PERFORMANCE OF BULOG PUBLIC COMPANY OF LAMPUNG REGIONAL DIVISION IN ENFORCEMENT RICE SUBSIDY PROGRAM FOR LOW INCOME PEOPLE IN 2013 KINERJA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL LAMPUNG DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH
PERFORMANCE OF BULOG PUBLIC COMPANY OF LAMPUNG REGIONAL DIVISION IN ENFORCEMENT RICE SUBSIDY PROGRAM
FOR LOW INCOME PEOPLE IN 2013
By
ASTRIA NOVIANA
Rice Subsidy Program For Low Income People (Poverty Rice program) aims to reduce the burden of expenditure of the poor in meeting their food needs. Bulog as agencies that play a role in providing and distributing Poverty Rice has Regional Division (Division) are scattered throughout the provinces, including the province of Lampung. In the implementation of this program, problems still occur involving Bulog Division Lampung, such as the warning by the Lampung Provincial Parliament for the performance of low Bulog Lampung Division, delays in delivery Poverty Rice, public complaints over the poor quality of Poverty Rice, reprocessing activities and due diligence Poverty Rice not according to the standard . If viewed in the perspective of concepts and theories, the issue regarding the performance Bulog Division Lampung as the Poverty Rice program providers.
To that end, the purpose of this research is an overview of performance Bulog Lampung Regional Division in the administration of Rice Subsidy Program for Low Income People in 2013 as well as inhibiting factors. The method in this study is a qualitative method. Based on the survey results revealed that the achievement of performance indicators procurement and distribution activities conducted by Poverty Rice Bulog Division Lampung, in terms of indicators of inputs, processes, outputs or outcomes, still not good. So the researchers concluded that the performance of Lampung Bulog Division in the administration of the Poverty Rice program is still not good. Division Bulog performance inhibiting factors Lampung, namely: (1) Internal factors, such as the low quality of human resources, lack of infrastructure, weak management systems, the lack of monitoring and supervision, conditions and unfavorable warehouse systems, a limited budget , and lack of standards and feedback. (2) Eksternal factors, such as natural conditions, social, and economic, as well as less than optimal support from the local government.
(2)
KINERJA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL LAMPUNG DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH TAHUN 2013
Oleh
ASTRIA NOVIANA
Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah (Program Raskin) bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dalam pemenuhan kebutuhan pangan mereka. Perum Bulog sebagai instansi yang berperan dalam menyediakan dan menyalurkan Raskin memiliki Divisi Regional (Divre) yang tersebar di seluruh provinsi, termasuk Provinsi Lampung. Dalam pelaksanaan program ini, masih terjadi permasalahan-permasalahan yang melibatkan Perum Bulog Divre Lampung, seperti adanya teguran oleh DPRD Provinsi Lampung atas kinerja rendah Perum Bulog Divre Lampung, keterlambatan penyaluran Raskin, keluhan masyarakat atas buruknya kualitas Raskin, kegiatan reprocessing dan uji kelayakan Raskin yang tidak sesuai dengan standar. Jika ditinjau dalam perspektif konsep dan teori, masalah tersebut berkenaan dengan kinerja Perum Bulog Divre Lampung sebagai penyelenggara program Raskin.
Untuk itu, tujuan dalam penelitian ini adalah gambaran kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah tahun 2013 serta faktor-faktor penghambatnya. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pencapaian indikator kinerja kegiatan pengadaan dan penyaluran beras Raskin yang dilakukan oleh Perum Bulog Divre Lampung, dilihat dari segi indikator masukan, proses, keluaran atau pun hasil, masih belum baik. Sehingga Peneliti menyimpulkan bahwa kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan program Raskin masih belum baik. Faktor penghambat kinerja Bulog Divre Lampung, yaitu: (1) Faktor internal, seperti kualitas SDM yang rendah, kurangnya sarana dan prasarana, sistem manajemen yang lemah, kurangnya monitoring dan pengawasan, kondisi dan sistem gudang yang kurang baik, anggaran yang terbatas, dan minimnya standar dan umpan balik. (2) Faktor eksternal, seperti kondisi alam, sosial, dan ekonomi, serta kurang optimalnya dukungan dari Pemerintah Daerah.
(3)
(4)
KINERJA PERUM BULOG DIVISI REGIONAL LAMPUNG DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM SUBSIDI BERAS BAGI MASYARAKAT BERPENDAPATAN RENDAH TAHUN 2013
Skripsi
Oleh
Astria Noviana
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2014
(5)
(6)
(7)
(8)
Penulis dilahirkan di Teluk Betung, Bandar Lampung pada tanggal 22 November 1991, dari pasangan Bapak Basar Mujiono dan Ibu Susilowati. Pendidikan yang ditempuh oleh Penulis dimulai dari Sekolah Dasar Negeri 5 Talang Bandar Lampung pada tahun 1998-2004.
Penulis melanjutkan pendidikan lanjut tingkat pertama pada tahun 2004-2007 di SLTPN 3 Bandar Lampung. Jenjang pendidikan tingkat atas penulis tempuh di Sekolah Menengah Atas (SMA) N 3 Bandar Lampung pada tahun 2007-2010.
Pada tahun 2010, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Penulis sempat menjadi anggota pengurus bidang Kajian Pengembangan Keilmuan (KPK) dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara (HIMAGARA) pada periode kepengurusan 2011-2012. Pada Januari – Februari 2013, Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di Desa Taman Asri, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur.
Penulis bukanlah pribadi yang dapat hidup sendiri. Kasih sayang, dukungan dan doa dari keluarga, dan teman-temanlah yang dapat mengiringi langakah hidup Penulis dengan penuh keyakinan dan senyuman untuk memberikan yang terbaik kepada semua orang Penulis cintai dan sayangi.
(9)
Moto
Penghargaan tertinggi untuk kerja keras seseorang bukanlah untuk
apa ia mendapatkan, namun untuk menjadi apa dia olehnya.
(John Ruskin)
Menjadi sukses itu bukanlah suatu kewajiban
Yang menjadi kewajiban adalah perjuangan kita untuk menjadi sukses
(10)
PERSEMBAHAN
Dengan diiringi rasa syukur yang sangat mendalam kepada ALLAH SWT,
yang telah memberikan limpahan kasih sayang serta nikmat akal kepada
ku selama ini, Ku persembahkan Karya sederhana ini kepada:
“Almamaterku, Universitas Lampung”
“Ayah & Ibu Tercinta, Kakak
-kakak dan Adikku terkasih yang selalu
memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan, serta do’a yang tiada henti
hingga terselesaikannya karya ini.”
(11)
Segala puji bagi Allah SWT atas segala rahmat, karunia serta nikmat akal yang selalu tercurah bagi setiap hambaNya. Shalawat dan salam, Penulis haturkan kepada Nabi Muhmmad SAW, yang selalu menjadi suri tauladan yang baik bagi setiap umatnya dalam menjalani setiap langkah hidup ini.
Penyusunan skripsi ini adalah kajian singkat tentang “Kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam Penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat
Berpendapatan Rendah Tahun 2013”. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari segala keterbatasan dan ketidaksempurnaan Penulis, sehingga masih sangat membutuhkan kritik dan masukan dari berbaga pihak. Penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, Penulis ingin menyampaikan penghormatan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. H. Agus Hadiawan, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Dedy Hermawan, S.Sos., M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang selama ini telah memberikan bantuan dan arahan kepada Penulis.
3. Bapak Dr. Noverman Duadji, Drs., M.Si. selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan dan arahan secara
(12)
4. Bapak Nana Mulyana S.IP., M.Si. selaku pembahas dan penguji yang telah banyak memberikan kritik, masukan dan arahan kepada Penulis dalam menyelesaikan dan menyempurnakan penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah mewariskan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta membimbing Penulis selama studi.
6. Bapak Arifin Slawat, Ibu Nurul Inayah. SE dan Ibu Susana. S.Pert yang telah membantu memberikan banyak informasi dan arahan kepada Penulis.
7. Bapak Azwir dan Bapak Subandi yang telah memberikan informasi untuk penelitian ini.
8. Bapak Abdul Aziz dan Bapak Palgunadi. STP yang telah memberikan banyak arahan dan informasi untuk penelitian ini.
9. Kedua orang tuaku tercinta, Bapak Basar Mujiono dan Ibu Susilowati, kuucapkan terima kasih atas setiap tetes keringat yang tertumpah demi masa depan putra-putrinya, atas segala kasih sayang, doa yang senantiasa tercurah tanpa henti, pengorbanan, dukungan, semangat, kerja keras, dan kesabaran dalam membimbing setiap langkahku demi keberhasilan serta mengarahkanku untuk mencapai tujuan hidup kebahagiaan dunia maupun akhirat. Semoga kalian selalu bahagia dan selalu dalam perlindungan Allah SWT.
(13)
perhatian dan doa kepada Penulis. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan dan kekuatan kepada kalian dalam segala urusan.
11.Teruntuk sahabat-sahabat terbaik ku: Sari, Dita, Sahara, Rizka yang selalu jadi temen curhat, dan temen gupek ngerjain tugas. Semoga kelak kita berhasil bersama, terima kasih atas segala perhatian dan semangat yang selama ini selalu ada. Untuk Cahya, yang selalu bersedia menjadi teman berbagi baik suka maupun duka dan selalu jadi tempat sharing all about k-pop,.. kapan kita ke korea nya nih, hehe. Untuk Enggi, abang seperdosenan yg paling care, makasih ya buat dorongan dan motivasinya selama ini. Untuk Pandu, cepet dewasa ya kak, jgn kanak-kanak mulu, hehe. Yulia, bisniswoman yang selalu jadi tempat bertanya mata kuliah yang gga ngerti. udh jarang keliatan nih, agaknya lady fame shopnya sukses berat ya kak. lanjutkan yah!!
12.Teman-teman yang selalu menemani, mendukung dan mewarnai hari-hariku: Geng Mutar: Fadri dan Jodi, makasih ya udh nemenin riset dan selalu memotivasi, untuk Ade dan Aris, pokoknya SEMANGAT!!!. Untuk Cita, terima kasih ya temanku atas support selama ini, untuk pinjeman bukunya juga thanks bgt . Icha dan Thio, romeo dan julietnya negara nih, moga langgeng terus yaaa. Geng Batak: Jenni, Shari, Dora, yg selalu jadi temen berjuang nunggu dosen. Untuk Desmon, bener-bener calon pemimpin masa depan nih, semangat yaa. Juga untuk Bunga mayang, Kak Idho, Rana, Ce’ Nurul, Cory, Ani, Mamo, Maya, Gusti, Lusi, Echi, dan teman-teman
(14)
doa dan dukungan kalian selama ini.
13.Serta semua pihak yang tidak bisa Penulis sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis
(15)
DAFTAR ISI ABSTRACT ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR BAGAN DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL Halaman I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 10
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Organisasi Publik ... 11
1. Pengertian Organisasi ... 11
2. Pengertian Organisasi Publik ... 12
3. Organisasi Publik Sebagai Pemberi Layanan Publik ... 13
B. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik ... 15
1. Pengertian Pelayanan Publik ... 15
2. Prinsip Pelayanan Publik ... 16
3. Kualitas Pelayanan Publik ... 18
C. Tinjauan Tentang Konsep Kinerja... 22
1. Pengertian Kinerja ... 22
2. Kinerja Organisasi ... 22
3. Pengukuan Kinerja ... 24
4. Indikator Kinerja ... 30
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 33
D. Tinjauan Tentang Program Raskin ... 36
1. Program Raskin ... 36
2. Dasar Hukum ... 38
3. Tujuan dan Sasaran Program Raskin ... 39
III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian... 45
B. Fokus Penelitian ... 46
C. Lokasi Penelitian ... 48
D. Sumber dan Jenis Data ... 49
(16)
F. Teknik Analisis Data... 53
G. Teknik Keabsahan Data ... 54
IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Perum Bulog Divre Lampung ... 57
1. Sejarah Perum Bulog ... 57
2. Peran dan Fungsi ... 60
3. Visi dan Misi ... 62
4. Struktur Organisasi ... 63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam Penyelenggaraan Program Raskin ... 68
1. Kegiatan Pengadaan ... 68
1.1 Masukan (Input) ... 68
1.2 Proses (Process) ... 77
1.3 Keluaran (Output) ... 91
2. Kegiatan Penyaluran ... 94
2.1 Masukan (Input) ... 94
2.2 Proses (Process) ... 102
2.3 Keluaran (Output) ... 117
2.4 Hasil (Outcome) ... 121
B. Faktor-Faktor yang Menghambat Kinerja Perum Bulog Divre Lampung ... 124
1. Faktor Internal ... 124
2. Faktor Eksternal ... 134
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 137
B. Saran ... 138
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(17)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Pulau, September 2012 ... 2 Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 50 Tabel 3.2 Daftar Dokumentasi Penelitian ... 52 Tabel 5.1 Kondisi Pegawai Seksi Bidang Pengadaan Perum Bulog Divre
Lampung ... 69 Tabel 5.2 Jumlah Mitra Kerja, Satgas dan UPGB Perum Bulog Divre Lampung ... 70 Tabel 5.3 Kondisi Sarana dan Prasarana dalam Kegiatan Pengadaan Perum
Bulog Divre Lampung... 74 Tabel 5.4 Prognosa dan Realisasi: Pengadaan DN Tahun 2010-2013 Perum
Bulog Divre Lampung... 82 Tabel 5.5 Hasil Analisa Kualitas Beras Pengadaan DN Tahun 2013 Gudang
Sukaraja Perum Bulog Divre Lampung ... 89 Tabel 5.6 Perbandingan Antara Jumlah Beras Hasil Kegiatan Pengadaan dengan Pagu Raskin ... 91 Tabel 5.7 Kondisi Pegawai Seksi Bidang Pengadaan Perum Bulog Divre
Lampung ... 95 Tabel 5.8 Sebaran Wilayah Kerja Satker Raskin Perum Bulog Divre Lampung .... 96 Tabel 5.9 Kondisi Sarana dan Prasarana Kegiatan Penyaluran Raskin oleh
Perum Bulog Divre Lampung ... 99 Tabel 5.10 Rencana dan Realisasi Penyaluran Raskin oleh Perum Bulog Divre
Lampung Tahun 2012-2013 ... 107 Tabel 5.11 Harga Penjualan Bulog dalam Penyaluran Raskin Tahun 2012-2013 .... 110 Tabel 5.12 Jadwal Penyaluran Raskin Tahun 2013 ... 112 Tabel 5.13 Jumlah RTS PPLS 2011 Provinsi Lampung ... 118 Tabel 5.14 Jumlah RTS-PM yang Dilayani oleh Perum Bulog Divre Lampung
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.1 Peta Sebaran Wilayah Kerja Perum Bulog di Seluruh Indonesia ... 60 Gambar 5.1 Kondisi Gudang Sukaraja Bulog Divre Lampung ... 130 Gambar 5.2. Gurem, Serangga Hama Gudang Bulog ... 131
(19)
DAFTAR BAGAN
Halaman
Bagan 2.1 Kerangka Pikir ... 41
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Perum Bulog Divre Lampung ... 65
Bagan 5.1 Alur Kegiatan Pengadaan Gabah/Beras Perum Bulog ... 77
(20)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang. Hal ini dilakukan sebagai langkah dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kewajiban negara untuk memenuhi kebutuhan akan pangan warganya tertera dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang menyatakan bahwa
Negara berkewajiban mewujudkan tujuan pembangunan nasional yaitu menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.
Namun, hingga kini sepertinya tujuan pembangunan nasional tersebut masih belum tercapai secara maksimal. Hal ini terlihat dari masih besarnya tingkat ketergantungan Indonesia untuk mencukupi kebutuhan masyarakat dengan mengandalkan impor pangan dari luar negeri. Seperti yang dikemukakan oleh
(21)
Koalisi Rakyat untuk Ketahanan Pangan (KRKP) dalam acara Lingkar Inspirasi 5: Ketahanan Pangan Indonesia di Universitas Wageningen, Belanda, pada 23 Februari 2013, yang melaporkan bahwa pasokan pangan Indonesia saat ini masih rentan karena besarnya ketergantungan impor bahan pangan dari negara lain yang jumlahnya mencapai 70%. Pada tahun 2011 lalu, total impor pangan Indonesia mencapai Rp 125 Triliun. Selain itu, Food Association Organization (FAO) juga menyebutkan bahwa Indonesia berada di level serius dalam indeks kelaparan global. Hal ini diprediksi akan terus memburuk dengan terus bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia (sumber: http://ppibelanda.org/acara/lingkar-inspirasi-5-ketahanan-pangan-indonesiadiakses pada 22 September 2013).
Selain itu, kenyataan bahwa masih tingginya jumlah masyarakat miskin di berbagai daerah juga turut menjadi alasan mengapa tujuan pembangunan nasional Indonesia dalam hal ketahanan pangan dikatakan belum tercapai. Hal ini terlihat dari olah data yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik atas Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) September 2012, yakni sebagai berikut:
Tabel 1.1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Pulau, September 2012
Sumber: Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013
Pulau Jumlah Penduduk Miskin
(000 orang)
Persentase Penduduk Miskin (dalam %)
Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota-Desa
Sumatera 2 049,64 4 127,54 6.177,18 9,93 12,88 11,72
Jawa 7 119,22 8 703,35 15.822,57 8,67 15,05 11,31
Bali dan Nusa
Tenggara 626,02 1 363,55 1.989,57 11,75 16,55 14,66
Kalimantan 254,60 678,33 932,93 4,17 8,18 6,48
Sulawesi 337,09 1 708,50 2.045,59 5,59 14,36 11,41
Maluku dan
Papua 121,20 1 505,60 1.626,80 6,11 31,67 24,14
(22)
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2009-2014 memaparkan bahwa sebagai upaya untuk memperkuat ketahanan pangan bagi masyarakat miskin, pemerintah meluncurkan beras bersubsidi (Raskin). Peluncuran ini sudah mengacu pada beberapa syarat yang ditetapkan, dengan menetapkan peran masing-masing kelembagaan sebagai penyelenggaranya. Salah satu lembaga pangan yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan program Raskin ini adalah Perum Bulog.
Perum Bulog merupakan perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan yang mengemban tugas dalam lingkup bisnis dan publik. Sebagai lembaga publik, Perum Bulog memiliki tugas-tugas publik yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan. Kebijakan Umum Ketahanan Pangan 2009-2014 telah menjabarkan peran dan tugas Perum Bulog terkait ketahanan pangan, diantaranya untuk melaksanaan pengadaan pangan, terutama yang bersifat pokok dan strategis, melakukan pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan Pemerintah. Selain itu Perum Bulog juga bertugas mendistribusikan pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.
Ditinjau dari penjelasan yang ada di dalam Pedoman Umum Raskin 2013 terlihat bahwa fenomena dan dinamika kondisi internal dalam negeri pada umumnya masih mengonsumsi beras sebagai makanan pokoknya. Keadaan itu akhirnya membuat pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar dalam menjaga stabilitas perberasan nasional. Instruksi Presiden tentang kebijakan perberasan
(23)
nasional setiap tahun diterbitkan dengan menginstruksikan kepada lembaga pemerintah tertentu serta Gubernur dan Bupati/Walikota di seluruh Indonesia untuk melakukan upaya peningkatan ketahanan pangan dan stabilisasi ekonomi nasional.
Melalui Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, dapat terlihat bahwa Perum Bulog memegang tugas penting dalam menjalankan kebijakan perberasan. Tugas-tugas Perum Bulog tersebut saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, yaitu melakukan pengadaan beras di dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) melalui pengadaan beras dalam negeri dan juga menjaga harga di tingkat petani. Selain itu Perum Bulog juga bertugas menjaga kecukupan stok, menyediakan dan menyalurkan beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat bencana dan rawan pangan dengan mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP).
Perum Bulog juga bertugas untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah, atau lebih dikenal dengan sebutan Program Raskin. Hal ini juga diterangkan dalam Buku Pedoman Umum Raskin 2013 yang menjelaskan bahwa Perum Bulog merupakan lembaga yang ditunjuk secara khusus oleh pemerintah untuk menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi masyarakat miskin dan bagi daerah rawan pangan yang penyediaannya mengutamakan pengadaan gabah atau beras dari petani dalam negeri. Menurut Laporan Manajemen Perum Bulog Tahun 2011 dinyatakan bahwa
(24)
“Kinerja Perum Bulog dalam menjalankan tugas publik telah tercapai dengan baik. Tugas publik tersebut terdiri dari kegiatan penyediaan gabah dan beras, penyaluran beras bersubsidi (program RASKIN), pengelolaan CBP dalam menjaga stabilitas beras dan keadaan bencana alam. Realisasi penyaluran beras tahun 2011 mencapai 108,66% (3.720.410 ton) dari RKAP 2011 yang terdiri dari penyaluran RASKIN 106,89% dan Non RASKIN 128,90%. Sedangkan realisasi kinerja penyediaan setara beras Pelayanan Publik (PSO) dari dalam dan luar negeri mencapai 3.677.336 ton (102,15% dari RKAP 2011). Pada akhir tahun 2011 Perum BULOG telah memupuk persediaan/stok sebesar 1.033.820 ton atau mencukupi kebutuhan penyaluran selama 3,33 bulan ke depan”.
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya tersebut secara efektif dan efisien, Perum Bulog memiliki divisi regional (Divre) yang tersebar di seluruh provinsi, termasuk Provinsi Lampung. Lampung merupakan salah satu provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, dengan beribukota di Bandar Lampung. Provinsi Lampung memiliki permasalahan yang hampir serupa dengan daerah lainnya, yaitu masalah kemiskinan. Hal ini terlihat dari cukup tingginya jumlah penduduk miskin di Provinsi Lampung pada tahun 2013, yaitu 1.134.280 jiwa (sumber: bps.go.id diakses pada tanggal 4 Februari 2014).
Mengingat pentingnya Program Raskin sebagai Program Perlindungan Sosial yang termasuk Kluster 1 Program Penanggulangan Kemiskinan, dan dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan ketahanan pangan khususnya di Provinsi Lampung, maka Perum Bulog Divre Lampung diharapkan dapat menyediakan layanan yang memadai bagi masyarakat. Namun, Perum Bulog Divre Lampung dinilai belum memiliki kinerja yang maksimal dalam penyelenggaraan program Raskin ini. Hal itu karena masih terjadinya permasalahan program Raskin di Provinsi Lampung yang melibatkan Bulog Divre Lampung selaku pihak penyelenggara program Raskin tingkat provinsi.
(25)
Selama beberapa tahun terakhir ini, Bulog Divre Lampung dianggap lalai dalam menjalankan tugasnya dalam pengadaan dan distribusi Raskin. Sehingga pada tahun 2011 Perum Bulog Divre Lampung mendapat peringatan dari DPRD untuk segera memperbaiki kinerjanya. Namun hingga tahun 2013, Perum Bulog Divre Lampung ternyata belum mampu menunjukkan kinerja optimalnya. Hal itu terbukti dari masih banyaknya keluhan-keluhan dari masyarakat di berbagai kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang mempertanyakan kinerja Perum Bulog Divre Lampung yang dianggap masih rendah, mulai dari keterlambatan penyaluran akibat lambatnya birokrasi, kualitas beras Raskin yang buruk, dugaan penyimpangan distribusi raskin, serta pembagian Raskin yang tidak jelas peruntukkannya (sumber: Harian Lampung Post edisi 16 Maret 2013).
Terungkapnya kasus manipulasi kualitas raskin asal Jawa Tengah di Provinsi Lampung pada awal tahun 2011 yang melibatkan mantan Kabulog Lampung, Ibnusiam Mawardi (sumber: http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/ 2011/02/02/77014 diakses pada tanggal 20 Oktober 2013), merupakan salah satu contoh citra buruk Bulog Divre Lampung dalam pelaksanaan tugas publik Bulog. Walau hal ini tidak bisa digeneralisir, namun hal ini menunjukkan bahwa aparat Perum Bulog Divre Lampung belum memiliki responsibilitas dalam pelaksanaan tugasnya.
Dilihat dari masalah inkonsistensi, berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, telah ditentukan persyaratan beras dalam negeri yang dibeli oleh Bulog. Menurut Inpres Nomor 3 Tahun 2012 diatas, bahwa beras yang dianggap
(26)
memenuhi persyaratan adalah beras dengan kualitas kadar air maksimum 14%, butir patah maksimum 20%, kadar menir maksimum 2%, dan derajat sosoh minimum 95%. Begitu ketatnya aturan pengadaan beras tersebut, sehingga dalam pengadaan Raskin perlu benar-benar diperhatikan kualitas berasnya.
Namun pada kenyataannya, pihak Perum Bulog Divre Lampung tidak melakukan uji laboratorium atas beras yang akan didistribusikan melainkan hanya menggunakan pemeriksaan visual atau fisik untuk menentukan standar mutu, termasuk beras hasil reprocessing. Selain itu pengawasan saat reprocessing pun hanya dilakukan oleh tim pengawas internal Bulog dan tidak melibatkan pihak lain. Disamping itu, diketahui juga bahwa kegiatan reprocessing beras Raskin di Gudang Bulog Soekarno-Hatta telah menyalahi aturan. Reprocessing dilakukan petugas dengan melakukan percampuran antara beras turun mutu yang pernah ditolak masyarakat Lampung Utara dengan beras impor dari India yang kualitasnya di bawah standar mutu (sumber: Harian Lampung Post edisi 24 Mei 2013). Kegiatan uji kelayakan beras dan reprocessing beras yang tidak sesui dengan standar yang berlaku merujuk pada tindakan yang tidak akuntabel karena orientasi pelayanan tersebut belum bersandar pada kepuasan publik.
Sejumlah permasalahan tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan Program Perlindungan Sosial (PPLS) di Provinsi Lampung masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Adanya permasalahan-permasalahan mengenai buruknya pengadaan program Raskin oleh instansi besar seperti Bulog Divre Lampung tersebut menunjukkan masih kurang seriusnya pemerintah dalam upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui program Raskin ini. Padahal melalui
(27)
program Raskin ini pemerintah akan bisa mendapatkan legitimasi dan dukungan publik.
Selain itu, permasalahan-permasalahan yang ada pada penyelenggaraan Program Raskin tersebut merujuk pada kinerja yang dimiliki oleh Perum Bulog Divre Lampung selaku penyelenggara Program Raskin tingkat provinsi. Hal tersebut karena permasalahan-permasalahan yang terjadi merujuk pada tidak dimilikinya responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas yang merupakan indikator kinerja seperti yang dikemukakan oleh Dwiyanto dalam Pasolong (2010:178).
Melihat begitu banyaknya permasalahan dalam penyelenggaraan program Raskin di Provinsi Lampung, padahal program Raskin merupakan program yang sangat penting dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah Tahun 2013.
(28)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah tahun 2013 ?
2. Apa saja faktor yang menjadi penghambat kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah tahun 2013 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Gambaran kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah tahun 2013.
2. Uraian faktor yang menjadi penghambat kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah tahun 2013.
(29)
D. Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat yang bisa didapat melalui penelitian ini yaitu:
a. Secara akademis hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pemikiran, informasi dan pengetahuan bagi studi Ilmu Administrasi Negara mengenai fenomena yang terjadi dalam salah satu ruang lingkup administrasi negara, yaitu kinerja organisasi pelayanan publik. Dalam hal ini yakni kinerja Perum Bulog Divisi Regional Lampung dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah.
b. Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan-masukan yang bermanfaat bagi Perum Bulog Divisi Regional Lampung untuk menanggulangi ataupun menindaklanjuti faktor-faktor penghambat kinerja dalam penyelenggaraan Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah.
(30)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Organisasi Publik
1. Pengertian Organisasi
Definisi organisasi sangat beragam, selain itu orientasi definisi maupun fokusnya juga berbeda-beda. Mahsun (2006:1) menjelaskan bahwa organisasi sering dipahami sebagai kelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah ditetapkan bersama. Tidak jauh berbeda dengan definisi diatas, Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa organisasi adalah sebuah unit sosial yang dikoordinasi secara sadar, terdiri atas dua individu atau lebih, dan berfungsi dalam suatu dasar yang relatif terus-menerus guna mencapai satu atau serangkaian tujuan bersama.
Selain itu, Sulistyani (2009:41) menjelaskan definisi organisasi dengan mengklasifikasikan definisi organisasi menjadi tiga, yaitu:
1. Organisasi dipandang sebagai kumpulan orang
2. Organisasi dipandang sebagai proses pembagian kerja 3. Organisasi dipandang sebagai sistem
(31)
Dari beberapa definisi organisasi di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa organisasi adalah sekumpulan orang yang terkoordinasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Pengertian Organisasi Publik
Organisasi publik memiliki definisi yang sangat beragam. Sulistyani (2009:55) memandang organisasi publik sebagai instansi pemerintah yang memiliki legalitas formal, difasilitasi oleh negara untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat di segala bidang yang sifatnya kompleks. Selain itu, menurut penelahaan peneliti atas penjelasan Mahmudi (2011) dapat terlihat bahwa Mahmudi memandang organisasi publik sebagai instansi yang memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan mewujudkan kesejahteraan sosial.
Sedikit berbeda dengan definisi organisasi publik di atas, Mahsun (2006:14) menjelaskan bahwa
“Organisasi publik bukan hanya organisasi sosial, organisasi non profit dan organisasi pemerintah. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang atau jasa kepada publik yang dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lain
yang diatur dengan hukum.”
Berdasarkan beberapa definisi di atas mengenai organisasi publik, peneliti menyimpulkan bahwa organisasi publik merupakan organisasi yang menyelenggarakan kebutuhan masyarakat dengan difasilitasi oleh pemerintah.
(32)
3. Organisasi Publik Sebagai Pemberi Layanan Publik
Karakteristik organisasi publik berbeda dengan organisasi lain. Konsep „publik’
memiliki makna bahwa organisasi publik memiliki area orientasi pada sektor
publik. Sulistyani (2009:54) mengartikan istilah „publik’ sebagai pelanggan, yaitu
seluruh masyarakat yang dilayani melalui lembaga atau instansi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan publik. Lebih lanjut Sulistyani (2009:55) menjelaskan bahwa
“Organisasi publik sebagai lembaga-lembaga negara, instansi pemerintah yang memiliki legalitas formal, difasilitasi oleh negara untuk menyelenggarakan kepentingan rakyat di segala bidang yang sifatnya kompleks. Organisasi publik bergerak di lapangan pelayanan publik yang merupakan kewajiban negara, sehingga tidak berkaitan dengan kewajiban mencari laba (non profit oriented).”
Hal ini dipertegas oleh penjelasan Mahsun (2006:6) yang mengatakan bahwa organisasi non profit oriented merupakan organisasi yang bertujuan untuk menyediakan atau menjual barang dan/atau jasa dengan maksud untuk melayani dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Penjelasan Mahsun (2006) merujuk pada suatu kesimpulan bahwa pemerintah merupakan organisasi sektor publik terbesar yang berkewajiban untuk menyediakan barang dan pelayanan publik untuk dinikmati masyarakat secara adil dan merata sebagai bentuk imbalan tidak langsung atas kewajiban membayar pajak yang telah mereka lakukan.
Perum Bulog merupakan organisasi publik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui tugas-tugas publik yang diembannya, termasuk dalam hal pengadaan beras bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (program Raskin). Dilihat dari tipe organisasinya sebagai BUMN, Perum Bulog termasuk
(33)
dalam tipe organisasi quasi nonprofit. Melalui penjelasan Mahsun (2006:14) dapat diketahui bahwa bahwa organisasi quasi non profit bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui tugas-tugas publiknya, disamping juga memiliki tujuan mendapatkan laba sebagai tugasnya sebagai BUMN agar terjadi keberlangsungan organisasi dan memberikan kontribusi pendapatan negara atau daerah. Dalam hal ini Perum Bulog memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yakni melalui pelaksanaan tugas-tugas publiknya.
Mahsun (2006:34) menjelaskan bahwa setiap organisasi akan melakukan serangkaian proses manajemen untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Proses manajemen merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan antara satu proses dengan proses lainnya. Sistem pengendalian manajemen merupakan sistem organisasi yang menyeluruh yang mencakup semua aspek operasional organisasi untuk membantu manajemen menjaga keseimbangan atas semua bagian dan mengoperasikan organisasi sebagai suatu kesatuan yang terkoordinasi.
Menurut Mahsun (2006:38) pengukuran kinerja merupakan salah satu instrumen sistem pengendalian manajemen tersebut. Pengukuran kinerja akan membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial maupun nonfinansial. Sehingga dapat tercipta sistem pengukuran kinerja yang mampu memperbaiki kinerja organisasi secara berkelanjutan. Dengan adanya perbaikan kinerja organisasi publik, maka pelayanan yang diberikan kepada masyarakat pun akan semakin baik pula.
Selain itu, Hamid dan Ato dalam Sinaga (2011:39) mengatakan bahwa manajemen BUMN/BUMD Indonesia dewasa ini masih terbawa mental birokrat.
(34)
Salah satu karakteristik yang dimiliki perusahaan di daerah adalah mempunyai keterkaitan erat dengan birokrasi yang mengakibatkan perusahaan menjadi over bureaucratized dan tidak terbiasa untuk berorientasi kepada pasar dan juga tidak terbiasa berkompetisi. Manajemen perusahaan sudah terbiasa dengan subsidi dan pasar domestik yang ditetapkan oleh regulasi pemerintah. Sebagai sebuah wilayah kerja BUMN di tingkat provinsi, maka Perum Bulog Divre Lampung diindikasikan memiliki karakteristik tersebut.
B. Tinjauan Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pasolong (2010:128) mengatakan bahwa pelayanan pada dasarnya merupakan aktivitas yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan. Pelayanan berkaitan erat dengan kepentingan publik, sehingga dalam perkembangannya muncullah organisasi publik yang berperan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Sedangkan Mahmudi (2011:223) menjelaskan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu pelayanan publik menurut Sinambela
(35)
dalam Pasolong (2010:128) yakni sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia yang memiliki setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik.
Dari beberapa definisi pelayanan publik di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh aparatur pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. Prinsip Pelayanan Publik
Menurut Tim Penyusun Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia BPPK Kementerian Keuangan (2011:29), prinsip pelayanan prima dapat dipahami sebagai suatu pedoman bagi perusahaan atau organisasi untuk melaksanakan suatu kegiatan pelayanan prima yang ingin diterapkan pada para pelanggan antau konsumen yang ingin dicapainya. Melalui prinsip pelayanan prima ini, suatu perusahaan maupun organisasi akan diarahkan pada pencapaian tujuan yang hendak dicapainya, terutama dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat khususnya pada para pelanggan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dalam memberikan pelayanan publik harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
(36)
a. Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan
b. Kejelasan
1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik;
2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik;
3) Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. c. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
d. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
f. Tanggung jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
(37)
g. Kelengkapan sarana dan prasarana
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika).
h. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
j. Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
3. Kualitas Pelayanan Publik
Untuk menjamin eksistensi organisasi maka pelayanan yang diberikan harus memenuhi persyaratan mutu atau kualitas pelayanan yang baik. Pelayanan merupakan produk jenis jasa yang dalam mengukur mutu atau kualitasnya dapat ditinjau dari beberapa dimensi. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, dimensi mutu pelayanan publik meliputi :30
(38)
1. Dimensi waktu pelayanan, terkait dengan komitmen aparatur negara dalam menyelesaikan atau memberikan pelayanan sesuai dengan lamanya waktu yang dibutuhkan.
2. Dimensi biaya dalam Pelayanan Publik, terkait dengan besarnya biaya yang dibebankan kepada pelanggan dalam suatu jenis layanan. Pelanggan mengetahui secara terbuka berapa biaya yang harus ditanggung dan informasi juga harus transparan.
3. Dimensi kualitas dan prasyarat pelayanan publik, terkait dengan produk layanan yang dihasilkan, apakah sesuai standar mutu atau tidak.
4. Dimensi Moral, terkait dengan mentalitas aparatur dalam memberikan pelayanan.
Baik atau buruknya kualitas pelayanan yang diterima masyarakat sebagai pelanggan merupakan hal yang akan menentukan kepuasan masyarakat atas pelayanan tersebut. Kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting, karena hal tersebut merupakan tujuan atas pelayanan yang menjadikan pelanggan sebagai orientasinya. Hal itu diperkuat oleh penjelasan dari Kasmir dalam Pasolong (2010:133) yang mengatakan bahwa pelayanan yang baik adalah kemampuan seseorang dalam memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada para pelanggan dengan standar yang telah ditentukan. Selain itu, Lukman dalam Pasolong (2010:134) juga menyebut salah satu ukuran keberhasilan menyajikan pelayanan yang berkualitas (prima) adalah tingkat kepuasan pelanggan yang dilayani. Pendapat tersebut menyatakan bahwa menuju pada pelayanan eksternal dari perspektif pelanggan, merupakan hal yang harus
(39)
diutamakan atau lebih didahulukan jika ingin mencapai kinerja pelayanan yang berkualitas.
Selain kepuasan pelanggan, terdapat beberapa hal lain yang menunjukkan kualitas pelayanan publik. Diantaranya, Sinambela dalam Pasolong (2010:133) menjelaskan bahwa kualitas pelayanan prima tercermin dari:
1. Transparansi, yaitu pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti
2. Akuntabilitas, yaitu pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. Kondisional, yaitu pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dengan memperhatikan asprasi, kebutuhan dan harapan masyarakat
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan 6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yatu pelayanan yang mempertimbangkan
aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik
Selain itu, Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Tim Penyusun Pusdiklat Pengembangan SDM BPPK Kemenkeu (2011:37) mengembangkan suatu model dan standar format untuk mengetahui harapan-harapan pelanggan atau stakeholder
(40)
dan evaluasi atas berbagai jenis pelayanan menjadi lima dimensi yang terdiri dari unsur-unsur pokok kualitas jasa pelayanan tersebut sebagai berikut :
1. Tangibles (bukti fisik) meliputi aspek-aspek nyata yang dapat diamati atau diraba;
2. Reliability (kehandalan) meliputi aspek-aspek kehandalan sistem pelayanan yang diberikan apakah sesuai dengan standar umum atau internasional;
3. Responsiveness (daya tanggap) berkaitan dengan kecepat-tanggapan dari pelayan dalam memberikan pelayanan sekaligus menangkap aspirasi yang muncul dari pelanggan/stakeholder;
4. Assurance (jaminan) adalah jaminan bahwa pelayanan yang diberikan memberikan jaminan keamanan, kemampuan (kompetensi) sumber daya sesuai harapan dan standar;
5. Empathy (empati) berkaitan dengan kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi, dan kemampuan memahami kebutuhan pelanggan/ stakeholders.
Kesemua indikator kualitas pelayanan publik di atas pada dasarnya mengarahkan konsentrasi pelayanan untuk berorientasi pada pelanggan. Dari banyaknya indikator kualitas pelayanan publik di atas, terlihat ada beberapa indikator yang dominan, yaitu kesederhanaan prosedur, transparansi, dan akuntabilitas, dimana ketiga indikator tersebut mengacu pada satu tujuan yaitu kepuasan pelanggan.
(41)
C. Tinjauan Konsep Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Wibowo (2010:7) menjelaskan bahwa kinerja berasal dari pengertian performance. Ada pula yang memberikan pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Namun sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Sedangkan Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2010:7) menjelaskan bahwa kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.
Selain itu, Rivai (2006:309) berpendapat bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Selain itu, Rivai juga menerangkan bahwa kinerja merupakan hasil kerja yang dapat diamati dan diukur.
Dengan melihat definisi kinerja dari para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil kerja yang dilakukan oleh individu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi.
2. Kinerja Organisasi
Atmosudirdjo dalam Pasolong (2010:176) mengemukakan bahwa kinerja organisasi adalah efektivitas organisasi secara menyeluruh untuk kebutuhan yang ditetapkan dari setiap kelompok yang berkenaan melalui usaha-usaha yang sistemik dan meningkatkan kemampuan organisasi secara terus-menerus untuk
(42)
mencapai kebutuhannya secara efektif. Menurut kesimpulan yang peneliti dapatkan atas pemaparan Wibowo (2010), bahwa dalam hubungannya dengan organisasi, kinerja suatu organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk posisi strategis, struktur organisasi, proses sumber daya manusia, dan yang paling penting organisasi memerlukan strategi, tujuan, dan integrasi. Karena strategi merupakan integrasi rencana tindak untuk mencapai tujuan organisasi, maka semua faktor atau variabel dalam tubuh organisasi saling berhubungan dan berkontribusi untuk menghasilkan kinerja organisasi. Namun kesemua faktor atau variabel tersebut telah dipengaruhi oleh lingkungan internal dan eksternal sebelum memberikan pengaruh pada kinerja organisasi.
Selain itu, peneliti juga melakukan penelaahan atas penjelasan Mahmudi (2010) bahwa kinerja organisasi pada dasarnya terkait dengan kinerja individu dan kinerja tim. Sehingga apabila dalam organisasi setiap individu dan tim bekerja dengan baik, berprestasi dan memberikan kontribusi terbaiknya terhadap organisasi, maka kinerja organisasi secara keseluruhan akan baik. Selain kinerja individu dan kinerja tim, faktor lingkungan baik intenal maupun eksternal juga memiliki andil terhadap kinerja organisasi.
Dengan melihat beberapa definisi kinerja organisasi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa kinerja organisasi merupakan tingkat pencapaian sasaran yang sebelumnya telah ditetapkan oleh organisasi dengan mengintegrasikan faktor-faktor yang ada dalam tubuh organisasi.
(43)
3. Pengukuran Kinerja
Wibowo (2011:229) menjelaskan bahwa pengukuran terhadap kinerja perlu dilakukan untuk mengetahui apakah selama pelaksanaan kinerja terdapat deviasi dari rencana yang telah ditentukan, atau apakah kinerja dapat dilakukan sesuai jadwal waktu yang ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Untuk melakukan pengukuran tersebut diperlukan adanya ukuran kinerja. Ukuran kinerja merupakan alat ukur yang harus bersifat objektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama.
Mahsun (2006:31) memaparkan bahwa organisasi sektor publik memiliki sifat dan karakteristik yang unik. Sehingga organisasi sektor publik memerlukan ukuran penilaian kinerja yang lebih luas, tidak hanya mengukur tingkat finansial dan tingkat efisiensi. Pengukuran kinerja organisasi sektor publik meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut.
3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik.
4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung.
(44)
5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan.
6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.
Dwiyanto (2005:49) menjelaskan kenyataan bahwa birokrasi publik memiliki stakeholder yang banyak dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik di mata para stakehoder juga berbeda-beda. Sehingga ada beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik diantaranya sebagai berikut:
1. Produktivitas
Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.
2. Kualitas layanan
Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dari organisasi publik. Dengan demikian, kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik
3. Responsivitas
Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
(45)
masyarakat. Responsivitas dalam hal ini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. 4. Responsibilitas
Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. 5. Akuntabilitas
Akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak masyarakat banyak.
Sedikit berbeda dengan ukuran kinerja yang dipaparkan oleh Dwiyanto, Wibowo (2011:235) mengklasifikasikan ukuran kinerja ke dalam beberapa kategori lain, yaitu sebagai berikut:
a. Produktivitas
Produktivitas biasanya dinyatakan sebagai hubungan antara input dan output fisik suatu proses. Oleh karena itu produktivitas merupakan hubungan antara jumlah output dibandingkan dengan sumber daya yang dikonsumsi dalam memproduksi output.
b. Kualitas
Pada kualitas biasanya termasuk baik ukuran internal, seperti susut, jumlah ditolak, dan cacat per unit, maupun ukuran eksternal rating seperti kepuasan pelanggan atau penilaian frekuensi pemesanan ulang pelanggan.
(46)
c. Ketepatan waktu
Ketepatan waktu menyangkut persentase pengiriman tepat waktu atau persentase pesanan dikapalkan sesuai dengan yang dijanjikan. Pada dasarnya ukuran ketepatan waktu mengukur apakah orang melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan.
d. Cycle Time
Cycle Time menunjukkan jumlah waktu yang diperlukan untuk maju dari satu titik ke titik lain dalam proses. Pengukuran cycle time mengukur berapa lama sesuatu dilakukan.
e. Pemanfaatan Sumber Daya
Merupakan pengukuran sumber daya yang dipergunakan lawan sumber daya tersebut untuk dipergunakan. Pemanfaatan sumber daya dapat diterapkan untuk mesin, komputer, kendaraan, dan bahkan orang. Dengan mengetahui tingkat pemanfaatan, organisasi menemukan bahwa tidak memerlukan lebih banyak sumber daya.
f. Biaya
Ukuran biaya terutama berguna apabila dilakukan kalkulasi dalam dasar per unit.
Sementara itu, Armstrong dalam Wibowo (2011:237) mengklasifikasi ukuran kinerja dalam empat tipe ukuran, yakni:
a. Ukuran uang, dipergunakan untuk mengukur memaksimalkan income, meminimalkan pengeluaran dan meningkatkan tingkat pendapatan.
b. Ukuran waktu, mengekspresikan kinerja dengan jadwal waktu kerja, jumlah jaminan simpanan dan kecepatan aktivitas.
(47)
c. Ukuran pengaruh, termasuk pencapaian standar, perubahan dalam perilaku, pelengkap fisik kerja dan tingkat penerimaan pelayanan.
d. Reaksi, menunjukkan bagaimana orang lain menilai pekerja dan oleh karenanya kurang objektif. Reaksi dapat diukur dengan penilaian oleh rekan kerja, pelanggan atau analisis terhadap keluhan.
Untuk melakukan pengukuran kinerja maka perlu ditetapkan ukuran-ukuran kinerja yang jelas dan relevan dengan hal yang akan dikaji. Ukuran-ukuran kinerja yang telah ditetapkan oleh suatu organisasi akan memudahkan organisasi tersebut dalam melakukan pengukuran kinerja. Namun dalam penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan ukuran-ukuran kinerja yang Penulis rasa sesuai dengan permasalahan yang terjadi.
Melihat permasalahan-permasalahan yang ada dalam penyelenggaraan program Raskin yang melibatkan Bulog Divre Lampung, Peneliti merasa indikator pengukuran kinerja yang dikemukakan oleh Mahsun merupakan indikator yang paling sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini. Model pengukuran kinerja oleh Mahsun digunakan karena mengingat indikator-indikator yang digunakan oleh Mahsun merupakan indikator yang melihat kinerja dari berbagai aspek, mulai dari masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak. Dengan begitu maka akan menghasilkan pengukuran kinerja organisasi yang lebih akurat dan tepat.
Dalam penelitian ini, Peneliti menimbang bahwa dari kesemua indikator pengukuran kinerja yang dipaparkan oleh Mahsun, Peneliti hanya akan menggunakan empat indikator diantaranya, yaitu indikator masukan, proses, keluaran, dan hasil. Hal ini dilakukan karena indikator pengukuran kinerja yang
(48)
akan digunakan haruslah sesuai dengan permasalahan yang diangkat. Dalam penelitian ini, menurut Peneliti permasalahan yang diangkat lebih runut pada empat indikator tersebut. Sehingga dalam penelitian ini, Peneliti hanya akan memfokuskan penelitian mengenai kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Program Raskin ini pada indikator masukan, proses, keluaran, dan hasil.
Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Melalui hal itu dapat ditentukan bahwa yang menjadi ukuran dalam indikator masukan (input) diantaranya yaitu kualita dan kompetensi SDM serta sarana dan prasarana yang digunakan dalam penyelenggaraan Program Raskin.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa proses merupakan ukuran kegiatan, baik dari segi kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Hal-hal yang merupakan kegiatan dalam pelaksanaan program Raskin yang perlu diukur kecepatan, ketepatan, maupun akurasinya yaitu prosedur pelaksanaan, waktu, kualitas, harga, dan jumlahnya. Sehingga dalam indikator ini, Penulis menetapkan bahwa ukuran dalam indikator ini yaitu efisiensi prosedur, ketepatan jumlah, kualitas, harga dan juga waktu penyelenggaraan Raskin.
Keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik atau nonfisik. Menurut Penulis, yang menjadi keluaran (output) dalam Program Raskin ini yakni jumlah beras yang dapat disediakan dalam kegiatan pengadaan untuk program Raskin, dan jumlah masyarakat miskin yang terlayani Program Raskin. Karena pada dasarnya
(49)
Program Raskin merupakan sebuah program yang dibuat dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga hal yang diharapkan dapat tercapai dalam program ini tentu saja adalah jumlah beras yang dapat disediakan untuk penyelenggaraan program Raskin dan jumlah masyarakat miskin yang dapat terlayani Program Raskin.
Hasil (outcome) merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai efek langsung. Dalam Program Raskin ini, keluaran kegiatan (output)nya adalah jumlah masyarakat miskin yang terlayani Program Raskin, dengan begitu hasil yang diharapkan dari keluaran Program Raskin tersebut adalah tingkat kepuasan masyarakat miskin yang terlayani program Raskin atas program Raskin yang diselenggarakan.
4. Indikator Kinerja
BPKP dalam Mahsun (2006:71) menerangkan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Tidak jauh berbeda dengan definisi tersebut, LAN-RI dalam Pasolong (2010:177) menguraikan bahwa indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes), manfaat (benefits), dan dampak (impacts).
Indikator kinerja sering disamakan dengan ukuran kinerja. Namun menurut Mahsun (2006), sebenarnya meskipun keduanya merupakan kriteria pengukuran
(50)
kinerja, terdapat perbedaan makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja dan ukuran kinerja sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian tujuan, sasaran, dan strategi.
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator kinerja juga dapat digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu. Menurut Hersey, Blanchard dan Johnson dalam Wibowo (2011:102) terdapat tujuh indikator kinerja, yaitu
1. Tujuan
Tujuan menunjukkan ke arah mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Kinerja individu maupun organisasi dikatakan berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Standar
Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan.
3. Umpan Balik
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan
(51)
balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja.
4. Alat atau Sarana
Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya.
5. Kompetensi
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
6. Motif
Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. tanpa dorongan motif untuk mencapai tujuan, kinerja tidak akan berjalan.
7. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Tugas mendapatkan prioritas lebih tinggi, mendapat perhatian lebih banyak, dan mengambil waktu yang tersedia.
Selim dan Woodward dalam Pasolong (2010:180) mengemukakan bahwa ada lima dasar yang bisa dijadikan indikator kinerja sektor publik antara lain:
1. Pelayanan yang menunjukkan seberapa besar pelayanan yang diberikan 2. Ekonomi, yang menunjukkan apakah biaya yang digunakan lebih murah
(52)
3. Efisien, yang menunjukkan perbandingan hasil yang menunjukkan hasil yang dicapai dengan pengeluaran
4. Efektivitas, yang menunjukkan perbandingan hasil yang seharusnya dengan hasil yang dicapai, dan
5. Ekuitas, yang menunjukkan tingkat keadilan potensial dari kebijakan yng dihasilkan
Selain itu, Holloway dalam Pasolong (2010:181), menyebutkan bahwa indikator kinerja dapat berupa akuntabilitas, efisiensi, efektivitas, dan equity (keadilan). Dijelaskan lebih jauh bahwa ada juga indikator konvensional kinerja yang berupa tingkat profitabilitas, kepuasan stakeholder, dan kepuasan pelanggan.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Proses kinerja organisasional dipengaruhi oeh banyak faktor. Hersey, Blanchard, dan Johnson dalam Wibowo (2011:98) menggambarkan hubungan antara kinerja dengan faktor-faktor yang mempengaruhi dalam bentuk Satelite Model. Menurut satelite model, kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor pengetahuan, sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia dan struktur. Kinerja dilihat sebagai pencapaian tujuan dan tanggung jawab bisnis dan sosial dari perspektif pihak yang mempertimbangkan.
Faktor pengetahuan meliputi masalah-masalah teknis, administratif, proses kemanusiaan dan sistem. Sumber daya nonmanusia meliputi peralatan, pabrik, lingkungan kerja, teknologi, kapital dan dana yang dapat dipergunakan. Posisi strategis meliputi masalah bisnis atau pasar, kebijakan sosial, sumber daya
(53)
manusia dan perubahan lingkungan. Proses sumber daya manusia terdiri atas masalah nilai, sikap, norma dan interaksi. Sementara itu struktur mencakup masalah organisasi, sistem manajemen, sistem informasi dan fleksibilitas.
Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain dikemukakan oleh Pasolong (2010:186) yang menjelaskan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi, yaitu sebagai berikut:
1. Kemampuan
Pada dasarnya kemampuan adalah suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan, baik dalam hal yang bersifat intelektual maupun fisik.
2. Kemauan
Kemauan adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi. Kemauan dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan lingkungan sosial.
3. Energi
Energi adalah suatu hal dalam diri manusia (pegawai) yang dapat membangkitkan semangat kerja pegawai.
4. Teknologi
Teknologi dapat dikatakan sebagai tindakan yang dikerjakan oleh individu atau suatu objek dengan atau tanpa bantuan alat atau alat mekanikal, untuk membuat beberapa perubahan terhadap objek tersebut.
5. Kepemimpinan
Kepemimpinan yang baik dalam suatu organisasi sangat berperan penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Melalui kepemimpinan suatu organisasi
(54)
dapat mengarahkan segala sumber daya yang dimiliki demi mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan.
6. Kompensasi
Kompensasi adalah sesuatu yang diterima oleh pegawai sebagai balas jasa atas kinerja dan bermanfaat baginya. Kompensasi yang diterima pegawai juga dapat menjadi motivasi bagi dirinya untuk bekerja lebih baik lagi.
7. Kejelasan dan tujuan
Kejelasan dan tujuan merupakan salah satu faktor penentu dalam pencapaian kinerja. Ketidaktahuan pegawai akan tujuan pekerjaan yang hendak dicapai, akan mengakibatkan tujuan yang tercapai tidak efisien dan atau kurang efektif.
8. Keamanan
Keamanan pekerjaan adalah sebuah kebutuhan manusia yang fundamental, karena pada umumnya orang berpandangan bahwa keamanan lebih penting daripada gaji atau kenaikan pangkat.
Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2011:100) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu sebagai berikut:
a. Personal factors, meliputi: keterampilan, kemampuan, dan kompetensi yang dimiliki individu
b. Leadership factors, meliputi: kualitas dorongan, bimbingan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader
c. Team factors, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan sekerja
(55)
d. System factors, meliputi: sistem kerja dan fasilitas kerja yang diberikan oleh organisasi
e. Contextual/situasional factors, meliputi tingkat tekanan dan perubahan lingkungan internal dan eksternal.
Kemudian Campbell dalam Mahmudi (2010: 20) menyatakan bahwa hubungan fungsional antara kinerja dengan atribut kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (a) knowledge, yang mengacu pada pengetahuan yang dimiliki pegawai, (b) skill, mengacu pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan, (c) motivasi, berperan sebagai dorongan dan semangat untuk melakukan pekerjaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam kinerja sebuah organisasi merupakan faktor yang ada dalam organisasi dan faktor dari luar organisasi. Sehingga, untuk melihat faktor-faktor apa yang menghambat kinerja Perum Bulog Divre Lampung, Peneliti akan melihatnya dari faktor internal dan faktor eksternal Perum Bulog Divre Lampung.
D. Tinjauan Mengenai Program Raskin
1. Program Raskin
Program Raskin adalah program penyediaan dan penyaluran beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang penyediaannya mengutamakan pengadaan gabah/beras dari petani dalam negeri. Program beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran para RTS-PM dalam memenuhi kebutuhan pangan. Selain itu juga untuk meningkatkan akses masyarakat berpendapatan rendah dalam pemenuhan
(56)
kebutuhan pangan pokok, sebagai salah satu hak dasarnya (Sumber: Pedoman Umum Raskin 2013).
Sejak krisis pangan pada tahun 1998, Pemerintah konsisten memberikan perhatian terhadap pemernuhan hak atas pangan masyarakat yang diimplementasikan melalui Operasi Pasar Khusus (OPK). Berbeda dengan subsisidi pangan sebelumnya, OPK memberikan subsisidi beras secara targetted kepada rumah tangga miskin dan rawan pangan. Pada tahun 2002, nama OPK diubah menjadi Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Program Raskin) yang bertujuan untuk lebih mempertajam sasaran penerima manfaat. Pada tahun 2008, program ini diubah menjadi Program Beras Bersubsidi Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah. Namun demikian, secara singkat masih tetap disebut sebagai Program Raskin (Sumber: Pedoman Umum Raskin 2013).
Program Raskin menjadi program nasional yang dikelola secara lintas sektoral baik vertikal maupun horizontal. Rumah Tangga Sasaran Penerima Manfaat (RTS-PM) Raskin ditetapkan berdasarkan Basis Data Terpadu untuk Program Perlindungan Sosial yang bersumber dari Pendataan Program Perlindungan Sosial BPS. Berbagai aspek strategis dan tahapan pelaksanaan penyaluran Raskin, serta pihak mana yang bertanggung diformulasikan dalam suatu pedoman yang disebut Pedoman Umum (Pedum) Raskin.
Pedum Raskin dibuat sebagai acuan pelaksanaan Program Raskin. Berdasarkan Pedoman Umum, Tim Koordinasi Raskin Provinsi menyusun Pedoman Pelaksanaan sebagai acuan dalam pelaksanaan Progra Raskin di Provinsi. Selanjutnya Tim Koordinasi Raskin Kabupaten/Kota menyusun Petunjuk Teknis
(57)
Program Raskin yang sesuai dengan kondisi subjektif daerah masing-masing sebagai acuan pelaksanaan Program (Sumber: Pedoman Umum Raskin 2013).
2. Dasar Hukum
Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan pelaksanaan program Raskin adalah:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masyarakat; 2. Undang Nomor 18 Tahun 1986 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985;
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan usaha Milik Negara (BUMN);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah; 5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
6. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2013;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan; 8. Peraturan pemerintah Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pendirian Perusahaan
Umum BULOG;
9. Peraturan pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan keuangan Daerah;
10.Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan pemerintahn Daerah Kabupaten/Kota;
11.Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;
(58)
12.Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2012 tentang Rencana Kerja Peemerintah Tahun 2013;
13.Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah;
14.Peaturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011;
15.Peraturan Menteri Koordinator Bidang Kesejateraan Rakyat Nomor 59 Tahun 2012 tentang Koordinasi Tim Raskin Pusat;
16.Surat Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi perlindungan Sosial dan perumahan Rakyat selaku Ketua Pelaksana Tim Koordinasi Raskin Pusat Nomor B-2695/KMK/DEP.II/XII/2012 tanggal 19 Desember 2012 hal Pagu Raskin Provinsi Tahun 2013;
17. Surat Gubernur lampung Nomor 500/0030/I/04/2012 tanggal 8 Januari 2012 tentang Pagu Raskin Tahun 2013.
3. Tujuan dan Sasaran
a. Tujuan
Tujuan Program Raskin adalah mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras (sumber: Pedoman Umum Raskin 2013).
(59)
b. Sasaran
Sasaran Program Raskin Tahun 2013 adalah berkurangnya beban pengeluaran 15.530.897 RTS dalam mencukupi kebutuhan pangan beras melalui penyaluran beras bersubsidi sebanyak 15 Kg/bulan atau setara dengan 180 Kg/RTS/tahun dengan harga tebus Rp 1.600,00/Kg netto di Titik Distribusi (TD) (sumber: Pedoman Umum Raskin 2013).
(60)
Bagan 2.1 Kerangka Pikir
1.
Perum Bulog Divre Lampung Kegiatan Penyelenggaraan
Program Raskin: 1. Kegiatan Pengadaan 2. Kegiatan Penyaluran
Permasalahan penyelenggaraan Program Raskin di Prov. Lampung:
1. Adanya teguran oleh DPRD Prov
Lampung atas kinerja rendah Bulog Divre Lampung sejak tahun 2011-2013
2. Keterlambatan penyaluran Raskin
3. Keluhan masyarakat atas buruknya
kualitas Raskin
4. Kegiatan reprocessing dan uji
kelayakan Raskin yang tidak sesuai dengan standar
Kinerja Perum Bulog Divre Lampung
Pengukuran kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Raskin melalui Teori Pengukuran Kinerja oleh Mahsun (2006) yakni:
Kegiatan Pengadaan 1. Masukan (Input)
a. SDM yang terlibat b. Sarana dan prasarana 2. Proses (Process)
a. Efisiensi prosedur b. Ketepatan jumlah c. Ketepatan waktu d. Ketepatan kualitas e. Ketepatan harga 3. Keluaran (Output)
a. Jumlah beras yang dapat disediakan untuk Program Raskin
Kegiatan Penyaluran 1. Masukan (Input)
a. SDM yang terlibat b. Sarana dan prasarana 2. Proses (Process)
a. Efisiensi prosedur b. Ketepatan jumlah c. Ketepatan waktu d. Ketepatan kualitas e. Ketepatan harga 3. Keluaran (Output)
a. Jumlah masyarakat miskin yang dapat dilayani
4. Hasil (Outcome)
a. Tingkat kepuasan Rumah Tangga Sasaran
Program Raskin merupakan program nasional yang bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran
masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangan
(61)
Program Subsidi Beras bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah atau lebih dikenal dengan sebutan Program Raskin adalah program nasional yang dikelola secara lintas sektoral, baik vertikal maupun horizontal. Program Raskin merupakan Program Perlindungan Sosial yang termasuk Kluster 1 Program Penanggulangan Kemiskinan, yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan pangannya berupa beras.
Karena Program Raskin merupakan program nasional, maka program ini dijalankan di seluruh daerah di Indonesia termasuk Provinsi Lampung. Dalam penyelenggaraan Program Raskin di Provinsi Lampung, terdapat permasalahan-permasalahan, seperti adanya teguran oleh DPRD Provinsi Lampung atas kinerja rendah Perum Bulog Divre Lampung dalam menyelenggarakan program Raskin. Selain itu, masih banyaknya keluhan masyarakat terkait penyelenggaraan Program Raskin, mulai dari keterlambatan penyaluran akibat lambatnya birokrasi, serta kualitas beras Raskin yang buruk. Disamping itu, kegiatan reprocessing dan uji kelayakan Raskin yang tidak sesuai standar menambah panjang deret permasalahan dalam pelaksanaan program Raskin di Provinsi Lampung.
Sejumlah permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan program Raskin melibatkan Perum Bulog Divre Lampung sebagai pihak penyelenggara program Raskin di Provinsi Lampung. Adanya permasalahan yang merujuk pada tidak responsivitas dan akuntablenya pelaksanaan program Raskin oleh Perum Bulog Divre Lampung, menjadi sebab perlu dipertanyakannya kinerja Perum Bulog Divre Lampung selaku pihak penyelenggara Program Raskin di Provinsi Lampung.
(62)
Perum Bulog Divre Lampung merupakan pihak yang memegang tugas penting dalam penyelenggaraan program Raskin. Sebagai pihak penyelenggara Program Raskin di Provinsi Lampung, terdapat dua kegiatan yang dilakukan oleh Bulog Divre Lampung yaitu menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi tersebut kepada Titik Distribusi untuk kemudian diteruskan kepada Rumah Tangga Sasaran.
Untuk melakukan pengukuran kinerja sebuah organisasi publik diperlukan model pengukuran kinerja yang tepat dan sesuai. Dengan memperhatikan permasalahan terkait kinerja Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Program Raskin, maka Peneliti merasa bahwa empat aspek dalam model pengukuran kinerja yang dijelaskan oleh Mahsun (2006) yakni masukan (input), keluaran (output), proses (process), hasil (outcome) merupakan indikator yang sangat tepat untuk digunakan dalam mengukur kinerja Perum Bulog Divre Lampung. Dalam menggunakan model pengukuran kinerja oleh Mahsun tersebut, Peneliti telah menetapkan ukuran-ukuran yang akan dijadikan parameter dalam melakukan pengukuran kinerja tersebut.
Pengukuran kinerja kegiatan pengadaan dilakukan melalui indikator masukan, proses dan keluaran. Sedangkan untuk pengukuran kinerja kegiatan penyaluran dilakukan melalui indikator masukan, proses, keluaran, dan hasil. Dalam indikator masukan, Peneliti menggunakan ukuran-ukuran seperti SDM yang terlibat serta sarana dan prasarana. Untuk indikator proses, digunakan ukuran efisiensi prosedur, ketepatan jumlah, waktu, kualitas dan harga. Sedangkan untuk indikator keluaran, untuk kegiatan pengadaan Peneliti menggunakan ukuran jumlah beras
(63)
yang dapat disediakan untuk program Raskin, dan untuk kegiatan penyaluran, Peneliti menggunakan ukuran jumlah masyarakat miskin yang terlayani. Selain itu, untuk indikator hasil, peneliti menggunakan ukuran tingkat kepuasan RTS-PM yang dilayani. Ukuran-ukuran tersebut Peneliti tentukan dengan menyesuaikan antara indikator dalam model pengukuran kinerja oleh Mahsun dengan kegiatan penyelenggaraan Raskin yang dilakukan oleh Perum Bulog Divre Lampung.
Melalui pengukuran kinerja atas kegiatan pengadaan dan kegiatan penyaluran yang dilakukan oleh Perum Bulog Divre Lampung tersebut, maka akan dapat diketahui kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Raskin.
(1)
137
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam kegiatan pengadaan dan penyaluran program Raskin meliputi indikator masukan (input), proses (process), keluaran (output), dan hasil (outcome), diketahui bahwa kinerja kegiatan pengadaan dan penyaluran Raskin yang dilaksanakan oleh Perum Bulog Divre Lampung belum baik. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam penyelenggaraan Raskin belum baik.
2. Didalam pelaksanaannya, terdapat beberapa faktor yang menjadi penghambat optimalisasi kinerja Perum Bulog Divre Lampung dalam kegiatan pengadaan dan penyaluran Raskin diantaranya yaitu:
a. Faktor Internal, diantaranya yaitu: 1) Kualitas SDM yang rendah 2) Kurangnya sarana dan prasarana 3) Sistem manajemen yang lemah
(2)
138
5) Kondisi dan sistem kerja gudang yang kurang baik 6) Anggaran yang terbatas
7) Minimnya standar dan umpan balik b. Kendala Eksternal, diantaranya yaitu:
1) Kondisi alam, sosial dan ekonomi
2) Kurang optimalnya dukungan dari Pemerintah Daerah
B. Saran
1. Melalui pengalaman organisasi selama ini, Perum Bulog Divre Lampung diharapkan dapat melakukan seleksi baik terhadap pegawai maupun mitra kerja secara lebih ketat berdasarkan kriteria profesionalisme dan pengalaman
2. Perum Bulog Divre Lampung dapat memberikan penugasan kepada petugas operasional terkait, untuk memantau dan melaporkan kondisi sarana dan prasarana kegiatan teknis pengadaan dan penyaluran. Sehingga kondisi sarana dan prasarana yang ada dapat terus dibenahi. Serta Perum Bulog juga dapat bekerjasama dengan BPOM mengenai penyediaan laboratorium untuk pemeriksaan kualitas beras yang lebih tepat.
3. Melakukan koordinasi dengan Kantor Bulog Pusat untuk bisa mendapatkan hak otonomi agar karakter over bureaucratized dapat berkurang, sehingga organisasi dapat lebih fleksibel dan dinamis.
4. Dengan dimilikinya subdivre di beberapa daerah, Perum Bulog Divre Lampung diharapkan dapat melakukan sosialisasi, baik kepada aparat atau pun masyarakat, mengenai tujuan, standar dan mekanisme yang berlaku
(3)
139
dalam penyelenggaraan Raskin. Hal ini berguna sebagai bentuk monitoring dan pengawasan agar aparat Perum Bulog tidak melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya.
5. Melalui penugasan kepada pegawai gudang, Perum Bulog Divre Lampung dapat melakukan pengecekan berkala terhadap kualitas beras yang sedang disimpan di gudang, serta dapat memberlakukan aturan first in- first out dalam sistem keluar masuknya beras di gudang. Selain itu, untuk mengurangi perkembangan Psocids (gurem), Perum Bulog melalui petugas gudang dapat membuat ventillasi tambahan dan melakukan fumigasi secara rutin.
6. Perum Bulog dapat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk bisa mendapatkan dana pendamping. Dana ini dapat digunakan untuk memaksimalkan jumlah masyarakat miskin yang dapat dilayani oleh Perum Bulog Divre Lampung.
7. Berdasarkan RKAP dan standar yang dimiliki oleh Kantor Bulog Pusat, Perum Bulog Divre Lampung dapat membuat standar dan umpan balik yang tepat, agar pelaksanaan tugas dapat lebih terkoordinir.
8. Berdasarkan pengalaman yang selama ini dimiliki, Perum Bulog dapat membuat langkah antisipasi terhadap kondisi alam, sosial dan ekonomi yang sulit diprediksi.
9. Dalam setiap kesempatan, seperti dalam rapat perencanaan dan rapat evaluasi program Raskin, Perum Bulog dapat menekankan bahwa dukungan Pemda setempat sangat dibutuhkan untuk menyukseskan pelaksanaan Program Raskin.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Buku Referensi
Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta
Dwiyanto, Agus. 2008. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Mahsun, Mohamad. 2006. Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta
Rivai, Veithzal. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia dan Perusahaan. Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Murai Kencana
Robbins, Stephen P.; Judge, Timothy A. 2008. Perilaku Organisasi. Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat
Sinaga, T.M.S Octaviana. 2011. “Kinerja Keuangan Perusahaan Daerah Dalam Perspektif Good Corporate Governance (Studi Pada PDAM Way Irang
Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2008)”. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Lampung.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sulistiyani, Ambar Teguh. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta: Graha Ilmu
(5)
Tresiana, Novita. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung
Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers
Dokumen
Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013
Data Penerima Program Perlindungan Sosial (PPLS) Tahun 2011 oleh BPS Provinsi Lampung
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah
Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) 2009-2014
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pedoman Umum Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat Berpendapatan Rendah Tahun 2013
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Media Cetak
Harian Lampung Post, edisi 16 Maret 2013 Harian Lampung Post, edisi 24 Mei 2013
Media Online http://bps.go.id
(6)
http://bulog.co.id/alurada_v2.php http://bulog.co.id/alurraskin_v2.php
http://lampost.co/berita/raskin-tidak-layak-konsumsi-gubernur-tegur-bulog-lampung
http://ppibelanda.org/acara/lingkar-inspirasi-5-ketahanan-pangan-indonesia http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/
http://www.dprd-lampungprov.go.id/pret/berita/berita-komisi/256-dewan-minta-raskin-jangan-beras-dari-luar-daerah.html
http://www.lampung prov.go.id/bulog-divre-lampung-ganti-raskin-rusak.html http://www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/index.php?option=com_docman&task =doc_download&gid=203&&Itemid=61