Bahan tesis anyar

(1)

wilujeng

mari membaca

Selasa, 05 Januari 2016

Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer)

A. Tinjauan Umum Build Operate And Transfer (BOT)

1. Pengertian

Istilah Build, Operate and Transfer, berasal dari bahasa Inggris, yang artinya adalah “Bangun, Operasional dan Serah”. Pengertian tentang perjanjian Bangun Serah Guna (Build Operate and Transfer) semula belum ditemukan satu pengertianpun yang bersifat baku, namun sejak Tahun 2006 yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah mulai ditemukan pengertian Bangun Serah Guna (Build Operate and Transfer) dalam peraturan perundang-undangan, yaitu dalam Pasal 1 angka 13 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, jo. Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Bangun Serah Guna adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada pemerintah Daerah, kemudian oleh Pemerintah Daerah diserahkan kembali kepada pihak lain tersebut untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati, setelah jangka waktu selesai tanah beserta bangunan diserahkan kepada Pemerintah Daerah.

Pengertian perjanjian Bangun Serah Guna juga dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata Cara Kerja Sama Daerah, pada lampiran II yang mengatur tentang contoh bentuk/model kerja sama Daerah.


(2)

Dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2009 tersebut dijelaskan tentang Kontrak Bangun Serah Guna yaitu Badan Hukum bertanggung jawab untuk membangun infrastruktur/fasilitas, termasuk membiayainya dan setelah selesai pembangunannya lalu infrastruktur/fasilitas tersebut diserahkan penguasaan dan kepemilikannya kepada Pemerintah Daerah, selanjutnya Pemerintah Daerah menyerahkan kembali kepada Badan Hukum untuk dikelola selama waktu tertentu untuk pengembalian modal investasinya serta memperoleh keuntungan yang wajar.

Badan Pembinaan Hukum Nasional, dalam sebuah penelitiannya yang berjudul “Aspek Hukum Perjanjian Build Operate and Transfer”, mengungkapkan bahwa yang dimaksuddengan perjanjian Build Operate and Transfer (BOT) adalah suatu perjanjian baru, dimana pemilik hak eksklusif atau pemilik lahan menyerahkan studi kelayakan, pengadaan barang dan peralatan, pembangunan serta pengoperasian hasil pembangunannya kepada investor, dan investor ini dalam jangka waktu tertentu (jangka waktu konsesi) diberi hak mengoperasikan, memelihara serta mengambil manfaat ekonomi dari bangunan tersebut, dengan maksud untuk mengganti biaya yang telah dikeluarkan investor dalam membangun proyek tersebut, kemudian setelah jangka waktu tertentu tersebut selesai, bangunan beserta fasilitas yang melekat padanya diserahkan kepada pemilik hak eksklusif atau pemilik lahan.

Sedangkan Felix O.Soebagjo dalam penelitiannya yang berjudul “Pengkajian tentang Aspek Hukum Perjanjian Build Operate and Transfer”, mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan perjanjian BOT adalah suatu sistem pembiayaan (biasanya diterapkan pada proyek pemerintah) berskala besar yang dalam studi kelayakan, pengadaan barang dan peralatan, pembiayaan dan pembangunan serta pengoperasiannya, sekaligus juga penerimaan/pendapatan yang timbul darinya, diserahkan pihak lain dan pihak lain ini dalam waktu tertentu (jangka waktu konsesi) diberi hak mengoperasikan, memeliharanya serta untuk mengambil manfaat ekonominya guna menutup (sebagai ganti) biayapembangunan


(3)

proyek yang bersangkutan dan memperoleh keuntungan yang diharapkan.[1]

Pengertian yang diungkapkan Felix O. Soebagjo di atas, jika diperhatikan tampak sebagai satu pengertian yang belum selesai, karena dalam pengertian tersebut belum terlihat adanya tindakan penyerahan dari pihak investor terhadap pihak pemilik lahan.

Sedangkan Budi Santoso dalam bukunya yang berjudul “Aspek Hukum Pembiayaan

Proyek Infrastruktur Model BOT (Build Operate Transfer)” mengemukakan bahwa pada

dasarnya BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana kontraktor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek, sebagai gantinya kontraktor diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai ganti atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama

waktu tertentu.[2]

Dari beberapa pengertian tentang perjanjian BOT sebagaimana telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik satu pemahaman bahwa di dalam perjanjian BOT, terdapat tiga tahapantindakan, yaitu tahap pertama berupa tindakan pembangunan proyek yang dilakukan oleh pihak investor, tahap kedua berupa pengoperasian proyek bangunan yang merupakan hak dan wewenang investor, serta tahap ketiga berupa tindakan penyerahan proyek bangunan dari investor kepada pihak pemilik lahan, yang dilakukan pada saat berakhirnya masa konsesi yang telah disepakati sebelumnya.

Dari berbagai pengertian di atas, juga dapat diketahui bahwa di dalam perjanjian BOT terdapat beberapa unsur sebagai berikut :

a. Adanya para pihak yang melakukan perjanjian, dalam hal ini adalah pihak investor dan pihak

pemilik lahan;


(4)

c.Adanya masa konsesi, di mana dalam masa ini investor diberi hak untuk mengoperasikan bangunan dan mengambil keuntungan yang diharapkan;

d. Adanya proses penyerahan bangunan beserta fasilitas yang melekat padanya, dari pihak

investor kepada pihak pemilik lahan, pada saat berakhirnya masa konsesi.

2. Segi Hukum Perjanjian Build Operate and Transfer (BOT)

Dalam uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa perjanjian BOT baru mulai ditemukan pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

Sebelum keluarnya Peraturan Pemerintah tersebut belum tedapat perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang praktek pelaksanaan perjanjian BOT. Meskipun demikian, Pasal 1338 ayat (1) menjelaskan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian Pasal 1338 tersebut dapat dijadikan dasar hukum dalam penyelenggaraan perjanjian BOT.

Selanjutnya mengenai syarat sahnya perjanjian BOT, dengan mengacu pada Pasal 1320, maka dapat dikatakan bahwa perjanjian BOT sah jika dalam pelaksanaannya memenuhi empat syarat sebagai berikut:

a. Adanya kata sepakat antara investor dan pihak pemilik lahan;

b. Adanya kecakapan baik pihak investor maupun pihak pemilik lahan

c. Adanya obyek yang jelas, berupa lahan dan proyek bangunan yang disepakati para pihak;

d. Adanya kausa yang halal, dalam artian bahwa tujuan dari perjanjian tidak bertentangan

dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum.

Jika keempat syarat tersebut di atas telah dipenuhi oleh para pihak, maka seperti halnya telah ditegaskan dalam pasal 1338 ayat (1), perjanjian BOT tersebut telah mengikat


(5)

sebagai undang-undang bagi para pihak.

Pada umumnya perjanjian BOT dibuat dalam bentuk tertulis dan untuk menghindari adanya sengketa di kemudian hari, perjanjian BOT biasanya dibuat secara otentik di hadapan pejabat yang berwenang.

3. Konsesi dan Risiko Dalam Kontrak BOT

Dari beberapa pengertian tentang kontrak BOT sebagaimana telah penulis uraikan di atas, maka perbedaan utama BOT dengan pembiayaan proyek yang lain adalah pada masalah konsesi. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Budi Santoso bahwa perbedaan utama BOT dengan pembiayaan proyek yang lain adalah pada masalah konsesi, yaitu konsesi antara pemilik proyek dengan pelaksana proyek. Kontrak konsesi ini memberikan hak pada kontraktor untuk membangun dan mengoperasikan proyek serta mengambil keuntungan dalam jangka waktu tertentu, dan pada akhir masa konsesi yang disepakati proyek tersebut dikembalikan pada pemerintah.

Secara umum sebuah kontrak konsesi berisi hal-hal antara lain :

a. Pernyataan yang jelas mengenai hak konsesi yang eksklusif, yaitu bahwa pemilik proyek

harus memberikan hak eksklusif di dalam kontrak konsesinya;

b. Lingkup proyek; dijelaskan tentang apa saja yang dibutuhkan oleh pelaksana konsesi, apa

yang boleh dilakukan operator dan tidak boleh, lebih penting lagi adalah berapa lama konsesi diberikan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan operator untuk mengembalikan semua investasi serta biaya yang telah dikeluarkan, bagaimana prospek supply dana, siapa calon pengguna/usernya.

c. Komitmen dukungan pemerintah; kebanyakan BOT diadakan antara pemerintah dengan

swasta dan ini akan memerlukan berbagai macam bantuan dari pemerintah. Bantuan yang dapat diberikan harus secara jelas disebutkan, apa bentuknya. Apakah pemberian jaminan,


(6)

peraturan perundang-undangan, perkecualian atas perubahan pemerintahan, atau bentuk

bantuan lain yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah.[3]

BOT biasanya digunakan pada perjanjian megaproyek maka dikaitkan dengan beberapa kemungkinan resiko atau peristiwa diluar dugaan yang tidak diharapkan. Proyek ini biasanya mengalami :

a. Political risk

Resiko yang berkaitan dengan kebijakan Pemerintah dan kondisi daerah setempat.

b. Economic risk

Resiko yang berkaitan dengan kondisi ekonomi. Seperti penurunan nilai mata uang, terjadinya inflasi dan sebagainya.

c. Legal risk

Yaitu resiko yang berkaitan dengan hukum, karena pada dasarnya proyek ini didasarkan pada sebuah perjanjian.

d. Transaksi risk

Berhubungan dengan persaingan penawaran proyek (bidding competition) termasuk didalamnya undangan lelang, penawaran serta negosiasi, berbagai dokumen proyek yang terjadi pada awal proses BOT.

e. Contruction risk

Berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan, apakah bangunan tersebut telah sesuai dengan standar bangunan secara teknik. Bangunan akan diuji ketahanannya. Serta hal yang berkaitan dengan lamanya waktu pembangunan.

f. Social risk

Resiko yang berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Apakah pada proyek tersebut mendapat dukungan dari masyarakat ataupun sebaliknya. Pengaruh agama dan budaya setempat terhadap proyek tersebut.


(7)

g. Environtmental risk

Yang berkaitan dengan lingkungan sekitar. Setiap proyek pembangunan harus mempunyai kepedulian terhadap lingkungan. Melakukan AMDAL (analisis mengenai dampak lingkungan), supaya tidak terjadi kerusakan lingkungan.

Berdasarkan pengertian sebagaimana dimaksud di atas maka unsur-unsur perjanjian

sistem bangun guna serah (build, operate, andtransfer/BOT) atau BOT agreement, adalah :

1. Investor (penyandang dana)

2. Tanah

3. Bangunan komersial

4. Jangka waktu operasional

5. Penyerahan (transfer)

Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996,

tentang Guidelines For Infrastructure DevelopmentTrought BOT (Viena Publication)

[4]Ada 3 pihak utama yang berperan dalam proyek BOT yakni :

1. Host Government

Pemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.

2. Project Company

Konsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan penawaran proyek.


(8)

3. Sponsor

Yaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut. Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT :

1) Lenders

Merupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan konstruksi.

2) Grantor dan Host Goverment

BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan.

Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.

3) Project Company

Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.

4) Share Holders

Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi

5) Construction Contractor

Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk menjalankan proyek.

6) Offtake Purchaser

Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat


(9)

menghasilkan. 7) Input Supplier

Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan. Jadi terdapat beberapa jenis perjanjian yang terkait didalamnya :

a. Kontrak konsesi sebagai dasar;

b. Kontrak kontraktor;

c. Share holder agreement;

d. Supply agreement;

e. Operational agreement;

f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor.

Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek.Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik

(yang menguasai tanah) dengan Investor (penyandang dana).[5]Pemisahan yang tegas terkait

hak dan kewajiban para pihak. Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya.

Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate,and transfer)

kurang lebih :

1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang

merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial. 2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk

tujuan :

a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi,

pelabuhan peti kemas dan sebagainya.


(10)

c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk

tertentu.[6]

Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer)terjadi dalam hal :

1) Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu bangunan

komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.

2) Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai

tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya bangunankomersial tersebut. 3) Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah

pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu.

Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu.

3. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada

pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.[7]Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia tentangPerlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak yang

MelakukanKerja sama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built OperateAnd

Transfer) mengatur antara lain hal-hal sebagai berikut :

Pasal 1

Bangun guna serah (built operate and transfer) adalah bentuk perjanjian kerja sama

yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.

Pasal 2


(11)

perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasidalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah.

(2)Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai

digunakan atau diusahakan oleh investor.

(3) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih pendek dari masa yang telah

ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih pendek tersebut.

(4) Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut.

(5) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari masa yang telah

ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa biaya yang belum diamortisasi dan diamortisasi oleh investor hingga berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih panjang tersebut.

Perjanjian build operate and transfer dibagi dalam 3 tahap :

1) Tahap pembangunan, Pihak pertama menyerahkan tanahnya kepada pihak lain untuk

dibangun.

2) Tahap operasional, Berfungsi mendapatkan penggantian biaya atas pembangunan dalam

jangka waktu tertentu.

3) Tahap transfer, Pihak kedua menyerahkan kepemilikan bangunan komersial kepada pemilik


(12)

Kerja samabuild operate and transfer (BOT) ini merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian yaitu ketentuan buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Salah satu asas dari kerja sama ini adalah asas “saling menguntungkan”, di mana semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja setelah adanya kerja sama ini maka suatu saat akan mendapatkan bangunan. Begitu juga Investor dengan adanya kerja sama ini akan

mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya.

[1]Felix O.Soebagjo, Pengkajian tentang Aspek Hukum Perjanjian Build Operate and

Transfer,Jakarta: BPHN

[2] Budi Santoso, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Model BOT (Build

Operate Transfer), (Solo : Genta Press, 2008) Hlm. 8.

[3]Ibid, Hlm.14-17

[4]United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO), tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT, ( Viena Publication, 1996)

[5]( www. shoutmix.advokadku.com) diakses pada hari Selasa 6 Oktober 2015 pukul 19.20 WIB.

[6]Ibid, (www. shoutmix.advokadku.com)

[7]Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2005 tentang

PeraturanPelaksanaan Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Pasal62

[8]Fauzul A, Hukum Perikatan : Sewa Guna Usaha (Leasing) dan Build Operation

andTransfer (BOT), (http:// elearning.upnjatim.ac.id: 2008)

Diposkan oleh Muhamad Herliansyah di 15.31

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar: Poskan Komentar Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Rian

Muhamad Herliansyah Lihat profil lengkapku


(13)

Arsip Blog

 ▼ 2016 (1)

o ▼ Januari (1)

 Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Tr...


(1)

3. Sponsor

Yaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut. Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT :

1) Lenders

Merupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan konstruksi.

2) Grantor dan Host Goverment

BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan.

Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.

3) Project Company

Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.

4) Share Holders

Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi 5) Construction Contractor

Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk menjalankan proyek.

6) Offtake Purchaser

Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat


(2)

menghasilkan. 7) Input Supplier

Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan. Jadi terdapat beberapa jenis perjanjian yang terkait didalamnya :

a. Kontrak konsesi sebagai dasar; b. Kontrak kontraktor;

c. Share holder agreement; d. Supply agreement; e. Operational agreement;

f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor.

Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek.Berdasarkan unsur yang terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik (yang menguasai tanah) dengan Investor (penyandang dana).[5]Pemisahan yang tegas terkait hak dan kewajiban para pihak. Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya. Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate,and transfer) kurang lebih :

1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu) yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan komersial. 2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk

tujuan :

a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.


(3)

c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk menghasilkan produk tertentu.[6]

Perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer)terjadi dalam hal : 1) Ada pemilik tanah atau pihak yang menguasai tanah, ingin membangun suatu bangunan

komersial di atas tanahnya tetapi tidak mempunyai biaya, dan ada investor yang bersedia membiayai pembangunan tersebut.

2) Ada investor yang ingin membangun suatu bangunan komersial tetapi tidak mempunyai tanah yang tepat untuk berdirinya bangunan komersial tersebut, dan ada pemilik tanah yang bersedia menyerahkan tanahnya untuk tempat berdirinya bangunankomersial tersebut. 3) Investor membangun suatu bangunan komersial di atas tanah milik pihak lain, dan setelah

pembangunan selesai investor berhak mengoperasionalkannya untuk jangka waktu tertentu. Selama jangka waktu operasional, pihak pemilik tanah berhak atas fee tertentu.

3. Setelah jangka waktu operasional berakhir, investor wajib mengembalikan tanah kepada pemiliknya beserta bangunan komersial di atasnya.[7]Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tentangPerlakuan Pajak Penghasilan Terhadap Pihak-Pihak yang MelakukanKerja sama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Built OperateAnd Transfer) mengatur antara lain hal-hal sebagai berikut :

Pasal 1

Bangun guna serah (built operate and transfer) adalah bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.

Pasal 2


(4)

perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasidalam jumlah yang sama besar setiap tahun selama masa perjanjian bangun guna serah.

(2) Amortisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimulai pada tahun bangunan tersebut mulai digunakan atau diusahakan oleh investor.

(3) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi, diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih pendek tersebut.

(4) Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut.

(5) Apabila masa perjanjian bangun guna serah menjadi lebih panjang dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian karena adanya penambahan bangunan, maka biaya penambahan bangunan tersebut ditambahkan terhadap sisa biaya yang belum diamortisasi dan diamortisasi oleh investor hingga berakhirnya masa bangun guna serah yang lebih panjang tersebut.

Perjanjian build operate and transfer dibagi dalam 3 tahap :

1) Tahap pembangunan, Pihak pertama menyerahkan tanahnya kepada pihak lain untuk dibangun.

2) Tahap operasional, Berfungsi mendapatkan penggantian biaya atas pembangunan dalam jangka waktu tertentu.

3) Tahap transfer, Pihak kedua menyerahkan kepemilikan bangunan komersial kepada pemilik tanah.[8]


(5)

Kerja samabuild operate and transfer (BOT) ini merupakan kerja sama yang dilakukan dengan menuangkannya ke dalam perjanjian sehingga secara otomatis asas yang dianut mengacu pada asas-asas hukum perjanjian yaitu ketentuan buku ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Salah satu asas dari kerja sama ini adalah asas “saling menguntungkan”, di mana semula pemilik lahan hanya memiliki lahan saja setelah adanya kerja sama ini maka suatu saat akan mendapatkan bangunan. Begitu juga Investor dengan adanya kerja sama ini akan

mendapatkan keuntungan dari pengelolaannya.

[1]Felix O.Soebagjo, Pengkajian tentang Aspek Hukum Perjanjian Build Operate and Transfer,Jakarta: BPHN

[2] Budi Santoso, Aspek Hukum Pembiayaan Proyek Infrastruktur Model BOT (Build Operate Transfer), (Solo : Genta Press, 2008) Hlm. 8.

[3]Ibid, Hlm.14-17

[4]United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO), tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT, ( Viena Publication, 1996)

[5]( www. shoutmix.advokadku.com) diakses pada hari Selasa 6 Oktober 2015 pukul 19.20 WIB.

[6]Ibid, (www. shoutmix.advokadku.com)

[7]Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 36 tahun 2005 tentang

PeraturanPelaksanaan Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung Pasal62

[8]Fauzul A, Hukum Perikatan : Sewa Guna Usaha (Leasing) dan Build Operation andTransfer (BOT), (http:// elearning.upnjatim.ac.id: 2008)

Diposkan oleh Muhamad Herliansyah di 15.31

Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar: Poskan Komentar

Beranda

Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Rian

Muhamad Herliansyah Lihat profil lengkapku


(6)

Arsip Blog

 ▼ 2016 (1)

o ▼ Januari (1)

 Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Tr...