MAKNA PERLAWANAN DALAM FILM DOCUMENTER SETITIK ASA DALAM LUMPUR (Analisis Semiotik Model Roland Barthes).

(1)

MAKNA PERLAWANAN DALAM FILM DOCUMENTER SETITIK ASA

DALAM LUMPUR

(Analisis Semiotik Model Roland Barthes)

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Guna MemenuhiSalah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Komunikasi (S.I Kom)

Oleh :

Yudi Alfan

B06211036

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAMNEGERI SUNAN AMPELSURABAYA

2015


(2)

MAKNA PERLAWANAN DALAM FILM DOCUMENTER SETITIK ASA

DALAM LUMPUR

(Analisis Semiotik Model Roland Barthes)

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Guna MemenuhiSalah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Komunikasi (S.I Kom)

Oleh :

Yudi Alfan

B06211036

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

JURUSAN KOMUNIKASI

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAMNEGERI SUNAN AMPELSURABAYA

2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Yudi Alfan B06211036. Makna Perlawanan Dalam Film Dokumenter Setitik Asa

Dalam Lumpur (Analisis Semiotik Model Roland

Bartnes)”Skripsi 2015 Program Studi Ilmu Komunikasi

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam

Negeri Sunan Ampel Surabaya

Kata Kunci: Makna perlawanan,film documenter setitik asa dalam lumpur, Model

semiotika Roland Bartnes

Film merupakan serangkaian gambar diam yang bila ditampilkan pada

layar, menciptakan ilusi gambar karena bergerak. Film saat ini menjadi

hiburan disegala kalangan. Film yang baru baru ini menjadi sebuah tontonan

yang memili tingkat kepercayaan tinggi yakni film dokumenter salah satunya

adalah film setitik asa dalam lumpur dimana film ini merupakan film yang

sangat berpengaruh dikarenakan diangkat dari fenomena musibah yang

terjadi dimasyarakat.Ada dua persoalan dalam skripsi ini, yaitu (1) Apa saja

simbol perlawanan yang ada dalam film setitik asa,? (2) Apa makna simbol

perlawanan yang ada dalam film setitik asa ? Penelitian ini bertujuan

(1)Untuk mengetahui apa saja simbol perlawanan dalam film tersebut, (2)

Untuk mengetahui apa makna simbol perlawanan dalam film tersebut.

Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kritis dengan

menggunakan analisi semiotik Roland Barthes dengan menggunakan

pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan pengamatan pada

film setitik asa dalam lumpur. Untuk mengkaji film dalam perspektif

semiotik, film setitik asa dalam lumpur berbentuk audio visual, maka teknik

pengumpulan datanya dengan cara di play dalam file yang berada dalam

komputer.Penelitian ini menemukan temuan-temuan sebagai berikut: simbol

perlawanan dalam film setitik asa dalam lumpur adalah berupa gambar, suara

dan daramatisasi benda dan media expresi tuntutan warga. makna

perlawananan dalam scene film setitik asa adalah Perlawanan Dari

Ketidaknyamanan, Perlawanan Dari Penanganan Yang Salah, Makna

Perlawanan Sebagai Tuntutan, Makna Perwalanan Sebagai Motivasi Hidup,

Makna Perlawanan Sebagai Persatuan. Makna makna ini sangat bermanfaat

bagi masyarakat yang bisa mengambil sudut positif dari musibah yang

terdapat dalam film tersebut.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL PENELITIAN ... i

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI………... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ...

V

iii

DAFTAR ISI ... ix

BAB 1 : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu... 4

F. Definisi Konsep ... 5

G. Kerangka Pikir Penelitian ...

………8

H. Metode Penelitian ...

………10


(8)

2. Waktu dan Objek Penelitian……….18

3. Jenis dan Sumber Data………..19

4. Tahapan Penelitian………19

5. Teknik Pengumpulan Data………20

6. Teknik Analisis Data……….21

I. Sistematika Pembahasan………..21

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA………23

A. Pengertian Komunikasi……….23

B. Pengertian Pesan………25

C. Jenis Film………...28

D. Film Sebagai Media Komunikasi Massa………30

E. Definisi Semiotik………...32

F. Pengertian Tanda………34

G. Semiologi dan Semiotik……….36

H. Teori yang Relevan………37

BAB III : PAPARAN DATA PENELITIAN………40

A. Deskripsi Subyek, Objek, dan Wilayah Penelitian………40

B. Data Penelitian………...44

C. Wilayah Penelitian……….46

BAB IV : ANALISIS DATA………86

A. Temuan Penelitian………….………86

B. Konfirmasi Hasil Temuan DEngan Teori……….94


(9)

A.

Kesimpulan ……….…... 96

B.

Saran ………...98

DAFTAR PUSTAKA………...……….100

LAMPIRAN

LAMPIRAN

1.

Berita acara proposal

2.

Berita acara ujian skripsi

3.

Kartu Konsultasi Skripsi

4.

Biodata Peneliti


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Seiring perkembangan zaman cara menyatakan pendapat atau gagasan pada era sekarang bukan hanya melalui lisan namun ada berbabagai cara untuk meluapkan ekspresi dalam menyatakan suatu pernyataaan, ada berbagai media cetak tulis dan gambar serta visual yang menjadi wadah untuk memaknai sebuah provokasi atau pndapat terhadap sebuah masalah. Peranan film sebagai media komunikasi massa sudah muncul sejak berdirinya Indonesia. Namun pasca Dekrit Presiden Juli 1959, komunikasi massa mengalami massa peralihan. Peralihan yaitu antara komunikasi massa liberalis yang ingin ditinggalkan, menuju pada komunikasi massa sosialis yang merupakan harapan selanjutnya. Keberadaan komunikasi massa, termasuk film, pada akhirnya terombang-ambing. Akan tetapi, keberadaan film sebagai komunikasi massa pun dipertegas dalam Ketetapan MPRS/ No. II/ MPRS/ 1960, yang dituliskan bahwa film bukanlah semata-mata barang dagangan, tapi juga merupakan alat pendidikan dan penerangan (dalam Lee, 1965:149). Tentu film yang diharapkan dalam MPRS ini adalah film sebagai media untuk membentuk masyarakat Indonesia yang sosialis, seperti yang menjadi orientasi negara1.

Beberapa tahun silam terjadi tragedi bencana alam yang sempat manjadi sorotan public akibat kelalaian sebuah instansi, lumpur lapindo di sidoarjo Banjir

1

http://revafilm.blogspot.com/filmdokumenter


(11)

2

lumpur panas Sidoarjo, juga dikenal dengan sebutan Lumpur Lapindo atau Lumpur Sidoarjo adalah peristiwa menyemburnya lumpur panas di lokasi pengeboran Lapindo Brantas Inc. di Dusun Balongnongo Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Indonesia, sejak tanggal 29 Mei 20062. Semburan lumpur panas selama beberapa bulan ini menyebabkan tergenangnya kawasan permukiman, pertanian, dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Beberapa dampak juga merugikan warga di sekitar lumpur tersebut. Proses penangulangan dengan pembuatan tanggul juga menuai dampak negative bagi ekologi dan lungkungan para penduduk di area tersebut yang telah menjadi korban,

Anehnya hingga saat ini permasalahan ini belum bisa teratasi oleh pemerintah maupun pihak yang bertanggung jawab atas kejadian ini,, beberapa masyarakat yang jadi korban lambat laut mulai berdiri sendiri, tanpa adanya tanggung jawab penuh dari pihak pemerintah maupun yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Pada pertenggahan tahun 2012 sebuah film dokumentersempat menjadi sorotan hingga mampu di ekspos oleh festifal film di prancis, Dalam film tersebut menceritakan tentang penderitaan warga sekitar lumpur yang sampai saat ini belum bisa teratasi.dalam masa itu juga sebuah fenomena politik menuai beberapa provokasi dalam kompetisi dinggin, berepa pertanyaan mengenai, subjectifitas dan pertempuran kekuasaan politik mulai terjadi. Dalam hal ini ada beberapa pihak yang mungkin menjadi korban dalam kasus ini, yang sampai saat ini tidak bisa terselesaikan , sebuah pertanyaan lain 2


(12)

3

menjadi pro dan kontra apa yang ada dibalik provokasi tersebut. Batasan perlawanan dan motif apa yang melatarbelakanggi sebuah perang politik dari sudut media massa ,khususnya film yang seakan menjadi provokasi yang menyudutkan beberapa pihak. Beberapa tanda mengenai hal itu, dimunculkan dalam sebuah film..

B. Rumusan Masalah

1. Apa saja simbol perlawanan yang ada dalam film setitik asa,? 2. Apa makna simbol perlawanan yang ada dalam film setitik asa ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa saja simbol perlawanan dalam film tersebut, 2. Untuk mengetahui apa makna simbol perlawanan dalam film tersebut.

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: sebuah pengetahuan bagi masyarakat mengenai cara untuk menyampaikan gagasan melaui tanda tanda dalam sebuh karya visual, dan juga menjadi media informasi tentang fenomena kontroversi yang terjadi dalam film tersebut

2. Manfaat Teoritis

Manfaat praktis yang dapat diambil dari penelitian ini antara lain: bisa menjadi landasan dalam sebuah teori pemikiran dalam metode analisis dan


(13)

4

provokasi terhadap sebuah karya, dan menjadi referensi baru bagi para intelektual

E. Kajian Hasil Penelitian Terdahulu

Dalam kajian hasil penelitian terdahulu disini temukan sebuah penelitian terdahulu berjenis skripsi dari mahasiswa ilmu sosial dengan judul Pemaknaan Perlawanan Intelektual Tokoh Gie Dalam Naskah Skenario oleh Christian A. Pramudia, S.Sos, penelitian ini mengunakan metode penelitian pendekatan semiotika Roland Barthes, hasil temuan dalam penelitian terdapat sebuah provokasi dalam skenario naskah film dan beberapa motif perlawanan intelektual organisasi mahasiswa. Penelitian ini juga bertujuan mengetahui serta menginterpretasikan makna tanda-tanda yang terdapat dalam naskah skenario film GIE. Dapat ditarik kesimpulan untuk masalah perbedaan penelitian dengan penelitian yang diambil, untuk makna perlawanan dalam penelitan ini lebih kearah perlawanan yang bersifat inteletual sedangkan yang akan saya teliti lebih ke provokasi yang diangkat dari fenomena konflik yang terdapat di masyarakat, dilihat dari sudut pandang obyek yang deliti penelitian memiliki perbedaan yakni antara fiksi dan dokumenter dalam perjabaranya, untuk kajian yang terdahulu memiliki obyek naskah film yang bersifat fiksi yaitu provokasi bisa langsung terselib disebuah adegan dan rangkaian scene yang bisa diatur

Sedangkan untuk yang akan saya teliti dalam jenis dokumenter yaitu sebuah film yang di ambil dari kejadian sebenarnya dan juga gambar sebenarnya yang benar benar terjadi di lapangan namun tidak dipungkiri sebuah simbol


(14)

5

pemaknaan bisa terselip di scene yang berasal dari intrepretasi tanggapan dari korban.

F. Definisi Konsep

Mendefinisikan istilah sebagaimana dalam judul yakni sebuah penulisan/ pembahasan merupakan salah satu sarana untuk mendapatkan titik persamaan itu sendiri. Oleh karena itu dipandang perlu untuk menguraikan secara singkat tentang beberapa istilah dari judul “makna perlawanan dalam film dokumentersetitik asa dalam lumpur”.

Pada hakikatnya judul tersebut mengandung tiga perngertian pokok, yaitu ; “Semiotika”, “perlawanan”, “Film dokumenter setitik asa dalam lumpur”

1. Semiotika

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda adalah perangkat yang dipakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, ditengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiology, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to Sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukkan dengan mengkomunikasikan (to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkostitusi sistem terstruktur dari tanda.3 Semiotika memiliki tiga wilayah kajian :

3


(15)

6

a. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda di dalam menghasilkan makna, dan cara tanda-tanda tersebut berhubungan dengan orang yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami di dalam kerangka penggunaan/konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda tersebut.

b. Kode-kode atau sistem di mana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini melingkupi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi saluran-saluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut.

c. Budaya tempat di mana kode-kode dan tanda-tanda beroperasi. Hal ini pada gilirannya bergantung pada penggunaaan dari kode-kode dan tanda-tanda untuk eksistensi dan bentuknya sendiri.4

2. Makna

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu 5 Kata-kata yang berasal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah 4

John Fiske. Pengantar Ilmu komunikasi edisi ketiga. Penerjemah Hapsari Dwiningtyas. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada. 2012.

5


(16)

7

dipahami, dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.

3. Perlawanan

Pengertian Perlawanan Definisi Teori Menurut Para Ahli - Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber6. merupakan kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada pihak lain walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengah- tengah mereka. Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai) gerakan sosial atau social movement, yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang berbeda dengan sebelumnya7. Scott (2000) mendefinisikan perlawanan

sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim (minsalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau kelompok superordinat terhadap mereka8. Scott (2000) membagi perlawanan tersebut yaitu :

1) Perlawanan publik atau terbuka (public transcript) 2) Perlawanan tersembunyi atau tertutup (hidden transcript) 6

Hikam, M.A.S., 1990, Perlawanan Sosial: Telaah Teoritis dan Beberapa Studi Kasus,Prisma, LP3ES, Jakarta.

7 Ibid 8

Hikam, M.A.S., 1990, Perlawanan Sosial: Telaah Teoritis dan Beberapa Studi Kasus,Prisma, LP3ES, Jakarta.


(17)

8

Kedua bagian tersebut menjelaskan tentang artikulasi perlawanan bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya. Perlawanan terbuka dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superordinat. Sementara perlawanan sembunyi-sembunyi dikarakteristikan oleh adanya interaksi tertutup

4. Film Dokumenter Setitik Asa

Film ini merupakan film yang menjadi sorotan seiring dengan fenomena dunia mengenai sebuah bencana di Indonesia yang belum menemui titik terang yakni bencana lumpur lapindo, film ini merupakan seorang mahasiswa yang mengikuti kompetisi film dokumenter disebuah instansi media, dengan fenomena serta reality dan data yang kuat film ini bisa menjadi juara dan sampai tembus kompetisi film dokumenter tertua di dunia yakni di Prancis, dengan sorotan yang sama sorotan penderitaan masyarakat akibat bencana tersebut.

G. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penulis dimulai dari makna perlawanan dan batasan pemaknaan tersebut yang dilanjutkan dengan pengamatan terhadap film dokumenter setitik asa dalam lumpur dimana adegan-adegan dalam scene-scene yang mengandung makna perlawanan yang kemudian dianalisa dengan teori semiotik Roland Barthes. Sehingga penelitian ini mengetahui dan menginterpretasikan makna perlawanan tersebut.


(18)

9

Semiotik

Simbol dalam film

Mengetahui Menginterpretasi

makna

makna

Dasar dan tujuan perlawanan

Teori Kebutuhan Manusia

Film setitik asa

Bagan 1.1 Kerangka pikir penelitian

Semiotik secara etimologi, istilah semiotik berasal dari kata yunani semeion yang berarti “tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. secara terminologi semiotic dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas obyek-obyek, peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda9. Dalam bagan ini semiotik di fungsikan untuk mengindefikasi makna sebuah tanda yang terdapat dalam sebuah alur visualisasi dalam film dokumenter setitik asa dalam lumpur.

Menurut teori sastra, simbol adalah sebagai obyek yang mengacu pada obyek lain tetapi juga menuntut perhatian pada dirinya sendiri10. Simbol adalah tanda yang menunjukan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda dan 9

Drs. Alex sobur M.Si. analisis teks Media. . Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. 2006. hlm 95 10


(19)

10

petanda. Dalam alur bagan yang ada di atas simboldisini merupakan sebuah kajian tanda yang memiliki Arti dan maksud yang bisa perpengaruh, interfrensi simbol disini adalah mengkaji sebuah alur yang terdapat pada scene film setitik asa dalam lumpur.

Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka tidak bisa memperoleh makna dari kata itu. Dalam hal ini sebuah makna harus dapat diketahui maksud dan tujuan di balik makna tersebut. Kajian mengenai makna pun bisa berarti motif.

Perlawanan adalah berasal dari kata lawan yang berarti kontra terhadap sesuatu. Perlawanan dalam hal ini merubakan makna yang timbul dari sebuah simboldari scene scene film tersebut. Perlawanan dengan dasar dan tujuan sehingga terciptanya sebuah simbol yang bisa diartikan dalam sebuah perlawanan.

Kajian teori untuk penelitian ini memakai teori kebutuhan manusia teori ini termasuk salah satu dari teori konflik sosial yang masuk dalam bagian teori mengenai penyebab konflik. Teori ini Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan.11 dalam teori ini bisa di korelasikan dengan dasar dan dan tujuan perlawanan sebab akibat adanya konflik tersebut.

11


(20)

11

Film yang dikaji disini adalah sebuah film juara pertama tahun 2012 dokumenter yang bercerita tentang realitas penderitaan warga akibat kejadian lumpur lapindo, dalam alur cerita banyak kejahatan dan penderitaan masyarakat yang sudah tidak terpenuhi lagi hak hak mereka untuk sebuah kesejahteraan hidup film ini berjudul setitik asa dalam lumpur.

H. Metode Penelitian

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang digunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian. Seperti juga teori, metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya, dan tidak bisa dinilai apakah suatu metode benar atau salah. Untuk menelaah hasil penelitian secara benar, tidak cukup sekedar melihat apa yang ditemukan peneliti, tetapi juga bagaimana peneliti sampai pada temuannya berdasarkan kelebihan dan keterbatasan metode yang digunakannya. Tetapi yang jelas, metode atau teknik penelitian apa pun yang digunakan, misalnya kuantitatif atau kualitatif, haruslah sesuai dengan kerangka teoritis yang diasumsikan.12

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini adalah paradigma kritis. Paradigma kritis pada dasarnya adalah paradigma ilmu pengetahuan yang

12

Deddy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. 2010, hlm. 145-146


(21)

12

meletakkan epistemologi kritik Marxisme dalam seluruh metodologi penelitiannya. Fakta menyatakan bahwa paradigma kritis yang diinspirasikan dari teori kritis tidak bisa melepaskan diri dari warisan Marxisme dalam seluruh filosofi pengetahuannya. Teori kritis pada satu pihak merupakan salah satu aliran ilmu sosial yang berbasis pada ide-ide Karl Marx dan Engels.13

Pengaruh idea marxisme-neo marxisme dan teori kritis mempengaruhi filsafat pengetahuan dari paradigma kritis. Asumsi realitas yang dikemukakan oleh paradigma adalah asumsi realitas yang tidak netral namun dipengaruhi dan terikat oleh nilai serta kekuatan ekonomi, politik dan sosial. Oleh sebab itu, proyek utama dari paradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang ditindas. Hal ini akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis memcoba membedah realitas dalam penelitian ilmiah, termasuk di dalamnya penelitian atau analisis kritis tentang teks media. Ada beberapa karakteristik utama dalam seluruh filsafat pengetahuan paradigma kritis yang bisa dilihat secara jelas.

Ciri pertama adalah ciri pemahaman paradigma kritis tentang realitas. Realitas dalam pandangan kritis sering disebut dengan realitas semu. Realitas ini tidak alami tapi lebih karena bangun konstruk kekuatan sosial, politik dan ekonomi. Pandangan paradigma kritis,

13

Norman K Denzin. (eds). Handbook of Qualitative Research. California:Sage Public. 2000., hlm 279-280


(22)

13

realitas tidak berada dalam harmoni tapi lebih dalam situasi konflik dan pergulatan sosial.14

Ciri kedua adalah ciri tujuan penelitian paradigma kritis. Karakteristik menyolok dari tujuan paradigma kritis yang ada dan eksis yaitu paradigma yang mengambil sikap untuk memberikan kritik, transformasi sosial, proses emansipasi dan penguatan sosial. Tujuan penelitian paradigma kritis adalah mengubah dunia yang tidak seimbang. Seorang peneliti dalam paradigma kritis akan mungkin sangat terlibat dalam proses negasi relasi sosial yang nyata, membongkar mitos, menunjukkan bagaimana seharusnya dunia berada.15

Ciri ketiga adalah ciri titik perhatian penelitian paradigma kritis. Titik perhatian penelitian paradigma kritis mengandaikan realitas yang dijembatani oleh nilai-nilai tertentu. Ini berarti bahwa ada hubungan yang erat antara peneliti dengan objek yang diteliti. Setidaknya peneliti ditempatkan dalam situasi bahwa ini menjadi aktivis, pembela atau aktor intelektual di balik proses transformasi sosial. Proses tersebut dapat dikatakan bahwa etika dan pilihan moral bahkan suatu keberpihakan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari analisis penelitian yang dibuat.

Karakteristik keempat dari paradigma kritis adalah pendasaran diri paradigma kritis mengenai cara dan metodologi penelitiannya. Paradigma kritis dalam hal ini menekankan penafsiran peneliti pada objek penelitiannya. Hal ini berarti ada proses dialogal dalam seluruh 14

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media. Yogyakarta:LKIS. 2001, hlm. 3-46 15

Norman K Denzin. (eds). Handbook of Qualitative Research. California:Sage Public. 2000, hlm 163-186


(23)

14

penelitian kritis. Dialog kritis ini digunakan untuk melihat secara lebih dalam kenyataan sosial yang telah, sedang dan akan terjadi.

Karakteristik keempat ini menempatkan penafsiran sosial peneliti untuk melihat bentuk representasi dalam setiap gejala, dalam hal ini media massa berikut teks yang diproduksinya. Maka, dalam paradigma kritis, penelitian yang bersangkutan tidak bisa menghindari unsur subjektivitas peneliti, dan hal ini bisa membuat perbedaan penafsiran gejala sosial dari peneliti lainnya.16

Konteks karakteristik yang keempat ini, penelitian paradigma kritis mengutamakan juga analisis yang menyeluruh, kontekstual dan multi level. Hal ini berarti bahwa penelitian kritis menekankan soal historical situatedness dalam seluruh kejadian sosial yang ada.17

b. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analisis isi Roland Barthes. Yakni lebih kepada deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik; bahwa datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau sebagaiman adanya, dengan mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya.18 Penelitian ini akan membuka potensi interpretatif-interpretatif alternatif dan peneliti diizinkan melakukan interpretasi secara subyektif. Kendati subyektifitas peneliti sangat mempengaruhi 16

Lawrence W Neuman. Social Research Methods. London:Allyn and Bacon. 2000, hlm 63-87 17

Norman K Denzin. (eds). Handbook of Qualitative Research. California:Sage Public. 2000., hlm 170

18

H Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty. 1996, hlm. 175


(24)

15

prosesi analisa, namun akan diupayakan mencapai tingkat obyektifitas dengan berpegang pada interpretatif yang tidak lepas dari realitas data agar tidak membias. Penelitian deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.19

Secara umum penelitian ini pada akhirnya akan menggambarkan pesan yang ada dalam „teks‟ film. Merujuk pada pemikiran Roland Barthes, teks tidak hanya berkaitan dengan aspek linguistik saja. Teks dipahami dalam arti luas seperti berita, film, iklan, fashion, fiksi, puisi, drama dan sebagainya. Sehingga peneliti lebih memilih untuk menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan analisis semiotik sebagai dasar penelitiannya. Dengan pertimbangan, semiotik melihat media sebagai struktur keseluruhan. Ia mencari makna yang laten atau konotatif. Analisis semiotik, menghendaki pengamatan secara menyeluruh dari semua isi berita (teks), termasuk cara pemberitaan (frame) maupun istilah-istilah yang digunakannya. Peneliti diminta untuk memperhatikan koherensi makna antar bagian dalam teks itu dan koherensi teks dengan konteksnya. Maka dari itu, metode penelitian kualitatif yang digunakan dalam analisis semiotik adalah interpretatif. Analisis semiotik bersifat kualitatif.

19


(25)

16

c. Unit Analisis

Dalam rumusan masalah, harus sudah terbayang pula apa yang menjadi unit analisis penelitian. Unit analisis ini menunjukkan apa atau siapa yang mempunyai karakteristik yang akan diteliti.20 Yang dimaksud unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subyek penelitian.21 Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah Scene dalam film, makna seni perlawanan dalam Film Setitik asa dalam lumpur, Karya Abdul Rozak, obyek yang akan diteliti adalah makna tanda-tanda yang dapat diungkap dalam film Setitik asa dalam lumpur. Sekilas tentang obyek film :

1) Profile Film

Film yang di kaji dalam penelitian ini berjudul setitik asa dalam lumpur, film ini merupakan film dari ajang kompetisi film dokumenter yang diselengarakan oleh Metro TV yaitu eagle award. Dan film ini memperoleh juara pertama pada tahun 2012. Bukan itu saja film ini juga sempat diikutkan sebagai salah satu film yang dilombakan difestival dokumenter tertua yang ada di Perancis. Film ini menceritakan tentang realita kehidupan yang berada di daerah Sidoarjo pasca bencana lumpur lapindo.

20

Irwan Suhartono. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1999, hlm. 29 21

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2012, hlm. 121


(26)

17

2) Scene Dalam Film

dalam fim dokumenter ini terdapat 10 scene yang dalam tiap scene di ikuti nara sumber yang membuat alur cerita melalui pernyataan nara sumber tersebut.

Scene 1 dalam scene ini adalah opening. Yang berisi tentang visual dampak lumpur lapindo dan masyarakat yang terkena imbas serta data terkait kejadian tersebut

Scene 2 dalam scene ini masuk ke prolog cerita di awali dengan lokasi lumpur serta pernyataan oleh narasumber pertama yang disini narasumber pertama berperan sebagai orang yang mengiring alur cerita dalam film ini.

Scene 3 dalam scene ini masuk ke narasumber ke dua, yaitu masyarakat dengan kegiatanya serta pernyataan mengenai kesusahan yang dialaminya terkait dampat lumpur lapindo.

Scene 4 dalam scene ini diawali dengan gambar bungga yang diartikan sebagai kuburan yang telah hilang dan ditekan dengan pernyataan oleh narasumber ke tiga yakni masyarakat yang mengalami kerugian karena kejadian bencana tersebut.

Scene 5 kembali ke narasumber pertama yang memberi sebuah ulasan dan mengiring alur cerita dalam film ini

Scene 6 dalam scene ini set lokasi berada di sebuah sekolah SD dengan adegan mengajar dan komentar dari guru


(27)

18

mengenai dampak lumpur lapindo bagi pendidikan dan anak anak.

Scene 7 kembali ke pernyataan narasumber pertama yang menekan alur cerita sesuai dengan ilustrasi dampak yang divisualisasikan.

Scene 8 masuk ke solusi atau alur akhir dicerita ini yakni setting lokasi sangar kegiatan masyarakat dan rehabilitasi masyarakat serta kegiatan kegiatan yang ada di dalamnya. Scene 9 dalam scene ini narasumber lain yaitu, ibu ibu yang merasa

diuntungkan dengan adanya sanggar dan rehabilitasi bagi masyarakat tersebut

Scene 10 kembali ke narasumber pertama yang menutup alur cerita dalam film ini diikuti dengan visualisasi mengenai kegiatan warga sudah kesibukanya kembali.

Scene 11 scene ini merupakan closing yang di dalamya di isi dengan adegan anak anak sangar menyayikan lagu bejudul hukum rimba yang sebagai bentuk perlawanan.

2.Waktu dan Objek Penelitian

Penelitian ini dimulai dari (kurang lebih 3 bulan) dengan objek penelitian adalah film Dokumenter Setitik Asa Dalam Lumpur dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer dan sekunder.


(28)

19

3. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang akan digunakan ada dua macam, yaitu :

a. Data Primer : Data primer atau data tangan pertama adalah data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian.22 Data utama yang dimaksud dalam penelitian kali ini adalah video/ Film Setitik asa dalam lumpur dalam format DVD

b. Data Sekunder : Data sekunder atau data tangan kedua, adalah data yang dapat melengkapi data utama yang terdiri dari referensi-referensi mengenai Film Setitik asa dalam lumpur, buku-buku yang memuat materi mengenai perfilman yang dapat mendukung penelitian ini.

2. Sumber Data

Sumber data kami peroleh dari referensi-referensi terkait Film setitik asa dalam lumpur selain itu penulis juga menggunakan sumber-sumber lain yang berkaitan dengan focus penelitian ini.

4. Tahapan Penelitian

Dalam penelitian ini, ada 3 tahapan yang dilakukan oleh peneliti sebelum melakukan pengambilan data yaitu dengan prosedur :

1. Mencari Tema

22


(29)

20

Pada tahap pencarian tema, dimulai pada kegemaran peneliti terhadap kajian tentang perfilman dan simbol-simbol yang ada didalamnya. Selain itu, fenomana penderitaan dan faktor dendam dalam film dokumentertersebut yang membuat peneliti ingin menelitinya.

2. Menentukan Tema

Dari kegemaran dan kegelisahan itulah, sampai peneliti mendapatkan sebuah tema yang dianggap perlu dikaji dan di analisis, yang mana tema itu diharapkan dapat memberikan pencerahan terhadap masyarakat saat ini terutama orang-orang gampang terprovokasi Karya abdul rozak”. Hal itu dianggap sangat penting guna memberikan pemahaman tentang makna perlawanan yang mengandung bermacam-macam pesan positif yang berhubungan dengan moral.

3. Menentukan analisis data

Mengingat tujuan penelitian yang dilakukan adalah mengungkapkan makna perlawanan yang terkandung dalam film Setitik asa dalam lumpur, dimana harus mengungkap simbol-simbol yang ada dalam film tersebut. Maka peneliti memutuskan menggunakan metode analisis yang merujuk pada pemikiran Roland Barthes.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumber data pertama atau tangan pertama di lapangan. Data primer untuk penelitian ini adalah berupa file film dokumenter.


(30)

21

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua. Dalam penelitian ini yakni hasil wawancara dengan sutradara dalam film tersebut.

Pencarian literasi buku pendukung teori dalam kajian penelitian Dan teknis analisis semiotik simpulan dari kajian teori dan dan kajian fakta yang terdapat dalam film tersebut.

6. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis semiotika. Hasil analisa disajikan secara deskriptif kualitatif yang merupakan paparan penulis mengenai makna scene dan dialoge dalam film dokumentersetitik asa dalam lumpur.

Seluruh data yang diperoleh tersebut dianalisis melalui tahapan-tahapan berikut : 1. Menonton film dokumenter setitik asa dalam lumpur terlebih dahulu.

Kemudian melakukan pencatatan untuk mengumpulkan scene dan dialoge yang berkaitan dengan makna perlawanan

2. Data kemudian dianalisis melalui unit analisis semiotik menurut Roland Barthes, dengan unit analisis scene dan dialoge

3. Dari unit analisis tersebut dianalisis dan diinterpretasikan oleh peneliti.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematik pembahasan diperlukan untuk memudahkan dan menggarahkan peneliti guna menghindari tumpang tindih dalam setiap pembahasan yang disampaikan. Berikut sistematika pembahasan yang dimaksudkan peneliti:


(31)

22

BAB I

: Bab ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, Definisi operasional, kerangka teori, metode

penelitian yang di dalamnya mencakup tipe dan metode penelitian, kerangka analisa

semiotika, ruang lingkup penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisa data.

BAB II

: Bab ini berisikan tinjauan pustaka dan tinjauan semiotika. tinjauan

pustaka, meliputi;

Komunikasi adalah Proses Penciptaan Dan Penafsiran Pesan, Film adalah Medium

Komunikasi Massa, Tentang Semiotika (Istilah Semiotika dan Semiologi, Semiotika:

Studi Tentang Tanda, Makna Dalam Sistem Tanda Dan Pemakaiannya, Semiotika,

Komunikasi dan Hubungannya, Film Dan Semiotika, Film Dan Kode-Kode

Sinematografi). Tinjauan semiotika meliputi; Interpretasi Scene Per Scene Film

dokumenter setitik asa dalam lumpur.

BAB III

: Bab ini berisi tentang metode penelitian, pendekatan, dan jenis

penelitian. Unit

analisis tahap-tahap penelitian (pada sub bab ini peneliti juga menyertakan skema

kerangka berpikir dalam penelitian).

BAB IV

: Bab ini berisi tentang penyajian analisis data, deskripsi obyek

penelitian (peneliti

lebih jauh mengkaji tentang produksi dan distribusinya), penyajian data (data yang

peneliti sajikan ialah sekilas tentang film setitik asa dalam lumpur).


(32)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Komunikasi

Secara umum pengertian komunikasi adalah proses pengiriman (sending) dan penerimaan (receiving) pesan atau berita (informasi) antara dua individu atau lebih dengan cara yang efektif sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami berasal dari communicatio (latin) yang artinya "pemberitahuan" atau "pertukaran pikiran". Menurut sejumlah ahli, pengertian komunikasi adalah sebuah proses. menurut Laswell, pengertian komunikasi adalah sebuah proses yang memberikan gambar n siapa mengatakan apa dengan cara apa, kepada siapa dengan efek apa. Mr. Carl I. Hovland menambahkan bahwa pengertian komunikasi sebagai proses komunikator memberikan stimulan yang umumnya terdiri atas lambang lambang bahasa (verbal atau non-verbal) sehingga terjadinya perubahan tingkah laku penerima/orang lain. Mr. Theodorson memperlebar pengertian komunikasi kepada wilayah ide dan emosi yaitu penyebaran informasi, ide-ide sebagai sikap atau emosi dari satu individu kepada individu lain terutama melalui simbol simbol. Mr. Edwin Emergy menganggap menghubungkan pengertian komunikasi sebagai salah satu bentuk seni. Komunikasi ialah seni (art) dalam menyampaikan

(to express) informasi, ide dan sikap seseorang kepada orang lain. Senada dengan para ahli lainnya, Delton E beranggapan bahwa pengertian komunikasi sebagai suatu proses interaksi yang memiliki arti antara sesama manusia. Mr. William Albi menghubungkan pengertian komunikasi sebagai sebuah proses


(33)

24

sosial. Proses sosial yang dimaksud adalah proses pemberian pesanl lambang/ simbol yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan23.

Pengertian komunikasi menurut bapak Cooley yang adalah mekanisme suatu hubungan (relationship) antarmanusia Vdilakukan dengan mengartikan simbol secara lisan dan membacanya melalui ruang dan menyimpan dalam waktu. Mr. A. Winnet mendefinisikan komunikasi sebagai bentuk peralihan maksud, sebuah proses untuk memberikan maksud melalui serangkaian tahapan atau aktivitas kepada penerima. Karlfried Knapp membuat pengertian komunikasi yang lebih rumit yaitu komunikasi adalah sebuah interaksi antar pribadi (Interpersonai interaction). Berdasar beberapa pengertian dan definisi komunikasi diatas, dapat dilihat bahwa komunikasi dapat digolongkan menjadi tiga pengertian yaitu pengertian secara paradigmatis, etimologis dan terminologis. Pengertian komunikasi paradigmatis berarti pola yang meliputi sejumlah komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapa tujuan tertentu. Pengertian komunikasi secara terminologis adalah

proses penyampaian suatu pernyataan oleh seorang kep ada or an g l ai n . S edangk an s eca ra et i m ol ogi s, ko m uni kasi beras al dari “communicatio” (latin) dan comminis (latin) yang berarti sesuatu yang dikomunikasikan24.

23

Tonuny Suprapto, M.Si. 2009. Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi. Yokyakarta : Meclia Pressind

24 Ibid


(34)

25

B. Pengertian Pesan

Dalam komunikasi hal yang paling penting adalah pesan. Sebuah pesan adalah hasil dari komunikasi. Pesan adalah seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang m ew a ki l i perasaan, nilai gagasan atau maksud sumber tadi. Pengertian lain mengenai pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui proses komunikasi. Sebuah pesan dapat memiliki lebih dari satu makna, dan beberapa pesan dapat mempunyai makna yang sama. Dalam media massa, seperti dalam seni, khususnya lebih sering berupa berapa makna lapis yang terbangun dari pesan yang sama. Maknanya hanya dapat dapat ditentukan atau di uraikan ada makna lainya.

Menurut Hanafi ada 3 faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pesan, yaitu: 1. Kode pesan adalah sekumpulan simbol yang dapat disusun sedemikian rupa

sehingga bermakna bagi seseorang.

2. Isi pesan adalah bahan atau material yang dipilih sumber untuk menyatakan maksud.

3. Wujud pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat sumber mengenai bagaimana cara sebaiknya menyampaikan maksud-maksud dalam bentuk pesan. (Menurut Devito, pesan adalah pernyataan tentang pikiran dan perasaan seseorang yang dikirim kepada orang lain agar orang tersebut diharapkan bisa mengerti dan memahami apa yang diinginkan oleh si


(35)

26

pengirim pesan25. Agar pesan yang disampaikan mengena pada sasarannya, maka suatu pesan harus memenuhi syarat-syarat :

a. Pesan harus direncanakan secara baik-baik, serta sesuai dengan kebutuhan seseorang.

b. Pesan tersebut dapat menggunakan bahasa yang dapat dimengerti kedua belah pihak.

c. Pesan harus menarik minat dan kebutuhan pribadi penerima serta menimbulkan kepuasan. Pesan juga memiliki beberapa hambatan ketika disampaikan, ada tiga macam hambatan diantaranya adalah :

1) Hambatan bahasa (Language Faetor) adalah pesan akan salah diartikan sehingga tidak mencapai apa yang diinginkan, juga bahasa yang seseorang gunakan tidak dipahami oleh komunikan termasuk dalam pengertian ini ialah penggunaan istilah-istilah yang mungkin diartikan berbeda.

2) Hambatan teknis adalah Pesan dapat tidak utuh diterima komunikan, gangguan teknis ini sering terjadi ada komunikasi yang menggunakan media.

3) Hambatan bola Salju adalah Pesan dianggap sesuai dengan selera komunikan-komunikan, akibatnya semakin jauh menyimpang dari pesan semula, hal ini karena:

a) Daya mampu manusia menerima dan menghayati pesan terbatas.

25

Djuarsa Sendjaja, Materi Pokok : Teori Kornunikasi, (Jakarta : Universitas Terbuka, 1994), hal. 227.


(36)

27

b) Pengaruh kepribadian dari yang bersangkutan.

Pegertian Film

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, film dapat diartikan dalam dua pengertian. Pertama, film merupakan selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat gambar positif (yang akan dimainkan dibioskop). Yang kedua, film diartikan sebagai lakon (cerita) gambar hidup. Sebagai industri (an industry), film adalah sesuatu yang merupakan bagian dari produksi ekonomi suatu masyarakat dan ia mesti dipandang dalam hubungannya dengan produk-produk lainnya. Sebagai komunikasi (communication), film merupakan bagian penting dari sistem yang digunakan oleh para individu dan kelompok untuk mengirim dan menerima pesan (send and receive messages)26

Film pertama kali lahir dipertengahan kedua abad 19, dibuat dengan bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar bahkan oleh percikan abu rokok sekalipun. Sejalan dengan waktu, para ahli berlomba-lomba untuk menyempurnakan film agar lebih aman, lebih mudah diproduksi dan enak ditonton. Film adalah serangkaian gambar diam yang bila ditampilkan pada layar, menciptakan ilusi gambar karena bergerak27. Berlaku sebaliknya Film telah menjadi media komunikasi audio visual yang akrab dinikmati oleh segenap masyarakat dari berbagai rentang usia dan latar belakang sosial. Kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial, lantas membuat para ahli percaya.bahwa film memiliki potensi untuk

26

Idy Subandy Ibrahim, Budaya Populer sebagai Kamunikasi; Dinamika Popscape dan Mediascape diIndonesia Kontemporer, Yogyakarta: Jalasutra, 2011, hal. 190

27


(37)

28

mempengaruhi khalayaknya Film memberi dampak pada setiap penontonnya,. Tidak sedikit film yang mengangkat cerita nyata atau sungguh-sungguh terjadi dalam masyarakat. Banyak muatan-muatan pesan ideologis di dalamnya, sehingga pada akhirnya dapat mempengaruhi pola pikir para penontonnya. Sebagai gambar yang bergerak, film adalah reproduksi dari kenyataan seperti apa adanya. Pada hakikatnya, semua film adalah dokumen sosial dan budaya yang membantu mengkomunikasikan zaman ketika film itu dibuat bahkan sekalipun ia tak pernah dimaksudkan untuk itu.

C. Jenis Film

Dalam film ada beberaba genre dan setiap genre mempunyai karakter masing masing, genre film-film dibedakan dalam berbagai macam menurut cara pembuatan, alur cerita dan si para tokohnya. Adapun jenis-jenis film yaitu:28 1. Film Laga (Action Movies)

Film Action memiliki banyak efek menarik seperti kejar -kejaran mobil dan perkelahian senjata, melibatkan stuntmen. Mereka biasanya melibatkan kebaikan dan kejahatan, jadi, perang dan kejahatan adalah bahassan yang umum di film jenis ini. Film action biasanya p rlu sedikit usaha untuk menyimak, karena plotnya biasanya sederhana. Misalnya, dalam Die Hard, teroris mengambil alih gedung pencakar langit dan meminta banyak uang dalam pertukaran untuk tidak membunuh orang-

28


(38)

29

orang yang bekerja di sana. Satu orang entah bagaimana berhasil menyelamatkan semua orang dan menjadi pahlawan.

2. Petualangan (Adventure)

Film ini biasanya menyangkut seorang pahlawan yang menetapkan pada tugas untuk menyelamatkan dunia atau orang-orang yang dicintai. 3. Animasi (Animated)

Film menggunakan gambar buatan, seperti babi yang berbicara untuk menceritakan sebuah cerita. Film ini menggunakan gambaran tangan, satu frame pada satu waktu, tetapi sekarang dibuat dengan komputer.

4. Komedi (Comedies)

Film lucu tentang orang-orang yang bodoh atau melakukan hal-hal yang tidak biasa yang membuat penonton tertawa.

5. Dokumenter

Film jenis ini sedikit berbeda dengan film-film kebanyakan. Jika rata-rata film adalah fiksi, maka film ini termasuk film non fiksi, dimana film ini menyajikan realita melalui berbagai cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan.

6. Horor

Film ini menggunakan rasa takut untuk merangsang penonton. Musik, pencahayaan dan set (tempat buatan manusia di studio film di mana film ini dibuat) yang semuanya dirancang untuk menambah perasaan takut para penonton.


(39)

30

7. Romantis

Film percintaan membuat kisah cinta romantis atau mencari cinta yang kuat dan murni dan asmara merupakan alur utama dari film ini. Kadang-kadang, tokoh dalam film ini menghadapi hambatan seperti keuangan, penyakit fisik, berbagai bentuk diskriminasi, hambatan psikologis atau keluarga yang mengancam untuk memutuskan hubungan cinta mereka29.

8. Drama

Film ini biasanya serius, dan sering mengenai orang yang sedang jatuh cinta atau perlu membuat keputusan besar dalam hidup mereka. Mereka bercerita tentang hubungan antara orang-orang. Mereka biasanya mengikuti plot dasar di mana satu atau dua karakter utama harus mengatasi kendala untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan

D. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Peranan film sebagai media komunikasi massa sudah muncul sejak berdirinya Indonesia. Namun pasca Dekrit Presiden Juli 1959, komunikasi massa mengalami massa peralihan. Peralihan yaitu antara komunikasi massa liberalis yang ingin ditinggalkan, menuju pada komunikasi massa sosialis yang merupakan harapan selanjutnya. Keberadaan komunikasi massa, termasuk film, pada akhirnya terombang ambing. Akan tetapi, keberadaan film sebagai komunikasi massa pun dipertegas dalam Ketetapan MPRS/ No. IU MPRS/ 1960,

29


(40)

31

yang dituliskan bahwa film bukanlah semata-mata dagangan, tapi juga merupakan alat pendidikan dan penerangan30.

Tentu film yang diharapkan dalam MPRS ini adalah film sebagai media untuk membentuk masyarakat Indonesia yang sosialis, seperti yang menjadi orientasi negara. Harapan Ketetapan MPRS agar film menjadi penggerak massa yang mendukung pembangunan, nampaknya tidak terkabul. Masih banyak film Indonesia pada masa itu yang komersil, yang merupakan sisa sisa faham kapitalis liberalis. Demi mendapat keuntungan semata, kualitas film pun rendah, tak diperhatikan oleh sang pembuat. Hakikat film sebagai media komunikasi massa (alat penerangan dan alat pendidikan) menjadi “kabur”. Permasalahan ini kemudian diatasi pemerintah dengan mengeluarkan tentang

“Pembinaan Perfilman”.

Undang-Undang yang mengatur perfilman Indonesia saat ini pun masih menghendaki bahwa film sebagai media komunikasi massa, yaitu Undang-Undang RI No. 8 tahun 1992 tentang Perfilman (yang merupakan produk Orde Baru dan masih menjadi pro kontra atas relevansinya untuk masa reformasi ini). Dalam pasal 5, dituliskan bahwa: “Film sebagai media komunikasi massa pandang dengar mempunyai fungsi penerangan, pendidikan, pengembangan budaya bangsa, hiburan, dan ekonomi”. Dalam Undang-Undang ini jelas bahwa pemerintah menginginkan film yang tidak hanya komersil, tetapi juga media pendidikan dan media untuk mengembangkan kebudayaan bangsa Indonesia. Keberadaan film sebagai media komunikasi massa, seperti yang diharapkan oleh pemimpin

30


(41)

32

terdahulu, kurang mendapat perhatian dari pembuat-pembuat film saat ini. Film Indonesia saat ini masih seragam, mengikuti arus yang diinginkan oleh pasar. Di dalam film tersebut, jarang ditem.ukan unsur edukasi atau ajaran nilai-nilai sosial. Tahun 2007, Indonesia penuh dengan film horor yan bisa dibilang horor tanggung. Horor kemudian diikuti dengan komedi pesan secara unik31. kemampuan film inilah yang diabaikan oleh pembuat film Indonesia, yang hanya mengikuti arus. Pesan-pesan yang harusnya bisa disampaikan melalui film yang mengandung nilai estetika, tidak dimunculkan oleh para pembuat film.

E. Definisi Semiotik

Pengertian semiotika secara terminologis adalah ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Menurut Eco, semiotik sebagai "i1mu tanda" (sign) dan segala yang berhubungan dengannya cara berfungsinya, hubungannya dengan kata-kata lain, pengirimannya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. Seluruh aktifitas manusia dalam keseharian selalu diliputi berbagai kejadian-kejadian yang secara langsung atau tidak langsung, disadari atau taksadar, memiliki potensi makna yang terkadang luas nilainya jika dipandang dari sudut-sudut yang dapat mengembangkan suatu objek pada kaitan-kaitan yang mengindikasikan suatu pesan atau tanda tertentu. Jika diartikan melalui suatu penjelasan maka akan dapat diterima. Oleh orang lain yang menyepakati semiotika, yang biasanya didefinisikan sebagai pengkajian tanda tanda (the study of signs), pada dasarnya merupakan

31


(42)

33

sebuah studi atas kode kode, yaitu sistem apapun yang memungkinkan dapat memandang entitas entitas tertentu sebagai tanda-tanda atau sebagai sesuatu yang bermakna32. Lebih spesifik lagi jika sebuah studi atas kode kode tertentu memiliki kaitan dengan kehidupan . Bahkan sangat fundamental jika bias berawal dari kode kode sebuah tanda yang telah disepakati dan menjadi kebudayaan menyeluruh. Dapat dilihat tentang bagaimana tanda tanda tertentu berbeda makna dari orang-orang yang terbagi dalam berbagai aspek seperti, geografis, demografis, suku dan budaya. Sehingga bagi Ferdinand de Saussure menuturkan bahwa semiologi adalah sebuah ilmu umum tentang tanda, “suatu ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di dalam masyarakat”33. Tanda-tanda dalam masyarakat yang telah disepakati sebenarnya hasil dari pemikiran Logika seperti yang di ungkapkan oleh Charles S. Pierce bahwa semiotika tidak lain daripada sebuah nama lain bagi logika, yakni

“doktrin formal tentang tanda tandanya penggunaan kata doktrin disini adalah wujud dari kesepakatan generasi ke generasi contohnya tentang tanda alam, “jika mendung maka itu tanda akan segera turun hujan”. Walaupun terkadang hujan tanpa mendung-pun sering terjadi, dan mendung tanpa hujan pun ada.

Sedangkan menurut John A. Walker semiotika adalah "ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Definisi tersebut menjelaskan relasi yang tidak dapat dipisahkan antara sistem tanda dan penerapannya di dalam masyarakat. Oleh karena tanda itu selalu ditempa di dalam kehidupan sosial dan budaya, maka jelas keberadaan semiotika sangat sentral di dalam cultural studies. Tanda tidak berada di ruang kosong, tetapi hanya bisa eksis bila ada. komunitas

32

Budiman, Kris ( Semiotika Visual, Yogyakarta: Jalasutra Cetakan I, September 2011 ) hal. 66 33


(43)

34

bahasa yang menggunakannya. Budaya, dalam hal ini, dapat dilihat sebagai bangunan yang dibangun oleh kombinasi tanda-tanda, berdasarkan aturan tertentu (code), untuk menghasilkan makna Tanda di dalam fenomena kebudayaan mempunyai cakupan yang sangat luas, di mana selama unsur-unsur kebudayaan mengandung di dalam dirinya makna tertentu, maka ia adalah sebuah tanda, dan dapat menjadi objek kajian semiotik. Apakah itu pola tingkah laku seseorang, pola pergaulan, penggunaan tubuh, pengorganisasian ruang, pengaturan makanan, cara berpakaian, pola berbelanja, hasil ekspresi seni, cara berkendaraan, bentuk permainan dan objek-objek produksi, semuanya dianggap sebagai tanda dan produk bahasa34.

F. Tanda

Bahasa, dalam perspektif semiotik , hanyalah salah satu sistem tanda-tanda (sistem of signs). Dalam wujudnya sebagai suatu sistem, pertama-tama, bahasa adalah sebuah institusi sosial otonom, yang keberadaannya terlepas dari individu-individu pemakainya. Bahasa merupakan seperangkat konvensi sistematis, produk dari kontrak kolektif, yang bersifat memaksa. Saussere menyebutnya sebagat lengue. kedua, bahasa tersusun dari tanda-tanda, yakni entitas fisik, yang di dalam bahasa lisan erupa citra-bunyi (sound image), yang berelasi dengan konsep tertentu35. Selanjutnya, Saussere menamakan entitas material-sensoris ini sebagai penanda (signifier atau signifiant) dan konsep yang berkait dengannya sebagai petanda (signified atau signifie). Masih menurut Saussure, tanda-tanda, khususnya 34

Walker, John A. Desain, Sejarah, Budaya; Sebuah Pengantar Komprehensif (Yogyakarta : Jalasutra cetakan I, Mei 2010) hal. 22

35


(44)

35

tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua buah karakteristik prim rdial, yakni bersifat linear dan arbitrer.

Karakteristik pertama, linearitas penanda (linear nature of the signifier), berkaitan dengan dimensi kewaktuan. Penanda penanda kebahasaan harus diproduksi secara beruntun, satu demi satu, tidak meungkin secara sekaligus atau simultan. Artinya, penanda tersebut bersifat linier karena “pendengaran penanda memiliki perintah mereka hanya dimensi waktu . “ini merupakan sejengkal, dan rentang yang dapat di ukur dalam dimensi tunggal. Karakteristik kedua, kearbiteran tanda (the arbitrary nature of the signs), bersangkutan dengan relasi di antara penanda dan petanda yang “semena-mena” atau “tanpa alas an” tak bermotivasi (unmotivated). Relasi di antara penanda dan petanda adalah semata-mata berdasarkan konvensi36.Selanjutnya Seassure di kesempatan yang lain mengatakan bahwa bahasa lisan mencakup komunikasi konsep melalui suara-gambar dari pembicara ke pendengar. Bahasa adalah produk komunikasi pembicara dari tanda-tanda untuk pendengar. Tanda linguistik adalah kombinasi dari konsep dan suara-gambar. Konsepnya adalah apa yang ditandakan, dan suara-gambar penanda. Kombinasi signifier dan signified adalah sewenang-wenang, yaitu, suara apapun citra dibayangkan dapat digunakan untuk menandakan sebuah konsep tertentu. Namun, terkadang ada perubahan-perubahan dalam hubungan signifier dan signified dan perubahan tanda-tanda linguistik berasal dari perubahan kegiatan sosial. Tanda-tanda arbitrer disebut secara khusus oleh Pierce, sebagai simbol Oleh karena itu, dalam terminologi Pierce, bahasa dapat dikatakan juga sebagai sistem

36


(45)

36

simbol.

G. Semiologi Dan Semiotik

Definisi semiologi yang paling umum adalah ilmu tentang tanda (berasal dari Bahasa yunani semeionn yang berarti “tanda”). Nama ini diusulkan oleh Ferdinand de sausure. ilmu tentang tanda ini adalah semiotika, yang diusulkan oleh Charles Sanders Peirce.Awal mulanya konsep semiotik diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure melalui dikotomi sistem tanda: signified dan signifier atau signifie dan significant yang bersifat atomistis. Konsep ini melihat bahwa makna muncul ketika ada hubungan yang bersifat asosiasi atau in absentia antara `yang ditandai' (signified) dan `yang menandai' (signifier). Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah "bunyi yang bermakna" atau "coretan yang bermakna". Jadi, penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa "Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda37. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. "Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas," kata Saussure. Dengan definisi yang sangat umum seperti itu, maka semiologi menjadi ekpansionis: ilmu apapun akan

37

BERTENS, Film, Ideologi, dan Militer Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, Media Pressindo, Jogjakarta, 1999


(46)

37

tercakup di dalamnya, karena pada dasarnya semua ilmu mempelajari tanda-tanda. Umberto Eco mengaitkan semiotika dengan seluruh proses kultural dalam proses komukasi. Menurutnya, semiotika harus mempertimbangkan teori kode dan teori produksi tanda. Untuk sampai pada definisi yang lebih tepat mengenai fungsi tanda dan model produksi tanda misalnya, secara khusus semiotika harus memperhitungkan arti tanda tipologi tanda38.

Mengikuti definisi semiologi yang diberikan oleh Fiske, yaitu bahwa semiologi merupakan ilmu yang memiliki tiga ranah utama, yaitu: tanda dalam dirinya sendiri, kodekode atau sistem tempat tanda itu diorganisasikan, dan kebudayaan tempat kode-kode dan tanda-tanda itu beroperasi.

H. Teori yang Relevan

Berdasarkan pada fokus penelitian maka analisis ini mengunakan salah satu teori dari teori sosial yakni teori konflik sosial dalam teori konflik sosial ini peneliti mengambil satu dari beberapa bagian dari penyebab teori konflik yakni Teori Kebutuhan Manusia Teori ini Berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi39. Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi sering merupakan inti pembicaraan. Dalam teori ini berhubungan dengan dasar dan landasan dimana makna perlawanan tersebut tercipta yakni melalu sebuah konflik yang dia akibatkan oleh sebuah ganguan sosial. masyarakat. Penekanan dalam teori ini menjadikan sebuah alasan dalam penetrasi sebuah 38

Ibid 39


(47)

38

makna dan juga konflik yang terjadi. Teori kebutuhan manusia ini disamping menjadi salah satu teori penyebab juga sebagai sebuah fenomena. Dalam teori ini bisa dikorelasikan dengan dasar dan tujuan perlawanan sebab akibat adanya konflik tersebut. Kebutuhan Manusia (TKM) dikembangkan pada tahun 1970an dan 1980an sebagai teori generic atau holistic mengenai perilaku hewan. Teori ini berdasarkan hipotesa bahwa manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk memelihara masyarakat yang stabil. Seperti yang diuraikan oleh John Burton: Saya yakin bahwa keterlibatan manusia dalam situasi konflik mendorongnya berjuang di dalam lingkungan kelembagaannya pada setiap tataran social untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan primordial dan universal, kebutuhan seperti keamanan, identitas, pengakuan, dan pembangunan. Mereka terus berusaha menguasai lingkungannya yang diperlukan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ini. Perjuangan ini tidak bisa dikekang; perjuangan ini sifatnya primordial. 40

Teori Kebutuhan Manusia. Teori kebutuhan manusia merupakan bidang teori psikologis diantaranya yang diajukan oleh Psikolog Amerika, Abraham Maslow, yang berasumsi bahwa konflik yang sesungguhnya berakar secara mendalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia, fisik, mental, dan sosial, yang tidak terpenuhi atau cenderung dihalangi. Misalnya, kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan), kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi cukup sering merupakan inti pembicaraan. Adapun sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah: pertama, membantu pihak-

40


(48)

39

pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan

mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi

kebutuhan-kebutuhan itu; kedua, agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk

memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.


(49)

BAB III

PAPARAN DATA PENELITAN

A. Deskripsi Subyek, Obyek dan Wilayah penelitian

1. Subyek penelitian

Subyek analisis dalam penelitian ini adalah film setitik asa dalam lumpur. Deskripsi data terkait subyek penelitian ini meliputi makna pesan perlawanan dalam film setitik asa dalam lumpur. Sedangkan obyek penelitiannya adalah komunikasi teks media yang meliputi visual

(gambar), audio (suara) pada film setitik asa dalam lumpur. Semua itu akan dimunculkan sesuai dengan analisis kritis yang disajikan saya dalam penelitian ini.

2. Profile film

Film ini di produksi pada tahun 2012, Film ini merupakan film yang berawal dari ajang kompetisi yang di adakan salah satu station tv diindonesia, yakni festifal film dokumenter, film ini di angkat oleh dua mahasiswa dari universitas Muhamadiyah Sidoarjo film ini mengisahkan tentang sebuah penderitaan yang dialami oleh warga korban lapindo selama bertahun tahun tanpa adanya sebuah tanggung jawab yang pasti bagi mereka, dan film ini mengusung sebuah citra pertentangan dan perlawanan terhadap oknum yang harusnya bertangung jawab dengan


(50)

41

kejadian itu dan film tersebut warga membuat solusi mandiri bagi mereka yakni sebuah sanggar yang dirikan salah satu warga untuk menampung dan mencari solusi bersama mengenai permasalahan yang mereka alami. Film ini sedikit menuai kotrofersi terkait sebuah konflik politik beberapa oknum yang berperan dalam dunia politik dan media. Usai menjuarai kompetisi eagle award festifal dokumenter film ini dibawah untuk diikut sertakan dalam salah satu festival dokumenter tertua yang ada di Prancis. Alur kisah dalam film ini di runtut dengan sebuah dampak yang di akibatkan oleh lumpur, dari segi pendidikan, anak anak, warga kecil dan lain sebagainya, film ini memiliki satu subject yang dominan memimpin warga dalam sebuah wadah untuk mandiri, untuk beberapa orang yang melihat film ini akan bermain dengan emosi dan akan tersulut dengan beberapa simbol provokasi baik verbal maupun non verbal.

3. Sipnosis

Film ini masuk dengan di awali sebuah data terkait kejadian lumpur lapindo beberpa tahun silam, data terkait dampak dampak akibat tragedi tersebut. Dibuka dengan beberapa gambar lokasi yang gersang akibat lumpur lapindo, masuk sebuah adegan seorang bapak yang mengiring alur film ini dari awal sampai akhir yakni bapak Irsyad, adegan berjalan dan menunjukan sebuah lahan dan dampak sebuah lumpur lapindo, lahan bekas desa yang sekarang rata dengan tanah dengan beberapa pernyataan tentang kesalahan penanganan. Setelah masuk ke subject lain yakni korban lain bapak bapak tua yang mencari


(51)

42

batu, dia menjadi kuli batu dari puing puing akibat kejadian lumpur, dan menceritakan bahwa dia pindah karena sudah tidak punya tempat tinggal. Setelah itu masuk ke gambar lumpur yang ditaburi bunga masuk ke subject berikutnya yakni seorang korban lumpur yang berziarah ke makam keluarganya yang sudah tidak ada dan tetap berziarah di situ. dan beberapa warga lain juga yang berziarah di lumpur tersebut. Ditambah dengan beberapa tulisan tuntutan warga terkait kejadian tersebut. Adegan dilanjutkan dengan komentar kembali oleh bapak Irsyad subject utama mengenai batas wilayah dan dampak dampakya serta prediksi dampak selanjutnya. Bapak Irsyad melanjutkan dengan menceritakan dampak dampak lain yakni gunung dihancurkan di ambil tanahnya untuk bikin tanggul, kemudian lumpur dibuang ke kali porong dampaknya menghancurkan ekosistem sepanjang sungai kali porong. Dampaknya banyak nelayan yang marah marah, dan juga lumpur di buang ke kali alu yang bermuara ke laut. Selanjutnya masuk ke gambar sekolah disini dalam sektor pendidikan yang menjadi korban tepatnya di SDN besuki. Adegan proses belajar mengajar yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang layak, ditambah dengan komentar kepala sekolah yang menyatakan murid didiknya tinggal 28 murid. Komentar juga dilanjutkan oleh satu guru yang mengajar di situ, mengenai kondisinya ditengah pernyataan guru tersebut menanggis, menceritakan tentang pengabdian demi anak anak. Setelah bapak Irsyad kembali memberi pernyataan bahwa warga harus mandiri dan pemerintah tidak bisa


(52)

43

diandalkan. Dilanjutkan dengan cerita bapak Irsyad mengenai jebolnya tanggul dan dampaknya, serta cerita tentang para petani yang beralih profesi menjadi polisi cepek di jalan jalan, dan menjadi kuli batu. Adegan dilanjutkan ke permain musik tradisonal anak anak yang berada di sanggar alfaz yang di pimpin oleh bapak Irsyad di sanggar tersebut, anak anak bisa belajar dan bermain serta beberapa warga korban lumpur berkumpul dan membuat solusi bersama. Bapak Irsyad menyatakan bahwasanya korban yang tidak di pedulikan adalah anak anak, dan mengenai profil sanggar alfaz dan kegitan bagi pemudanya juga di sanggar tersebut, di lanjutkan dengan ibu ibu yang berkumpul bersosialisasi bersama di sanggar tersebut. Serta membuat kegitan positif bagi mereka. Kembali ke komentar bapak Irsyad yang menyatakan warga harus bersatu dan tidak boleh terpecah bela oleh oleoh oknum oknum yang memiliki kepentigan bisnis dan poitik. film ini di tutup oleh anak anak dari sanggar alfaz yang bernyanyi mengenai lagu yang bernuansa politik yakni berjudul hukum rimba dari marjinal.

4. Team Produksi

No. Posisi Crew

1. Directed M. Fachrudin

A. Fachtur Rozaq

2. Cameraman Pelani Muhammad

3. Editor Darwin Nugraha

4. Musik composer Jodi Handoko


(53)

44

6. Video footage Before 2012 Metro TV

7. Executiv produser Kioen Moe

8. Produser Lianto Luseno

Agus Ramdan

9. Line produser Jastis Arimba

10. Production assistant Apriliani Laras Sisnta 11. Behint the scene Agrha Adi Prayogo

Jimmy Permana Jastis Arimba Zaelani Ronald Izul

12. Tehnical suport Kiki Taher

Farah Dina Fahmi Ibrahim Ade Putri

13. Promotion team Theodorus Yahya

Sang Ayu

14. Finance Firdaus Dayat

Ngakan Made Jaya Indriani Siti Andini

15. Driver team Doni

Radityo

B. Data Lapangan

Jenis data, paparan data penelitan yakni berupa komunikasi teks media dalam penelitian ini yang nantinya akan dijelaskan secara mendetail melalui visual (gambar) dan audio (suara).


(54)

45

Gambar adalah suatu metode yang digunakan seseorang untuk menyampaikan maksud gambar dalam proses komunikasi, penyampaian informasi agar tujuanya dapat sampai dengan benar dan dipahami. Dalam dunia industri penyampaian seperti di atas dikenal dalam bahasa gambar teknik yang artinya cara atau metode penggambaran untuk menyampaikan informasi dalam proses produksi. Gambar adalah segala sesuatu yang diwujudkan secara visual sebagai curahan perasaan atau pikiran”. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Gambar adalah tiruan barang, binatang, tumbuhan dan sebagainya.”.

Gambar termasuk Media grafis visual sebagimana halnya media yang lain. Media grafis untuk menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan. Saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pesan yang akan disampikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Simbol-simbol tersebut perlu dipahami benar artinya agar proses penyampian pesan dapat berhasil dan efisien41.

Gambar yang terdapat dalam film Setitik Asa dalam lumpur ini sangat banyak, mulai dari rumah, ekspresi wajah, tulisan hingga konsisi alam serta pernyataan Oleh karena itu, saya hanya mengambil beberapa kondisi gambar atau scene yang terdapat pada makna perlawanan.

2. Suara

41


(55)

46

Suara adalah getaran mekanis biasa yang bergerak melalui materi sebagai suatu bentuk gelombang. Ini terdiri dari atau kompresi gelombang longitudinal dalam masalah. 42

Suara yang ada di film ini ada dua : a. Dialog atau pernyataan para subject b. Sountrack Music yang muncul.

C. Wilayah Penelitian

Wilayah penelitian pada penelitian ini yaitu Film Setitik Asa dalam lumpur yang di surtadarai oleh dua mahasiswa UMSIDA M. Fachrudin dan A. Fachtur Rozaq yang berhasil memenangkan ajang kompetisi film dokumenter. dibantu oleh staf teknis produksi dan produser dari Metro TV Dengan mengambil tema makna perlawanan, dan menganalisa penanda dan petanda yang tersirat pada film setitik asa dalam lumpur tersebut.

Dalam deskripsi data penelitian, saya akan menjelaskan dan menjawab apa yang menjadi fokus penelitian. Dengan menggunakan model signifikasi dua tahap Roland Barthes, pertama saya akan menjabarkan data visual (gambar) dan audio (suara) tiap scene yang ada dalam Film setitik asa dalam lumpur. Kemudian saya akan mencari petanda dan penanda. Lalu saya akan mencari makna denotasi dan konotasi yang ada dalam pilihan scene tersebut untuk menemukan makna pesan perlawanan yang terkandung dalam film setitik asa dalam lumpur.

42


(56)

47

Penanda dan Petanda Pesan perlawanan dalam Film Setitik Asa Dalam Lumpur :

1. Makna Penanda dan Petanda

a. Makna Penanda dan Petanda dalam Scene 1

1) Denotative Signifier (Penanda Denotatif)

Pada gambar di atas tampak rumah yang ditingalkan warga dan pernyataan dari pak Irsyad bahwa pelpres itu legalisasi pengusiran warga Hal ini menunjukkan bahwa hal itu yang tidak di inginkan warga dan termasuk penanganan yang salah. Sedangkan gambar berikutnya yakni gambar rumah warga yang bertuliskan jangan dibongkar belum lunas Hal ini menunjukkan bahwa warga meminta pelunasan dari pihak yang bertanggung jawab.

2) Denotative Signified (Petanda Denotatif)

Pada gambar di atas tampak rumah rumah dan lahan warga sebelumnya tinggal disitu dan sekarang pindah tanpa ada pelunasan dan tanggung jawab yang jelas.

3) Denotative Sign (Tanda Denotatif) a) Konteks Non Verbal


(57)

48

Pada gambar scene pilihan satu terlihat bekas bekas lahan rumah warga dan bapak Irsyad yang menerangkan tentang dampak dampak lumpur lapindo dan lahan lahan warga yang belum terlunasi sehingga warga menyatakan epresi dalam bentuk tulisan dan coretan, warga tersebut banyak yang pindah dan tidak mendapat ganti rugu yang sesuai. Tampak tulisan verbal warga di salah satu rumah yang ditingalkan.

b) Konteks Verbal

Konteks verbal yang ada pada scene pilihan satu ini adalah pernyataan bapak Irsyad yang terlontar diakhir penerangan yakni “pelpers adalah legalisasi pengusiran warga” ini menunjukan rasa ketidaknyamanan terhadap penanganan yang salah.

4) Connotative Signifier (Penanda Konotatif) a) Konteks Non Verbal

Dari bahasa gambar tersebut dapat sayaartikan bapak Irsyad sangat prihatin terhadap penderitaan warga yang menjadi korban dan mereka meningalkan tempat mereka dengan rasa penuh dengan dendam terhadap oknum oknum yang belum bertangung jawab secara penuh.


(58)

49

Dari kata legalisasi pengusiran warga. Dari kata tersebut merupakan menyamakan presepsi terhadap penanganan yang salah sebagai seuatu tindakan melagal kan pengusiran dalam artian memang mereka tidak mau bertanggung jawab dan memang berniat mengusir warga dari situ dalam konten maknanya merupakan ekpresi rasa perlawanan.

5) Connotative Signified (Petanda Konotatif) a) Konteks Non Verbal

Dari konteks non verbal penanda konotasi, dapat diasumsikan bahwa penanganan yang salah dalam solusi bencana lumpur lapindo bagi warga. menimbulkan berbagai macam ekspresi ketidaknyaman yang di ekpresikan warga lewat coretan ataupun pernyataan dengan rasa amarah dan dendam, serta kekecewaan yang mendalam.

b) Konteks Verbal

Dari konteks verbal pada penanda konotasi, dapat diasumsikan terkadang sebuah kata yang berhubungan dengan kekecewaan bisa mengandung unsur perlawanan melalui berbagai bahasa dan presepsi.

6) Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Dalam makna perlawanan ini warga mengekpresikan dalam berbagai hal yakni lewat coretan dan pernaytaan, perlawanan disini


(59)

50

juga merupakan bentuk kekecewaan yang sangat mendalam terkait. Ketidak nyamanan warga yang terusik.

Analisis Scene 1

Scene ini masuk di awali oleh bapak Irsyad yang berjalan di ladang yang penuh dengan rumput dan lahan yang sudah tidak berpehuni, bapak Irsyad mulai menceritakan tentang, bekas bekas desa dengan menunjuk ke lokasi dimana dulu lahan tersebut adalah rumah atau tempat tinggal warga. Disitu banyak sodara sodara saya yang sekarang entah kemana perkataan bapak Irsyad. Mereka sekarang terpencar pencar dan mereka sangat menderita sekali, sambil berjalan di area lahan tersebut bapak Irsyad memberi pernyataan bahwa itu termasuk sebuah penanganan yang salah, sebenarnya bukan warga itu di usir, tetapi kebutuhan kebutuhan warga, hak hak warga yang hilang disitulah yang harus dipenuhi bukan tanahnya di beli dan disuru pergi. Pelpres itu ligalisasi pengusiran warga. Terlihat begitu miris bapak Irsyad menjelaskanya. Dengan visualisasi beberapa rumah warga yang masih ada dan bertuliskan jangan dibongkar belum dilunasi.

Dalam scene ini dimana di tunjukan sebuah dampak dari kejadian lumpur lapindo yang di tambahi dengan sebuah pernyataan yang menambah dampak sebenarnya yang terjadi di lokasi tersebut. Dalam hal ini sebuah dampak yang di akibatkan oleh bencana lumpur memang berdampak sangat besar dan mengusik kenyamanan dan kehidupan warga namun di balik itu dalam scene ini bapak Irsyad menuntut dan menjelaskan sebuah kesalahan bukan hanya di karenakan kejadian lumpur tapi dikarenakan sebuah


(60)

51

penanganan yang salah dari oknum yang harus bertanggung jawab dibalik. Bapak irsayd sendiri mewakilkan apa yang selama ini di rasakan oleh warga yang sekarang tidak tau bagaimna nasih dan kehidupan warga yang sudah berpencar meninggalkan tempat tinggal mereka.

Scene menjelaskan sebuah fenomena nyata dari dampak lumpur lapindo juga dampak penanganan yang salah serta, sebuah tuntutan terhadap hak hak warga yang masih belum terlunasi, dalam scene ini seolah oknum tidak bertanggung jawab secara penuh dan meninbulkan ketidaknyamanan yang di rasakan oleh warga. Di balik itu scene ini mempunyai sebuah pernyataan yang menyimpulkan kondisi warga dan perasaan warga yang sangat tidak setuju dengan penanganan tersebut dan termasuk sebuah pengusiran secara tidak langsung. Gambar tulisan di salah satu rumah warga menunjukan bahwa hak mereka belum terpenuhi. Sebuah sikap ketidaknyamanan tersebut dan tambahan pernyataan kritis dari bapak Irsyad merupakan sebuah perlawanan yang di akibatkan oleh rasa atau dampak mereka sebagai korban lumpur.


(61)

52

b. Makna Penanda dan Petanda dalam Scene 3

1) Denotative Signifier (Penanda Denotatif)

Pada gambar di atas terlihat beberapa banner tentang ekpresi rasa kecewaan warga terhapap oknum harusnya bertanggung jawab mengenai dampak lumpur yang menyengsarakan warga, hal ini merupakan sebuah sindiran bagi salah satu oknum yang terus memntingkan bisnis serto politik tanpa bertanggung jawab dalam penanganan korban lunpur tersbut. Sedangkan gambar berikutnya zoom out beberapa banner banner lain yang sama sama mengkritisi hal tersebut, hal ini menunjukan ekpresi dan tuntutan warga banyak yang belum terpenuhi.

2) Denotative Signified (Petanda Denotatif)

Pada gambar di atas tampak merupakan sebuah ekpresi dari tulisan banner banner yang mengandung sebuah tuntutan kepada oknum yang harusnya bertanggung jawab.

3) Denotative Sign (Tanda Denotatif) a) Konteks Non Verbal

Pada gambar scene pilihan satu terlihat beberapa banner dan gambar yang menyatakan sebuah sindirian terhadap oknum


(62)

53

yang harus bertanggung jawab dan menunjukan bahwa mereka tidak boleh lupa dengan keadaan meraka saat ini dalam gambar tersebut tidak hanya sindiran pada satu oknum juga tuntukan oknum lain yang harus ikut menyelesaikan masalah tersebut. Tampak tulisan tulisan yang banyak dan penuh dengan provokasi dan tuntutan dari warga.

b) Konteks Verbal

Konteks verbal yang ada pada scene pilihan satu ini tidak lewat dialog maupun pernyataan namun sebuah konten suara latar audio yang menyayat telingga suara musik kepedhihan.

4) Connotative Signifier (Penanda Konotatif) a) Konteks Non Verbal

Dari bahasa gambar tersebut dapat sayaartikan bahwa banyak rakyat yang merasa tertindas dan tidak di beri penanganan secara benar serta sebuah tuntutan ganti rugi yang belum lunas serta sebauh fenomena oknum yang seakan lupa dan tidak bertanggung jawab mengenai hal tersebut yang hanya mementingan kepentigan bisnis dan politiknya tanpa memedulikan rakyatnya.

b) Konteks Verbal

Dari audio musik yang berlatar sedih disini diartikan dengan penderitaan rakyat atau ekpresi rasa kesengsaran akibat ulah beberapa oknum yang tidak bertanggung jawab.


(63)

54

5) Connotative Signified (Petanda Konotatif) a) Konteks Non Verbal

Dari konteks non verbal penanda konotasi, dapat diasumsikan bahwa banyak oknum yang seakan lupa dengan tanggung jawab mereka yang belum menangani kejadian lumpur secara penuh itu meninmlkan beberapa ekpresi rasa kekecewaan warga dalam bentuk tulisan dan sindiran

b) Konteks Verbal

Dari konteks verbal pada penanda konotasi, dapat diasumsikan suara musik kesadihan merupakan sebuah wakil dari perasaan warga yang menjadi korban.

6) Connotative Sign (Tanda Konotatif)

Dalam makna perlawanan yang diekpresikan kaum masyarakat korban lumpur lebih banyak diutarakan lewat banner ditannggul jalan porong supaya oknum yang harusnya bertanggung jawab ingat dengan derita mereka.perlawanan mereka juga merukan bentuk yang mewakili masyarakat bawah yang tidak bisa menuntut secara langsung maupun tidak memiliki media untuk mengekpresika sebuah tuntutan mereka.

Analisis Scene 3

Scene ini menunjukan spanduk atau banner yang berjajar disesayar tanggul lumpur lapindo. Spanduk-spanduk tersebut merupakan sebuah ekpresi atau unjuk rasa dari berbagai kalangan masyarakat yang


(1)

(2)

BAB V PENUTUP

A. Simpulan

Berasarkan Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dibab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam film setitik asa dalam lumpur ini dibentuk oleh data-data sebagai berikut:

1. Simbol perlawanan yang ada dalam film setitik asa

Simbol perlawanan dalam film setitik asa adalah berupa sepanduk dan tulisan kaos. Buku yang mewakili perasaan anak kecil, bendera sobek sebagai ketidaknyamanan pada negara Serta komentar kritis dari salah satu provokator warga yang menyingkap semua kejahatan oknum yang harus bertanggung jawab atas kesengsaraan rakyat. Yang berisi tentang tuntutan warga. Dan juga ketidaknyamanan warga serta, tuntutan warga untuk pertanggung jawaban, dan simbol yang berupa pernytaan untuk tidak melupakan kejadian musibah tersebut yang terselip makna permintaan pertanggung jawaban.

2. Makna Simbol Perlawanan

Dalam masalah ini film sebagai media suara rakyat dan juga media untuk gerakan anti lupa terhadap kejadian tersebut. Dan dari segi gendre film dokumenter meman mempunyai kekuatan tersendiri dalam visual maupun peranya. Pesan makna perlawanan disini berkorelasi dengan beberapa keinginan korban yang belum terpenuhi maka timbulah sikap aroganisme


(3)

99

serta profokatif dalam film ini yang menentang oknum dan pemerintahan yang bersangkutan dan tidak searah dengan pemikirian mereka. Dari makna tersebut ada beberapa makna dari simbol yang di artikan sebagai Perlawanan Dari Ketidaknyamanan, Perlawanan Dari Penanganan Yang Salah, Makna Perlawanan Sebagai Tuntutan, Makna Perwalanan Sebagai Motivasi Hidup, Makna Perlawanan Sebagai Persatuan.

B. Saran

Berdasarkan hasil analisis terhadap semiotika yang terdapat dalam film “setitik asa dalam lumpur ini”, pada bagian ini penulis ingin ikut serta

memberikan kontribusi berupa saran sebagai berikut:

1. Terkait dengan film setitik asa dalam lumpur sebagai salah satu dari media hiburan dan juga media profokatif yang sangat berpengaruh di karenakan film dokumenter adalah termasuk gendre film yang real dengan fenomena sesunguhnya yang berada di lapangan.

2. Dengan adanya analisa pesan film ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk kritis menilai sebuah kandungan karya yang dari berbagai sudutnya mempunyai pengaruh dan tujuan tersendiri.

3. Dengan adannya pesan film ini juga, diharapkan para masyarakat. Bisa mengambil hal positif dari nilai positif film tersebut dan tidak mudah terprovokasi namun lebih bijak mengambil sebuah kandungan positif yang bisa bermanfaat.

4. Untuk peneliti selanjutnya supaya meneliti film kususnya dengan metode semiotik lebih bisa bervariasi dalam hal penelitian pesan maupun gendre di


(4)

100

karenakan dari sudut karya sekarang banyak gendre gendre baru dan setiap

karya tersebut memiliku tujuan.


(5)

101

DAFTAR PUSTAKA

Alex Sobur. Semiotika komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2013 Dean G.Pruitt, Teori konflik sosial, pustaka pelajar , Jogjakarta, 2004

Deddy Mulyana. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya. 2010

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media. Yogyakarta:LKIS. 2001

H Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada Universty.

1

Hikam, M.A.S., Perlawanan Sosial: Telaah Teoritis dan Beberapa Studi

Kasus,Prisma, LP3ES, Jakarta. 1990

http://jeckprodeswijaya.blogspot.com/2013/11/pengertian-dan-teori-konflik-sosial.html

http://revafilm.blogspot.com/filmdokumenter http://Wikipedia.com/lumpurlapoindo

Irwan Suhartono. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1999

John Fiske. Pengantar Ilmu komunikasi edisi ketiga. Penerjemah Hapsari Dwiningtyas. Jakarta: Pt Rajagrafindo Persada. 2012

Lawrence W Neuman. Social Research Methods. London:Allyn and Bacon. 2000 Mohammad Nazir. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia. 1988

Norman K Denzin. (eds). Handbook of Qualitative Research. California:Sage Public. 2000

Saifudin Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007

Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

102

Hikam, M.A.S., 1990, Perlawanan Sosial: Telaah Teoritis dan Beberapa Studi Kasus,Prisma, LP3ES, Jakarta.