PENGARUH KUALITAS LAYANAN, KOMUNIKASI WORD OF MOUTH, DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN MENGGUNAKAN JASA PADA RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG
ABSTRAK
PENGARUH KUALITAS LAYANAN, KOMUNIKASI WORD OF MOUTH, DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN MENGGUNAKAN JASA PADA
RUMAH SAKIT URIP SUMOHARJO BANDAR LAMPUNG Oleh
Astri Novitarini
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari secara empirik pengaruh dari variabel kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga terhadap keputusan menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Tipe penelitian yang digunakan adalah explanatory research dengan pendekatan kuantitatif.Populasi dari penelitian ini adalah pasien rawat inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Teknik pengambilan sampling dengan menggunakan Purposive sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan sampel sebanyak 96 responden. Alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa dengan tingkat signifikansi 0,000 dimana f hitung lebih besar dari f tabel (30,021>3,094). Hasil pengujian hipotesis dengan uji t menunjukkan t hitung dari masing-masing variabel lebih besar daripada t tabel sehingga memenuhi asumsi Ho ditolak. Variabel kualitas layanan (3,028>1,986), komunikasi word of mouth (2,224>1,986), dan harga (2,973>1,986). Sehingga dapat disimpulkan secara parsial kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga berpengaruh terhadap keputusan menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Variabel yang paling dominan berpengaruh adalah variabel harga dengan pengaruh yang dihasilkan sebesar 0,308.
Kata Kunci : kualitas layanan, komunikasi word of mouth, harga, keputusan menggunakan jasa.
(2)
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF SERVICE QUALITY, COMMUNICATION WORD OF MOUTH, AND PRICE TOWARD DECISION USE SERVICE ON
URIP SUMOHARJO HOSPITAL BANDAR LAMPUNG By
Astri Novitarini
This research is aimed to study empirically the influence of service quality variable, communication word of mouth, and price to decision use service on Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung. This type of research used is explanatory research with quantitative approach. Population of this research is patient who take overnight treatment at Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung. The technical sampling was used Purposive sampling. The data collecting used a questioners with 96 respondents. Analysis tool that is used was multiple linear regression analysis.
Result of this research shows that simultaneous service quality variable, communication word of mouth, and price have significant influence to decision of consumer use service with 0,000 significant rate which is f count bigger than f table (30,021>3,094). Result of hypothesis test with t test shows t count from each variable bigger than t table so fulfilling Ho rejected assumption. Service quality variable (3,028>1,986), communication word of mouth (2,224>1,986), and price (2,973>1,986). So can be concluded partially, service quality, communication word of mouth, and price have an influence to decision use service on Urip Sumoharjo Hospital Bandar Lampung. The most influence dominant variable is price variable with yielded influence equal to 0,308.
Keywords: service quality, communication word of mouth, price, decision use service
(3)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan di bidang perekonomian selama ini telah banyak membawa akibat
perkembangan yang cukup pesat dalam bidang usaha. Tidak terkecuali bidang
usaha jasa layanan kesehatan. Perkembangan teknologi saat ini sedikit banyak
telah menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan. Permintaan konsumen
akan pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan yang meningkat, mengakibatkan
peningkatan kemunculan bisnis yang berorientasi pada jasa layanan kesehatan,
termasuk diantaranya rumah sakit. Rumah sakit merupakan satu jenis bisnis yang
dapat dikatakan unik. Bisnis jasa layanan kesehatan ini selain memiliki tujuan
yang semi komersial, atau berkaitan dengan unsur pengembangan ilmu
pengetahuan dan pengabdian masyarakat, juga memiliki prospek bisnis yang
menjulang.
Kedudukan rumah sakit dalam sistem kesehatan sangat strategis, bergantung pada
sistem ekonomi serta kemauan politik pemerintahan suatu negara. Suatu rumah
sakit yang berlaku sebagai sistem akan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
lingkungan, baik hukum dan perundangan, politik, ekonomi, maupun sosial
budaya. Dengan demikian rumah sakit dapat menjadi unit pelaksana pemerintah
(4)
Pada tahun 1998, jumlah rumah sakit pemerintah 589, sedangkan rumah sakit
swasta 491 atau selisihnya 98. Namun, pada tahun 2008, jumlah rumah sakit
swasta meningkat menjadi 653 dan sedangkan rumah sakit pemerintah meningkat
menjadi 667. Dengan demikian, selisihnya menjadi kecil, yaitu 14 rumah sakit. Ini
berarti pertumbuhan rumah sakit swasta lebih besar, atau setara dengan 2,91% per
tahun, sedangkan rumah sakit pemerintah hanya 1,25% per tahun (Kompas, 4 Juni
2009). Keberadaan rumah sakit di kota Bandar Lampung sendiri, semakin
berkembang sesuai permintaan dan kebutuhan masyarakat. Awalnya yang hanya
terdapat rumah sakit pemerintah dan beberapa puskesmas, kini terdapat beberapa
rumah sakit swasta yang mendukung kinerja pemerintah dalam pemenuhan
kebutuhan layanan kesehatan. Setidaknya, kini telah terdapat 6 (enam) rumah
sakit swasta/ABRI di Bandar Lampung selain Rumah Sakit Abdoel Moeloek
milik pemerintah, diantaranya: Rumah Sakit DKT, Rumah Sakit Advent, Rumah
Sakit Bumi Waras, Rumah Sakit Imanuel, Rumah Sakit Urip Sumoharjo, dan
Rumah Sakit Graha Husada.
Rumah Sakit Urip Sumoharjo merupakan salah satu rumah sakit swasta di Bandar
Lampung yang mulai beroperasi sejak tahun 2001. Kehadiran rumah sakit ini
memberi angin segar bagi masyarakat dalam pemilihan alternatif rumah sakit
yang menjadi tujuan pemenuhan kebutuhan kesehatan mereka. Sebagai sebuah
badan usaha, Rumah Sakit Urip Sumoharjo juga merasakan adanya tingkat
persaingan yang semakin ketat dengan rumah sakit lainnya. Persaingan yang
terjadi bukan hanya dari teknologi peralatan kesehatan, namun juga persaingan
dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas demi memenuhi
(5)
Persentase jumlah pasien rawat inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo dibandingkan
dengan rumah sakit swasta lainnya di Bandar Lampung:
Tabel 1. Persentase Jumlah Pasien Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung
Sumber: Dinas Kesehatan, 2007
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat persaingan antar rumah sakit swasta tersebut
cukup kompetitif. Bahkan, selisih persentase RS Advent dengan RS Urip
Sumoharjo cukup jauh, yaitu sebesar 43,58%. Adapun jumlah pasien Rumah Sakit
Urip Sumoharjo perbulan pada tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini:
Tabel 2. Jumlah Pasien Rumah Sakit Urip Sumoharjo Tahun 2008
Bulan
Growth / Rawat Jalan Rawat Inap Total tingkat
pertumbuhan
Januari 716 552 1.268 0
Februari 710 517 1.227 -0,0323
Maret 1.056 513 1.569 0,2787
April 883 526 1.409 -0,1019
Mei 1.008 571 1.579 0,1206
Juni 1.237 618 1.855 0,1747
Juli 1.289 605 1.894 0,0210
Agustus 1.317 635 1.952 0,0306 September 1.380 625 2.005 0,0271 Oktober 1.174 522 1.696 -0,1541 November 1.349 748 2.097 0,2364 Desember 1.467 803 2.270 0,0824
Total 13.586 7.235 20.821
Mean 1132,16 602,91 1735,08
Sumber : Rumah Sakit Urip Sumoharjo, 2009 Rumah Sakit Swasta di
Bandar Lampung
Persentase Jumlah Pasien Rawat Inap Rumah Sakit Swasta di Bandar Lampung
RS Advent 64,01% RS Bumi Waras 8,45% RS Graha Husada 0,52% RS Imanuel 6,59% RS Urip Sumoharjo 20,43%
(6)
Tabel 1 di atas memperlihatkan jumlah pasien rawat inap dan rawat jalan Rumah
Sakit Urip Sumoharjo setiap bulannya pada tahun 2008. Dalam setahun, rata-rata
jumlah pasien atau konsumen Rumah Sakit Urip Sumoharjo sebesar 1735,08 ,
dengan tingkat pertumbuhan terbesar pada bulan Maret yaitu 0,2787. Selanjutnya,
setelah mengalami penurunan dan kenaikan, tingkat pertumbuhan sempat
mengalami penurunan hingga -0,1541. Dapat dilihat dari Tabel tersebut bahwa
jumlah pasien RS Urip Sumoharjo perbulannya mengalami pasang surut.
Bagi suatu usaha jasa layanan seperti rumah sakit, jumlah pasien merupakan suatu
hal yang menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh, salah satunya adalah
pasien rawat inap. Pasien rawat inap merupakan pasien yang memberikan
sumbangan dana terbesar bagi rumah sakit, hal ini dikarenakan biaya yang
dikenakan untuk rawat inap di sebuah rumah sakit jauh lebih tinggi daripada biaya
untuk rawat jalan. Stabilitas jumlah pasien merupakan suatu hal yang harus dijaga
bagi sebuah rumah sakit karena berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas yang
diperoleh. Untuk mewujudkan hal itu, dibutuhkan peningkatan dalam
mengembangkan mutu rumah sakit, sehingga kepuasan konsumen dapat tercapai
dan dapat memicu terjadinya pembelian ulang, dan dapat menguasai pasar.
Namun pada kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan, pasar terkadang
menentukan lain, akan ada banyak faktor yang menentukan. Untuk
mengembangkan strategi pemasaran, suatu perusahaan bidang produk maupun
jasa perlu mengetahui pentingnya perilaku konsumen. Sangat sedikit keputusan
tentang strategi yang tidak mempertimbangkan perilaku konsumen, baik itu
(7)
pasien atau konsumen pada proses keputusan pembelian terhadap suatu rumah
sakit telah dapat diketahui motifnya yaitu berdasarkan kebutuhan individu dimana
kondisi fisik yang sedang sakit yang dirasakan konsumen. Motif keputusan
pembelian pasien tersebut muncul berdasarkan situasi dan kondisi yang mereka
alami. Namun, terlepas dari hal tersebut, terdapat pula motif pembelian yang juga
mendasari konsumen untuk menggunakan jasa di rumah sakit yang dipilihnya.
Pada dasarnya, konsumen dalam proses keputusan pembeliannya dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti faktor budaya, faktor sosial, faktor psikologis, dan faktor
pribadi. Banyak dari faktor ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pemasar. Namun,
faktor-faktor ini sangat berguna untuk mengidentifikasi pembeli-pembeli yang
mungkin memiliki minat terbesar terhadap suatu produk atau jasa. Faktor-faktor
lain dapat dipengaruhi oleh pemasar dan dapat mengisyaratkan pada pemasar
mengenai bagaimana mengembangkan bauran pemasaran seperti produk, harga,
distribusi dan promosi (Setiadi, 2003: 15).
Umumnya bauran pemasaran mencakup 4 P (product, price, place, promotion). Namun untuk bauran pemasaran jasa, keempat hal tersebut ditambah dengan tiga
hal komponen yaitu people/participants, process, dan physical evidence atau bukti fisik. Walaupun sebenarnya ketiga hal tersebut masih tercakup ke dalam
marketing mix yang umum. Jasa itu sendiri yang merupakan suatu penawaran dan proses tercakup ke dalam produk itu sendiri. Unsur lain dari produk, yaitu kesan
dan reputasi termasuk ke dalam unsur produk. People atau participants terdapat pada semua komponen bauran pemasaran. Pada pemasaran jasa konsumen selalu
terlibat langsung selama proses penyampaian jasa tersebut (Karen P. Goncalves,
(8)
Dari berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses
keputusan pembelian dan bauran pemasaran, penulis membatasi variabel yang
diambil. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitas
layanan, komunikasi word of mouth, dan harga. Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung dalam persaingannya untuk menarik konsumen juga melakukan
pemasaran dan promosi melalui iklan media massa, billboard, dan lainnya.
Intensitas promosi yang dilakukannya juga terbatas, namun Rumah Sakit Urip
Sumoharjo yang termasuk rumah sakit swasta baru, mendapat posisi yang cukup
baik di mata masyarakat. Hal ini mengindikasikan adanya komunikasi word of mouth yang berkembang dalam masyarakat mengenai Rumah Sakit Urip Sumoharjo.
Pelayanan kesehatan termasuk kategori jasa. Jasa adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud
dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksi jasa mungkin berkaitan
dengan produk fisik atau tidak (Kotler, 2005). Karena karakteristik jasa yang tidak
berwujud inilah, penilaian konsumen tentang jasa layanan kesehatan yang akan
diterimanya, dilihat melalui kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit,
dan juga melalui komunikasi word of mouth yang bersumber dari orang-orang yang cenderung mereka percaya dan dapat menimbulkan harapan dan persepsi
konsumen tentang pelayanan yang akan diterimanya.
Di dalam konsep model kualitas yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithmal
dan Berry yang dikenal dengan servqual model menyatakan ada empat faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pasien terhadap jasa pelayanan, yaitu:
(9)
need), pengalaman masa lalu saat menerima jasa pelayanan (past experience), dan komunikasi melalui iklan atau pemasaran (external communications to customer).
Terdapat beberapa sumber informasi yang dapat membantu pembuatan keputusan
konsumen, Henry Assael mengungkapkannya sebagai berikut:
“To make purchasing decisions, consumers acquire and process information
from advertising, from their experience with products, from friends and
neighbors, and from other sources”.
Dalam membuat keputusan pembelian, konsumen dapat memperoleh informasi
dari iklan, dari pengalaman terhadap suatu produk, dari teman dan tetangga, serta
dari sumber informasi yang lain. Sumber informasi yang berasal dari komunikasi
dari mulut ke mulut atau word of mouth cenderung dipilih para calon konsumen dalam proses keputusan pembelian. Terlebih lagi untuk konsumsi dibidang jasa,
khususnya jasa layanan kesehatan. Mereka akan bertanya-tanya akan jasa yang
akan digunakan. Sehingga para calon konsumen memiliki banyak pertimbangan
untuk memilih jasa yang terbaik.
Selain kualitas pelayanan dan komunikasi word of mouth, adanya harga juga memiliki peran besar dalam proses keputusan pembelian konsumen. Terlebih lagi
pada situasi sekarang dimana masyarakat semakin kritis dalam menghadapi harga
untuk disesuaikan dengan kebutuhannya. Konsumen akan mempertimbangkan
harga terlebih dulu terutama bila sulit mendeteksi kualitas dari suatu produk atau
jasa. Bahkan mereka cenderung berasumsi bahwa harga yang tinggi
mencerminkan kualitas dari produk atau jasa tersebut. Namun, kenyataan
(10)
daripada keberadaan harga itu sendiri, terlebih lagi pada produk jasa (Anita,
2008).
Melalui berbagai penjelasan tersebut, mendasari penulis untuk menggunakan dan
membatasi tiga variabel dari faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
dalam proses keputusan pembelian menjadi lebih spesifik, yakni kualitas layanan,
komunikasi word of mouth, dan harga. Penelitian ini perlu untuk dilakukan agar dapat mengetahui hal-hal yang menarik minat konsumen dan memberikan
kepuasan bagi konsumen sehingga memahami secara tepat latar belakang
permasalahan yang mendorong konsumen atau pasien dalam keputusan
menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo. Berdasarkan uraian yang
telah dikemukakan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Kualitas Layanan, Komunikasi Word of mouth, dan Harga Terhadap Keputusan Menggunakan Jasa Pada Rumah Sakit Urip
Sumoharjo Bandar Lampung”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan
masalahnya sebagai berikut:
1. Seberapa besar kualitas layanan mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo
Bandar Lampung?
2. Seberapa besar komunikasi word of mouth mempengaruhi keputusan pembelian konsumen untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip
(11)
3. Seberapa besar harga mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung?
4. Seberapa besar kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga secara bersama-sama mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:
1. Mengetahui seberapa besar kualitas layanan berpengaruh terhadap
keputusan pembelian konsumen untuk menggunakan jasa pada Rumah
Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
2. Mengetahui seberapa besar komunikasi word of mouth berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen untuk menggunakan jasa pada
Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
3. Mengetahui seberapa besar harga berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip
Sumoharjo Bandar Lampung.
4. Mengetahui seberapa besar kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan
pembelian konsumen untuk menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip
(12)
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang jelas
mengenai kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga yang diaplikasikan melalui teori pemasaran dalam dunia bisnis khususnya bidang jasa
(13)
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Konsumen
James F. Engel, Roger D. Blackwell, dan Paul W. Miniard (1994: 3)
mengemukakan pengertian perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung
terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, menghabiskan produk dan jasa,
termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan itu. Menurut
American Marketing Association, perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi dan kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia
melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Swasta dan T. Hani
Handoko (2000: 25) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang
diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi
dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan
kebutuhan mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah semua kegiatan, tindakan serta proses psikologis yang
mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli,
menggunakan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal tersebut diatas atau
(14)
Tujuan pemasaran adalah memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan
pelanggan sasarannya. Namun mengenal pelanggan tidaklah mudah. Para
pelanggan mungkin saja menyatakan kebutuhan dan keinginan mereka
sedemikian rupa tetapi bertindak sebaliknya. Dibawah ini dijelaskan gambar
model menyeluruh perilaku konsumen:
Gambar 1. Model Perilaku Konsumen
Sumber : Kotler (1997: 222)
Menurut Swastha dalam Haryani (2006: 32), rangsangan pemasaran dan
lingkungan akan memasuki kesadaran pembeli. Karakteristik pembeli dan proses
pengambilan keputusan menimbulkan keputusan pembelian tertentu. Perilaku
pembelian konsumen ataupun keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh
banyak faktor pemasaran maupun faktor lainnya. Faktor pemasaran yang terdiri
Stimulasi Pemasaran Stimulasi lainnya - Produk - Harga - Distribusi - Promosi - Ekonomi - Sosial - Pribadi - Psikologi Karakteristik Pembeli Proses Keputusan Pembeli - Budaya - Sosial - Pribadi - Psikologi -Pengenalan Masalah - Pencarian Informasi - Evaluasi alternatif - Keputusan pembelian - Perilaku purna beli Keputusan Pembelian - Pilihan produk - Pilihan merek - Pilihan pemasok - Penentuan saat pembelian
(15)
dari produk, harga, distribusi, dan promosi berpengaruh kuat terhadap keputusan
pembelian konsumen, karena setiap keputusan pembelian yang dilakukan,
konsumen akan melihat pada sisi produk, harga maupun distribusi dan promosi
yang dijalankan oleh perushaaan. Konsumen akan mengkonsumsi produk maupun
jasa yang bermanfaat bagi dirinya dengan harga yang terjangkau. Suatu produk
ataupun jasa yang memiliki kualitas yang unggul tidak akan ada artinya jika
konsumen tidak mengetahui akan keberadaannya atau tidak ada promosi yang
gencar maupun menarik dari perusahaan. Selain dari faktor-faktor tersebut di atas,
keputusan pembelian juga dipengaruhi adanya stimulasi lain seperti faktor
ekonomi, teknologi, politik dan budaya.
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen
Setiadi (2003: 11) menyebutkan, para konsumen dalam membuat keputusan tidak
dalam sebuah tempat yang terisolasi dari lingkungan sekitar. Perilaku pembelian
mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor kebudayaan, faktor sosial,
faktor pribadi dan faktor psikologis.
a.) Faktor Budaya.
Faktor budaya yang memiliki pengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku
budaya ini terdiri dari beberapa komponen:
- Kebudayaan. Kebudayaan merupakan faktor penentu paling dasar dari
keinginan dan perilaku seseorang. Perilaku manusia umumnya tumbuh
melalui proses pembelajaran.
- Sub – budaya. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik
(16)
untuk para anggotanya. Sub-budaya dapat dibedakan menjadi empat jenis :
Kelompok nasionalisme, kelompok keagamaan, kelompok ras, area
geografis.
- Kelas Sosial. Kelas-kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif
homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara
hirearki dan kenggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang
serupa.
b.) Faktor Sosial
Perilaku seorang konsumen juga dipengaruhi faktor sosial seperti:
1. Kelompok acuan seseorang atau kelompok referensi, terdiri dari semua
kelompok yang memiliki pengaruh langsung (melalui tatap muka) atau tidak
langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Orang umumnya
sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka pada tiga cara. Pertama,
kelompok referensi memperlihatkan pada seseorang perilaku dan gaya hidup
baru. Kedua, mereka juga mempengaruhi sikap dan konsep jati diri
seseorang karena orang tersebut umumnya ingin ”menyesuaikan diri”.
Ketiga, mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat
mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.
2. Keluarga. Keluarga adalah organisasi, (kelompok kecil pembeli) yang
paling penting dalam masyarakat. Anggota keluarga merupakan kelompok
acuan primer yang paling berpengaruh.
3. Peran dan status. Peran memiliki kegiatan yang diharapkan akan dilakukan
(17)
c.) Faktor Pribadi
Keputusan pembelian juga dipengaruhi oleh faktor pribadi yang meliputi:
1. Umur dan tahap siklus hidup. Orang membeli barang dan jasa yang berbeda
sepanjang hidupnya. Konsumen ini juga dibentuk oleh siklus hidup
keluarga.
2. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya. Sebuah
perusahaan contohnya, dapat mengkhususkan produknya untuk kelompok
pekerjaan tertentu.
3. Keadaan ekonomi. Terdiri dari pendapatan yang dapat dibelanjakan
(tingkatnya, stabilitasnya, dan polanya), tabungan dan hartanya, kemampuan
untuk meminjam dan sikap terhadap mengeluarkan lawan menabung.
4. Gaya hidup. Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup
menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan
lingkungannya.
5. Kepribadian dan konsep diri. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda yang mempengaruhi perilaku pembeliannya.
d.) Faktor Psikologis.
Pilihan seseorang untuk membeli dipengaruhi oleh empat faktor psikologis utama
yaitu:
1. Motivasi. Merupakan alasan yang mendasari seseorang untuk melakukan
(18)
2. Persepsi. Merupakan proses bagaimana individu memilih,
mengorganisasikan, dan menginterpretasikan masukan serta informasi
untuk menciptakan gambaran dunia yang memiliki arti.
3. Proses belajar. Pada dasarnya seseorang bertindak, mereka belajar. Proses
belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari
pengalaman.
4. Kepercayaan dan sikap. Kepercayaan adalah suatu gagasan deskriptif yang
dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan sikap adalah evaluasi,
perasaan emosional, dan kecenderungan tindakan atas beberapa objek atau
gagasan.
Dalam memilih produk yang disukainya, konsumen mempertimbangkan
faktor-faktor tertentu yang menjadi pendorong baginya (motif pembelian). Motif
pembelian (the consumer buying motive) berpengaruh terhadap konsumen dalam menyukai suatu barang yang ditawarkan.
1. Kualitas Layanan
Goetsch dan Davis dalam Yamit (2002: 5) mengemukakan bahwa kualitas
merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut
American Society for Quality Control, kualitas adalah keseluruhan ciri-ciri dan karakteristik-karakteristik dari suatu produk atau jasa dalam hal kemampuan
(19)
Menurut Rangkuti (2003: 26), pelayanan merupakan pemberian suatu kinerja atau
tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain, pada umumnya jasa
diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Menurut Kotler dalam (Tjiptono,
2000: 6) pelayanan adalah setiap tindakan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak
kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bisa berhubungan
dengan produk fisik maupun tidak.
Menurut Tjiptono (1997: 59), definisi kualitas jasa berpusat pada upaya
pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya
untuk mengimbangi harapan pelanggan. Wyckof dalam Tjiptono (1997: 59)
mengemukakan, kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan
pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan
pelanggan. Menurut Rangkuti (2003: 28), kualitas jasa didefinisikan sebagai
penyampaian jasa yang akan melebihi tingkat kepentingan pelanggan. Jenis
kualitas yang digunakan untuk menilai kualitas jasa adalah sebagai berikut: a.)
Kualitas teknik (outcome), yaitu kualitas hasil kerja penyampaian jasa itu sendiri. b.) Kualitas pelayanan (proses), yaitu kualitas cara penyampaian jasa tersebut.
Jasfar (2005: 50) menjelaskan, untuk menilai atau mengukur kualitas jasa maka
diperlukan dimensi kualitas jasa. Parasuraman (1988) dalam Jasfar (2005: 51)
mengemukakan kelima dimensi kualitas jasa sebagai berikut:
1) Reliability (kehandalan).
Kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
(20)
waktu, dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan
dan tanpa melakukan kesalahan setiap kali.
2) Responsiveness (daya tanggap).
Kemauan atau keinginan para karyawan untuk membantu dan memberikan
jasa yang dibutuhkan konsumen. Membiarkan konsumen menunggu,
terutama tanpa alasan yang jelas akan menimbulkan kesan negatif yang
tidak seharusnya terjadi. Kecuali apabila kesalahan ini ditanggapi dengan
cepat, maka akan bisa menjadi sesuatu yang berkesan dan menjadi
pengalaman yang menyenangkan.
3) Assurance (jaminan).
Meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sifat dapat dipercaya dari kontak
personel untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan merasa
terbebas dari bahaya dan resiko.
4) Emphaty (empati).
Meliputi sikap kontak personel maupun perusahaan untuk memahami
kebutuhan maupun kesulitan, konsumen, komunikasi yang baik, perhatian
pribadi, kemudahan dalam melakukan komunikasi atau hubungan.
5) Tangibles (bukti fisik).
Tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi, dan
lainnya yang dapat dan harus ada dalam proses jasa. Termasuk seragam,
kerapihan, keramahan, dan pelayanan yang cepat dapat mempengaruhi
(21)
Gambar 2. Model Gronroos tentang persepsi kualitas pelayanan jasa (The Gronroos’ Perceived Service Quality Model)
Sumber : Gronroos dalam Farida Jasfar (2005: 61-62)
Gronroos dalam Jasfar (2005: 61-62) dalam mengemukakan model ini,
menekankan pada pentingnya penilaian konsumen terhadap jasa sebagai hasil
perbandingan antara harapan dan kinerja atau pengalamannya dalam
menggunakan atau memakai jasa yang terdiri dari what; yang meliputi kualitas teknis, termasuk outcome dan how; jasa fungsional yang menjelaskan sifat atau keadaan jasa yang dikonsumsi. Dan yang tidak kalah penting artinya di antara
kedua jasa tersebut adalah corporate image yang dapat dilihat pada gambar 2. Pengalaman pengguna jasa dapat dikategorikan ke dalam tiga kriteria, yaitu
berupa apa yang dapat dirasakannya (technical quality), bagaimana cara penyampaian jasa (functional quality), dan kesan baik atau kesan buruk mengenai perusahaan (corporate image) yang terbentuk dalam benaknya sebelum atau sesudah ia mengkonsumsi jasa. Apabila harapannya sesuai dengan apa yang
dirasakannya setelah mengkonsumsi jasa tersebut, berarti kualitas jasa tersebut
baik. Apabila kesannya positif, maka konsumen merasa puas atau sangat puas,
yang merupakan suatu indikator bahwa jasa yang diberikan mempunyai kualitas
Expected Quality
- Market Communication - Image
- Word of mouth - Customer Needs
Total Perceived Quality Experienced Quality
Image
Functional Quality : How? Technical
Quality : What?
(22)
yang baik. Apabila yang dirasakan konsumen masih dibawah harapannya, maka
kualitas jasa tersebut masih rendah. Dengan demikian jelas bahwa kualitas jasa
hanya dapat diukur dari kepuasan konsumen, yang ditentukan oleh penilaiannya
terhadap jasa tersebut (total perceived quality).
2. Komunikasi Word of mouth
Menurut Assael (1995: 633), Word of mouth adalah komunikasi interpersonal antara dua atau bahkan lebih individu seperti anggota kelompok referensi atau
konsumen dan tenaga penjual. Sedangkan menurut Yuswohadi word of mouth
merupakan promosi mulut ke mulut berupa rekomendasi atau referral konsumen
baik disampaikan secara fisik maupun berbasis online (www.yuswohadi.com).
Menurut Tjiptono (1997: 64), word of mouth merupakan pernyataan (secara personal atau non-personal) yang disampaikan oleh orang lain selain organisasi
(service provider) kepada pelanggan. Word of mouth ini biasanya cepat diterima oleh pelanggan karena yang menyampaikannya adalah mereka yang dapat
dipercayainya, seperti para pakar, teman, keluarga, dan publikasi media massa. Di
samping itu word of mouth juga cepat diterima sebagai referensi karena pelanggan jasa biasanya sulit mengevaluasi jasa yang belum dibelinya atau belum
dirasakannya sendiri.
Dalam Payne (2000: 201), penelitian menunjukkan bahwa rekomendasi personal
melalui word of mouth merupakan salah satu sumber informasi yang paling penting. Apabila orang menjadi penyampai jasa, rekomendasi personal seringkali
merupakan sumber informasi yang disukai. Dengan demikian, word of mouth
(23)
komunikasi masa atau personal lainnya dalam sejumlah bisnis jasa, seperti jasa
profesional dan jasa perawatan kesehatan.
Penelitian dari London School of Economics menunjukkan peningkatan 2% word of mouth dari konsumen akan mempengaruhi 1% pertumbuhan finansial. Di Indonesia rata-rata dari keseluruhan kategori, positif word of mouth
didistribusikan kepada tujuh konsumen, sementara negatif word of mouth kepada 11 orang. Tingkat Word of mouth Conversion (menceritakan kembali kepada orang lain) sebesar 85% dan 67% menjadikan word of mouth sebagai sumber informasi untuk mengubah keputusannya (http://budiwiyono.com). Solomon
(1996) mengemukakan bahwa konsumen yang puas terhadap barang atau jasa
yang dikonsumsinya akan mempunyai kecenderungan untuk membeli ulang dari
produsen yang sama. Keinginan untuk membeli ulang sebagai akibat dari
kepuasan. Ini adalah keinginan untuk mengulang pengalaman yang baik dan
menghindari pengalaman yang buruk. Oleh karena itu kepuasan merupakan faktor
yang akan mendorong adanya komunikasi dari mulut ke mulut (Word of mouth Communication) yang bersifat positif.
Komunikasi word of mouth berperan penting dalam pembelian jasa. Karena komunikasi word of mouth dianggap lebih dapat dipercaya daripada sumber informasi lain, jenis promosi yang terbaik untuk jasa mungkin datang dari
pelanggan lain yang menganjurkan jasa yang disediakan oleh perusahaan.
Komunikasi word of mouth membawa pelanggan baru kepada perusahaan, dan nilai keuangan bentuk advokasi ini bisa disesuaikan oleh perusahaan dalam
(24)
syarat-syarat biaya promosi itu dihemat sama baiknya dengan pendapatan dari
pelanggan baru. (http://pemasaranjasa.blogspot.com)
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
word of mouth adalah komunikasi dari mulut ke mulut berupa rekomendasi, promosi, penawaran suatu produk atau jasa baik positif maupun negatif, yang
disampaikan oleh konsumen kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan
berdasarkan pengalaman dan kepuasan yang dirasakannya.
Sumber informasi Word of mouth secara garis besar ada dua golongan, yaitu (http://donydw.wordpress.com):
1. Opinion leader, yaitu orang yang bukan saja mempunyai pengetahuan banyak terhadap produk tertentu tapi juga mempunyai pengaruh terhadap
perilaku konsumsi orang lain.
2. Market expert, yaitu orang yang tahu banyak tentang berbagai macam produk konsumen atau tempat perbelanjaan.
Terdapat beberapa peran yang dilakukan opinion leader, menurut Wells dan Prensky setidaknya ada 3 peran opinion leader dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan yaitu:
1) Authority Figure, di sini opinion leader berperan sebagai pemberi informasi, anjuran atau pengalaman pribadinya dengan tujuan untuk
membantu konsumen memuaskan keinginannya. Orang-orang yang
termasuk authority figure adalah keluarga, teman dan relasi.
2) Trend Setter, yaitu seseorang yang pengalaman pribadinya diikuti oleh orang lain. Konsumen ini mempunyai gaya hidup untuk ditiru, meskipun
(25)
tidak peduli apakah orang lain akan mengikuti gaya hidupnya atau tidak.
Trend setter pada umumnya merupakan seseorang yang terkenal seperti bintang film atau olahragawan.
3) Local opinion leaders yaitu seorang individu yang berada di dalam kelompok referensi positif, memberikan anjuran dan pengalaman pribadi
tentang produk mana yang sebaiknya dipilih seseorang agar dapat diterima
dalam kelompok tersebut. Kredibilitas seorang individu berdasarkan
kenyataan bahwa mereka menggunakan produk itu dan menjadi bagian
dari kelompok tersebut
(http://frommarketing.blogspot.com/2009/06/3-peran-opinion-leader-dalam-proses/)
Pada dasarnya, komunikasi word of mouth berasal dari kepuasan konsumen yang tercermin dari perilakunya sesudah mengkonsumsi jasa tersebut. Sehingga untuk
mencapai word of mouth yang dapat mempengaruhi konsumen, sebelumnya dibutuhkan pelayanan yang dapat mencapai kepuasan pelanggan.
3. Harga
a. Pengertian Harga
Menurut Kotler & Armstrong (2008: 345), harga merupakan sejumlah uang yang
ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para
pelanggan untuk memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu
produk atau jasa. Menurut Swastha (1998: 241), harga adalah jumlah uang
(ditambah beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan
(26)
elemen dalam bauran pemasaran yang menghasilkan pendapatan, sekaligus yang
paling fleksibel. Semua elemen lainnya melambangkan biaya.
Payne (2000: 171) mengemukakan bahwa harga memainkan bagian yang sangat
penting dalam bauran pemasaran jasa, karena penetapan harga memberikan
penghasilan bagi bisnis. Keputusan-keputusan penetapan harga sangat signifikan
dalam menentukan nilai bagi pelanggan dan memainkan peran penting dalam
pembentukan citra bagi jasa tersebut. Harga juga memberikan persepsi mengenai
kualitas. Perusahaan-perusahaan jasa, perlu menggunakan penetapan harga secara
lebih strategik untuk membantu memperoleh keunggulan kompetitif.
b. Peranan Harga
Menurut Tjiptono (1997: 152), harga memiliki dua peranan utama dalam proses
pengambilan keputusan para pembeli yaitu:
1. Peranan alokasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam membantu para pembeli
untuk memutuskan cara memperoleh manfaat tertinggi yang diharapkan
berdasarkan daya belinya. Maka dengan adanya harga dapat membantu para
pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai
jenis barang atau jasa. Pembeli membandingkan harga dari berbagai alternatif
yang tersedia, kemudian memutuskan alokasi dana yang dikehendaki.
2. Peranan informasi dari harga, yaitu fungsi harga dalam “mendidik” konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas. Hal ini terutama bermanfaat
dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor
produksi atau manfaatnya secara objektif. Persepsi yang sering berlaku adalah
(27)
Dalam menentukan keputusan pembelian, informasi tentang harga sangat
dibutuhkan dimana informasi ini akan diperhatikan, dipahami dan makna yang
dihasilkan dari informasi harga ini dapat mempengaruhi perilaku konsumen.
c. Tujuan Penetapan Harga.
Payne (2000:173) mengemukakan, metode atau pendekatan penetapan harga
alternatif untuk jasa adalah sama yang dipakai untuk barang. Metode penetapan
harga yang akan dipakai harus diawali dengan pertimbangan mengenai tujuan
penetapan harga. Tujuan-tujuan tersebut meliputi:
- Kelangsungan hidup. Dalam kondisi pasar yang merugikan, tujuan
penetapan harga mungkin mencakup tingkat profitabilitas yang diinginkan
untuk memastikan kelangsungan hidup.
- Maksimalisasi keuntungan. Penetapan harga untuk memastikan
maksimalisasi profitabilitas dalam periode tertentu. Periode yang
ditentukan akan dihubungkan dengan daur hidup jasa.
- Maksimalisasi penjualan. Penetapan harga untuk membangun pangsa
pasar. Hal ini mungkin melibatkan penjualan dengan merugi pada awalnya
dalam upaya merebut pangsa pasar yang tinggi.
- Gengsi (prestise). Sebuah perusahaan jasa mungkin berharap untuk
menggunakan penetapan harga guna menempatkan dirinya sendiri secara
eksklusif.
- ROI (Return on investment). Tujuan-tujuan penetapan harga mungkin didasarkan pada pencapaian return on investment ( ROI ) yang diinginkan.
(28)
Keputusan mengenai penetapan harga akan tergantung pada berbagai faktor,
diantaranya:
a. Positioning jasa
b. Tujuan-tujuan korporat
c. Sifat kompetisi
d. Daur hidup jasa
e. Elastisitas permintaan
f. Struktur biaya
g. Sumber daya yang digunakan
h. Kondisi ekonomi yang berlaku
i. Kapasitas jasa
d. Teori Penetapan Harga
Keputusan–keputusan penetapan harga untuk jasa khususnya penting karena karakteristik ketidak berwujudan produk. Harga yang dikenakan pada suatu jasa
memberikan sinyal mengenai jasa tersebut kepada pelanggan yang akan
menerimanya. Dalam menetapkan harga jual, perusahaan harus menetapkan
tujuan penetapan harga. Karena dengan harga yang ditetapkan, akan membawa
akibat yang berlainan terhadap keuntungan, hasil penjualan dan pangsa pasar.
Menurut Lovelock (2001) dalam Anita (2008: 19), ada beberapa strategi dalam
menetapkan harga:
1. Cost. Harga yang didapat harus dapat menutupi cost.
2. Value. Nilai atau benefit yang diberikan. Nilai yang didapat konsumen harus sesuai dengan yang dibayar.
(29)
3. Competition. Dalam dunia bisnis harus melihat siapa saja para pesaing. 4. Legal. Dilakukan secara etis.
Dari situ muncul persepsi konsumen saat menilai sebuah harga: (Zeithaml dan
Bitner, 2000: 441)
a. Value is low price: strategi harga untuk konsumen yang menginginkan harga murah.
b. Value is everything I want in a service: strategi harga untuk konsumen yang menilai harga itu harus pasti, keuntungan atau manfaat yang diterima
dari suatu produk atau jasa adalah komponen terpenting dari nilai harga
tersebut.
c. Value is all that I get for all that I give: strategi harga untuk konsumen yang menganggap dengan pengorbanan sekecil-kecilnya kita mendapat
barang sebanyak-banyaknya.
d. Value is the quality I get for the price I pay: strategi harga untuk konsumen yang menginginkan kualitas yang didapat harus sesuai dengan
yang telah dibayar.
C. Jasa
1. Pengertian Jasa
Stanton (1996: 220) mengemukakan pengertian jasa adalah kegiatan yang dapat
diidentifikasikan secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat tak teraba
(intangible) yang merupakan pemenuhan kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan produk atau jasa lain. Untuk menghasilkan jasa mungkin perlu atau
(30)
sekalipun penggunaan benda itu perlu, namun tidak terdapat adanya pemindahan
hak milik atas benda tersebut (pemilikan permanent).
Sedangkan menurut Freddy Rangkuti (2003: 27), jasa merupakan pemberian suatu
kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain. Pada
umumnya, jasa diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan, dimana interaksi
antara pemberi jasa dan penerima jasa mempengaruhi hasil jasa tersebut. Kotler
(1994) dalam Tjiptono (1997: 6) mendefinisikan jasa sebagai berikut:
”Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible
(tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak.” Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan
kegiatan tak kasat mata atau intangible yang ditawarkan untuk dijual dari satu pihak ke pihak lain yaitu pengguna jasa.
2. Karakteristik Jasa
Kotler & Armstrong (1996: 661) mengemukakan bahwa terdapat 4 karakteristik
jasa antara lain:
a. Intangibility (Tidak berwujud)
Jasa tidak berwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan dan didengar
sebelum dibeli.
b. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
Jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa itu, baik pemberi jasa itu adalah
orang maupun mesin. Jasa tidak dapat diletakkan pada rak-rak penjualan dan
(31)
c. Variability (Bervariasi)
Jasa sangat bervariasi, karena tergantung siapa yang menyediakannya dan kapan
serta dimana disediakan. Seringkali pembeli jasa menyadari akan variasi yang
besar ini dan membicarakan dengan yang lain sebelum memilih satu penyedia
jasa.
d. Perishability (Tidak tahan lama)
Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak dapat disimpan untuk penjualan
atau penggunaan dikemudian hari. Sifat jasa yang tidak tahan lama ini bukanlah
masalah apabila permintaan tetap atau teratur, karena jasa-jasa sebelumnya
dapat dengan mudah disusun terlebih dahulu, jika permintaan berfluktuasi,
perusahaan jasa akan dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit.
Pada dasarnya, kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga yang merupakan variabel bebas dalam penelitian ini termasuk dalam bauran pemasaran
jasa. Menurut Assauri (1999: 180-181) bauran pemasaran adalah suatu alat
pemasaran yang digunakan untuk menjalankan pemasaran yang di dalamnya
terdapat konsep dan strategi pemasaran yang merupakan kombinasi variabel atau
kegiatan yang merupakan inti dari pemasaran yaitu strategi produk, strategi harga,
strategi penyaluran atau distribusi dan strategi promosi. Menurut Lupiyoadi
(2001: 58) Marketing mix pada pemasaran barang hanya terdiri dari empat unsur yaitu produk, harga, promosi, dan distribusi. Marketing mix pada pemasaran jasa selain produk, harga, promosi dan distribusi para ahli pemasaran menambahkan
tiga lagi yaitu people, process, customer service. Ketiga hal ini terkait dengan sifat jasa di mana produksi/operasi hingga konsumsi merupakan suatu rangkaian
(32)
secara langsung, dengan kata lain terjadi interaksi langsung antara keduanya,
meski tidak semua jenis jasa. Bauran pemasaran jasa dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3. Marketing Mix Jasa
Product Price Promotion Place People Process Customer Service Merk Diferensiasi Lingku-ngan fisik Tingkat harga Potongan Cara pembayaran Promosi Penjualan Iklan Penjualan pribadi Hubungan Masyarakat WOM (Word of mouth) Pemasaran langsung Lokasi Saluran distribusi Sikap Motivasi Kompleksitas Divergence Bukti langsung Keandalan Daya tanggap Jaminan Perhatian
Sumber : Rambat Lupiyoadi, (2001: 58-69).
D. Keputusan Pembelian
1. Proses Pengambilan Keputusan
Menurut Peter dan Olson (1999: 163), pengambilan keputusan adalah proses
pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua
atau lebih perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya. Hasil dari
proses pengintegrasian ini suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai
keinginan berperilaku. Kotler (1997: 257) mengemukakan bahwa proses
(33)
1) Pengenalan masalah.
Proses pembelian dimulai ketika pembeli menyadari adanya masalah atau
kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara keadaan aktual
dengan keadaan yang diinginkan.
2) Pencarian informasi.
Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan mencari
banyak informasi. Salah satu yang menjadi perhatian pokok pemasar adalah
sumber informasi utama yang dicari konsumen dan pengaruh relatifnya
terhadap keputusan pembelian berikutnya. Sumber-sumber informasi
konsumen terdiri dari empat kelompok yaitu:
a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, dan kenalan
b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, pedagang, kemasan
c. Sumber publik: media masa, organisasi
d. Sumber pengalaman: penanganan, pemeriksaan, penggunaan
produk
Melalui pengumpulan informasi, konsumen mengetahui merek-merek yang
bersaing dan keistimewaan masing-masing merek.
3) Evaluasi alternatif.
Tahap ini terdiri dari dua tindakan yaitu menetapkan tujuan pembelian dan
menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian berdasarkan
tujuan pembelian. Setelah tujuan pembelian ditetapkan, konsumen perlu
mengidentifikasikan alternatif-alternatif seperti uang, informassi, waktu dan
(34)
Keputusan Pembelian
Perilaku Purna Beli
Pengenalan Masalah
Pencarian Informasi
Evaluasi Alternatif
4) Keputusan pembelian.
Pada tahap evaluasi, konsumen menyusun tindakan atau solusi dalam
himpunan pilihan serta membentuk niat pembelian. Biasanya konsumen akan
memilih produk atau jasa yang disukai.
5) Perilaku purna beli.
Setelah membeli produk, konsumen akan merasakan tingkat kepuasan atau
ketidakpuasan tertentu. Apabila konsumen merasa puas akan produk tersebut
maka konsumen akan melakukan pembelian ulang, dan bahkan
menginformasikan kepada pelanggan lain, tetapi apabila konsumen tidak puas
dengan produk tersebut maka konsumen akan kecewa dan tidak melakukan
pembelian lagi pada produk tersebut.
Gambar 3. Model Proses Pembelian Lima Tahap.
Sumber : (Kotler, 1997: 257)
Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap
dalam melakukan pembelian. Kelima tahap diatas tidak selalu terjadi, khususnya
dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam
pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak
(35)
2. Keputusan Pembelian
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004: 547), keputusan pembelian adalah
pemilihan dari dua atau lebih alternatif pilihan keputusan pembelian, artinya
bahwa seseorang dapat membuat keputusan haruslah tersedia beberapa alternatif
pilihan. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses
dalam pengambilan keputusan tersebut itu dilakukan. Kotler dan Armstrong
(2008: 181), Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang
secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang
ditawarkan. Sedangkan menurut Assauri (2004: 141), keputusan pembelian adalah
suatu proses pengambilan keputusan akan pembelian yang mencakup penentuan
apa yang akan dibeli atau tidak melakukan pembelian dan keputusan itu diperoleh
dari kegiatan-kegiatan sebelumnya.
E. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keputusan Pelanggan Rumah Sakit
Di dalam masyarakat terdapat bermacam macam kelompok yang mempunyai
perbedaan yang menggambarkan nilai dan kekuatan kelompok tersebut.
Perbedaan ini akan mempengaruhi persepsi dan harapan pasien. Menurut
Anderson (1974) dalam buku Notoatmodjo dkk (1989) terdapat tiga kategori
utama yang mempengaruhi pelayanan kesehatan, yaitu:
- Karakteristik Predisposisi
Menggambarkan bahwa setiap individu-individu mempunyai
kecenderungan yang berbeda beda dalam menggunakan pelayanan
(36)
dan status marital, karena struktur sosial, seperti tingkat pendidikan,
pekerjaan, kesukuan dan lain lain serta keyakinan bahwa pelayanan dapat
menolong proses kesembuhan penyakit.
- Karakteristik Pendukung
Penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat tergantung pada
kemampuan konsumen untuk membayar.
- Karakteristik Kebutuhan
Teori pemanfaatan pelayanan kesehatan berkaitan erat dengan permintaan
akan pelayanan kesehatan oleh konsumen. Permintaan akan pelayanan
kesehatan justru selama ini yang meningkat. Hal ini dikarenakan masyarakat
sudah benar – benar mengeluh sakit serta mencari pengobatan. Faktor faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah
pengetahuan tentang kesehatan, sikap terhadap fasilitas kesehatan dan
pengalaman terhadap kemampuan fasilitas kesehatan tersebut
(www.nesmd.com)
F. Penelitian – penelitian Terdahulu
1. Penelitian oleh Anita Kwandayani dengan judul ”Analisis Pengaruh Kualitas
Layanan, Komunikasi Word of mouth, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Di Bidang Jasa Fahrenheit Event Organizer Surabaya” (2008). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel (X) nya adalah Kualitas Layanan (X1), Komunikasi Word of mouth (X2), Harga (X3) dan Keputusan Pembelian sebagai variabel (Y). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari kualitas layanan, komunikasi
(37)
bidang jasa Fahrenheit Event Organizer Surabaya. Besar populasi 295 dan sampel yang diambil sebanyak 100 responden. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif dengan metode penelitian menggunakan pengumpulan
data secara primer dan sekunder dan teknik pengolahan data melalui
kuantitatif (regresi berganda, korelasi berganda, dan koefisien determinasi
berganda). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t.
Hasil dari test ini menunjukkan bahwa komunikasi Word of mouth
merupakan variabel yang paling dominan terhadap keputusan pembelian
konsumen. Secara parsial, setiap variabel memiliki pengaruh terhadap
keputusan pembelian konsumen secara signifikan.
2. Penelitian oleh Dewi Lukasyanti dengan judul ”Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Menggunakan Jasa Pada Rumah Sakit
Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan” (2006). Variabel dalam penelitian ini adalah kualitas pelayanan jasa sebagai variabel bebas dan
keputusan penggunaan jasa sebagai variabel terikat. Data diambil
menggunakan metode dokumentasi, angket dan observasi dan dianalisis
dengan deskriptif persentase serta analisis regresi berganda. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap (non anak) selama tahun
2005 sebanyak 36.723. Sampel yang diambil sebanyak 100 pasien. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan antara kualitas
pelayanan yang terdiri dari bukti langsung, keandalan, daya tanggap,
jaminan, dan empati terhadap keputusan penggunaan jasa pada RSUD
Kraton Kabupaten Pekalongan. Secara parsial diketahui bahwa faktor
(38)
berpengaruh paling kecil adalah bukti langsung. Dari uji simultan diketahui
besarnya pengaruh kualitas pelayanan jasa terhadap penggunaan jasa adalah
77,7% dan sisanya 22,3% dipengaruhi oleh faktor lain yaitu pesaing dan
lokasi. Disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan salah satu
parameter utama yang menentukan tinggi rendahnya keputusan penggunaan
jasa pada RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan.
3. Penelitian oleh Yuliana Sinaga dengan judul ”Analisis Faktor Perilaku
Pengguna Jasa Rawat Inap Pada Rumah Sakit Swasta” (2008). Pengambilan
sampel menggunakan sampel proporsi dengan jumlah sampel penelitian
sebesar 95 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner yang
disebarkan kepada para konsumen (pasien) RS Graha Husada yang
menggunakan rawat inap kelas VIP. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis faktor. Dari hasil analisis faktor menunjukkan
bahwa faktor ekstern yang mempunyai pengaruh dalam mendorong
konsumen untuk menentukan keputusan penggunaan jasa rawat inap pada
RS Graha Husada adalah kelas sosial, kebudayaan, kelompok referensi dan
keluarga. Subvariabel kelas sosial sebagai subvariabel yang mempunyai
pengaruh terbesar karena variabel tersebut mempunyai nilai terbesar
diantara subvariabel lainnya.
4. Penelitian oleh Windy Wongso dan Sylvia Susanti dengan judul ”Analisa Pemngaruh Word of mouth dan Perceived Value Product Terhadap
Keputusan Pembelian Tata Rias Oriflame di UK Petra” (2004). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel (X) nya adalah Word of mouth (X1),
(39)
(Y). Metode analisa data yang dipakai adalah analisa regresi. Penarikan
sampel menggunakan purposive sampling. Sampel diambil sebanyak 349
buah dengan tingkat kesalahan 5%, responden dipilih dengan kriteria pernah
memakai produk tata rias merek Oriflame, berada di Surabaya, mahasiswi
UK Petra program S1 dan D3 yang berusia antara 18 – 24 tahun. Berdasarkan hasil analisa, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa : a) Ada
pengaruh dari Word of mouth dan Perceived Value Product terhadap keputusan dalam membeli produk tata rias Oriflame. b) Word of mouth lebih berpengaruh daripada Perceived Value Product terhadap keputusan pembelian.
5. Penelitian oleh Haryani dengan judul ”Pengaruh Harga, Produk, dan Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Deterjen DAIA Konsumen Ibu
Rumah Tangga di Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo” (2006). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel (X) nya adalah Harga (X1), Produk
(X2), Promosi (X3), dan Keputusan Pembelian sebagai variabel (Y).
Metodologi dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier
berganda dan deskriptif presentase. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh ibu rumah tangga yang menggunakan deterjen Daia di Kecamatan
Gebang Kabupaten Purworejo, dengan jumlah populasi sebanyak 3352
orang. Sampel penelitian diambil menggunakan teknik area random
sampling dengan jumlah sampel sebanyak 98 orang yang ditentukan
berdasarkan rumus Slovin. Secara parsial, setiap variabel memiliki pengaruh
terhadap keputusan pembelian konsumen secara signifikan. Berdasarkan
(40)
antara harga, produk, dan promosi terhadap keputusan pembelian deterjen
Daia.
G. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan masyarakat akan pentingnya kesehatan saat ini makin disadari oleh
industri jasa layanan kesehatan, yang salah satunya adalah rumah sakit. Paradigma
jasa pelayanan kesehatan rumah sakit sekarang ini telah mengalami perubahan
yang mendasar dan merupakan sebuah badan usaha yang mempunyai banyak unit
bisnis strategis, sehingga membutuhkan penanganan dengan konsep manajemen
yang tepat. Dewasa ini, rumah sakit mulai semakin memperhatikan pasar dan
memperhitungkan perubahan yang terjadi pada lingkungan kesehatan
eksternalnya ketika menyusun strateginya karena sebelumnya mereka masih
merasa bahwa pasienlah yang membutuhkan rumah sakit. Namun keadaan
sekarang telah berubah karena jumlah rumah sakit pesaing lebih banyak.
Hal ini juga terjadi pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung. Rumah
Sakit Urip Sumoharjo menghadapi persaingan kompetitif diantara rumah sakit
swasta lainnya di Bandar Lampung. Selain melakukan pemasaran dan promosi
melalui iklan media masa, billboard, dan lainnya, dalam menghadapi persaingan
dan dalam upayanya untuk menarik konsumen, penelitian pasar pun penting bagi
rumah sakit sebagai sarana mendapatkan informasi tentang hal-hal yang
sebenarnya dicari pasien ketika mereka membutuhkan layanan rumah sakit, dan
apa yang membuat mereka puas atau tidak puas terhadap jasa rumah sakit yang
(41)
Menurut Cooper, pemakai jasa perawatan kesehatan atau konsumen selalu
memperhatikan kualitas staf medis, pelayanan gawat darurat, perawatan perawat,
tersedianya pelayanan yang lengkap, rekomendasi dokter, peralatan yang
moderen, karyawan yang sopan santun, lingkungan yang baik, penggunaan rumah
sakit sebelumnya, ongkos perawatan, rekomendasi keluarga, dekat dari rumah,
ruangan pribadi dan rekomendasi teman. Melalui pendapat tersebut, dapat
diketahui bahwa konsumen dalam proses keputusannya menggunakan jasa rumah
sakit melihat pada kualitas layanan yang dapat diukur dengan indikator reliability
(kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance (jaminan), emphaty
(empati), dan tangible (bukti fisik). Karakteristik pelayanan rumah sakit yang tidak berwujud dapat dinilai setelah konsumen merasakan pelayanan yang
dirasakannya melalui indikator kualitas layanan tersebut.
Selain kualitas pelayanan, komunikasi word of mouth dan harga juga menjadi
pertimbangan konsumen dalam keputusannya menggunakan jasa suatu rumah
sakit. Pada proses pencarian informasi, konsumen cenderung mencari informasi
dari sumber yang terpercaya, terlebih untuk informasi mengenai layanan jasa yang
menjadi pengharapan dan persepsi konsumen akan layanan yang akan diperoleh.
Melalui komunikasi word of mouth yang didapat pada saat proses pencarian informasi, konsumen akan mempertimbangkan dengan berbagai pilihan yang
diharapkan, agar mendapatkan yang terbaik. Penentuan harga yang tidak sesuai
dengan manfaat yang diperoleh konsumen di bidang jasa, akan menurunkan
kepercayaan konsumen untuk melakukan pembelian. Harga yang ditetapkan harus
sesuai dengan apa yang didapatkan oleh konsumen. Jika informasi yang diperoleh
(42)
Harga (X3) Komunikasi
Word of mouth
(X2) Kualitas Layanan (X1)
Keputusan Menggunakan Jasa
(Y)
merupakan hasil perhitungan yang rasional sehingga konsumen akan memilih
produk ataupun jasa yang dapat memberikan manfaat yang paling besar, sesuai
dengan selera dan biaya yang relatif berdasarkan informasi yang didapat.
Keputusan pembelian adalah sebuah pendekatan penyelesaian masalah pada
kegiatan manusia untuk membeli suatu barang atau jasa dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhannya yang terdiri dari pengenalan kebutuhan dan
keinginan, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian, keputusan
pembelian, dan tingkah laku setelah pembelian (Swasta dan T. Hani Handoko,
2000: 15). Bagi seorang pemasar, memahami perilaku pembeli pada tiap-tiap
tahap dan pengaruh apa yang bekerja dalam tahap-tahap tersebut menjadi tugas
penting. Dengan pemahaman kebutuhan dan proses pembelian konsumen maka
dapat membantu membangun strategi pemasaran yang efektif mengenai perilaku
konsumen.
Berdasarkan permasalahan yang ada antara kualitas layanan, komunikasi word of mouth, dan harga terhadap keputusan pembelian diduga mempunyai pengaruh. Untuk lebih jelasnya, uraian tersebut dapat digambarkan dalam bagan kerangka
pemikiran sebagai berikut:
(43)
H. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan
sebelumnya maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:
1. Ho: Kualitas layanan tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
Ha: Kualitas layanan berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
2. Ho: Komunikasi Word of mouth tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip
Sumoharjo Bandar Lampung.
Ha: Komunikasi Word of mouth berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip
Sumoharjo Bandar Lampung.
3. Ho: Harga tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung.
Ha: Harga berpengaruh signifikan terhadap keputusan konsumen
menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung.
4. Ho : Kualitas Layanan, komunikasi word of mouth, dan harga secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap keputusan
(44)
konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo
Bandar Lampung.
Ha : Kualitas Layanan, komunikasi word of mouth, dan harga secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap keputusan
konsumen menggunakan jasa pada Rumah Sakit Urip Sumoharjo
(45)
III. METODE PENELITIAN
A.Tipe Penelitian
Tipe penelitian dalam penelitian ini adalah tipe penelitian bersifat eksplanatory research. Menurut Singarimbun dan Effendi (1995: 5), penelitian eksplanatori adalah tipe penelitian yang menyoroti hubungan antar variabel penelitian dan
menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini,
penulis berusaha menjelaskan hubungan antara variabel kualitas layanan, variabel
komunikasi word of mouth, dan variabel harga yang mempengaruhi keputusan konsumen menggunakan jasa.
B.Sumber Data
Menurut Arikunto (2006: 129), sumber data dalam penelitian adalah ”subjek dari
mana data dapat diperoleh”. Oleh karena dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner, maka sumber datanya adalah para pasien rawat inap
Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung yang termasuk jenis data primer,
yaitu data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil dari wawancara atau pengisian kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti.
(46)
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner atau angket. Menurut
Sugiyono (2007: 135), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawab. Kuesioner cocok digunakan bila jumlah
responden cukup besar dan tersebar di wilayah yang luas. Kuesioner dibuat
dengan kategori multiple choice dengan menggunakan skala likert, dimana setiap butir pertanyaan dibagi menjadi lima skala ukur yaitu sangat setuju (skor 5),
setuju (skor 4), ragu-ragu (skor 3), tidak setuju (skor 2), sangat tidak setuju (skor
1).
D. Objek dan Subjek Penelitian 1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah kualitas layanan, komunikasi word of mouth, harga, dan keputusan pembelian menggunakan jasa.
2. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap Rumah Sakit Urip
(47)
E. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Menurut Sugiyono (2007:72), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari obyek ataupun subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.
Populasi dapat berupa subyek yang mempunyai kualitas. Arikunto (2002:109),
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien rawat inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar
Lampung. Adapun tujuan dari pemilihan ini adalah dikarenakan pasien rawat inap
memiliki pengalaman lebih dalam menerima pelayanan dari pihak rumah sakit.
Besar populasi tidak dapat diketahui secara pasti jumlahnya, sehingga untuk
menentukan jumlah sampel digunakan rumus sebagai berikut menurut Sugiyono
(2003: 57):
n = (Zα)2 (p) (q) d2
Keterangan:
n = jumlah sampel
Zα = nilai standar normal yang besarnya tergantung α, bila α = 0,05 → z = 1,67
bila α = 0,01 → z = 1,96 p = estimator proporsi populasi
q = 1 – p
(48)
Penulis memperoleh n (jumlah sampel) yang besar dan nilai p belum diketahui,
maka dapat digunakan p = 0,5. Dengan demikian, jumlah sampel yang mewakili
populasi dalam penelitian ini adalah:
n = (Zα)2 (p) (q) d2
n = (1,96)2 (0,5) (0,5) (0,1)2 n = 3,8416. 0,025 0,01
n = 96,04 = 96 orang
Pada penelitian ini jumlah sampel yang ditentukan oleh peneliti adalah sebesar 96
responden pasien rawat inap Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung.
Adapun rincian dari jumlah responden berdasarkan penelitian di lapangan, dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Responden
Konsumen Frekuensi Persentase (%)
Pasien 41 43,2
Keluarga 55 56,8
Total 96 100
Sumber: Data diolah 2010
Tabel di atas menunjukkan bahwa distribusi responden terbesar yang merupakan
konsumen Rumah Sakit Urip Sumoharjo berstatus sebagai keluarga pasien.
Jumlah keluarga pasien yang lebih banyak ini disebabkan karena peneliti
(49)
dapat tetap menjaga kinerja para tenaga medis dalam upayanya memberikan
kenyamanan dan jaminan rasa aman bagi sang pasien sehingga dalam penyebaran
kuesioner, responden cenderung diwakili oleh keluarga pasien.
Dalam hal ini jumlah responden berdasarkan kelas rawat inap yang ditempati,
sama rata dikarenakan sub populasi atau jumlah dari masing-masing kelas rawat
inap yang tidak dapat diketahui, dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kelas Kamar yang Ditempati
Kelas Kamar Frekuensi Persentase (%)
Rawat Inap Kelas I:
- Kamar Super VIP - Kamar VIP
- Kamar Kelas I Plus - Kamar Kelas I
8 8 8 8
8,3 8,3 8,3 8,3
Rawat Inap Kelas II:
- Kamar Kelas II A - Kamar Kelas II B
16 16
16,7 16,7
Rawat Inap Kelas III 32 33,4
Total 96 100
Sumber: Data diolah 2010
2. Teknik Sampling
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive sampling atau sampel purposif. Menurut Tika (2006: 46), sampel purposif adalah sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau
(50)
objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciri-ciri yang spesifik. Ciri-ciri
tersebut sangat tergantung dari keinginan dan kriteria yang ditentukan peneliti.
Dalam penelitian ini, kriteria yang ditentukan peneliti untuk menjadi ciri-ciri
sampel adalah pasien yang pernah atau sedang rawat inap minimal 2 hari di
Rumah Sakit Urip Sumoharjo Bandar Lampung, atau keluarga yang mewakili
pasien dalam mengisi kuesioner, dan berdomisili di Bandar Lampung. Hal ini
merupakan pertimbangan peneliti, mengingat seorang pasien rawat inap atau
keluarga yang mendampingi selama minimal 2 hari, tentu memiliki pengalaman
lebih banyak dan lebih lama terhadap kualitas layanan yang dirasakan, dibanding
pasien yang datang untuk sekedar berobat ataupun rawat jalan.
F. Definisi Konseptual
Singarimbun dan Effendi (1995: 21) mengemukakan definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep yang digunakan sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan.
Definisi konseptual pada penelitian ini adalah :
1. Kualitas layanan adalah mutu yang diharapkan dan dirasakan dari jasa
yang ditawarkan dan dapat dinilai melalui kelima dimensinya yang terdiri
dari reliability (kehandalan), responsiveness (daya tanggap), assurance
(jaminan), emphaty (empati), dan tangibles (bukti fisik).
2. Komunikasi word of mouth adalah komunikasi dari mulut ke mulut berupa rekomendasi, promosi, penawaran suatu produk atau jasa baik positif maupun negatif, yang disampaikan oleh konsumen kepada pihak internal
(51)
maupun eksternal perusahaan berdasarkan pengalaman dan kepuasan yang dirasakannya.
3. Harga merupakan sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau
jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk
memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau
jasa.
4. Proses keputusan pembelian adalah proses pengintegrasian yang
mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih
perilaku alternatif, dan memilih salah satu di antaranya, yang melalui
proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan dan
keinginan, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian,
keputusan pembelian, dan tingkah laku setelah pembelian.
G. Definisi Operasional
Singarimbun dan Sofyan (1995: 2), Definisi Operasional adalah petunjuk tentang
bagaimana suatu variabel diukur. Dalam mengukur konsep maka dibutuhkan
definisi operasional dalam menjabarkan konsep tersebut secara lebih jelas. Uraian
tentang definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Tabel 6. Definisi Operasional
Variabel Konsep variabel Indikator Item
Kualitas layanan (X1)
Kualitas layanan adalah mutu yang diharapkan dan dirasakan dari jasa
a. Reliability
(kehandalan): kemampuan memberikan
1.Rumah sakit memberikan pelayanan sesuai
(52)
Tabel 6. (lanjutan)
yang ditawarkan dan dapat dinilai melalui kelima dimensinya yang terdiri dari:
reliability
(kehandalan),
responsiveness (daya tanggap), assurance
(jaminan), emphaty
(empati), dan
tangibles (bukti fisik). pelayanan yang dijanjikan dengan tepat dan kemampuan untuk dipercaya, terutama memberikan jasa secara tepat waktu.
b. Responsiveness
(daya tanggap): kesediaan para karyawan untuk membantu konsumen dan memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen.
c. Assurance
(jaminan): pengetahuan, kemampuan, dan sifat dapat dipercaya dari kontak personel untuk menghilangkan sifat keraguan konsumen dan merasa terbebas dari bahaya dan risiko.
d. Emphaty (empati): sikap kontak personel maupun perusahaan untuk memahami kebutuhan maupun kesulitan dengan kebutuhan pasien/konsumen. 2.Rumah Sakit memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang mereka janjikan 3.Hasil pemeriksaan yang dilakukan paramedis tepat. 1.Paramedis tanggap dalam memenuhi permintaan konsumen.
2.Pihak rumah sakit cepat saat menangani kedatangan pasien. 3.Paramedis selalu siap memberikan informasi pada pasien. 1.Kemampuan paramedis membuat konsumen yakin. 2.Paramedis selalu bersikap sopan kepada pasien. 3.Kemampuan tingkat pengetahuan tenaga medis profesional. 1.Paramedis memberikan perhatian khusus pada pasien. 2.Paramedis memahami
(53)
Komunikasi word of mouth (X2)
Harga (X3)
Komunikasi word of mouth adalah komunikasi dari mulut ke mulut berupa rekomendasi, promosi, penawaran suatu produk atau jasa baik positif maupun negatif yang disampaikan oleh konsumen kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan berdasarkan pengalaman dan kepuasan yang dirasakannya. Harga merupakan
sejumlah uang yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa, atau jumlah dari nilai yang ditukarkan para pelanggan untuk konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, kemudahan dalam melakukan komunikasi atau hubungan.
e. Tangible (bukti fisik): tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan, termasuk seragam, kerapihan, keramahan, dan pelayanan yang cepat
a. Rekomendasi dari keluarga, teman/relasi yang diperoleh konsumen. b. Kemauan konsumen membicarakan pengalaman dan kepuasan yang didapatkan. c. Kemauan konsumen mereferensikan rumah sakit kepada orang lain.
a. Tingkat harga.
b. Harga pesaing.
kebutuhan pasien. 3.Paramedis menawarkan bantuan yang dibutuhkan konsumen tanpa diminta. 1. Kerapihan penampilan paramedis 2. RS Urip Sumoharjo memiliki peralatan medis yang lengkap. 3. Fasilitas fisik pada Rumah Sakit menarik secara visual/dipandang mata. Konsumen memperoleh informasi dari keluarga, teman/relasi tentang RS Urip Sumoharjo Konsumen bersedia membicarakan pengalaman dan kepuasan yang diperoleh setelah menggunakan jasa RS Urip Sumoharjo Konsumen bersedia mereferensikan RS Urip Sumoharjo kepada orang lain.
Harga yang ditetapkan RS Urip Sumoharjo
terjangkau. Harga yang ditetapkan RS Urip
(54)
Proses Keputusan pembelian (Y)
memperoleh manfaat dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa.
Proses Keputusan Pembelian adalah proses pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih satu di antaranya, yang melalui proses yang terdiri dari lima tahap, yaitu pengenalan kebutuhan dan keinginan, pencarian informasi, evaluasi terhadap alternatif pembelian, keputusan pembelian, dan tingkah laku setelah pembelian.
c. Kesesuaian harga dengan manfaat yang diperoleh konsumen a. Pengenalan masalah b. Pencarian informasi
c. Evaluasi alternatif
d. Keputusan pembelian
e. Perilaku purna beli.
Sumoharjo murah dibandingkan rumah sakit sejenis. Harga yang
ditetapkan RS Urip Sumoharjo sesuai dengan manfaat yang diperoleh. Adanya kebutuhan yang mendorong konsumen dalam menggunakan jasa pada RS Urip Sumoharjo. Konsumen mencari informasi sebelum memutuskan menggunakan jasa RS Urip Sumoharjo Konsumen
membandingkan RS Urip Sumoharjo dengan rumah sakit lainnya setelah mendapatkan informasi. Konsumen memutuskan menggunakan jasa pada RS Urip Sumoharjo karena sesuai dengan keinginannya. Konsumen merasa puas setelah menggunakan jasa pada RS Urip Sumoharjo.
(1)
xiii
45. Hasil Perhitungan Regresi Linier Berganda X1, X2, dan X3
(2)
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Model Perilaku Konsumen ... 12
2. Model Gronroos Tentang Persepsi Kualitas Pelayanan Jasa ... 19
3. Model Proses Pembelian Lima Tahap ... 32
(3)
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta
Assael, Henry. 1995. Consumer Behavior and Marketing Action. South Western College Publishing.
Assauri, Sofyan. 1999. Manajemen Pemasaran Dasar dan Konsep Strategi. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Press.
Basrodin. 2006. Pengaruh Harga Dan Pelayanan Terhadap Kepuasan Pelanggan Kartu Prabayar Pro XL Di Kota Semarang. Jurnal. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
Cahyono, Titus K. & Paulus Santoso. 2004. Analisis Sikap Konsumen Terhadap Atribut-atribut Rumah Sakit Mitra Keluarga Surabaya. Jurnal. Universitas Kristen Petra.
Engel, James F. Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen (alih bahasa FX. Budiyanto). Jakarta: Binarupa Aksara. Goncalves, Karen P. 1999. Services Marketing. Jakarta: Prentice Hall.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonomimetrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Hutagalung, Raja Bongsu & Novi Aisha. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Menggunakan Dua Ponsel (GSM & CDMA) Pada Mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi USU. JURNAL MANAJEMEN BISNIS, Vol. 1, No. 3 (Sept 2008): 97-102.
Jonirasmanto, SKM. MKES. 20/11/2009. Mutu Pelayanan Kesehatan ; Ambivalensi Antara Kewajiban dan Keinginan (antara penyelenggara dan pemilik). http://artikelindonesia.com/hal-mutu-pelayanan-rumah-sakit.html
Jasfar, Farida. 2005. Manajemen Jasa Pendekatan Terpadu. Bogor: Ghalia Indonesia.
(4)
Kotler, Philip. 1996. Manajemen Pemasaran – analisis, perencanaan, dan pengendalian. (edisi 5). Jakarta: Erlangga.
---, 1997. Manajemen Pemasaran di Indonesia (terjemahan AB. Susanto). Jakarta: Salemba Empat.
---, 2005. Manajemen Pemasaran, Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.
---, [et al]. 2005. Manajemen Pemasaran Sudut Pandang Asia Edisi 3 (alih bahasa Zein Isa). Jakarta: Indeks.
---, dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. (edisi 12). Jakarta: Erlangga.
Kwandayani, Anita. 2008. Analisis Pengaruh Kualitas Layanan, Komunikasi Word of Mouth, dan Harga Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen di Bidang Jasa Fahrenheit Event Organizer Surabaya. Jurnal. Universitas Kristen Petra.
Lindberg-Repo, Kirsti. 2002. Word of Mouth Communication In The Hospitality Industry. Artikel. Hanken Swedish School of Economics Finland. www.docstoc.com/marketing
Lukasyanti, Dewi. 2006. Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Menggunakan Jasa Pada Rumah Sakit Umum Daerah Kraton Kabupaten Pekalongan. Jurnal. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang.
Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktek. Jakarta: Salemba Empat.
Mahendra, Suryo. 2008. Analisis Kepuasan Pasien Rawat Inap Terhadap Kinerja Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Kesehatan Pada Rumah Sakit Ibu Dan Anak Mutiara Hati Di Gading Rejo. Skripsi. FISIP. UNILA.
Moenir, A.S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Payne, Adrian. 2000. The Essence of Services Marketing – Pemasaran Jasa. Yogyakarta: ANDI.
Peter, J. P & J.C. Olson. 1996. Consumer Behavior – perilaku konsumen dan strategi pemasaran. Jakarta: Erlangga.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS; Untuk Analisis Data dan Uji Statistik. Yogyakarta: MediaKom.
(5)
Rangkuti, Freddy. 2003. Measuring Customer Satisfaction. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, S. 2000. Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Gramedia. Schiffman, L. G. & Leslie L. Kanuk. 2004. Consumer Behavior. 8th edition. New
Jersey: Prentice Hall.
Setiadi, Nugroho J. 2003. Perilaku Konsumen – Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Jakarta: Kencana.
Singarimbun, Mansri dan Sofian Effendi. 1995. Metode Penelitian Survei. Cetakan Ke Dua. Jakarta: Erlangga.
Solomon, M. 1996. Consumer Behavior. Mc Graw Hill.
Stanton, William J. 1996. Prinsip Pemasaran. (edisi 7). Jakarta: Erlangga. Sugiyono. 2003. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sumardy. 2009. Word of Mouth Marketing — Sell Your Brand The Way Virus Kills Human. http://budiwiyono.com
Suryadi, Sofjan. 2001. Peran Word of Mouth dalam Pelayanan Rumah Sakit. www.pdpersi.co.id
Swastha, Basu & T. H. Handoko. 2000. Manajemen Pemasaran Analisa Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE
Tika, H. M. Pabundu. 2006. Metodologi Riset Bisnis. Jakarta: Bumi Aksara. Tjiptono, Fandy. 1997. Manajemen Jasa. Yogyakarta: Andi.
---, 2000. Perspektif Manajemen dan Pemasaran Kontemporer. Yogyakarta: ANDI.
Wiyono, Aziz S. & M. Wahyuddin. 2004. Studi Tentang Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Konsumen di Rumah Sakit Islam Manisrenggo Klaten. Jurnal. Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Wongso, Windy & Sylvia Susanti. 2004. Analisa Pengaruh Word of Mouth dan
Perceived Value Product Terhadap Keputusan Pembelian Tata Rias Oriflame di UK Petra. Jurnal. Universitas Kristen Petra.
(6)
Yamit, Zulian. 2002. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa. Yogyakarta: Ekonisia.
Zeithaml, Valerie A. & Mary Jo Bitner. 2000. Services Marketing: Integrating. Customer Focus Across the Firm. 2nd edition. New York: Irwin. McGraw-Hill.
Nambah Ilmu Tentang Perilaku Konsumen Rumah Sakit.(http://www.nesmd.com) http://pemasaranjasa.blogspot.com/2008/12/makalah-kelompok-12.html
http://donydw.wordpress.com/2008/02/15/rangkuman-tentang-wom/ http://frommarketing.blogspot.com/2009/06/3-peran-opinion-leader-dalam-proses.html
www.yuswohadi.com
http://lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.15_Sri_Nani_%20P_10_07_WPS.pdf http://kesehatan.kompas.com
http://dinkeslampung.blogspot.com http://www.nesmd.com
http://creasionbrand.blogspot.com