MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS V SDN 2 NEGERI BESAR KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(1)

(2)

ii ABSTRAK

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING

TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS V SDN 2 NEGERI BESAR KECAMATAN

NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh Eliyanti

Pembelajaran Matematika di SD Negeri 2 Negeri Besar tahun pelajaran 2012/2013 masih belum melibatkan siswa secara aktif. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa. Kondisi tersebut perlu solusi penyelesainnya. Menanggapi permasalah tersebut, maka dilaksanakan pendekatan kontekstual. Tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah untuk mengetahui apakah pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pada siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan Provinsi Lampung, pada semester ganjil atau semester I tahun pelajaran 2013/2014. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini terjadi pada bulan Juli dan Agustus tahun 2013.Metode penelitian yang digunakan berbentuk siklus, siklus ini tidak hanya berlangsung satu kali, tetapi beberapa kali hingga tercapai tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran Matematika di kelas. Setiap siklus terdiri dari empat kegiatan pokok, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan (act), pengamatan (observe), dan refleksi (reflect).

Hasil belajar siswa pada penelitian ini meningkat mulai dari siklus I sampai siklus III. dimana nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai siklus I yaitu 61,07 menjadi 66,01 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 79,82. aktivitas belajar siswa antara siklus I (67,85%), siklus II (76,87%), dan siklus III (84,64%). Penggunaan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran Matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar tahun pelajaran 2013/2014.

Kata Kunci: matematika, aktivitas dan hasil belajar, pendekatan cooperative learning tipe STAD


(3)

(4)

(5)

(6)

xi DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul …... i

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 9

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Aktivitas Belajar Siswa ... 12

B. Aktivitas Belajar Siswa ... 14

C. Hasil Belajar ... 15

D. Matematika Sekolah Dasar ... 17

E. Model Pembelajaran Cooperative ... 19

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative ... 19

2 Ciri-ciri Model Pembelajaran Cooperative ... 21

3. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative ... 21

4. Manfaat Model Pembelajaran Cooperative ... 22

F. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD ... 22

1 Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD ... 23

2 Tahap-tahap Belajar Cooperative Learning Tipe STAD 24

3 Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD ... 29

G. Kerangka Pikir ... 30

H. Hipotesis ... 32

III . METODE PENELITIAN A. Setting penelitian ... 33

1. Waktu penelitian dan Tempat Penelitian ... 33

2. Subject penelitian... 33

B. Prosedur Penelitian ... 33


(7)

xii

D. Teknik Analisis Data ... 40

E. Instrumen Penilaian ... 41

F. Indikator Keberhasilan ... 43

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitin ... 44

1. Paparan Data Pra Tindakan ... 44

2. Paparan Data Siklus 1 ... 45

3. Paparan Data Siklus 2 ... 61

4. Paparan Data Siklus 3 ... 73

5. Pendapat Siswa dan Guru terhadap Model Cooperative Learning tipe STAD ... 86

6. Temuan Penelitian ... 94

B. Pembahasan ... 96

1. Penerapan Cooperative Learning Tipe STAD dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN 2 Negeri Besar pada Mata Pelajaran Matematika ... 96

2. Penerapan Cooperative Learning Tipe STAD dapat Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas IV SDN 2 Negeri Besar pada Mata Pelajaran Matematika ... 100

3. Aktivitas Guru dalam Menerapkan Cooperative Learning Tipe STAD pada Kelas IV SDN 2 Negeri Besar pada Mata Pelajaran Matematika ... 103

4. Pendapat Siswa dan Guru Kelas IV SDN 2 Negeri Besar terhadap Penggunaan Cooperative Learning Tipe STAD pada mata pelajaran matematika ... 106

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 109

B. Saran ... 110

DAFTAR PUSTAKA 111


(8)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Hasil Belajar Siswa Kelas V Semester 1 Mata Pelajaran

Matematika Tahun Pelajaran 2012/2013 ... 8

2.1 Poin Perkembangan dengan Pedoman Slavin ... 28

4.1 Hasil Pre Test Siswa pada Siklus 1 ... 47

4.2 Hasil Post Test Siswa pada Siklus 1 ... 51

4.3 Kategori Keberhasilan Tindakan ... ... 53

4.4 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 1 pertemuan 1 ... 54

4.5 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 1 pertemuan 2 ... 55

4.6 Aspek Aktivitas Siswa ... 56

4.7 Klasifikasi Aktivitas Siswa ... 57

4.8 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1 Pertemuan 1 ... 57

4.9 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 1 Pertemuan 2 ... 58

4.10 Hasil Pre Test Siswa pada Siklus 2 ... 63

4.11 Hasil Post Test Siswa pada Siklus 2 ... 66

4.12 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 2 pertemuan 1 ... 68

4.13 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 2 pertemuan 2 ... 69

4.14 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 Pertemuan 1 ... 70

4.15 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 2 Pertemuan 2 ... 71

4.16 Hasil Pre Test Siswa pada Siklus 3 ... 75

4.17 Hasil Post Test Siswa pada Siklus 3 ... 78

4.18 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 3 pertemuan 1 ... 81

4.19 Hasil Observasi Aktivitas Guru Siklus 3 pertemuan 2 ... 82

4.20 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 3 Pertemuan 1 ... 83

4.21 Hasil Observasi Aktivitas Siswa Siklus 3 Pertemuan 2 ... 84

4.22 Hasil Kuesioner Pendapat Siswa Mengenai Model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams-Achievement Division) ... 86

4.23 Kriteria Pendapat Siswa ... 88

4.24 Hasil Kuesioner Pendapat Guru Mengenai Model Cooperative Learning Tipe STAD (Student Teams-Achievement Division) ... 92

4.25 Persentase Hasil Pre Test dan Post Test Per-Siklus ... 97

4.26 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa dalam Proses Pembelajaran ... 98


(9)

xiv

4.27 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Siswa Per-Siklus ... 101 4.28 Rekapitulasi Persentase Aktivitas Guru dalam Proses


(10)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Alur PTK Model Lewin menurut Elliot (Wiraatmadja, 2007: 67) ...

34 4.1 Grafik Persentase Hasil Pre Test dan Post Test Per-Siklus ... 98 4.2 Grafik Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Siswa dalam

Pembelajaran ... 98 4.3 Grafik Rekapitulasi Persentase Aktivitas Siswa Per-Siklus ... 101 4.4 Grafik Rekapitulasi Persentase Aktivitas Guru dalam Proses


(11)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Izin Penelitian ... 114

2. Surat Keterangan Penelitian ... 115

3. Surat Pernyataan Teman Sejawat ... 116

4. Perangkat Pembelajaran ... 118


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan pada hakikatnya berlangsung dalam suatu proses. Proses itu berupa transformasi nilai-nilai pengetahuan, teknologi dan keterampilan. Penerima proses adalah anak atau siswa yang sedang tumbuh dan berkembang menuju ke arah pendewasaan kepribadian dan penguasaan pengetahuan. Selain itu, pendidikan merupakan proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia yang diperoleh melalui proses yang panjang dan berlangsung sepanjang kehidupan. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam kemajuan suatu bangsa, karena melalui pendidikan akan terbentuk sumber daya manusia yang berkarakter, aktif, kreatif dan berdaya saing. Untuk mencapai tujuan itulah pemerintah Indonesia telah mengupayakan pembangunan pendidikan yang terarah dan terpadu sejalan dengan pembangunan di bidang lainnya.

Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3, disebutkan “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan


(13)

2 menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional, baik yang menyangkut pembaharuan kurikulum maupun mengenai kualitas tenaga pengajarnya.

Dari pengalaman penulis mengajar di SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar khususnya siswa kelas V masih terlihat bahwa dalam setiap ulangan nilai yang diperoleh masih rendah dan aktivitas siswa dalam belajar matematika masih kurang. Metode mengajar yang diterapkan oleh guru masih didominasi oleh guru, belum banyak variasi dalam mengajar, sehingga siswa masih merasa kesulitan dalam menerima pelajaran.

Upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia terus menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif, seperti pelatihan dan peningkatan kualitas guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana pendidikan lainnya. Upaya lain yang dapat dilakukan dengan perbaikan proses pembelajaran yang diarahkan pada keaktifan belajar siswa. Dalam hal ini seorang guru dituntut untuk mampu mengelola proses pembelajaran dengan baik dan menggunakan metode atau strategi yang tepat. Interaksi pembelajaran berlangsung tidak hanya dari guru kepada siswa, tetapi juga diharapkan terjadi interaksi timbal balik antara siswa dengan guru bahkan antara siswa dengan siswa. Dengan demikian siswa akan belajar dengan penuh keaktifan, terutama melibatkan aktivitas mental siswa dalam situasi belajarnya. Prestasi belajar seperti inilah yang dikehendaki karena siswa dapat belajar secara optimal.


(14)

3 Dunia pendidikan saat ini dihadapkan pada masalah yang mendasar, di antaranya adalah adanya hasil belajar matematika siswa yang rendah dibanding dengan nilai pelajaran lainnya, Suwangsih (2006: 51). Hasil belajar siswa berkaitan dengan mutu pendidikan. Peningkatan mutu pendidikan harus diupayakan oleh semua pihak yang terkait di dalamnya baik oleh pemerintah, swasta, guru, maupun siswa dan masyarakat itu sendiri. Mutu pendidikan dikatakan meningkat jika prestasi atau hasil belajar siswa juga meningkat.

Dalam proses pembelajaran sering dijumpai adanya kecenderungan siswa yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru. Masalah ini membuat guru kesulitan dalam memilih metode pembelajaran yang tepat untuk menyampaikan materi pelajaran. Setelah guru menyampaikan materi, kemudian guru menanyakan kepada siswa bagian mana yang belum mereka mengerti, seringkali siswa hanya diam dan setelah guru memberikan soal latihan barulah guru mengerti bahwa sebenarnya ada bagian dari materi yang telah disampaikan belum dimengerti oleh siswa. Siswa harus aktif dalam proses pembelajaran, tanpa aktivitas siswa proses pembelajaran tidak dapat terlaksana dengan baik. Semakin banyak aktivitas yang dilakukan dalam belajar maka proses pembelajaran yang terjadi akan semakin baik, karena aktivitas tersebut memungkinkan adanya hubungan timbal balik yang baik antara guru dengan siswa dan antar sesama siswa. Sehingga dengan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran, diharapkan siswa dapat lebih mudah dalam mempelajari konsep-konsep pada pelajaran matematika. Bahwa belajar untuk pembelajaran matematika sebagai aktivitas manusia (human activity) yang fallible (biasa salah),


(15)

4 kebenaran matematika maupun kebenaran objek matematika harus diwujudkan sebagai hasil konstruksi ini semua bergantung pada anak berinteraksi dengan lingkungannya, Sofianto (2003 : 6).

Berdasarkan hasil observasi dan data prestasi siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Negeri Besar, ternyata 23 siswa dari 28 siswa mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran dan hasil belajarnya rendah. Strategi yang digunakan belum sepenuhnya mencapai proses dan hasil pembelajaran yang optimal karena masih berpusat pada guru, sehingga menyebabkan kegiatan pembelajarannya kurang menarik dan membosankan. Proses pembelajaran yang dilakukan selama ini menggunakan ekspositori, yaitu guru menyampaikan informasi dengan ceramah, memberikan contoh soal dan jawabanya, kemudian memberikan soal-soal latihan yang harus dikerjakan siswa baik di sekolah maupun di rumah (PR). Kegiatan pembelajaran didominasi oleh guru, sehingga komunikasi hanya berpusat pada guru semata. Dari pembelajaran tersebut, aktivitas siswa kelas V (lima) sangat pasif, kemauan siswa untuk bertanya sangat rendah. Hal ini ditunjukkan dari 28 siswa yang ada, rata-rata hanya 5 orang siswa yang mau bertanya. Sedangkan siswa yang lain pada umumnya diam atau pasif.

Keberhasilan seorang guru dalam menyampaikan pembelajaran dapat dilihat dari proses belajar dan hasil dari suatu belajar. Rendahnya hasil belajar siswa dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang merupakan bagian dari pendidikan, seperti sarana belajar, guru, metode, dan siswa. Kualitas dan keberhasilan pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kompetensi dan ketepatan guru memilih dan menggunakan metode pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran yang sesuai


(16)

5 dengan tujuan kurikulum dan potensi siswa merupakan kompetensi dan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru, Kosasih (2007: 24).

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik, Mulyasa (2008: 16).

Kondisi pembelajaran matematika saat ini lebih diwarnai oleh pendekatan yang menitik beratkan pada metode pembelajaran konvensional yang bersifat guru-sentris (teacher centered). Pada pembelajaran konvensional berakibat rendahnya hasil belajar siswa yang diduga kuat akibat motivasi, minat, dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran masih dibawah kriteria ketuntasan minimum (KKM). Suasana belajar seperti ini semakin kurang menarik, dan kurang mampu merangsang siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran matematika tidak hanya bersifat hafalan dan pemahaman konsep saja, tetapi bagaimana proses dalam pembelajaran itu menjadi lebih bermakna, membuat siswa lebih aktif, mengembangkan rasa ingin tahu, berpikir ilmiah/ rasional dalam pemecahan masalah untuk menyelidiki alam sekitar, dan mengembangkan kemampuan siswa dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses pembelajaran tidak terlepas dari ketiga ranah tersebut, ketiganya saling terkait satu sama lain, pengetahuan yang membentuk suatu


(17)

6 keterampilan dan pengetahuan yang membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.

Dari pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan diadakan secara sadar dan terencana dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, baik dalam hal akademik, spiritual, maupun potensi dalam hal mengembangkan tingkah laku di lingkungan sekitarnya. Pendidikan tidak hanya terbatas pada anak kecil dan remaja saja, bahkan orang tua pun tetap bisa mendapatkan pendidikan selama orang tua tersebut mau dan mampu. Pendidikan tidak hanya dipandang sebagai usaha pemberian informasi dan pembentukan keterampilan saja, tetapi proses pendidikan yang dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan dan mengembangkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan yang baik pula. Pendidikan juga bukan merupakan usaha tidak sadar, tetapi justru merupakan usaha sadar untuk menjadikan seseorang lebih baik dari sebelumnya, sehingga mampu mengendalikan diri dan menyesuaikan diri dilingkungan mana pun berada.

Sedangkan dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi disebutkan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peranan penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika dibidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan dan matematika diskrit. Hal ini menunjukan


(18)

7 bahwa matematika mempunyai peranan dan posisi penting dalam pembelajaran disekolah. Pembelajaran matematika perlu diawali dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi. Dengan mengajukan masalah kontekstual, siswa secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika, Depdiknas (2006 :134).

Kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja, Blancard (dalam Komalasari, 2010: 6).

Dari pengertian di atas dapat didefinisikan bahwa kontekstual adalah suatu konsep pembelajaran dan pengajaran yang menghubungkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata sehingga pembelajaran tersebuat akan bermakna. Kontekstual sebagai sebuah sistem mengajar didasarkan pada sebuah pemikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Sebagian besar tugas guru adalah menyediakan konteks. Semakin mampu para siswa mengaitkan pelajaran-pelajaran akademis dengan konteks yang diberikan oleh guru, semakin banyak pula makna yang akan mereka dapatkan dari pelajaran tersebut.

Pada observasi awal ditemukan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran Matematika di kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Negeri Besar yakni untuk nilai rata-rata UAS Matematika Semester I tahun ajaran 2012/2013 yaitu 52 (Berdasarkan data dari dokumen/arsip yang kami miliki), sedangkan nilai ketuntasan kompetensi minimal sekolah ini untuk mata pelajaran Matematika


(19)

8 adalah 60. Sehubungan dengan data pendahuluan di atas, data ulangan umum semester ganjil tahun ajaran 2012/2013 sebagai berikut :

Tabel 1.1 Hasil Helajar Siswa Kelas V Semester 1 Mata Pelajaran Matematika Tahun Pelajaran 2012/2013

No Interval Nilai Frekuensi Persentase (%) Kategori 1

2 3

60,0 - 100,0 50,0 - 59,0 < 49,0

5 8 15 17,85 % 28,57 % 53,58 % Baik Cukup Kurang

Jumlah 28 Siswa 100 %

Dari data di atas nampak jelas bahwa dari 28 siswa peserta ulangan umum semester 1 tahun pelajaran 2012/2013 yang memperoleh nilai di atas KKM (60,0 – 100,0) sebanyak 5 siswa (17,85%) lebih sedikit jika dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM (0,0 – 59,0) sebanyak 23 siswa (82,15%).

Berdasarkan paparan di atas, peneliti akan melakukan perbaikan pembelajaran dengan menggunakan strategi melalui model pembelajaran cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) pada mata pelajaran matematika di kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan, diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap hasil belajar dan akrivitas belajar siswa.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dapat diidentidikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya siswa kelas V yang kurang aktif (pasif) berdampak pada perolehan nilai hasil belajar matematika di bawah KKM (23 siswa atau 82,15 %).


(20)

9 2. Pembelajaran masih cenderung konvensional (ceramah).

3. Guru masih mendominasi pembelajaran (teacher centered).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa?

2. Apakah dengan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions) meningkatkan hasil belajar matematika siswa?

D. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan :

1. Meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika melalui penerapan model pembelajaran cooperative Learning tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan.

2. Meningkatkan hasil belajar matematika melalui penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement Divisions (STAD) pada siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian tentang peningkatan hasil belajar matematika dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD (Student


(21)

10 Teams Achievement Divisions) di kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan:

1. Bagi Siswa

a) Sebagai bahan masukan bagi para siswa agar lebih giat lagi dalam belajar matematika khususnya pokok bahasan sifat bangun datar dan bangun ruang.

b) Sebagai bahan tambahan motivasi untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.

c) Dengan meningkatnya aktivitas belajar, siswa akan dapat meningkatkan hasil belajarnya.

2. Bagi Guru

- Meningkatkan kualitas pembelajaran. - Berkembangnya profesionalisme diri.

- Ikut berperan aktif dalam pengembangan pengetahuan dan keterampilan.

- Tumbuh rasa percaya diri yang kuat dalam memecahkan masalah pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

- Sebagai referensi dalam perbaikan pembelajaran di sekolah. - Meningkatnya kualitas pendidikan di sekolah.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk memberikan kejelasan tentang penelitian ini, dikemukakan batasan-batasan sebagai berikut :


(22)

11 1. Subjek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa dan guru kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan Semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014.

2. Objek penelitian adalah aktivitas dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar pada mata pelajaran matematika.

3. Aktivitas belajar siswa dalam penelitian ini adalah kegiatan siswa selama proses pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran cooperative Learning tipe STAD.

4. Hasil belajar siswa dalam penelitian ini adalah hasil belajar yang diperoleh melalui tes evaluasi yang dilakukan setiap akhir pelajaran matematika setiap siklus dengan menggunakan model pembelajaran cooperative Learning tipe STAD. Tes tertulis dengan lembar soal terlampir pada RPP. 5. Kegiatan siswa selama proses pembelajaran matematika di kelas V SD

Negeri 2 Negeri Besar dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.


(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Belajar

Belajar secara bahasa berarti berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan, Qodratillah (2008: 24). Namun demikian, cukup banyak para ahli yang merumuskan pengertian belajar.

Seseorang dapat dikatakan belajar jika dalam diri orang tersebut terjadi suatu aktifitas yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dapat diamati relatif lama. Perubahan tingkah laku itu tidak muncul begitu saja, tetapi sebagai akibat dari usaha orang tersebut. Oleh karena itu, proses terjadinya perubahan tingkah laku tanpa adanya usaha tidak disebut belajar. Ruminiati (2008: 1.3 – 1.4). Belajar adalah suatu proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif, Skinner (dalam Ruminiati, 2008: 1.3).

Belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya, Slameto (dalam Kurnia, 2007: 13).

Belajar pada abad 21, didasarkan pada konsep belajar sepanjang hayat (life long learning) dan belajar bagaimana belajar (learning how to learn). Konsep ini bertumpu pada empat pilar pembelajaran yaitu: (1) learning to know (belajar


(24)

13 mengetahui) dengan memadukan pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja melalui kemampuan belajar bagaimana caranya belajar sehingga diperoleh keuntungan dari peluang-peluang pendidikan sepanjang hayat yang tersedia; (2) learning to do (belajar berbuat) bukan hanya untuk memperoleh suatu keterampilan kerja tetapi juga untuk mendapatkan kompetensi berkenaan dengan bekerja dalam kelompok dan berbagai kondisi sosial yang informal; (3) learning to be (belajar menjadi dirinya) dengan lebih menyadari kekuatan dan keterbatasan dirinya, dan terus menerus mengembangkan kepribadiannya menjadi lebih baik dan mampu bertindak mandiri, dan membuat pertimbangan berdasarkan tanggung jawab pribadi; (4) learning to live together (belajar hidup bersama) dengan cara mengembangkan pengertian dan kemampuan untuk dapat hidup bersama dan bekerjasama dengan orang lain dalam masyarakat global yang semakin pluralistik/majemuk secara damai dan harmonis, yang didasari dengan nilai-nilai demokrasi, perdamaian, hak asasi manusia, dan pembangunan berkelanjutan, Delors (dalam Kurnia dkk. 2007: 1.3).

Pada proses belajar selain terjadi proses perubahan perilaku, juga terdapat suatu interaksi antara pelaku dengan lingkungan belajarnya. Sebagaimana pendapat Usman (2000: 5) yang mendefinisikan belajar sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dan individu dengan lingkungan. Kemudian belajar dibatasi dengan dua macam rumusan. Pertama, belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Kedua, belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat adanya latihan khusus, Chaplir dalam (Syah 2006: 90).


(25)

14 B. Aktivitas Belajar

Secara etimologi aktivitas belajar berasal dari dua kata, yaitu aktivitas dan belajar. Aktivitas dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai kegiatan, keaktifan, kesibukan, Qodratillah (2008: 24). Hal ini berarti segala bentuk kegiatan yang dilakukan oleh siapa pun dianggap sebagai aktivitas.

Aktivitas belajar adalah kegiatan mengolah pengalaman dan atau praktik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan memecahkan masalah, Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 (dalam Ekaputra, 2009: 12)

“Aktivitas pembelajaran haruslah melibatkan seluruh aspek psikofisis peserta didik, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor”, Hanafiah dan Suhana (2009: 23).

Belajar sebagai suatu proses kegiatan mental pada diri seseorang yang berlangsung dalam interaksi aktif individu dengan lingkungannya, sehingga menghasilkan perubahan yang relatif menetap/bertahan dalam kemampuan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Winkel (dalam Kurnia, 2007: 1.3).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan suatu kegiatan yang dilakukan individu baik fisik maupun non-fisik dengan cara mendengar, membaca, menulis, mendiskusikan, merefleksikan rangsangan, dan memecahkan masalah untuk memperoleh perubahan perilaku yang relatif menetap dalam seluruh aspek (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang


(26)

15 diperoleh melalui interaksi antar individu dan antara individu dengan lingkungannya. Perubahan perilaku sebagai hasil belajar terjadi secara sadar, bersifat kontinu, relatif menetap, dan mempunyai tujuan terarah pada kemajuan yang progresif.

C. Hasil Belajar

Secara bahasa hasil belajar berasal dari dua kata, yaitu hasil dan belajar. Menurut Kamus Bahasa Indonesia (KBI) hasil adalah sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dan sebagainya) oleh usaha. Belajar adalah berusaha mengetahui sesuatu; berusaha memperoleh ilmu pengetahuan (kepandaian, keterampilan). Sehingga hasil belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang diadakan oleh usaha dalam memperoleh ilmu pengetahuan, Qodratillah (2008. 24).

Hal ini mengindikasikan bahwa hasil belajar merupakan akibat yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas belajar. Dan kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan siswa dalam memperoleh hasil. Untuk mengetahui berhasil tidaknya seseorang dalam belajar, maka perlu dilakukan suatu evaluasi, tujuannya untuk mengetahui hasil yang diperoleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung.

Hasil belajar dipandang sebagai keluaran dari berbagai masukan, berbagai masukan tersebut dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: (1) masukan pribadi (personal input), dan (2) masukan yang berasal dari lingkungan (environmental input), Keller (dalam Nashar 2004: 77).


(27)

16 Sehingga disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya, Nashar (2004: 79).

Hasil belajar yang diperoleh seseorang setelah belajar berupa keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai. Hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar dari proses pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik yang diperoleh siswa melalui interaksi dengan lingkungan dan kondisi pembelajaran tertentu, Gagne (dalam Yulmaiyer 2007: 5).

Sejalan dengan pendapat Gagne, hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai oleh siswa yang dikelompokkan dalam tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interest, apresiasi, dan menyesuaian perasaan sosial. Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik, Bloom (dalam Usman 2000: 34). Dari pendapat ini Bloom memandang hasil sebagai hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen lainnya yang relevan.

Hasil belajar siswa adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah mengalami suatu proses pembelajaran. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dari nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru, Sesiria (2005 : 12). Hal senada juga diungkapkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi belajar dan tindakan mengajar. Hasil


(28)

17 belajar untuk sebagian adalah karena berkat tindakan guru, pencapaian pengajaran, pada bagian lain merupakan penigkatan kemampuan mental siswa, Dimyati dan Mujiono (dalam Sesiria 2005 : 12).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh siswa setelah siswa melakukan proses belajar dengan perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang diwujudkan dalam bentuk skor atau angka setelah mengikuti tes prestasi belajar.

D. Matematika Sekolah Dasar

Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematike yang berarti mempelajari. Kata mathematike ini berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir), Russefendi (dalam Suwangsih 2006: 3).

Matematika dari bahasa Yunani “Mathematikos” secara ilmu pasti, atau “Istilah Matematika Mathesis” yang berarti ajaran, pengetahuan abstrak dan deduktif, dimana kesimpulan tidak ditarik berdasarkan pengalaman keindraan, tetapi atas kesimpulan yang ditarik dari kaidah–kaidah tertentu melalui deduksi (Ensiklopedia Indonesia dalam MKPBM UPI, 2001: 18).

Johnson dan Rissing dalam Russefendi (1972: 22) Matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi. Matematika adalah pengetahuan struktur yang


(29)

18 terorganisasikan, sifat-sifat dalam teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada keteraturan dan keharmonisan (Suwangsih, 2006: 4).

James dan James dalam kamus Matematika mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika, bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang yaitu, aljabar, analisis, dan geometri (Tim MKPBM UPI, 2001: 17).

Matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif, sedangkan siswa SD yang berada pada usia 7 sampai 12 tahun masih berada pada tahap operasional konkrit yang belum dapat berfikir formal. Oleh karena itu pembelajaran matematika di SD selalu tidak terlepas dari hakikat matematika dan hakikat anak didik di SD. Peneliti berpendapat matematika adalah salah satu disiplin ilmu yang didapat dengan berpikir yang menghubungan satu konsep dengan konsep yang lainnya, yang dikelompokkan dalam tiga bidang yaitu, aljabar, analisis, dan geometri.

Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya. Selanjutnya matematika terbagi dalam tiga bagian besar, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Tetapi adapula yang mengatakan bahwa matematika terbagi menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika, James (dalam Suwangsih 2006: 4).

Bidang studi matematika yang diajarkan di SD mencakup tiga cabang, yaitu aritmatika, aljabar, dan geometri, Abdurrahman (2003: 253).


(30)

19 Aritmatika merupakan cabang matematika yang berkenaan dengan sifat hubungan-hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan mereka terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, Dali S. Naga (dalam Abdurrahman 2003: 253). Secara singkat aritmatika adalah pengetahuan tentang bilangan. Aljabar adalah abjad dalam aritmatika, Dali S. Naga (dalam Abdurrahman). Dan geometri adalah cabang matematika yang berkenaan dengan titik dan garis, Aleks Maryunis (dalam Abdurrahman 2003: 253).

Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa matematika sekolah dasar adalah suatu bidang studi yang mempelajari bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi manusia mencakup aritmatika, aljabar, dan geometri.

Oleh sebab itu diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang akan membuat siswa akrab dan menyenangi belajar matematika. Karena menurut Pitajeng (2006: 3), orang yang belajar akan merasa senang jika memahami apa yang dipelajarinya. Hal ini juga berlaku bagi anak yang belajar matematika.

E. Model Pembelajaran Cooperative

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative

”Cooperative learning method share the idea that students work together to learn and are responsible for their teammates learning as well as their own”, Slavin (dalam Asma, 2006: 11). Definisi ini mengandung pengertian bahwa dalam belajar cooperative siswa belajar bersama, saling menyumbang pemikiran dan bertanggung jawab terhadap pencapaian hasil belajar secara individu maupun kelompok.


(31)

20 Ahli lain memberikan definisi belajar cooperative sebagai berikut: “Cooperative learning is an approach that involves a small group of learners working together as a team to solve a problem, complete a task, or accomplish a common goal”, Artzt dan Newman (dalam Asma, 2006: 11). Menurut pengertian definisi ini, belajar cooperative adalah suatu pendekatan yang mencakup kelompok kecil dari siswa yang bekerja sama sebagai suatu tim untuk memecahkan masalah, menyelesaikan suatu tugas, atau menyelesaikan suatu tujuan bersama.

Pembelajaran cooperative merupakan salah satu model pembelajaran yang terstruktur dan sistematis, di mana kelompok-kelompok kecil bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Pembelajaran cooperative sebagai metode pembelajaran yang melibatkan kelompok-kelompok kecil yang heterogen dan siswa bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan dan tugas-tugas akademik bersama, sambil bekerja sama juga belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial, Cooper dan Heinich (dalam Asma, 2006: 11).

Pembelajaran cooperative telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerja sama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas kelompok. Dalam pembelajaran cooperative terdapat saling kebergantungan secara positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa memiliki kesempatan yang sama untuk sukses.


(32)

21 2. Ciri-ciri Model Pembelajaran Cooperative

Ciri-ciri model pembelajaran cooperative adalah: 1) belajar bersama dengan teman, 2) selama belajar terjadi tatap muka antarteman, 3) saling mendengarkan pendapat antarkelompok, 4) belajar dari teman sendiri dalam kelompok, 5) belajar dalam kelompok kecil, 6) produktif bicara atau saling mengemukakan pendapat, 7) keputusan bergantung pada siswa sendiri, 8) siswa aktif, Stahl (dalam Suyatna, 2008: 93).

3. Tujuan Model Pembelajaran Cooperative

Tujuan pembelajaran cooperative adalah sebagai berikut: a. Pencapaian Hasil Belajar

Pembelajaran cooperative bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Para pengembang model ini telah membuktikan bahwa model struktur penghargaan cooperative telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan normal yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan Terhadap Perbedaan Individu

Efek penting yang kedua dari model pembelajaran cooperative ialah penerimaan luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, tingkat sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembelajaran cooperative memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan cooperative, serta belajar untuk menghargai satu sama lain.


(33)

22 c. Pengembangan Keterampilan Sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran cooperative ialah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam masyarakat, banyak kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dalam masyarakat, meskipun beragam budayanya, Asma (2006: 12).

4. Manfaat Model Pembelajaran Cooperative

Manfaat pembelajaran cooperative, antara lain sebagai berikut. 1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.

2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi. 3) Memperbaiki kehadiran.

4) Angka putus sekolah menjadi rendah.

5) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar. 6) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

7) Konflik antar pribadi berkurang. 8) Sikap apatis berkurang.

9) Pemahaman yang lebih mendalam. 10)Motivasi lebih besar.

11)Hasil belajar lebih tinggi.

12)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi, Ibrahim (dalam Setianingsih, 2007: 24).

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran cooperative adalah pembelajaran yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Hal ini dilandasi oleh pemikiran bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami suatu konsep jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.


(34)

23 F. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD

1. Pengertian Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD

Model STAD (Student Teams-Achievement Divisions) dikembangkan oleh Robert Slavin dan kolega-koleganya di John Hopkin University. Pembelajaran Cooperative dengan Tipe STAD, siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan empat atau lima orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, sehingga dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berprestasi tinggi, sedang, dan rendah atau variasi jenis kelamin, kelompok ras dan etnis, atau kelompok sosial lainnya, Slavin (dalam Asma, 2006: 51). Student Team Achievement Division tipe ini dikembangkan oleh Slavin (dalam Isjoni, 2009: 51) dan merupakan salah satu tipe cooperative yang menekankan pada adanya aktivitas, dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi, dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran.

Guru lebih dahulu menjelaskan atau menyajikan materi baru dalam kelas, kemudian anggota tim mempelajari dan berlatih untuk materi tersebut dalam kelompoknya. Siswa dilengkapi dengan lembar kerja dan juga diberi latihan, tugas-tugasnya harus dikuasai oleh setiap anggota kelompok. Pada akhirnya guru memberikan kuis yang harus dikerjakan siswa secara individu.

Setiap anggota kelompok harus memberikan skor terbaik kepada kelompoknya dengan menunjukkan peningkatan penampilan dibanding dengan sebelumnya atau dengan mencapai nilai sempurna. Kelompok yang tanpa memiliki anggota-anggota yang meningkat nilainya dan menghasilkan


(35)

24 skor yang tidak sempurna tidak akan menang atau mendapat penghargaan berupa hadiah atau lainnya.

Model pembelajaran cooperative learning Tipe STAD merupakan model pembelajaran yang sangat mudah diterapkan dan paling sederhana dalam penerapannya. Siswa akan lebih mudah dalam menemukan dan menangani konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. Siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk dibimbing oleh temannya yang memiliki wawasan yang lebih tinggi, sedangkan siswa yang kemampuannya lebih tinggi mempunyai kesempatan untuk menjadi tutor sehingga pemahamannya menjadi lebih baik lagi. Kerja kelompok diharapkan dapat membuat siswa lebih mendiskusikan konsep dan prinsip tentang pelajaran mereka. Kegiatan saling membantu yang menguntungkan semua pihak tentu akan meningkatkan hasil belajar siswa sehingga aktivitasnya pun akan meningkat.

2 Tahap-tahap Belajar Cooperative Learning Tipe STAD

Pada proses pembelajarannya, belajar cooperative Learning tipe STAD melalui lima tahapan yang meliputi: 1) tahap penyajian materi, 2) tahap kegiatan kelompok, 3) tahap tes individual, 4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahap pemberian penghargaan kelompok. Slavin (dalam Isjoni, 2011: 51).


(36)

25 Tahap-tahap belajar Cooperative Learning Tipe STAD sebagai berikut:

Tahap 1 : Persiapan Pembelajaran a. Materi

Materi pembelajaran dalam belajar cooperative learning dengan menggunakan tipe STAD dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok. Sebelum menyajikan materi pelajaran, dibuat lembar kerja siswa (LKS) yang akan dipelajari kelompok, serta lembar jawaban dan lembar kegiatan tersebut.

b. Menempatkan Siswa dalam Kelompok

Menempatkan siswa dalam kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari empat orang, dengan cara mengurutkan nama siswa berdasarkan kemampuan akademiknya dan daftar siswa yang telah diurutkan tersebut dibagi menjadi empat bagian. Kemudian diambil satu siswa dari tiap kelompok sebagai anggota kelompok. Kelompok yang sudah terbentuk diusahakan berimbang selain menurut kemampuan akademik juga diusahakan menurut jenis kelamin dan etnis.

c. Menentukan Skor Dasar

Skor dasar merupakan skor rata-rata pada kuis sebelumnya. Jika mulai menggunakan tipe STAD setelah memberikan tes kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal, maka skor tes tersebut dapat dipakai sebagai skor dasar. Selain skor tes kemampuan prasyarat/tes pengetahuan awal, nilai siswa pada semester sebelumnya juga dapat digunakan sebagai skor dasar.


(37)

26 Tahap 2 : Penyajian Materi

Tahap penyajian materi ini menggunakan waktu sekitar 20-45 menit. Setiap pembelajaran dengan tipe ini selalu dimulai dengan penyajian materi oleh guru. Sebelum menyajikan materi pelajaran, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan pelajaran, memberikan motivasi untuk bercooperative, menggali pengetahuan prasyarat dan sebagainya. Dalam penyajian kelas dapat digunakan model ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya, disesuaikan dengan isi bahan ajar dan kemampuan pebelajar.

Tahap 3 : Kegiatan Belajar Kelompok

Dalam setiap kegiatan belajar kelompok digunakan lembar kerja siswa (LKS) untuk setiap kelompok, dengan tujuan agar terjalin kerja sama antara anggota kelompoknya. Seorang siswa yang kemampuan akademiknya lebih dari teman-teman dalam kelompok mendapat peran memimpin anggota-anggota di dalam kelompoknya, dengan harapan bahwa setiap anggota kelompok termotivasi untuk memulai pembicaraan dalam diskusi. Pada awal pelaksanaan kegiatan kelompok dengan tipe STAD diperlukan adanya diskusi dengan siswa tentang ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam kelompok cooperative.

Tahap 4 : Pemeriksaan terhadap Hasil Kegiatan Kelompok

Pemeriksaan terhadap hasil kegiatan kelompok dilakukan dengan membacakan hasil kegiatan kelompok di depan kelas oleh wakil dari setiap kelompok. Pada tahap kegiatan ini diharapkan terjadi interaksi antaranggota kelompok penyaji dengan anggota kelompok lain untuk melengkapi jawaban


(38)

27 kelompok tersebut. Kegiatan ini dilakukan secara bergantian. Pada tahap ini pula dilakukan pemeriksaan hasil kegiatan kelompok dengan memberikan kunci jawaban dan setiap kelompok memeriksa sendiri hasil pekerjaannya serta memperbaiki jika masih terdapat kesalahan-kesalahan.

Tahap 5 : Siswa Mengerjakan Soal-soal Tes secara Individual

Pada tahap ini setiap siswa harus memperhatikan kemampuannya dan menunjukkan apa yang diperoleh pada kegiatan kelompok dengan cara menjawab soal tes sesuai dengan kemampuannya. Siswa dalam tahap ini tidak diperkenankan bekerja sama. Skor perolehan individu ini akan dibandingkan dengan skor dasar dan digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok.

Tahap 6 : Pemeriksaan Hasil Tes

Pemeriksaan hasil tes dilakukan oleh guru, dengan membuat daftar skor peningkatan setiap individu yang diperoleh dari selisih antara skor dasar dengan skor kuis terakhir/postest, yang kemudian dimasukkan menjadi skor kelompok. Peningkatan rata-rata skor setiap individu merupakan sumbangan bagi kinerja pencapaian kelompok.

Tahap 7 : Penghargaan Kelompok

Setelah diperoleh hasil kuis, kemudian dihitung skor peningkatan individual berdasarkan selisih perolehan skor kuis terdahulu (skor dasar) dengan skor kuis terakhir, Asma (2006: 51). Berdasarkan skor peningkatan individual dihitung poin perkembangan dengan menggunakan pedoman yang disusun oleh Slavin (dalam Asma, 2006: 53) sebagai berikut.


(39)

28 ada yang kelompok anggota Jumlah anggota an perkembang total Jumlah Nk . . . . . . . 

Tabel 2.1 Poin Perkembangan dengan Pedoman Slavin

Skor Penilaian Skor Perkembangan

Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar 10 poin sampai 1 poin di bawah skor dasar Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar Lebih dari 10 poin dari skor dasar

Nilai sempurna (tidak berdasarkan skor dasar)

5 10 20 30 30

Pemberian penghargaan kepada kelompok yang memperoleh poin

perkembangan kelompok tertinggi ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan Nk = Nilai kelompok

Pada model pembelajaran STAD, tim yang terbaik akan mendapatkan sebuah penghargaan. Penghargaan diberikan pada tim dengan kriteria tertentu. Kriteria itu dapat diambil dari skor tim, kekompakan tim dalam bekerja sama, saling membantu teman satu tim dalam mempelajari materi, dan saling memberi semangat kepada teman satu tim untuk melakukan yang terbaik, Nur (2008: 5-6). “Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan guru”, Nur (2008: 6).


(40)

29 Berdasarkan poin perkembangan yang diperoleh terdapat tiga kriteria penghargaan yang diberikan yaitu :

1. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 15, sebagai kelompok baik. 2. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata 20, sebagai kelompok hebat. 3. Kelompok yang memperoleh poin rata-rata lebih dari 25, sebagai

kelompok super.

3. Kelebihan dan Kelemahan Penggunaan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe STAD

Kelebihan dan kelemahan model pembelajaran STAD adalah sebagai berikut:

1) Kelebihan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD a) Meningkatkan kecakapan individu.

b) Meningkatkan kecakapan kelompok. c) Meningkatkan komitmen.

d) Menghilangkan prasangka buruk terhadap teman sebaya. e) Tidak bersifat kompetitif.

f) Tidak memiliki rasa dendam, Yurisa (2010: 43).

2) Kelemahan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD a) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.

b) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan karena peran anggota yang pandai lebih dominan, Slavin (dalam Nur 2000: 27 ).

Pada saat guru menerapkan pembelajaran cooperative learning tipe STAD, menurut Nur (2000: 89-94) ada sejumlah masalah yang dapat dialaminya:


(41)

30 2. Siswa berperilaku menyimpang.

3. Siswa terlalu gaduh. 4. Ketidakhadiran.

5. Siswa tidak dapat menggunakan waktu latihan tim secara efektif. 6. Rentang tingkat kinerja di dalam kelas terlalu lebar untuk pengajaran

kelompok.

7. Penggunaan sistem skor perbaikan individual.

Berdasarkan uraian di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa pembelajaran cooperative learning tipe STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran cooperative yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Tipe ini menempatkan siswa dalam kelompok belajar yang beranggotakan 4-5 orang siswa yang merupakan campuran dari kemampuan akademik yang berbeda, variasi jenis kelamin, dan kelompok ras atau etnis yang berbeda. Salah satu kelebihan dalam penggunaan model pembelajaran cooperativelearning tipe STAD adalah mengembangkan ketrampilan berpikir kritis siswa dan kerja sama kelompok, sedangkan kelemahan penggunaan model pembelajaran cooperative learning Tipe STAD adalah kurang pahamnya siswa dengan pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning Tipe STAD.

G. Kerangka Pikir

Berdasarkan kondisi awal siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014 bahwa aktivitas belajar dan hasil belajar matematika belum optimal. Aktivitas belajar dan hasil belajar mata pelajaran


(42)

31 matematika rendah diakibatkan karena guru alam mengajar menggunakan metode ceramah. Umumnya siswa cenderung cepat bosan mendengarkan penjelasan guru, sehingga mengurangi motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran.

Untuk mengatasi hal tersebut maka guru melakukan penelitian tindakan kelas dengan menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dalam dua siklus. Pada siklus pertama guru melakukan tindakan dengan cara membagi kelompok belajar, dimana setiap kelompok masing-masing 4 - 5 orang. Siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk dibimbing oleh temannya yang memiliki wawasan yang lebih tinggi, sedangkan siswa yang kemampuannya lebih tinggi mempunyai kesempatan untuk menjadi tutor sehingga pemahamannya menjadi lebih baik lagi. Kerja kelompok diharapkan dapat membuat siswa lebih mendiskusikan konsep dan prinsip tentang pelajaran mereka. Kegiatan saling membantu yang menguntungkan semua pihak tentu akan meningkatkan aktivitas belajar siswa sehingga hasil belajarnya pun akan meningkat.

Kondisi akhir mengenai motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar mata pelajaran matematika meningkat setelah menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Team Achievement Divisions (STAD). Peningkatan motivasi belajar dan hasil belajar ini ditandai dengan hasil observasi dan nilai test pada setiap siklus yaitu dengan membandingkan antara sikus pertama dengan sikus kedua.


(43)

32 H. Hipotesis

Ha : ”Bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe Student Team Achievement Divisions (STAD), dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Negeri Besar Tahun Pelajaran 2013/2014.

Ha: Bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model cooperative learning tipe Student Team Achievement Divisions (STAD), dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Negeri Besar Tahun Pelajaran 2013/2014.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Setting Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014, dengan alokasi waktu dilakukan bulan Juli 2013 sampai September 2013. Tempat penelitian yang dipilih adalah SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar Kabupaten Way Kanan dengan jumlah siswa kelas V sebanyak 28 orang siswa yang terdiri dari 10 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan.

B. Prosedur Penelitian

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan 3 siklus. Pemberian tindakan pada siklus pertama didasarkan pada hasil refleksi awal. Berpedoman pada refleksi awal dilakukan penelitian tindakan kelas (PTK) melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.


(45)

34 Keempat tahap dalam penelitian tersebut adalah unsur yang membentuk sebuah siklus, yaitu satu putaran kegiatan beruntun yang kembali ke langkah semula (dalam Arikunto, 2008: 16).

Gambar 3.1 Alur PTK Model Lewin menurut Elliot (Wiraatmadja, 2007: 67)

1. Siklus I

Siklus I didasarkan analisis dari refleksi awal pada studi pendahuluan siklus I terdiri dari: (a) perencanaan, ( b) pelaksanaan, (c) observasi dan (d) refleksi.

a) Perencanaan

1) Membuat pemetaan SK-KD. 2) Menyiapkan Silabus.

3) Merancang RPP.

4) Menyiapkan alat peraga. 5) Membuat lembar observasi.

dst Merencanakan selanjutnya Melakukan Tindakan Observasi Refleksi SIKLUS II Merencanakan Melakukan Tindakan Observasi Refleksi SIKLUS I Merencanakan selanjutnya Melakukan Tindakan Observasi Refleksi SIKLUS III


(46)

35 6) Mempersiapkan alat evaluasi.

7) Membuat skenario pembelajaran

b) Pelaksanaan

Pelaksanaan mengikuti skenario pembelajaran menggunakan kooperatif learning type STAD. Prosesnya mengikuti urutan kegiatan yang terdapat dalam skenario pembelajaran. Adapun urutan kegiatan secara garis besar sebagai berikut:

a) Mengawali pelajaran dengan pendahuluan yaitu memberikan motivasi dan persepsi.

b) Membentuk kelompok belajar yang terdiri dari 4 siswa sehingga terbentuk

“masyarakat belajar”

c) Di dalam kelompok, siswa belajar sesuatu yang baru dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan yang diperolehnya.

d) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri pada pokok bahasan yang diberikan.

e) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya.

f) Menggunakan model untuk menjelaskan konsep-konsep dalam matematika.

g) Melakukan kegiatan refleksi pada setiap akhir kegiatan.

h) Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara, yaitu: kerjasama siswa dalam kelompok, cara menyampaikan jawaban hasil diskusi, lembar kerja siswa, latihan siswa dan tes pada setiap kelas.


(47)

36 c) Observasi

Pengamatan dilakukan terhadap siswa dan guru, yang meliputi kegiatan yang dilakukan siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung. Yang dilakukan menggunakan lembar observasi dan dilaksanakan oleh kolabor/patner kerja.

d) Analisis dan refleksi

Dari hasil penelitian di atas dapat dilakukan analisis dengan cara mengukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Sedangkan refleksi adalah renungan terhadap hasil analisis yang telah dikerjakan, kelebihan dan kelemahan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD, maka akan timbul pertanyaan-pertanyaan yang perlu dikemukakan dalam hal ini adalah:

1) Berapa persen kemampuan siswa dalam pembelajaran matematika. 2) Apakah ada cara yang lain selain model pembelajaran cooperative

learning tipe STAD.

3) Apakah masih beranggapan bahwa pelajaran matematika itu sulit dan membosankan.

4) Apakah ada peningkatan belajar siswa lewat model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

5) Sudahkah guru menerapkan struktur pengajaran matematika yang baik. 6) Sudahkah guru mengadakan perbaikan kepada siswa tentang

teori-teori pengajaran matematika yang dianggap siswa sukar dalam menghadapi masalah-masalah pembelajaran matematika.


(48)

37 2. Siklus II

Siklus II didasarkan analisis dari refleksi awal pada studi pendahuluan siklus I terdiri dari: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) observasi dan (d) refleksi.

a) Perencanaan ulang

Berdasar hasil refleksi pada siklus I baik yang berkaitan dengan guru, siswa dan perangkatnya maka diadakan perencanaan ulang yang meliputi seluruh perencanaan pada siklus I.

b) Pelaksanaan

1) Guru melakukan semua langkah sebagaimana pada siklus I dengan mengalisis hasil refleksi.

2) Guru menggunakan metode tanya jawab untuk mengamati pemahaman sifat-sifat bangun datar, bangun ruang serta hubungan antar bangun..

3) Guru mengadakan tes akhir pada siklus II untuk mengukur hasil belajar siswa.

c) Observasi

1) Melakukan semua langkah-langkah sebagaimana pada siklus I 2) Observasi data hasil ulangan tes akhir siklus II.


(49)

38 d) Analisis dan refleksi

Peneliti bersama observer menganalisis semua tindakan kelas pada siklus II sebagaimana langkah yang telah dilakukan pada siklus I, selanjutnya peneliti mangadakan refleksi. Apakah menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam memahami sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang serta hubungan antar bangun?

3. Siklus III

Siklus III didasarkan analisis dari refleksi awal pada studi pendahuluan siklus II terdiri dari: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan, (c) observasi dan (d) refleksi.

a) Perencanaan ulang

Berdasar hasil refleksi pada siklus II baik yang berkaitan dengan guru, siswa dan perangkatnya maka diadakan perencanaan ulang yang meliputi seluruh perencanaan pada siklus II.

b) Pelaksanaan

4) Guru melakukan semua langkah sebagaimana pada siklus II

5) Guru menggunakan metode tanya jawab untuk mengamati pemahaman konsep tentang operasi hitung bilangan bulat.

6) Guru mengadakan tes akhir pada siklus III untuk mengukur hasil belajar siswa.


(50)

39 c) Observasi

4) Melakukan semua langkah-langkah sebagaimana pada siklus I 5) Observasi data hasil ulangan tes akhir siklus II.

d) Analisis dan refleksi

Peneliti bersama observer menganalisa semua tindakan kelas pada siklus III sebagaimana langkah yang telah dilakukan pada siklus II, selanjutnya peneliti mangadakan refleksi. Apakah menggunakan model pembelajaran cooperative learning dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam memahami sifat-sifat bangun datar dan bangun ruang serta hubungan antar bangun?

Apabila dalam pelaksanaan siklus III baik rata-rata keberhasilan kelas maupun ketuntasan klasikal sudah sesuai dengan yang diharapkan, maka penelitian ini dihentikan, namun apabila rata-rata keberhasilan kelas maupun ketuntasan klasikal belum memperoleh hasil yang ditetapkan, maka penelitian ini perlu dilanjutkan pada siklus berikutnya.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap ini, peneliti mengumpulkan seluruh data yang telah diperoleh berdasarkan instrumen penelitian, kemudian data tersebut dikelompokkan berdasarkan jenis dan sumber. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi terhadap keseluruhan data sesuai dengan tujuan penelitian. Model penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif karena data akhir variabel berupa


(51)

40 angka-angka analisis yang didapat dari hasil belajar siswa yang dilakukan melalui tes pada awal pembelajaran /pretest dan akhir pembelajaran/postest.

D. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.

1. Analisis kualitatif

Analisis kualitatif akan digunakan untuk menganalisis data yang menunjukkan dinamika proses dengan memberikan pemaknaan secara kontekstual dan mendalam sesuai dengan permasalahan penelitian, yaitu data tentang aktivitas belajar siswa dan pendapat siswa dan guru tentang penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

Data yang tergolong kualitatif diperoleh melalui lembar observasi dan kuesioner. Lembar observasi bertujuan untuk menjaring peningkatan aktivitas belajar siswa dan pembelajaran yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran dengan diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe STAD. Sedangkan lembar kuesioner digunakan untuk menjaring data pendapat siswa dan guru mengenai penerapan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD, yang dilakukan setelah berakhirnya keseluruhan pelaksanaan program tindakan.

2. Analisis kuantitatif

Analisis kuantitatif akan digunakan untuk mengidentifikasikan berbagai dinamika kemajuan kualitas hasil belajar siswa dan penguasaan materi oleh


(52)

41

N

x

x

guru. Data yang tergolong kuantitatif diperoleh melalui hasil tes pada setiap akhir siklus. Hal ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa selama diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe STAD pada mata pelajaran matematika.

Data kuantitatif di dapat dari hasil evaluasi pembelajaran yang dilakukan secara deskriptif dengan rumus sebagai berikut :

Keterangan : X = nilai rata-rata

X = jumlah semua nilai hasil

N = jumlah siswa Diadopsi dari Arikunto (2010:38).

E. Instrumen Penilaian

Instrumen penilaian yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tes

Arikunto (2010:27) menyatakan tes merupakan “serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau

kelompok”. Tes yang akan dilakukan dalam penelitian ini berupa pre test (tes awal) dan post test (tes akhir). Pre test dilakukan untuk mengetahui pengetahuan awal mengenai bahasan yang akan diajarkan, sedangkan post test dilakukan dengan tujuan untuk melihat hasil belajar siswa setelah pemberian tindakan pembelajaran. Setelah soal selesai dikerjakan, semua lembar jawaban dikumpulkan dan dikoreksi, dan selanjutnya dianalisis oleh peneliti.


(53)

42 Dari tes ini akan diperoleh data mengenai hasil belajar siswa pada kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar pada mata pelajaran matematika.

2. Observasi

Arikunto (2010:133) menyatakan “…observasi atau yang disebut pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan

menggunakan seluruh alat indera”. Observasi dimaksudkan untuk mengetahui

adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru mata pelajaran matematika dengan menggunakan lembar observasi.

Dari teknik tes ini akan diperoleh data mengenai bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika terhadap siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar dan untuk mengetahui bagaimana kegiatan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

3. Kuesioner

Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” Arikunto (2010:128). Angket ini diberikan setelah semua tindakan pembelajaran selesai. Bentuk pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner ini adalah daftar cek dan tugas responden adalah membubuhkan tanda cek sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh peneliti.


(54)

43 Dari teknik tes ini akan diperoleh data mengenai respons siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar dan guru pada mata pelajaran matematika dengan diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

F. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan pemberian tindakan kelas pada pembelajaran ini apabila keaktifan siswa mencapai 75%, hasil nilai rata-rata kelas mencapai minimal 60 dan ketuntasan belajar klasikal mencapai minimal 75%.


(55)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sesuai dengan pengamatan observer yang telah dilakukan pada siswa mulai dari siklus I sampai siklus III, dan terjadi peningkatan di setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa antara siklus I (67,85%), siklus II (76,87%), dan siklus III (84,64%).

2. Penggunaan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan nilai hasil belajar yang telah dilakukan siswa pada siklus I sampai siklus III, nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai siklus I yaitu 61,07 menjadi 66,01 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 79,82.


(56)

110 B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Bagi Kepala SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar

Sekolah diharapkan memberikan pengetahuan mengenai berbagai model atau cara mengajar yang lebih beragam kepada guru mata pelajaran, agar guru mampu menerapkan pembelajaran kepada siswa dengan cara yang lebih menarik.

2. Bagi Guru SD Negeri 2 Negeri Besar

Guru hendaknya lebih meningkatkan motivasi siswa untuk berpikir lebih aktif dalam memecahkan suatu masalah, saling bekerja sama antar siswa dan memberikan bimbingan pada siswa untuk memecahkan suatu masalah tertentu secara bersama.

3. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam penulisan karya ilmiahnya.


(57)

(58)

(1)

42

Dari tes ini akan diperoleh data mengenai hasil belajar siswa pada kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar pada mata pelajaran matematika.

2. Observasi

Arikunto (2010:133) menyatakan “…observasi atau yang disebut pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indera”. Observasi dimaksudkan untuk mengetahui adanya kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dan guru mata pelajaran matematika dengan menggunakan lembar observasi.

Dari teknik tes ini akan diperoleh data mengenai bagaimana proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru mata pelajaran matematika terhadap siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar dan untuk mengetahui bagaimana kegiatan peneliti dalam menerapkan model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

3. Kuesioner

Kuesioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui” Arikunto (2010:128). Angket ini diberikan setelah semua tindakan pembelajaran selesai. Bentuk pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner ini adalah daftar cek dan tugas responden adalah membubuhkan tanda cek sesuai dengan petunjuk yang diberikan oleh peneliti.


(2)

43

Dari teknik tes ini akan diperoleh data mengenai respons siswa kelas V SD Negeri 2 Negeri Besar dan guru pada mata pelajaran matematika dengan diterapkannya model pembelajaran cooperative learning tipe STAD.

F. Indikator Keberhasilan

Keberhasilan pemberian tindakan kelas pada pembelajaran ini apabila keaktifan siswa mencapai 75%, hasil nilai rata-rata kelas mencapai minimal 60 dan ketuntasan belajar klasikal mencapai minimal 75%.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa sesuai dengan pengamatan observer yang telah dilakukan pada siswa mulai dari siklus I sampai siklus III, dan terjadi peningkatan di setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata aktivitas belajar siswa antara siklus I (67,85%), siklus II (76,87%), dan siklus III (84,64%).

2. Penggunaan cooperative learning tipe STAD dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan nilai hasil belajar yang telah dilakukan siswa pada siklus I sampai siklus III, nilai rata-rata siklus II meningkat dari nilai siklus I yaitu 61,07 menjadi 66,01 dan nilai rata-rata siklus III meningkat menjadi 79,82.


(4)

110

B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan adalah : 1. Bagi Kepala SD Negeri 2 Negeri Besar Kecamatan Negeri Besar

Sekolah diharapkan memberikan pengetahuan mengenai berbagai model atau cara mengajar yang lebih beragam kepada guru mata pelajaran, agar guru mampu menerapkan pembelajaran kepada siswa dengan cara yang lebih menarik.

2. Bagi Guru SD Negeri 2 Negeri Besar

Guru hendaknya lebih meningkatkan motivasi siswa untuk berpikir lebih aktif dalam memecahkan suatu masalah, saling bekerja sama antar siswa dan memberikan bimbingan pada siswa untuk memecahkan suatu masalah tertentu secara bersama.

3. Bagi Peneliti

Peneliti mengharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan bagi peneliti-peneliti selanjutnya dalam penulisan karya ilmiahnya.


(5)

(6)

Dokumen yang terkait

ENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DI KELAS V SDN 2 TULUNGAGUNG PRINGSEWU

0 10 51

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS 1V SD NEGERI 2 MATARAM KABUPATEN PRINGSEWU

0 6 38

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS 1V SD NEGERI 2 MATARAM KABUPATEN PRINGSEWU

0 5 40

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) SISWA KELAS V SDN 2 NEGERI BESAR KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 13 58

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS V DI SDN 1 TANJUNG KEMALA KECAMATAN PUGUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 8 54

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR IPA DENGAN MODEL STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) PADA SISWA KELAS V DI SDN 1 TANJUNG KEMALA KECAMATAN PUGUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 7 54

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKn KELAS V SDN SRI BASUKI KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN

0 14 54

JUDUL INDONESIA: PENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) KELAS IV SD NEGERI SRI BASUKI KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2013/2014

0 9 43

PENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR PKN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISIONS (STAD) KELAS IV SD NEGERI SRI BASUKI KECAMATAN NEGERI BESAR KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2013/2014

0 2 44

PENERAPAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPA

0 0 10