47)

E. Tipe – tipe Penyalahguna Narkoba

Erlian, D (2016) Tingkat Penyalahgunaan Narkoba. Dalam hal penyalahguna narkoba terdapat beberapa tipe penyalahguna narkoba mulai dari yang ringan hingga berat, berikut penjelasan beberapa tipe tersebut 1. Penyalahguna Rekreasional atau Eksperimental

Merupakan tingkat penyalahgunaan narkoba yang paling rendah, dalam tipe ini penyalahguna narkoba terdorong rasa keingintahuan terhadap narkoba dan juga bisa dari ajakan teman sebaya, dalam tingkat penyalahgunaan ini penyalahguna belum memiliki ketergantungan terhadap narkoba. Contoh nya siswa SMA yang mengkonsumsi jamur lethong karena diajak oleh temannya atau karena rasa keingintahuan 2. Penyalahguna Situasional

Dalam tingkat ini individu yang menyalahgunakan narkoba termotivasi menggunakan narkoba untuk mendapatkan efek dari narkoba sebagai cara untuk mengatasi kondisi atau situasi tertentu. Contohnya individu yang sedang mencari ide memutuskan untuk menggunakan ganja untuk membuat diri nya lebih mudah menemukan ide, bisa juga individu yang akan menjalani perlombaan lari memutuskan untuk menggunakan doping demi meningkatkan performa nya dalam berlari

3. Penyalahguna Intensif

Dalam tingkatan ini individu memulai dari penyalahgunaan rekerasional atau situasional yang kemudian menggunakan narkoba secara terus menerus untuk terlepas dari permasalahan yang dialami nya.


(48)

31

Contohnya individu yang selalu menggunakan narkoba untuk menghilangkan rasa kecemasan pada dirinya

4. Penyalahguna Adiktif

Dalam tingkat ini merupakan tingkatan yang paling berat, individu yang berada dalam tingkatan ini akan setiap hari menggunakan narkoba secara rutin untuk mendapatkan efek dari narkoba atau untuk menghindari gejala “sakaw”. Contohnya individu yang setiap hari secara rutin harus mengkonsumsi heroin, dan jika tidak menggunakan akan mengalami “sakaw”

Keempat tipe penyalahguna ini juga merupakan pola yang dialami oleh penyalahguna narkoba dari rasa keingintahuan atau penyalahgunaan narkoba dalam situasi tertentu kemudian menjadi penggunaan secara intensif sampai dengan tingkat penyalahgunaan adiktif yang setiap hari harus menggunakan narkoba, jika tidak menggunakan akan mengalami “sakaw”

Dalam penelitian ini tipe – tipe penyalahguna dan pola penyalahgunaan narkoba yang ada ini dapat membantu peneliti dalam hal mengkategorikan partisipan ke dalam tipe penyalahguna yang mana.

F. Kecenderungan Mental Penyalahguna Narkoba

Ketika anak – anak gagal mendapatkan pengasuhan dari orangtua dan tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik akan membuat anak


(49)

gagal dalam hal menanamkan sikap – sikap dan perilaku orangtuanya (Santrock, 2002).

Remaja yang memiliki ketidakmampuan dalam hal mengendalikan emosi akan mengekspresikan nya ke dalam pergaulan dengan teman – teman sebaya yang menggunakan obat – obatan, dan akan membuat dirinya ikut menggunakan obat – obatan tersebut (Santrock, 2002)

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa anak yang tumbuh dalam keluarga yang konflik akan mengalami ketidakmampuan dalam hal mengendalikan emosi, sehingga mereka akan mencari pelarian dengan cara bergaul dengan teman – teman yang dapat menjerumuskan mereka ke dalam penyalahgunaan narkoba

Remaja menggunakan obat – obatan merupakan suatu cara untuk mengatasi stres yang dialami nya (Santrock, 2002). Hal ini juga menunjukkan bahwa individu yang menyalahgunakan narkoba mengalami ketidakmampuan dalam hal penyelesaian masalah

G. Keluarga, Pola asuh, dan Penyalahgunaan Narkoba

Berdasarkan pendapat beberapa ahli dalam perilaku berisiko dan kenakalan remaja dapat disimpulkan, bahwa penyalahgunaan narkoba termasuk dalam perilaku berisiko yang juga merupakan sebuah kenakalan remaja dalam kategori index offenses. Keluarga sendiri merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku berisiko dalam kategori faktor reinforcing (penguat).


(50)

33

Brook (dalam Santrock, 2002), juga menyatakan bahwa penyebab awal penyalahgunaan narkoba pada remaja disebabkan karena ketika masa anak-anak mereka gagal mendapatkan pengasuhan dari orangtua dan tumbuh dalam keluarga yang mengalami konflik. Selain itu keluarga yang memberikan disiplin tidak teratur terhadap anak juga dapat menimbulkan kenakalan remaja, selain teman sebaya juga akan mempengaruhi terhadap kenakalan remaja (Santrock, 2007).

Keterkaitan antara pola asuh dengan kenakalan remaja, pola asuh asuh otoriter yang menimbulkan hubungan yang tidak hangat antara anak dengan orangtua serta kecenderungan anak untuk tidak suka dan tidak percaya terhadap anak dapat memicu munculnya kenakalan remaja, karena anak dapat melakukan aksi protes terhadap orangtua dengan cara melakukan kenakalan misalnya membolos sekolah, berkelahi, minum minuman keras dan penyahgunaan narkoba. Hal ini terjadi karena anak melakukan mekanisme pertahanan diri pengalihan (displacement), mekanisme ini merupakan proses ketika seseorang akan mengalihkan atau mengubah sasaran ketakutan maupun hasrat tidak sadarnya (Friedman & Schustack, 2008). Dalam pola asuh otoriter ini anak melakukan pengalihan ketidaksukaannya terhadap orangtua dengan cara membolos sekolah, berkelahi, merokok, minum-minuman keras, dan penyalagunaan narkoba. Dalam penelitian Kharie, Pondaag dan Lolong (2013) dari 34 subjek penelitian terdapat 11 subjek merokok yang mengalami pola asuh otoriter


(51)

Dalam pola asuh permisif orangtua yang terlalu membebaskan anaknya akan membuat anak kurang mampu membedakan apa yang benar dan salah, anak bisa saja terjerumus ke dalam kenakalan remaja karena menganggap hal itu benar tanpa adanya pengawasan orangtua. Hal ini terjadi karena anak kurang memiliki keterampilan untuk menghadapi masalah dan kemampuan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab (Santrock, 2002). Kastutik dan Setyowati (2014) menemukan bahwa pola asuh permisif lebih mempengaruhi perilaku antisosial pada remaja dibandingkan pola asuh demokratis dan otoriter, mereka juga mengatakan hal ini disebabkan karena kurangnya bimbingan dan kontrol orangtua terhadap anak.

Dalam pola asuh otoritatif orangtua yang menaruh kepercayaan terhadap anak namun tetap tidak meninggalkan aturan sosial diharapkan dapat menjauhkan anak dari kenakalan remaja, karena orangtua membebaskan anak untuk berpendapat serta menanamkan aturan-aturan sosial pada anak, sehingga anak dapat menentukan perilaku yang baik dan buruk dengan tepat. Widiasworo (2013) dan Rahman (2008) juga menemukan bahwa pola asuh demokratis atau otoritatif memiliki dampak positif terhadap perilaku anak. Hal ini terjadi karena anak mampu melewati masa identity vs identity confusion, Erikson mengatakan bahwa masa ini merupakan masa seorang remaja memutuskan siapakah dirinya dan akan ke arah mana dirinya akan pergi (Santrock, 2007). Dengan pola asuh otoritatif ini anak akan melewati masa ini dengan baik karena


(52)

35

orangtua yang mendengarkan pendapat anak tanpa meninggalkan aturan-aturan yang telah disepakati. Selain itu penelitian Umayi (2007) juga menemukan bahwa pola asuh otoritatif berperan terhadap kemandirian siswa.

Dalam pola asuh mengabaikan orangtua yang tidak peduli kepada anaknya, dan tidak memberikan kasih sayang yang sepantasnya kepada anak dapat menjerumuskan anak ke dalam kenakalan remaja, karena anak akan mencoba mencari perhatian dan kasih sayang di luar keluarga, anak bisa melakukannya dengan cara-cara negatif misalnya berkelahi, minum minuman keras, dan menggunakan narkoba.


(53)

36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Dalam penelitian menggunakan metode analisis isi kualitatif. Metode ini digunakan untuk menafsirkan sebuah data secara subjektif melalui proses coding yang dilakukan secara sistematis (Supratiknya, 2015). Data dalam penelitian ini dapat diperoleh dari wawancara, focus grup, observasi, media cetak, dan dokumen seperti catatan harian, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi konvensional, yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan sebuah fenomena yang ada, pendekatan ini dapat digunakan ketika teori atau penelitian sebelumnya hanya tersedia sedikit atau belum ada sehingga belum mampu menjelaskan fenomena yang akan diteliti (Supratiknya, 2015)

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis isi konvensional karena data dalam penelitian ini merupakan data hasil wawancara, sehingga dengan menggunakan metode ini akan membantu peneliti untuk melakukan analisis data wawancara yang ada.


(54)

37

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui keluarga mantan penyalahguna narkoba serta pola asuh yang pernah dialami. Karena dalam penelitian sebelum nya menemukan bahwa para penyalahguna narkoba memiliki keluarga yang tidak harmonis sehingga dengan pendekatan analisis isi konvensional ini dapat digunakan untuk menganalisis data wawancara yang diperoleh dari hasil wawancara partisipan dalam penelitian ini.

C. Partisipan Penelitian

Partisipan penelitian diambil berdasarkan beberapa kriteria. Kriteria pertama adalah partisipan merupakan seorang mantan penyalahguna narkoba. Berdasarkan UU no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, penyalahguna adalah individu yang menggunakan narkotika tanpa hak, sedangkan pecandu adalah orang yang menyalalahgunakan narkoba atau menggunakan yang berada kondisi ketergantungan terhadap narkoba baik fisik maupun psikis. Berdasarkan undang undang tersebut peneliti memutuskan untuk menggunakan penyalahguna narkoba dan bisa juga pecandu narkoba, karena pecandu narkoba juga merupakan seseorang yang menyalahgunakan narkoba namun berada dalam kondisi ketergantungan terhadap narkoba. Sedangkan penyalahguna merupakan seseorang yang menggunakan narkoba tanpa adanya ketergantungan terhadap narkoba.


(55)

Kriteria kedua partisipan berumur antara 17 sampai 25 tahun, hal ini dipilih supaya perbedaan umur antara partisipan dan peneliti tidak terlalu jauh, dengan harapan partisipan dapat menganggap peneliti sebagai seseorang yang sejajar berdasarkan umur sehingga partisipan akan lebih terbuka ketika dilakukan wawancara.

Kriteria ketiga partisipan berjenis kelamin laki-laki atau perempuan, hal ini dipilih karena penyalahguna dan pecandu narkoba tidak hanya dari kaum laki-laki saja tapi juga dari kaum perempuan ada yang menyalahgunakan dan menjadi pecandu narkoba.

Kriteria keempat partisipan dalam penelitian ini dapat menggunakan penyalahguna narkoba yang memiliki riwayat kriminal atau tidak, karena dalam pencarian partisipan peneliti melakukan wawancara seleksi terlebih dahulu, dalam wawancara seleksi dapat diketahui apakah calon partisipan memiliki riwayat kriminal atau tidak

Dalam upaya pencarian partisipan penelitian ini peneliti melakukan wawancara seleksi, yang disusun dengan menggunakan DSM-V (2013) sebagai panduan dalam penyusunan pertanyaan wawancara

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Sebelum proses wawancara inti, akan dilakukan wawancara seleksi, untuk melihat apakah partisipan dapat menjadi partisipan dalam penelitian ini atau tidak, jika partisipan dapat menjadi partisipan dalam penelitian ini, maka akan dilanjutkan dengan penjelasan


(56)

39

informed consent, dalam penjelasan ini peneliti akan menjelaskan tentang tujuan penelitian, cara pengambilan data, kerahasiaan data dan, tanggung jawab peneliti. Setelah partisipan memahami dan bersedia untuk berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini maka akan dilanjutkan ke wawancara inti

Wawancara yang digunakan bukanlah wawancara terstruktur, melainkan wawancara semi-terstuktur yang membuat partisipan dapat menceritakan kisah hidup mereka. Pertanyaan yang digunakan dalam wawancara adalah pertanyaan terbuka untuk mendapatkan jawaban absolut dari partisipan. Jawaban absolut sendiri adalah sebuah jawaban yang hanya diketahui dan dirumuskan berdasarkan pemikiran dan perasaan pribadi (Supratiknya, 2014). Sehingga partisipan akan bercerita tentang kondisi keluarga dan pola asuh yang dialami berdasarkan pengalaman dan perasaan pribadi mereka.


(57)

E. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data melalui beberapa tahapan, sebagai berikut:

1. Peneliti mencari calon partisipan lalu melakukan wawancara seleksi

2. Setelah partisipan ditentukan, peneliti dan partisipan berunding waktu untuk bertemu kembali

3. Ketika peneliti dan partisipan bertemu kembali, peneliti melakukan penjelasan tentang informed consent. Informed consent berisi tentang identitas peneliti, tujuan penelitian, cara pengambilan data, hak dan kewajiban partisipan, kerahasian data dan tanggung jawab peneliti. Setelah partisipan bersedia dan telah menandatangani informed consent peneliti beserta partisipan menetapkan waktu untuk wawancara.

4. Melakukan wawancara terhadap partisipan berdasarkan waktu yang telah disepakati antara partisipan dan peneliti


(58)

41

F. Pedoman Pertanyaan dan Wawancara

Pertanyaan wawancara ini merupakan pertanyaan terbuka yang disusun berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan oleh peneliti.

Tabel 1

Pertanyaan Inti Sub Pertanyaan

Silahkan saudara

bercerita tentang diri saudara dan keluarga saudara?

Orangtua saudara bekerja di mana?

Biasanya kalo berangkat jambrapa? Terus pulangnya jambrapa?

Kalau di rumah yang biasanya masak siapa? Yang nyapu, cuci piring dan nyuci baju siapa?

Apakah saudara pernah tinggal jauh dari keluarga? Pada saat itu apa yang saudara rasakan?

Apakah saudara pernah mengalami momen yang menurut saudara merupakan momen terbaik bersama dengan keluarga saudara? Bolehkah saya mendengarkan kisah tersebut?

Menurut saudara sendiri keluarga itu bagi saudara apa?


(59)

Saya ingin saudara bercerita tentang

hubungan saudara

dengan orangtua

saudara?

Menurut saudara ayah dan ibu saudara merupakan sosok yang seperti apa? Lalu perasaan apa yang saudara miliki terhadap ayah atau ibu saudara? Saudara sendiri merasa lebih dekat dengan ayah atau ibu saudara? Apa yang membuat saudara merasa lebih dekat dengan ayah atau ibu saudara? Apakah saudara sering ngobrol dengan ayah atau ibu saudara? Yang biasa diobrolkan tentang apa? Apakah ketika saudara memiliki masalah saudara bercerita atau curhat kepada ayah atau ibu saudara? Kalau iya apa yang membuat saudara mau bercerita kepada ayah atau ibu saudara. Kalau tidak apa yang membuat saudara tidak bercerita kepada ayah atau ibu saudara?

Pernahkah saudara mengalami konflik dengan orangtua saudara, ketika terjadi konflik tersebut apa yang saudara lakukan, lalu bagaimana konflik tersebut dapat terselesaikan?

Sekarang saya ingin saudara bercerita tentang

Saudara sendiri dulu waktu kecil lebih senang di rumah atau pergi keluar rumah (main), apa yang


(60)

43

pengasuhan dan cara mendidik orangtua yang saudara alami?

membuat saudara lebih senang di rumah? Apa yang membuat saudara lebih senang pergi keluar rumah (main)?

Kalau saudara mau pergi keluar rumah gitu apa yang saudara katakana kepada orangtua saudara? Kalau sekarang saudara lebih senang di rumah atau pergi main? Apa yang membuat saudara lebih senang di rumah? Apa yang membuat saudara lebih senang pergi main?

Di rumah sendiri ada aturan-aturan yang diterapkan oleh orangtua saudara enggak? apa aturan tersebut? Ketika saudara masuk SMP dan SMA sekolah yang saudara masuki merupakan pilihan saudara sendiri atau pilihan orangtua saudara? Apa yang saudara rasakan?

Ketika saudara masuk perguruan tinggi, jurusan yang saudara ambil merupakan pilihan saudara sendiri atau pilihan orangtua saudara? Apa yang dikatakan oleh orangtua saudara tentang jurusan yang saudara ambil?


(61)

saudara? Biasanya kalau keluar malam pulang jambrapa?

Pernah enggak saudara dimarahin oleh orangtua saudara karena pulangnya terlalu malam? Lalu apa yang saudara rasakan?

Menurut saudara

bagaimana pengasuhan dan cara didik orangtua yang selama ini saudara alami?

Apa yang saudara rasakan selama mendapatkan pengasuhan dan didikan dari orangtua saudara? Apakah saudara merasa senang dan puas dengan pengasuhan serta didikan yang orangtua berikan berikan kepada saudara?


(62)

45

G. Metode Analisis Data

Dalam analisis, analisis terbagi dalam dua tahapan besar, yang pertama adalah tahapan deskriptif dan yang kedua adalah tahapan interpretif (Smith, 2013):

1. Tahapan Deskriptif, meliputi:

a. Pembacaan keseluruhan data untuk menemukan alur cerita dari awal, tengah, dan akhir.

b. Menentukan tema keseluruhan dan tema khusus dengan melakukan pengkategorian terhadap tema yang di temukan (open coding) kemudian menghubungankan antar tema yang di temukan (axial coding) setelah itu menyusun sebuah cerita berdasarkan tema yang ditemukan (selective coding)

2. Tahapan Interpretif, meliputi:

a. Menghubungkan tema yang ditemukan dengan literatur teori yang lebih luas

b. Menemukan unsur khas, kemudian mengaitkan unsur-unsur khas tersebut


(63)

H. Refleksivitas Peneliti

Peneliti merupakan anak tunggal yang sejak kecil mengalami pengasuhan yang keras, pada saat masa kanak – kanak ketika peneliti melakukan kesalahan orangtua tidak segan untuk memarahi bahkan mencubit atau memukul peneliti menggunakan gutik atau bambu yang telah disediakan untuk memukul peneliti pada waktu itu. Pada waktu SMP dan SMA pun peneliti susah mendapatkan ijin untuk pergi bermain oleh orangtua, peneliti juga tidak diperbolehkan untuk keluar malam, pada saat tahun baru pun ketika teman – teman peneliti pergi bermain, peneliti tidak diperbolehkan untuk pergi bersama dengan teman – teman. Sehingga peneliti menjadi seorang individu yang akan berperilaku baik dan manis ketika di rumah, tetapi ketika di sekolah atau ketika bersama teman peneliti cenderung untuk berperilaku seperti membolos sekolah dan merokok di sekolah.

Oleh karena itu peneliti merasa lebih mudah dalam memahami apa yang disampaikan oleh partisipan dalam hal pengasuhan namun karena peneliti sebelumnya belum pernah menyalahgunakan narkoba pemahaman peneliti terhadap apa yang disampaikan partisipan tentang penyalahgunaan narkoba mungkin kurang tepat


(64)

47

I. Validitas Penelitian

Validitas penelitian merupakan pengecekan keakuratan hasil penelitian dengan menggunakan prosedur tertentu (Smith, 2013). Dalam hal ini peneliti menggunakan prosedur member checking untuk mengecek keakuratan penelitian ini, peneliti menanyakan kembali hasil temuan peneliti kepada partisipan, apakah sesuai dengan interpretasi partisipan secara pribadi atau tidak.


(65)

48

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode wawancara untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini terdapat 3 partisipan yang bersedia untuk di wawancara, sebelum di lakukan wawancara inti peneliti melakukan wawancara seleksi terlebih dahulu terhadap calon partisipan, untuk melihat pengalaman partisipan terhadap penyalahgunaan narkoba yang dilakukan nya. Setelah melakukan wawancara seleksi peneliti menentukan waktu untuk bertemu kembali dengan partisipan untuk melakukan penjelasan tentang informed consent. Informed consent berisi tentang identitas peneliti, tujuan penelitian, cara pengambilan data, hak dan kewajiban partisipan, kerahasian data dan tanggung jawab peneliti. Setelah partisipan bersedia dan telah menandatangani informed consent peneliti beserta partisipan melakukan wawancara inti terhadap partisipan.


(66)

49

Tabel 2

Pelaksanaan wawancara

Waktu Kegiatan Tempat

29/5/2016 Wawancara Seleksi, Saudara Adi Rumah Saudara Adi, Sleman

31/5/2016 Informed Consent dan Wawancara Inti, Saudara Adi

Rumah Saudara Adi, Sleman

19/8/2016 Wawancara Seleksi, Saudara Desta Rumah saudara Desta, Sleman 17/9/2016 Informed Consent dan Wawancara

inti Saudara Desta

Rumah saudara Desta, Sleman 3/10/2016 Wawancara Seleksi, Saudara Aldo Rumah saudara

Aldo, Sleman 20/10/2016 Informed Consent dan Wawancara

inti saudara Aldo

Rumah saudara Aldo, Sleman


(67)

B. Identitas Partisipan

Data dalam penelitian ini di peroleh dari tiga partisipan yang bersedia untuk diwawancara untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini. Partisipan dalam penelitian ini merupakan mantan penyalahguna narkoba seperti yang dijelaskan pada Bab III bagian C. Berikut profil dari ketiga partisipan yang ditulis menggunakan nama samaran

Tabel 3

Data Demografi Partisipan

Partisipan 1 Pasrtisipan 2 Partisipan 3 Nama

samaran

Adi Aldo Desta

Tempat, tanggal lahir

Sleman, 16 Oktober 1992

Sleman, 12 Desember 1992

Semarang, 22 Desember 1991

Pendidikan terakhir

SMA SMA SMA

Pekerjaan Mahasiswa Mahasiswa Wirausaha Narkoba

yang digunakan

Mushroom / jamur lethong

Ganja Pil dan

Mushroom / jamur lethong


(68)

51

1. Profil Partisipan a. Partisipan Pertama

Adi merupakan seorang pemuda yang menyalahgunakan narkoba alami, yaitu jamur lethong yang lebih sering di sebut dengan mushroom. Adi mulai menggunakan jamur lethong pada tahun 2010, saat itu adi mulai menggunakan nya bersama teman geng nya, adi saat itu tergabung dalam geng yang disebut “humorizt”. Pada saat itu ketika Adi nongkrong dengan geng nya, teman-teman geng nya mencoba jamur lethong tersebut sehingga Adi ikut mencoba mengonsumsinya, pada saat pertama kali mengonsumsi Adi menikmatinya “pengalaman pertama kali menggunakan, itu rasanya menyenangkan saja dulu pertama menggunakannya” namun lama kelamaan Adi merasa bosan. Adi biasanya bersama gengnya berkumpul atau nongkrong di daerah kampus UII jalan kaliurang, di sana Adi beserta gengnya kumpul minum – minuman keras dan mengonsumsi jamur tersebut, setelah itu biasanya Adi beserta gengnya melakukan touring menggunakan sepeda motor dan menggunakan atribut gengnya, dalam seminggu Adi mengaku bisa mengonsumsi jamur tersebut sebanyak dua kali. Adi mengaku selama menggunakan jamur tersebut tidak mengalami keinginan untuk mengkonsumsi jamur tersebut secara terus menerus, lalu pada tahun 2011 Adi berhenti mengkonsumsi jamur lethong, pada waktu itu Adi merasa sudah bosan dan merasa badannya menjadi mudah lemas kemudian Adi mulai mengurangi dan berhenti.


(69)

Sebelum Adi memasuki geng “humorizt” kegiatan sehari-hari Adi adalah sekolah, nongkrong bersama teman sekolah di warung makan indomie (warmindo), bermain game, dan membaca komik. Pada saat itu Adi juga sudah merokok dan mengonsumsi minuman keras tapi belum mengonsumsi jamur lethong. Pada waktu SMA Adi merasa orangtuanya terlalu mengatur-atur dirinya dan Adi menginginkan untuk mendapatkan hak, sehingga dia memberontak dengan cara memasuki geng “humorizt” tersebut. Setelah memasuki geng Adi mengaku mulai mengkonsumsi jamur lethong, kegiatan Adi setelah masuk geng tersebut adalah kumpul bersama teman geng nya, saat berkumpul itu mereka biasanya ngobrol sambil merokok, minum minuman keras dan, mengkonsumsi jamur lethong. Adi juga lebih banyak menghabiskan waktu bersama gengnya sehingga kegiatannya seperti bermain game dan membaca komik menjadi berkurang, Adi juga menjadi jarang di rumah. Pernah suatu ketika setelah Adi main bersama geng nya, Adi pulang dalam keadaan mabuk, ketika sampai di rumah orangtua Adi mengetahui bahwa Adi berada dibawah pengaruh alkohol, kemudian Adi dimarahi oleh orangtunya, lalu Adi menjadi ikut marah dan melawan orangtua yang memarahinya.

Saat ini Adi sudah berhenti mengkonsumsi jamur lethong tersebut dan, dia sekarang masih menjadi mahasiswa di sebuah Universitas di Daerah Istimewa Yogyakarta


(70)

53

b. Partisipan Kedua

Aldo merupakan pemuda yang menyalahgunakan narkoba alami jenis ganja, dulu biasanya dia menggunakan di kos bersama dengan temannya, pada saat pertama kali menggunakan dia ditawarin oleh teman kos nya dan dia mencoba menggunakan nya. Aldo menggunakan ganja selama 2 sampai 3 bulan, dalam satu minggu biasanya Aldo mengonsumsi ganja satu sampai dua batang, menurutnya saat menggunakan ganja dirinya menjadi seperti tidak punya beban dan menjadi lebih mudah dalam mengatasi masalah. Kegiatan Aldo sehari – hari adalah kuliah, mengerjakan tugas, dan terkadang dirinya mengamen di km 0 menggunakan reptile. Perilaku mengkonsumsi ganja yang dilakukan Aldo tidak mengganggu atau merubah kegiatan keseharian nya.

Setelah menggunakan ganja beberapa kali Aldo pernah merasa pengap dan susah tidur, tapi disisi lain dirinya juga merasa setelah beberapa kali menggunakan ganja itu dirinya menjadi lebih konsentrasi dan menjadi tidak pelupa, selain itu dirinya juga merasa nafsu makannya menjadi tinggi sehingga membuat dirinya menjadi lebih gemuk. Lalu ketika Aldo memiliki pacar, pacarnya mengetahui bahwa dirinya menggunakan ganja, lalu pacar Aldo meminta kepada dirinya untuk berhenti mengkonsumsi ganja, akhirnya Aldo pun berhenti menggunakan ganja. Saat ini Aldo masih berstatus sebagai mahasiswa di salah satu Universitas di Daerah Istimewa Yogyakarta


(71)

c. Partisipan Ketiga

Desta saat ini merupakan seorang suami dan ayah bagi istri dan anaknya. Dulu saat masih sekolah dirinya pernah menggunakan narkoba yang sering disebut dengan jamur lethong atau mushroom dan pil. Pada saat itu dirinya ditawari oleh teman sekolahnya, lalu dirinya mencoba untuk menggunakan dan setelah menggunakan dirinya merasakan kenikmatan dari narkoba tersebut dan akhirnya dirinya mengkonsumsi narkoba tersebut secara terus menerus. Biasanya dalam satu minggu dirinya bisa mengkonsumsi sebanyak 2 kali, setelah menggunakan beberapa kali ketika dirinya tidak menggunakan dirinya akan merasa bingung, gelisah, dan takut. Ketika dia kehabisan stok pun dia akan pinjam uang temannya untuk membeli narkoba atau menggunakan uang spp untuk membeli narkoba, jika memang narkoba nya tidak ada dirinya akan mengkonsumsi apapun yang memabukan, misalnya minum CTM sebanyak 6 biji bersamaan dengan kopi, ngelem, atau meminum sprite bersama dengan antimo.

Kegiatan keseharian Desta sebelum menggunakan narkoba biasanya adalah sekolah dan bekerja sambilan disebuah toko, tapi setelah dia mulai mengkonsumsi narkoba dirinya setiap hari hanya berkelai dengan temannya atau dengan orang lain.

Setelah mengkonsumsi narkoba dirinya merasa ada perubahan pada dirinya yaitu menjadi lebih pemarah, menjadi pelupa, dan berat badan nya menurun. Tidak hanya itu dirinya juga pernah masuk rumah sakit


(72)

55

karena muntah darah. Setelah lulus sekolah dirinya bekerja dan kemudian setelah itu dirinya memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya dan dirinya dikaruniai seorang anak perempuan, saat itu istrinya mendorong dirinya untuk berhenti menggunakan dan dirinya juga merasa sudah memiliki tanggung, akhirnya dirinya berhenti mengkonsumsi narkoba


(1)

bantu – bantu pekerjaan rumah karena sudah terlanjur terbawa disiplin, lalu ketika sudah selesai baru dia tidur lagi.

Ketika masuk SD sekolah Aldo dipilihkan oleh orangtuanya “ditentuin

soalnya deket rumah”, lalu ketika memasuki SMP dia memilih sekolahnya sendiri,

dengan arahan dan penjelasan tentang sekolahan yang akan dipilihnya “milih

sendiri sih mas sama diarahin sama orangtua, kalau disini gini kalau disini gini, jadi saya diarahin terus saya mikir sendiri terus akhir e saya milih sendiri”, hal ini juga berlaku ketika Aldo memasuki SMA dan Perguruan Tinggi atau Kuliah, karena Aldo memilih sekolahnya sendiri dia menjadi merasa bertanggung jawab

karena itu merupakan pilihan nya sendiri “saya jadi punya tanggung jawab sendiri, spalnya ya itu kan pilihan saya sendiri”.

Ketika kuliah Aldo pernah ngekos karena kampus nya lumayan jauh, walaupun masih satu kota, dia merasa capek dijalan, oleh karena itu dia memutuskan untuk nge kos. Saat dia kos Aldo merasakan perbedaan dengan di rumah, karena saat kos Aldo harus hidup mandiri. Pada saat ngekos ini pula Aldo mulai mencoba mengonsumsi narkoba, tahun 2013 lah Aldo mencoba

mengonsumsi narkoba jenis ganja untuk pertama kali nya, pada saat itu “biasa lah

anak kuliah mesti pusing sama tugas kuliah, tambah lagi ada masalah di rumah, terus ada temen kos yang nawarin, ya terus nyoba akhirnya penasaran juga

soalnya”, ketika pertama kali mencoba menggunakan ganja tersebut satu linting lalu Aldo merasakan “kayak gak punya beban gitu rasanya, terus gaktau kenapa

juga saya jadi bisa mudah mengatasi masalah masalah yang bikin pikiran mas”,

setelah itu biasanya dalam satu minggu Aldo menggunakan sebanyak 1 kali ketika

sedang pusing, biasanya 1 sampai 2 batang, ketika habis “yaudah gak makek lagi,

lain waktu baru beli lagi kalau mau pakai”. Biasanya Aldo mengonsumsi ganja di

kos bersama dengan temannya, ketika Aldo tidak mengonsumsi ganja dia merasa biasa saja, tidak ada keinginan untuk menggunakan nya secara terus menerus. Kegiatan Aldo sebelum mengonsumsi ganja biasanya adalah kuliah, mengerjakan tugas, main, dan terkadang ngamen menggunakan reptile (jasa foto dengan reptile), setelah Aldo mengonsumsi ganja, tidak ada perubahan kegiatan yang


(2)

dialaminya, kegiatan nya masih seperti biasanya. Setelah mengonsumsi ganja

berulang kali terkadang dia merasakan “dada pengap, sama susah tidur”, pernah juga dia mengalami “sesak nafas tapi Cuma sebentar”, selain itu setelah dia

mengonsumsi ganja kurang lebih selama 2 sampai 3 bulan dia merasakan ada perubahan pada dirinya, yaitu “dulu itu jadi lebih bisa konsentrasi saya mas, bikin selow sama jadi gak pelupa mas, oya sama jadi doyan makan hahaha bikin tambah

gemuk”, kemudian Aldo memiliki pacar dan pacarnya tersebut tahu bahwa Aldo mengonsumsi ganja, lalu dia disuruh berhenti mengonsumsi ganja oleh pacarnya, akhirnya Aldo memutuskan untuk berhenti mengonsumsi.

Menurut Aldo dia senang dengan cara didik yang diterapkan oleh kedua

orangtuanya “ya seneng, seneng mas”, menurutnya dengan cara didik yang

diterapkan oleh orangtuanya dia “jadi punya quality time sendiri, puas, terus quality timesama keluarga juga dapet terus apa ya, disiplin nya tetep dapet”. Aldo sendiri juga memiliki keinginan dari orangtuanya yaitu, dia ingin orangtuanya tinggal bersama karena sebentar lagi dia akan lulus kuliah dan mungkin akan langsung kerja, sehingga dia ingin ayah dan mama nya tinggal bersama biar enak dan bisa menikmati hidup.

Narasi Desta

“Saya itu orangnya gimana ya, cuek sama orang lain, sifat itu sudah

tertanam sejak kecil orangtua saya itu orangnya juga kayak gitu” Desta bercerita tentang dirinya bahwa dia merupakan orang yang cuek terhadap orang lain dan sifat itu sudah ternanam sejak kecil pada Desta, terlebih dengan tetangga yang suka ngrumpi membicarakan tentang keluarganya orangtua Desta akan cuek dan

diam saja “apalagi sama tetangga – tetangga, cueknya itu kalau pada ngrumpi gitu kita cuek aja, pada diceritain ke orang – orang gimana keluarga saya”, kemudian

Desta bercerita “dulu waktu kelas 1 SD, pernah orangtua kerja jauh dan saya

ditinggal dititipin kepada budhe saya”, pada saat itu Desta merasa bahwa “tinggal


(3)

pokoknya”, Desta tinggal bersama budhe nya selama kurang lebih satu tahun dan

orangtuanya menengok hanya setiap hari sabtu. Menurut Desta sendiri keluarga

itu “tempat terindah buat njalanin kehidupan di bumi ini mas” karena “ha dari

kecil sampai besar sekarang diasuh orangtua kita bercanda bareng, kalo ada masalah kita bisa sharing bersama, kita cari solusi bersama – sama, pokoknya

susah senang itu di keluarga enak lah”, pernah pada suatu malam Desta beserta

kedua orangtuanya dan adiknya sedang menonton televisi bersama, dan saat itu yang ditonton merupakan acara komedi dan mereka saat menonton itu saling

tertawa bersama dan saling mengejek satu dengan yang lain “eh kita tu sekeluarga

bisa ejek – ejekan tertawa bareng gitu mas, ha itu momen paling indah kalo di

keluarga ya itu” menurut Desta momen itu merupakan momen terindah saat bersama keluarga. Didalam keluarga Desta juga terdapat aturan – aturan yaitu

“gak boleh merokok di dalam rumah, sama harus njalanin kewajiban sholat 5 waktunya harus tertib”

Hubungan antara Desta dengan kedua orangtuanya baik – baik saja,

menurut Desta ayah merupakan sosok yang “keras, cuek tapi ada positifnya juga dari kekerasan yang diberikan oleh ayah saya itu”, walaupun Desta menganggap

ayahnya merupakan sosok yang keras, menurutnya kekerasan yang diberikan oleh ayahnya itu memiliki tujuan yang baik “sisi positif kekerasan bapak saya itu, eh contohnya saya sama adik saya lupa untuk njalani sholat ha sampai dipukul Cuma untuk ibadah itu mas, ha itu kan sebenarnya juga kewajiban kita mas, itu

pendekatan kita sama yang Kuasa”,Desta juga mengatakan bahwa dia sayang

terhadap ayahnya. Ibu Desta merupakan sosok yang “penyayang, baik, ya

pahlawan bagi saya, saat saya sakit ibu selalu ada saya ada masalah ibu juga selalu

ada”, Diantara ayah dan ibu Desta juga mengatakan bahwa lebih dekat ibu karena

“kalau di rumah kan seringnya ketemu sama ibu, kalau ayah kan kerja jadi aku

sama ibu itu ketemu terus bercanda bareng sama ibu”, ibu Desta merupakan

seorang ibu rumah tangga yang keseharian nya melakukan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan mencuci baju dll, kecuali pakaian Desta yang dicuci nya sendiri, sedagkan ayah Desta bekerja sebagai karyawan di salah satu universitas swasta di Yogyakarta.


(4)

Desta juga biasanya sering mengobrol dengan ibunya, bahan yang menjadi obrolan dengan ibu ketika pada masa – masa sekolah biasa nya adalah masalah pendidikan seperti kegiatan sekolahnya bagaimana dan nilai – nilai sekolahnya, lalu sekarang setelah Desta lulus dan bekerja yang biasa di obrolkan dengan ibunya adalah masalah pekerjaan. Desta tidak menceritakan masalah seperti masalah percintaan kepada kedua orangtuanya, tapi biasanya Desta bercerita kepada orangtuanya tentang “masalah kayak pekerjaan gak enak, apalagi ada tagihan utang ha biasanya cerita sama ibu sama ayah”

Menurut Desta ibu dan ayah mengasuh dengan penuh kasih sayang

contohnya itu seperti “kalau itu kita ada masalah ibu selalu mendukung, ibu selalu dibelakang ayah pun juga gitu”, tapi ayah Desta cenderung lebih keras dalam

mendidik, jika Desta melakukan kesalahan yang keterlaluan maka ayahnya akan memukulnya, jika tidak beliau hanya akan menggertak saja, disisi lain Desta

sendiri juga menyadari bahwa dirinya memang perlu dikerasin karena “saya

sendiri orangnya kalau gak dikerasin gak sadar –sadar ”. dulu Desta lebih senang bermain daripada di rumah tapi sekarang dia lebih senang di rumah daripada main

“kalau dulu itu seringnya main ya tahu sendiri kan mas kalau ehm masa – masa senengnya main kan temen nya banyak gitu, tapi kalau sekarang ya pengennya di rumah bareng –bareng sama keluarga”, biasanya dulu ketika Desta pergi main dia juga pamit dengan kedua orangtuanya sebelum pergi. Desta juga diperbolehkan keluar malam, tapi dia juga sering dimarah oleh orangtuanya karena pulang terlalu malam “pernah mas dulu, waktu sekolah pernah, sering malahan malahan”.

Ketika memasuki SMP dan SMA Desta memilih sekolahnya sendiri, pada saat itu desta mencari sekolah bersama teman – temannya dan dia merasa “seneng aja mas, soalnya nyari sekolahnya bareng – bareng sama temen” dan orangtua Desta juga memperbolehkan Desta memilih sekolahnya sendiri.

Lalu saat SMA pada tahun 2009 lah Desta mencoba menggunakan

narkoba, narkoba yang digunakan oleh Desta adalah “mushroom itu mas, sama

pil”, pada waktu itu Desta diajak oleh temannya untuk mencoba “jadi dulu itu ceritanya saya diajak temen untuk nyobain”, setelah mencoba Desta merasakan


(5)

“pikiran itu rasanya jadi ringan, rasanya itu kayak gakpunya masalah gitulah”,

kemudian karena Desta merasakan kenikmatan dari menggunakan narkoba dia

menggunakan nya lagi “makanya saya terus pakainya keterusan hehehe”, ketika pertama kali Desta menggunakan narkoba itu dia mengkonsumsi “pil nya 1 biji

kalau mushroomnya 5 buah”, cara Desta mengkonsumsi narkoba adalah dengan

cara “pakainya kalau mushroom biasanya digoreng sama telur mas, terus dimakan gitu aja, kalau enggak ya dibuat jus dicampur pop ice terus diminum, kalau yang

pil diminum gitu aja, diminum pakai kopi”. Pada waktu itu biasanya setelah

pulang sekolah Desta pergi ke kos temannya dan disitulah Desta biasanya menggunakan narkoba bersama temannya, atau biasanya “sebelum nonton konser

gitu biasanya pake dulu sebelum nonton”, dalam satu minggu Desta bisa

menggunakan narkoba sebanyak 2 kali dalam seminggu, lalu ketika Desta tidak

menggunakan narkoba “rasanya bingung, gelisah sama takut” dan “badan e itu rasane lemes, mau beraktifitas itu rasanya gak bersemangat”, jika saat narkoba nya habis Desta akan “biasanya ya terus pinjem uang temen buat beli lagi” atau “uang yang buat bayar SPP tak playokke buat beli dulu mas hahahaha. Kalau pas bener – bener gak ada bener ya biasanya minum obat tidur CTM, sekali minum 6 biji sama kopi terus rasanya terbang – terbang gitu”, pokoknya saat Desta kehabisan narkoba dia akan mengkonsumsi apapun yang memabukan seperti mengkonsumsi CTM, ngelem, atau meminum antimo bersama sprite. Ketika Desta menggunakan narkoba lagi jumlah yang dia konsumsi semakin banyak,

karena katanya “soalnya kalau Cuma makan 1 pil gitu udah gak ada efeknya,

makanya nambah lagi mas”, ketika menggunakan narkoba tersebut Desta merasakan menjadi lebih bergairah dan semangat saat beraktifitas, sebelum Desta menggunakan narkoba kegiatan keseharian nya adalah sekolah dan melakukan kerja sambilan di sebuah toko pakaian, lalu setelah menggunakan narkoba tersebut

setiap hari kegiatan yang dilakukan Desta “tiap hari kerjaannya Cuma berantem aja mas”, pada saat itu juga Desta pernah berkelahi dengan adiknya karena berada dibawah pengaruh narkoba. Setelah menggunakan narkoba berualng kali Desta

merasakan ada perubahan pada dirinya yaitu “jadi lebih pemarah, terus jadi gampang lupa sama berat badan jadi turun”, selain itu Desta juga pernah


(6)

mengalami muntah darah kemudian saat sakit itu Desta tidak menggunakan narkoba dulu.

Setelah lulus dari SMA Desta mengalami konflik dengan ayahnya, ayahnya menginginkan Desta untuk melanjutkan kuliah, namun Desta sendiri merasa bahwa dirinya sudah tidak mampu lagi jika harus melanjutkan kuliah, akhirnya Desta beserta kedua orangtuanya dan adiknya membicarakan masalah ini bersama, kemudian ibu Desta menanyakan lebih mantap nya bekerja atau kuliah lalu Desta pun mengatakan bahwa dirinya lebih mantap untuk bekerja dan ayahnya pun akhirnya memperbolehkan Desta untuk bekerja dan tidak memaksanya untuk melanjutkan kuliah. Setelah bekerja Desta memutuskan untuk menikah dengan kekasih nya, setelah menikah Desta di karuniai seorang anak kemudian pada tahun 2014 Desta memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi narkoba karena dorongan dari istrinya untuk berhenti, selain itu Desta juga merasa memiliki tanggung jawab kepada anak dan istrinya, akhirnya Desta pun berhenti menggunakan narkoba.

Menurut Desta kedua orangtuanya merupakan orangtua yang hebat karena

“bisa mendidik anak sekeras saya”, walaupun Desta ngeyel tapi orangtuanya mampu untuk membuat nya sadar, cara yang digunakan oleh orangtuanya adalah dengan membicarakan nya dengan baik – baik tapi jika dia sudah melakukan kesalahan yang berat makan ayahnya tidak segan – segan untuk memukulnya agar bisa sadar. Desta sendiri juga merasa puas dengan cara didik yang diterapkan oleh kedua orangtuanya hanya saja dia menginginkan orangtuanya untuk mendidik adiknya dengan cara yang sama seperti saat orangtuanya mendidik nya, karena

menurut Desta adiknya yang terlihat diam sebenarnya lebih “berandal” daripada

dirinya, oleh karena itu Desta ingin orangtuanya mendidik adiknya dengan cara yang sama