BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Dusun Toyogiri
Dusun Toyogiri adalah satu dari beberapa dusun yang berada di kelurahan Desa Delik Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang. Dari asal kata Toyogiri ini bisa
dijelaskan sedikit mengenai artinya yakni kata Toyogiri berasal dari kata Toyo atau Banyu dan Giri. Toyo atau banyu yang berarti Air dan Giri yang berarti gunung. Jadi
Toyogiri adalah Banyu Gunung yang memiliki arti bahwa banyak sumber mata air dan juga terdapat dua buah kali yang besar yang dgunakan msyarakat setempat untuk
mandi dan mencuci dan sungainya tidak pernah kering meskipun waktu kemarau.
1. Wilayahnya
Wilayah dusun ini berupa tegalan, ladang, sawah, dan perkampungan. Terdapat 3 buah Rukun Tetangga dan 2 rukun warga. Dusun toyogiri berbatasan langsung dengan :
Sebelah Utara yaitu Dusun Prenggan, sebelah Selatan Perkebunan Kopi Agro Tlogo dan Dusun Delik, sebelah Timur Perkebunan karet dan kopi Agro Tlogo, sebelah
Barat Pintu Air bendungan Jembatan Tuntang.
2. Penduduknya
Penduduk masyarakat Dusun Toyogiri sebagian besar adalah bertani, pegawai swasta dan hanya beberapa yang mereka memanfaatkan sumber air menjadi nyawa yang
utama dalam pertanian mereka. Selain bertani penduduk setempat ada juga yang
bekerja di perkebunan karet dan kopi milik pemeringtah daerah yaitu Agro Tlogo. Sebagian lain juga berternak sapi, kambing, dan kerbau karena rumput mudah
didapatkan disekitar perkebunan kopi tersebut. Ada juga beberapa yang bekerja di pabrik swasta seperti, konveksi dan pabrik tekstil.
B. Sejarah Dina Geblag
Kepercayaan tentang Dina Geblag se bagai hari na’as ini adalah datang dari
kepercayaan yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Wagiyo, 06 Desember 2012. Sunan Kalijaga adalah satu-satunya wali yang memiliki kemampuan dalam menjaga
aliran atau kepercayaan asli yang hidup di dalam masyarakat. Beliau tidak menunjukan sikap anti pati terhadap semua aliran atau kepercayaan yang tidak sesuai
dengan Islam, tetapi dengan penuh kebijaksanaan aliran-aliran kepercayaan yang hidup didalam masyarakat itu dihadapi dan digauli dengan penuh toleransi. Konon,
menurut cerita memang sunan Kalijaga adalah satu-satunya wali yang faham dan mendalami segala pergerakan dan aliran atau agama yang hidup dikalangan rakyat.
Adapun inti ajaran Sunan Bonang yang tak lain adalah Guru Sunan Kalijaga yang pertama kali diajarkan kepadanya yang juga banyak disebut dalam naskah kuno
tentangnya adalah ilu “Sangkan Paraning Dumadi” ilmu ini pada dasarnya menerangkan soal :
1. Darimana asal-usul kejadian alam semesta dan seisinya, termasuk didalamnya
adalam manusia, 2.
Kemana perginya nanti didalam kelenyapannya sesudah adanya, 3.
Apa perlu semua itu adanya sebelum lenyapnya 4.
Apa hidup itu sejatinya.
Dalam bukunya Ridin Sofwan, G.P.H. Hadiwidjaya, yang dituliskan dalam brosur yang berjudul Kalijaga, sebuah tulisan yang disampaikan dalam ceramahnya di Radya
Pustaka, Solo, tanggal 7 Mei 1956. Menyebutkan pendapatnya dalam sebuah kidung yang pernah didengarnya pada zaman sebelum perang di daerah Pasundan , yang
berbunyi : Sing sapa reke bisa nglakoni, Amutih lawan anawaha, Patang puluh dino wae,
Lan tangi wektu subuh, Lan den sabar sakuring ati, Ing sa-Allah tinekan, Sa kersanireku, Tumrap sanak rajatinira, Saking sawahe ngelmu pangiket kami, Duk
aneng Kalijaga
Artinya : Barang siapa menjalani melakukan mutih dan minum air tawar, empat puluh hari saja
dan bangun pada waktu subuh, dan bersabar hati sukur, Kepada Tuhan terlaksanakanlah sekehendakmu, pada saudara keluargamu, dari sawah ngelmu yang
kami ikat, waktu berada di kalijaga. Hal ini menunjukkan adanya pemahaman Islam dan pemahaman kepercayaan
kejawen menjadi satu dalam sebuah agama yaitu Islam Kejawen. Dalam ilmu kejawen menjelaskan banyak hal tentang kematian atau falsafah Sangkan Paraning Dumadi
yang juga berasal dari ajaran Sunan Bonang yang dturunkan Kepada Sunan Kalijaga yang mana mengulas banyak hal tentang kematian dan kemana setelah kita mati
termasuk didalamnya dimulai dari Petungan Jawa dan juga Dino Geblag. Sunan Kalijaga telah disebutkan bahwa Beliau adalah salah satu wali yang mempunyai
toleransi kepada kepercayaan asli masyarakat.
C. Dina Geblag menurut Kepercayaan Masyarakat Jawa