EFIKASI HERBISIDA GLIFOSAT UNTUK PERSIAPAN LAHAN BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays L.) TANPA OLAH TANAH

(1)

EFIKASI HERBISIDA GLIFOSAT UNTUK PERSIAPAN LAHAN BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays L.) TANPA OLAH TANAH

Oleh

EKA WULANDARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA GLIFOSAT UNTUK PERSIAPAN LAHAN BUDIDAYA JAGUNG (Zea mays L.) TANPA OLAH TANAH

Oleh Eka Wulandari

Tanaman jagung adalah tanaman yang cukup memiliki nilai ekonomi penting. Jagung dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok pengganti beras dan bahan pakan ternak. Tanaman jagung banyak dibudidayakan dengan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT). Namun, masalah dari sistem TOT adalah gulma pada saat awal pertanaman. Oleh karena itu, herbisida sangat memegang peranan penting dalam mengendalikan gulma. Herbisida yang dapat digunakan antara lain yang berbahan aktif glifosat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efikasi

herbisida glifosat pada persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT; mengetahui perubahan komunitas yang terjadi setelah aplikasi herbisida glifosat; dan mengetahui pengaruh sistem pengolahan tanah terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kebun Percobaan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada Desember 2012-April 2013. Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Susunan perlakuan sebagai berikut: sistem TOT dengan 4 taraf dosis glifosat yaitu 1,08; 1,44; 1,80; dan 2,16 kg/ha,


(3)

Eka Wulandari penyiangan manual pada TOT dan olah tanah sempurna (OTS), dan kontrol

(TOT+tanpa penyiangan). Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlett, aditivitas diuji dengan uji Tukey, dan perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sistem TOT + glifosat 1,08 - 2,16 kg/ha dapat digunakan dalam persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT karena dapat menekan pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, dan rumput hingga 5 MSA, bahkan gulma total dapat dikendalikan hingga 8 MSA. Sistem TOT + glifosat 1,08 - 2,16 kg/ha dan

penyiangan manual pada sistem TOT maupun OTS menyebabkan terjadinya perubahan komposisi jenis gulma pada 2, 5, dan 8 MSA. Pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada sistem TOT + glifosat 1,44 - 2,16 kg/ha sama dengan sistem OTS + penyiangan manual dan dosis glifosat 1,08 - 2,16 kg/ha tidak menimbulkan keracunan pada tanaman jagung.


(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xx

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Landasan Teori ... 3

1.4 Kerangka Pemikiran ... 5

1.5 Hipotesis ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budidaya Tanaman Jagung 2.1.1 Morfologi tanaman jagung ... 8

2.1.2 Syarat tumbuh ... 10

2.2 Tanpa Olah Tanah ... 11

2.3 Pengendalian Gulma pada Budidaya Jagung 2.3.1 Gulma ... 12

2.3.2 Pengendalian gulma pada tanaman jagung ... 13

2.3.3 Glifosat ... 14

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

3.2 Bahan dan Alat ... 15


(7)

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan ... 17

3.4.2 Aplikasi Herbisida Glifosat ... 17

3.4.3 Penanaman ... 18

3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma ... 18

3.5 Pengamatan 3.5.1 Gulma ... 20

3.5.2 Tanaman ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Summed Dominance Ratio (SDR) Gulma Awal ... 24

4.2 Bobot Kering Gulma Total ... 25

4.3 Bobot Kering Gulma Pergolongan 4.2.1 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar ... 27

4.2.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput ... 29

4.4 Bobot Kering Gulma Dominan 4.4.1 Bobot Kering Gulma Imperata cylindrica ... 32

4.4.2 Bobot Kering Gulma Borreria laevis ... 34

4.4.3 Bobot Kering Gulma Calopogonium mucunoides ... 36

4.4.4 Bobot Kering Gulma Paspalum commersonii ... 38

4.4.5 Bobot Kering Gulma Centrosema pubescens ... 40

4.5 Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma ... 42

4.6 Perubahan Komunitas ... 46

4.7 Populasi Tanaman ... 48

4.8 Tinggi Tanaman ... 49

4.9 Produksi pipilan kering pada KA 14% ... 50

4.10 Fitotoksisitas Tanaman ... 52

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 53

5.2 Saran ... 54

PUSTAKA ACUAN ... 55 LAMPIRAN Tabel 18-105 ... 58-87


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan herbisida glifosat ... 16

2. Summed Dominance Ratio (SDR) gulmaawal ... 24

3. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma total (g/0,5m2) ... 27

4. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) ... 29

5. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5m2) ... 31

6. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma Imperata cylindrica (g/0,5m2)... 33

7. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulmaBorrerialaevis (g/0,5m2) ... 35

8. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulmaCalopogoniummucunoides(g/0,5m2) ... 37

9. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma Paspalum commersonii(g/0,5m2) ... 39

10. Pengaruh aplikasi herbisida glifosat terhadap bobot kering gulma Centrosema pubescens(g/0,5m2) ... 41

11. Jenisdantingkatdominansigulmapada2 MSA ... 43

12. Jenisdantingkatdominansigulmapada 5 MSA ... 44

13. Jenisdantingkatdominansigulmapada 8 MSA ... 45


(9)

15. Populasi tanaman jagung (jumlah tanaman/18 m2)... 48

16. Tinggi tanaman jagung (cm) ... 50

17. Produksi pipilan kering jagung pada KA 14 % ... 51

LAMPIRAN 18. Bobotkeringgulma total (g/0,5m2)pada 0 MSA ... 58

19. Bobot kering gulma total (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 58

20. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma total (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 59

21. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 2 MSA ... 59

22. Bobot kering gulma total (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 59

23. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma total (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 60

24. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 5 MSA ... 60

25. Bobot kering gulma total (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 60

26. Analisis ragam bobot kering gulma total pada 8 MSA ... 61

27. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) pada 2 MSA .... 61

28. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 61

29. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 2 MSA ... 62

30. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) pada 5 MSA .... 62

31. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 62

32. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 5 MSA ... 63


(10)

34. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 63 35. Analisis ragambobot kering gulma golongan daun lebar pada

8 MSA ... 64 36. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 64

37. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput

(g/0,5m2) pada 2 MSA ... 64 38. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 2 MSA. 65 39. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 65

40. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput

(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 65 41. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 5 MSA 66 42. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 66

43. Transformasi√(x+0,5) bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5m2)

pada 8 MSA ... 66 44. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput pada 8 MSA.. 67 45. Bobot kering gulma Imperata cylindrica (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 67

46. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Imperata cylindrica

(g/0,5m2) pada 2 MSA ... 67 47. Analisis ragam bobot kering gulma Imperata cylindrica pada 2 MS 68 48. Bobot kering gulma Imperata cylindrica (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 68

49. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Imperata cylindrica

(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 68 50. Analisis ragam bobot kering gulma Imperata cylindrica pada 5 MSA 69 51. Bobot kering gulma Imperata cylindrica (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 69 52. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Imperata cylindrica


(11)

53. Analisis ragam bobot kering gulma Imperata cylindrica pada 8 MSA 70 54. Bobot kering gulma Borreria laevis (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 70

55. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Borreria laevis

(g/0,5m2)pada 2 MSA ... 70 56. Analisis ragam bobot kering gulma Borreria laevis pada 2 MSA ... 71 57. Bobot kering gulma Borreria laevis (g/0,5m2) pada 5 MSA ... 71

58. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Borreria laevis

(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 71 59. Analisis ragam bobot kering gulma Borreria laevis pada 5 MSA ... 72 60. Bobot kering gulma Borreria laevis (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 72

61. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Borreria laevis

(g/0,5m2) pada 8 MSA ... 72 62. Analisis ragam bobot kering gulma Borreria laevis pada 8 MSA ... 73 63. Bobot kering gulmaCalopogonium mucunoides (g/0,5m2) pada 2 MSA. ... 73

64. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Calopogonium

mucunoides(g/0,5m2) pada 2 MSA ... 73 65. Analisis ragam bobot kering gulma Calopogonium mucunoides

pada 2 MSA ... 74 66. Bobot kering gulma Calopogonium mucunoides (g/0,5m2) pada

5 MSA ... 74

67. Transformasi√√√(x+0,5) bobot kering gulma Calopogonium

mucunoides(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 74 68. Analisis ragam bobot kering gulma Calopogonium mucunoides

pada5 MSA ... 75 69. Bobot kering gulma Calopogonium mucunoides (g/0,5m2) pada

8 MSA ... 75

70. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Calopogonium


(12)

71. Analisis ragam bobot kering gulma Calopogonium mucunoides pada 8 MSA ... 76 72. BobotkeringgulmaPaspalum commersoniipada 2 MSA ... 76

73. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Paspalum

commersonii (g/0,5m2) pada 2 MSA ... 76 74. Analisis ragam bobot kering gulma Paspalum commersonii pada 2 MSA ... 77 75. Bobot kering gulma Paspalum commersonii (g/0,5m2) pada 5 MSA 77

76. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Paspalum

commersonii(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 77 77. Analisis ragam bobot kering gulma Paspalum commersonii pada

5 MSA ... 78 78. Bobot kering gulma Paspalum commersonii (g/0,5m2) pada 8 MSA 78

79. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Paspalum

commersonii (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 78 80. Analisis ragam bobot kering gulma Paspalum commersonii pada 8 MSA ... 79 81. Bobot kering gulma Centrosema pubescens (g/0,5m2) pada 2 MSA 79

82. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Centrosemapubescens

(g/0,5m2) pada 2 MSA ... 79 83. Analisis ragam bobot kering gulma Centrosema pubescens pada

2 MSA ... 80 84. Bobot kering gulma Centrosema pubescens (g/0,5m2) pada 5 MSA 80

85. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Centrosema

pubescens(g/0,5m2) pada 5 MSA ... 80 86. Analisis ragam bobot kering gulma Centrosema pubescens pada


(13)

87. Bobot kering gulma Centrosema pubescens (g/0,5m2) pada 8 MSA 81

88. Transformasi√√√(x+0,5) bobot kering gulma Centrosema pubescens (g/0,5m2) pada 8 MSA ... 81

89. Analisis ragam bobot kering gulma Centrosema pubescens pada 8 MSA ... 82

90. Populasi tanaman jagung (tanaman/18 m2) pada 1 MST ... 82

91. Analisis ragam populasi tanaman jagung pada 1 MST ... 82

92. Populasi tanaman jagung (tanaman/18 m2) pada 3 MST ... 83

93. Analisis ragam populasi tanaman jagung pada 3 MST ... 83

94. Populasi tanaman jagung (tanaman/18 m2) pada 6 MST ... 83

95. Analisis ragam populasi tanaman jagung pada 6 MST ... 84

96. Tinggi tanaman jagung (cm) pada 3 MST ... 84

97. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 3 MST ... 84

98. Tinggi tanaman jagung (cm) pada 6 MST ... 85

99. Analisis ragam tinggi tanaman jagung pada 6 MST ... 85

100.Produksipipilankering KA 14% agung (kg/18 m2) ... 85

101.Transformasi√√√(x+0,5) produksipipilankering KA 14%jagung (kg/18 m2) ... 86

102.Analisis ragam produksi pipilankering KA 14% jagung (kg/18 m2) . 86

103.Produksi pipilankering KA 14%jagung (kg/ha) ... 86

104.Transformasi √√√(x+0,5) produksi pipilankering KA 14%jagung (ton/ha) ... 87


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur molekul glifosat ... 14

2. Tata letak percobaan ... 19

3. Bagan pengambilan gulma dari masing-masing petak contoh seluas 0.5 m x 0.5 m dan petak panen pada tanaman tengah ... 20

4. Gulma Imperata cylindrica ... 33

5. Gulma Borreria laevis ... 35

6. Gulma Calopogonium mucunoides ... 37

7. Gulma Paspalum commersonii ... 39

8. Gulma Centrosema pubescens ... 41


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Tanaman jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman yang penting bagi Indonesia. Jagung berperan sebagai bahan makanan pokok pengganti beras dan sebagai bahan pakan untuk berbagai jenis ternak. Produksi jagung Indonesia menurut Badan Pusat Statistik pada tahun 2013 adalah sebesar 19,37 juta ton pipilan kering dengan luas panen 3,95 juta ha.

Saat ini, tanaman jagung umum dibudidayakan dengan cara tanpa olah tanah. Berdasarkan hasil penelitian Daud (2004), menyatakan bahwa produksi jagung sistem TOT memberikan produksi sebesar 6,8 ton/ha. Namun, masalah yang akan dihadapi pada penggunaan sistem TOT adalah dalam mengendalikan gulma pada persiapan lahan. Satu-satunya cara untuk mengatasi masalah gulma tersebut adalah dengan menggunakan herbisida.

Herbisida adalah senyawa kimia atau jasad renik yang digunakan untuk

mengendalikan gulma (Sembodo, 2010). Keunggulan menggunakan herbisida pada persiapan lahan tanam adalah permukaan tanah tidak tergaanggu dan serasah gulma dapat menjadi mulsa. Herbisida yang dapat digunakan antara lain yang berbahan aktif glifosat.


(16)

2

Glifosat merupakan herbisida non-selektif berspektrum luas yang dapat

mengendalikan gulma semusim maupun tahunan. Glifosat diserap oleh daun dan bagian-bagian tanaman lainnya, kemudian terangkut melalui floem. Cara kerja glifosat adalah menghambat kerja enzim 5-enolpyruvini-shikimate-3-phosphate sintase (EPSPS) dalam pembentukan asam amino aromatik seperti triptofan, tirosin dan fenil alanin (Tomlin, 2004).

Kerfektivan pemberian herbisida ditentukan oleh dosisnya. Dosis herbisida yang tepat akan dapat mematikan gulma sasaran, tetapi jika dosisnya terlalu tinggi akan merusak tanaman budidaya (Sembodo, 2010). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap kisaran dosis yang optimal untuk dapat menekan pertumbuhan gulma pada persiapan tanam budidaya tanaman jagung dengan sistem TOT.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat disusun rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana efikasi herbisida glifosat dalam mengendalikan gulma pada persiapan lahan jagung dengan sistem TOT?

2. Apakah terjadi perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida glifosat pada persiapan lahan jagung dengan sistem TOT?

3. Apakah pengaruh sistem TOT terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung?


(17)

3

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka disusun tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Mengetahui efikasi herbisida glifosat dalam mengendalikan gulma pada persiapan lahan jagung dengan sistem TOT.

2. Mengetahui perubahan komposisi gulma setelah aplikasi herbisida glifosat pada persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT.

3. Mengetahui pengaruh sistem TOT terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap rumusan masalah, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut : Pada saat ini, petani dituntut untuk melakukan upaya konservasi tanah dikarenakan tanah yang digunakan semakin rusak. Teknik konservasi tanah yang dapat dilakukan adalah dengan sistem penanaman tanpa olah tanah (TOT).

Penyiapan lahan tanpa olah tanah merupakan salah satu cara olah tanah konservasi yang bertujuan untuk menyiapkan lahan agar tanaman dapat tumbuh dan

berproduksi optimum dengan tetap memperhatikan konservasi tanah dan air (Utomo, 2002). Namun, akan terjadi kesulitan pada saat penanaman apabila gulma di sistem TOT tidak dikendalikan.

Menurut Sembodo (2010), semakin lama gulma pada areal tanaman, maka akan semakin besar penurunan hasil yang diakibatkan oleh kompetisi yang terjadi. Selain itu, waktu kehadiran gulma sangat menetukan derajat kompetisi yang


(18)

4

terjadi. Tumbuhan yang hadir atau tumbuh lebih dulu akan lebih dulu juga memanfaatkan sarana tumbuh yang ada, sehingga tumbuhan yang lebih lambat tumbuhnya akan tertekan pertumbuhannya. Oleh karena itu keberadaan gulma perlu dikendalikan sebelum penanaman tanaman jagung agar tidak

memperngaruhi pertumbuhan dan produksinya.

Untuk mengendalikan gulma pada persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT adalah dengan menggunakan cara kimiawi. Keuntungan dari penggunaan cara kimiawi adalah efisien pada biaya dan tenaga kerja selain itu

gulma yang telah mati dapat digunakan sebagai mulsa sehingga dapat menambah kandungan bahan organik tanah (Sembodo, 2010).

Pengendalian gulma secara kimiawi adalah menggunakan herbisida. Menurut Sembodo (2010), herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida dapat mempengaruhi satu atau lebih proses metabolisme tumbuhan seperti pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, dan lain-lain yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

Herbisida yang digunakan untuk mengendalikan umunya memiliki kandungan bahan aktif yang berbeda-beda. Pada tanah-tanah yang pertumbuhan gulmanya sangat lebat, maka lebih efektif apabila herbisida sistemik yang digunakan untuk mengendalikan gulmanya (Susanto, 2002). Salah satu herbisida yang bersifat sistemik yang dapat digunakan adalah herbisida yang berbahan aktif glifosat.


(19)

5

Glifosat merupakan herbisida non-selektif dan bersifat sistemik yang diadsorpsi melalui daun dan ditranslokasikan melalui floem ke jaringan meristem. Aktivitas dari glifosat lambat, namun apabila dosis yang digunakan tepat akan dapat mencapai organ bawah tanah seperti akar, umbi dan rimpang. Herbisida glifosat tidak ada aktivitasnya di dalam tanah karena diikat kuat oleh partikel tanah (Sriyani, 2012).

Hasil penelitian Hermawan dkk. (1995), memperlihatkan bahwa campuran antara herbisida glifosat 18% dengan butaklor/2,4D tidak menimbulkan keracunan pada tanaman padi sawah yang dibudidayakan tanpa olah tanah. Hasil penelitian yang lain juga menyebutkan bahwa apliksi herbisida glifosat dengan parakuat tanpa olah tanah memberikan pengaruh yang lebih baik jika dibandingkan dengan sistem olah tanah sempurna (Daud, 2004).

1.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka dapat disusun kerangka pemikiraan untuk memberikan penjelasan teoritis terhadap perumusan masalah. Pada saat ini selain untuk menghasilkan tanaman dengan produksi yang optimal, petani dituntut untuk melakukan upaya konservasi tanah karena tanah yang mulai rusak akibat pengolahan tanah yang sangat intensif.

Teknik konservasi yang dapat diterapkan adalah dengan sistem tanpa olah tanah (TOT). Pada sistem ini, permukaan tanah tidak boleh diganggu, penanaman dilakukan dengan cara ditugal agar lapisan olah tanah tidak rusak. Namun, sistem tanpa olah tanah memiliki kelemahan yaitu masalah gulma pada awal penanaman.


(20)

6

Gulma yang berada di areal budidaya semakin lama akan menyebabkan penurunan hasil yang besar pula. Hal ini dikarenakan adanya kompetisi dalam memperebutkan sarana tumbuh yang terbatas. Oleh karena itu, gulma perlu dikendalikan pada saat awal penanaman agar tidak mengganggu pertumbuhan tanaman jagung.

Pada penerapan sistem tanpa olah tanah, gulma yang ada pada lahan budidaya dikendalikan secara kimiawi dengan menggunakan herbisida. Herbisida merupakan bahan kimia atau kultur hayati yang dapat digunakan untuk

mematikan pertumbuhan gulma. Keuntungan dari penggunaan herbisida adalah lapisan olah tanah tidak rusak dan waktu yang dibutuhkan untuk mengendalikan relatif cepat serta gulma yang telah mati dapat menjadi mulsa sehingga

meningkatkan kandungan bahan organik dalam tanah. Herbisida dapat menekan pertumbuhan gulma dengan cara menghambat proses metabolisme yang terjadi pada gulma tersebut. Herbisida yang baik digunakan untuk mengendalikan gulma sebelum tanam pada budidaya jagung tanpa olah tanah adalah glifosat.

Glifosat adalah herbisida yang bersifat sistemik dan diaplikasikan pascatumbuh. Glifosat akan aktif bekerja apabila aplikasi dilakukan lewat daun, namun

herbisida ini tidak aktif di dalam tanah karena mudah diikat kuat oleh partikel tanah. Penggunaan glifosat juga tidak akan meracuni tanaman budidaya.

Dengan penggunaan sistem penanaman tanpa olah tanah dan aplikasi glifosat, produksi tanaman akan sama dengan sistem olah tanah sempurna dan juga mendukung tindakan konservasi tanah.


(21)

7

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, dapat dibuat hipotesis sebagai berikut:

1. Herbisida glifosat mampu mengendalikan gulma pada persiapan lahan budidaya jagung tanpa olah tanah.

2. Terjadi perubahan komposisi jenis gulma yang terdapat pada areal budidaya jagung tanpa olah tanah.

3. Pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada sistem TOT sama dengan sistem OTS.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman berumah satu (Monoecious) yaitu letak bunga jantan terpisah dengan bunga betina pada satu tanaman. Jagung termasuk tanaman C4 yang mampu berdaptasi baik pada faktor-faktor pembatas seperti intensitas radiasi surya tinggi dengan suhu siang dan malam tinggi, curah hujan rendah dengan cahaya musiman tinggi disertai suhu tinggi serta kesuburan tanah yang relatif rendah. Sifat-sifat yang menguntungkan dari jagung sebagai tanaman C4 antara lain aktivitas fotosintesis pada keadaan normal relatif tinggi, fotorespirasi sangat rendah, transpirasi rendah, serta efisien dalam penggunaan air (Muhadjir, 1986).

2.1.1 Morfologi tanaman jagung A. Akar

Sistem perakaran jagung terdiri atas akar primer, akar lateral, akar horizontal, dan akar udara. Akar primer adalah akar yang pertama kali muncul pada saat biji berkecambah dan tumbuh ke bawah. Akar lateral adalah akar yang tumbuh


(23)

9

permukaan tanah (Danarti dan Najiyati, 1992). Tanaman jagung berakar serabut, menyebar ke samping dan ke bawah sepanjang 25 cm (Suprapto, 1990).

B. Batang

Batang tanaman jagung beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah ruasnya bervariasi yaitu antara 10-40 ruas. Tanaman jagung memiliki panjang batang berkisar antara 60-300 cm. Ruas-ruas batang bagian atasnya berbentuk silindris dan ruas-ruas batang bagian bawah berbentuk bulat agak pipih. Tunas batang yang telah berkembang menghasilkan tajuk bunga betina (Rukmana, 1997).

B. Daun

Tanaman jagung memiliki jumlah daun antara 9 sampai 48 helai, tetapi biasanya berkisar 12-18 helai. Jumlah daun tergantung dari varietas dan umur jagung. Tipe daun digolongkan ke dalam linear. Panjang daun bervariasi biasanya antara 30 cm dan 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapi 15 cm. Jumlah tangkai daun atau pelepah daun biasanya antara 3 cm sampai 6 cm (Aak, 1993).

C. Bunga

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman sehingga disebut bunga berumah satu. Bunga jantan diujung tanaman sedangkan bunga betina berada di ketiak daun. Bunga betina berbentuk gada berwarna putih panjang dan biasa disebut rambut jagung. Bunga betina menerima tepung sari di sepanjang rambutnya (Suprapto dan Marzuki, 2005).


(24)

10

2.1.2 Syarat tumbuh A. Iklim

Tanaman jagung menghendaki daerah yang beriklim sedang hingga subtropik atau tropis yang basah dan di daerah yang terletak antara 0-500LU hingga 0-400 LS. Tanaman jagung juga menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Suhu optimum yang dikehendaki adalah 21-340 C. Curah hujan yang ideal untuk tanaman jagung adalah 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah ( Tim Karya Tani Mandiri, 2010).

B. Tanah

Tanaman jagung menghendaki tanah yang gembur, subur, berdrainase yang baik, pH tanah 5,6-7,0. Jenis tanah yang dapat toleran ditanami jagung antara lain andosol, latosol dengan syarat pH-nya harus memadai untuk tanaman tersebut ( Rukmana, 1997). Pada tanah-tanah yang bertekstur berat, jika akan ditanami jagung maka perlu dilakukan pengolahan tanah yang baik. Namun, apabila kondisi tanahnya gembur, dalam budidaya jagung tanah tidak perlu diolah (sistem TOT).

Tanaman jagung ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 mdpl. Sedangkan daerah yang optimum untuk pertumbuhan jagung adalah antara 0-600 mdpl (Tim Karya Tani Mandiri, 2010).


(25)

11

2.2 Tanpa Olah Tanah

Teknologi tanpa olah tanah merupakan salah satu teknik pada persiapan lahan atau budidaya tanaman yang termasuk dalam upaya konservasi tanah. Pada TOT, tanah dibiarkan tidak terganggu kecuali untuk lubang tugalan penempatan benih dan pupuk. Sebelum dilakukan penanaman, gulma dapat dikendalikan dengan herbisida (Utomo, 2000).

Teknik TOT dapat meningkatkan kelembaban tanah karena berkurangnya evaporasi. Pada daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang dapat menyimpan air, peningkatan kelembaban tanah akan meningkatkan penyerapan nutrisi yang pada akhirnya meningkatkan produktivitas. Dengan meningkatnya kelembaban tanah, suhu tanah menjadi lebih rendah (Utomo, 2000).

Keuntungan yang didapatkan dari sistem tanpa olah tanah adalah lebih hemat dalam biaya dan tenaga kerja, serta dapat memperbaiki pori makro tanah, karena dengan tanpa olah tanah, kegiatan mesofauna tanah seperti cacing akan lebih aktif. Namun yang menjadi kendala pada penanaman tanpa sitem olah tanah adalah kondisi gulmanya (Utomo, 2002).

2.3 Pengendalian Gulma pada Budidaya Jagung 2.3.1 Gulma

Gulma adalah tumbuhan yang keberadaannya merugikan bagi manusia (Sembodo, 2010). Oleh karena itu, semua tumbuhan yang tumbuh pada lahan budidaya apabila


(26)

12

bukan tanaman yang dibudidayakan adalah gulma karena tumbuhan tersebut tumbuh pada tempat dan waktu yang salah (Rukmana dan Saputra,1999 dalam Listyobudi 2011).

Menurut Sembodo (2010), gulma memiliki daya rusak yang sangat tinggi terhadap tanaman budidaya karena sifat-sifatnya yang unggul. Sifat-sifat tersebut antaralain adalah penguasaan areal yang baik, bijinya mengalami dormansi, daya adaptasinya sangat tinggi, dan penyebarannya yang luas.

Selain itu, pengaruh negatif lain dari gulma terhadap tanaman budidaya adalah dapat menjadi kompetitor terhadap sarana tumbuh, seperti nutrisi, air, cahaya, dan CO2; dapat menghasilkan senyawa alelopati, sebagai iang hama dan penyakit tanaman, serta dapat menurunkan kualitas hasil karena adanya kontaminasi dari bagian gulma, misalnya biji (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984)

Berdasarkan hasil penelitian Sudiyarti (2005), gulma yang mendominasi pada tanaman jagung tanpa olah tanah adalah Imperta cylindrica, Asystasia gangetica, Calopogonium mucunoides, Borreria distans, Brachiaria mutica, Ipomoea triloba, dan Euphorbia geniculata.

2.3.2 Pengendalian gulma pada tanaman jagung

Pengendalian gulma merupakan suatu keharusan dalam budidaya jagung. Menurut Fadhly dan Tabri (2008) dalam Yuliyanti (2009), keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu faktor penentu tercapainya tingkat hasil jagung yang tinggi.


(27)

13

Teknik pengendalian gulma meliputi : pengendalian secara preventif, mekanis/fisik, kultur teknis, hayati, genetis, kimiawi, dan terpadu (Sembodo, 2010).

Pada umumnya teknik pengendalian yang sering dilakukan pada budidaya jagung adalah secara mekanis, namun teknik ini akan mengalami kendala apabila

pengusahaan tanaman jagung dalam skala luas dan adanya keterbatasan dalam waktu dan tenaga kerja (Sebayang, 2002 dalam Listyobudi, 2011). Oleh karena itu, teknik pengendalian yang tepat adalah dengan menggunakan teknik pengendalian kimiawi.

Teknik pengendalian kimiawi adalah teknik pengendalian gulma dengan

menggunakan herbisida. Herbisida adalah bahan kimia atau kultur hayati yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Kelebihan menggunakan herbisida dalam mengendalikan gulma adalah gulma dapat

dikendaikan sejak dini, efisien dalam waktu, tenaga kerja dan biaya yang digunakan, dapat mengendalikan gulma yang sulit dikendalikan dengan cara lain, dan dapat mencegah erosi serta mendukung konsep olah tanah konservasi (OTK). Namun, ada kekurangan dalam mengunakan herbisida yaitu dalam pengaplikasiannya

memerlukan kecakapan khusus, memerlukan invenstasi alat aplikasi, dan kurang mendukung kelestarian dan kualitas lingkungan (Sembodo, 2010)

2.3.3 Glifosat

Glifosat adalah herbisida sistemik dan nonselektif yang diplikasi pada post-emergence untuk gulma semusim maupun tahunan. Cara kerja glifosat adalah menghambat kerja enzim 5-enolpyruvini-shikimate-3-phosphaate sintase (EPSPS)


(28)

14

dalam pembentukan asam amino aromatic seperti triptofan, tirosin dan fenilalanin, semuanya diperlukan untuk sisntesis protein (Sanseman, 2007). Rumus molekul herbisida glifosat adalah C3H8NO5P dengan rumus bangun seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur molekul glifosat ( N-(phosphonomethyl)glycine) (Tomlin, 2004)

Menurut Sembodo (2010) glifosat termasuk dalam golongan herbisida

organofosforus. Herbisida organofosforus akan aktif bekerja jika diaplikasikan melalui daun. Herbisida ini tidak aktif di dalam tanah karena mudah terdegradasi atau terikat kuat oleh koloid tanah dan tidak ada degradasi dalam tubuh tumbuhan (Sriyani, 2012).

Gejala pertama yang ditimbulkan dari penggunaan glifosat adalah pertumbuhan tumbuhan akan terhambat, kemudian daun akan terlihat menguning (klorosis). Gejala ini akan lambat muncul jika pada saat aplikasi keadaan lingkungannya dingin dan mendung. Lima sampai 10 hari setelah aplikasi, klorosis akan beubah menjadi nekrosis dan tumbuhan akan mati (Wiley, 2010). Apabila terjadi hujan sebelum 6 jam setelah aplikasi maka akan menurunkan daya racun herbisida glifosat ini (Sembodo, 2010).

P O

HO CH2NHCH2CO2H HO


(29)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kebun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Desember 2012 sampai April 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida P31, pupuk NPK, herbisida Grindup 480 SL (bahan aktif isopropilamina (IPA) glifosat), dan karbofuran (Furadan 3G).

Alat yang digunakan adalah knapsack sprayer bernosel merah, ember plastik, ruber bulb, kantong plastik, patok bambu, meteran, cangkul, sabit atau arit, oven, timbangan, moisture tester.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam penelitian ini


(30)

16

menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diuji disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Perlakuan herbisida glifosat

No Perlakuan Dosis

Formulasi (l/ha) Glifosat (kg/ha)

1 TOT + Glifosat 2.25 1.08

2 TOT + Glifosat 3.00 1.44

3 TOT + Glifosat 3.75 1.80

4 TOT + Glifosat 4.50 2.16

5 TOT dan Penyiangan 2x - -

6 OTS dan Penyiangan 2x - -

7 Kontrol - -

Keterangan : TOT = Tanpa Olah Tanah; OTS= Olah Tanah Sempurna

Herbisida yang diuji adalah herbisida glifosat (Grindup 480 SL dengan kadar bahan aktif IPA glifosat 480 g/l). Penyiangan manual dilakukan pada 3 dan 6 minggu setelah tanam (MST). Sebagai pembanding yang digunakan untuk melihat pengaruh herbisida terhadap tanaman jagung adalah pengendalian gulma secara manual tanpa olah tanah dan pengendalian secara manual dengan pengolahan tanah secara sempurna. Untuk menilai pengaruh penggunaan herbisida terhadap pertumbuhan gulma digunakan perlakuan kontrol. Homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan addivitas data diuji dengan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.


(31)

17

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan

Lahan percobaan yang akan diberikan aplikasi herbisida glifosat pada berbagai taraf dosis disiapkan tanpa pengolahan tanah. Selanjutnya, petak-petak percobaan dibuat sebanyak 24 petak perlakuan, dan 4 petak yang lain adalah dengan olah tanah sempurna. Ukuran setiap petak 4 m x 7,5 m dan jarak antarpetak 1 m.

Ul 1 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7

Ul 2 P3 P4 P5 P6 P7 P1 P2

Ul 3 P5 P6 P7 P1 P2 P3 P4

Ul 4 P7 P1 P2 P3 P4 P5 P6

Gambar 2. Tata Letak Percobaan Keterangan:

P1 : TOT + glifosat 1,08 kg/ha P2 : TOT + glifosat 1,44 kg/ha P3 : TOT + glifosat 1,80 kg/ha P4 : TOT + glifosat 2,16 kg/ha P5 : TOT + penyiangan 2x P6 : OTS + penyiangan 2x

P7 : TOT Kontrol tanpa pengendalian gulma

3.4.2 Aplikasi Herbisida Glifosat

Aplikasi herbisida dilakukan pada setiap plot sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Herbisida diaplikasikan 1 kali pada 2 minggu sebelum tanam dan penutupan gulma sasaran lebih dari 75% dengan menggunakan sprayer punggung bernosel warna merah. Sebelum dilakukan aplikasi, knapsack sprayer dikalibrasi


(32)

18

terlebih dahulu dengan menggunakan metode luas. Hasil dari kalibrasi knapsack sprayer yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah 400 l/ha.

3.4.3 Penanaman

Penanaman benih jagung dilakukan 2 MSA (minggu setelah aplikasi). Jarak tanam yang digunakan 80 cm x 20 cm. Metode penanaman dengan cara ditugal dan setiap lubang tanam diberi satu benih jagung. kemudian dilakukan pemberian karbofuran pada setiap lubang tanam. Kegiatan pemupukan dilakukan pada saat umur 9 HST dengan menggunakan pupuk NPK Phonska 15:15:15 sebanyak 300 kg/ha dan urea 100 kg/ha dengan cara ditugal. Pemupukan kedua dan ketiga pada 21 HST dan 45 HST masing-masing menggunakan urea dengan dosis 100 kg/ha.

3.4.4 Pengambilan Sampel Gulma

Pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada 2 minggu sebelum tanam, dan 2, 5 , dan 8 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) di semua petak percobaan. Bagan pengambilan sampel gulma dari petak percobaan seperti Gambar 3.


(33)

19

4 m

Gambar 3. Bagan pengambilan gulma dari masing-masing petak contoh seluas 0.5 m x 0.5 m dan petak panen pada tanaman tengah.

Keterangan :

= Gulma pada petak contoh yang diambil saat aplikasi

= Gulma pada petak contoh yang diambil 0 MST

= Gulma pada petak contoh yang diambil 3 MST

= Gulma pada petak contoh yang diambil 6 MST

= Petak panen

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

x x x x x

2 1

1 2

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

x x x

4 m 1 m

7.5 m 0 0 -2 0 1 2 -2 -2


(34)

20

3.5 Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan pengamatan terhadap beberapa variabel berikut:

3.5.1 Gulma

1. Bobot kering gulma

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan cara mengambil gulma dipotong tepat setinggi permukaan tanah pada 2 kuadran masing-masing berukuran 50 cm x 50 cm pada 0, 2, 5, dan 8 MSA sebanyak 2 kuadran setiap petak, kemudian gulma dipilih sesuai jenisnya. Selanjutnya gulma dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama 2 hari atau telah mencapai bobot konstan, kemudian ditimbang.

2. Summed Dominance Ratio (SDR)

Setelah didapat nilai bobot kering gulma, maka dapat dihitung SDR (Summed Dominance Ratio) untuk masing-masing spesies pada petak percobaan dengan menggunakan rumus :

a. Dominansi Mutlak (DM)

Bobot kering jenis gulma tertentu dalam petak contoh. b. Dominansi Nisbi (DN)

Dominansi Nisbi = DM satu spesies x 100% DM semua spesies

c. Frekuensi Mutlak (FM)


(35)

21

d. Frekuensi Nisbi (FN)

Frekuensi Nisbi (FN) = FM jenis gulma tertentu x 100% Total FM semua jenis gulma

e. Nilai Penting (NP)

Jumlah nilai semua peubah nisbi yang digunakan (DN + FN) f. Summed dominance ratio (SDR)

Nilai Penting = NP Jumlah peubah nisbi 2

Nilai SDR yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien komunitas (C) yang dihitung dengan rumus:

C = (2W)/(a+b) x 100 % Ketrangan :

C = koefisien komunitas

W = jumlah komunitas dari dua nilai terendah yang dibandingkan untuk masing-masing komunitas

a = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I

b = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II (kontrol)

jika nilai C lebih dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).


(36)

22

3.5.2 Tanaman

1. Populasi

Pengamatan populasi tanaman jagung dilakukan pada 1, 3, dan 6 MST.

Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua tanaman jagung pada 3 baris tengah petak percobaan seluas 18 m2.

2. Tinggi tanaman

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai daun terpanjang yang

dilakukan pada saat 3 dan 6 MST. Pengukuran dilakukan dalam satuan centimeter dengan menggunakan meteran. Jumlah tanaman yang diukur adalah 10

tanaman/plot yang ditentukan secara acak pada 3 baris tengah petak perlakuan.

3. Hasil pipilan kering

Hasil pipilan kering diukur dari setiap petak yang berada di tengah petak percobaan dengan luasan petak panen sebesar 18 m2. Produksi jagung diukur pada kadar air 14%.

Bobot jagung pipilan kering panen dikonversikan pada bobot jagung pipilan kering kadar air 14% dengan rumus:

Bobot pipilan kering pada KA 14% = (100-Ka terukur) x bobot panen pipilan (100-14) kering terukur


(37)

23

4. Fitotoksisitas

Pengamatan tingkat kerusakan tanaman atau fitotoksisitas dilakukan secara visual pada 1, 2, 4, dan 6 MST pada seluruh tanaman dari tiap perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan sekoring sebagai berikut:

0 = tidak ada keracunan, 0-5% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

1 = keracunan ringan, >5-20% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

2 = keracunan sedang, >20-50% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

3 = keracunan berat, >50-75% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

4 = keracunan sangat berat, >75% bentuk/warna daun tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati


(38)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem TOT + glifosat 1,08-2,16 kg/ha dapat digunakan dalam persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT karena dapat menekan

pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, dan rumput hingga 5 MSA atau pada tanaman berumur 3 minggu, bahkan gulma total dapat dikendalikan hingga tanaman berumur 6 minggu (8 MSA).

2. Sistem TOT + glifosat 1,08-2,16 kg/ha dan penyiangan manual pada sistem TOT maupun OTS menyebabkan terjadinya perubahan komposisi jenis gulma pada 2, 5, dan 8 MSA.

3. Pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada sistem TOT + glifosat 1,44-2,16 kg/ha sama dengan sistem OTS + penyiangan manual dan dosis glifosat 1,08-2,16 kg/ha untuk persiapan lahan tidak menimbulkan keracunan pada tanaman jagung.


(39)

54

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini untuk petani adalah jika akan menanam jagung dengan sistem TOT maka dapat digunakan dosis herbisida glifosat 1,44 kg/ha yang diaplikasikan pada 2 minggu sebelum tanam untuk mengendalikan pertumbuhan gulma pada persiapan lahan.


(40)

PUSTAKA ACUAN

Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Jagung Indonesia. http://www.bps. go.id/

tnmn pgn.php?kat=3. Diakses pada 07 Juni 2013.

Bangun, P. 1988. Pengendalian Gulma pada Budidaya Jagung. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Bogor. Hlm 213-233.

Corbett, J. L. Shawn D. Askew, Walter E. Thomas, And John W. Wilcut. 2004. Weed Efficacy Evaluations for Bromoxynil, Glufosinate, Glyphosate, Pyrithiobac, and Sulfosate. Weed Technology. 18(2): 443-453.

Danarti dan S. Najiyati. 1992. Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta.

Daud, D. 2004. Uji efikasi herbisida glifosat, sulfosat dan paraquat pada sistem tanpa olah tanah (TOT) jagung. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan

Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008. Girsang, W. 2005. Pengaruh tingkat dosis herbisida isopropilamina glifosat dan

selang waktu terjadinya pencucian setelah aplikasi terhadap efektivitas

pengendalian gulma pada perkebunan karet (Hevea brassiliensis) TBM. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3 (2):31-36.

Hermawan, W., W. Djulkarnain, A. Pasaribu, Tuharto. 1995. Efikasi beberapa

campuran antara herbisida glifosat 18% dengan herbisida selektif lainnya terhadap pengendalian gulma pada padi sawah tanpa olah tanah. Prosiding seminar nasional V Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah. Bandar Lampung, 8-9 Mei 1995. Johal, G.S. and D.M. Huber. 2009. Glyphosate effects on diseases of plants. Europ.

J. Agronomy 31(1) : 144-152.

Lamid Z, Adlis, Hernel dan W. Hermawan. 1999. Efikasi herbisida glifosat terhadap gulma budidaya jagung pada lahan gambut. Prosiding Konferensi Nasional XIV. HIGI Medan, 20-23 Juli 1999.


(41)

56

Listyobudi, V. R. 2011. Skripsi : Perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis. Fakultas

Pertanian. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta.

Mawardi, D. 2005. Efikasi herbisida glifosat untuk persiapan budidaya jagung tanapa olah tanah. Jurnal Agrotropika X(2): hlm 79-84.

Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Muhadjir, F. 1986. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Nurjannah, U. 2003. Pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4 D terhadap pergeseran gulma dan tanaman kedelai tanpa olah tanah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia. V(1): hlm 27-33.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Sanseman, S.A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science Society of America.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sriyani, N. 2012. Bahan Kuliah Herbisida dan Lingkungan. (Tidak dipublikasikan).

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudiyarti, L. 2005. Skripsi: Efikasi herbisida glifosat (Supremo 480 AS) untuk mengendalikan gulma pada persiapan tanam budidaya jagung (Zea mays L.) tanpa olah tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisisus. Yogyakarta. Tesfamariama, T., S. Botta, I. CAkmakb, V. Romhelda, and G neumanna. 2009.

Glyphosate in the rhizosphere-Role of waiting times and different glyphosate binding forms in soils for phytotoxicity to non-target plants. Europ. J. Agronomy 31 (1) : 126-132.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Bandung.

Tjitrosoedirjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia. Jakarta.


(42)

57

Tomlin, C.D.S. 2004. The e-Pesticides Manual version 3.0 (thriteenth edition). British Crop Protection Council

Triyono, K. 2010. Skripsi: Pengaruh dosis glifosat dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung (Zea mays L. ). Universitas Slamet Riyadi

Surakarta.

Utomo, M. 2000. Teknologi olah tanah konservasi sebagai pilar pertanian berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan Masyarakat Warga. DPP HKTI.

Utomo, M. 2002. Olah tanah konservasi untuk pengelolaan lahan berkelanjutan. Hal 1-33. Dalam Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Olah Tanah

Konservasi : Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.


(1)

23

4. Fitotoksisitas

Pengamatan tingkat kerusakan tanaman atau fitotoksisitas dilakukan secara visual pada 1, 2, 4, dan 6 MST pada seluruh tanaman dari tiap perlakuan. Pengamatan dilakukan dengan sekoring sebagai berikut:

0 = tidak ada keracunan, 0-5% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

1 = keracunan ringan, >5-20% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

2 = keracunan sedang, >20-50% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

3 = keracunan berat, >50-75% bentuk/warna daun atau pertumbuhan tanaman tidak normal

4 = keracunan sangat berat, >75% bentuk/warna daun tidak normal hingga mengering dan rontok sampai tanaman mati


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sistem TOT + glifosat 1,08-2,16 kg/ha dapat digunakan dalam persiapan lahan budidaya jagung dengan sistem TOT karena dapat menekan

pertumbuhan gulma total, gulma golongan daun lebar, dan rumput hingga 5 MSA atau pada tanaman berumur 3 minggu, bahkan gulma total dapat dikendalikan hingga tanaman berumur 6 minggu (8 MSA).

2. Sistem TOT + glifosat 1,08-2,16 kg/ha dan penyiangan manual pada sistem TOT maupun OTS menyebabkan terjadinya perubahan komposisi jenis gulma pada 2, 5, dan 8 MSA.

3. Pertumbuhan dan produksi tanaman jagung pada sistem TOT + glifosat 1,44-2,16 kg/ha sama dengan sistem OTS + penyiangan manual dan dosis glifosat 1,08-2,16 kg/ha untuk persiapan lahan tidak menimbulkan keracunan pada tanaman jagung.


(3)

54

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini untuk petani adalah jika akan menanam jagung dengan sistem TOT maka dapat digunakan dosis herbisida glifosat 1,44 kg/ha yang diaplikasikan pada 2 minggu sebelum tanam untuk mengendalikan pertumbuhan gulma pada persiapan lahan.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Aak. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi Jagung Indonesia. http://www.bps. go.id/

tnmn pgn.php?kat=3. Diakses pada 07 Juni 2013.

Bangun, P. 1988. Pengendalian Gulma pada Budidaya Jagung. Pusat penelitian dan pengembangan tanaman pangan. Bogor. Hlm 213-233.

Corbett, J. L. Shawn D. Askew, Walter E. Thomas, And John W. Wilcut. 2004. Weed Efficacy Evaluations for Bromoxynil, Glufosinate, Glyphosate, Pyrithiobac, and Sulfosate. Weed Technology. 18(2): 443-453.

Danarti dan S. Najiyati. 1992. Palawija. Penebar Swadaya. Jakarta.

Daud, D. 2004. Uji efikasi herbisida glifosat, sulfosat dan paraquat pada sistem tanpa olah tanah (TOT) jagung. Dalam Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan

Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008. Girsang, W. 2005. Pengaruh tingkat dosis herbisida isopropilamina glifosat dan

selang waktu terjadinya pencucian setelah aplikasi terhadap efektivitas

pengendalian gulma pada perkebunan karet (Hevea brassiliensis) TBM. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 3 (2):31-36.

Hermawan, W., W. Djulkarnain, A. Pasaribu, Tuharto. 1995. Efikasi beberapa

campuran antara herbisida glifosat 18% dengan herbisida selektif lainnya terhadap pengendalian gulma pada padi sawah tanpa olah tanah. Prosiding seminar nasional V Budidaya Pertanian Tanpa Olah Tanah. Bandar Lampung, 8-9 Mei 1995. Johal, G.S. and D.M. Huber. 2009. Glyphosate effects on diseases of plants. Europ.

J. Agronomy 31(1) : 144-152.

Lamid Z, Adlis, Hernel dan W. Hermawan. 1999. Efikasi herbisida glifosat terhadap gulma budidaya jagung pada lahan gambut. Prosiding Konferensi Nasional XIV. HIGI Medan, 20-23 Juli 1999.


(5)

56

Listyobudi, V. R. 2011. Skripsi : Perlakuan herbisida pada sistem tanpa olah tanah terhadap pertumbuhan, hasil dan kualitas hasil tanaman jagung manis. Fakultas Pertanian. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Yogyakarta.

Mawardi, D. 2005. Efikasi herbisida glifosat untuk persiapan budidaya jagung tanapa olah tanah. Jurnal Agrotropika X(2): hlm 79-84.

Moenandir, J. 1993. Ilmu Gulma dalam Sistem Pertanian. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Muhadjir, F. 1986. Jagung. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.

Nurjannah, U. 2003. Pengaruh dosis herbisida glifosat dan 2,4 D terhadap pergeseran gulma dan tanaman kedelai tanpa olah tanah. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian

Indonesia. V(1): hlm 27-33.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tanaman Jagung. Kanisius. Yogyakarta.

Sanseman, S.A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science Society of America.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. Sriyani, N. 2012. Bahan Kuliah Herbisida dan Lingkungan. (Tidak dipublikasikan).

Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Sudiyarti, L. 2005. Skripsi: Efikasi herbisida glifosat (Supremo 480 AS) untuk mengendalikan gulma pada persiapan tanam budidaya jagung (Zea mays L.) tanpa olah tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Suprapto, H. S. 1990. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisisus. Yogyakarta. Tesfamariama, T., S. Botta, I. CAkmakb, V. Romhelda, and G neumanna. 2009.

Glyphosate in the rhizosphere-Role of waiting times and different glyphosate binding forms in soils for phytotoxicity to non-target plants. Europ. J. Agronomy 31 (1) : 126-132.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Pedoman Bertanam Jagung. Nuansa Aulia. Bandung.

Tjitrosoedirjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. Gramedia. Jakarta.


(6)

Tomlin, C.D.S. 2004. The e-Pesticides Manual version 3.0 (thriteenth edition). British Crop Protection Council

Triyono, K. 2010. Skripsi: Pengaruh dosis glifosat dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung (Zea mays L. ). Universitas Slamet Riyadi

Surakarta.

Utomo, M. 2000. Teknologi olah tanah konservasi sebagai pilar pertanian berkelanjutan. Pemberdayaan Petani, Sebuah Agenda Penguatan Masyarakat Warga. DPP HKTI.

Utomo, M. 2002. Olah tanah konservasi untuk pengelolaan lahan berkelanjutan. Hal 1-33. Dalam Prosiding Seminar Nasional Budidaya Pertanian Olah Tanah

Konservasi : Fakultas Pertanian UPN. Yogyakarta.