PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN P

(1)

1

DI PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

NI KETUT MULIATI

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011


(2)

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN

PERUSAHAAN PADA PRAKTIK MANAJEMEN LABA

DI PERUSAHAAN PERBANKAN YANG TERDAFTAR

DI BURSA EFEK INDONESIA

Tesis untuk memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, program Studi Akuntansi,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI KETUT MULIATI NIM 0891662003

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011


(3)

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

TANGGAL 17 JANUARI 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE.,M.Si Ni Made Dwi Ratnadi, SE.,M.Si.,Ak

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Akuntansi Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Dr. I Ketut Budhiartha, SE.,M.Si.,Ak Prof. Dr. dr. A.A Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP 19591202 1987021 001 NIP 19590215 1985102 001


(4)

Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 17 Januari 2011

Panitia penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana No: 0109/H14.4/HK/2011 Tanggal 17 Januari 2011

Ketua : Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE., M.Si Anggota:

1. Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak 2. Dr. Made Gede Wirakusuma, SE., M.Si 3. Drs. I Ketut Suwarta, M.Si., Ak


(5)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Hyang Widhi Wasa, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

Berbagai pihak telah berkontribusi besar dalam penyelesaian tesis ini sehingga pada kesempatan yang baik ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, khususnya kepada bapak Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE., M.Si., sebagai Pembimbing I dan ibu Ni Made Dwi Ratnadi, SE., M.Si., Ak., sebagai Pembimbing II dan selaku pengelola Program Magister Akuntansi Universitas Udayana yang dengan tulus dan penuh kesebaran membimbing, memberi nasihat, dan semangat kepada penulis, baik selama mengikuti seluruh rangkaian perkuliahan maupun dalam rangkaian penulisan proposal sampai dengan tahap penyelesaian tesis. Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih kepada bapak Dr. Made Gede Wirakusuma, SE., M.Si., Drs. I Ketut Suwarta, M.Si., Ak., Drs. Ida Bagus Dharmadiaksa, M.Si., Ak., sebagai tim penguji yang telah berkenan memberi masukan yang sifatnya membangun guna penyempurnaan tesis ini.

Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. Dr. I Made Bakta, Sp.PD (KHOM) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan proses pendidikan. Terima kasih pula kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) selaku


(6)

direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa di Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih juga kepada Bapak Dr. Ketut Budiartha, SE., M.Si., Ak., dan Ibu Ni Luh Supadmi, SE., M.Si., Ak., selaku pengelola Program Magister Akuntansi Universitas Udayana yang telah memberi perhatian dan bantuan yang tulus selama penulis mengikuti pendidikan di program ini.

Terima kasih pula kepada segenap rekan-rekan MAKSI angkatan I dan II atas dukungan, semangat, dan bantuan dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta, bapak I Made Letong dan ibu Ni Wayan Rasmin atas doa restunya agar penulis bisa menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga kepada kakakku I Wayan Muntra, SH., Ansje Lilyanti Paudie, SH., Ni Made Muntri, SE., I Komang Mudiya serta suami dan anakku I Wayan Bawa Antara dan I Putu Krishna Wibawa Antara atas doa dan dukungan moral maupun material yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan hingga penyelesaian tesis ini.

Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, yang telah memberi kontribusi kepada penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian tesis ini. penulis juga mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak jika ada kekurangan yang pastinya tidak disengaja dalam tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat.

Denpasar, Desember 2010


(7)

ABSTRAK

PENGARUH ASIMETRI INFORMASI DAN UKURAN PERUSAHAAN PADA PRAKTIK MANAJEMEN LABA DI PERUSAHAAN PERBANKAN

YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

Asimetri informasi dan ukuran perusahaan diyakini dapat mempengaruhi manajemen laba. Beberapa penelitian mengenai pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba telah dilakukan. Namun, hasil yang diperoleh masih menunjukkan ketidakkonsistenan terutama ukuran perusahaan. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba.

Penelitian ini menggunakan The Modified Jones Model untuk menghitung

discretionary accrual yang menjadi proksi dari manajemen laba. Ukuran perusahaan di proksi dengan total aktiva dan asimetri informasi di proksi dengan

Adjspread. Penelitian ini menggunakan perusahaan sektor keuangan di Bursa Efek Indonesia selama 2001-2008 sebagai sampel penelitian. Berdasarkan hasil

purposive sampling diperoleh 7 perusahaan sektor keuangan yang memenuhi kreteria sampel. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda.

Hasil pengujian asumsi klasik menunjukkan model regresi tidak mengalami masalah asumsi klasik. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perngaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba.

Kata kunci: Manajemen laba, asimetri informasi, discretionary accrual, ukuran perusahaan.


(8)

ABSTRACT

THE EFFECT OF INFORMATION ASYMMETRY AND COMPANY SIZE ON THE EARNINGS MANAGEMENT PRACTICE IN BANKING

COMPANY REGISTERED IN INDONESIA STOCK EXCHANGE

Information Asymmetry and Company size is believed to affect earnings management. Some studies on the effect of information asymmetry and Company size on earnings managementhas been conducted. However, the results still show inconsistency, especially the size of the company. This study aims to examine the effect of information asymmetry and company size on earnings management.

This study uses the Modified Jones Model to calculate the discretionary accrual of which becomes a proxy of earnings management. The company size in proxy with the total assets and information asymmetry in proxy with Adjspread. This study uses the financial sector companies in Indonesia Stock Exchange during 2001-2008 as its research sample. Based on the purposive sampling results were obtained 7 financial sector companies that meet with the criteria of the sample. The hypothesis testing in this study is executed by using multiple regression analysis.

The classical assumption test results indicate that the regression models do not have classical assumptions problems. The hypothesis testing result indicate that there are effect of information asymmetry and the size of the company on earnings management.

Keywords: Earnings management, information asymmetry, discretionary accruals, company size.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

PERSYARATAN GELAR ... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Teori Keagenan (agency theory) ... 6

2.2 Manajemen Laba... 8

2.2.1 Pengertian Manajemen Laba... 8

2.2.2 Faktor-Faktor Pendorong Manajemen Laba... 9

2.2.3 Teknik Manajemen Laba... 11

2.2.4 Kondisi untuk Praktik Manajemen Laba... 12

2.2.5 Pola Manajemen Laba... 13

2.3 Tinjauan tentang asimetri informasi dan teori bid-ask spread... 14

2.3.1 Asimetri Informasi ... 14

2.3.2 Teori Bid-Ask Spread... 15

2.4 Ukuran Perusahaan... 18

2.5 Penelitian Sebelumnya... 19

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 21

3.1 Kerangka Berpikir... 21

3.2 Konsep Penelitian ... 25


(10)

BAB IV METODA PENELITIAN ... 30

4.1 Rancangan Penelitian... 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 30

4.3 Ruang Lingkup Penelitian... 31

4.4 Metoda Penentuan Sampel... 31

4.5 Variabel Penelitian... 31

4.6 Prosedur Penelitian ... 34

4.6.1 Jenis Data ... 34

4.6.2 Sumber Data ... 35

4.6.3 Metoda Pengumpulan data... 35

4.6.4 Analisis Data... 35

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Penentuan Sampel... 38

5.2 Statistik Deskriptif ... 39

5.3 Hasil Pengujian Asumsi Klasik ... 40

5.3.1 Uji Normalitas ... 40

5.3.2 Uji Multikolinearitas ... 40

5.3.3 Uji Autokorelasi ... 41

5.3.4 Uji Heteroskedastisitas ... 41

5.4 Pengujian Hipotesis... 42

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Pengaruh Asimetri Informasi pada Praktik Manajemen Laba ... 45

6.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Praktik Manajemen Laba .... 47

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Penelitian ... 50

7.2 Keterbatasan dan Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 56


(11)

DAFTAR TABEL

5.1 Pengambilan Sampel Penelitian ... 38 5.2 Statistik Deskriptif... 39 5.3 Hasil Pengujian Hipotesis... 42


(12)

DAFTAR GAMBAR

3.1 Rerangka Berpikir... 23 3.2 Konsep Penelitian ... 26


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Perusahaan Sampel... 57

Lampiran 2. Data Penelitian... 58

Lampiran 3. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 60


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan tersebut diharapkan dapat memberikan informasi kepada para investor dan kreditor dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan investasi dana mereka. Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil. Akuntansi berbasis akrual mempunyai keunggulan bahwa informasi laba perusahaan dan pengukuran komponennya berdasarkan akuntansi akrual secara umum memberikan indikasi lebih baik tentang kinerja ekonomi perusahaan daripada informasi yang dihasilkan dari aspek penerimaan dan pengeluaran kas terkini (FASB, 1978). Namun, akuntansi akrual juga memiliki kelemahan. Penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen dalam memilih metoda akuntansi selama tidak menyimpang dari aturan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Pilihan metoda akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba atau

earnings management.

Apabila suatu kondisi dimana pihak manajemen ternyata tidak berhasil mencapai target laba yang ditentukan, maka manajemen akan memanfaatkan fleksibilitas yang diperbolehkan oleh standar akuntansi dalam menyusun laporan


(15)

keuangan untuk memodifikasi laba yang dilaporkan. Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik. Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba.

Manajer cendrung lebih melakukan manajemen laba dengan mengendalikan transaksi akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas (Friedlan, 1994). Sementara disisi lain, investor juga cendrung memusatkan perhatiannya pada laporan laba rugi karena investor berpendapat bahwa kestabilan laba akan berdampak pada kestabilan dividen. Transaksi akrual merupakan transaksi yang tidak mempengaruhi aliran kas masuk (cash inflow) maupun aliran kas keluar (cash outflow). Akuntansi akrual terdiri dari discretionary accruals (DA) dan non discretionary accruals (NDA). DA merupakan akrual yang ditentukan manajemen (management determined). Manajer dapat memilih kebijakan dalam hal metoda dan estimasi akuntansi. NDA merupakan akrual yang ditentukan atas kondisi ekonomi (Xiong, 2006).

Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.


(16)

Para peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory)

mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan

stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

Faktor lain yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi adalah ukuran perusahaan (Halim, dkk. 2005). Halim, dkk. (2005) menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Defond (1993) dalam Veronica dan Bachtiar (2003) menemukan bahwa ukuran perusahaan berkorelasi secara positif dengan manajemen laba. Perusahaan besar mempunyai insentif yang cukup besar untuk melakukan manajemen laba, karena salah satu alasan utamanya adalah perusahaan besar harus mampu memenuhi ekspektasi dari investor atau pemegang sahamnya.

Rahmawati, dkk. (2006) menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel independen. Rahmawati, dkk. (2006) menemukan bahwa berdasarkan hasil regresi antara variabel dependen manajemen laba dengan masing-masing


(17)

variabel kontrol didapatkan hasil bahwa variabel SIZE (ukuran perusahaan) tidak mampu menjadi variabel kontrol karena R2 ukuran perusahaan lebih besar daripada R2 asimetri informasi yaitu sebesar 0.183306 < 0.267580. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk. (2006). Berdasarkan saran dari Rahmawati, dkk. (2006) yaitu dengan menjadikan variabel kontrol ukuran peruasahaan sebagai variabel independen. Penelitian tersebut menjadi motivasi bagi penulis untuk melakukan penelitian yang terkait dengan asimetri informasi, ukuran perusahaan dan manajemen laba.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Apakah asimetri informasi berpengaruh pada praktik manajemen laba? 2) Apakah ukuran perusahaan berpengaruh pada praktik manajemen laba?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh asimetri informasi pada praktik manajemen laba.

2) Untuk menguji dan memperoleh bukti empiris pengaruh ukuran perusahaan pada praktik manajemen laba.


(18)

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka manfaat penelitian yang diharapkan adalah:

1) Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dan pedoman bagi peneliti selanjutnya dan meningkatkan perkembangan terhadap teori-teori yang behubungan dengan penelitian ini, yaitu teori-teori keagenan.

2) Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai dasar masukan dan pertimbangan oleh para investor dalam pengambilan keputusan investasi saham, terutama dalam menilai kualitas laba yang dilaporkan dalam laporan keuangan, serta sejauh mana asimetri informasi dan ukuran perusahaan itu mempengaruhi manajemen laba sehingga dapat mengoptimalkan keuntungan dan meminimalkan resiko investasi.


(19)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan (agency theory)

Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas

decision making kepada agent, hal ini dapat pula dikatakan bahwa principal

memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati. Wewenang dan tanggungjawab

agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama. Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Dimana antara agent dan

principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan adanya asimetry information. Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utilitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.


(20)

Oleh karena itu, terkadang kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.

Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal

mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.

Jensen dan Meckling (1976), menyatakan bahwa jika kedua kelompok (agent

dan principal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasi kos keagenan menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) the monitoring expenditure by the principal adalah kos pengawasan yang harus dikeluarkan oleh pemilik; 2) the bonding cost adalah kos yang harus dikeluarkan akibat pemonitoran yang harus dikeluarkan prinsipal kepada agen; 3) the residual loss


(21)

adalah pengorbanan akibat berkurangnya kemakmuran prinsipal karena perbedaan keputusan antara prinsipal dan agen.

2.2 Manajemen Laba

2.2.1 Pengertian manajemen laba

Scott (2000) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs (oportunistic Earnings Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.

Healy dan Wahlen (1999), menyatakan bahwa definisi manajemen laba mengandung beberapa aspek. Pertama intervensi manajemen laba terhadap pelaporan keuangan dapat dilakukan dengan penggunaan judgment, misalnya

judgment yang dibutuhkan dalam mengestimasi sejumlah peristiwa ekonomi di masa depan untuk ditunjukan dalam laporan keuangan, seperti perkiraan umur ekonomis dan nilai residu aktiva tetap, tanggungjawab untuk pensiun, pajak yang ditangguhkan, kerugian piutang dan penurunan nilai asset. Disamping itu manajer


(22)

memiliki pilihan untuk metode akuntansi, seperti metode penyusutan dan metode biaya. Kedua, tujuan manajemen laba untuk menyesatkan stakeholders mengenai kinerja ekonomi perusahaan. Hal ini muncul ketika manajemen memiliki akses terhadap informasi yang tidak dapat diakses oleh pihak luar.

Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa (Setiawati dan Na’im, 2000). Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen laba adalah intervensi manajemn terhadap laporan keuangan, yang berupa pilihan yang dilakukan oleh manajemen terhadap kebijakan-kebijakan akuntansi, yang diperkenankan dalam proses pelaporan keuangan eksternal untuk mencapai tujuan/maksud tertentu, sehinggga dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan.

2.2.2 Faktor-faktor pendorong manajemen laba

Positive accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi terjadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:

1) Bonus Plan Hypothesis

Manajemen akan memilih metoda akuntansi yang memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang memberikan bonus besar


(23)

berdasarkan earnings lebih banyak menggunakan metoda akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.

2) Debt Covenant Hypothesis

Manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian kredit cenderung memilih metoda akuntansi yang memiliki dampak meningkatkan laba (Sweeney, 1994). Hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak eksternal.

3) Political Cost Hypothesis

Semakin besar perusahaan, semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut memilih metoda akuntansi yang menurunkan laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera mengambil tindakan, misalnya : mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak pendapatan perusahaan, dan lain-lain.

Scott (2000: 302) mengemukakan beberapa motivasi terjadinya manajemen laba :

1) Bonus Purposes

Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan akan bertindak secara oportunistic untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini (Healy, 1985).

2) Political Motivations

Manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang dilaporkan pada perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang dilaporkan


(24)

karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah menetapkan peraturan yang lebih ketat.

3) Taxation Motivations

Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Berbagai metoda akuntansi digunakan dengan tujuan penghematan pajak pendapatan.

4) Pergantian CEO

CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka. Dan jika kinerja perusahaan buruk, mereka akan memaksimalkan pendapatan agar tidak diberhentikan.

5) Initital Public Offering (IPO)

Perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga saham perusahaan.

6) Pentingnya Memberi Informasi Kepada Investor

Informasi mengenai kinerja perusahaan harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.

2.2.3 Teknik manajemen laba

Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:


(25)

1) Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2) Mengubah metoda akuntansi

Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh : merubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.

3) Menggeser perioda biaya atau pendapatan.

Contoh rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada perioda akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak dipakai.

2.2.4 Kondisi untuk praktik manajemen laba

Bukti-bukti empiris menunjukkan bahwa earnings atau laba telah dijadikan sebagai suatu target dalam proses penilaian pretasi usaha suatu departemen secara khusus (manajer) atau perusahaan (organisasi) secara umum (Gumanti, 2000). Laba dan tingkat keuntungan juga merupakan alat untuk mengurangi biaya keagenan (agency costs), dari sisi teori keagenan. Misalnya, pada saat keuntungan dijadikan sebagai patokan dalam pemberian bonus, hal ini


(26)

akan menciptakan dorongan kepada manajer untuk memanipulasi data keuangan agar dapat menerima bonus seperti yang diinginkannya. Selain itu, mengingat akan pentingnya keuntungan atau perolehan secara akuntansi (accounting income) untuk pembuatan keputusan oleh banyak pihak, misalnya investor.

Richardson (1998) menunjukkan bukti hubungan antara ketidakseimbangan informasi dengan manajemen laba. Hipotesis yang diajukan adalah bahwa tingkat ketidakseimbangan informasi akan mempengaruhi tingkat manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Hasil penelitian Richardson menunjukkan adanya hubungan yang positif signifikan antara ukuran ketidakseimbangan informasi (bid-ask spreads dan analyst’ forecast dispersion) dan manajemen laba setelah mengendalikan faktor lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba, seperti variabilitas aliran kas, ukuran, risiko, dan pengungkapan keuangan perusahaan.

2.2.5 Pola manajemen laba

Pola manajemen laba menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara: 1) Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

2) Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.


(27)

3) Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization

bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

4) Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

2.3 Tinjauan Tentang Asimetri Informasi dan Teori Bid-Ask Spread 2.3.1 Asimetri informasi

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Jensen dan Meckling (1976) menambahkan bahwa jika kedua kelompok (agen dan prinsipal) tersebut adalah orang-orang yang berupaya memaksimalkan utilitasnya, maka terdapat alasan yang kuat untuk meyakini bahwa agen tidak akan selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan prinsipal. Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang. Ada dua tipe asimetri informasi : adverse selection dan moral hazard.


(28)

1) Adverse selection

Adverse selection adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan/akan melangsungkan suatu transaksi usaha, atau transaksi usaha potensial memiliki informasi lebih atas pihak-pihak lain. Adverse selection terjadi karena beberapa orang seperti manajer perusahaan dan para pihak dalam (insiders) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.

2) Moral Hazard

Moral hazard adalah jenis asimetri informasi dalam mana satu pihak atau lebih yang melangsungkan atau akan melangsungkan suatu transaksi usaha atau transaksi usaha potensial dapat mengamati tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksi-transaksi mereka sedangkan pihak-pihak lainnya tidak.

Moral hazard dapat terjadi karena adanya pemisahan pemilikan dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan perusahaan besar.

2.3.2. Teori bid-ask spread

Penelitian Eisenhardt (1989) dalam Mardiyah (2001) menyatakan bahwa teori keagenan menggunakan tiga asumsi sifat manusia yaitu:

1) Manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self-interest).

2) Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa datang (bounded-rationality).

3) Manusia selalu menghindari risiko (risk averse).

Masalah keagenan dihadapi pula oleh partisipan pasar modal. Salah satu partisipan pasar modal adalah dealer atau market makers. Ketidakpastian yang


(29)

dihadapi dealer disebabkan karena adanya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry). Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut dealer

membutuhkan informasi. Untuk mendapatkan informasi dibutuhkan biaya. Besarnya ketidakseimbangan informasi yang dihadapi dealer akan tercermin pada

spread yang ditentukannya. Dealer selalu berusaha menentukan spread secara wajar dengan memperhatikan kejadian tertentu atau kondisi atau informasi apa saja yang memberikan sinyal mengenai surat berharga yang dimilikinya.

Bid-ask spread merupakan selisih harga beli tertinggi dengan harga jual terendah saham trader. Stoll (1989) dalam Mardiyah (2001) menyatakan bahwa

bid ask spread merupakan fungsi dari tiga komponen biaya yang berasal dari: 1) pemilikan saham (inventory holding); 2) pemrosesan pesanan (order processing); 3) informasi asimetri. Biaya pemilikan menunjukkan trade off antara memiliki terlalu banyak saham dan memiliki terlalu sedikit saham. Atas biaya pemilikan saham tersebut akan menimbulkan opportunity cost. Biaya pemrosesan pesanan meliputi biaya administrasi, pelaporan, proses komputer, telepon, dan lainnya. Sedangkan biaya informasi asimetri lahir karena adanya dua pihak trader yang tidak sama dalam memiliki dan mengakses informasi. Pihak pertama adalah

informed trader yang memiliki informasi superior dan pihak lainnya yaitu

uninformed trader yang tidak memiliki informasi. Ketidakseimbangan informasi tersebut menyebabkan munculnya perilaku adverse selection dan moral hazard

dalam perdagangan saham antar trader. Jika kedua belah pihak bertransaksi, maka

uninformed trader menghadapi risiko rugi jika bertransaksi dengan informed trader. Upaya mengurangi risiko rugi tersebut tercermin dalam bid ask spread.


(30)

Literatur mikrostruktur dalam penelitian Rahmawati dkk (2006) mengenai

bid-ask spread menyatakan bahwa terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi terhadap kerugian yang dialami dealer ketika bertransaksi dengan pedagang terinformasi tersebut adalah sebagai berikut :

1) Biaya pemrosesan pesanan (order processing cost), terdiri dari biaya yang dibebankan oleh pedagang sekuritas (efek) atas kesiapannya mempertemukan pesanan pembelian dan penjualan, dan kompensasi untuk waktu yang diluangkan oleh pedagang sekuritas guna menyelesaikan transaksi.

2) Biaya penyimpanan persediaan (inventory holding cost), yaitu biaya yang ditanggung oleh pedagang sekuritas untuk membawa persediaan saham agar dapat diperdagangkan sesuai dengan permintaan.

3) Adverse selection component, menggambarkan suatu upah (reward) yang diberikan kepada pedagang sekuritas untuk mengambil suatu risiko ketika berhadapan dengan investor yang memiliki informasi superior. Komponen ini terkait erat dengan arus informasi di pasar modal. Berkaitan dengan bid-ask spread, fokus perhatian akuntan adalah pada komponen adverse selection

karena berhubungan dengan penyediaan informasi ke pasar modal.

Pembahasan lebih lanjut mengenai spread dikemukakan oleh Cohen, dkk. (1986). Cohen, dkk. (1986) menekankan bahwa riset mengenai kos transaksi/kos kesegeraan (immediacy cost) harus membedakan antara spread dealer dan spread

pasar. Cohen, dkk. (1986) menjelaskan bahwa spread dealer untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid dan ask yang ditentukan oleh dealer secara individual ketika dealer hendak memperdagangkan saham tersebut, sedangkan


(31)

spread pasar untuk suatu saham merupakan perbedaan harga bid tertinggi dan ask

terendah diantara beberapa dealer yang sama-sama melakukan transaksi untuk saham tersebut. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka spread pasar dapat lebih kecil dibandingkan dengan spread dealer.

2.4. Ukuran Perusahaan

Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow

dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum.

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: log total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007), log total penjualan (Nuryaman, 2008), kapitalisasi pasar (Halim, dkk. 2005). Machfoedz (1994) dalam Mardiyah (2001) menejelaskan bahwa pada dasarnya ukuran perusahan hanya terbagi dalam 3 katagori yaitu perusahaan besar (large firms), perusahaan sedang (medium firms), perusahaan kecil (small firms). Penentuan ukuran perusahaan ini adalah bedasarkan kepada total aktiva perusahaan.


(32)

2.5. Penelitian Sebelumnya

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Rahmawati, dkk. (2006): Variabel yang diteliti yaitu: asimetri informasi sebagai variabel independen dan manajemen laba sebagai variabel dependen, sedangkan variabel kontrol dalam penelitian ini yaitu: varian, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan, dan rata-rata kapitalisasi pasar. Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi sederhana. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba. Rahmawati, dkk. (2006) menemukan juga bahwa berdasarkan hasil regresi antara variabel dependen manajemen laba dengan masing-masing variabel kontrol didapatkan hasil bahwa variabel ukuran perusahaan tidak mampu menjadi variabel kontrol karena R2 ukuran perusahaan lebih besar daripada R2 asimetri informasi yaitu sebesar 0.183306 < 0.267580.

Halim, dkk. (2005) menemukan bahwa perusahaan manufaktur yang termasuk Indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba.

Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akhir Juni selama 1988-1992. Hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang sistimatis antara asimetri informasi dan tingkat manajemen laba. Fleksibilitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih


(33)

berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.

Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metode depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Berdasarkan penelitian tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai perusahaan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu pada variabel independen dan tahun penelitiannya. Penelitian sebelumnya menggunakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol sedangkan dalam penelitian ini ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel independen. Penelitian sebelumnya menggunakan lima tahun penelitian yaitu dari tahun 2000-2004, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan delapan tahun penelitian yaitu dari tahun 2001-2008. Perpanjangan perioda penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil penelitian yang lebih valid.


(34)

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Teori keagenan (agency theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (pemegang saham) sebagai prinsipal. Pada satu sisi, pemilik menginginkan manajer bekerja keras untuk memaksimalkan utilitas pemilik. Namun disisi lain, manajer juga cendrung berusaha keras memaksimumkan utilitasnya sendiri. Suatu ancaman bagi pemegang saham jika manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan

principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari principal.

Manajemen termotivasi untuk memperlihatkan kinerja yang baik dalam menghasilkan nilai atau keuntungan maksimal bagi perusahaan sehingga manajemen cenderung memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memberikan informasi laba lebih baik. Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba.


(35)

Bukti empiris yang menyatakan bahwa asimetri informasi berpengaruh terhadap manajemen laba, di antaranya dinyatakan oleh Rahmawati, dkk. (2006). Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba. Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metode depresiasi dan metoda pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Penelitian Halim, dkk. (2005) menunjukkan bahwa perusahaan manufaktur yang termasuk Indeks LQ-45 terlihat melakukan tindakan manajemen laba. Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba.

Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow

dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum. Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan


(36)

untuk melakukan manajemen laba. Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba.

Bukti empiris yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba, di antaranya telah ditunjukkan oleh Nuryaman (2008). Penelitian tersebut membuktikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka manajemen laba semakin menurun. Moses (1997) dalam Nuryaman (2008) mengemukakan bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar. Marrakchi (2001) dalam Nuryaman (2008) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Veronica dan Siddharta (2005) dalam Nuryaman (2008) meneliti di BEJ (BEI) pada periode pengamatan 1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif signifikan dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan rerangka berpikir pada Gambar 3.1. Atas dasar studi teoritis (teori utama) mengenai teori keagenan dan beberapa studi empiris sebelumnya, maka dapat dirumuskan dua hipotesis dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian akan diuji dengan teknik analisis statistik inferensial untuk memperoleh hasil pengujian dan kemudian harus disimpulkan berdasarkan teori utama dan teori pendukung (studi empiris sebelumnya).


(37)

Sumber: Data Diolah

Gambar 3.1 Rerangka Berpikir Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan Pada Praktik Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Studi Teoritis: Teori Keagenan

Simpulan

H1: Asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik

manajemen laba.

H2: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada praktik

manajemen laba.

Studi-studi Empiris:

1. Rahmawati, dkk. (2006) 2. Cristie & Zimmerman (1994) 3. Halim, dkk. (2005)

4. Nuryaman (2008) 5. Moses (1997) 6. Marrakchi (2001)

7. Veronica dan Siddharta (2005)

Hasil Pengujian Uji Statistik


(38)

3.2 Konsep Penelitian

Teori keagenan (agency theory) memiliki asumsi bahwa masing-masing individu sematamata termotivasi oleh kepentingan diri sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent. Pemegang saham sebagai pihak principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Manajer sebagai agent termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajemen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan principal. Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metoda akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk tujuan mendapatkan bonus dari

principal.

Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Adanya asimetri informasi memungkinkan manajemen untuk melakukan manajemen laba. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metode depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi (Cristie & Zimmerman, 1994). Asimetri informasi, kinerja masa kini dan masa depan, faktor leverage, ukuran perusahaan berpengaruh signifikan pada manajemen laba (Halim, dkk. (2005).


(39)

Ukuran perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi manajemen laba selain asimetri informasi. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: log total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007), log total penjualan (Nuryaman, 2008), kapitalisasi pasar (Halim, dkk. 2005). Nuryaman (2008) membuktikan bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka manajemen laba semakin menurun. Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar (Moses, 1997).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat digambarkan konsep penelitian pada Gambar 3.2 sebagai berikut:

A

Sumber: Data Diolah

Gambar 3.2 Konsep Penelitian Pengaruh Asimetri Informasi dan Ukuran Perusahaan Pada Praktik Manajemen Laba di Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

Asimetri Informasi

Ukuran Perusahaan


(40)

3.3 Hipotesis Penelitian

Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Richardson (1998) berpendapat bahwa terdapat hubungan yang sistematis antara asimetri informasi dengan tingkat manajemen laba. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja manajer. Fleksibelitas manajemen untuk memanajemeni laba dapat dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba.

Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat mempengaruhi manajemen laba. Teori keagenan (Agency Theory)

mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan pemegang saham dan

stakeholder lainnya. Jika dikaitkan dengan peningkatan nilai perusahaan, ketika terdapat asimetri informasi, manajer dapat memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada investor guna memaksimisasi nilai saham perusahaan. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan (disclosure) informasi akuntansi.

Cristie & Zimmerman (1994) membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan takeover cenderung memilih metoda depresiasi dan metode pencatatan persediaan, yang dapat meningkatkan laba akuntansi. Berdasarkan penelitian


(41)

tersebut juga disimpulkan bahwa terdapat sikap opportunistic manajemen dalam kasus ambil alih perusahaan, sekalipun alasan utama pemilihan metode akuntansi didasarkan pada pertimbangan efisiensi atau pertimbangan memaksimalkan nilai perusahaan.

H1: Asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba.

Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow

dimasa yang akan datang. Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara umum.

Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Moses (1997) mengemukakan bahwa perusahaan - perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen.


(42)

Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Marrakchi (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredibel.

Veronica dan Siddharta (2005) meneliti di BEJ (BEI) pada periode pengamatan 1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif signifikan dengan manajemen laba. Namun, Halim, dkk. (2005) dengan data LQ 45 di BEJ (BEI) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian Halim memiliki kelemahan pada jumlah sampel, yang hanya menggunakan 27 emiten sektor manufaktur.


(43)

BAB IV

METODA PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Dimensi waktu penelitian ini melibatkan banyak waktu tertentu (time series) dengan banyak perusahaan (cross section), sehingga pengujian hipotesis dilakukan dengan cara pooled data. Metoda pengumpulan data yang digunakan yaitu pengumpulan data arsip (archival). Jenis perusahaan yang diteliti adalah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada tahun 2001-2008. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi: asimetri informasi (dengan proksi bid-ask spread), ukuran perusahaan (dengan proksi dari total aktiva), manajemen laba (dengan proksi discretionary accruals).

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni perusahaan perbankan pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2008. Perioda pengamatan dalam penelitian ini adalah selama delapan tahun, yakni dari tahun 2001 sampai dengan tahun 2008. Pemilihan tahun 2001 karena diperkirakan pada tahun tersebut sudah tidak ada dampak dari krisis moneter perbankan yang terjadi pada tahun 1998.


(44)

4.3. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada pengujian mengenai pengaruh asimetri informasi dan ukuran perusahaan pada manajemen laba pada perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2001 sampai tahun 2008.

4.4. Metoda Penentuan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh perusahaan perbankan publik yang ada di Indonesia pada tahun 2001 sampai tahun 2008. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:

1) Data laporan keuangan (kecuali laporan perubahan modal) perusahaan tersedia berturut-turut untuk tahun pelaporan dari 1996 sampai dengan 2008. Laporan keuangan harus tersedia berturut-turut adalah untuk menghitung manajemen laba.

2) Perusahaan sampel tersebut mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember.

3) Data harga saham tersedia selama perioda estimasi dan pengamatan. 4.5. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari asimetri informasi, ukuran perusahaan dan manajemen laba. Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan. Asimetri informasi dalam penelitian ini


(45)

diproksikan dengan relative bid-ask spread, yang dapat dinyatakan sebagai berikut (Rahmawati, dkk. 2006):

SPREAD = (ask

i,t – bidi,t)/{(aski,t + bidi,t)/2} x 100%...(1)

Model untuk menyesuaikan spread adalah: SPREAD

i,t = α0 + α1PRICEi,t + α2VARi,t + α3TRANSi,t + α4DEPTHi,t +

ADJSPREAD

i,t ...(2)

Keterangan : α0 = konstanta

Ask

i,t = harga ask (tawar)tertinggi saham perusahaan i yang terjadi pada hari t

Bid

i,t = harga bid (minta)terendah saham perusahaan i yang terjadi pada hari t

PRICE

i,t = harga penutupan saham perusahaan i pada hari t

TRANS

i,t = jumlah transaksi suatu saham perusahaan i pada hari t

VAR

i,t = varian return harian selama periode penelitian pada saham perusahaan i

dan hari ke t. Return harian merupakan persentase perubahan harga saham pada hari ke t dengan harga saham pada hari sebelumnya (t – 1)2

DEPTH

i,t = rata-rata jumlah saham perusahaan i dalam semua quotes (jumlah

yang tersedia pada ask ditambah jumlah yang tersedia pada saat bid

dibagi dua) selama setiap hari t ADJSPREAD

i,t = residual error yang digunakan sebagai ukuran SPREAD yang

telah disesuaikan untuk perusahaan i pada hari ke t

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: log total aktiva (Marihot dan Doddy, 2007), log total penjualan (Nuryaman, 2008), kapitalisasi pasar (Halim, dkk. 2005). Ukuran perusahaan dalam penelitian ini menggunakan proksi total aktiva akhir tahun.

Manajemen laba yang diproksikan ke dalam discretionary accruals dan dihitung dengan menggunakan The Modified Jones Model. The Modified Jones


(46)

Model dapat mendeteksi manajemen laba lebih baik dibandingkan dengan model-model lainnya sejalan dengan hasil penelitian Dechow et al. (1995). Langkah-langkah dalam menghitung discretionary accruals adalah sebagai berikut:

TAi.t = Ni.t – CFOi.t...(3)

Nilai total accruals (TAi.t) diestimasi dengan persamaan regresi berganda sebagai

berikut:

TAi.t/Ai.t-1= β1(1/Ai.t-1) + β2((∆Revt/Ai.t-1) – (∆Rect/Ai.t-1)) + β3(PPEt/Ai.t-1)+e.(4)

Dengan menggunakan koefisien regresi pada rumus (4) nilai non discretionary accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus:

NDAi.t = β1(1/Ai.t-1) + β2((∆Revt/Ai.t-1) – (∆Rect/Ai.t-1)) + β3(PPEt/Ai.t-1)...(5)

Selanjutnya discretionary accruals (DA) dapat dihitung sebagai berikut:

DAi.t = (TAi.t/Ai.t-1) – NDAi.t...(6)

Keterangan:

DAi.t = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

NDAi.t = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t

TAi.t = Total akruals perusahaan i pada periode ke t

Ni.t = Laba bersih perusahaan i pada periode ke t

CFOi.t = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t

Ai.t-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1

∆Revt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t PPEt = Aktiva tetap perusahaan i pada periode ke t

∆Rect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t β = Koefisien regresi


(47)

4.6. Prosedur Penelitian 4.6.1. Jenis data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

1) Data kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka-angka atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dan daftar harga saham harian perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI dari tahun 2001-2008.

2) Data kualitatif, yaitu data yang berbentuk kata, kalimat, skema atau gambar. Data kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah daftar perusahaan perusahaan yang terdaftar di BEI dari tahun 2001-2008.

4.6.2. Sumber data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah disediakan oleh pihak ketiga dan tidak berasal dari sumber langsung. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini diperoleh melalui situs: http//www.idx.co.id, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan Pusat Data Bisnis dan Ekonomi (PDBE).

4.6.3. Metoda pengumpulan data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, sehingga metoda pengumpulan data yang digunakan adalah metoda pengumpulan data arsip (archival), yaitu metoda pengumpulan data di basis data. Data tersebut berupa laporan keuangan dan daftar harga saham perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2001-2008.


(48)

4.6.4. Analisis data

Pengujian hipotesis pertama (H1) dan hipotesis kedua (H2) menggunakan

persamaan regresi berganda: DA = α+ β

1ADJSPREADi + β2TAi + e...(7)

Keterangan:

α = Konstanta

DA = Discretionary accruals

ADJSPREAD = Asimetri informasi TA = Ukuran perusahaan e = Error

Sebelum dilakukan analisis data akan dilakukan pengujian asumsi klasik. Dalam studi ini digunakan model regresi linier berganda. Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, uji autokorelasi, dan uji heterokesdastisitas. Hal ini bertujuan agar dalam model regresi memenuhi syarat BLUE (best linier unbiased estimator). Pengujian asumsi klasik yang dilakukan yaitu sebagai berikut:

1) Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji model regresi variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2001). Uji normalitas dapat dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika probabilitas lebih besar daripada alpha (α=0,05) maka asumsi normalitas terpenuhi.


(49)

2) Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini diperlukan untuk menguji model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadinya multikolonearitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas adalah dengan melihat VIF bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0.10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu pula sebaliknya.

3) Uji autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (terjadi pada data

time series) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (pada data cross sectional). Asumsi ini mengandung makna bahwa nilai faktor gangguan yang berurutan tidak tergantung secara temporer, artinya gangguan yang terjadi pada satu titik pengamatan tidak berhubungan dengan faktor-faktor gangguan lainnya. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (non-autokorelasi). Salah satu pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson, apabila Du < Dhit < (4 – Du) maka tidak terjadi autokorelasi.

4) Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau bebas dari heteroskedastisitas. Uji


(50)

heteroskedastisitas dalam penelitian menggunakan uji Glejser. Metoda ini dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual (Abs) terhadap variabel bebas. Jika tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada absolut residual, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

Hasil Pengujian hipotesis dilakukan dengan Uji t (uji regresi secara parsial). Uji t digunakan untuk menguji kedua hipotesis bahwa variabel bebas yang terdiri dari asimetri informasi dan ukuran perusahaan secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di bursa efek indonesia periode tahun 2001-2008. Variabel independen dinyatakan berpengaruh pada variabel dependen secara statistik signifikan apabila thitung lebih besar daripada ttabel atau pvalue lebih kecil dari 0,05.


(51)

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI antara tahun 2001 hingga tahun 2008. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI perioda 2001-2008 dengan menggunakan tahun dasar 2001 berjumlah 23 perusahaan. Perusahaan yang tidak memiliki laporan keuangan perioda tahun 1996-2008 sebanyak 9 perusahaan. Sebanyak 7 perusahaan yang tidak memiliki daftar harga saham lengkap, sehingga hanya 7 perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini dengan 56 pengamatan. Tabel 5.1 merupakan tabel hasil pengambilan sampel berdasarkan metoda purposive sampling. Daftar perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat disajikan pada Lampiran 1.

Tabel 5.1

Pengambilan Sampel Penelitian

Kriteria Pengambilan Sampel: Jumlah

Jumlah perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2001-2008 dengan tahun dasar 2001

23

Perusahaan yang tidak memiliki laporan keuangan perioda 1996-2008 (9) Perusahaan yang tidak memiliki daftar harga saham lengkap (7)

Jumlah perusahaan yang menjadi sampel 7 Jumlah pengamatan (7x8 perioda amatan) 56


(52)

5.2. Statistik Deskriptif

Tabel 5.2 menunjukkan nilai terendah (minimum), nilai tertinggi (maximum), rata-rata (mean), dan deviasi standar (standart deviation) dari masing-masing variabel. Statistik deskriptif variabel DA (manajemen laba) menunjukkan nilai minimum -0,50 dan nilai maksimum 0,41 dengan rata-rata -0,0221 dan standar deviasi 0,15254 yang berarti terjadi perbedaan nilai DA yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya yaitu sebesar 0,15254. Variabel ADJSPREAD (asimetri informasi) nilai minimumnya -6,14 dan maksimum 15,82 dengan rat-rata -0,0005 dan standar deviasi 4,83832 yang berarti terjadi perbedaan nilai ADJSREAD yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya yaitu sebesar 4,83832. Variabel LnTA (ukuran perusahaan) nilai minimum 26,85 dan maksimum 32,94 dengan rat-rata 30,9794 dan deviasi standar 1,23970 yang berarti terjadi perbedaan nilai LnTA yang diteliti terhadap nilai rata-ratanya yaitu sebesar 1,23970. Nilai rata-rata DA untuk perusahaan perbankan adalah negatif, hal tersebut menandakan bahwa pada perioda tahun 2001-2008 perusahaan perbankan di Indonesia melakukan praktik manajemen laba dengan pola meminimalkan labanya.

Tabel 5.2 Statistik Deskriptif

N Minimum Maksimum Rata-rata Deviasi Standar

DACC 56 -0,50 0,41 -0,0221 0,15254

ADJSPREAD 56 -6,14 15,82 -0,0005 4,83832

LnTA 56 26,85 32,94 30,9794 1,23970


(53)

5.3. Hasil Pengujian Asumsi Klasik 5.3.1. Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji model regresi variabel dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal (Ghozali, 2001). Hasil uji normalitas data awal menunjukkan semua variabel mempunyai nilai probabilitas signifikansi di atas nilai α=0,05 kecuali variabel total aktiva dengan nilai probabilitas signifikansi dibawah nilai α=0,05. Apabila nilai probabilitas signifikansi dibawah nilai α=0,05, hal ini menunjukkan data tersebut tidak berdistribusi normal. Untuk variabel yang tidak berdistribusi normal ditransformasi dengan menggunakan logaritma natural (ln). Setelah dilakukan transformasi data terhadap variabel total aktiva didapat hasil semua variabel berdistribusi normal karena nilai probabilitas signifikansi lebih besar dari nilai

α=0,05. Pengujian normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov

menunjukkan tingkat signifikansi 0,281. Angka ini lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual berdistribusi normal (Lampiran 3).

5.3.2. Uji multikolinearitas

Uji multikolinearitas ini diperlukan untuk menguji model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadinya korelasi diantara variabel bebas atau tidak terjadinya multikolonearitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya masalah multikolinearitas adalah dengan melihat VIF bila nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance diatas 0.10, maka tidak terdapat gejala multikolinearitas dan begitu


(54)

pula sebaliknya. Berdasarkan hasil pengujian yang ditunjukkan pada lampiran 3, nilai tolerance variabel bebas tidak kurang dari 10% atau 0,1 dan nilai Variance inflation factor (VIF) semuanya kurang dari 10 yang berarti tidak ada multikolearitas antar variabel independen.

5.3.3. Uji autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi diantara anggota-anggota dari serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu (terjadi pada data

time series) atau yang tersusun dalam rangkaian ruang (pada data cross sectional). Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi (non-autokorelasi). Pengujian gejala autokorelasi dilakukan dengan uji Durbin-Watson, apabila DU < Dw < (4 – Du) maka tidak terjadi autokorelasi. Berdasarkan hasil

pengujian, nilai Durbin-Watson yang diperoleh adalah sebesar 1,964. Nilai tersebut terletak diantara dU (1,64) dan 4-dU = 2,36. Dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat gejala autokorelasi dalam penelitian ini (Lampiran 3).

5.3.4. Uji heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Glejser. Hasil pengujian menunjukkan seluruh variabel bebas tidak berpengaruh pada nilai absolut residual. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi masing-masing


(55)

variabel dalam persamaan regresi diatas 0,05, hal ini berarti data bebas dari heteroskedastisitas (Lampiran 3).

5.4. Pengujian Hipotesis

Dalam pengujian terhadap normalitas data di depan telah dijelaskan bahwa untuk mengatasi distribusi variabel residual yang tidak normal (total aktiva) maka dilakukan transformasi terhadap data ke dalam bentuk logaritma natural (ln) (Ghozali, 2005), sehingga setelah mengalami perubahan tersebut maka model penelitian berubah menjadi:

DACC = α+ β

1ADJSPREADi + β2 LnTAi+ e...(8)

Perhitungan manajemen laba dalam penelitian ini menggunakan data lima tahun sebelum perioda penelitian, sehingga data yang diperlukan untuk menghitung manajemen laba yaitu dari tahun 1996. Penggunaan data lima tahun sebelum perioda penelitian karena dapat menghasilkan perhitungan manajemen laba yang lebih baik. Hasil pengujian hipotesis pertama dan kedua dapat dilihat pada Tabel 5.3 di bawah ini:

Tabel 5.3

Hasil Pengujian Hipotesis

Variabel Koefisien Regresi Std. Error t-hitung Signifikansi

Konstanta 0,320 0,123 2,597 0,012

ADJSPREAD 0,013 0,004 3,259 0,002

LnTA -0,010 0,004 -2,662 0,010

Adjusted R2 = 0,262 Sumber: Lampiran 4


(56)

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba dengan nilai thitung sebesar 3,259 dengan tingkat

signifikansi 0,002 lebih kecil dari 0,05. Ini berarti hipotesis pertama diterima atau didukung. Koefisien yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kondisi asimetri informasi semakin tinggi peluang yang dimiliki manajer untuk melakukan praktik manajemen laba.

Variabel independen ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba. Ukuran perusahaan memiliki thitung sebesar -2,662 dengan tingkat

signifikansi 0,010. Ini berarti hipotesis kedua yang diajukan dapat didukung. Hasil penelitian ini mendukung pandangan yang menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba, karena perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga mendapat tekanan yang lebih kuat.

Nilai adjusted R2 adalah 0,262. Ini berarti variabel bebas yaitu asimetri informasi dan ukuran perusahaan mampu menjelaskan variabel terikat manajemen laba sebesar 26,2 persen, sedangkan sisanya sebesar 73,8 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Berdasarkan hasil analisis di atas didapat model persamaan regresi:

DA = 0,320 + 0,013 ADJSPREAD - 0,010 LnTA

Koefisien asimetri informasi (ADJSPREAD) sebesar 0,013 berarti bahwa apabila manajemen laba naik dengan anggapan bahwa variabel yang lain konstan,


(57)

maka asimetri informasi akan naik 0,013. Sedangkan koefisien regresi ukuran perusahaan tetap sebesar -0,010 berarti bahwa apabila manajemen laba naik dengan anggapan bahwa variabel yang lainnya tetap, maka ukuran perusahaan akan turun 0,010.


(58)

BAB VI PEMBAHASAN

6.1. Pengaruh Asimetri Informasi pada Praktik Manajemen Laba

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba dengan nilai thitung sebesar 3,259

dengan tingkat signifikansi 0,002. Hasil pengujian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati, dkk.(2006), Halim, dkk. (2005) dan Richardson (1998) yang menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh pada praktik manajemen laba.

Rahmawati, dkk. (2006) menguji pengaruh asimetri informasi pada praktik manajemen laba. Rahmawati, dkk. (2006) menggunakan 120 observasi dengan lima tahun penelitian yaitu dari tahun 2000-2004 dan dilakukan di perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Asimetri informasi diukur dengan menggunakan relative bid-ask spread dan manajemen laba diukur dengan menggunakan Modified Jones Model. Teknik analisis data yang digunakan yaitu regresi sederhana. Hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa variabel independen asimetri informasi berpengaruh secara positif signifikan dan mampu menjelaskan variabel dependen manajemen laba.

Halim, dkk. (2005) menguji pengaruh asimetri informasi pada manajemen laba. Halim, dkk. (2005) menggunakan 34 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dan termasuk Indeks LQ-45 tahun 2001 berturut-turut selama 2 periode (periode Februari 2001 dan Agustus 2001) dan tahun 2002


(59)

berturut-turut selama 2 periode (periode Februari 2002 dan Agustus 2002). Asimetri informasi dukur dengan menggunakan bid-ask spread. Manajemen laba diukur dengan menggunakan Modified Jones Model. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh pada manajemen laba. Richardson (1998) meneliti hubungan asimetri informasi dan manajemen laba pada semua perusahaan yang terdaftar di NYSE periode akhir Juni selama 1988-1992. Hasil penelitiannya bahwa terdapat hubungan yang sistimatis antara asimetri informasi dan tingkat manajemen laba.

Relative bid-ask spread digunakan untuk mengukur asimetri informasi dan manajemen laba diukur dengan menggunakan Modified Jones Model dalam penelitian ini. Statistik deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata akrual diskresioner untuk perusahaan perbankan adalah sebesar -0,0221 dan angka ini nilainya negatif. Hal tersebut menandakan bahwa pada perioda tahun 2001-2008 perusahaan perbankan di Indonesia melakukan praktik manajemen laba dengan pola meminimalkan labanya.

Pengujian hipotesis menunjukkan bahwa asimetri informasi berpengaruh positif pada praktik manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi asimetri informasi semakin tinggi peluang yang dimiliki manajer untuk melakukan praktik manajemen laba. Asimetri informasi terjadi karena manajer lebih mengetahui informasi perusahaan dibandingkan pihak lain (pemilik atau pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti


(60)

laporan keuangan. Akan tetapi informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya. Asimetri antara manajemen (agent) dengan pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk bertindak oportunis, yaitu memperoleh keuntungan pribadi (manajemen laba).

6.2. Pengaruh Ukuran Perusahaan pada Praktik Manajemen Laba

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif pada praktik manajemen laba. Hal ini karena ukuran perusahaan memiliki thitung sebesar -2,662 dengan tingkat signifikansi 0,010. Hasil

pengujian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Moses (1997), Marrakchi (2001), Veronica dan Siddharta (2005), Halim, dkk. (2005) dan Rahmawati, dkk. (2006). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada praktik manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Marihot dan Doddy (2007), Jin dan Machfoeds (1998), Salno dan Baridwan (2000), Jatiningrum (2000), serta Nasser dan Herlina (2003, yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh pada praktik manajemen laba.

Marrakchi (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil, karena perusahaan-perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Veronica dan Siddharta (2005) meneliti di BEJ (BEI) pada


(1)

Lampiran 1

Tabel 1 Daftar Perusahaan Sampel

NO NAMA PERUSAHAAN KODE

1 PT. Bank Pan Indonesia Tbk PNBN

2 PT. Bank Negara Indonesia (PERSERO) Tbk BBNI

3 PT. Bank Niaga Tbk BNGA

4 PT. Bank Internasional Indonesia Tbk BNII

5 PT. Bank Permata Tbk BNLI

6 PT. Bank NISP Tbk NISP


(2)

71

No. Kode Perusahaan Tahun DA ADJSPREAD TA (Rp)

1 PNBN 2001 -0,101020706 -5,56726 23589175000000

2 BBNI 2001 0,008824379 4,50818 120053150000000

3 BNGA 2001 -0,50304748 2,47571 22982322000000

4 BNII 2001 -0,132257291 13,62261 30754397000000

5 BNLI 2001 -0,436432153 7,13151 13001599679781

6 NISP 2001 -0,158706873 7,16494 7137365533193

7 INPC 2001 -0,377245349 -6,00129 719622493940

8 PNBN 2002 -0,03065285 2,39007 15940612000000

9 BBNI 2002 0,035234901 3,64801 125623157000000

10 BNGA 2002 0,090872814 8,8107 22837562000000

11 BNII 2002 0,018511072 -6,17395 36342939000000

12 BNLI 2002 0,406947001 15,61585 28027532000000

13 NISP 2002 0,01419548 8,63182 10811350396000

14 INPC 2002 -0,381321477 -6,31956 528859713101

15 PNBN 2003 0,049850476 -0,04292 18856978000000

16 BBNI 2003 0,026894778 4,44772 131623157000000

17 BNGA 2003 0,014603999 -1,62849 23749329000000

18 BNII 2003 -0,048181253 -3,33877 34728751000000

19 BNLI 2003 0,060826375 8,53528 29034831000000

20 NISP 2003 0,030911279 -0,6157 15434574284000

21 INPC 2003 -0,159435485 -1,63141 457106693757

22 PNBN 2004 0,047846215 -4,71255 23937439000000

23 BBNI 2004 0,050266359 2,07076 136486870000000

24 BNGA 2004 0,138114102 -3,33216 30798312000000

25 BNII 2004 0,173404201 -4,86346 36077143000000

26 BNLI 2004 0,005363554 -0,23704 31756642000000

27 NISP 2004 0,017361196 -0,029 17877066000000

28 INPC 2004 -0,396559648 -2,67964 8841642321935

29 PNBN 2005 -0,047633412 -2,23339 36919444000000

30 BBNI 2005 0,014040812 0,96287 147812206000000

31 BNGA 2005 -0,004569725 -3,57533 41579861000000

32 BNII 2005 -0,023154199 -3,477 49026180000000

33 BNLI 2005 0,13177641 -1,87386 34782459000000

34 NISP 2005 -0,021248869 -3,30236 20041565000000


(3)

Sumber: data diolah, 2010

36 PNBN 2006 0,093767303 -0,43531 40514476500000

37 BBNI 2006 -0,041923443 2,22855 169415573000000

38 BNGA 2006 -0,01226294 0,7961 46544346000000

39 BNII 2006 0,018250588 -3,77303 53102230000000

40 BNLI 2006 -0,025615671 -0,35864 37841524000000

41 NISP 2006 0,021056795 -2,42992 24205990000000

42 INPC 2006 0,00488441 -6,22528 11046115933070

43 PNBN 2007 0,057864322 0,70429 53470645000000

44 BBNI 2007 -0,061549084 1,19222 183341611000000

45 BNGA 2007 0,016585938 -0,58801 54885576000000

46 BNII 2007 0,083262945 -3,75441 55148453000000

47 BNLI 2007 0,013204349 -2,84911 39298423000000

48 NISP 2007 0,053487244 -3,30548 28969069000000

49 INPC 2007 0,020805147 -1,98223 11282575735688

50 PNBN 2008 0,030358339 -0,88983 64391915000000

51 BBNI 2008 0,05723669 1,89477 201741069000000

52 BNGA 2008 0,074708904 10,63927 103197574000000

53 BNII 2008 0,020930908 -2,14983 56855129000000

54 BNLI 2008 -0,087482746 -4,33519 54059522000000

55 NISP 2008 -0,151124976 -4,39578 34245838000000


(4)

73 Pengujian Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

56 ,0000000 ,13300184 ,132 ,132 -,127 ,990 ,281 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Unstandardiz ed Residual

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Pengujian Multikolinearitas

Pengujian Autokorelasi

Coefficientsa

,320 ,123 2,597 ,012

,013 ,004 ,384 3,259 ,002 ,968 1,033

-,010 ,004 -,313 -2,662 ,010 ,968 1,033

(Constant) ADJSPREAD LN_TA Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig. Tolerance VIF

Collinearity Statistics

Dependent Variable: DA a.

Model Summaryb

,537a ,288 ,262 ,13108 1,964

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), LN_TA, ADJSPREAD

a.

Dependent Variable: DA b.


(5)

Pengujian Heteroskedastisitas

ANOVAb

,010 2 ,005 ,510 ,604a

,526 53 ,010

,536 55

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), LN_TA, ADJSPREAD a.

Dependent Variable: ABRES b.

Coefficientsa

,175 ,094 1,870 ,067

-,001 ,003 -,029 -,207 ,837

-,003 ,003 -,140 -1,009 ,317

(Constant) ADJSPREAD LN_TA Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: ABRES a.


(6)

Lampiran 4

Hasil Pengujian Hipotesis

Coefficientsa

,320 ,123 2,597 ,012

,013 ,004 ,384 3,259 ,002

-,010 ,004 -,313 -2,662 ,010

(Constant) ADJSPREAD LN_TA Model

1

B Std. Error

Unstandardized Coefficients

Beta Standardized

Coefficients

t Sig.

Dependent Variable: DA a.

Model Summaryb

,537a ,288 ,262 ,13108 1,964

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson Predictors: (Constant), LN_TA, ADJSPREAD

a.

Dependent Variable: DA b.