PENGARUH SUASANA TOKO TERHADAP MINAT BELI ULANG KONSUMEN PADA PUTRA BARU SWALAYAN BANDAR JAYA (STUDI KASUS CABANG BANDAR JAYA TIMUR)
ABSTRAK
PENGARUH SUASANA TOKO TERHADAP MINAT BELI ULANG KONSUMEN PADA PUTRA BARU SWALAYAN BANDAR JAYA
(STUDI KASUS CABANG BANDAR JAYA TIMUR) Oleh
Muhammad Fathul Huda
Ritelmerupakankegiatanbisnis yang familiar bagisebagianbesarmasyarakat
Indonesia.Saatini, jenis-jenisritel modern di Indonesia sangatbanyakmeliputipasar modern, PasarSwalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store, Trade Center dan
Mall/Supermall/Plazasesuaiperkembanganperekonomian, teknologidangayahidupmasyarakat. Putra
BaruSwalayanmerupakansalahsatudaribisnisritel yang ada di Indonesia.Putra BaruSwalayanberlokasi di daerahPoncowati, TerbanggiBesar, Lampung Tengah.
Masalahdalampenelitianiniadalahpelaksanaansuasanatoko yang dilakukanoleh Putra BaruSwalayan Bandar Jaya Timur,
tanggapankonsumenterhadappelaksanaansuasanatoko yang dilakukanoleh Putra BaruSwalayan Bandar Jaya
Timurdanbagaimanasuasanatokodapatmempengaruhiminatbelikonsumen,
kemudianpermasalahannyaadalahapakahterdapatpengaruhsuasanatokoterhadapmi natbeliulangkonsumenpada Putra BaruSwalayanCabang Bandar Jaya Timur.
Tujuananalisisdalampenelitianiniadalahuntukmengetahuipelaksanaansuasanatoko, kemudianmempelajaritanggapankonsumenterhadappelaksanaansuasanatokopada Putra BaruSwalayanCabang Bandar Jaya
(2)
Timurdanmenganalisisseberapabesarpengaruhsuasanatokoterhadapminatbeliulang konsumenpadaPutra BaruSwalayanCabang Bandar Jaya Timur.Metodeanalisis yang
digunakanuntukmemecahkanmasalahdalampenelitianinimenggunakanaplikasi SPSS yaituUjiAnalisisRegresiBergandadanstatistikUji T sertaUji
F.Populasidalampenelitianiniadalahseluruhkonsumen Putra BaruSwalayan yang jumlahnyasecarapastitidakdiketahuidanmetodepengambilansampelmenggunakann on-probability sampling (penarikansampelsecaratidakacak)
dengandenganjumlahsampelsebanyak 100 orang.
Penelitianinimengaplikasikan model penelitianempirisdenganpendekatan survey dandilihatdarisudutpandangsifat yang dihimpunnya,
penelitianinimerupakanpenelitiandeskriptifkuantitatif.Variabelpadapenelitianiniter diridarivariabelsuasanatokodenganempatindikator (bagianluartoko,
bagiandalamtoko, tataletaktoko, desainpemikat)
danvariabelminatbeliulangkonsumen.Seluruhindikatorakandirumuskanmenjadikui sionerpenelitiandalambentukpertanyaandanmenggunakanskalaLikertdengan level 5 pilihan.
Berdasarkanpadahasilperhitungananalisisregresi linier berganda, didapatnilai R Square (R2) =0,267. Hal iniberarti, indikatorvariabel X (suasanatoko)
berperandalammempengaruhisetiapvariabel Y (minatbeliulang) sebesar 26,7% dansisanyadipengaruhiolehfaktor lain yang
tidakterdapatpadapenelitian.Berdasarkanhasilujihipotesisdapatdiketahuibahwanilai F hitungsebesar 8,662.Hal inimenunjukanbahwanilaidariFhitung>Ftabel, maka Ho ditolakdan Ha diterima.Hasiluji T
menunjukanbahwanilaiThitung>Ttabel.Olehkarenaitu, dapatpenelitisimpulkanhipotesispadapenelitianiniyaitu
“suasanatokoberpengaruhterhadapminatbeliulangkonsumen.”
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah, pada tanggal 30 April 1991, sebagai anak terakhir, putra dari pasangan Bapak Machrus Harjono dan Ibu Gusmarni. Penulis mempunyai dua orang saudara kandung yang bernama Anis Mardiana dan Heny Rahmawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 5 Bandar Jaya pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 3 Terbanggi Besar pada tahun 2006, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2009.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).
(8)
MOTO
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong mu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu”
(QS. Al-Baqarah: 212)
“Orang terkaya adalah orang yang mau menerima pembagian takdir dari Allah dengan senang hati” _ (Ali Bin Hussain)
“Jangan pernah merendahkan diri sendiri. Jika kamu tidak bahagia dengan hidupmu, perbaiki apa yang salah, dan teruslah melangkah”
(9)
PERSEMBAHAN
“Kepada ALLAH SWT dan Nabi Muhammad SAW, hanya rahmat-Mu hamba dapat menyelesaikan skripsi ini, dan atas rengkuhan kasih-Mu
hamba persembahkan skripsi ini untuk Orang tua tercinta dan orang – orang tersayang”
(10)
SANWACANA
Alhamdulillahhirobbil’alaamiin segala puji bagi ALLAH SWT, Rabb yang telah
melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Sholawat teriring salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat serta para pengikutnya yang semoga kelak
mendapatkan syafa’at, Aamiin.
Penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Suasana Toko Terhadap Minat Beli Ulang Konsumen Pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya (Studi Kasus Cabang Bandar Jaya Timur)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Lampung.
Penulis berharap, karya yang merupakan wujud dari kerja keras, do’a dan
pemikiran maksimal serta didukung dengan bantuan dan keterlibatan berbagai pihak ini akan bermanfaat dikemudian hari. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan segala nikmat-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
2. Orang tua tercinta yang selalu mendo’akan dan memotivasi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
(11)
4. Ibu Hj. Aida Sari, S.E., M.Si. selaku ketua Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
5. Ibu Yuningsih, S.E., M.M. selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Nasrullah Yusuf, S.E., M.B.A selaku dosen pembimbing, atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Ibu Faila Shofa, S.E., M.S.M selaku dosen pendamping, atas kesediannya dalam memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
8. Bapak Mustafid, S.E., M.M selaku penguji utama pada ujian skripsi atas kesediannya dalam memberikan pengarahan dan pengetahuan dalam proses penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas kritik dan saran yang telah disampaika pada seminar hasil.
9. Bapak Mudji Rachmat Ramelan, S.E., M.B.A selaku pembimbing akademi, atas kesediannya dalam memberikan bimbingan, pengetahuan, kritik dan saran dalam proses akademik.
10. Seluruh staf yang bekerja di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.
11. Kakak tersayang Anis Mardiana dan Heny Rahmawati yang selalu
mendo’akan dan memotivasi, sehingga penulis selalu bersemangat dalam
(12)
ada disaat suka maupun duka dan selalu memberikan motivasi penuh kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
13. Sahabat-sahabat, Nurrul Aslichah, Ita Khulanis, Dewi Kartika Candra, Ismaini, Arista Sari, Linna Novita, Andri Bramanto dan Eko Kurniawan, terima kasih atas bantuan, dukungan, doa dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
14. Sahabat-sahabat Manajemen Sukses 2010 terima kasih atas bantuan, dukungan, motivasi dan kebersamaan selama ini.
15. Teman – teman yang secara tidak langsung turut membantu dalam proses pembuatan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih belum sempurna karena kesempurnaan hanya milik ALLAH, namun ada harapan semoga skripsi yang sedernaha ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.
Bandar Lampung, 10 Juli 2014 Penulis
(13)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 10
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Kerangka Pemkiran ... 11
1.6. Hipotesis ... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pemasaran ... 15
2.1.1. Konsep Pemasaran ... 16
2.2. Pemasaran Jasa ... 18
2.2.1. Kualitas Jasa ... 20
2.3. Pengertian Ritel ... 23
2.4. Pengertian Suasana Toko ... 24
2.4.1. Elemen Suasana Toko ... 26
2.4.2. Afeksi ... 31
2.5. Keputusan Pembelian ... 32
2.6. Minat Beli Konsumen ... 35
2.7. Kajian Penelitian Terdahulu ... 37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data ... 41
3.1.1. Jenis Penelitian ... 41
3.1.2. Sumber Data ... 41
3.2. Metode Pengumpulan Data ... 42
(14)
3.5. Uji Alat Analisis ... 48
3.5.1. Uji Validitas ... 48
3.5.2. Uji Reliabilitas ... 48
3.6. Metode Analisis ... 49
3.6.1. Analisis Kuantitatif ... 49
3.6.2. Analisis Regresi ... 50
3.6.3. Uji t dan Uji F ... 50
BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Profil Putra Baru Swalayan ... 53
4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 53
4.2.1 Hasil Uji Validitas ... 54
4.2.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 56
4.3 Analisis Kualitatif ... 57
4.3.1 Hasil Analisis Variabel Demografi ... 57
4.4 Pernyataan Konsumen Mengenai Suasana Toko ... 60
4.4.1 Bagian Luar Toko (X1) ... 61
4.4.2 Bagian Dalam Toko (X2) ... 62
4.4.3 Tata Letak Toko (X3) ... 63
4.4.4 Dekorasi Pemikat (X4) ... 64
4.4.5 Total Nilai Variabel Suasana Toko ... 64
4.5 Pernyataan Konsumen Mengenai Minat Beli Ulang ... 68
4.6 Analisis Kuantitatif ... 68
4.6.1 Uji Regresi Linier Berganda ... 69
4.6.2 Uji Koefisien Regresi Secara Serentak (Uji F) ... 71
4.6.3 Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji t) ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA
(15)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Data Penjualan Tahun 2013 ... 4
Tabel 1.1. Data Pesaing Putra Baru Swalayan ... 6
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu ... 37
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel ... 46
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas ... 55
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 57
Tabel 4.3 Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin ... 57
Tabel 4.4 Persentase Berdasarkan Usia ... 58
Tabel 4.5 Persentase Berdasarkan Pekerjaan ... 58
Tabel 4.6 Persentase Berdasarkan Pendapatan Per Bulan ... 59
Tabel 4.7 Persentase Berdasarkan Intensitas Kunjungan ... 60
Tabel 4.8 Pernyataan Variabel X1 ... 61
Tabel 4.9 Pernyataan Variabel X2 ... 62
Tabel 4.10 Pernyataan Variabel X3 ... 63
Tabel 4.11 Pernyataan Variabel X4 ... 64
Tabel 4.12 Analisis Total Nilai Variabel Suasana Toko ... 66
Tabel 4.13 Pernyataan Variabel Y ... 68
Tabel 4.14 Analisis Determinasi (R2) ... 69
Tabel 4.15 Hasil Uji F ... 71
(16)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Grafik Data Penjualan Tahun 2013 ... 4
Gambar 1.2 Paradigma Penelitian ... 13
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa ... 22
Gambar 2.2 Model Dari Dampak Suasana Toko ... 32
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 ... Kuesioner Lampiran 2 ... Uji Validitas Lampiran 3 ... Uji Reliabilitas Lampiran 4 ... Data Responden Lampiran 5 ... Tanggapan Responden Lampiran 6 ... Uji Regresi, Uji F dan Uji T
(18)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Bicara mengenai bisnis, akhir-akhir ini marak bermunculan yang namanya bisnis ritel atau dalam bahasa inggris disebut retail. Ritel merupakan kegiatan bisnis yang familiar bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Bisnis ritel di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 kelompok besar, yakni Ritel Tradisional dan Ritel Modern. Ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional.
Ritel Tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas dan barang yang dijual jenisnya terbatas. Berbeda dengan ritel modern yang memiliki tempat lebih luas, jenis barang yang dijual lebih beraneka ragam, memiliki manajemen yang terorganisir, dan harganya telah menjadi harga tetap (sumber: diakses melalui www.anneahira.com).
Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, perubahan selera konsumen, teknologi, dan gaya hidup yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Saat ini, jenis-jenis ritel modern di Indonesia sangat banyak meliputi pasar modern, Pasar Swalayan,
(19)
Mall/Supermall/Plaza sesuai perkembangan perekonomian, teknologi dan gaya hidup masyarakat (Media Data, Peta Persaingan Bisnis Ritel di Indonesia;2009) diakses melalui (http://www.academia.edu/)
“Every man lives by exchanging yang artinya setiap orang hidup dengan
pertukaran atau perdagangan (diakses melalui, www.goodreads.com).” Pendapat yang dikemukakan oleh Adam Smith tersebut nampaknya merupakan hal yang mendasari berkembangnya bisnis ritel. Manusia sejak dulu selalu mendasari hidupnya dengan kegiatan jual beli dan tanpa sadar, kegiatan tersebut menjadi suatu kebiasaan yang terus – menerus berkembang hingga memunculkan peluang
– peluang bisnis, salah satunya ialah bisnis ritel.
Perkembangan industri ritel dalam beberapa tahun terakhir berkembang dengan sangat pesat. Hal ini didorong oleh munculnya kebijakan yang pro terhadap liberalisasi ritel, antara lain diwujudkan dalam bentuk KEPRES NO 96/2000 tentang bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu bagi penanaman modal.
Kebijakan tersebut telah menyebabkan tidak adanya lagi pembatasan kepemilikan dalam industri ritel. Setiap pelaku usaha yang memiliki modal cukup untuk mendirikan perusahaan ritel di Indonesia, maka dapat segera melakukannya. Akibatnya, pelaku usaha di industri ini terus bermunculan dan terus mengalami perkembangan.
(20)
Saat ini, ritel dihadapkan pada tantangan yang cukup berat seperti perubahan perkiraan dari faktor-faktor ekonomi, demografi, dan sosial budaya. Contoh dari faktor – faktor tersebut misalnya, pendapatan konsumen, pemilihan lokasi yang strategis dan lingkungan yang aman, perilaku atau kebiasaan konsumen dalam berbelanja yang perlu menyesuaikan dengan keadaan swalayan tersebut, agar merasa nyaman dalam berbelanja.
Faktor – faktor tersebut sepertinya menjadi hal yang juga diperhatikan oleh Putra Baru Swalayan. Putra Baru Swalayan merupakan salah satu swalayan yang cukup besar dan sukses dalam usahanya dibidang ritel. Menyediakan berbagai macam keperluan konsumen mulai dari keperluan rumah tangga, keperluan sekolah, pakaian, sepatu dan berbagai macam barang keperluan lain, menjadikan Putra Baru Swalayan sukses bersaing dengan pengusaha-pengusaha ritel lain.
Putra Baru Swalayan yang berlokasi di daerah Poncowati, Lampung Tengah, kini telah sukses membuka cabang baru dengan kualitas dan kelengkapan produk yang lebih baik dibanding perusahaan aslinya. Putra Baru Swalayan kini telah
membuka dua cabang di daerah Bandar Jaya, Lampung Tengah dan satu cabang di daerah kota Metro. Berikut penulis lampirkan data penjualan Putra Baru
Swalayan Bandar Jaya cabang Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah pada tahun 2013:
(21)
Tabel 1.1 Data Penjualan Putra Baru Swalayan Tahun 2013 Bulan Volume Penjualan
(unit)
Profit (Rp) Profit (%)
Januari 137.816 175.795.468 17,77
Februari 120.707 154.193.104 17,44
Maret 118.355 138.841.411 16,20
April 116.155 155.058.509 18,13
Mei 112.552 122.408.252 15,34
Juni 119.403 126.211.562 14,24
Juli 185.622 206.742.967 17,89
Agustus 266.210 281.899.877 19,15
September 126.423 160.816.129 17,66
Oktober 117.300 169.704.903 18,33
November 112.874 157.154.722 18,06
Desember 112.872 157.145.410 18.06
T O T A L 1.646.289 2.006.351.098 17.55
Sumber : Putra Baru Swalayan 2013
Gambar 1.1 Grafik Data Penjualan Tahun 2013 Sumber : Putra Baru Swalayan 2013
(22)
Tabel 1.1 menjelaskan tentang data penjualan atau total penjualan barang yang telah dilakukan Putra Baru Swalayan selama hampir satu tahun. Melihat data penjualan tersebut, dapat diketahui bahwa penjualan yang dilakukan oleh Putra Baru Swalayan tidak selalu konsisten atau tetap. Terlihat pada awal bulan hingga bulan ketiga, penjualan Putra Baru Swalayan mengalami penurunan dari 113.816 unit menjadi 120.707, kemudian pada bulan keempat, penjualan kembali
meningkat dan terus menurun lagi hingga bulan keenam.
Bulan ketujuh sepertinya menjadi bulan yang menguntungkan bagi Putra Baru Swalayan. Banyaknya kebutuhan yang diperlukan oleh konsumen dalam menyambut bulan Ramadhan, menjadikan penjualan meningkat tajam melebihi bulan-bulan sebelumnya, yaitu sebesar 185.622 unit, dan tidak berhenti disitu saja, pada bulan Agustus kembali terjadi peningkatan penjualan yang lebih tinggi yaitu sebesar 266.210 unit.
Hal ini menunjukan bahwa Putra Baru Swalayan cukup sukses dalam mengelola kegiatannya dibidang bisnis ritel, terbukti selain telah membuka tiga cabang baru di tiga wilayah, penjualan Putra Baru Swalayan pun tidak selalu konsisten
mengalami penurunan. Meskipun pada bulan selanjutnya terjadi penurunan penjualan, namun besar penurunan tidak terlalu besar dan terus terjadi peningkatan yang signifikan.
Putra Baru Swalayan menargetkan total penjualan mencapai 200.000 unit per bulan sebagai target penjualannya. Namun sayangnya, hal ini belum bisa tercapai bahkan pada awal pembukaan swalayan tersebut hingga pertengahan tahun.
(23)
Target penjualan baru terpenuhi menjelang pelaksanaan ibadah puasa dan Idhul Fitri dengan total penjualan bahkan lebih dari Rp 200 ribu unit, mengingat
kebutuhan konsumen yang mulai bertambah dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan
Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur, lebih menargetkan konsumen usia remaja hingga ibu rumah tangga, mengingat produk – produk yang dijual lebih menekankan kepada kehidupan sehari – hari dan mebel disamping swalayan. Hal ini berbeda dengan Putra Baru Swalayan Pusat di wilayah Poncowati
Terbanggi Besar yang lebih mengutamakan produk bagi anak sekolah yang jauh lebih lengkap karena lokasinya yang memang berada di lingkungan sekolah dari mulai SD, SMP hingga SMA / SMK, selain juga menjual kebutuhan sehari – hari dan lain-lain. Pebisnis, dalam menjalankan usahanya pasti memiliki pesaing, begitu pula Putra Baru Swalayan. Berikut tabel pesaing Putra Baru Swalayan : Tabel 1.2 Data Pesaing Putra Baru Swalayan
No Nama Swalayan Alamat Swalayan
1 Indomaret Jln. Jendral Sudirman, Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah
2 Alfamart Jln. Jendral Sudirman, Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah
3 Chandra Dept. Store
Jln. Proklamator Raya, Bandar Jaya, Lampung Tengah
4 Plaza Bandar Jaya Jln. Proklamator Raya, Bandar Jaya, Lampung Tengah
Sumber : Survei Peneliti, 2014
Levy and Weitz (2001) dalam Rubiyanti (2004; 6) mengatakan bahwa, “Customer purchasing behavior is also influenced by the store atmosphere (keputusan
(24)
mengandung makna bahwa, suasana toko (store atmosphere) memiliki peranan yang cukup penting dalam mendukung keberhasilan bisnis ritel.
Suasana Swalayan Putra Baru Swalayan sendiri sudah cukup memberikan kenyamanan terhadap konsumen. Hal ini peneliti ketahui dengan melakukan observasi langsung ke lokasi tersebut. Peneliti mengamati bagaimana petugas swalayan bersikap ramah dalam menyapa konsumen mulai dari satpam hingga karyawan swalayan tersebut. Para konsumen juga terlihat akrab dengan petugas kasir sehingga tidak jarang beberapa pelanggan terlihat mengobrol dengan petugas kasir sambil menunggu transaksi selesai. Karyawan yang ramah dengan
penampilan yang rapih dan sopan, tampaknya menambah kenyamanan bagi konsumen dalam melakukan transaksi penjualan.
Kondisi swalayan tersebut terdiri dari berbagai macam yang dapat peneliti
gambarkan yaitu mulai dari tempat parkir yang cukup luas serta pintu masuk yang juga lebar sehingga tidak menimbulkan kemacetan. Pada bagian dalam, bagian kiri terdapat tempat penitipan barang, kemudian disebelah kanan terdapat kursi tunggu bagi konsumen dengan makanan-makanan yang dijual disebelahnya, ini merupakan ruang tunggu bagi konsumen yang hanya mengantar dan tidak ingin membeli, seperti suami yang mengantar istrinya atau keluarganya.
Penempatan kasir sendiri terletak dibagian depan dekat dengan ruang tunggu konsumen, hal ini tentu memudahkan konsumen karena setelah melakukan transaksi, konsumen dapat langsung keluar tanpa harus memutar, ditambah
(25)
dengan jumlah empat mesin kasir yang dapat mempercepat proses transaksi dan mengurangi jumlah antrian.
Putra Baru Swalayan juga selalu memutar alunan-alunan musik dengan berbagai
genre untuk menambah kenyamanan konsumen. Barang-barang yang djual terdiri dari tas, sepatu, ATK, mainan, susu. tisu, parfum, alat mandi, snack, minuman, barang pecah belah dan alat-alat listrik, serta pakaian. Ruang karyawan sendiri terdapat dibagian belakang. Hal yang kurang dari Putra Baru Swalayan terdapat pada bagian temperatur udara, karena Putra Baru Swalayan hanya menggunakan kipas angin, meskipun dengan ukuran yang cukup besar, tetap saja tidak akan memberikan kesegaran seperti swalayan lain yang menggunakan Air Conditioner (AC).
Store Atmosphere atau pada penelitian ini selanjutnya akan dipakai dengan istilah suasana toko, merupakan suatu cerminan yang menggambarkan identitas dari toko tersebut. Suasana toko yang baik dapat menjadikan identitas toko tersebut juga baik dimata para konsumen. Suasaa toko setiap toko selalu berbeda dan tidak akan pernah sama. Hal inilah yang menjadi alasan suasana toko dapat menjadi identitas dari toko tersebut.
Definisi dari Suasana Toko itusendiri menurut Utami (2006:238), mengatakan bahwa, “suasana tokoadalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon emosional dan persepsi konsumen dan untuk mempengaruhi konsumen dalam
(26)
membeli barang”. Berman & Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004;7) membagi elemen-elemen suasana tokoke dalam empat elemen, yaitu: Exterior (bagian luar toko),General Interior (bagian dalam toko), Store Layout (tata letak toko),
Interior Point of Purchase (POP) Display (dekorasi pemikat dalam toko).
Suasana toko yang baik dapat menjamin kelangsungan hidup perusahaan untuk bertahan terhadap persaingan dalam membentuk pelanggan yang loyal. Suasana toko dapat menjadi identitas dari toko atau swalayan tersebut untuk seterusnya dapat diingat oleh konsumen. Proses pelaksanaan suasana toko yang dilakukan oleh toko atau swalayan, akan menentukan bagaimana konsumen
mendeskripsikan identitas toko atau swalayan tersebut.
Semakin baik pelaksanaan suasana toko, semakin baik pula identitas toko tersebut akan diingat oleh konsumen. Suasana tokomerupakan salah satu sarana
komunikasi yang dapat berdampak positif dalam proses perkembangan suatu perusahaan terutama dalam bidang ritel. Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengambil judul“Pengaruh Suasana Toko terhadap Minat Beli Ulang Konsumen pada Putra Baru Swalayan, Bandar Jaya (Studi Kasus Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur).”
1.2 Rumusan Masalah
Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan suasana toko yang dilakukan oleh Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Timur, bagaimana tanggapan konsumen terhadap pelaksanaan suasana toko yang dilakukan oleh Putra Baru
(27)
Swalayan Bandar Jaya Timur dan bagaimana pula suasana toko dapat mempengaruhi minat beli konsumen.
Berdasarkan pada rumusan masalah tersebut, maka permasalahan dalam penelitan
ini adalah “Apakah terdapat pengaruh suasana toko terhadap minat beli ulang konsumen pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.”
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan analisis dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan suasana toko toko pada Putra Baru
Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur.
2. Mempelajari tanggapan konsumen terhadap pelaksanaan toko pada Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur.
3. Menganalisis seberapa besar pengaruh suasana toko terhadap minat beli ulang konsumen pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain : 1. Bagi Perusahaan
Sebagai sumbangan informasi dan masukkan agar pihak perusahaan dapat mengetahui seberapa besar pengaruh pelaksanaan suasana toko terhadap minat beli ulang konsumen.
2. Bagi Akademis
(28)
penelitian kembali pada penelitian yang akan datang. 3. Bagi Peneliti.
Menambah wawasan tentang suasana toko serta penerapannya dan menjadi syarat dalam meraih gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung.
1.4 Kerangka Pemikiran
Para pebisnis khususnya pebisnis ritel, agar tetap mampu bertahan dalam
menghadapi persaingan, harus dapat menarik minat beli konsumen. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menampilkan suasana toko yang kuat dan kreatif yang merupakan unsur-unsur tampilan di dalam maupun di luar toko dengan segala suasananya. Perusahaan menerapkan suasana toko yang baik, dengan harapan para konsumen akan datang dan tidak beralih pada pesaing.
Ma’ruf (2005:201 ) menjelaskan bahwa, suasana toko atau atmosfer dalam gerai merupakan salah satu teori dari berbagai unsur dalam retail marketing mix. Gerai kecil yang tertata rapi dan menarik, akan lebih mengundang pembeli
dibandingkan gerai yang di atur biasa saja. Suasana lingkungan dapat digunakan sebagai alat untuk membedakan antara satu retailer dengan retailer lainnya dan untuk menarik kelompok yang spesifik dari konsumen yang mencari
keinginannya melalui suasana lingkungan toko yang menyenangkan.
Berman dan Evan (2001) dalam Meldarianda dan Lisan (2010;99), membagi elemen-elemen suasana toko menjadi empat elemen, antara lain :
(29)
1. Exterior (Bagian Luar Toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Karena bagian depan berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan, maka perlu dipasang simbol atau lambing yang menunjukan identitas perusahaan yang mudah dikenal dan diingat oleh konsumen. Contoh: desain gedung, area parkir, logo swalayan, dan pintu masuk.
2. General Interior (Bagian Dalam Toko)
Hal utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di toko adalah display. Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. Display yang baik yaitu yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu meraka agar mudah
mengamati, memeriksa, dan memilih barang dan akhirnya
melakukanpembelian. Contoh: pencahayaan, musik, temperatur udara, label harga, jarak antara rak barang, karyawan yang tanggap, penempatan kasir, kecanggihan mesin kasir, dan kebersihan.
3. Store Layout (Tata Letak Toko)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko seefektif mungkin. Contoh: alokasi ruang tunggu konsumen,
(30)
4. Interior Point of purchase (Desain Pemikat)
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, hal ini dapat meningkatkan penjualan dan laba toko. Contoh: display toko,dan pemasangan tanda petunjuk.
Elemen – elemen dari kreativitas penataan toko seringkali mempengaruhi proses pemilihan toko dan niat beli konsumen, kreativitas penciptaan susasana toko yang baik melalui display (penataan barang) yang kreatif, desain bangunan yang menarik, pengaturan jarak antara rak, temperatur udara, musik yang dialunkan, tidak hanya memberikan nilai tambah bagi produk yang dijual, tetapi juga
menciptakan suasana lingkungan pembelian yang menyenangkan bagi konsumen, sehingga konsumen menjadi loyal dan nyaman dalam melakukan proses
pembelian.
Berdasarkan kerangka teori tersebut, maka disusun paradigm penelitian sebagai berikut:
Gambar 1.2 Paradigma Penelitian
Sumber : Berman & Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004;7)
MINAT BELI ULANG (Y)
DESAIN PEMIKAT (X4) BAGIAN DALAM TOKO (X2)
TATA LETAK TOKO (X3)
BAGIAN LUAR TOKO (X1)
(31)
1.5 Hipotesis
Rusdian (1999), menyatakan bahwa strategi suasana toko adalah suatu strategi dengan melibatkan berbagai atribut store untuk menarik keputusan pembelian konsumen. Pendapat ini didukung oleh pendapat yang mengatakan bahwa suasana toko dapat mempengaruhi keadaan emosinal positif pembeli dan keadaan tersebutlah yang dapat menyebabkan pembelian terjadi. Keadaan emosional yang positif akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan (Sutisna dan Pawitra : 2001) dalam Meldarianda dan Lisan (2010; 103).
Kedua pendapat tersebut menejalaskan bahwa suasana toko merupakan salah satu strategi penjualan yang dapat digunakan oleh pengusaha bisnis terutama bisnis ritel dalam mengembangkan kegiatan usahanya. Seperti yang dijelaskan oleh Sutisna dan Pawitra (2001) dalam Meldarianda dan Lisan (2010; 103), bahwa suasana toko dapat mempengaruhi emosional positif konsumen sehingga menyebabkan pembelian.
Berdasarkan latar belakang masalah serta kerangka pemikiran yang ada, maka hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Suasana Toko berpengaruh terhadap minat beli ulang konsumen pada Putra Baru Swalayan, Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah.”
(32)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pemasaran
Pemasaran adalah salah satu kegiatan pokok yang perlu dilakukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau jasa dalam upaya untuk
mempertahankan kelangsungan hidup usahanya .Hal tersebut disebabkan karena pemasaran merupakan salah satu kegiatan perusahaan, di mana secara langsung berhubungan dengan konsumen.
Secara harfiah, pemasaran berasal dari kata pasar yang berarti demand potential
atau dengan kata lain konsumen yang memiliki kemampuan, keinginan dan kemauan untuk merealisasikan kebutuhannya melalui kegiatan transaksi. Pada pengertian lama atau klasik, pasar diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi, namun seiring perkembangan, pasar diartikan sebagai proses dari kegiatan transaksi tersebut. Kegiatan pemasaran sendiri dapat diartikan secara sempit dan dalam arti luas.
Arti sempit, kegiatan pemasaran berarti proses penyampaian barang dan atau jasa dari produsen ke konsumen tanpa memperhatikan kepuasan konsumen. Secara luas, kegiatan pemasaran tidak terlalu berbeda dalam arti sempitnya, hanya saja
(33)
dalam arti luas, kegiatan pemasaran terfokus pada upaya dalam memuaskan pelanggan sekaligus merealisir volume penjualan dan tujuan dari perusahaan. Konsep pemasaran sendiri terjadi ketika suatu perusahaan atau organisasi memusatkan seluruh upayanya untuk memuaskan pelanggan. Terdapat tiga ide atau inti dalam konsep pemasaran, yaitu kepuasan pelanggan, upaya total
perusahaan, dan laba atau keuntungan bukan hanya sekedar penjualan (Mustafid, 2010; 4).
2.1.1 Konsep Pemasaran
Menurut Kotler dan Amstrong (2008: 18), kegiatan pemasaran terbagi menjadi dua konsep yang merupakan dasar pelaksanaan dalam kegiatan pemasaran suatu organisasi yaitu konsep penjualan dan konsep pemasaran.
1. Konsep Produksi
Konsep ini menegaskan bahwa konsumen akan memilih produk yang tersedia dimana – mana dan murah. Manajer dari bisnis yang berorientasi pada
produksi, berkonsentrasi mencapai efisiensi produksi yang tinggi, biaya rendah, dan distribusi masal.
2. Konsep Produk
Konsep produk menyatakn bahwa konsumen akan lebih menyukai produk – produk yang menawarkan fitur – fitur paling bermutu, berprestasi, dan inovatif. Manajer dalam konsep ini berfokus pada membuat produk yang superior dan meningkatkannya sepanjang waktu.
(34)
3. Konsep penjualan
Dasar pertimbangan awal pada konsep penjualan adalah pada proses produksi yang menghasilkan barang atau jasa, kemudian perusahaan melaksanakan kegiatan pemasaran yang masih relatif sederhana dengan penekanan pada promosi dibidang periklanan yang keseluruhannya diarahkan untuk merealisir volume penjualan sehingga dapat mewujudkan tujuan perusahaan berupa laba atau keuntungan. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa konsep dasar dalam penjualan adalan proses produksi dengan tujuan volume penjualan dan laba. 4. Konsep pemasaran
Pertimbangan awal pada konsep pemasaran adalah perilaku konsumen yang intinya pada kepuasan konsumen, kemudian perusahaan melaksanakan bauran pemasaran secara terpadu untuk mewujudkan kepuasan konsumen sekaligus merealisir volume penjualan sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan perusahaan berupa laba. Konsep dasar dalam konsep pemasaran adalah perilaku dan kepuasan konsumen dengan tujuan tambahan yaitu kepuasan konsumen, bukan hanya sekedar volume penjualan dan laba.
5. Konsep Pemasaran Holistik
Keseluruhan perangkat kekuatan yang tampak dalam dasawarsa terakhir menuntut praktik pemasaran dan bisnis baru. Perusahaan memiliki kapabilitas baru yang dapat mengubah cara mereka melakukan pemasaran. Perusahaan membutuhkan pemikiran segar tentang bagaimana beroperasi dan bersaing dalam lingkungan pemasaran baru.
(35)
Kesimpulan dari kelima konsep tersebut ialah, dalam kegiatan pemasaran tidak hanya mencakup proses produksi barang dan/ jasa, melainkan juga tujuan perusahaan berupa volume penjualan dan kepuasan pelanggan demi meraih laba atau keuntungan. Perusahaan perlu menfokuskan kegiatannya untuk memuaskan pelanggan agar dapat meningkatkan volume penjualan. Konsumen yang merasa puas, akan memberikan loyalitas terhadap perusahaan dan tidak berpihak kepada pesaing, ini berarti laba atau keuntungan bagi perusaahaan semakin besar.
2.2 Pemasaran Jasa
Menurut Saladin (2004:134),
“Jasa adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu pihak pada
pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Proses produksinya mungkin dan mungkin juga tidak
dikaitkan dengan suatu produk fisik.”
Menurut Zeithaml dalam Hurriyati (2005; 28)
“Jasa mencakup semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukanlah produk atau konstruksi fisik, yang secara umum konsumsi dan produksinya dilakukan pada saat bersamaan, dan nilai tambah yang diberikannya dalam bentuk (kenyamanan, hiburan, kecepatan, dan kesehatan) yang secara prinsip tidak berwujud pada pembeli pertamanya.”
(36)
Menurut Tjiptono (2005;16)
“Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak terwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksinya dapat dikaitkan atau tidak dengan suatu produk fisik.”
Berdasarkan pengertian para ahli terserbut, dapat disimpulkan bahwa jasa
merupakan produk yang tidak dapat dilihat atau disentuh, namun dapat dirasakan manfaatnya. Pengertian pemasaran jasa sendiri adalah suatu kegiatan
penyampaian jasa dan bukan produk fisik, dari produsen kepada konsumen sehingga dapat dirasakan manfaatnya dalam upaya memuaskan pelanggan.
Jasa memiliki empat karakteristik menurut Kotler dan Keller (2007: 39), yaitu : 1. Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba sebelum
jasa tersebut dibeli.
2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan). Barang fisik biasanya diproduksi , kemudian dijual lalu dikonsumsi oleh konsumen. Jasa pada umumnya ditawarkan atau dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan
dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Kunci keberhasilan bisnis jasa, terdapat pada proses rekruitmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawan.
3. Variability (berubah – ubah). Jasa bersifat variabel karena merupakan non standart output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi.
(37)
4. Perishability (tidak tahan lama). Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat
disimpan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana konsumen membeli jasa tersebut.
2.2.1 Kualiatas Jasa
Kotler dan Keller (2007: 56), membagi kualitas jasa sebagai berikut : 1. Keandalan
Kemampuan melaksanakan pelayanan yang dijanjikan secara meyakinkan dan akurat.
2. Daya Tanggap
Kesediaan membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. 3. Jaminan
Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuan mereka dalam menyampaikan kepercayaan dan keyakinan.
4. Empati
Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada pelanggan.
5. Benda Berwujud
Penampilan, fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan dan bahan komunikasi, misalnya peralatan modern, karyawan yang rapih dan professional dll. Proses penyampaian jasa dari produsen, terkadang banyak yang tidak sesuai dengan kualitas jasa yang ada. Kenyataannya, seringkali keinginan konsumen tidak terpenuhi oleh perusahaan sehingga timbul GAP (kesenjangan). Gap
(38)
menunjukkan perbedaan antara harapan pengguna jasa dengan persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kepuasan pelanggan dapat terpenuhi apabila jasa anggapan berada diatas jasa yang diharapkan, dalam arti konsumen akan merasa puas apabila mendapatkan pengalaman yang melebihi harapannya.
Kotler dan Keller (2007: 51), mengatakan terdapat lima GAP atau kesenjangan dalam model pemasaran jasa, antara lain:
1. Gap persepsi manajemen (management perception of consumer expectations), yaitu kesenjangan yang terjadi akibat adanya perbedaan antara persepsi manajemen mengenai ekspektasi konsumen, atau dengan kata lain, terdapat perbedaan penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan persepsi
manajemen mengenai harapan pengguna.
Gap ini dapat terjadi disebabkan pihak manajemen perusahaan tidak dapat merasakan atau memahami apa yang diinginkan para pelanggan secara tepat. Akibatnya, manajemen tidak mengetahui bagaimana suatu jasa seharusnya didesain dan jasa-jasa pendukung/sekunder apa saja yang diinginkan pelanggan.
2. Gap spesifikasi kualitas, yaitu kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan konsumen dengan spesifikasi kualitas jasa yang
dikembangkan. Terdapat situasi dimana manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan oleh pelanggan, tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas, sehingga timbul kesenjangan.
3. Gap penyampaian pelayanan, yaitu kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan pelayanan yang diberikan atau disampaikan (service delivery).
(39)
Kesenjangan ini merupakan ketidaksesuaian kinerja pelayanan karena karyawan tidak mampu atau tidak memiliki keinginan untuk menyampaikan jasa menurut tingkat pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan.
4. Gap komunikasi pemasaran, yaitu kesenjangan antara penyampaian jasa dengan komunikasi eksternal. Kesenjangan ini terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara pelayanan yang dijanjikan dan pelayanan yang disampaikan.
5. Gap dalam pelayanan yang dirasakan, yaitu perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan atau diterima (perceived service) dengan jasa yang diharapkan oleh pelanggan (expected service). Jika jasa yang diterima lebih baik dari jasa yang diharapkan, atau jasa yang diterima sama dengan yang diharapkan, maka perusahaan akan memperoleh citra dan dampak positif, tetapi jika terjadi sebaliknya, maka akan timbul permasalahan bagi perusahaan.
Kelima kesenjangan (Gap), dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Model Kualitas Jasa Sumber: Kotler dan Keller (2007: 55)
(40)
2.3 Pengertian Ritel
Ritel berasal dari bahasa Perancis “Retailler” yang berarti memotong atau
memecah sesuatu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), eceran berarti satu – satu, sedkit – sedikit tentang penjualan atau pembelian barang; ketengan. Ritel adalah kegiatan pejualan dalam sejumlah komoditas kecil atau eceran kepada konsumen.
Levy dan Weitz (2001) dalam rubiyanti (2004; 11), menyatakan “Retailing
adalah satu rangkaian aktivitas bisnis untuk menambah nilai guna barang dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk konsumsi pribadi atau rumah tangga”. Jadi, konsumen yang menjadi sasaran dari retailing adalah konsumen akhir yang membeli produk untuk dikonsumsi sendiri, tidak jauh berbeda dengan pendapat Kotler (2007; 592) yang menyatakan bahwa retailing adalah : “Penjualan eceran meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang atau jasa pada
konsumen akhir untuk dipergunakan yang sifatnya pribadi, bukan bisnis”.
Berdasarkan definisi-definisi retailing yang telah dijelaskan di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan retailing, yaitu: 1. Retailing atau usaha eceran adalah mata rantai terakhir dari saluran distribusi. 2. Retailing mencakup berbagai macam aktivitas, namun aktivitas yang paling
pokok adalah kegiatan menjual produk secara langsung kepada konsumen. 3. Produk yang ditawarkan dapat berupa barang, jasa atau kombinasi keduanya. 4. Pasar sasaran atau konsumen yang menjadi target adalah konsumen non bisnis,
(41)
Berman dan Evans (2001) dalam Rubiyanti (2004; 14), mengatakan pada intinya karakteristik retailing ada tiga, yaitu:
a. Small Average Sale
Tingkat penjualan retailing pada toko tersebut relatif kecil, dikarenakan targetnya merupakan konsumen akhir yang membeli dalam jumlah kecil.
b. Impulse Purchase
Pembelian yang terjadi dalam retailing sebagian besar merupakan pembelian yang tidak direncanakan. Hal ini yang harus dicermati pengecer, yaitu bagaimana mencari strategi yang tepat untuk memaksimalkan pembelian untuk mengoptimalkan pendapatan.
c. Popularity Of Stores
Keberhasilan dari retailing sangat tergantung akan popularitas dan image dari toko atau perusahaan. Semakin terkenal toko atau perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat kunjungan yang pada akhirnya berdampak pada
pendapatan.
2.4 Pengertian Suasana Toko
Suasana toko adalah suatu rangkaian penataan toko untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi konsumen, mulai dari dekorasi depan toko, penataan musik dan temperature udara dibagian dalam, penataan rak – rak barang, penempatan kasir hingga lahan parkir yang berkaitan dengan pencintraan toko tersebut. Suasana toko yang diaplikasikan, akan menjadi cirri khas bagi toko tersebut dimata
konsumen. Pelaksanaan suasana toko yang baik, semakin menjadikan nilai tambah bagi produsen dalam mencitrakan tokonya dalam pikiran konsumen.
(42)
Menurut Kotler (2005) dalam Meldarianda dan Lisan. S (2010; 98)
“Atmosphere (suasana toko) adalah suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang dapat menarik konsumen untuk membeli.”
Menurut Utami, (2006: 255):
“ Suasana toko (Store Atmosphere) merupakan kombinasi dari karateristik fisik toko seperti arsitektur, tata letak, pencahayaan, pemajangan, warna, temperature, musik, aroma yang secara menyeluruh akan mencipta kan citra dalam benak. Melalui suasana toko yang sengaja diciptakan oleh ritel, ritel berupaya untuk mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga, maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable.”
Menurut Ma’aruf (2005: 201)
“Store atmosphere adalah salah satu marketing mix dalam gerai yang berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang ingin dimiliki baik untuk keperluan pribadi, maupun untuk keperluan rumah
tangga”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas disimpulkan bahwa store atmosphere
merupakan keseluruhan aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna melakukan
(43)
dan aman bagi konsumen sehingga dapat menimbulkan daya tarik dimata para konsumen dan bisa menjadi nilai positif terhadap perusahaan tersebut.
2.4.1 Elemen Suasana Toko
Berman dan Evan (2001) dalam Rubiyanti (2004; 7) membagi elemen – elemen pada suasana toko menjadi empat elemen, antara lain :
1) Exterior (bagian depan toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya
memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Elemen exterior terdiri dari :
a. Storefront (Bagian Muka Toko)
Bagian muka atau depan toko meliputi kombinasi papan nama, pintu masuk, dan konstruksi bangunan. Storefront harus mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohan atau hal-hal lain yang sesuai dengan citra toko tersebut.
b. Marquee (Simbol)
Marquee adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau logo suatu toko. Marquee dapat dibuat dengan teknik pewarnaan,
penulisan huruf, atau penggunaan lampu neon. Marquee dapat terdiri dari nama atau logo saja, atau dikombinasikandengan slogan dan informasi lainya.
(44)
c. Surrounding Area (Lingkungan Sekitar)
Keadaan lingkungan masyarakat dimana suatu toko berada, dapat mempengaruhi citra toko. Jika toko lain yang berdekatan memiliki citra yang kurang baik, maka toko yang lain pun akan terpengaruh dengan citra tersebut. Keamanan dilingkungan sekitar toko, juga dapat menjadi
pertimbangan bagi konsumen untuk mengunjungi toko tersebut. d. Parking (Tempat Parkir)
Tempat parkir merupakan hal yang penting bagi konsumen. Jika tempat parker luas, aman, dan mempunyai jarak yang dekat dengan toko akan menciptakan Atmosphere yang positif bagi toko tersebut.
2) General Interior
Yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di toko adalah display.Desain interior dari suatu toko harus diraancang untuk memaksimalkan visual merchandising.
Elemen general Interior terdiri dari :
a. Color and Lightening (Warna dan Pencahayaan)
Tata cahaya yang baik mempunyai kualitas dan warna yang dapat
membuat suasana yang ditawarkan terlihat lebih menarik, terlihat berbeda bila dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya.
b. Scent and Sound ( Aroma dan Musik)
Tidak semua toko memberikan pelayanan ini, tetapi jika layanan ini dilakukan akan memberikan suasana yang lebih santai pada konsumen, khusunya konsumen yang ingin menikmati suasana yang santai dengan menghilangkan kejenuhan dan kebosanan.
(45)
c. Width of Aisles (Lebar Gang)
Jarak antara rak – rak barang harus diatur sedemikian rupa agar konsumen merasa nyaman dan betah dalam melakukan pembelian.
d. Temperature (Suhu Udara)
Pengelola toko harus mengatur suhu udara, agar udara dalam ruangan jangan terlalupanas atau dingin.Misalnya dengan memasang AC dalam ruangan.
e. Personel (Karyawan)
Karyawan yang sopan, ramah, berpenampilan menarik, cepat, dan tanggap akan menciptakan citra perusahaan dan loyalitas konsumen.
f. Price (Harga)
Pemberian harga dapat dicantumkan dengan menempelkan label harga pada barang yang ada di toko. Dengan adanya penempelan label harga pada setiap barang yang ingin dibeli oleh konsumen atau penempelan pada masing – masing rak barang, dapat memberikan kemudahan berbelanja bagi konsumen.
g. Cash Refister (Kasir)
Pengelola toko harus memutuskan penempatan lokasi kasir yang mudah dijangkau oleh konsumen, sehingga konsumen tidak kesulitan dalam melakukan pembayaran.
h. Technology Modernization (Teknologi)
Pengelola toko dalam proses pembayaran harus dibuat secanggih mungkin dan cepat, baik pembayaran secara tunai atau menggunakan
(46)
i. Cleanliness (Kebersihan)
Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk berbelanja di toko tersebut.
3) Store Layout (Tata Letak Toko)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada seefektif mungkin. Element store layout terdiri dari :
a. Allocation of floor space for selling,personnel,and customers
Dalam suatu toko, ruangan yang ada harus dialokasikan untuk: 1. Merchandise Space (Ruangan Penyimpanan Barang/Gudang) 2. Personnel Space (Ruangan Pegawai)
3. Customers Space (Ruangan Pelanggan) b. Produk Groupings (pengelompokkan barang)
Barang yang dipajang, dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1. Functional Product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan penggunaan akhir yang sama. 2. Purchase motivation product groupings
Pengelompokkan barang yang ada menimbulkan dorongan pada konsumen untuk membeli dan menghabiskan waktu yang lebih banyak dalam berbelanja.
3. Market segment product groupings
Pengelompokkan barang berdasarkan pasar sasaran yang sama. c. Traffic Flow (Arus Lalu Lintas)
(47)
1. Grid Layout (Pola Lurus)
Penempatan fixture dalam satu lorong utama yang panjang. Pengaturan ini mengarahkan pelanggan sesuai gang-gang dan perabot di dalam toko.
2. Free-flow Layout (Pola Arus Bebas)
Pola yang paling sederhana dimana fixture dan barang-barang diletakan dengan bebas. Pengaturan ini memungkinkan pelanggan membentuk pola lalu lintasnya sendiri.
4) Interior POP (Point Of Purchase) Display
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah store atmosphere, hal ini dapat meningkatkan penjualan dan laba toko. Interior point of interest display
terdiri dari:
a. Theme Setting Display (Dekorasi SesuaiTema)
Dalam suatu musim tertentu retailer dapat mendisain dekorasi toko atau meminta karyawan berpakaian sesuai tema tertentu.
b. Posters, signs, and cards
Tanda-tanda yang bertujuan untuk memberikan informasi tentang lokasi barang di dalam toko. Tujuan dari tanda-tanda ini, untuk meningkatkan penjualan melalui informasi yang diberikan kepada konsumen secara baik dan benar.
(48)
2.4.2 Afeksi
Mowen dan Minor (2001:208) menyatakan bahwa afeksi adalah sebagai fenomena kelas mental yang secara unik dikarakteristikan oleh pengalaman yang disadari , yaitu keadaan perasaan subjektif, yang biasanya muncul bersama-sama dengan emosi dan suasana hati. Menurut wilikie, afektif atau afeksi menunjukkan penggunaan emosi dan perasaan pada saat konsumen akan melakukan keputusan pembelian (1990) dalam Hadi (2010;2).
Peter dan Olson (1996) dalam Hadi (2010;2), menyatakan bahwa tanggapan-tanggapan afektif beragam dalam penilaian positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan dan dalam intensitas atau tingkat pergerakan badan. Misalnya, afeksi yang melibatkan emosi yang relatif gencar seperti cinta atau marah, status perasaan yang tidak begitu kuat seperti kepuasana atau frustasi, suasana hati yang melarut seperti relaksasi atau kebosanan, dan evaluasi menyeluruh seperti suka atau tidak suka.
Penelitian Donovan dan Rositer (1982) yang dikutip oleh Kusumowidagdo (2010:20) pada, atmosfer toko mempengaruhi keadaan emosi pengunjung. Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan, baik yang muncul dari keinginan yang disengaja ataupun keinginan yang bersifat mendadak. Kondisi ruang dapat mempengaruhi keadaan emosi konsumen yang menyebabkan meningkatnya pembelian atau sebaliknya. (Sumber : diakses melalui
(49)
Gambar 2.2 Model Dari Dampak Suasana Toko
Sumber : Wijayati (2009:33)
2.5 Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau tidak membeli merupakan bagian dari unsur yang melekat pada diri individukonsumen yang disebut behavior dimana ia merujuk kepada tindakan fisik yang nyata dapat dilihat dan diukur oleh orang lain (Nitisusastro, 2012; 195).
Menurut Swastha dan Handoko (2011), terdapat lima peran individu dalam sebuah keputusan pembelian, antara lain :
1. Pengambilan inisiatif (initiator): individu yang mempunyai
inisiatif pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.
2. Orang yang mempengaruhi (influencer):individu yang
mempengaruhi keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
(50)
3. Pembuat keputusan (decider):individu yang memutuskan apakah akan membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan dan dimana membelinya.
4. Pembeli (buyer):individu yang melakukan pembelian yang sebenarnya.
5. Pemakai (user):individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa yang dibeli.
Konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, harus memilih produk atau jasa yang akan dikonsumsinya. Banyaknya pilihan yang tersedia, kondisi yang dihadapi, serta pertimbangan-pertimbangan yang mendasari akan membuat pengambilan keputusan satu individu berbeda dari individu lainnya.
Terdapat tiga tingkatan yang spesifik dari pengambilan keputusan konsumen, antara lain:
1. Extensive problem solving, jika konsumen membutuhkan sejumlah besar informasi untuk menetapkan kriteria untuk menilai dan mempertimbangkan merek-merek.
2. Limited problem solving, jika konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk mengevaluasi kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut.
3. Routinized response behavior, jika konsumen memiliki beberapa pengalaman dengan kategori produk dan memiliki seperangkat kriteria yang telah
(51)
Tahap-tahap keputusan pembelian adalah sebagai berikut (Kotler dan Armstrong, 2008; 179):
1. Pengenalan kebutuhan
Proses pembelian bermula dari pengenal kebutuhan. Pembeli merasakan adanya perbedaan antara aktual dan sejumlah keadaan yang diinginkan.
2. Pencarian informasi
Tahapan proses pengambilan keputusan pembeli dimana konsumen bergerak untuk mencari informasi tambahan, konsumen mungkin sekedar
meningkatkan perhatian atau mungkin pula mencari informasi secara aktif.
3. Evaluasi alternatif
Evaluasi alternatif yakni cara konsumen memproses informasi yang menghasilkan berbagai pilihan mereka.
4. Keputusan pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian dimana konsumen secara aktual melakukan pembelian produk.
5. Perilaku pasca pembelian
Tahapan proses keputusan pembelian konsumen merupakan tindakan lebih lanjut setelah pembelian berdasarkan pada kepuasan atau ketidakpuasan mereka.
(52)
2.6 Minat Beli Konsumen
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001; 75).
Rossiter dan Percy (1998; 126) mengemukakan bahwa minat beli
merupakan instruksi diri konsumen untuk melakukan pembelian atas suatu produk, melakukan perencanaan, mengambil tindakan-tindakan yang relevan seperti mengusulkan (pemrakarsa), merekomendasikan, memilih,
dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Berdasarkan pengertian para ahli diatas dapat penulis simpulkan bahwa
pengertian minat beli konsumen adalah suatu sikap untuk cenderung merespon terhadap suatu merek yang didasarkan pada tindakan-tindakan yang relevan seperti mengusulkan (pemrakarsa) merekomendasikan, memilih, dan akhirnya mengambil keputusan untuk melakukan pembelian.
Sutantio (2004: 253) menunjukkan bahwa salah satu indikator suatu produk perusahaan sukses atau tidaknya di pasar adalah seberapa jauh tumbuhnya minat beli konsumen terhadap produk tersebut.
Beberapa aspek yang dapat membangkitkan minat beli konsumen diantaranya : a. Aspek kelengkapan barang yang meliputi jenis dan merek produk.
(53)
c. Aspek lokasi toko, tempat yang strategis, dimana lokasi toko yang mudah dijangkau oleh konsumen, sarana parker luas dan kemananan lingkungan toko.
d. Aspek kualitas barang, yaitu ciri, mutu serta nilai dari suatu produk. e. Aspek pelayanan, merupakan segala pekerjaan atau tindakan yang sifatnya
tidak berwujud untuk dapat memberikan bantuan apa saja yang diperlukan orang lain.
(54)
2.7 Kajian Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
NO. JUDUL DATA PENELITI TUJUAN PENELITIAN ALAT
ANALISIS
HASIL PENELITIAN
1 Pengaruh Store
Atmosphere terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada China Emporium Factory Outlet Bandung.
Rubiyanti 2004
1. Untuk mengetahui pelaksanaan Store Atmosphere yang ada di China Emporium Factory Outlet 2. Untuk mempelajari
bagaimana tanggapan konsumen terhadap pelaksanaan Store Atmosphere yang ada di China Emporium Factory Outlet 3. Untuk menganalisis
seberapa besar pengaruh
Store Atmosphere
terhadap keputusan pembelian konsumen pada China Emporium Factory Outlet Bandung
Metode statistik, yaitu dengan korelasi Rank Spearman, koefisien
determinasi r dan statistik uji t.
1. Korelasi Rank Spearman diperoleh nilai 0,53, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat dan searah antara store atmosphere
dengan keputusan pembelian konsumen.
2. Analisis koefisien determinasi menunjukkan bahwa store atmosphere mampu
mempengaruhi tingkat keputusan pembelian konsumen sebesar 28%, sedangkan sisanya 72% dipengaruhi faktor lain.
3. Analisis uji hipotesis diperoleh t hitung sebesar 6,18 > t tabel sebesar 1,663 yang berarti bahwa
store atmosphere memiliki pengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen.
(55)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
38 2 Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Toserba Griya Kuningan
Lili karmela dan Jujun Junaedi 2009
1. Mengetahui gambaran
store atmosphere
menurut persepsi
konsumen pada Toserba Griya Kuningan
2. Mengetahui gambaran minat beli konsumen pada Toserba Griya Kuningan
3. Bagaimana pengaruh
store atmosphere
terhadap minat beli konsumen pada Toserba Griya Kuningan
Metode statistik, yaitu dengan uji korelasi, koefisien determinasi, analisis uji t dan analisis regresi linier
1. Hasil perhitungan uji korelasi didapat harga koefisien sebesar 0,751 yang menunjukan adanya hubungan antara variabel store atmosphere (X) dengan variabel minat beli konsumen (Y), berada pada kisaran 0,60 - 0,799.
2. Perhitungan Koefisien
Determinan bahwa nilai koefisien determinasi sebesar 56%. Artinya, keputusan pembelian yang terjadi di Toserba Griya Kuningan
dipengaruhi oleh store atmosphere sebesar 56%. Sedangkan sisanya sebesar 44% adalah faktor-faktor lain di luar store atmosphere yang mempengaruhi pembelian.
3. Berdasarkan hasil perhitungan analisis uji hipotesis, diketahui nilai thitung sebesar 10,01 dan nilai t table 2,000. Maka hipotesis dapat diterima.
(56)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
39 4.Hasl perhitungan regresi linier
didapat persamaan regresi Y = 19,96 + 0,74X, maka dapat disimpulkan jika nilai store atmosphere bertambah 1, maka berdampak pada kecenderungan peningkatan nilai minat beli konsumen sebesar 0,74.
3 Pengaruh Store Atmosphere
Terhadap Minat Beli Konsumen Pada Resort Cafe Atmosphere Bandung
Resti Meldarianda dan Henky Lisan S 2010
1. Untuk menganalisis pengaruh store atmosphere terhadap minat beli konsumen pada Resort Café Atmosphere
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda
1. Hasil perhitungan regresi linier berganda didapat nilai adjusted R Square sebesar 0.172 yang menunjukan bahwa 14,6% minat beli konsumen dipengaruhi oleh
Store Atmosphere yang meliputi
Instore atmosphere dan Outstore atmosphere. Sisanya dipengaruhi oleh variabel lain.
2. Pada Tabel 2, didapat nilai
signifikansi sebesar 0,000 (<0,05) yang berarti bahwa model
penelitian dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya
(57)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
40 tentang pengaruh store
atmosphere terhadap minat beli. 3. Pada tabel 3 menunjukan nilai
signifikansi untuk variabel Instore Amtmosphere = 0,000<0,05, sehingga Ho ditolak yang berarti terdapat pengaruh positif terhadap minat beli konsumen. Sedangkan untuk Outstore atmosphere, nilai siginifikansi = 0,343 > 0,05 sehingga Ho diterima yang berarti tidak memiliki pengaruh positif terhadap minat beli konsumen.
Adapun perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah objek penelitian yang akan diteliti yaitu berada pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya, Studi Kasus Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur
(58)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data 3.1.1 Jenis Penelitian
Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku (Nazir, 2003). Penelitian ini mengaplikasikan model penelitian empiris dengan pendekatan survey. Dilihat dari sudut pandang sifat yang dihimpunnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif.
3.1.2 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh melalui hasil observasi atau pengamatan langsung ke Putra Baru Swalayan dan melalui kuesioner yang disebarkan kepada responden.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur kepustakaan, seperti buku-buku, serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan ini.
(59)
3.2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan instrumen yang disusun berbentuk kuisioner yang diisi oleh para responden. Kuisioner diberikan kepada konsumen secara acak dengan syarat telah melakukan pembelian atau berkunjung ke Putra Baru Swalayan Bandar Jaya lebih dari dua kali. Kemudian dianalisa dengan berpedoman pada sumber tertulis yang didapat dari perpustakaan sebagai langkah konfirmasi mengenai data yang diperoleh dari penelitian lapangan.
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Mudrajad (2003; 103) mendefinisikan populasi adalah kelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh konsumen atau pengunjung Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Cabang Bandar Jaya Timur.
3.3.2 Sampel
Mudrajad (2003; 103), mendefinisikan sampel adalah suatu himpunan bagian dari unit populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang mewakili karakteristik tertentu, jelas, dan lengkap yang dianggap dapat mewakili populasi. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan non-probability sampling (penarikan sampel secara tidak acak) dengan teknik pengambilan
(60)
tergolong dalam sampel nonprobabilitas dimana pemilihannya dilakukan berdasarkan kriteria tertentu (Sugiono, 2007). Terdapat empat kriteria yang penulis tentukan dalam pengambilan sampel, antara lain :
1. Konsumen Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur 2. Konsumen bertempat tinggal di Bandar Jaya
3. Konsumen telah melakukan pembelian minimal dua kali 4. Konsumen bersedia menjadi responden dalam penelitian ini
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh konsumen Putra Baru Swalayan yang jumlahnya secara pasti tidak diketahui. Hair et. al (1998; 637) merekomendasikan, apabila populasi tidak diketahui, jumlah sampel minimal adalah lima kali dari jumlah butir pertanyaan yang terdapat dikuisioner. Indikator dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas terdiri dari total
pertanyaan dalam penelitian ini adalah dua puluh. Sehingga besar sampel dalam penelitian ini adalah : 20 x 5 = 100.
Berdasarkan perhitungan tersebut, besarnya sampel adalah 100 orang, hal ini sesuai dengan pendapat Hair et. al yang merekomendasikan sampel ideal 100-200 orang.
(61)
3.4 Definisi Operasional Variabel
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Store Atmosphere (X)
Store atmosphere merupakan seluruh aspek visual maupun aspek non-visual kreatif yang sengaja dimunculkan untuk merangsang indera kosumen guna melakukan pembelian.Lingkungan pembelian yang terbentuk pada akhirnya menimbulkan kesan yang menarik dan menyenangkan bagi konsumen untuk melakukan pembelian.
a. Exterior (X1)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Indikatornya terdiri dari :
1. Desain gedung Putra Baru Swalayan unik. 2. Terdapat nama atau logo Putra Baru Swalayan. 3. Pintu masuk tidak menimbulkan kemacetan. 4. Area parkir luas dan aman.
b. General Interior (X2)
Yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembeli berada di toko adalah display.Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. Indikatornya terdiri dari :
1. Penataan cahaya yang baik.
2. Alunan musik yang dimainkan memberikan kenyamanan berbelanja. 3. Jarak yang diatur antara rak-rak barang tidak sempit.
(62)
4. Temperatur udara terasa segar.
5. Karyawan tanggap dalam melayani konsumen. 6. Terdapat label harga pada setiap barang. 7. Penempatan kasir mudah dijangkau konsumen.
8. Mesin kasir melayani pembayaran secara tunai dan kartu kredit. 9. Putra Baru Swalayan selalu menjaga kebersihan.
c. Store Layout / Tata Letak Toko (X3)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas toko. Pengelola toko juga harus memanfaatkan ruangan toko yang ada seefektif mungkin. Indikatornya terdiri dari :
1. Kesesuaian pengalokasian ruang konsumen. 2. Kesesuaian pengelompokkan barang. 3. Kesesuaian pengaturan arus lalu lintas.
d. Interior POP / Dekorasi Pemikat Dalam Toko (X4)
Interior point of purchase (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu memberikan informasi kepada konsumen dan menambah suasana toko, hal ini dapat meningkatkan penjualan dan laba toko. Indikatornya terdiri dari:
1. Dekorasi toko menyesuaikan tema pada musim-musim tertentu.
(63)
2 Minat Beli Ulang (Y)
Perilaku pelanggan, dimana pelanggan merespons positif terhadap kualitas pelayanan suatu perusahaan dan berniat melakukan kunjungan kembali atau mengkonsumsi kembali produk perusahaan tersebut. Indikatornya terdiri dari: 1. Ketertarikan yang dapat membangkitkan rasa ingin membeli.
2. Keinginan untuk mencari informasi yang diminati.
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel
Variabel Sub Variabel Indikator Pengukuran Skala
Suasana Toko (X)
Exterior (X1)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka sebaiknya memberikan kesan yang menarik. Selain itu, hendaknya menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya
(Berman dan Evan 2001;604)
Desain Bangunan
Logo
Pintu masuk
Parkir
Desain bangunan
unik
Terdapat Logo
Swalayan
Pintu masuk tidak macet
Area parkir aman
Ordinal 1-5
General Interior (X2) Desain interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. (Berman dan Evan 2001;604)
Penataan cahaya
Musik
Suhu udara
Karyawan tanggap
Lebar gang
Harga
Kasir
Mesin kasir
Kebersihan
Pencahayaan terang
Adanya alunan
musik
Suhu udara sejuk
Karywan tanggap
dalam pelayanan
Jarak antara rak-rak barang tidak sempit
Label harga barang
Penempatan kasir mudah dijangkau
Kecanggihan mesin
kasir dalam transaksi secara tunai dan kartu kredit
Kebersihan swalayan terjaga
Ordinal 1-5
(64)
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel (Lanjutan) Store Layout (X3)
Pengelola toko harus mempunyai rencana dalam penentuan lokasi dan fasilitas toko. (Berman dan Evan 2001;604)
Penataan ruang
konsumen
Pengelompokkan
barang
Arus lalu lintas
Kesesuaian penataan ruang konsumen Kesesuaian pengelompokkan barang Kesesuaian penataan arus lalu lintas
Ordinal 1-5
Interior POP (X4) Interior (POP) mempunyai dua tujuan, yaitu
memberikan informasi kepada konsumendan menambah store atmosphere (Berman dan Evan
2001;604)
Display toko
Pemasangan petunjuk
produk
Dekorasi toko menyesuikan dengan tema pada musim tertentu
Terdapat tanda petunjuk produk Ordinal 1-5 Minat Beli Ulang (Y) kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat
kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001; 75)
Rasa ingin membeli
Keinginan untuk
mereferensikan
Ketertarikan untuk melakukan belanja ulang
Keinginan untuk
mereferensikan kepada orang lain
Ordinal 1-5
Seluruh indikator akan dirumuskan menjadi kuisioner penelitian dalam bentuk pertanyaan dan menggunakan skala Ordinal dengan level 5 pilihan. Pilihan tersebut adalah :
1) Sangat setuju (SS) diberi nilai 5 2) Setuju (S) diberi nilai 4
3) Cukup Setuju (CS) diberi nilai 3 4) Tidak setuju (TS) diberi nilai 2
(65)
3.5 Uji Alat Analisis 3.5.1 Pengujian Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali,2006). Uji validitas instrumen dilakukan dengan menguji validitas konstruk melalui
penggunaaan analisis faktor. Validitas konstruk menunjukkan seberapa baik hasil-hasil yang diperoleh dari penggunaan suatu pengukur sesuai dengan teori yang digunakan untuk mendefinisikan suatu konstruk (Hartono: 2004).
Pengguanaan alat analisis faktor adalah dengan melihat factor loading dari masing-masing item pertanyaan atau indikator, sesuai dengan pendapat Comrey dalam Jogiyanto (2007) yang menyatakan suatu indikator atau item tersebut harus memuat skor yang tinggi atau nilai factor Loading memberikan nilai besar. Indikator untuk mengukur kesesuaian analisis faktor berdasarkan KMO measure of sampling adequacy dan factor loading≥ 0.5.
3.5.2 Pengujian Reliabilitas
Reliabilitas adalah alat untuk mengukursuatu kuisioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk (Ghozali,2006). Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Cara yang digunakan untuk menguji reliabilitas kuisioner dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji statistik Alpha Cronbach.
(66)
Rumus Alpha Cronbach adalah :
rii =
Keterangan :
rii = Relibilitas instrumen
K =Banyaknya pertanyaan atau soal
= ∑ varians butir pertanyaan
= Varians total
Kriteria penilaan uji realibilitas ( Gozali,2006 ) adalah :
1. Apabila hasil koefisien Alpha lebih besar dari taraf signifikan 60% atau 0,6 maka kuisioner tersebut realiabel.
2. Apabila hasil koefisien Alpha lebih kecil dari taraf signifikansi 60% atau 0,6 maka kuisioner tersebut tidak reliabel.
3.6 Metode Analisis 3.6.1 Analisis Kuantitatif
Data kuantitatif yaitu data yang membentuk angka yang sifatnya dapat dihitung dan diukur jumlahnya untuk diolah menggunakan metode statistik. Analisis kuantitatif ini dimaksudkan untuk memperkirakan besarnya pengaruh secara kuantitatif dari
perubahan satu atau beberapa kejadian lainnya dengan menggunakan alat analisis statistik.
(67)
3.6.1.1 Analisis Regresi
Penelitian ini, analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi linear berganda , yaitu hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel
independen dengan variabel dependen. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan matematis yang mengukur ada tidaknya pengaruh indikator-indikator pada variabel independen terhadap variabel dependen.
Rumus Regresi Linear Berganda : Y = a + β1 X1+ β2 X2+ β3 X3+ β4 X4 Keterangan :
Y = variabel terikat a = konstanta
β = koefisien regresi X1 = Exterior
X2 = General interior
X3 = Store layout
X4 = Interior POP (Point Of Purchase)
3.6.1.2 Uji t dan Uji F
1. Uji t (test)
Uji t dikenal dengan uji parsial digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing indikator dari varibel bebas terhadap variabel terikat.
(68)
Formula Hipotesis :
Ho : bi = 0, artinya variabel bebas bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
Ha : bi ≠ 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat.
Untuk mengetahui kebenaran hipotesis, digunakan kriteria bila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat dengan derajat keyakinan yang digunakan sebesar α = 5% (0.05, begitupula sebaliknya bila t hitung < t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.
2. Uji F (fisher)
Uji F dikenal dengan uji serentak atau uji model / uji anova, digunakan untuk mengetahui hubungan indikator variabel bebas secara keseluruhan atau serentak terhadap variabel terikat. Rumusan hipoteis:
Ho : b1 = b2 = b3 = b4 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel bebas terhaap variabel terikat.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ b4 ≠ 0, artinya secara bersama-sama ada pengaruh varibel bebas terhadap variabel terikat.
Uji F dapat dilakukan dengan membandingkan antara F hitung dan F tabel, dengan ketentuan, bila F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya semua
(69)
variabel bebas secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya, bila F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya semua variabel bebas secara bersama-sama bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel terikat. Derajat keyakinan yang digunakan untuk uji F sebesar α = 5% (0.05).
(70)
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Putra Baru Swalayan
Putra Baru Swalayan merupakan salah satu dari bisnis ritel yang ada di Indonesia. Putra Baru Swalayan berlokasi di daerah Poncowati, Terbanggi Besar, Lampung Tengah. Putra Baru Swalayan cukup dikenal sebagai swalayan terlengkap dan termurah, tidak hanya konsumen di sekitar swalayan, tetapi dari berbagai daerah di lampung tengah, terutama dari kalangan pelajar dan ibu rumah tangga.
Hal ini mengingat Putra Baru yang berada dekat dengan berbagai macam sekolah. Kesuksesan Putra Baru Swalayan dalam menjalankan bisnis ritel terbukti dengan terus berkembangnya swalayan tersebut bahkan sekarang telah membuka 2 cabang di daerah Bandar Jaya dan 1 cabang di daerah kota Metro.
4.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan reliabilitas pada instrumen penelitian ini, dilakukan dengan
menggunakan jawaban dari 30 orang reponden untuk awal dari 100 responden yang telah melakukan pengisian kuesioner.
(71)
4.2.1 Hasil Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner. Kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali,2006). Uji validitas instrumen dilakukan dengan menguji validitas konstruk melalui
penggunaaan analisis faktor.
Uji validitas dilakukan kepada 30 orang responden pada Putra Baru Swalayan
Bandar Jaya, Cabang Bandar Jaya Timur, Lampung Tengah berdasarkan pada kriteria sampel yang telah penulis tentukan. Berdasarkan pada lampiran hasil uji validitas, maka syarat untuk mengukur validitas kuesioner dinyatakan valid jila nilai KMO
measure of sampling adequacy minimal 0,5 dan skor factor loading yang diharapkan untuk component matrix adalah minimal 0.5. Hasil Perhitungan uji validitas yang telah peneliti lakukan, dapat dilihat pada tabel 4.1.
(72)
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas
Variabel Item
Pertanyaan Anti Image Correlation Factor Loading Nilai KMO Keterangan Bagian Luar Toko (X1) X1.1 X1.2 X1.3 X1.4 0,576 0,618 0,643 0,541 0,841 0,908 0,917 0,833
0.533 VALID.
Nilai KMO dan skor factor loading ≥ 0.5
Bagian Dalam Toko (X2) X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 X2.5 X2.6 X2.7 X2.8 X2.9 0,552 0,756 0,662 0,570 0,669 0,772 0,612 0,601 0,776 0,813 0,880 0,877 0,600 0,840 0,844 0,657 0,862 0,524
0,580 VALID.
Nilai KMO dan skor factor loading ≥ 0.5
Tata Letak Toko (X3) X3.1 X3.2 X3.3 0,724 0,617 0,594 0,701 0,803 0,846
0,629 VALID.
Nilai KMO dan skor factor loading ≥ 0.5
Dekorasi Pemikat (X4) X4.1 X4.2 0,500 0,500 0,829 0,829
0,500 VALID.
Nilai KMO dan skor factor loading ≥ 0.5
Minat Beli Ulang (Y) Y1 Y2 0,500 0,500 0,730 0,730
0,500 VALID.
Nilai KMO dan skor factor loading ≥ 0.5
Sumber: Data diolah lampiran 2
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui nilai KMO (Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy) masing-masing variabel minimal 0,5 dan hasil skor loading faktor minimal dengan melihat pada component matrix minimal 0,5 sesuai dengan ketentuan indikator validitas menggunakan analisis faktor. Korelasi anti image menghasilkan korelasi yang cukup tinggi untuk masing-masing item yaitu lebih dari atau sama dengan 0,5 sehingga dapat dinyatakan bahwa 5 item yang digunakan untuk mengukur konstruk kepuasan instrinsik memenuhi kriteria sebagai pembentuk
(1)
75
2. Berdasarkan hasil uji F dapat diketahui bahwa nilai F hitung sebesar 8,662 dan nilai F tabel sebesar 2,46. Hal ini menunjukan bahwa nilai dari Fhitung > Ftabel,
maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat pengaruh secara signifikan seluruh indikator pada variabel suasana toko terhadap minat beli ulang
konsumen.
3. Hasil uji T menunjukan bahwa nilai Thitung > Ttabel dengan nilai parsial terbesar
adalah indikator bagian dalam toko dengan nilai Thitung = 5.058 dan nilai Ttabel
sebesar 1,985 . Hal ini berarti secara parsial, indikator susana toko antara lain bagian luar toko, bagian dalam toko, tata letak toko, dan dekorasi pemikat memiliki pengaruh terhadap minat beli ulang konsumen.
4. Pelaksanaan suasana toko yang dilakukan oleh Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur sudah baik. Hal ini terlihat dari total rata-rata jawaban responden yang menilai setuju dalam kuesioner sebesar 3,51. Responden menilai sangat setuju desain bangunan Putra Baru Swalayan terlihat menarik dan pencahayaan yang terang dengan rata-rata nilai sebesar 4,27 dan 4,22.
5.2 Saran
Berdasarkan pada hasil pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Pada bagian eksterior atau bagian luar toko, pihak perusahaan perlu memperluas area parkir khususnya bagi kendaraan roda empat, sehingga konsumen yang menggunakan mobil, tidak perlu memarkirkan kendaraan mereka di pinggir jalan. Penggunaan tanda parkir kendaraan juga bisa
(2)
76
dilakukan setelah perluasan area parkir, yaitu tanda area parkir untuk motor dan mobil, sehingga area parkir dapat terlihat lebih rapi. Pihak perusahaan juga bisa membuat logo yang melambangkan ciri khas dari perusahaan tersebut, seperti hypermart dan Chandra dept. store yang memiliki lambang, tidak hanya sekedar papan nama perusahaan. Logo atau lambang tersebut, dapat memperkuat identitas perusahaan dalam pikiran konsumen.
2. Pada bagian dalam toko, pihak perusahaan perlu menggunakan Air Conditioner (AC) sebagai pendingin udara, untuk menambah kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Udara yang sejuk dan wangi merupakan hal yang dapat membuat konsumen merasa nyaman. Kebersihan juga merupakan hal yang paling utama dalam setiap perusahaan, maka dari itu pihak Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Timur harus menjaga kebersihan dalam swalayan untuk menambah ketertarikan konsumen berkunjung kesana.
3. Pada bagian tata letak toko, Putra Baru Swalayan Cabang Bandar Jaya Timur masih perlu memperbaiki beberapa hal seperti, meningkatkan kualitas ruang tunggu konsumen, dengan cara menambah jumlah tempat duduk bagi konsumen yang datang hanya untuk mengantar keluarga atau teman mereka berbelanja, menyediakan tempat khusus sebagai ruang tunggu bagi konsumen, atau dengan menambah beberapa fasilitas yang sudah ada dalam ruang tunggu tersebut.
4. Desain pemikat pada Putra Baru Swalayan Bandar Jaya Timur sudah baik, hal ini berdasarkan pada jawaban responden. Pihak perusahaan dapat meningkatkan kualitas mereka dengan menambah desain yang menarik pada dinding bagian
(3)
77
dalam toko, seperti menempel poster atau hiasan dinding sehingga terlihat lebih menarik. Perusahaan juga perlu menggunakan tanda petunjuk produk untuk menginformasikan produk-produk yang sedang dalam masa promo atau diskon kepada konsumen yang datang berkunjung.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2005. Manajemen pemasaran dan pemasaran jasa. Bandung: Alfabeta
Assael H.2001.Consumers Behavior and Marketing Action.Third Edition.USA : Kent Publishing Company, Boston Massachusset,.
Berman, B. and Evans, J.R.. 2001.Retail Management. 10th Edition. USA: Macmillian Publising Company.
Berman, B. and Evans, J.R..2007. Retail Management. 8th Edition. USA: Macmillian Publising Company.
Dharmmesta, B.S. dan Handoko. T.H. (2000). Manajemen Pemasaran : Analisa Perilaku Konsumen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE
Ferdinand, Augusty T. 2002. Kualitas Strategi Pemasaran: Sebuah Studi
Pendahuluan. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia . Vol. I. No.1. (Mei). p.107-119 Forgas, J. P. (1995). Mood and judgment: The Affect Infusion Model
(AIM). Psychological Bulletin, 117, 39-66.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisisi Multivariat Dengan Program SPSS. Edisi 3. Andi Offset: Yogyakarta.
Gilbert, David. 2003. Retail marketing management (2nd ed.). England: Prentice-Hall
Hadi, Dewi Rubiyanti. 2004. Pengaruh Store Atmosphere Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada China Emporium Factory Outlet Bandung. Skripsi. 1-113
Hadi, Syamsul. 2010. Afeksi dan Kognisi Produk. Makalah Ujian Akhir. 1-11 Hair, J.F., Anderson, R.E., Tatham, R.L., dan Black, W.C. 1998. Multivariate
Data Analysis. New Jersey: Prentice-Hall.
Hartono, J. 2004. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Edisi 2004/2005. Cetakan pertama.Yogyakarta: BPFE.
(5)
Hartono, Jogiyanto, 2007. Model Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi. Andi Offset: Yogyakarta
Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran pemasaran & loyalitas konsumen. Bandung: Alfabeta Johanna P, Myra. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Minat Beli
Ulang. TESIS. 1-185
Kotler, Philip. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: PT Indeks
Kotler, Philip dan Gary Armstrong. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi Ketiga Belas, Jilid 2. Jakarta : Erlangga
Kusumowidagdo, Astrid. 2010. Pengaruh desain atmosfer toko trehadap perilaku belanja. Jurnal Manajemen Bisnis vol 3 (1). 17-32
Levy, Michael and Barton Weitz. 2007. Retailing Management. Internasional Edition. New York: McGraw-Hill.
Ma’ruf, Hendri. 2005. Pemasaran Ritel. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Meldarianda, Resti dan Henki Lisan S. 2010. Pengaruh Store Atmosphere Terhadap
Minat Beli Konsumen Pada Resort Café Atmosphere Bandung. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE). 17(2). 97 – 108
Mowen, J. C dan Minor. M. 2001. Consumer Behavior. New Jersey: Prentice-Hall Mudrajad Kuncoro, Ph.D. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana
Menelit dan Menulis Tesis. Jakarta : Erlangga.
Mustafid. 2007. Buku Ajar: Manajemen Pemasaran. Lampung: FEB Universitas Lampung
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia
Nitisusastro, Mulyadi. 2012. Perilaku Konsumen dalam Perspektif Kewirausahaan, Bandung: Alfabeta
Peter , J. Paul and Jerry C. Olson. 1996. Consumer Behavior. Jakarta: Erlangga Risch, Ernest H. 1991. Retail merchandising. USA: MacMillan Publishing Company
(6)
Rossiter, John. R dan Larry Percy. 1998. Advertising And Promotion Management. New York: McGraw-Hill
Rusdian. 1999. Manajemen Perilaku Konsumen. Jakarta: Salemba Empat. Saladin, Djaslim. 2004. Manajemen Pemasaran. Bandung: Linda Karya Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfa Beta.
Sutantio, Magdalena. 2004. Studi Mengenai Pengembangan Minat Beli Merek Ekstensi; Studi Kasus Produk Sharp di Surabaya. Jurnal Sains Pemasaran Indonesia. Vol.III
Sutisna. 2001. Perilaku Konsumen dan Komunikasi Pemasaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Swastha dan Handoko. 2011. Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Yogyakarta: BPFE
Tjiptono, Fandy. 2005. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing
Utami, Christina Whidya. 2006. Manajemen Ritel: Strategi dan Implementasi Ritel Modern. Jakarta: Salemba Empat.
Wijayanti, Niken Tri. 2009. Pengaruh Atmosfer Toko Sektor Busana Dewasa
Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Chandra Department Store Cabang Hayam Wuruk Bandar Lampung. Skripsi. 32-33
Wilkie, William L. 1990. Consumer Behavior. Second Edition. New York: Jhon Wiley & Sons Inc.
Zeithaml, Valarie A.,Leonard L. Berry., A. Parasuraman.1996).The Behavioral Consequences of Service Quality. Journal of Marketing. 60 Apr. vol 2. 31-46
http://www.anneahira.com/ritel-modern.htm
http://www.academia.edu/1069998/Potret_Bisnis_Ritel_Di_Indonesia_Pasar_Modern http://nickhamasaher.wordpress.com/2011/05/13/afeksi-dan-kognisi/