28
mempengaruhi khalayaknya Film memberi dampak pada setiap penontonnya,.
Tidak sedikit film yang mengangkat cerita nyata atau sungguh-sungguh terjadi dalam masyarakat. Banyak muatan-muatan pesan ideologis di dalamnya, sehingga
pada akhirnya dapat mempengaruhi pola pikir para penontonnya. Sebagai gambar yang bergerak, film adalah reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya. Pada
hakikatnya, semua film adalah dokumen sosial dan budaya yang membantu mengkomunikasikan zaman ketika film itu dibuat bahkan sekalipun ia tak pernah
dimaksudkan untuk itu.
C. Jenis Film
Dalam film ada beberaba genre dan setiap genre mempunyai karakter masing masing, genre film-film dibedakan dalam berbagai macam menurut cara
pembuatan, alur cerita dan si para tokohnya. Adapun jenis-jenis film yaitu:
28
1. Film Laga Action Movies Film Action memiliki banyak efek menarik seperti kejar -kejaran
mobil dan perkelahian senjata, melibatkan stuntmen. Mereka biasanya melibatkan kebaikan dan kejahatan, jadi, perang dan kejahatan adalah
bahassan yang umum di film jenis ini. Film action biasanya p rlu sedikit usaha untuk menyimak, karena plotnya biasanya sederhana. Misalnya, dalam
Die Hard, teroris mengambil alih gedung pencakar langit dan meminta banyak uang dalam pertukaran untuk tidak membunuh orang-
28
Heru Effendy, Mari Membuat Film, Jakarta: Erlangga, 2009, hal. 3.
29
orang yang bekerja di sana. Satu orang entah bagaimana berhasil menyelamatkan semua orang dan menjadi pahlawan.
2. Petualangan Adventure
Film ini biasanya menyangkut seorang pahlawan yang menetapkan pada tugas untuk menyelamatkan dunia atau orang-orang yang dicintai.
3. Animasi Animated Film menggunakan gambar buatan, seperti babi yang berbicara untuk
menceritakan sebuah cerita. Film ini menggunakan gambaran tangan, satu frame pada satu waktu, tetapi sekarang dibuat dengan komputer.
4. Komedi Comedies Film lucu tentang orang-orang yang bodoh atau melakukan hal-hal
yang tidak biasa yang membuat penonton tertawa. 5. Dokumenter
Film jenis ini sedikit berbeda dengan film-film kebanyakan. Jika rata- rata film adalah fiksi, maka film ini termasuk film non fiksi, dimana film ini
menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan.
6. Horor Film ini menggunakan rasa takut untuk merangsang penonton. Musik,
pencahayaan dan set tempat buatan manusia di studio film di mana film ini dibuat yang semuanya dirancang untuk menambah perasaan takut para
penonton.
30
7. Romantis
Film percintaan membuat kisah cinta romantis atau mencari cinta yang kuat dan murni dan asmara merupakan alur utama dari film ini. Kadang-
kadang, tokoh dalam film ini menghadapi hambatan seperti keuangan, penyakit fisik, berbagai bentuk diskriminasi, hambatan psikologis atau
keluarga yang mengancam untuk memutuskan hubungan cinta mereka
29
. 8. Drama
Film ini biasanya serius, dan sering mengenai orang yang sedang jatuh cinta atau perlu membuat keputusan besar dalam hidup mereka. Mereka
bercerita tentang hubungan antara orang-orang. Mereka biasanya mengikuti plot dasar di mana satu atau dua karakter utama harus mengatasi kendala
untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan
D. Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Peranan film sebagai media komunikasi massa sudah muncul sejak berdirinya Indonesia. Namun pasca Dekrit Presiden Juli 1959, komunikasi massa
mengalami massa peralihan. Peralihan yaitu antara komunikasi massa liberalis yang ingin ditinggalkan, menuju pada komunikasi massa sosialis yang merupakan
harapan selanjutnya. Keberadaan komunikasi massa, termasuk film, pada akhirnya terombang ambing. Akan tetapi, keberadaan film sebagai komunikasi massa pun
dipertegas dalam Ketetapan MPRS No. IU MPRS 1960,
29
http:en.wikipedia.orgwikiRomance_film di akses pada tanggal 05 Agustus 2013.
31
yang dituliskan bahwa film bukanlah semata-mata dagangan, tapi juga merupakan
alat pendidikan dan penerangan
30
. Tentu film yang diharapkan dalam MPRS ini adalah film sebagai media
untuk membentuk masyarakat Indonesia yang sosialis, seperti yang menjadi orientasi negara. Harapan Ketetapan MPRS agar film menjadi penggerak massa
yang mendukung pembangunan, nampaknya tidak terkabul. Masih banyak film Indonesia pada masa itu yang komersil, yang merupakan sisa sisa faham kapitalis
liberalis. Demi mendapat keuntungan semata, kualitas film pun rendah, tak diperhatikan oleh sang pembuat. Hakikat film sebagai media komunikasi massa
alat penerangan dan alat pendidikan menjadi “kabur”. Permasalahan ini kemudian diatasi pemerintah dengan mengeluarkan tentang
“Pembinaan Perfilman”. Undang-Undang yang mengatur perfilman Indonesia saat ini pun masih
menghendaki bahwa film sebagai media komunikasi massa, yaitu Undang-Undang RI No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman yang merupakan produk Orde Baru dan
masih menjadi pro kontra atas relevansinya untuk masa reformasi ini. Dalam pasal 5, dituliskan bahwa: “Film sebagai media komunikasi massa pandang dengar
mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi”. Dalam Undang-Undang ini jelas bahwa pemerintah
menginginkan film yang tidak hanya komersil, tetapi juga media pendidikan dan media untuk mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia. Keberadaan film
sebagai media komunikasi massa, seperti yang diharapkan oleh pemimpin
30
Sumarno, Marselli, 1966, Dasar-Dasar Apresiasi Film, Gramedia Widiasarana, Jakarta