EFIKASI HERBISIDA AMINOPIRALID + GLIFOSAT TERHADAP GULMA PADA LAHAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) MENGHASILKAN

Nur Aini

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA AMINOPIRALID + GLIFOSAT TERHADAP
GULMA PADA LAHAN TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis
[Muell.] Arg.) MENGHASILKAN
Oleh
Nur Aini

Karet merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai jual tinggi sehingga
banyak dikembangkan di Indonesia. Salah satu faktor yang penting dalam
meningkatkan produksi tanaman karet adalah pemeliharaan tanaman khususnya
pengendalian gulma. Pengendalian gulma yang dinilai cukup efektif dan efisien
adalah pengendalian secara kimia dengan menggunakan herbisida berbahan aktif
aminopiralid + glifosat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas
kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat terhadap pengendalian gulma pada
tanaman karet menghasilkan dan untuk mengetahui perubahan komposisi jenis
gulma yang terjadi setelah aplikasi herbisida.

Penelitian dilaksanakan di PTP Nusantara VII Unit Usaha Kedaton, Lampung

Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung,
Bandar Lampung dari bulan Januari sampai dengan April 2013. Penelitian terdiri
atas 6 perlakuan dengan 4 ulangan dengan menggunakan rancangan kelompok
teracak sempurna (RKTS). Perlakuan terdiri atas kombinasi aminopiralid +

Nur Aini
glifosat dengan dosis 12,75 g/ha + 360 g/ha,17,00 g/ha + 480 g/ha, 21,25 g/ha +
600 g/ha, 25,50 g/ha + 720 g/ha, penyiangan mekanis dan kontrol (tanpa
penyiangan). Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett, aditivitas data diuji
dengan uji Tukey, dan jika asumsi terpenuhi maka data akan dianalisis dengan
sidik ragam serta uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kombinasi herbisida aminopiralid +
glifosat mampu menekan pertumbuhan gulma total dan pertumbuhan gulma
golongan rumput sampai 12 MSA, serta mampu menekan pertumbuhan gulma
dominan Ottochloa nodosa pada 12 MSA dan Cyrtococcum acrescens pada 4 dan
8 MSA, tetapi pertumbuhan gulma golongan daun lebar dan pertumbuhan gulma
dominan Selaginella willdenowii tidak mampu dikendalikan; (2) terjadi perubahan
komposisi jenis gulma setelah aplikasi kombinasi herbisida aminopiralid +

glifosat, gulma daun lebar menjadi dominan.

Kata kunci : aminopiralid, glifosat, gulma, karet.

EFIKASI HERBISIDA AMINOPIRALID + GLIFOSAT TERHADAP
GULMA PADA LAHAN TANAMAN KARET (Hevea
brasiliensis [Muell.] Arg.) MENGHASILKAN
(Skipsi)

Oleh
NUR AINI

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

E

RIWAYAT HIDUP


Penulis dilahirkan di Kota Agung Tanggamus pada 30 November 1988 dan
merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Syam Effendi
dan Ibu Siti Dewi Ningrum. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri 3 Sukarame pada 2000. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTPN 5
Bandar Lampung dan pada tahun 2003 melanjutkan pendidikan di SMAN 10
Bandar Lampung.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung pada tahun 2007 melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru). Penulis pernah tercatat sebagai anggota Persatuan Mahasiswa
Agroteknologi (PERMA AET) tahun 2008/2009 dan menjadi assiten dosen untuk
mata kuliah Teknologi Benih tahun 2008/2009. Pada tahun 2010 penulis
mengikuti kegiatan Praktik Umum di Balai Penelitian Tanaman Sayuran
(BALITSA) Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat.

Impian, Cinta, dan Kehidupan.
Sederhana, tapi luar biasa... ada dalam diri setiap manusia jika mau meyakininya
(Bayu Abdinegoro)

Tidak penting seberapa lambat Anda berjalan, selama Anda tidak berhenti

(Confucius)

Walk on.. Walk on... With hope in your heart..
And you’ll never walk alone...
(Rodgers dan Hammerstein)

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT,
kupersembahkan karya kecilku sebagai tanda hormat, cinta, dan baktiku kepada papa Syam
Effendi dan mama Siti Dewi Ningrum serta kakak-kakakku Sri Murni, Iwan Aprizarnur,
dan Apriyanto yang selalu menyayangiku dan mendo’akanku kemarin, sekarang, dan untuk
selamanya, serta almamater tercinta.

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan kasih-Nya kepada penulis sehingga mampu melaksanakan
penelitian dan menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada :
1.

Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku pembimbing utaman atas saran,
bantuan, nasehat, bimbingan serta kritik yang membangun kepada penulis
selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini;

2.

Bapak Ir. Sugiatno, M.S., selaku pembimbing kedua atas segala masukan,
saran, motivasi serta pengalaman kepada penulis selama menyelesaikan
skripsi ini;

3.

Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku pembahas atas segala masukkan yang
membangun dalam penulisan skripsi;

4.


Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung

5.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi.

6.

Ibu Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku dosen pembimbing akademik atas
segala bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan perkuliahan

7.

Kedua orangtua, kakak-kakak penulis atas segala kasih sayang, dukungan,
doa,dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama ini.

8.


Teman-teman seperjuangan Agroteknologi 07 : Cristin N.Mulyanti, S.P., Fitri
Handayani, S.P., Kristin S.Marbun, S.P., Madya D.A. Handayani, S.P., Nani
Octavia S.P., Evi Oktavia, S.P., Sri Purwanti Agustini, S.P., Tri Ardini, S.P.,
dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

9.

Para tenaga di kebun : Mas Yono dan Mas Khoiri atas bantuan serta
pengelaman yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan
penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna oleh karena itu
penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung,

Juli 2014

Penulis,


Nur Aini

ii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .........................................................................................

v

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................

x

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ....................................................................................

1


1.2 Tujuan Penelitian ...............................................................................

3

1.3 Landasan Teori ..................................................................................

3

1.4 Kerangka Pemikiran ..........................................................................

5

1.5 Hipotesis ...........................................................................................

6

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Karet ......................................................................


7

2.2 Ekologi Karet ....................................................................................

9

2.2.1 Iklim .......................................................................................

9

2.2.2 Tanah .....................................................................................

9

2.3 Persaingan Gulma dengan Tanaman Karet .......................................

10

2.4 Pengendalian Gulma Secara Kimiawi pada Tanaman Karet ............


10

2.5 Herbisida ...........................................................................................

11

2.5.1 Herbisida Aminopiralid .........................................................

12

2.5.2 Herbisida Glifosat .................................................................

12

III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

14

3.2 Alat dan Bahan ...............................................................................

14

3.3 Metode Penelitian ...........................................................................

14

3.4 Pelaksanaan penelitian .....................................................................

15

3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan ................................................

15

3.4.2 Aplikasi Herbisida .................................................................

16

3.4.3 Penyiangan Mekanis .............................................................

17

3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma .................................................

17

3.5 Pengamatan ......................................................................................

19

3.5.1 Bobot Kering Gulma .............................................................

19

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Bobot Kering Gulma Total .............................................................

21

4.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput ........................................

22

4.3 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar ..................................

23

4.4 Bobot Kering Gulma Dominan .......................................................

24

4.4.1 Bobot Kering Gulma Ottochloa nodosa ................................

25

4.4.2 Bobot Kering Gulma Cyrtococcum accrescens .....................

27

4.4.3 Bobot Kering Gulma Selaginella willdenowii .......................

29

4.5 Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma ..............................................

31

4.6 Perubahan Komunitas .....................................................................

38

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .....................................................................................

40

5.2 Saran ...............................................................................................

40

PUSTAKA ACUAN .....................................................................................

41

LAMPIRAN Tabel 13-58 ............................................................................

44-61

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Rumus bangun aminopiralid .............................................................

12

2.

Rumus bangun glifosat .....................................................................

13

3.

Tata letak percobaan .........................................................................

16

4.

Tata letak pengambilan sampel gulma ..............................................

18

5.

Gulma Ottochloa nodosa ..................................................................

26

6.

Gulma Cyrtococcum accrescens .......................................................

28

7.

Gulma Selaginella willdenowii .........................................................

30

8.

Perlakuan aminopiralid + glifosat pada 4 MSA ................................

33

9.

Perlakuan aminopiralid + glifosat pada 8 MSA ................................

35

10. Perlakuan aminopiralid + glifosat pada 12 MSA ..............................

37

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1.

Perlakuan herbisida aminopiralid + glifosat. ....................................

15

2.

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma total (g/0,5m2). ............................................................

21

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma golongan rumput (g/0,5m2). .......................................

23

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2). .................................

24

5.

SDR gulma pada saat aplikasi. ..........................................................

25

6.

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5m2). .......................................

26

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma Cyrtococcum accrescens (g/0,5m2). ...........................

28

Pengaruh aplikasi herbisida aminopiralid + glifosat pada bobot
kering gulma Selaginella willdenowii (g/0,5m2). ..............................

30

Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 4 MSA. .............................

32

10. Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 8 MSA. .............................

34

11. Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 12 MSA. ...........................

36

12. Nilai koefisien komunitas gulma. .....................................................

38

13. Bobot kering gulma total (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ............................

44

14. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 4 MSA. ....................

44

15. Bobot kering gulma total (g/0,5 m2) pada 8 MSA. ............................

44

16. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA. ....................

45

3.

4.

7.

8.

9.

17. Bobot kering gulma total (g/0,5 m2) pada 12 MSA. .........................

45

18. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 12 MSA. ..................

45

19. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2) pada
4 MSA. ..............................................................................................

46

20. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada
4 MSA. ..............................................................................................

46

21. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2) pada
8 MSA. ..............................................................................................

46

22. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada
8 MSA. ..............................................................................................

47

23. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2) pada
12 MSA. ............................................................................................

47

24. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada
12 MSA. ............................................................................................

47

25. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2) pada
4 MSA. ..............................................................................................

48

26. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada
4 MSA. ..............................................................................................

48

27. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2) pada
8 MSA. . .............................................................................................

48

28. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada
8 MSA. . .............................................................................................

49

29. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2) pada
12 MSA. ............................................................................................

49

30. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan
daun lebar (g/0,5m2) pada 12 MSA. .................................................

50

31. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada
12 MSA. ............................................................................................

50

32. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5m2) pada 4 MSA. .......

51

33. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa
(g/0,5m2) pada 4 MSA. .....................................................................

51

34. SAnalisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
4 MSA. ..............................................................................................

51

35. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5m2) pada 8 MSA. .......

52

36. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa
(g/0,5m2) pada 8 MSA. .....................................................................

52

37. Analisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
8 MSA. ..............................................................................................

52

38. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5m2) pada 12 MSA. .....

53

39. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa
(g/0,5m2) pada 12 MSA. ...................................................................

53

40. Analisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa pada
12 MSA. . ...........................................................................................

53

41. Bobot kering gulma Sellaginella willdenowii (g/0,5m2) pada
4 MSA. ..............................................................................................

54

42. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Sellaginella
willdenowii (g/0,5m2) pada 4 MSA. ................................................

54

43. Analisis ragam bobot kering gulma Sellaginella willdenowii
pada 4 MSA. ......................................................................................

55

44. Bobot kering gulma Sellaginella willdenowii (g/0,5m2) pada
8 MSA. . .............................................................................................

55

45. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Sellaginella
willdenowii (g/0,5m2) pada 8 MSA. ................................................

56

46. Analisis ragam bobot kering gulma Sellaginella willdenowii
pada 8 MSA. ......................................................................................

56

47. Bobot kering gulma Sellaginella willdenowii (g/0,5m2) pada
12 MSA. ............................................................................................

57

48. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Sellaginella
willdenowii (g/0,5m2) pada 12 MSA. ..............................................

57

49. Analisis ragam bobot kering gulma Sellaginella willdenowii
pada 12 MSA. ...................................................................................

58

50. Bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens (g/0,5m2) pada
4 MSA. ..............................................................................................

58

51. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Cyrtococcum
accrescens (g/0,5m2) pada 4 MSA. ...................................................

59

52. Analisis ragam bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens
pada 4 MSA. .....................................................................................

59

53. Bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens (g/0,5m2) pada
8 MSA. ..............................................................................................

60

54. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Cyrtococcum
accrescens (g/0,5m2) pada 8 MSA. ...................................................

60

55. Analisis ragam bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens
pada 8 MSA. .....................................................................................

60

56. Bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens (g/0,5m2) pada
12 MSA. ............................................................................................

61

57. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Cyrtococcum
accrescens (g/0,5m2) pada 12 MSA. .................................................

61

58. Analisis ragam bobot kering gulma Cyrtococcum accrescens
pada 12 MSA. ...................................................................................

61

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman karet (Hevea brasiliensis [Muell.] Arg.) berasal dari Brazil, Amerika
Selatan, pertama kali ada di Indonesia sebagai tanaman koleksi yang ditanam di
Kebun Raya Bogor pada tahun 1864. Di Indonesia, karet merupakan komoditas
perkebunan yang sangat penting, karena sebagai salah satu sumber devisa negara
dan pemasok bahan baku industri karet. Produksi karet di Indonesia menempati
posisi kedua terbesar dunia dengan luas areal seluas 3,45 juta hektar, hampir 85%
adalah perkebunan rakyat yang melibatkan 2 juta kepala keluarga (Kemtan,
2012).

Salah satu kendala peningkatan produksi karet di Indonesia adalah produktivitas
yang masih rendah karena adanya organisme pengganggu tanaman, terutama
gulma. Pengendalian gulma di perkebunan karet harus dilakukan karena dapat
mengakibatkan persaingan dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya, dan ruang
tempat tumbuh. Gulma juga dapat menjadi tumbuhan inang dari hama dan
penyakit tanaman.

Jenis-jenis gulma penting pada perkebunan karet di antaranya yaitu jenis gulma
rumput (Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, dan Ottochloa nodosa), jenis
daun lebar (Mikania cordata, M. micrantha, Melastoma malabatrichum,

2
Clibadium surinamensis), dan jenis teki (Cyperus kyllingia, Cyperus rotundus,
dan Scleria sumatrensis) (Tjitrosoedirdjo, Utomo, dan Wiroatmodjo, 1984).

Pengendalian gulma di kebun karet menghasilkan harus mengikuti aturan yang
dianjurkan. Kesalahan dalam pengendalian dapat mengurangi produksi lateks.
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara mekanis, kultur teknis, hayati,
preventif , kimia dan pengendalian terpadu. Saat ini, pengendalian gulma secara
kimiawi merupakan alternatif terbaik untuk skala perkebunan yang luas.

Pengendalian gulma secara kimia yaitu pengendalian dengan mengaplikasikan
herbisida. Penggunaan herbisida yang baik adalah efektif mengendalikan gulma,
tidak meracuni tanaman, murah, dan tidak berdampak negatif bagi lingkungan.

Manfaat yang dapat diperoleh dengan kombinasi herbisida, antara lain : (1)
Mengurangi biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, (2)
Memperluas spektrum pengendalian dan pengaruhnya lebih lama, (3)
Memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, dan (4)
Mengurangi kemungkinan keracunan pada tanaman budidaya karena komponen
dosis yang digunakan legih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasikan
tunggal (Tjitrosoemito dan Burhan, 1995).

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, penelitian dilakukan untuk
menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut:
1. Apakah kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat efektif dalam
mengendalikan gulma pada lahan tanaman karet menghasilkan?

3
2. Apakah terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi kombinasi
herbisida aminopiralid + glifosat pada lahan tanaman karet menghasilkan?

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui efektivitas kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat
terhadap pengendalian gulma pada lahan tanaman karet menghasilkan.
2. Untuk mengetahui perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida
aminopiralid + glifosat di lahan tanaman karet menghasilkan.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah
dikemukakan, penulis menggunakan landasar teori sebagai berikut:

Gulma merupakan tumbuhan yang menggangu kepentingan manusia. Gulma
yang berada di perkebunan karet sangat merugikan karena akan terjadi persaingan
antara tanaman karet dan gulma. Menurut Barus (2003), kerugian akibat
persaingan antara tanaman perkebunan dan gulma disebabkan karena beberapa
faktor yaitu (1) pertumbuhan tanaman terhambat sehingga waktu mulai
berproduksi lebih lama, (2) penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi
tanaman, (3) produktivitas kerja terganggu, (4) gulma dapat menjadi inang hama
dan penyakit, dan (5) biaya pengendalian yang relatif mahal.

4
Pengendalian gulma merupakan tindakan pengelolaan gulma dengan cara
menekan populasi gulma hingga tingkat yang tidak merugikan secara ekonomis.
Gulma yang dinilai sangat merugikan keberadaannya dapat dikendalikan hingga
tingkat kepadatan populasinya sampai dengan nol atau tidak ada gulma sama
sekali (Sembodo, 2010).

Beberapa metode pengendalian gulma di perkebunan karet yaitu manual, mekanis,
kultur teknis, biologis, kimiawi ataupun menggabungkan beberapa metode.
Metode kimiawi dengan menggunakan herbisida merupakan metode yang paling
banyak dilakukan. Penggunaan herbisida dalam mengendalikan gulma
memberikan beberapa keuntungan yaitu (1) dapat mencegah kerusakan perakaran
tanaman, (2) dapat mengendalikan gulma dilarikkan tanaman, (3) dapat
mengendalikan gulma sebelum mengganggu, (4) lebih efektif membunuh gulma
tahunan dan semak belukar, (5) dapat menaikkan hasil panen, dan (6) dapat
sebagai hormon tumbuh dalam dosis rendah (Sukman dan Yakup, 1995).

Aminopiralid adalah herbisida sistemik yang cepat diserap oleh daun dan akar.
Aminopiralid efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar. Aplikasi
herbisida aminopiralid menyebabkan nekrosis (Tomlin, 2009).

Glifosat termasuk herbisida sistemik yang diaplikasikan melalui tajuk dan bersifat
tidak selektif (Sembodo, 2010). Hebisida glifosat menghambat lintasan
biosintetik asam amino aromatik (Moenandir, 2010). Glifosat merupakan
herbisida bahan aktif yang paling banyak dipakai di seluruh dunia.

5
Usaha untuk melebarkan spektrum pengendalian yang dicapai oleh herbisida
tunggal telah banyak dilakukan melalui kombinasi herbisida. Kombinasi antara
aminopiralid + glifosat dapat menjadi alternatif dalam mengendalikan gulma.
Kombinasi herbisida dengan bahan aktif berbeda diharapkan dapat memperluas
spektrum daya pengendaliannya terhadap gulma dan dapat memberikan daya
pengendalian yang lebih lama dibandingkan masing-masing komponen dipakai
sendiri-sendiri (Sukman dan Yakup, 1995).

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, disusun kerangka pemikiran
untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah.

Gulma adalah tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia. Gulma yang
berada di tanaman karet dapat menurunkan produktivitas karet. Penurunan ini
disebabkan karena adanya persaingan antara gulma dan tanaman karet dalam
memperoleh unsur hara, air, dan ruang tempat tumbuh. Keberadaan gulma pada
perkebunan karet juga dapat menjadi inang hama dan penyakit tananam.

Metode pengendalian gulma antara lain mekanis, kultur teknis, hayati, biologi,
dan kimiawi. Pengendalian gulma yang efektif pada areal pertanaman karet yang
luas adalah dengan cara kimiawi menggunakan herbisida. Herbisida merupakan
senyawa kimia yang dapat mematikan gulma. Pemakaian herbisida harus
memperhatikan selektivitasnya agar dapat diperoleh hasil yang maksimal.
Selektivitas adalah jenis herbisida yang hanya dapat mematikan gulma tanpa
mengganggu tumbuhan lainnya.

6
Herbisida berdasarkan cara kerjanya terbagi menjadi dua yaitu golongan sistemik
dan golongan kontak. Herbisida sistemik ditranslokasikan ke seluruh jaringan
tumbuhan sehingga dapat mematikan seluruh bagian tubuh gulma. Herbisida
kontak tidak ditranslokasikan dalam jaringan tanaman sehingga hanya mematikan
bagian gulma yang terkena langsung dengan herbisida.

Pemakaian herbisida tunggal secara terus menerus dapat menyebabkan
pertumbuhan gulma yang resisten terhadap herbisida tertentu. Oleh sebab itu,
perlu dilakukan kombinasi herbisida yang sesuai khususnya tanaman perkebunan.
Kombinasi herbisida tidak hanya untuk mempertinggi efikasi namun juga dapt
menghemat biaya, tenaga dan waktu, mengurangi keracunan terhadap tanaman
karet, dan dapat memperlambat timbulnya gulma resisten.

Herbisida dengan merk dagang Broadnet 17/480 EC berbahan aktif potasium
aminopiralid + isopropil amina glifosat diharapkan dapat bersinergis sehingga
spektrum pengendalian menjadi luas.

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. Kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat efektif untuk mengendalikan
gulma pada lahan tanaman karet menghasilkan.
2. Terdapat perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi herbisida
aminopiralid + glifosat di lahan tanaman karet menghasilkan.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Botani Tanaman Karet

Kedudukan tanaman karet dalam kerajaan tanaman tersusun dalam sistematika
sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis

Akar tanaman karet merupakan akar tunggang.

Akar ini mampu menopang

batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Sistem perakaran yang bercabang
pada setiap akar utamanya (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Susunan anatomi kulit karet berperan penting dengan produksi lateks dan
produktivitas pohon. Sesuai dengan umur tanaman, kulit karet dibedakan menjadi
kulit perawan yaitu kulit yang belum pernah disadap dan kulit pulihan yaitu kulit
yang sudah disadap. Jaringan kulit karet tersusun dari sel-sel parenchymatis yang

8
diantaranya terdapat jaringan xylem dalam pohon yang keduanya dipisahkan oleh
kambium (PTPN VII, 1993).

Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang
tangkai daun utama 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm dan
pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya, terdapat tiga anak daun pada sehelai
daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing,
serta tepinya rata dan gundul (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

Bunga karet termasuk bunga sempurna yang terdiri dari tiga bagian pokok yaitu
dasar bunga, perhiasan bunga, dan persarian. Benang sari dan putik ini terdapat
dalam satu bunga. Ukuran bunga betina lebih besar sedikit dari yang jantan dan
mengandung bakal buah yang beruang tiga. Bunga jantan mempunyai sepuluh
benang sari yang tersusun menjadi satu tiang.

Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-masing ruang berbentuk
setengah bola. Jumlah ruang biasanya ada tiga,kadang-kadang samapi enam
ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Buah yang sudah masak akan pecah dengan
sendirinya. Pemecahan biji ini berhubungan dengan pengembangbiakan tanaman
karet secara alami.

Biji karet dibedakan atas tiga jenis, yaitu biji illegitim, legitim, dan propalegitim.
Biji illegitim merupakan biji yang dihasilkan dari penyerbukan silang dimana
bunga betinanya diketahui dengan pasti, sedangkan bunga jantan tidak diketahui.
Biji legitim merupakan biji yang diperoleh dari penyerbukan silang yang bunga
betina dan jantannya diketahui dengan pasti. Sedangkan biji propalegitim

9
merupakan biji yang diperoleh dari penyerbukan silang dimana bunga betinanya
diketahui, tetapi bunga jantannya tidak pasti (PTPN VII, 1993).

2.2 Ekologi Tanaman Karet

2.2.1 Iklim
Tanaman karet cocok pada daerah tropis dengan zona antara 15o LS dan 15o LU.
Curah hujan tahunan tidak kurang dari 2.000 mm. Opimal antara 2.500- 4.000
mm/tahun yang terbagi dalam 100-150 hari hujan. Pembagian hujan dan waktu
jatuhnya hujan rata-rata setahunnya dapat mempengaruhi produksi. Produksi
karet akan menurun apabila daerahnya sering mengalami hujan pada pagi hari.
Tanaman karet tumbuh optimal pada ketinggian sampai 200 meter di atas
permukaan laut. Semakin tinggi tempat maka pertumbuhan karet akan semakin
lambat dan hasilnya lebih rendah (Setyamidjaja, 1993).

2.2.2 Tanah

Tanaman karet relatif toleran pada tanah-tanah marginal yang kurang subur.
Wilayah Indonesia yang berupa tanah podsolik merah kuning yang kurang subur
dapat menghasilkan produktivitas yang memuaskan. Tanaman karet menghendaki
tanah dengan struktur ringan, sehingga mudah ditembus air. pH yang sesuai
untuk tanaman karet adalah mendekati normal (4—9) dan untuk pertumbuhan
optimal 5—6 . Topografi tanah yang datar lebih baik dibandingkan dengan yang
berbukit-bukit (Setiawan dan Andoko, 2005).

10
2.3 Persaingan Gulma dengan Tanaman Karet

Jenis-jenis gulma penting pada perkebunan karet di antaranya yaitu jenis gulma
rumput (Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, dan Ottochloa nodosa), jenis
daun lebar (Mikania cordata, M. micrantha, Melastoma malabatrichum,
Clibadium surinamensis), dan jenis teki (Cyperus kyllingia, Cyperus rotundus,
dan Scleria sumatrensis) (Tjitrosoedirdjo, Utomo, dan Wiroatmodjo, 1984).

Menurut Tim Penulis PS, 2009, masalah gulma di perkebunan karet dianggap
serius karena dapat mengakibatkan terjadinya persaingan dalam memperoleh
unsur hara, cahaya, dan ruang tempat tumbuh. Terdapat beberapa jenis gulma
yang dapat mengeluarkan zat penghambat tumbuh sehingga pertumbuhan
tanaman terhambat dan menjelang waktu penyadapan produksinya akan rendah.

Gulma dapat menimbulkan kerugian karena dapat menjadi inang hama dan
patogen yang menyerang tanaman, mengganggu tata-guna air, dan meningkatkan
biaya usahatani (Sukman dan Yakup, 1995)

2.4 Pengendalian Gulma Secara Kimiawi pada Tanaman Karet

Pengendalian gulma yang paling efektif diterapkan pada areal tanaman karet yang
luas adalah secara kimiawi. Pengendian secara kimiawi harus dilakukan secara
bijaksana yaitu harus sesuai dengan dosis dan frekuensinya (Setiawan dan
Andoko, 2005).

Pengendalian yang selektif harus menjadi pertimbangan dalam melakukan
pengendalian secara kimiawi, yaitu mematikan gulma, tetapi tidak merusak

11
tanaman pokok atau tanaman budidaya. Penentuan dosis yang optimum pada
tanaman dapat menghindari kelebihan pemakaian herbisida (Sukman dan Yakup,
1995).

Menurut Komisi Pestisida (2011), herbisida yang telah direkomendasikan untuk
mengendalikan gulma pada perkebunan karet antara lain: Dual 500 EC, Eagle IPA
480 AS, Herbatop 276 AS, Propis 240 AS, Staris 240 AS, dan Swanup 480 AS.

2.5 Herbisida

Menurut Sembodo (2010), herbisida adalah bahan kimia yang dapat menghambat
pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida bersifat racun terhadap gulma
ataupun tanaman. Herbisida dengan dosis rendah akan membunuh gulma tertentu
tapi tidak merusak tumbuhan yang lainnya, sedangkan pada dosis tinggi dapat
mematikan seluruh bagian dan jenis tumbuhan.

Herbisida yang sering digunakan di perkebunan karet terdiri dari satu jenis atau
beberapa jenis bahan aktif dalam formulanya. Herbisida tunggal memiliki
efektivitas yang hanya terbatas pada satu golongan tertentu saja sehingga
spektrum pengendaliannya sempit. Herbisida campuran harus bersifat sinergis
sehingga reaksi yang terjadi tidak bertentangan (Barus, 2003).

Herbisida campuran pada merk dagang Broadnet 17/480 EC terdiri dari bahan
aktif potasium aminopiralid dan isopropil amina glifosat yang diharapkan dapat
bersinergis sehingga spektrum pengendalian menjadi luas.

12
2.5.1 Herbisida Aminopiralid

Aminopiralid adalah bahan aktif yang baru dari senyawa piridin. Aminopiralid
merupakan bahan aktif herbisida pasca tumbuh yang menimbulkan gangguan
keseimbangan hormon, sehingga menyebabkan pertumbuhan gulma menjadi tidak
normal. Aminopiralid memiliki nama kimia piridin asam karboksilat-2, 4-amino3, 6-dikloro, memiliki rumus kimia C6H4Cl2N2O2.

Aminopiralid merupakan

herbisida sistemik, selektif, dan efektif untuk mengendalikan gulma berdaun lebar
(Dow AgroScience, 2009).

Gambar 1. Rumus bangun aminopiralid (Tomlin, 2009)

2.5.2 Herbisida Glifosat

Glifosat merupakan herbisida non-selektif, diaplikasikan sebagai herbisida
pascatumbuh, bersifat sistemik, dan dapat diserap oleh daun tumbuhan, namun
tidak aktif di dalam tanah. Glifosat menghambat kerja enzim 5enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS) dalam pembentukan asam
amino aromatik seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin, semuanya digunakan
untuk sintesa protein (Sanseman, 2007). Glifosat mempengaruhi biosintesis asam
aromatik sehingga pembentukan protein akan terhambat (Djojosumanto, 2008).

13
Glifosat memiliki rumus kimia C3H8NO5P dan mempunyai struktur kimia seperti
pada (Gambar 2).

Gambar 2. Rumus bangun glifosat (Tomlin, 2009).

Glifosat adalah salah satu jenis bahan aktif herbisida yang sering digunakan
secara luas dalam bidang pertanian karena efisiensi dan efektivitasnya (Cox,
2004). Glifosat tidak aktif di dalam tanah karena mudah terdegradasi atau terikat
kuat oleh koloid tanah. Penambahan garam tertentu dalam formulasi glifosat
akan meningkatkan daya racun herbisida tersebut. Garam amonium dapat
memperbaiki kinerja herbisida tersebut. Pengaruh glifosat akan terlihat pada 2-4
hari setelah aplikasi pada gulma semusim atau antara 7-20 hari untuk gulma
musiman (Sembodo, 2010).

14

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di perkebunan karet milik PTP Nusantara VII Unit Usaha
Kedaton, Way Galih, Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas
Pertanian Universitas Lampung, Bandar Lampung dari bulan Januari sampai
dengan April 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman karet yang berumur
18 tahun dengan jarak tanam 3m x 7m, herbisida berbahan aktif potasium
aminopiralid 17 g/l + isopropil amina (IPA) glifosat 480 g/l (Broadnet 17/480
EC), dan air sebagai pelarut. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semprotan punggung semi otomatik dengan nozle T-jet, gelas ukur, pipet, oven,
timbangan, kuadrat berukuran 0,5 m x 0,5 m, cutter, dan ember plastik.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan menguji hipotesis,
maka rancangan percobaan disusun dengan menggunakan rancangan kelompok
teracak sempurna (RKTS) yang terdiri atas 6 perlakuan dan setiap perlakuan
diulang sebanyak 4 kali. Perlakuan diterapkan pada petak percobaan. Satu petak

15
percobaan terdiri atas 5 tanaman dengan ukuran petak percobaan adalah
3 m x 15 m. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett, aditivitas data diuji
dengan uji Tukey, dan jika asumsi terpenuhi maka data akan dianalisis dengan
sidik ragam, perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan Uji Beda Nyata
Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Masing-masing perlakuan dapat dilihat pada
Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan herbsida aminopiralid + glifosat.
No

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Bahan Aktif

Aminopiralid + glifosat
Aminopiralid + glifosat
Aminopiralid + glifosat
Aminopiralid + glifosat
Penyiangan mekanis
Kontrol (tanpa pengendalian)

Dosis
Formulasi
(l/ha)

Dosis Bahan Aktif (g/ha)
Aminopiralid

0,75
1,00
1,25
1,50
-

12,75
17,00
21,25
25,50
-

Glifosat
360
480
600
720
-

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan

Petak percobaan terdiri dari 24 petak perlakuan. Jarak tanam 3 m x 7 m. Letak
petak percobaan seperti ditunjukkan pada gambar 3.

16

Ul 1

5

4

6

2

1

3
U

Ul 2

3

2

1

4

5

6

Ul 3

1

3

6

2

5

4
S

Ul 4

1

6

5

4

3

2

Gambar 3. Tata letak percobaan
Keterangan:
1. Aminopiralid + glifosat (12,75 g/ha + 360 g/ha)
2. Aminopiralid + glifosat (17,00 g/ha + 480 g/ha)
3. Aminopiralid + glifosat (21,25 g/ha + 600 g/ha)
4. Aminopiralid + glifosat (25,50 g/ha + 720 g/ha)
5. Penyiangan mekanis
6. Kontrol (tanpa pengendalian)

3.4.2 Aplikasi Herbisida

Aplikasi herbisida dilakukan pada jalur tanaman karet menghasilkan dengan jarak
tanam 3m x 7m dengan menggunakan alat semprot punggung semi otomatik
bertekanan 1 kg/cm2 (15-20 psi) dengan nozel T-zet warna biru (1,5 m). Sebelum
dilakukan aplikasi knapsack sprayer dikalibrasi dengan metode luas untuk
mendapatkan volume semprot. Metode luas dilakukan dengan menghitung
jumlah air yang digunakan untuk menyemprot satu petak percobaan yaitu dengan
menghitung jumlah air pada tangki sebelum aplikasi kemudian dikurangi dengan
sisa air setelah aplikasi. Volume semprot yang dihasilkan sebesar 511,11 l/ha.
Dosis yang telah ditentukan untuk masing-masing petak perlakuan dilarutkan ke
dalam air sebanyak hasil kalibrasi, kemudian disemprotkan secara merata pada
jalur tanaman karet menghasilkan.

17

3.4.3 Penyiangan Mekanis

Penyiangan mekanis (perlakuan 5) dilakukan dengan membersihkan gulma pada
petak percobaan dengan cangkul dan kored. Penyiangan mekanis dilakukan pada
saat 4, dan 8 minggu setelah aplikasi (MSA).
3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma
Pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada 0, 4, 8, dan 12
MSA. Pengambilan contoh gulma dilakukan dengan meletakkan kuadrat
berukuran 0,5 m x 0,5 m pada dua titik pengambilan yang berbeda untuk setiap
petak percobaan dan setiap waktu pengambilan sampel.
Tata letak pengambilan contoh gulma disajikan dalam Gambar 4.

18

2
1

0
3

3m

3

0

2
1

7m
Gambar 4. Tata letak pengambilan sampel gulma.
Keterangan :
Tanaman karet
0

Petak pengambilan gulma 0 MSA

1

Petak pengambilan gulma 4 MSA

2

Petak pengambilan gulma 8 MSA

3

Petak pengambilan gulma 12 MSA

19
3.5 Pengamatan

3.5.1 Bobot Kering Gulma

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara pengambilan contoh
gulma yang dilakukan pada 0, 4, 8, dan 12 MSA. Gulma yang masih segar yang
berada dalam petak kuadran dipotong tepat pada permukaan tanah. Selanjutnya
gulma tersebut dipilah menurut spesiesnya dan dikeringkan menggunakan oven
pada suhu 800C selama 48 jam atau sampai mencapai bobot kering konstan,
kemudian ditimbang.

Pengambilan contoh gulma sebelum aplikasi herbisida dimaksudkan untuk
menghitung Sum Dominance Ratio (SDR) atau nisbah jumlah dominan (SJD)
yang digunakan untuk menentukan gulma dominan. Perhitungan SDR dapat
dilakukan dengan menggunakan rumus:

Dominansi Mutlak = Bobot kering gulma tertentu dalam petak contoh
Dominansi mutlak jenis gulma tertentu
Dominansi Nisbi

=

x 100%
Total dominansi mutlak semua jenis gulma

Frekuensi Mutlak = Jumlah petak contoh yang memuat jenis gulma tertentu

Frekuensi mutlak jenis gulma tertentu
Frekuensi Nisbi

=

x 100%
Total frekuensi mutlak semua jenis gulma

Nilai Penting

= Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan

SDR

=

Nilai penting
Jumlah peubah nisbi

20
Nilai SDR yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien
komunitas (C) dengan rumus:
C = (2W)/(a+b) x 100 %
Keterangan :
C = koefisien komunitas
W = jumlah komunitas dari dua nilai terendah yang dibandingkan untuk masingmasing komunitas
a = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I
b = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II (kontrol)

Jika nilai C lebih dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap
memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo et al., 1984). Perubahan
komunitas terjadi pada lahan penelitian diketahui dengan membandingkan tiap
petak percobaan yang diaplikasi herbisida dengan petak kontrol.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Kombinasi herbisida aminopiralid + glifosat mampu menekan pertumbuhan
gulma total dan pertumbuhan gulma golongan rumput sampai 12 MSA, serta
mampu menekan pertumbuhan gulma dominan Ottochloa nodosa pada 12
MSA dan Cyrtococcum acrescens pada 4 dan 8 MSA, tetapi pertumbuhan
gulma golongan daun lebar dan pertumbuhan gulma dominan Selaginella
willdenowii tidak mampu dikendalikan.

2.

Terjadi perubahan komposisi jenis gulma setelah aplikasi kombinasi herbisida
aminopiralid + glifosat, gulma daun lebar menjadi dominan.

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini adalah perlu dilakukan pengujian khusus dalam
mengendalikan gulma Selaginella willdenowii pada tanaman karet menghasilkan.

41

PUSTAKA ACUAN

Adnan. 2012. Aplikasi beberapa dosis herbisida glifosat dan paraquat pada sistem
tanpa olah tanah (TOT) serta pengaruhnya terhadap sifat kimia tanah,
karakteristik gulma dan hasil kedelai. Jurnal Agrista 16 (3) : 135-145
Barus, E. 2003. Pengendalian Gulma di Perkebunan. Kanisius. Yogyakarta.
103 hlm.
Cox, C. 2004. Glyphosate Factsheet. J. Of Pesticides Reform 24 (4):10-13.
Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT. Agromedia Pustaka.
Jakarta. 340 hlm.
Dow AgroSciense. Aminopyralid. http://www.dowagro.com/range/aminopyralid_
stewardship.htm. diunduh pada tanggal 15 Desember 2012.
Fast, Brandon, Jason Ferrell, Gregory MacDonald, Jason Krutz, dan William
Kline. 2010. Picloram and Aminopyralid Sorption to Soil and Clay
Minerals. Weed Science Society of America. 58:484-489.
Girsang, W. 2005. Pengaruh tingkat dosis herbisida isopropilamina glifosat dan
selang waktu terjadinya pencucian setelah aplikasi terhadap efektifitas
pengendalian gulma pada perkebunan karet (Hevea brassiliensis) TBM.
Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3 (2):31-36.
Kemenperin. 2012. Karet. www.Kemenperin. co.id. Diakses tanggal 24 Desember
2012.
Deptan. 2012. Karet. www.deptan co.id. Diunduh pada tanggal 15 Desember
2012.
Komisi Pestisida. 2011. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Departemen
Pertanian. Jakarta. 879 hlm.
Lamid Z, Adlis, Hernel, dan W. Hermawan. 1999. Efikasi herbisida glifosat
terhadap gulma budidaya jagung pada lahan gambut. Prosiding Konferensi
Nasional XIV. HIGI Medan, 20-23 Juli 1999.

42
Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Rajawali.
Jakarta. 102 hlm.
__________. 2010. Ilmu Gulma. Universitas Brawijaya Press. Malang.
157 hlm.
PTPN VII. 1993. Vademicum Tanaman Karet. Bandarlampung. 259 hlm.
Sanseman, S.A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science
Society of America.
Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida : Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaanya.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 168 hlm.
Sembodo, R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
168 hlm.
Setiawan, D. Heru, dan A. Andoko. 2005. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet.
AgroMedia Pustaka. Jakarta. 164 hlm.
Setyamidjaja, D. 2012. Karet. Kanisius. Yogyakarta. 206 hlm.
Sukman, Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 158 hlm.
Sriyani, N., D. Mawardi, dan M. V. Rini. 2003. Evaluasi Penggunaan Herbisida
Glifosat Formulasi Baru (K-Glifosat) untuk Mengendalikan Gulma pada
Perkebunan Besar Karet dan Kelapa Sawit. Jurnal Agrotropika VIII(1): 3136.
Tesfamariama, T., S. Botta, I. Cakmakb, V. Romhelda, dan G. Neumanna. 2009.
Glyphosate in the rhizosphere-Role of waiting times and different
glyphosate binding forms in soils for phytotoxicity to non-target plants.
Europ. J. Agronomy 31 (1):126-132.
Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Karet. Nuansa Aulia.
Bandung. 157 hlm.
Tim Penulis PS. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta.
235 hlm.
Tjitrosoedirdjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma
di Perkebunan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 210 hlm.
Tjitrosoemito, S. dan A. H. Burhan. 1995. Campuran Herbisida (Suatu tinjauan).
Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida. Komisi
Pestisida dan HIGI. Hlm 25-26

43
Tomlin, C. D. S. 2009. A World Compedium The Pesticide Manual. Fifteenth ed.
British Crop Protection Council. Inggris. 1606 p.