Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental

(1)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

SEBAGAI PERSIAPAN IMPLAN DENTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

Mardi 050600133

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2009

Mardi

Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental ix + 30 halaman

Transposisi nervus alveolaris inferior adalah suatu prosedur untuk memindahkan nervus alveolaris inferior dari posisi semula ke posisi yang baru dengan tujuan menyediakan tinggi tulang yang lebih adekuat untuk pemasangan implan dan mengurangi resiko cedera syaraf.

Resiko yang selalu mengikuti prosedur bedah ini adalah kerusakan nervus alveolaris inferior, yang mengakibatkan gangguan neurosensoris kepada nervus mentalis, yaitu berupa disfungsi sementara maupun permanen yang biasanya dikeluhkan pasien, yaitu di bibir bawah dan dagu.

Teknik transposisi nervus alveolaris inferior memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik bedah untuk persiapan implan lainnya, yaitu teknik ini tidak memakan waktu yang lama dan lebih murah bila ditinjau dari segi biaya, namun kekurangan teknik ini adalah dapat terjadi gangguan sementara maupun permanen pada nervus alveolaris inferior dan cabang – cabangnya setelah tindakan operasi. Daftar Pustaka : 20 ( 1989 – 2008 )


(3)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 30 Januari 2009

Pembimbing : Tanda Tangan

Indra Basar Siregar,drg., M.Kes ... NIP. 130 535 865


(4)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 30 januari 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Shaukat Oesmani Hasbi, drg., Sp.BM ANGGOTA : 1. Eddy A. Ketaren,drg.,F.I.C.D

2. Indra Basar Siregar, drg.,M.Kes


(5)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis kepada Tuhan Sang Pencipta Alam atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini telah selesai disusun dengan segala keterbatasan dalam rangka memenuhi kebutuhan penulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Dalam penulisan skripsi ini, kiranya tidaklah terlalu berlebihan jika penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua tercinta, Ayahanda Acap dan Ibunda Marlina yang telah mengorbankan segalanya sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran gigi di Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan.

Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membimbing, mengarahkan serta memberikan dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah begitu banyak meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Eddy A. Ketaren, drg., SpBM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi USU.

3. Epita Sarah Pane, drg., MDSc selaku dosen pembimbing akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.


(6)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

4. Seluruh staf pengajar di FKG USU, khususnya di Departemen Bedah Mulut atas ilmu dan didikan yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

5. Saudara-saudaraku : Syanti, Widya, Megawati yang selalu mendukung dan memberi semangat kepada saya.

6. Adinda yang kusayangi, Ivanna, dan sahabat-sahabatku Jilly, Eko, Haekal, Fernando, Hanri, Edward, dan teman-teman stambuk 2005 lainnya dan segala pihak yang telah memberikan semangat kepada penulis.

Medan, 15 November 2008 Penulis,

( Mardi ) NIM : 050600133


(7)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI...

KATA PENGANTAR... iv

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL... ix

BAB 1 : PENDAHULUAN... 1

BAB 2 : NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 2.1. Anatomi... 3

2.2. Tipe-tipe cedera saraf... 7

BAB 3 : TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 3.1. Indikasi... 12

3.2. Kontraindikasi... 15

3.3. Keuntungan... 15

3.4. Kerugian... 16

BAB 4 : PROSEDUR PEMBEDAHAN PADA TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR 4.1. Persiapan pembedahan... 17

4.2. Teknik pembedahan... 19

4.3. Perawatan pasca bedah... 24

4.4. Komplikasi... 25


(8)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009


(9)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR Halaman

1. Anatomi nervus trigeminus... 6

2. Divisi mandibula dari nervus trigeminus... 7

3. Struktur serabut syaraf... 9

4. Klasifikasi cedera syaraf... 9

5. Foto panoramik prabedah... 18

6. Pembuatan flap... 19

7. Osteotomi di sekitar foramen mandibula dan kanalis mandibula... 20

8. Retraksi nervus alveolaris inferior... 21

9. Insersi implan... 22

10. Cangkok tulang setelah implan ditanam... 23

11. Penjahitan. ... 23

12. Gambaran setelah 8 bulan pembedahan... 24


(10)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

TABEL Halaman

1. Klasifikasi cedera syaraf... 11 2. Cedera syaraf, penyembuhan, dan tindakan bedah... 11


(11)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

BAB 1 PENDAHULUAN

Implan dental telah dikenal sejak tahun 1940. Tipe implan dental di saat itu masih tipe cobalt chrome subperiostal implant. Implan dental terus berkembang, dan pada tahun 1960 dikenalkan titanium blade implant. Pada tahun 1977, Profesor Branemark menemukan implan dental tipe osteointegration (endosseus) yang diyakini mengungguli tipe – tipe implan sebelumnya dikarenakan oleh tingkat keberhasilannya yang tinggi. Oleh karena itu, osteointegrasi implan masih dipakai sampai sekarang ini.1,2

Indikasi dari pemasangan implan dental adalah intoleransi atau ketidakstabilan gigi tiruan dalam rongga mulut yang parah, pencegahan terhadap resopsi linggir pada pasien muda atau di bawah 45 tahun dan resopsi pada satu rahang yang antagonisnya gigi asli dengan prognosis baik, developmental anomalies ( oligodontia dan celah palatum ), trauma yang menyebabkan kehilangan gigi dan jaringan pendukung gigi, kehilangan seluruh gigi pada satu sisi rahang yang sulit ditangani dengan cara yang lain, dan cacat maksilofasial.1

Kontraindikasi dari pemasangan implan adalah pasien dengan penyakit diabetes yang tidak terkontrol, riwayat merokok yang berat, penyinaran rahang sebelum pemasangan implan, kelainan psikologis, resopsi tulang yang parah pada pasien yang menolak prosedur cangkok tulang.2

Pada kasus – kasus tertentu, prosedur pemasangan implan dental tidak dapat dilaksanakan begitu saja, terutama pada osteointegration implant, seperti dalam kasus resopsi mandibula yang parah. Oleh karena itu diperkenalkanlah beberapa teknik untuk


(12)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

memperbaiki kondisi mulut pasien sebelum dipasangkan implan dental. Teknik-teknik tersebut adalah pencangkokan tulang ( augmentasi maksila / mandibula dan bone graft ) dan pemindahan batang syaraf mandibula ( transposisi nervus alveolaris inferior, atau yang disebut juga dengan lateralisasi atau reposisi nervus alveolaris inferior ).1,2,3,4,5

Transposisi nervus alveolaris inferior pertama kali dikenalkan oleh Jensen dan Nock di tahun 1987. Sejak diperkenalkannya teknik ini, banyak pasien yang sebelumnya kontraindikasi untuk pemasangan implan dental, oleh karena resopsi mandibula yang parah, menjadi dapat dipasangkan implan dental.6

Saat ini, transposisi nervus tidak hanya dilakukan untuk keperluan implan saja, dapat juga dipakai untuk bedah preprostetik ( menurunkan batang syaraf mentalis ), bedah orthognasi ( lower border shaving dan total mandibular subapikal osteotomi ), anastomosis atau memperbaiki gangguan nervus alveolaris inferior, dan pemeliharaan nervus alveolaris inferior pada bedah neoplasma di posterior mandibula.7


(13)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

BAB 2

NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

Nervus alveolaris inferior adalah cabang yang terbesar dari divisi poterior dari nervus mandibularis yang menginervasi gigi – geligi dan jaringan pendukungnya di regio mandibula.8

2.1 Anatomi

Nervus mandibularis atau divisi ketiga dari syaraf trigeminus, cabang yang terbesar berasal dari bagian inferior ganglion semilunar ( Gasseri ) yang merupakan syaraf sensoris dan cabang yang kecilnya merupakan syaraf motorik yang sebagian bercampur satu sama lain di bawah ganglion. 8,9

Nervus mandibularis terbagi atas cabang yang kecil anterior dan cabang yang besar posterior. Cabang anterior adalah syaraf motoris utama, kedalamnya hampir seluruh portio yang asli yaitu nervus masentrikus, nervus temporalis profundi, dan nervus pterigoideus eksternus, yang mengandung hanya beberapa serabut yang tidak motoris, yaitu syaraf sensoris sejati muskulus buksinatorius. Cabang anterior ini lebih kecil dari cabang posterior dan mensuplai otot – otot pengunyahan, kulit, membran mukosa pipi, gingiva bukal dan molar rahang bawah. 8,9

Cabang – cabang dari bagian anterior nervus mandibularis ini adalah:8,9

a. Nervus mesenterikus. Nervus mesenterikus dan nervus pterigoideus lateralis biasanya keluar bersama – sama nervus temporalis profundus posterior, melalui bagian horizontal lateral facies infratemporalis dari tulang sphenoid dan kemudian terus ke


(14)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

bagian lateral dan bawah melalui insisura mandibula ke permukaan medial muskulus masseter dan memberikan satu dan dua hubungan untuk persendian rahang.

b. Nervus temporalis profundi. Nervus ini mula – mula berjalan lateral seperti nervus Massentrikus dan kemudian membelok vertikal ke atas dan akhirnya terpencar beranastomose dengan yang lain dalam muskulus temporalis.

c. Nervus buksinatorius, berjalan ke bawah, ke depan dan ke lateral. Nervus ini berada di antara kedua kepala dari muskulus pterigoideus eksternal yang mana setentang dari dataran oklusal gigi molar dua dan gigi molar tiga mandibula. Nervus ini memberikan cabang – cabangnya melalui muskulus buksinatorius kepada membran mukosa daripada pipi, ke kulit sudut mulut dan kulit yang menutupi muskulus buksinatorius.

Cabang posterior hampir seluruhnya bersifat sensoris hanya sedikit yang membawa serabut motoris. Cabang – cabang bagian posterior nervus mandibularis yaitu:8

a. Nervus aurikulotemporal, muncul agak di bawah foramen oval dari linggir posterior nervus mandibularis. Nervus ini mula – mula berjalan ke belakang dan agak ke bawah permukaan medial muskulus pterigoideus eksternus dan prosesus kondiloideus mandibula di atas arteri maksilaris interna, membelok ( melengkung ) di sekeliling kolum prosesus kondiloideus, mula – mula ke bagian lateral, kemudian ke atas malalui kelenjar parotis atau tertutup oleh kelenjar parotis dan akhirnya menuju bersama – sama dengan arteri temporalis superfisialis, ke atas kulit pelipis.

b. Nervus lingualis adalah syaraf lebih kecil dari dua cabang syaraf bagian posterior dari nervus mandibularis, nervus ini berjalan pada sisi medial dari muskulus


(15)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

pterigoideus internus dan ramus mandibula sedikit mebelok ke bawah dan ke depan melalui bagian bawah muskulus milopharingeus dan di bawah membrana mukosa dasar mulut, berjalan ke depan di atas muskulus milohioideus dan kelenjar submaksilaris mengelilingi duktus submaksilaris sebelah lateral dan ke bawah berpencar menjadi cabang – cabang terminalnya. Di atas muskulus pterigoideus bergabung dengan khorda timpani yang menghampiri nervus ini dengan membuat sudut yang tajam dari belakang dan atas. Nervus lingualis merupakan serabut – serabut sensoris yang asli dan serabut – serabut perasa ( pengecap ) dari dua pertiga anterior lidah dan juga menginervasi lingual dari mandibula.

c. Nervus alveolaris inferior adalah cabang yang terbesar dari cabang divisi poterior dari syaraf mandibula, mula – mula melalui permukaan medial dari muskulus pterigoideus eksternus dan dari arteri maksilaris interna, kemudian di antara ramus mandibula dan muskulus pterigoideus internus, sedikit membengkok, dan ke bawah menuju ke foramen mandibula kemudian ke bagian depan di dalam kanalis mandibula bersama – sama dengan arteri dan vena, dekat dengan foramen mental, nervus alveolaris inferior terbagi atas nervus mental dan cabang kecil gigi insisivus yang mana berlanjut menyusuri tulang dan ginggiva bagial labial.

Nervus alveolaris inferior mengadakan cabang – cabang:8

1. Nervus milohioideus, berasal dari nervus alveolaris inferior tepat sebelum masuk ke foramen mandibularis dan turun ke bawah dan ke depan di dalam sulkus milohioideus mandibula, mula – mula lateral dari muskulus pterigoideus internus, kemudian di bawah muskulus milohioideus dan akhirnya menambah venter anterior muskulus digastrikus.


(16)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

2. Rami dentalis inferior dan rami gingivalis inferior, yang berjalan di dalam kanalis mandibula yang menginervasi gigi molar, premolar, prosesus alveolaris dan periosteum dan masuk ke tiap – tiap akar gigi yang akhirnya membentuk pleksus dentalis inferior di atas nervus mandibularis.

3. Nervus mentalis, adalah cabang yang terbesar, meninggalkan kanalis mandibula melalui foramen mentalis, ditutupi muskulus triangularis. Nervus ini membelah menjadi rami labialis inferior yang berjalan ke bagian atas untuk kulit dan membrana mukosa bibir bawah.

Gambar 1. Anatomi nervus trigeminus.

Coutsoukis P. The trigeminal nerve. 2007


(17)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 2. Divisi mandibula dari nervus trigeminus. Coutsoukis P. The trigeminal nerve. 2007

2.1 Tipe-tipe Cedera Syaraf

< http://www.theodora.com/anatomy/the trigeminal nerve.html>

Sampai saat ini tidak ada sistem klasifikasi yang dapat menggambarkan variasi-variasi dari cedera syaraf. Kebanyakan sistem klasifikasi mengukur derajat cedera syaraf berdasarkan gejala-gejala, patologi, dan prognosis. Di tahun 1943, Seddon memperkenalkan sistem klasifikasi cedera syaraf berdasarkan tiga tipe utama dan menilai ada atau tidak kontinuitas dari syaraf tersebut. Tiga tipe tersebut adalah :10,11

1. Neuropraxis

Neuropraxis terjadi bila ada gangguan konduksi impuls syaraf di serabut syaraf, dan penyembuhan terjadi tanpa degenerasi wallerian. Neuropraxis adalah tipe cedera


(18)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

syaraf yang paling ringan. Neuropraxis dapat disebabkan oleh lesi biokimia yang diakibatkan oleh kontusio atau cedera berupa getaran di serabut syaraf. Terjadi kehilangan fungsi syaraf sementara yang reversibel terjadi dalam berjam-jam atau berbulan-bulan ( pada umumnya 6-8 minggu ). Gangguan pada fungsi motorik biasanya lebih banyak dibandingkan dengan fungsi sensorik. Regenerasi spontan terjadi dalam waktu 1 – 4 bulan.

2. Axonotmesis.

Axonotmesis melibatkan kehilangan kontinuitas dari akson dan pembungkus myelin, jaringan ikat syaraf tidak ikut terlibat ( jaringan encapsulating, epineurium dan

perineurium ). Oleh karena kehilangan sambungan akson, degenerasi wallerian terjadi.

Kehilangan kedua fungsi motorik dan sensorik lebih cenderung mengarah ke axonotmesis daripada neuropraxia, dan penyembuhan terjadi hanya melalui regenerasi dari akson, yaitu proses yang memerlukan waktu. Axonotmesis merupakan kerusakan yang lebih hebat daripada neuropraxia. Lesi proksimal dapat tumbuh ke arah distal secepat 2 sampai 3 mm sehari dan lesi distal selambat 1,5 mm sehari. Regenerasi memerlukan waktu beberapa minggu. Penyembuhan terjadi dalam 4-9 bulan.

3. Neurotmesis

Neurotmesis adalah lesi yang lebih parah, tetapi masih dapat sembuh. Neurotmesis terjadi pada kontusio yang parah, luka robek, dan laserasi. Tidak hanya axon, tetapi jaringan ikat encapsulating juga kehilangan kontinuitas. Saraf tepi mengalami disorganisasi berat hingga regenerasi tak dapat terjadi. Ini bisa karena sajatan, tusukan, traksi ataupun penyuntikan saraf yang diikuti pembentukan skar. Segmen yang terkena harus dieksisi sebagai bagian perbaikan secara bedah. Pada


(19)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

neurotmesis terdapat kehilangan seluruhnya fungsi motorik, sensorik, dan autonom. Untuk kasus neurotmesis lebih baik menggunakan klasifikasi yang baru, yang lebih lengkap, disebut dengan sistem Sunderland.

Gambar 3. Struktur serabut syaraf.

Jurewicz R. Nerve Injury Classification. 2007 <http://nervestudy.com/topics/nerveinjuryclass.htm>

Gambar 4. Klasifikasi cedera syaraf. Animous. Injury. 2009


(20)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Klasifikasi cedera syaraf menurut sistem Sunderland adalah :10,11 1. First-degree

Disebut juga neuropraxia, berupa kerusakan pada serabut myelin, hanya terjadi gangguan konduksi syaraf tanpa terjadinya degenerasi Wallerian. Syaraf akan sembuh dalam hitungan hari setelah cedera, atau sampai dengan empat bulan. Penyembuhan akan sempurna tanpa ada masalah motorik dan sensorik.

2. Second-degree

Disebut juga axonotmesis, terjadi diskontinuitas myelin dan aksonal, tidak melibatkan jaringan encapsulating, epineurium dan perineurium, juga akan sembuh sempurna. Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat dari pada cedera

first-degree.

3. Third-degree

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera juga akan sembuh dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian. Penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor, seperti semakin rusak syaraf, semakin lemah pula penyembuhan yang terjadi.

4. Fourth-degree

Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium. Cedera derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan syaraf, yang menghalangi penyembuhan.

5. Fifth-degree

Cedera ini melibatkan pemisahan sempurna dari syaraf, seperti syaraf yang terpotong. Fourth-degree dan Fifth-degree memerlukan tindakan operasi untuk sembuh.


(21)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Tabel 1. Klasifikasi cedera syaraf 11 Derajat cedera

syaraf

Myelin Akson endoneurium perineurium epineurium

I; Neuropraksia +/- tidak tidak tidak tidak

II; Axonotmesis ya ya tidak tidak tidak

III ya ya ya tidak tidak

IV ya ya ya ya tidak

V; Neurotmesis ya ya ya ya ya

Tabel 2. Cedera syaraf, penyembuhan, dan tindakan bedah 11 Derajat cedera

syaraf

Penyembuhan spontan

Waktu penyembuhan Tindakan bedah

First

neupraxia

penuh Berlangsung dalam hitungan hari sampai 4 bulan setelah cedera

Tidak perlu

Second

Axonotmesis

penuh Regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan

Tidak perlu

Third parsial Regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan

Tidak perlu atau neurolisis

Fourth Tidak ada Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan

Perbaikan syaraf, cangkok, atau transfer

Fifth

Neurotmesis

Tidak ada Setelah tindakan bedah, regenerasi terjadi kira – kira 1 inci per bulan

Perbaikan syaraf, cangkok, atau transfer


(22)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

BAB 3

TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

Transposisi nervus alveolaris inferior adalah suatu prosedur untuk memindahkan nervus alveolaris inferior dari posisi semula ke posisi yang baru dengan tujuan menyediakan tinggi tulang yang lebih adekuat untuk pemasangan implan dan mengurangi resiko cedera syaraf.12

Transposisi nervus alveolaris ini sangat berguna ketika melakukan penanaman implan, sebuah upaya yang membuat setiap posisi di rahang bawah menjadi dapat ditanamkan implan.13

Resiko yang selalu mengikuti prosedur bedah ini adalah kerusakan nervus alveolaris inferior, yang mengakibatkan gangguan neurosensoris kepada nervus mentalis. Oleh karena prosedur bedah tranpsosisi ini dapat dikatakan sedikit sulit, maka sebaiknya dilakukan kepada pasien dalam kondisi teranastesi umum untuk mengeliminasi pergerakan pasien dan mendapatkan akses yang maksimal.13

Transposisi nervus alveolaris inferior juga mengakibatkan kehilangan sensasi dari cabang insisivus. Ini tidak menjadi masalah pada pasien edentulous di regio anterior mandibula, tetapi dapat mengakibatkan beberapa gangguan dan sensasibilitas periodontal gigi yang masih ada di regio anterior mandibula.13

Jumlah tulang superior dari nervus alveolaris inferior sering inadekuat untuk diinseri implan dengan panjang yang memadai. Sebagai tambahan, tulang yang terdapat di superior dari kanal mandibula sering mempunyai kualitas yang buruk daripada tulang kortikal di regio kanal. Faktor tersebut dan kenyataan bahwa implan yang pendek yang


(23)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

selalu terkait dengan tingginya angka kegagalan implan mengarahkan perkembangan teknik transposisi nervus alveolaris inferior yang memungkinkan dipakainya tulang inferior dari kanal mandibula, sehingga didapatkan stabilitas yang lebih besar. Disamping untuk implan yang lebih panjang, transposisi nervus alveolaris inferior juga menyediakan pemakaian implan yang lebih banyak, yang akan meningkatkan kekuatan dari protesa akhir.13

Kesulitan utama di klinik yang berhubungan dengan transposisi nervus alveolaris inferior adalah disfungsi sementara maupun permanen yang biasanya dikeluhkan pasien, yaitu di bibir bawah dan dagu.13

3.1 Indikasi

Transposisi nervus alveolaris inferior diiindikasikan untuk :1,2,3,6,7,12,14,15,16,17 1. Bedah prepostetik

Kerusakan pada syaraf mentalis, karena tekanan dari gigi palsu, dapat terjadi, bila foramen mentalis terletak pada permukaan superfisialis dari puncak alveolar, walaupun sayap gigi palsu sudah dipendekkan. Penyebab paraestesia dari bibir, yang terjadi selama pengunyahan, biasanya mudah untuk didiagnosa. Faktor penyebab dari gejala neuralgia yang hebat dapat tidak terdiagnosa, terutama bila pasien sulit untuk menunjukkan asal rasa sakit. Tekanan digital pada syaraf, dapat memperhebat rasa sakit yang ada.

Oleh karena itu, syaraf harus diturunkan sebagai prosedur primer atau sebagai bagian dari vestibuloplasti, bila syaraf terpapar selama dilakukannya prosedur pengangkatan mukous membran dan otot.


(24)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

2. Bedah orthognasi

Pada kasus – kasus bedah orthognasi seperti bedah rahang untuk memperbaiki protrusi mandibula, prosedur pembedahan dapat menyebabkan parasthesia di bibir dan di daerah dagu. Untuk mengatasi masalah ini, syaraf di sekitar daerah yang akan dioperasi direposisi selama prosedur pembedahan.

3. Gangguan nervus alveolaris inferior

Reposisi nervus alveolaris inferior dapat digunakan untuk rigid fixation pada fraktur mandibula yang mengakibatkan gangguan pada nervus alveolaris inferior.

4. Neoplasma mandibula

Pada tindakan bedah mengangkat massa neoplasma dari posterior mandibula dapat mengakibatkan terganggunya nervus alveolaris inferior sehingga dapat menimbulkan komplikasi – komplikasi yang berhubungan dengan gangguan syaraf. Transposisi nervus alveolaris inferior sebaiknya dilakukan dalam tindakan bedah ini.

5. Implan dental

Bila tinggi mandibula terlalu rendah untuk insersi implan, salah satu prosedur berikut ini harus dipilih adalah: pertama, augmentasi linggir dengan cangkok tulang dan vestibuloplasti pada prosedur bedah berikutnya; kedua, transposisi nervus alveolaris inferior. Metode pertama biasanya tidak dipilih, karena menyebabkan banyak masalah seperti pasien harus dirawat inap, melakukan tindakan cangkok tulang, perawatan memakan waktu yang lama, dan resiko – resiko dari cangkok tulang. Karena dapat dilakukan secara langsung, metode kedua lebih tepat untuk dilakukan dan lebih diterima oleh pasien.


(25)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Transposisi nervus alveolaris inferior untuk keperluan implan diindikasikan untuk kasus – kasus berikut ini:

a. Terdapat kekurangan volume tulang di daerah superior dari nervus alveolaris inferior ( tinggi linggir minimal harus 1-2 mm dari struktur vital seperti sinus maksilaris dan nervus alveolaris inferior ).

b. Atropi mandibula yang parah ( kertinggian corpus mandibula < 8 mm ). c. Keadaan anatomi rongga mulut pasien yang khusus, seperti pada kasus elongasi gigi antagonis.

d. Paranervus implan tidak dapat dilakukan. e. Prosedur lainnya tidak dapat dilakukan.

3.2 Kontraindikasi

Kontraindikasi prosedur transposisi nervus alveolaris inferior adalah :18 a. Gangguan sistem imun.

b. Diabetes melitus yang tidak terkontrol. c. Osteoporosis.

d. Pasien yang sedang menjalani kemoterapi dan radioterapi.

3.3 Keuntungan

Keuntungan transposisi nervus alveolaris inferior adalah :4,7,13,19

a. Insersi implan dapat diperdalam sehingga stabilisasi yang baik pada tulang dapat tercapai.

b. Transposisi nervus alveolaris inferior dapat dilakukan langsung dan lebih singkat daripada prosedur cangkok tulang.


(26)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

c. Tidak memerlukan anastesi umum.

d. Tidak memerlukan radiografi secara terus – menerus sehingga terhindar dari bahaya radiasi dan biaya radiografi yang mahal.

e. Biaya yang diperlukan lebih sedikit daripada prosedur yang lain.

3.4 Kerugian

Kerugian transposisi nervus alveolaris inferior adalah :4,19,20

a. Resiko terjadi paraesthesia atau hipoesthesia permanen setelah tindakan bedah cukup tinggi.

b. Tindakan bedah ini memerlukan ahli bedah yang berpengalaman dalam melakukan bedah syaraf.

c. Terdapat resiko terjadinya fraktur mandibula pada waktu ataupun setelah dilakukannya tindakan pembedahan.


(27)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

BAB 4

PROSEDUR PEMBEDAHAN PADA TRANSPOSISI NERVUS ALVEOLARIS INFERIOR

Resopsi tulang yang progresif dapat terjadi setelah tindakan pencabutan gigi dan mengakibatkan atropi mandibula yang sedang sampai berat. Dalam keadaan ini, ketinggian tulang menjadi inadekuat pada daerah posterior mandibula sampai foramen mentalis, sehingga sering menghambat prosedur insersi implan. Salah satu pendekatan yang digunakan agar terhindar dari cedera syaraf saat insersi implan adalah dengan mereposisi nervus alveolaris inferior ke lateral dan implan dapat ditanam medial dari syaraf. Reposisi nervus alveolaris inferior meningkatkan jumlah tulang yang tersedia untuk insersi implan sehingga insersi implan dapat diperdalam yang mengakibatkan stabilisasi implan dapat tercapai.12

4.1.1 Persiapan Pembedahan

Sebelum dilakukannya tindakan bedah, evalusai anatomi kanal mandibula dan foramen mentalis pasien harus dilakukan. Beberapa hal harus diperhatikan adalah sebagai berikut:18

1. Kanal mandibula mempunyai jalur yang oblik. Jarak kanal mandibula ke kortikal eksternal vestibular adalah 6 mm di daerah molar, berkurang sampai dengan 2,5 mm di daerah premolar.


(28)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

2. Pada arah vertikal jarak antara kanal ke permukaan dimulai dari foramen mentalis adalah 17 mm dan berkurang sampai 7,3 mm di regio molar, kemudian meningkat kembali di daerah paling posterior.

3. Kanal mempunyai diameter 3.7 mm dan berkurang sampai 2,9 mm di foramen mentalis.

Jalur nervus alveolaris inferior dan posisi dari foramen mentalis di evaluasi secara radiografi, dengan memakai ortopanthommography atau foto panoramik (gambar 5). Kemudian ketebalan tulang dievaluasi, pengukuran ini dibutuhkan untuk menentukan posisi kanal mandibula.18

Gambar 5. Foto panoramik prabedah.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/


(29)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

4.2 Teknik Pembedahan

Prosedur pembedahan pada transposisi nervus alveolaris inferior meliputi:12,17 1. Anastesi

Penyuntikan anastesi lokal dilakukan dengan teknik blok mandibula dan pemberian sedatif intravenous direkomendasikan agar pasien tenang selama prosedur pembedahan.

2. Pembuatan Flap

Flap periosteal dibuat di sekitar daerah foramen mentalis, meliputi daerah anterior dari foramen mentalis dan daerah yang akan dilakukan insersi implan di posterior. Kemudian flap dikuakkan sehingga serabut syaraf yang keluar dari foramen mentalis dapat terlihat (gambar 6).

Gambar 6. Pembuatan Flap.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/

39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf

3. Pembuangan tulang

>15 Oktober 2008

Osteotomi tulang kortikal di daerah foramen mentalis dan sepanjang jalur syaraf yang akan direposisi dilakukan, kemudian tulang cancellous di sekitar nervus alveolaris


(30)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

inferior dibuang dengan menggunakan kuret. Osteotomi yang dilakukan haruslah seminimal mungkin, untuk mencegah terjadinya fraktur mandibula. Tulang – tulang yang hancur dikumpulkan dengan bone collector selama osteotomi dilakukan (gambar 7).

Gambar 7. Osteotomi di sekitar foramen mandibula dan kanalis mandibula.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/

39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf

4. Retraksi syaraf

>15 Oktober 2008

Serabut syaraf yang telah terbebas dari tulang kemudian diretraksi menggunakan instrument yang lunak dengan sangat hati – hati. Retraksi yang dilakukan adalah


(31)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

retraksi yang minimal dan hanya sekali saja untuk menghindari terjadinya cedera syaraf (gambar 8).

Gambar 8. Retraksi nervus alveolaris inferior.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/

39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf

5. Insersi Implan

>15 Oktober 2008

Osteotomi dan insersi implan dilakukan di lateral maupun menembus kanal mandibula selama syaraf diretraksi (gambar 9).


(32)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 9. Insersi implan.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/

39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf

6. Cangkok tulang dan pengembalian posisi syaraf

>15 Oktober 2008

Tulang – tulang yang dikumpulkan dari prosedur osteotomi kemudian dijadikan bahan untuk cangkok tulang. Cangkok tulang dilakukan di regio insersi implan, kemudian syaraf diposisikan. Cangkok tulang antara implan dan syaraf dilakukan untuk mencegah kontaknya syaraf dengan implan. Kemudian cangkok tulang dilakukan lagi untuk menutupi syaraf dan menggantikan tulang yang terbuang selama tindakan osteotomi (gambar 10).


(33)

Mardi : Transposisi Nervus Alveolaris Inferior Sebagai Persiapan Implan Dental, 2009. USU Repository © 2009

Gambar 10. Cangkok tulang setelah implan ditanam.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/

39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf

Gambar 11. Penjahitan.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <

>15 Oktober 2008

7. Penjahitan

Mukoperiosteal flap diposisikan kembali kemudian dijahit (gambar 11).

http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/ 39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf>15 Oktober 2008


(34)

4.1.2 Perawatan Pasca Bedah

Setelah tindakan operasi, pasien kemudian diresepkan obat - obatan antibiotik, anti inflamasi, dan analgesik. Pasien juga diberitahukan bahwa akan terjadi gangguan fungsi syaraf pada regio pembedahan yang akan berlangsung sementara. Parasthesia akibat gangguan fungsi syaraf tersebut dan perkembangannya dievaluasi secara terus – menerus, dan kontrol radiografi untuk memperlihatkan hasil insersi implan terus dilakukan.18

Gambar 12. Gambaran setelah 8 bulan pembedahan.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/ 39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf>15 Oktober 2008


(35)

Gambar 13. Foto panoramik paska tindakan bedah.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/ 39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf>15 Oktober 2008

4.1.3 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang telihat pada pasien yaitu:3,4,6,12,16,17 1. Osteomielitis

Osteomielitis dapat terjadi disebabkan oleh kontak langsung antara jaringan dan bakteri pada saat tindakan bedah.

2. Kegagalan implan

Kegagalan implan dapat terjadi karena ada infeksi yang bisa disebabkan salah satunya kurang terjaganya sterilisasi saat pengerjaan implan atau kondisi yang tidak suci hama.


(36)

3. Gangguan syaraf

Gangguan syaraf yang terjadi dapat berupa paresthesia ( kehilangan sensasi yang bersifat sementara ), hypothesia ( berkurangnya intensitas sensasi yang dirasakan ), atau anasthesia ( sama sekali kehilangan sensasi ) yang sementara maupun permanen.

4. Fraktur mandibula

Fraktur mandibula dapat terjadi oleh karena melemahnya mandibula setelah pengambilan tulang dilakukan. Melemahnya mandibula ini hanya terjadi sementara.


(37)

BAB 5 KESIMPULAN

Transposisi nervus alveolaris inferior mempunyai banyak kegunaan, dapat dilakukan pada kasus – kasus insersi implan, bedah preprostetik ( menurunkan batang syaraf mentalis ), bedah orthognasi ( lower border shaving dan total mandibular subapikal osteotomi ), anastomosis atau memperbaiki gangguan nervus alveolaris inferior, dan pemeliharaan nervus alveolaris inferior pada bedah neoplasma di posterior mandibula.

Ketika resopsi tulang di regio poterior mandibula yang sedang sampai berat terjadi, reposisi nervus alveolaris inferior menambah jumlah tulang yang tersedia untuk insersi implan yang panjang dan mengurangi resiko terjadinya gangguan saraf.

Pada umumnya, pasien yang menjalani transposisi nervus mandibula bersamaan dengan insersi implan mengalami parastesia, tetapi parasthesia ini akan hilang secara spontan.

Transposisi nervus alveolaris inferior bukan pilihan terakhir dari prosedur memperbaiki kondisi rongga mulut pasien ketika akan dipasangkan implan, melainkan suatu teknik bedah dengan indikasi tertentu, dan membuahkan hasil yang sangat baik dengan resiko gangguan persarafan yang rendah.


(38)

DAFTAR RUJUKAN

1. Coutthard P, Horrer K, Sloan P, Treaker E, eds. Master dentistry : oral and

maxillofacial surgery, radiology, pathology, dan oral medicine. London :

Churchil Livingstone, 2003 : 90.

2. Dym H, Ogle OE, Wettan HL. Atlas of minor oral surgery. United State of America : W.B. Sounders Company, 2001 : 232.

3. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE, eds. maxillofacial surgery vol 2nd. London : Churchil Livingstone, 2007 : 1586-7.

4. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary cral and

maxillofacial surgery 4th ed. New Delhi : Elsevier, 2003 : 321-41.

5. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of general oral and oral

surgery. London : Churchil Livingstone, 2003 : 296-7.

6. Luna AHB, Moraes M. Endosseous implant placement in conjunction with

inferior alveolar nerve transposition : a report of an unusual complication and

surgical management. Brazil:Quintessence Publishing Co, 2008:133-6.

7. Hashemi HM. A modified technique of inferior alveolar nerve repositioning :

result in 11 patients. Iran : Departemen of Oral and Maxillofacial Surgery,

2005:1-4.

8. Grey H. The Trigeminal Nerve. 2008

< http://www.bartleby.com/107/200.html> ( 16 Januari 2009 ).

9. Monheim’s LM. Local anaesthesia and pain control in dental practice. 7th ed. India, 1990 : 57,75, 99-109, 119-20.


(39)

10. Tavares MP. Neurosurgery. 2005

< http://www.medstudents.com.br/neuroc/neuroc4.htm> ( 15 Oktober 2008). 11. Animous. Nerve Injury Classification. 2007

<http://nervestudy.com/topics/nerveinjuryclass.htm> ( 15 Oktober 2008). 12. Garg AK, Morales MJ. Lateralization of the inferior alveolar nerve with

simultaneous implant placement : surgical techniques. Florida:GARG,

1998:1197-1204.

13. Marrison A, Chiarot M, Kirby S. Mental nerve function after inferior alveolar

nerve transposition for placement of dental implant. Canada:J Can Dent Assoc,

2002:46-50.

14. Zarb GA, Bolender CI, eds. prosthodontic treatment for edentulous patiens 12th

ed. New Delhi : Mosby, 2004 : 234.

15. Hopkins R. Atlas berwarna bedah mulut preprostetik (A colour atlas of

preprosthetic oral surgery). Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC, 1989 :

72-3.

16. Zoller JE, Neugebouer J. Lateralization of the nervus alveolaris inferior for the

placement of implant in special anatomical situations. Paris:Beauty and Speed,

2004:26-9.

17. Levitt DS. Apicoectomy of an endosseous implant to relieve parasthesia : a case


(40)

18. Kubilus R, et al. Traumatic damage to the inferior alveolar nerve sustained in

course of dental implantation : possibility of prevention. Stomatologija:Baltic

Dental and Maxillofacial Journal, 2004:6:106-10.

19. Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos

/39RevistaATO-Lower_alveolar bundle_transposition.pdf

20. Pelayo JL, Diago MP, Bowen MP. Intraoperative complications during oral

implanology. Spain:Medicina Oral S, 2008:E239-43.


(1)

Gambar 13. Foto panoramik paska tindakan bedah.

Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition for implan fixation. 2006 <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos/ 39RevistaATO-Lower alveolar bundle transposition.pdf>15 Oktober 2008

4.1.3 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang telihat pada pasien yaitu:3,4,6,12,16,17 1. Osteomielitis

Osteomielitis dapat terjadi disebabkan oleh kontak langsung antara jaringan dan bakteri pada saat tindakan bedah.

2. Kegagalan implan

Kegagalan implan dapat terjadi karena ada infeksi yang bisa disebabkan salah satunya kurang terjaganya sterilisasi saat pengerjaan implan atau kondisi yang tidak suci hama.


(2)

3. Gangguan syaraf

Gangguan syaraf yang terjadi dapat berupa paresthesia ( kehilangan sensasi yang bersifat sementara ), hypothesia ( berkurangnya intensitas sensasi yang dirasakan ), atau anasthesia ( sama sekali kehilangan sensasi ) yang sementara maupun permanen.

4. Fraktur mandibula

Fraktur mandibula dapat terjadi oleh karena melemahnya mandibula setelah pengambilan tulang dilakukan. Melemahnya mandibula ini hanya terjadi sementara.


(3)

BAB 5 KESIMPULAN

Transposisi nervus alveolaris inferior mempunyai banyak kegunaan, dapat dilakukan pada kasus – kasus insersi implan, bedah preprostetik ( menurunkan batang syaraf mentalis ), bedah orthognasi ( lower border shaving dan total mandibular subapikal osteotomi ), anastomosis atau memperbaiki gangguan nervus alveolaris inferior, dan pemeliharaan nervus alveolaris inferior pada bedah neoplasma di posterior mandibula.

Ketika resopsi tulang di regio poterior mandibula yang sedang sampai berat terjadi, reposisi nervus alveolaris inferior menambah jumlah tulang yang tersedia untuk insersi implan yang panjang dan mengurangi resiko terjadinya gangguan saraf.

Pada umumnya, pasien yang menjalani transposisi nervus mandibula bersamaan dengan insersi implan mengalami parastesia, tetapi parasthesia ini akan hilang secara spontan.

Transposisi nervus alveolaris inferior bukan pilihan terakhir dari prosedur memperbaiki kondisi rongga mulut pasien ketika akan dipasangkan implan, melainkan suatu teknik bedah dengan indikasi tertentu, dan membuahkan hasil yang sangat baik dengan resiko gangguan persarafan yang rendah.


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1. Coutthard P, Horrer K, Sloan P, Treaker E, eds. Master dentistry : oral and

maxillofacial surgery, radiology, pathology, dan oral medicine. London :

Churchil Livingstone, 2003 : 90.

2. Dym H, Ogle OE, Wettan HL. Atlas of minor oral surgery. United State of America : W.B. Sounders Company, 2001 : 232.

3. Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE, eds. maxillofacial surgery vol 2nd. London : Churchil Livingstone, 2007 : 1586-7.

4. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR, Tucker MR, eds. Contemporary cral and

maxillofacial surgery 4th ed. New Delhi : Elsevier, 2003 : 321-41.

5. Wray D, Stenhouse D, Lee D, Clark AJE. Textbook of general oral and oral

surgery. London : Churchil Livingstone, 2003 : 296-7.

6. Luna AHB, Moraes M. Endosseous implant placement in conjunction with

inferior alveolar nerve transposition : a report of an unusual complication and surgical management. Brazil:Quintessence Publishing Co, 2008:133-6.

7. Hashemi HM. A modified technique of inferior alveolar nerve repositioning :

result in 11 patients. Iran : Departemen of Oral and Maxillofacial Surgery,

2005:1-4.

8. Grey H. The Trigeminal Nerve. 2008

< http://www.bartleby.com/107/200.html> ( 16 Januari 2009 ).

9. Monheim’s LM. Local anaesthesia and pain control in dental practice. 7th ed. India, 1990 : 57,75, 99-109, 119-20.


(5)

10. Tavares MP. Neurosurgery. 2005

< http://www.medstudents.com.br/neuroc/neuroc4.htm> ( 15 Oktober 2008). 11. Animous. Nerve Injury Classification. 2007

<http://nervestudy.com/topics/nerveinjuryclass.htm> ( 15 Oktober 2008). 12. Garg AK, Morales MJ. Lateralization of the inferior alveolar nerve with

simultaneous implant placement : surgical techniques. Florida:GARG,

1998:1197-1204.

13. Marrison A, Chiarot M, Kirby S. Mental nerve function after inferior alveolar

nerve transposition for placement of dental implant. Canada:J Can Dent Assoc,

2002:46-50.

14. Zarb GA, Bolender CI, eds. prosthodontic treatment for edentulous patiens 12th

ed. New Delhi : Mosby, 2004 : 234.

15. Hopkins R. Atlas berwarna bedah mulut preprostetik (A colour atlas of

preprosthetic oral surgery). Alih Bahasa. Lilian Yuwono. Jakarta : EGC, 1989 :

72-3.

16. Zoller JE, Neugebouer J. Lateralization of the nervus alveolaris inferior for the

placement of implant in special anatomical situations. Paris:Beauty and Speed,

2004:26-9.

17. Levitt DS. Apicoectomy of an endosseous implant to relieve parasthesia : a case


(6)

18. Kubilus R, et al. Traumatic damage to the inferior alveolar nerve sustained in

course of dental implantation : possibility of prevention. Stomatologija:Baltic

Dental and Maxillofacial Journal, 2004:6:106-10.

19. Lopes J, Clovis, Leonardo J. Lower alveolar blundle nervus transposition

for implan fixation. <http://www.actiradentes.com.br/revista/2006/textos

/39RevistaATO-Lower_alveolar bundle_transposition.pdf

20. Pelayo JL, Diago MP, Bowen MP. Intraoperative complications during oral

implanology. Spain:Medicina Oral S, 2008:E239-43.