UJI DIAGNOSTIK RAPID TEST HBsAg DIASPOT® UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG
ABSTRACT
DIAGNOSTIC TEST OF DIASPOT®HBsAgRAPID TESTTO DIAGNOSE HEPATITIS B INFECTION IN URIP SUMOHARJO HOSPITAL
BANDAR LAMPUNG
By
FERINA DWI MARINDA
Hepatitis virus still the one of serious problem in the world. Incidence of hepatitis is high relatively in Indonesia and become public health problem in many place. Hepatitis B Virus infected more 2 billion people in the world and about 240 million people remain infected chronically. Rapid tests are used to diagnose and screening to the infection disease. This rapid tests are simple to perform, do not require equipment, easy to interpret and their reagents can generally be stored at room temperature. This study was a descriptive analytic with cross sectional study. The population in this study were suspected patients of Hepatitis B Virus in the laboratory of Clinical Pathology Urip Sumoharjo Bandar Lampung Hospital. The sampling technique was used consecutive sampling. Samples of this study were 30 samples. The result of Diaspot® HBsAg rapid test has 95.7% of AUC with sensitivity 91.3% and spesificity 100%. Conclusion,Rapid testHBsAg Diaspot®has sensitivity and spesificity that approach to standard recommendation from World Health Organization.
(2)
ABSTRAK
UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO
BANDAR LAMPUNG
Oleh
FERINA DWI MARINDA
Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di dunia. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah. Virus hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap virus hepatitis B kronis. Rapid testditerima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi. Metode ini secara umum mudah dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi, dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis penyakit Hepatitis B. Penelitian bersifat deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian adalah pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Sampel penelitian berjumlah 30 sampel. HasilRapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7% dengan nilai senstivitas 91,3% dan spesifisitas 100%. Kesimpulan, Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health Organization.
(3)
(4)
1
UJI DIAGNOSTIKRAPID TESTHBsAg DIASPOT®UNTUK MENDIAGNOSIS INFEKSI HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT URIP
SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
FERINA DWI MARINDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(5)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram kerangka teori... 8
2. Diagram kerangka konsep... 9
3. Struktur virus Hepatitis B... 11
4. Patogenesis imun pada virus Hepatitis B... 14
5. Siklus replikasi virus Hepatitis B... 15
6. Petanda serologi Virus Hepatitis B akut ... 21
7. Petanda serologi Virus Hepatitis B kronik... 23
8. Pemeriksaan HBsAg denganrapid test... 24
9. Hasilrapid testHBsAg ... 25
10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect ... 26
11. Skema perjalanan VHB... 31
12. Diagram Alur Penelitian ... 37
13. KurvaReceiver Operating Charateristic(ROC) ... 43
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI... i
DAFTAR TABEL... ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan umum ... 6
2. Tujuan khusus ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 6
E. Kerangka Teori ... 7
F. Kerangka Konsep... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hepatitis B... 10
B Etiologi Hepatitis B ... 10
C. Epidemiologi Hepatitis B ... 12
D. Penularan Hepatitis B... 13
E. Patogenesis Hepatitis B ... 14
F. Patofisiologi Hepatitis B... 16
(7)
ii
H. Diagnosis Hepatitis B... 20
1. Pemeriksaan Biokimia... 20
2. Pemeriksaan Serologis ... 21
3. Pemeriksaan Molekuler... 27
I. Komplikasi Hepatitis B ... 29
J. Terapi Hepatitis B ... 30
K. Prognosis Hepatitis B... 31
III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian... 32
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
C. Populasi dan Sampel ... 32
1. Populasi ... 32
2. Sampel ... 33
D. Definisi operasional ... 35
E. Bahan dan Alat Penelitian ... 35
F. Prosedur Penelitian ... 36
G. Pengolahan dan Analisis Data... 38
1. Pengolahan data ... 38
2. Analisis data ... 38
H. Ethical clearance... 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 40
B. Pembahasan ... 45
V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
(8)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Analisis statistik ... 56 2. Dokumentasi penelitian ... 60 3. Data sampel pasien di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung... 63
(9)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional Penelitian... 35 2. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan HasilRapid Test
HBsAg Diaspot®... 41 3. Karakteristik Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan Hasil Pemeriksaan
HBsAg kuantitatif Architect ... 41 4. Hasil PemeriksaanRapid TestHBsAg Diaspot®dengan HBsAg
(10)
(11)
(12)
Bismillahirrahmanirrahim
Kupersembahkan karya ini untuk
Papa, Mama dan Kakakku tercinta
Atas doa, semangat, dan nasihat
yang senantiasa menyertai perjalananku meraih mimpi
Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung (QS. Ali Imran: 173)
(13)
(14)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 20 Maret 1993, sebagai anak kedua dari dua bersaudara dari Bapak Wike Tridaya Utama dan Ibu Ir. Indah Restuningdyah.
Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK PG Bungamayang tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawalaut (Teladan) Bandar Lampung pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMPN 2 Bandar Lampung pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2011.
Tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Ujian Tulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam Lembaga Kemahasiswaan Forum Studi Islam (FSI) Ibnu Sina FK Unila sebagai Sekretaris Bidang Keputrian pada tahun 2012/2013 dan Lembaga Kemahasiswaan PMPATD PAKIS Rescue Team sebagai Sekertaris Divisi Pengabdian Masyarakat pada tahun 2013/2014.
(15)
SANWACANA
Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Skripsi dengan judul “Uji Diagnostik Rapid Test HBsAg Diaspot® Untuk Mendiagnosis Infeksi Hepatitis B Di Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung”adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;
2. Ibu dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp. PK, selaku Pembimbing Utama atas kebaikan hatinya dan kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini, tanpa mengurangi perhatiannya walaupun harus membagi waktu dengan banyak agenda lainnya;
3. Ibu dr. Putu Ristyaning Ayu, M.Kes, Sp. PK, selaku Pembimbing Kedua atas kesediaan serta kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
(16)
4. Bapak dr. Wiranto Basuki, Sp.PK, selaku Penguji Utama skripsi. Terima kasih atas waktu, ilmu, saran-saran yang telah diberikan di saat maupun di luar waktu seminar;
5. Ibu Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM, M.Kes, selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan yang telah diberikan;
6. Mama Ir. Indah Restuningdyah, Papa Wike Tridaya Utama yang selalu mendoakan, membimbing, dan menguatkan. Terimakasih atas doa dan nasihat yang telah diberikan sehingga memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi. Semoga Allah selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala di akhirat kelak;
7. Kakak perempuan satu-satunya, Faradila Winda Kartika, S.T. atas doa, bimbingan, dan saran yang telah diberikan dari awal pembuatan skripsi sehingga menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi dan terus menjadi pribadi yang lebih baik;
8. Keluarga besar saya di tanah jawa yang juga tidak lupa memberikan dorongan dan doa;
9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai cita-cita;
10. Seluruh Staf Tata Usaha dan Akademik FK Unila, serta pegawai yang turut membantu dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini; 11. Mbak Desi dan pekerja Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo
(17)
membantu sejak dari awal hingga selesainya penelitian. Terima kasih telah mendampingi penulis hingga selesai penelitian;
12. Mbak Novi yang banyak membantu dalam persiapan awal penelitian hingga selesainya penelitian. Terimakasih atas saran-saran yang diberikan; 13. Sahabat seperjuangan dalam penelitian, Sakinah yang telah memotivasi
dan menguatkan selama penelitian. Terimakasih telah menjadi partner mulai dari awal masuk kuliah;
14. Sahabat tersayang, Sakinah, Yolanda, Lian, dan Tiara atas kebersamaan, doa dan motivasi yang selalu diberikan. Terimakasih telah mengisi hari-hariku dan semoga kebersamaan ini tetap terjaga;
15. Sahabat cups, Bela, Desta, Naomi, Lian, Felis, Gede, Agatha, Dila, Fila, Rifka, Ririn, Robi, Sakinah, Baji, Wayan, dan Yolanda. Terimakasih atas motivasi, doa, dan dorongan yang telah diberikan;
16. Mbak Nida, terima kasih atas informasi dan saran yang telah diberikan pada penelitian;
17. Mayang, Avi, dan Mute, sahabat sejak SMA yang telah memotivasi penulis dalam pengerjaan skripsi;
18. Sahabat sejak SMP, Nuria, Veronika, Fitri, dan Dita. Terimakasih atas kebersamaan dan motivasi yang telah diberikan;
19. Seluruh keluarga besar FSI Ibnu Sina dan PMPATD PAKIS Rescue Team. 20. Teman-teman angkatan 2011 yang tak bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih atas motivasi dan kebersamaan yang terjalin selama mengemban ilmu di kampus tercinta ini;
(18)
21. Kakak-kakak dan adik-adik tingkat (angkatan 2002-2014) yang sudah memberikan semangat kebersamaan dalam satu kedokteran.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Akan tetapi, sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis
(19)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa daerah (Hardjoeno, 2007). Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati (Sudoyoet al, 2010). Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi agen penyebab yaitu Virus Hepatitis A (VHA), Virus Hepatitis B (VHB), Virus Hepatitis C (VHC), Virus Hepatitis D (VHD), Virus Hepatitis E (VHE), Virus Hepatitis F (VHF), Dan Virus Hepatitis G (VHG). Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah VHA dan VHB (Price & Wilson, 2012).
Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan pengidap Virus Hepatitis B kronis. Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (World Health Organization South East Asian Region). Penduduk Indonesia yang telah terinfeksi Hepatitis B sekitar 23 juta orang (Kemenkes, 2012). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar, prevalensi hepatitis di Indonesia
(20)
2
tahun 2013 adalah 1,2%, dua kali lebih tinggi dibandingkan tahun 2007. Prevalensi hepatitis di provinsi Lampung meningkat dari tahun 2007 yaitu 0,3% menjadi 1% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
Masa inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Penderita Hepatitis B akut akan mengalami gejala prodromal yang sama dengan hepatitis akut umumnya, yaitu kelelahan, kurangnya nafsu makan, mual, muntah, dan nyeri sendi. Gejala-gejala prodromal akan membaik ketika peradangan hati yang umumnya ditandai dengan gejala kuning, walaupun begitu 70% penderita hepatitis akut ternyata tidak mengalami kuning. Sebagian dari penderita Hepatitis B akut lalu akan mengalami kesembuhan spontan, sementara sebagian lagi akan berkembang menjadi Hepatitis B kronik (Kemenkes, 2012).
Virus Hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif yang berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif, keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya karsinoma hepatoselular (Kumaret al, 2012).
Diagnosis Hepatitis B ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit
(21)
3
kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi (USG) abdomen, dan biopsi hepar (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia, penanda serologis, dan pemeriksaan molekuler. Pemeriksaan biokimia didapatkanAspartate transferase(AST),Alanine aminotransferase(ALT), Alkali fosfatase (ALP), dan Gamma-glutamyl transferase (GGT) mengalami peningkatan saat stadium akut. Penanda serologis VHB adalah Hepatitis B surface Antigen (HBsAg), Antibodi Hepatitis B surface (Anti HBs), Hepatitis B core Antigen (HBcAg), Antibodi Hepatitis B core(Anti HBc), danHepatitis B envelope Antigen(HBeAg) (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan molekuler untuk deteksi VHB DNA dalam serum atau plasma menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk diagnosis infeksi VHB. Metode pemeriksaan VHB DNA antara lain adalah Radioimmunoassay (RIA), Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC), amplifikasi signal (metodebranched DNA/bDNA), dan amplifikasi target (metodePolymerase Chain Reaction/PCR) (Hardjoeno, 2007).
Menurut WHO (2002), HBsAg dapat diperiksa dengan metode Enzym Immunoassays (EIAs), Radio Immunoassay (RIA), Reversed Passive Hemagglutination Assays (RPHAs), atau Passive Hemagglutination
(22)
4
Assays (PHAs), Chemiluminescent Microparticle Immunoassay (CMIA), dan Electrochemiluminescent Immunoassay (ECLIA) (Liu et al, 2014). Metode RPHAs dan PHAs merupakan metode yang cepat dan mudah untuk dilakukan, namun kurang sensitif dan hasilnya sulit diinterpretasi bila dibandingkan dengan Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) (WHO, 2002).
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk menegakkan diagnosis hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, subklinis atau yang menetap. Salah satu tes pemeriksaan yang tergolong adalah ELISA. Prinsip dari pemeriksaan ELISA adalah reaksi antigen-antibodi (Ag-Ab) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang dilabel enzim dan substrat akan terjadi perubahan warna. Perubahan warna akan diukur intensitasnya dengan alat pembaca yang disebut spektrofotometer atau ELISA reader dengan menggunakan panjang gelombang tertentu (Handojo, 2004). HBsAg kuantitatif dilakukan dengan pemeriksaan HBsAg Architect berdasarkan metode CMIA. Metode ini adalah generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang lebih sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).
Akhir-akhir ini banyak digunakankitdengan hasil yang lebih cepat seperti dipstick atau imunokromatografi (Friedman et al, 2003). Rapid test diterima secara luas untuk diagnosis dan skrining untuk penyakit infeksi di negara maju dan negara berkembang. Metode ini secara umum mudah
(23)
5
dilakukan, tidak membutuhkan peralatan kompleks, mudah diinterpretasi, dan reagennya dapat disimpan di suhu ruangan (Allain, 2005). Berdasarkan penelitian Lin et al (2008), Diagnostic for the Real World (DRW-HBsAg) adalah rapid test yang memiliki nilai sensitivitas 99,46% dan spesifisitas 99,18% sedangkan Determine HBsAg memiliki nilai sensitivitas 98,92% dan spesifisitas 100% .
Berbagai penelitian mengenai pemeriksaan HBsAg dengan menggunakan Rapid testyang bervariasi mendorong keinginan penulis untuk mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan HBsAg menggunakan rapid test Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di Rumah Sakit (RS) Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti menyusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Berapakah nilai Area Under the Curve (AUC) metode rapid test HBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B?
2. Berapa sensitivitas dan spesifitas rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung?
(24)
6
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menguji rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui nilai AUC metode rapid test HBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B.
b. Mengetahui sensitivitas dan spesifisitas rapid test HBsAg Diaspot® untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti. 2. Bagi Masyarakat
Mengetahui beberapa pemeriksaan laboratorium dalam penegakan diagnosis Hepatitis B sehingga mendapatkan terapi penyakit sedini mungkin.
3. Bagi Ilmu Kedokteran
Membantu para klinisi dalam mendiagnosis Hepatitis B sehingga dapat memberikan tata laksana penyakit sedini mungkin dan mencegah komplikasi yang tidak diinginkan.
(25)
7
E. Kerangka Teori
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati.
Virus hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus ini melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati. Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Selanjutnya DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus ini dilepaskan ke peredaran darah, mekanisme terjadinya kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari, pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
(26)
8
\
Gambar 1. Diagram kerangka teori. Virus Hepatitis B
Surface Hepatitis akut Pemeriksaan Biokimia AST ALT GGT Bilirubin Pemeriksaan serologi HBsAg HBeAg IgM anti-HBc Pemeriksaan Molekuler Envelope Core Hepatosit
DNA virus berintegrasi DNA hospes
Respon imun atau inflamasi
Pemeriksaan Laboratorium Hepatitis kronik Pemeriksaan serologi HBsAg IgG anti-HBc EIA CMIA ELISA ECLIA ICT
(27)
9
F. Kerangka Konsep
Gambar 2. Diagram kerangka konsep. Virus Hepatitis B
Surface
Hepatitis akut
Pemeriksaan serologi HBsAg
Envelope Core
Hepatosit
DNA virus berintegrasi DNA hospes
Respon imun atau inflamasi
Pemeriksaan Laboratorium
ICT CMIA
(28)
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Hepatitis B
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
B. Etiologi Hepatitis B
Virus Hepatitis B adalah virus (Deoxyribo Nucleic Acid) DNA terkecil berasal dari genus Orthohepadnavirus famili Hepadnaviridae berdiameter 40-42 nm (Hardjoeno, 2007). Masa inkubasi berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari (Sudoyo et al, 2009). Bagian luar dari virus ini adalah protein envelope lipoprotein, sedangkan bagian dalam berupa nukleokapsid atau core (Hardjoeno, 2007).
(29)
11
Genom VHB merupakan molekul DNA sirkular untai-ganda parsial dengan 3200 nukleotida (Kumar et al, 2012). Genom berbentuk sirkuler dan memiliki empat Open Reading Frame (ORF) yang saling tumpang tindih secara parsial protein envelope yang dikenal sebagai selubung HBsAg seperti large HBs (LHBs), medium HBs (MHBs), dan small HBs (SHBs) disebut gen S, yang merupakan target utama respon imun host, dengan lokasi utama pada asam amino 100-160 (Hardjoeno, 2007). HBsAg dapat mengandung satu dari sejumlah subtipe antigen spesifik, disebut d atau y, w atau r. Subtipe HBsAg ini menyediakan penanda epidemiologik tambahan (Asdieet al, 2012).
Gen C yang mengkode protein inti (HBcAg) dan HBeAg, gen P yang mengkode enzim polimerase yang digunakan untuk replikasi virus, dan terakhir gen X yang mengkode protein X (HBx), yang memodulasi sinyal sel host secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi ekspresi gen virus ataupun host, dan belakangan ini diketahui berkaitan dengan terjadinya kanker hati (Hardjoeno, 2007).
(30)
12
C. Epidemiologi Hepatitis B
Infeksi VHB merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hati di dunia. Infeksi ini endemis di daerah Timur Jauh, sebagian besar kepulaan Pasifik, banyak negara di Afrika, sebagian Timur Tengah, dan di lembah Amazon. Center for Disease Control and Prevention (CDC) memperkirakan bahwa sejumlah 200.000 hingga 300.000 orang (terutama dewasa muda) terinfeksi oleh VHB setiap tahunnya. Hanya 25% dari mereka yang mengalami ikterus, 10.000 kasus memerlukan perawatan di rumah sakit, dan sekitar 1-2% meninggal karena penyakit fulminan (Price & Wilson, 2012).
Sepertiga penduduk dunia diperkirakan telah terinfeksi oleh VHB dan sekitar 400 juta orang merupakan pengidap kronik Hepatitis B, sedangkan prevalensi di Indonesia dilaporkan berkisar antara 3-17% (Hardjoeno, 2007). Virus Hepatitis B diperkirakan telah menginfeksi lebih dari 2 milyar orang yang hidup saat ini selama kehidupan mereka. Tujuh puluh lima persen dari semua pembawa kronis hidup di Asia dan pesisir Pasifik Barat (Kumaret al, 2012).
Prevalensi pengidap VHB tertinggi ada di Afrika dan Asia. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan bahwa Hepatitis klinis terdeteksi di seluruh provinsi di Indonesia dengan prevalensi sebesar 0,6% (rentang: 0,2%-1,9%). Hasil Riskesdas Biomedis tahun 2007 dengan jumlah sampel 10.391 orang menunjukkan bahwa persentase HBsAg positif 9,4%. Persentase Hepatitis B tertinggi pada kelompok umur 45- 49 tahun (11,92%), umur >60
(31)
13
tahun (10.57%) dan umur 10-14 tahun (10,02%), selanjutnya HBsAg positif pada kelompok laki-laki dan perempuan hampir sama (9,7% dan 9,3%). Hal ini menunjukkan bahwa 1 dari 10 penduduk Indonesia telah terinfeksi virus Hepatitis B (Kemenkes, 2012).
D. Penularan Hepatitis B
Cara utama penularan VHB adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa, terutama berhubungan seksual (Price & Wilson, 2012). Penanda HBsAg telah diidentifikasi pada hampir setiap cairan tubuh dari orang yang terinfeksi yaitu saliva, air mata, cairan seminal, cairan serebrospinal, asites, dan air susu ibu. Beberapa cairan tubuh ini (terutama semen dan saliva) telah diketahui infeksius (Thedja, 2012).
Jalur penularan infeksi VHB di Indonesia yang terbanyak adalah secara parenteral yaitu secara vertikal (transmisi) maternal-neonatal atau horisontal (kontak antar individu yang sangat erat dan lama, seksual, iatrogenik, penggunaan jarum suntik bersama). Virus Hepatitis B dapat dideteksi pada semua sekret dan cairan tubuh manusia, dengan konsentrasi tertinggi pada serum (Juffrieet al, 2010).
(32)
14
E. Patogenesis Hepatitis B
Infeksi VHB berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, DNA VHB terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi gen HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan molekul MHC kelas I menyebabkan pengaktifan limfosit T CD8+ sitotoksik. Selama fase integratif, DNA virus meyatu kedalam genom pejamu. Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi virus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun risiko terjadinya karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian disebabkan oleh disregulasi pertumbuhan yang diperantarai protein X VHB. Kerusakan hepatosit terjadi akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel sitotoksik CD8+ (Kumar et al, 2012). Fase tersebut dapat dilihat pada gambar 2.
(33)
15
Proses replikasi VHB berlangsung cepat, sekitar 1010-1012 virion dihasilkan setiap hari. Siklus hidup VHB dimulai dengan menempelnya virion pada reseptor di permukaan sel hati (Gambar 3). Setelah terjadi fusi membran, partikel core kemudian ditransfer ke sitosol dan selanjutnya dilepaskan ke dalam nucleus (genom release), selanjutnya DNA VHB yang masuk ke dalam nukleus mula-mula berupa untai DNA yang tidak sama panjang yang kemudian akan terjadi proses DNA repair berupa memanjangnya rantai DNA yang pendek sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau covalently closed circle DNA (cccDNA). Proses selanjutnya adalah transkripsi cccDNA menjadi pre-genom RNA dan beberapamessengerRNA (mRNA) yaitu mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs (Hardjoeno, 2007).
(34)
16
Semua RNA VHB kemudian ditransfer ke sitoplasma dimana proses translasi menghasilkan protein envelope, core, polimerase, polipeptida X dan pre-C, sedangkan translasi mRNA LHBs, MHBs, dan mRNA SHBs akan menghasilkan protein LHBs, MHBs, dan SHBs. Proses selanjutnya adalah pembuatan nukleokapsid di sitosol yang melibatkan prosesencapsidation yaitu penggabungan molekul RNA ke dalam HBsAg. Proses reverse transcription dimulai, DNA virus dibentuk kembali dari molekul RNA. Beberapa coreyang mengandung genom matang ditransfer kembali ke nukleus yang dapat dikonversi kembali menjadi cccDNA untuk mempertahankan cadangan template transkripsi intranukleus. Akan tetapi, sebagian dari protein core ini bergabung ke kompleks golgi yang membawa protein envelope virus. Protein core memperoleh envelope lipoprotein yang mengandung antigen surface L, M, dan S, yang selanjutnya ditransfer ke luar sel (Hardjoeno, 2007).
F. Patofisiologi Hepatitis B
Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus Hepatitis B. Virus Hepatitis B mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hepar kemudian mengalami penetrasi ke dalam sitoplasma sel hepar. Virus melepaskan mantelnya di sitoplasma, sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus sel dinding hati.
Asam nukleat VHB akan keluar dari nukleokapsid dan akan menempel pada DNA hospes dan berintegrasi pada DNA tersebut. Proses selanjutnya adalah
(35)
17
DNA VHB memerintahkan sel hati untuk membentuk protein bagi virus baru. Virus Hepatitis B dilepaskan ke peredaran darah, terjadi mekanisme kerusakan hati yang kronis disebabkan karena respon imunologik penderita terhadap infeksi (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Proses replikasi virus tidak secara langsung bersifat toksik terhadap sel, terbukti banyak carrier VHB asimtomatik dan hanya menyebabkan kerusakan hati ringan. Respon imun hostterhadap antigen virus merupakan faktor penting terhadap kerusakan hepatoseluler dan proses klirens virus, makin lengkap respon imun, makin besar klirens virus dan semakin berat kerusakan sel hati. Respon imun hostdimediasi oleh respon seluler terhadap epitop protein VHB, terutama HBsAg yang ditransfer ke permukaan sel hati. Human Leukocyte Antigen (HLA) class I-restricted CD8+ cell mengenali fragmen peptida VHB setelah mengalami proses intrasel dan dipresentasikan ke permukaan sel hati oleh molekulMajor Histocompability Complex(MHC) kelas I. Proses berakhir dengan penghancuran sel secara langsung oleh Limfosit T sitotoksik CD8+ (Hardjoeno, 2007).
G. Manifestasi Klinis Hepatitis B
Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi asimtomatis ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intensitas yang lebih berat (Juffrieet al, 2010).
(36)
18
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu: 1. Fase Inkubasi
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60-90 hari.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar 5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1% yang menjadi fulminan (Sudoyoet al, 2009).
(37)
19
Hepatitis B kronis didefinisikan sebagai peradangan hati yang berlanjut lebih dari enam bulan sejak timbul keluhan dan gejala penyakit. Perjalanan hepatitis B kronik dibagi menjadi tiga fase penting yaitu :
1. Fase Imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleren terhadap VHB sehingga konsentrasi virus tinggi dalam darah, tetapi tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Virus Hepatitis B berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg yang sangat tinggi.
2. Fase Imunoaktif (Clearance)
Sekitar 30% individu persisten dengan VHB akibat terjadinya replikasi virus yang berkepanjangan, terjadi proses nekroinflamasi yang tampak dari kenaikan konsentrasi ALT. Fase clearance menandakan pasien sudah mulai kehilangan toleransi imun terhadap VHB.
3. Fase Residual
Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel hati yang terinfeksi VHB. Sekitar 70% dari individu tersebut akhirnya dapat menghilangkan sebagian besar partikel virus tanpa ada kerusakan sel hati yang berarti. Fase residual ditandai dengan titer HBsAg rendah, HBeAg yang menjadi negatif dan anti-HBe yang menjadi positif, serta konsentrasi ALT normal (Sudoyoet al, 2009).
(38)
20
H. Diagnosis Hepatitis B
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, perlu digali riwayat transmisi seperti pernah transfusi, seks bebas, riwayat sakit kuning sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan hepatomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler (Hardjoeno, 2007). Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
Pemeriksaan laboratorium pada VHB terdiri dari : 1. Pemeriksaan Biokimia
Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat >10 kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit, peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) >3 kali nilai normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2-10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat (Hardjoeno, 2007).
(39)
21
2. Pemeriksaan serologis
Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda infeksi VHB kronik adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum >6 bulan (EASL, 2009). Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap di dalam darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier (Hardjoeno, 2007).
Setelah HBsAg menghilang, anti-HBs terdeteksi dalam serum pasien dan terdeteksi sampai waktu yang tidak terbatas sesudahnya. Karena terdapat variasi dalam waktu timbulnya anti-HBs, kadang terdapat suatu tenggang waktu (window period) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya HBs. Selama periode tersebut, anti-HBc dapat menjadi bukti serologik pada infeksi VHB (Asdieet al, 2012).
Gambar 6. Penanda serologi Virus Hepatitis B akut (Sumber: Roche Diagnostics, 2011)
(40)
22
Hepatitis B core antigen dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi, tetapi tidak terdeteksi di dalam serum (Hardjoeno, 2007). Hal tersebut dikarenakan HBcAg terpencil di dalam mantel HBsAg. Penanda Anti-HBc dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-HBs dalam beberapa minggu hingga beberapa bulan (Asdieet al, 2012).
Penanda serologik lain adalah anti-HBc, antibodi ini timbul saat terjadinya gejala klinis. Saat infeksi akut, anti HBc IgM umumnya muncul 2 minggu setelah HBsAg terdeteksi dan akan menetap ±6 bulan. Pemeriksaan anti-HBc IgM penting untuk diagnosis infeksi akut terutama bila HBsAg tidak terdeteksi (window period). Penanda anti-HBc IgM menghilang, anti-HBc IgG muncul dan akan menetap dalam jangka waktu lama (Hardjoeno, 2007).
Hepatitis B envelope antigen merupakan peptida yang berasal dari core virus, ditemukan hanya pada serum dengan HBsAg positif. Penanda HBeAg timbul bersamaan dengan dihasilkannya DNA polimerase virus sehingga lebih menunjukkan terjadinya replikasi virus dan jika menetap kemungkinan akan menjadi penyakit hati kronis (Hardjoeno, 2007). Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis dapat dilihat pada gambar 5.
(41)
23
Gambar 7. Penanda serologi Virus Hepatitis B kronis (Sumber: Roche Diagnostics, 2011)
Tes-tes yang sangat sensitif telah banyak dikembangkan secara luas untuk menegakkan diagnosis Hepatitis B dalam kasus-kasus ringan, sub klinis atau yang menetap (Handojo, 2004). Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT), ELISA, EIA, dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya tersedia pada laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan rapid diagnostic ICT adalah pilihan yang tepat digunakan karena lebih murah dan tidak memerlukan peralatan kompleks (Rahmanet al, 2008).
Diagnostik dengan rapid test merupakan alternatif untuk enzym immunoassays dan alat untuk skrining skala besar dalam diagnosis infeksi VHB, khususnya di tempat yang tidak terdapat akses pemeriksaan serologi dan molekuler secara mudah (Scheiblaueret al, 2010).
(42)
24
Gambar 8.Pemeriksaan HBsAg denganrapid test (Sumber: http://www.globalpartners.cl, 2014).
Pemeriksaan HBsAg (cassette) adalah pemeriksaan rapid chromatographic secara kualitatif untuk mendeteksi HBsAg pada serum atau plasma. Pemeriksaan HBsAg Diaspot® (Diaspot Diagnostics, USA) adalah pemeriksaan kromatografi yang dilakukan berdasarkan prinsip double antibody-sandwich. Membran dilapisi oleh anti-HBs pada bagian test line. Selama tes dilakukan, HBsAg pada spesimen serum atau plasma bereaksi dengan partikel anti-HBs. Campuran tersebut berpindah ke membran secara kromatografi oleh mekanisme kapiler yang bereaksi dengan anti-HBs pada membran dan terbaca di colored line (Gambar 7). Adanya colored line menandakan bahwa hasilnya positif, jika tidak ada colored linemenandakan hasil negatif (Okonko & Udeze, 2011).
(43)
25
Gambar 9. H 2014
Penanda HBsA untuk infeksi terdapat peme (Ahn & Lee, 2011 dibutuhkan unt untuk mema laboratorium. penilaian HBsA Diagnostics). 0,05-250 IU/m Pemeriksaan H Architect berd 25
Hasil rapid test HBsAg (Sumber: http://www.ra 2014).
BsAg telah digunakan sebagai penanda diag ksi virus Hepatitis B. Seiring dengan kemajuan
eriksaan HBsAg kuantitatif untuk memonitor , 2011). Pemeriksaan HBsAg kuantitatif adalah a untuk akurasi, mudah, terstandarisasi, dan seca
astikan perbedaan yang ditemukan pada . Salah satu pemeriksaan yang telah dikem BsAg kuantitatif adalah pemeriksaan HBsAg A ). Pemeriksaan HBsAg Architect memiliki ja
/mL (Zacher,et al. 2011).
n HBsAg kuantitatif dilakukan dengan peme berdasarkan metode CMIA (Gambar 8). Metode
25
.rapidtest-ivd.com/,
agnostik kualitatif uan perkembangan, onitor replikasi virus lah alat klinis yang ecara luas tersedia pada pemeriksaan kembangkan untuk Architect (Abbott jarak linear dari
eriksaan HBsAg ode CMIA adalah
(44)
26
generasi terbaru setelah ELISA dengan kemampuan deteksi yang lebih sensitif (Primadharsini & Wibawa, 2013).
Gambar 10. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect (sumber: Abbott Laboratories, 2008).
Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect memiliki dua langkah dalam pemeriksaan. Langkah pertama, sampel dan mikropartikel paragmanetik dilapisi anti-HBs dikombinasikan. Keberadaan HBsAg pada sampel akan berikatan dengan mikropartikel yang dilapisi anti-HBs. Proses selanjutnya adalah washing, kemudian acridinium-labeled anti-HBs conjugate ditambahkan pada langkah kedua. Setelah proses washingkembali, larutan pre-trigger dan trigger ditambahkan ke dalam campuran Larutan pre-trigger mengandung 1, 32% hydrogen peroksida, sedangkan larutan trigger mengandung 0,35 mol/L natrium hidroksida. Hasil dari reaksi
(45)
27
chemiluminescent diukur sebagai Relative Unit Light(RLU) dan dideteksi dengansystem opticArchitect (Abbott Laboratories, 2008).
Interpretasi hasil dari pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect adalah nonreaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi <0,05 IU/mL dan reaktif jika spesimen dengan nilai konsentrasi >0,05 IU/mL. Sampel nonreaktif menandakan negatif untuk HBsAg dan tidak membutuhkan tes selanjutnya (Abbott Laboratories, 2008).
3. Pemeriksaan molekuler
Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk deteksi dan pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan antiviral. Metode pemeriksaannya antara lain:
a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu paruh pendek dan diperlukan penanganan khusus dalam prosedur kerja dan limbahnya.
b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik hibridisasi yang lebih sensitif dan tidak menggunakan radioisotop karena sistem deteksinya menggunakan substratchemiluminescence.
(46)
28
c. Amplifikasi signal (metode branched DNA/bDNA) bertujuan untuk menghasilkan sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target molekul asam nukleat.
d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah dikembangkan teknik real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB. Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk PCR terjadi secara bersamaan dalam suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).
Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB DNA sampai dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis dari kadar VHB DNA yang rendah. Berdasarkan pengetahuan dan definisi sekarang tentang Hepatitis B kronik, pemeriksaan standar dengan batas deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien dengan Hepatitis B kronik. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada saat ini adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan <104 kopi/mL (Setiawanet al, 2006).
(47)
29
I. Komplikasi Hepatitis B
Hepatitis B kronik merupakan penyulit jangka lama pada Hepatitis B akut. Penyakit ini terjadi pada sejumlah kecil penderita Hepatitis B akut. Kebanyakan penderita Hepatitis B kronik tidak pernah mengalami gejala hepatitis B akut yang jelas. Hepatitis fulminan merupakan penyulit yang paling ditakuti karena sebagian besar berlangsung fatal. Lima puluh persen kasus hepatitis virus fulminan adalah dari tipe B dan banyak diantara kasus hepatitis B akut fulminan terjadi akibat ada koinfeksi dengan hepatitis D atau hepatitis C. Angka kematian lebih dari 80% tetapi penderita hepatitis fulminan yang berhasil hidup biasanya mengalami kesembuhan biokimiawi atau histologik. Terapi pilihan untuk hepatitis B fulminan adalah transplantasi hati (Soewignjo & Gunawan, 2008).
Sirosis hati merupakan kondisi dimana jaringan hati tergantikan oleh jaringan parut yang terjadi bertahap. Jaringan parut ini semakin lama akan mengubah struktur normal dari hati dan regenerasi sel-sel hati. Maka sel-sel hati akan mengalami kerusakan yang menyebabkan fungsi hati mengalami penurunan bahkan kehilangan fungsinya (Mustofa & Kurniawaty, 2013).
(48)
30
J. Terapi Hepatitis B
Tidak ada terapi spesifik untuk hepatitis virus akut yang khas. Pembatasan aktivitas fisik seperti tirah baring dapat membuat pasien merasa lebih baik. Diperlukan diet tinggi kalori dan hendaknya asupan kalori utama diberikan pada pagi hari karena banyak pasien mengalami nausea ketika malam hari (Setiawanet al, 2006).
Tujuan utama dari pengobatan Hepatitis B kronik adalah untuk mengeliminasi atau menekan secara permanen VHB. Pengobatan dapat mengurangi patogenitas dan infektivitas akhirnya menghentikan atau mengurangi inflamasi hati, mencegah terjadinya dekompensasi hati, menghilangkan DNA VHB (dengan serokonvers HBeAg ke anti-Hbe pada pasien HBeAg positif) dan normalisasi ALT pada akhir atau 6-12 bulan setelah akhir pengobatan (Soewignjo & Gunawan, 2008).
Tujuan jangka panjang adalah mencegah terjadinyahepatitis flare yang dapat menyebabkan dekompensasi hati, perkembangan ke arah sirosis dan/atau HCC (Hepato Cellular Carcinoma), dan pada akhirnya memperpanjang usia (Setiawanet al, 2006). Terapi antiviral yang telah terbukti bermanfaat untuk Hepatitis B kronik adalah Interferon, Lamivudin, Adefovir dipofoxil dan Entecavir (Soewignjo & Gunawan, 2008).
(49)
31
K. Prognosis Hepatitis B
Virus hepatitis B menyebabkan hepatitis akut dengan pemulihan dan hilangnya virus, hepatitis kronis nonprogresif, penyakit kronis progresif yang berakhir dengan sirosis, hepatitis fulminan dengan nekrosis hati masif, keadaan pembawa asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis progresif. Virus ini juga berperan penting dalam terjadinya karsinoma hepatoselular (Kumat et al, 2012). Setiap tahun, lebih dari 600.000 orang meninggal diakibatkan penyakit hati kronik oleh VHB belanjut ke sirosis, kegagalan hati danhepatocellular carcinoma(Chevaliezet al, 2014).
(50)
✁
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel diambil secara consecutive sampling dari data pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai Desember 2014 di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Consecutive sampling adalah pemilihan sampel dengan menetapkan subjek yang telah memenuhi kriteria penilaian.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2014 di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B pada bulan Oktober sampai Desember 2014 di bagian Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
(51)
✂✂
2. Sampel
Menurut Dahlan (2009), rumus besar sampel untuk penelitian diagnostik yang mempunyai keluaran Area Under the Curve (AUC) adalah sebagai berikut:
n = Zα 2V1 + Z V1 + V2
θ1 θ2 Keterangan:
n : jumlah sampel yang dibutuhkan Zα : deviat baku alpha
θ1-θ2 : selisih minimal AUC antara dua indeks yang dianggap bermakna θ2 : AUC dari indeks yang sudah diketahui
θ1 : AUC dari indeks yang diteliti V1 : Q11+ Q21- 2θ12
V2 : Q12+ Q22- 2θ12
Q11 : Nilai Q1dari indeks yang ditelitiθ1: (2 -θ1) Q21 : Nilai Q2dari indeks yang diteliti 2θ12: (1 +θ1) Q12 : Nilai Q1dari indeks yang telah ada θ2: (2 -θ2) Q22 : Nilai Q2dari indeks yang telah ada 2θ22: (1+θ2)
Hasil perhitungan:
Kesalahan tipe I ditetapkan sebesar 5%, hipotesis satu arah, sehingga Zα=1,64.
(52)
✄ ☎
θ2= nilai AUC dari diagnostik sebelumnya. Karena tidak diketahui, maka θ2=0,5
θ1– θ2 = perbedaan nilai AUC minimal yang dianggap bermakna ditetapkan sebesar 0,3. Dengan demikian, θ1(Rapid test) adalah sebesar 0,8.
Q11= θ1: (2 -θ1) = 0,8 : (2-0,8) = 0,8 : 1,2 = 0,67 Q21=2θ1 : (1 + θ1) = 2 x 0,802: (1+0,80) = 0,71
Q12= θ2: (2– θ2) = 0,5 : (2-0,5) = 0,5 : 1,5 = 0,33 Q22= 2θ2 : (1 + θ2) = 2 x 0,502: (1+ 0,50) = 0,33
V1= Q11+ Q21–2 1 = 0,67 + 0,71–2 x 0,802= 0,1 V2= Q12+ Q22-2 2 = 0,33 + 0,33–2 x 0,502= 0,16
n = 1,64 2(0,1) + 1,28 0,1 + 0,16 0,8 0,5
n = 29
Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 29 pasien, dimana semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi diambil sebagai responden.
Kriteria Inklusi:
1. Pasien rawat inap yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung pada bulan Oktober-Desember 2014.
2. Pasien dengan gejala klinis yang mendukung kearah Hepatitis. 3. Pasien dengan kadar enzim hati meningkat lebih dari nilai rujukan.
(53)
✆ ✝
Kriteria eksklusi:
1. Pasien dicurigai menderita penyakit Hepatitis yang tidak bersedia dijadikan responden dalam penelitian.
2. Pasien Hepatitis B kronik dalam pengobatan.
D. Definisi Operasional Variabel
Tabel 1.Definisi operasional
No. Variabel Definisi Jenis Variabel
1.
2.
PemeriksaanRapid Test HBsAgDiaspot®
Pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect
Deteksi antigen permukaan virus Hepatitis B dengan hasil :
+ :control linedantest linemerah :control linemerah
Invalid : tidak ada garis merah
Deteksi antigen permukaan virus Hepatitis B secara kuantitatif dengan interpretasi konsentrasi HBsAg: Reaktif :≥0,05 IU/ml
Non reaktif:≤0,05 Iu/ml
Nominal
Nominal
E. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Sampel (serum).
2. Tabungvacutainer(clot)berwarna merah. 3. Cup sample.
4. Spuit 3cc dan 5cc. 5. Tip kuning. 6. Parafilm. 7. Rak tabung. 8. Sentrifugator.
(54)
✞6
10. Micropipet.
11. Toples untuk tempatcup sample.
F. Prosedur Penelitian 1. Pengambilan sampel
Sampel didapat berdasarkan kriteria inklusi yaitu pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Pasien diambil darah sebanyak 3cc dan dimasukkan ke dalam tabung vacutainer (clot) berwarna merah. Sampel darah disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 15 menit di Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
2. Penyimpanan sampel
Serum yang telah disentrifugasi, dimasukkan ke cup sample yang sebelumnya telah diberi kode sampel dan kemudian ditutup dengan parafilm. Sampel dimasukkan ke dalam toples dan disimpan di dalam kulkas bersuhu -20oC.
3. Pemeriksaan HBsAgrapid testdan HBsAg kuantitatif
Sampel yang akan diperiksa dipindahkan dari kulkas bersuhu -20o C ke suhu ruangan. Pemeriksaan rapid test dimulai dengan menambahkan 2-3 tetes atau 60-90µl serum yang dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo sedangkan pemeriksaan HBsAg kuantitatif Architect dilakukan di Laboratorium Prodia.
(55)
✟ ✠
Pasien yang dicurigai menderita penyakit Hepatitis B di RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung
Pengambilan sampel darah pasien sebanyak 3cc di tabungvacutainer (clot) berwarna merah
Sampel darah disentrifugasi di Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo Bandar Lampung selama 15 menit.
Serum dimasukkan kecup sampledan ditutup dengan parafilm.
Penyimpanan sampel serum di dalam kulkas bersuhu -20oC.
Gambar 12.Diagram Alur Penelitian. Pemeriksaan HBsAg kuantitatif
Architect di laboratorium Prodia
Hasil dibaca setelah setelah 35 menit
Pemeriksaanrapid testdi Laboratorium Patologi Klinik RS Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
Disiapkanrapid testsimpan pada permukaan mendatar
Tambahkan 2-3 tetes atau 60-90µl serum padarapid test
Ditunggu reaksi yang terjadi, hasil dibaca tidak lebih dari 15 menit.
(56)
✡8
G. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan dioleh menggunakan program statistik. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri dari beberapa langkah: a. Editing, untuk melakukan pengecekan apakah semua data
pemeriksaan sudah lengkap, jelas, dan relevan.
b. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
c. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer.
d. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan ke komputer.
2. Analisis Data
Analisis data digunakan analisis diagnostik Receiver Operating Charateristic (ROC). Metode ROC adalah suatu metode statistik yang merupakan hasil tarik ulur antara nilai sensitivitas dan spesifisitas pada berbagai titik potong yang disajikan dalam bentuk grafik. Beberapa langkah analisis diantaranya:
a. Kurva ROC.
b. Menentukan titik potong.
(57)
☛ ☞
H. Ethical clearance
Penelitian ini telah mendapat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, bahwa prosedur yang dilakukan tidak melanggar etika dalam melakukan penelitian.
(58)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Rapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7%.
2. Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health Organization.
B. Saran
1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut dalam penegakan diagnosis Hepatitis B dengan menggunakan rapid test yang dibandingkan dengan pemeriksaanGold standard.
2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan dari beberaparapid testHBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B.
(59)
DAFTAR PUSTAKA
Abbott laboratories. 2008. Architect System HBsAg qualitative. Tersedia dari: http://www.ilexmedical.com/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Ahn SH, Lee JM. 2011. Quantification of HBsAg: Basic virology for clinical practice. World J Gastroenterol. 17(3):283-89.
Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines Hepatitis B (Acute case). 2011. Government of Alberta. Tersedia dari: http://www.health.alberta.ca/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Allain JP, Lee HH. 2005. Rapid tests for detection of viral markers in blood transfusion. Expert Rev. Mol. Diagn. 5:31-41.
Antony J, Celine T M. 2014. A hospital-based retrospective study on frequency and distribution of viral Hepatitis. J Global Infect Dis. 6:99-104.
Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W. 2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1638-63.
Chevaliez S, Challine D, Naija H, Luu TC, Laperche S, Nadala L, et al. 2014. Performance of a new rapid test for the detection of hepatitis B surface antigen in various population. J Clin Virol. 59(2):89-93.
Dahlan MS. 2009. Penelitian Diagnostik: Dasar-dasar teoritis dan aplikasi dengan program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika.
European Association for the Study of Liver. 2009. EASL clinical practice guidelines: management of chronic hepatitis. J Hepatol. 50:227-242. Friedman S, Grendell J, McQuaid K. 2003. Current diagnosis and treatment in
gastroenterology, edisi ke-2. London: McGraw-Hill.
Ganem D, Prince AM. 2004. Hepatitis B virus infection-natural history and clinical cnsequences. N Engl J Med. 350:1118-29.
Handojo I. 2004. Immunoassai terapan pada beberapa penyakit infeksi. Surabaya: Airlangga University Press.
(60)
Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
Hayder I, Ahmed W, Alam SE. 2012. Comparison of different ICT kits for HBsAg and Anti HCV using gold standard ELISA. Pak J Med Res. 51(3):72-6.
http://www.globalpartners.cl. Diaspot (Rapid diagnostic test). Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
http://www.rapidtest-ivd.com/. Rapid test results. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Hunt R. 2011. Hepatitis viruses. Virology Section of Microbiology and Immunology Online [Jurnal Online]. Tersedia dari: http://pathmicro.med.sc.edu/virol/hepatitis-virus.htm. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Janahi EM. 2014. Prevalence and Risk Factors of Hepatitis B Virus Infection in Bahrain, 2000 through 2010. PLOS One. 9(2):e87599.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta: Direktorat Jenderal PP dan PL.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes. hlm.109-110. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7.
Jakarta: EGC.
Lin YH, Wang Y, Loua A, Day GJ, Qiu Y, Allain JP,et al. 2008. Evaluation of a new hepatitis B virus surface antigen rapid test with improved sensitivity. J Clin Micobiol. 46(10):3319.
Liu C, Tianbin C, Lin J, Chen H, Chen J, Lin S, et al. 2014. Evaluation of the performance of four methods for detection of hepatitis B surface antigen and their application for testing 116,455 specimens. J Virol Methods. Maity S, Nandi S, Biswas S, Sadhukhan SK, Saha MK. 2012. Performance and
diagnostic usefulness of commercially available Enzyme Linked Immunosorbent Assay and rapid kits for detection of HIV, HBV and HCV in India. Virology Journal. 9:290.
Mustafa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran cerna panduan bagi dokter umum. Lampung: Anugrah Utama Raharja(Aura).
(61)
Nadiah. 2008. Prevalensi Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) positif pada penderita sirosis hepatis yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS. Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari-31 Desember 2006 [Tesis]. Padang: Universitas Andalas.
Navarro N, Lim N, Kim J, Joo E, Che K, Runyon BA, et al. 2014. Lower than expected hepatitis B virus infection prevalence among first generation Koreans in the U.S.: results of HBV screening in the Southern California Inland Empire Natali. BMC Infectious Diseases. 14:269.
Okonko IO, Udeze AO. 2011. Detection of Hepatits B surface Antigen (HBsAg) among pregnant women attending Antenatal Clinic at O.L.A. Catholic Hospital, Oluyoro, Ibadan, Oyo State, Southwestern Nigeria. Nature and Science. 9(11):54-60.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.
Primadharsini PP, Wibawa ID. 2013.Correlation between Quantitative HBsAg and HBV-DNA in Chronic Hepatitis B Infection. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology And Digestive Endoscopy.14(1):9-12. Rahman M, Khan SA, Lodhi Y. 2008. Unconfirmed rective screening tests and
their impact on donor management. Pak J Med Sci. 24:517-9.
Roche Diagnostics. 2011. Elecsys HBsAg II quantitative. Switzerland. Tersedia dari: www.cobas.com. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Scheiblauer H, et al. 2010. Performance evaluation of 70 hepatitis B virus (HBV) surface antigen (HBsAg) assays from around the world by geographically diverse panel with anarray of HBV genotypes and HBsAg subtypes. Vox Sang. 98:403-14.
Setiawan PB, Djumhana A, Akbar HN, Lesmana LA. 2006. Konsensus PPHI tentang panduan tata laksana infeksi hepatitis B kronik.
Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia: Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative.
(62)
Wasfi OAS, Sadek NA. 2011. Prevalence of hepatitis B surface antigen and hepatitis C virus antibodies among blood donors in Alexandria, Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal. 17(3):238-42.
Willis AP. 2007. Hepatitis B research advanced. Newyork: Nova Science Publisher Inc. hlm. 44-5.
World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Tersedia dari: http://www.who.int/. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Zacher BJ, Moriconi F, Bowden S, Hammond R, Louisirirotchanakul S, Phisalprapa P, et al. 2011. Multicenter evaluation of the Elecsys hepatitis B surface antigen quantitative assay. 18(11):1943-50.
(1)
☛ ☞
H. Ethical clearance
Penelitian ini telah mendapat Keterangan Lolos Kaji Etik dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, bahwa prosedur yang dilakukan tidak melanggar etika dalam melakukan penelitian.
(2)
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Rapid testHBsAg Diaspot®memiliki nilai AUC sebesar 95,7%.
2. Rapid test HBsAg Diaspot® memiliki nilai sensitivitas dan spesifisitas yang telah mendekati standar rekomendasi dari World Health Organization.
B. Saran
1. Peneliti lain disarankan untuk menguji lebih lanjut dalam penegakan diagnosis Hepatitis B dengan menggunakan rapid test yang dibandingkan dengan pemeriksaanGold standard.
2. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai perbandingan dari beberaparapid testHBsAg untuk mendiagnosis infeksi Hepatitis B.
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Abbott laboratories. 2008. Architect System HBsAg qualitative. Tersedia dari: http://www.ilexmedical.com/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Ahn SH, Lee JM. 2011. Quantification of HBsAg: Basic virology for clinical practice. World J Gastroenterol. 17(3):283-89.
Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines Hepatitis B (Acute case). 2011. Government of Alberta. Tersedia dari: http://www.health.alberta.ca/. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Allain JP, Lee HH. 2005. Rapid tests for detection of viral markers in blood transfusion. Expert Rev. Mol. Diagn. 5:31-41.
Antony J, Celine T M. 2014. A hospital-based retrospective study on frequency and distribution of viral Hepatitis. J Global Infect Dis. 6:99-104.
Asdie AH, Wiyono P, Rahardjo P, Triwibowo, Marcham SN, Danawati W. 2012. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam, edisi ke-13. Jakarta: EGC. hlm.1638-63.
Chevaliez S, Challine D, Naija H, Luu TC, Laperche S, Nadala L, et al. 2014. Performance of a new rapid test for the detection of hepatitis B surface antigen in various population. J Clin Virol. 59(2):89-93.
Dahlan MS. 2009. Penelitian Diagnostik: Dasar-dasar teoritis dan aplikasi dengan program SPSS dan Stata. Jakarta: Salemba Medika.
European Association for the Study of Liver. 2009. EASL clinical practice guidelines: management of chronic hepatitis. J Hepatol. 50:227-242. Friedman S, Grendell J, McQuaid K. 2003. Current diagnosis and treatment in
gastroenterology, edisi ke-2. London: McGraw-Hill.
Ganem D, Prince AM. 2004. Hepatitis B virus infection-natural history and clinical cnsequences. N Engl J Med. 350:1118-29.
Handojo I. 2004. Immunoassai terapan pada beberapa penyakit infeksi. Surabaya: Airlangga University Press.
(4)
Hardjoeno UL. 2007. Kapita selekta hepatitis virus dan interpretasi hasil laboratorium. Makassar: Cahya Dinan Rucitra: hlm. 5-14.
Hayder I, Ahmed W, Alam SE. 2012. Comparison of different ICT kits for HBsAg and Anti HCV using gold standard ELISA. Pak J Med Res. 51(3):72-6.
http://www.globalpartners.cl. Diaspot (Rapid diagnostic test). Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
http://www.rapidtest-ivd.com/. Rapid test results. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Hunt R. 2011. Hepatitis viruses. Virology Section of Microbiology and Immunology Online [Jurnal Online]. Tersedia dari: http://pathmicro.med.sc.edu/virol/hepatitis-virus.htm. Diakses pada tanggal 5 Januari 2015.
Janahi EM. 2014. Prevalence and Risk Factors of Hepatitis B Virus Infection in Bahrain, 2000 through 2010. PLOS One. 9(2):e87599.
Juffrie M, Soenarto SSY, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani NS. 2012. Buku ajar gastroenterologi-hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Kementerian Kesehatan. 2012. Pedoman pengendalian hepatitis virus. Jakarta: Direktorat Jenderal PP dan PL.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Laporan hasil riset kesehatan dasar Indonesia (Riskesdas). Jakarta: Badan Litbangkes. hlm.109-110. Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 2012. Buku ajar patologi Robbins, edisi ke-7.
Jakarta: EGC.
Lin YH, Wang Y, Loua A, Day GJ, Qiu Y, Allain JP,et al. 2008. Evaluation of a new hepatitis B virus surface antigen rapid test with improved sensitivity. J Clin Micobiol. 46(10):3319.
Liu C, Tianbin C, Lin J, Chen H, Chen J, Lin S, et al. 2014. Evaluation of the performance of four methods for detection of hepatitis B surface antigen and their application for testing 116,455 specimens. J Virol Methods. Maity S, Nandi S, Biswas S, Sadhukhan SK, Saha MK. 2012. Performance and
diagnostic usefulness of commercially available Enzyme Linked Immunosorbent Assay and rapid kits for detection of HIV, HBV and HCV in India. Virology Journal. 9:290.
Mustafa S, Kurniawaty E. 2013. Manajemen gangguan saluran cerna panduan bagi dokter umum. Lampung: Anugrah Utama Raharja(Aura).
(5)
Nadiah. 2008. Prevalensi Hepatitis B Surface Antigen (HBsAg) positif pada penderita sirosis hepatis yang dirawat di bagian Ilmu Penyakit Dalam Perjan RS. Dr. M. Djamil Padang Periode 1 Januari-31 Desember 2006 [Tesis]. Padang: Universitas Andalas.
Navarro N, Lim N, Kim J, Joo E, Che K, Runyon BA, et al. 2014. Lower than expected hepatitis B virus infection prevalence among first generation Koreans in the U.S.: results of HBV screening in the Southern California Inland Empire Natali. BMC Infectious Diseases. 14:269.
Okonko IO, Udeze AO. 2011. Detection of Hepatits B surface Antigen (HBsAg) among pregnant women attending Antenatal Clinic at O.L.A. Catholic Hospital, Oluyoro, Ibadan, Oyo State, Southwestern Nigeria. Nature and Science. 9(11):54-60.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi ke-6. Jakarta: EGC. hlm. 472-500.
Primadharsini PP, Wibawa ID. 2013.Correlation between Quantitative HBsAg and HBV-DNA in Chronic Hepatitis B Infection. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology And Digestive Endoscopy.14(1):9-12. Rahman M, Khan SA, Lodhi Y. 2008. Unconfirmed rective screening tests and
their impact on donor management. Pak J Med Sci. 24:517-9.
Roche Diagnostics. 2011. Elecsys HBsAg II quantitative. Switzerland. Tersedia dari: www.cobas.com. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2008. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto.
Scheiblauer H, et al. 2010. Performance evaluation of 70 hepatitis B virus (HBV) surface antigen (HBsAg) assays from around the world by geographically diverse panel with anarray of HBV genotypes and HBsAg subtypes. Vox Sang. 98:403-14.
Setiawan PB, Djumhana A, Akbar HN, Lesmana LA. 2006. Konsensus PPHI tentang panduan tata laksana infeksi hepatitis B kronik.
Soewignjo S, Gunawan S. 2008. Hepatitis virus B, edisi ke-2. Jakarta: EGC. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata S, Setiati S. 2010. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid 3, edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Thedja MD. 2012. Genetic diversity of hepatitis B virus in Indonesia: Epidemiological and clinical significance. Jakarta: DIC creative.
(6)
Wasfi OAS, Sadek NA. 2011. Prevalence of hepatitis B surface antigen and hepatitis C virus antibodies among blood donors in Alexandria, Egypt. Eastern Mediterranean Health Journal. 17(3):238-42.
Willis AP. 2007. Hepatitis B research advanced. Newyork: Nova Science Publisher Inc. hlm. 44-5.
World Health Organization. 2002. Hepatitis B. Tersedia dari: http://www.who.int/. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Zacher BJ, Moriconi F, Bowden S, Hammond R, Louisirirotchanakul S, Phisalprapa P, et al. 2011. Multicenter evaluation of the Elecsys hepatitis B surface antigen quantitative assay. 18(11):1943-50.