EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT
DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh
KAHEPPI ADE CHANDRA
Penelitian ini adalah eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui
pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan tipe NHT
dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo tahun
pelajaran 2012/2013 yang terdistribusi ke dalam delapan kelas. Sampel penelitian
diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan mengambil
dua kelas yang diajar oleh guru yang sama dan mempunyai nilai rata-rata tes yang
sama. Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan secara acak dengan
melihat rata-rata nilai ujian semester ganjil dan diperoleh kelas VIIID sebagai kelas
eksperimen dan kelas VIIIC sebagai kelas kontrol.

Kesimpulan penelitian ini adalah pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti pembelajaran dengan tipe NHT sama dengan pemahaman konsep
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.


Kata Kunci : NHT, pemahaman konsep matematis.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................

ix

I.

II.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................


1

B. Rumusan Masalah .............................................................................

6

C. Tujuan Penelitian ...............................................................................

6

D. Manfaat Penelitian .............................................................................

6

E. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................

7

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran ...................................................................

9

B. Pembelajaran Kooperatif ..................................................................... 10
C. Pembelajaran Tipe NHT...................................................................... 13
D. Pemahaman Konsep Matematis .......................................................... 16
E. Kerangka Pikir .................................................................................... 18
F. Hipotesis ............................................................................................. 21
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel .......................................................................... 22
B. Desain Penelitian ................................................................................ 22

C. Data Penelitian ................................................................................... 23
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 23
E. Prosedur Penelitian ............................................................................. 24
F. Instrumen Penelitian dan Pengembangan ............................................ 25
G. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ............................................... 29
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .................................................................................. 33

1. Analisis Data post-test Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 33
2. Uji Hipotesis ................................................................................. 34
B. Pembahasan ....................................................................................... 36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 41
B. Saran .................................................................................................. 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana sehingga
peserta didik melakukan akivitas untuk mengembangkan segala potensi dirinya.
Hal ini sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Mengingat pentingnya peranan pendidikan tersebut maka perlu adanya upaya dari
pemerintah, lembaga, dan masyarakat yang peduli untuk meningkatkan kualitas
pendidikan. Namun pada kenyataannya sumber daya manusia dalam menunjang
kualitas pendidikan masih tergolong rendah.

Oleh karena itu, untuk dapat

mewujudkan pendidikan yang bermutu tinggi tentunya diperlukan adanya
pembenahan aspek Sumber Daya Manusia (SDM). Salah satu aspek yang perlu
dibenahi adalah membangun SDM yang kreatif, mandiri dan bertanggung jawab,
sebagaimana dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
dinyatakan:

2

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.

Dalam dunia pendidikan, pembelajaran merupakan unsur yang utama. Pembelajaran merupakan interaksi antara siswa sebagai peserta didik dengan guru sebagai
pendidik dan juga interaksi antar siswa dalam proses belajar serta interaksi siswa
dengan materi pelajaran. Proses interaksi belajar sendiri akan ada jika terjadi
sinergi antara guru, siswa, dan materi pelajaran di dalamnya, sehingga diperlukan
suatu strategi pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif belajar. Jika proses
pembelajaran berlangsung dengan baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran
maka akan membawa hasil yang baik pula, termasuk dalam hal ini pembelajaran
dalam matematika.

Matematika memegang peranan yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan.
Menurut Sugiman (2006: 1) dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sekarang ini tidak bisa kita pungkiri bahwa matematika memegang
peranan penting. Sekolah mempunyai andil yang sangat besar dalam hal tersebut
melalui proses pembelajaran matematika di kelas. Namun sampai saat ini banyak
siswa yang merasa bosan, sama sekali tidak tertarik dan bahkan merasa benci

terhadap matematika.

Untuk itu diperlukan kemampuan dan ketepatan guru

dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran dalam matematika, sehingga

3

siswa dapat berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami
konsep matematis.
Memahami konsep matematis merupakan salah satu syarat untuk dapat menguasai
matematika, karena konsep matematis merupakan objek pertama yang dipelajari
dalam matematika selain berhitung.

Setiap pembahasan materi baru, selalu

diawali dengan pengenalan konsep, baik pengenalan konsep secara induktif
maupun secara deduktif. Pengenalan konsep secara induktif yaitu berupa konsepkonsep yang menyangkut kehidupan sehari-hari, sedangkan pengenalan konsep
secara deduktif yaitu berupa pemaparan konsep, definisi, dan istilah-istilah.
Dengan demikian salah satu kesalahan yang mungkin dilakukan siswa adalah

kesalahan-kesalahan dalam memahami konsep. Dalam matematika, kesalahan
mempelajari suatu konsep terdahulu akan berpengaruh terhadap pemahaman
konsep berikutnya, pemahaman konsep awal yang salah, akan menyebabkan
kesalahan pada pemahaman konsep selanjutnya, karena matematika merupakan
pelajaran yang terstruktur. Sehingga untuk meningkatkan keberhasilan belajar
matematika penguasaan konsep harus diperhatikan.

Kenyataannya, pemahaman konsep matematis siswa di Indonesia masih rendah.
Hal ini dapat diketahui dari data hasil survei Trends in International
Mathematics and Science Study (TIMSS) pada tahun 2011 . Hanya 5% siswa
lulusan Indonesia dapat dikategorikan sebagai lulusan dengan kualitas tinggi.
Demikian pula dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Ikatan Guru Indonesia,
beberapa matematikawan ITB menyatakan bahwa siswa setingkat SMP di
Indonesia memiliki pemahaman konsep matematis yang rendah.

4

Hal ini serupa dengan pemahaman konsep matematis siswa di Provinsi Lampung
yang masih tergolong rendah. Berdasarkan observasi terdahulu terhadap beberapa
guru SMP di Provinsi Lampung, dapat terlihat beberapa permasalahan dalam

pembelajaran matematika pada siswa SMP di Provinsi Lampung yang masih
mendapat pembelajaran konvensional, antara lain keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran masih belum tampak, siswa jarang mengajukan
pertanyaan walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal
yang belum jelas atau kurang paham, kurangnya keberanian siswa untuk
mengerjakan soal di depan kelas, dan sebagian besar siswa kurang bisa
menjelaskan suatu konsep dengan kata-katanya sendiri

Salah satu usaha yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi persoalan yang
telah disebutkan di atas ialah memilih suatu pendekatan, strategi, metode, atau
model pembelajaran yang efektif dalam mengajarkan matematika kepada siswa,
sehingga diharapkan konsep-konsep matematika yang telah disampaikan dapat
dipahami oleh siswa dengan baik. Selain itu, terkait dengan harapan masyarakat
terhadap output pendidikan, maka siswa tidak diharapkan memiliki kemampuan
intelektual saja, melainkan siswa diharapkan pula memiliki kemampuan untuk
saling menghargai, bersosialisasi, dan bekerjasama dengan orang lain.

Lie (2002: 17) mengungkapkan bahwa :
Pada kebanyakan pekerjaan, kepandaian, atau kemampuan individu
bukanlah yang penting. Kemampuan untuk bekerja sama lebih untuk

mencapai keberhasilan suatu usaha. Sebagai pendidik yang bertanggung
jawab, guru perlu melihat lebih jauh daripada sekedar nilai-nilai tes dan
ujian. Guru seharusnya lebih terpanggil untuk mempersiapkan anak
didiknya agar dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam berbagai
situasi.

5

Kemampuan siswa untuk saling berkomunikasi, bersosialisasi, menghargai, dan
bekerja sama dengan orang lain dapat dicapai salah satunya dengan pembelajaran
berkelompok karena di dalam pembelajaran berkelompok siswa memiliki banyak
kesempatan untuk berinteraksi dengan teman-temannya.

Salah satu pembelajaran berkelompok adalah model pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin (2005: 25):
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan menggunakan
sistem pengelompokan kecil, yaitu antara empat sampai lima orang yang
mempunyai latar belakang akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang
berbeda.


Sedangkan menurut Lie (2002: 18):
Pembelajaran kooperatif sebagai sistem kerja kelompok yang terstruktur.
Terstruktur berarti pembelajaran kooperatif tersusun dari lima unsur pokok
yang membedakan dengan pembelajaran berkelompok biasa, yaitu saling
ketergantungan positif, tanggung jawab individu, interaksi interpersonal,
keahlian bekerjasama, dan proses kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe. Salah satu tipe kooperatif
yang memenuhi indikator pemahaman konsep matematis siswa adalah Number
Heads Together (NHT). NHT merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Selain itu, NHT juga
merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan dari teori
konstruktivisme yang merupakan perpaduan antara belajar secara mandiri dan
belajar secara berkelompok. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT membantu
siswa menginterpretasikan ide mereka bersama dan memperbaiki pemahaman siswa terhadap suatu konsep. Dengan demikian, model pembelajaran NHT dapat
membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman konsep matematisnya.

6

Pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dinilai lebih memudahkan siswa
berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model
pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru.

Pada model

pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa perlu berkomunikasi satu sama lain,
sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan
dengan guru dan terus memperhatikan gurunya. Materi yang digunakan untuk
menerapkan model pembelajaran tipe NHT adalah bangun ruang khususnya pada
materi kubus dan balok.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :“Apakah pembelajaran kooperatif tipe NHT efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa
kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo.

D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
1. Manfaat Teoritis
Penelitian secara teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap
perkembangan pembelajaran matematika, terutama terkait pemahaman konsep
matematis siswa dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

7

2. Manfaat Praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat bagi praktisi terkait
dengan efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari
pemahaman konsep matematis siswa yaitu memberikan sumbangan pemikiran
dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari ketidak salahpahaman dalam penelitian maka ditentukan
ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan siswa yang diwujudkan dalam hasil
belajar. Dalam penelitian ini pembelajaran NHT dikatakan efektif apabila
pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran NHT lebih
baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
2. Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok kecil empat sampai lima orang untuk bekerjasama dalam
mempelajari materi pelajaran untuk mencapai tujuan belajar.
3. Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah pembelajaran kooperatif yang memiliki empat struktur langkah kegiatan utama yaitu penomoran, pengajuan pertanyaan, berpikir bersama dan pemberian jawaban. Setiap siswa dalam tiap
kelompok memiliki nomor yang berbeda, kemampuan akademik yang
heterogen dan tanggung jawab yang sama.
4. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang menggunakan metode diskusi kelompok.

Pembelajaran ini

8

diawali dengan penyampaian garis besar materi oleh guru, diskusi kelompok,
latihan soal, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan dan kesimpulan.
5. Pemahaman konsep siswa merupakan kemampuan siswa dalam memahami
konsep suatu materi pembelajaran atau pengertian suatu konsep berdasarkan
kemampuan awal yang dimiliki atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru
dalam skema yang telah ada dalam pemikiran siswa.

Adapun indikator

pemahaman konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a.

Menyatakan ulang suatu konsep.

b.

Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c.

Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.

d.

Mengaplikasikan konsep.

6. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kubus dan balok.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), efektivitas berasal dari
kata efektif yang berarti berhasil guna yang bisa diartikan sebagai kegiatan yang
dapat memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas merujuk pada kemampuan
untuk memiliki tujuan yang tepat atau mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Efektivitas juga berhubungan dengan masalah bagaimana pencapaian tujuan atau
hasil yang diperoleh, kegunaan, atau manfaat dari hasil yang diperoleh.

Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu proses atau kegiatan guru dalam
mengajarkan materi kepada siswa yang di dalamnya terdapat upaya untuk
menciptakan iklim dan pelayanan ditinjau dari kemampuan, potensi, minat, bakat,
dan kebutuhan siswa.

Dalam kegiatan tersebut diharapkan terjadi interaksi

optimal antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa.

Hal ini

berdasarkan pendapat Suyitno (2004: 2), yaitu
Pembelajaran adalah upaya untuk menciptakan iklim dalam pelayanan
ditinjau dari kemampuan potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang
beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara
siswa dengan siswa.

Hal ini senada dengan pendapat Sutikno (2005: 88) yang mengemukakan bahwa:
Efektivitas pembelajaran adalah kemampuan dalam melaksanakan
pembelajaran yang telah direncanakan yang memungkinkan siswa untuk

10

dapat belajar dengan mudah dan dapat mencapai tujuan dan hasil yang diharapkan.
Pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut memberikan
keleluasaan kepada siswa untuk belajar lebih mandiri dengan melakukan kegiatankegiatan didalam pembelajaran. Pengadaan keleluasaan tersebut diharapkan dapat
memfasilitasi siswa untuk menafsirkan arti dari pembelajaran. Pembelajaran yang
efektif pula mewajibkan guru untuk menyusun bahan belajar yang dapat
membawa dan menstimulasi siswa untuk belajar. Guru juga harus inovatif dalam
menerapkan berbagai rencana pembelajaran, menata kelas supaya lebih disiplin
dan terorganisasi. Hal ini bermaksud supaya siswa mempunyai wawasan dan
pemahaman konsep yang lebih efisien.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran
dikatakan efektif apabila dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut memberikan
siswa kesempatan untuk lebih belajar mandiri, mengemukakan ide-ide serta
memotivasi siswa untuk belajar sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

B. Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif bukanlah suatu hal baru dalam dunia pendidikan
khususnya pada mata pelajaran matematika. Model pembelajaran merupakan
suatu perubahan bentuk pembelajaran yang selama ini monoton berpusat pada
guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Menurut Johnson dalam
Ismail (2002: 12) pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok
untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Para siswa dibagi menjadi kelompok-

11

kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah
ditentukan, dalam hal ini sebagaian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada
siswa yakni mempelajari materi pelajaran dan berdiskusi untuk memecahkan
masalah (tugas).

Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk

memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam
proses berpikir dalam kegiatan belajar mengajar.

Model pembelajaran koopertif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya
dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal-asalan.

Roger dan

Johnson dalam Lie (2002: 30) menyatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur
tersebut yaitu : 1) saling ketergantungan positif, 2) tanggung jawab perseorangan,
3) tatap muka, 4) komunikasi antar anggota, dan 5) evaluasi proses kelompok.

Menurut Stahl dalam Ismail (2002: 12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif
adalah belajar dengan teman, tatap muka antar teman, mendengarkan diantara
anggota, belajar dari teman sendiri dalam kelompok, belajar dalam kelompok
kecil, produktif berbicara atau mengemukakan pendapat, siswa membuat
keputusan, serta siswa aktif.

Sedangkan menurut Johnson dalam Ismail (2002: 12) belajar dengan kooperatif
mempunyai

ciri

yaitu

saling

ketergantungan

yang

positif,

dapat

dipertanggungjawabkan secara individu, heterogen, berbagi kepemimpinan,
berbagi tanggung jawab, ditekankan pada tugas dan kebersamaan, mempunyai

12

keterampilan dan kebersamaan dan mempunyai keterampilan dalam berhubungan
sosial, guru mengamati serta efektivitas tergantung kepada kelompok.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan
pendapat dan membuat keputusan secara bersama.
2. Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.
3. Panghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif memiliki tiga
tujuan yang hendak dicapai yaitu hasil belajar akademik, pengakuan adanya
keragaman, dan pengembangan keterampilan sosial.

Pembelajaran kooperatif

tersebut bermaksud untuk memajukan kemampuan siswa dalam peran-peran
akademik. Model pembelajaran kooperatif juga baik dalam memfasilitasi siswa
dalam menafsirkan konsep-konsep yang susah. Disamping itu, pembelajaran
kooperatif pula mendorong siswa untuk dapat menerima teman-temannya yang
memiliki kondisi yang berbeda-beda. Selanjutnya, pembelajaran kooperatif pun
dapat

membantu

siswa

dalam

menumbuhkan

keterampilan

sosialnya.

Keterampilan tersebut yakni berbagi tugas dengan teman sekelompoknya, banyak
bertanya bila ada yang belum dimengerti, menghargai ide yang diutarakan orang
lain, serta mampu bahu-membahu dalam kelompok.

13

Fase-fase dalam pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim (2000: 10) adalah
sebagai berikut:
Fase
Tingkah Laku Guru
Fase – 1
Menyampaikan tujuan
dan memotivasi siswa
Fase – 2
Menyajikan informasi
Fase – 3
Mengorganisasikan
siswa ke dalam
kelompok-kelompok
belajar
Fase – 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase – 5
Evaluasi
Fase – 6
Memberikan
penghargaan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan
jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar
pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasekan hasil kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik
upaya hasil belajar individu maupun kelompok

Menurut Lundgren dalam Ibrahim

(2000:

18) manfaat-manfaat model

pembelajaran kooperatif adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
Memperbaiki kehadiran.
Penerimaan ditinjau dari individu menjadi lebih besar.
Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.
Konflik antar pribadi berkurang.
Pemahaman yang lebih mendalam.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Hasil belajar lebih tinggi.

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT menurut Kagan dalam Ibrahim (2000: 28)
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi

14

siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik. Tipe
ini dikembangkan dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang
tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman siswa.

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagan dalam
Ibrahim (2000 : 28) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi
yang tercakup dalam suatu pelajaran dengan mengecek pemahaman mereka
mengenai isi pelajaran tersebut.

Tahapan-tahapan pelaksanaan NHT diungkapkan oleh Nurhadi (2004:121) dalam
4 langkah sebagai berikut:
a. Penomoran (Numbering)
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor
sehingga tiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda.
b. Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
a. Berpikir Bersama (Head Together)
Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa tiap orang mengetahui jawaban tersebut.
b. Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas.
Menurut Lundgren dalam Nurhadi (2004: 124) NHT memiliki kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe NHT yaitu :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
Memperbaiki kehadiran.
Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar.
Perilaku mengganggu lebih kecil.
Konflik antara pribadi berkurangan.
Pemahaman yang lebih mendalam.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.

15

h) Hasil belajar lebih tinggi.
i) Nilai–nilai kerja sama antar murid lebih tinggi.
j) Kreatifitas murid termotivasi dan wawasan murid berkembang, karena
mereka harus mencari informasi dari berbagai sumber.

Selain itu secara lebih umum lagi bahwa Kelebihan dari model Cooperative
Learning tipe NHT setiap siswa menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi
dengan sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang
pandai, tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok

Setiap model dan metode yang kita pilih, tentu memiliki kekurangan dan
kelebihan sendiri-sendiri. Salah satu kekurangan pembelajaran kooperatif tipe
NHT adalah kelas cenderung jadi ramai jika guru tidak dapat mengkondisikan
dengan baik, keramaian itu dapat menjadi tidak terkendalikan. Sehingga
mengganggu proses belajar mengajar, tidak hanya di kelas sendiri tetapi bisa juga
mengganggu ke kelas lain. Terutama untuk kelas-kelas dengan jumlah murid yang
lebih dari 35 orang. Kelemahan yang lainnya yaitu dalam model pembelajaran
tipe NHT tidak semua siswa yang memiliki nomor akan dipanggil oleh guru serta
nomor yang telah dipanggil kemungkinan dapat dipanggil lagi oleh guru. Hal ini
tidak memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat mengutarakan
hasil maupun pendapat yang mereka miliki.

Berdasarkan uraian di atas, maka pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat
membuat siswa lebih aktif sehingga konsep yang diajarkan dapat dikuasai siswa
dengan baik.

16

D. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman konsep matematis didefinisikan sebagai kemampuan mengaitkan notasi dan simbol matematika yang relevan dengan ide-ide matematika dan mengombinasikannya ke dalam rangkaian penalaran yang logis.

Hal ini sesuai

dengan pendapat Skemp (1987: 166) “The ability to connect mathematical symbolism and notation with relevant mathematical ideas and to combine these ideas
into chains of logical reasoning”

yang berarti bahwa kemampuan untuk

menghubungkan simbol dan notasi matematika dengan ide matematika yang
relevan dan untuk menggabungkan beberapa ide ke dalam rangkaian dari
permasalahan logika.

Soedjadi (2000: 14) mengungkapkan bahwa:
Konsep adalah ide abstrak yang digunakan untuk menggolongkan atau
mengklasifikasikan sekumpulan objek yang biasanya dinyatakan dengan
suatu istilah atau rangkaian kata. Konsep berhubungan dengan definisi dan
definisi merupakan ungkapan yang membatasi suatu konsep. Dengan
defisini, seseorang dapat membuat ilustrasi atau lambang dari suatu konsep
yang didefinisikan.

Ditinjau dari segi fungsi, Sulton dan Hayso dalam Wanhar (2008:23) menyatakan
bahwa konsep matematis terbagi menjadi tiga golongan, yaitu konsep yang memungkinkan siswa dapat mengklasifikasikan obyek-obyek, konsep yang memungkinkan siswa untuk dapat menghubungkan konsep satu dengan yang lainnya, dan
konsep yang memungkinkan siswa untuk menjelaskan fakta.

17

Selain itu, Gagne dalam Wanhar (2008:25) menggolongkan konsep matematis
ditinjau dari segi bentuknya menjadi dua golongan, yaitu konsep berdasarkan
pengamatan dan berdasarkan definisi. Hal ini dapat diartikan bahwa suatu konsep
matematis sangat berguna bagi ketercapaian suatu tujuan pembelajaran.

Hal ini sejalan dengan Hamalik (2002: 164) yang menjelaskan bahwa :
Konsep dapat berguna dalam suatu pembelajaran, yaitu untuk mengurangi
kerumitan, membantu siswa mengidentifikasi obyek-obyek yang ada,
membantu mempelajari sesuatu yang lebih luas dan lebih maju, dan
mengarahkan siswa kepada kegiatan instrumental.

Ada beberapa indikator khusus yang membedakan antara soal pemahaman konsep
dengan soal untuk aspek penilaian lain. Menurut Budi (2007: 21), indikator dari
pemahaman konsep tersebut adalah sebagai berikut:
a. Menyatakan ulang suatu konsep
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu
c. memberi contoh dan non contoh dari konsep
d. mengaplikasikan konsep dan algoritma pemecahan masalah

Kemampuan pemahaman konsep matematis adalah salah satu tujuan penting
dalam pembelajaran karena materi matematika yang diajarkan kepada siswa tidak
hanya sebagai hafalan.

Dengan pemahaman yang baik, siswa dapat lebih

mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman konsep matematis
juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan oleh guru,
sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan.

18

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa pemahaman konsep
matematis adalah kemampuan siswa dalam memahami konsep suatu materi
pembelajaran atau pengertian suatu konsep berdasarkan kemampuan awal yang
dimiliki atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru dalam skema yang telah
ada dalam pemikiran siswa.

E. Kerangka Pikir

Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang berpusat
pada siswa, sehingga guru hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa
untuk belajar secara mandiri dalam kelompok. Kegiatan pembelajaran kooperatif
mempunyai beberapa kelebihan diantaranya tercipta kerjasama yang baik antar
anggota tim, ada ketergantungan saling memerlukan yang positif, tanggung jawab
masing-masing

anggota,

keterampilan

hubungan

antar

personal,

serta

meningkatkan interaksi antar siswa.
Pembelajaran kooperatif mendorong siswa untuk aktif dalam belajar, yaitu dengan
bekerja sama dan saling bertukar pikiran dalam menyelesaikan tugas. Dengan
siswa aktif dalam belajar siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, sehingga pengetahuan
yang mereka peroleh dari pengalamannya akan lebih bermakna dan mudah
diingat. Dengan pengetahuan yang bermakna, tentu siswa akan lebih mudah
dalam mengerjakan persoalan matematika yang dihadapinya, sehingga diharapkan
dapat memperoleh hasil belajar yang maksimal. NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.

19

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki beberapa langkah dalam
proses pembelajarannya yaitu membagi siswa dalam beberapa kelompok yang
terdiri dari 4-5 orang siswa dan setiap kelompok mempunyai tingkat kemampuan
yang beragam, ada yang pintar, sedang, dan ada pula yang tingkat kemampuannya
kurang. Kemudian guru memberikan nomor kepada siswa yang berguna untuk
memudahkan dalam memanggil siswa dengan penomoran kepala. Penomoran
tiap anggota kelompok akan membuat siswa lebih siap untuk mempresentasikan
hasil diskusinya dikarenakan dalam pembelajaran ini, guru bisa memanggil
siapapun anggota dari tiap kelompok.

Setelah itu, guru akan mengajukan

pertanyaan kepada siswa agar mendorong siswa untuk lebih kreatif dalam
memecahkan masalah-masalah yang mereka peroleh. Siswa berpikir bersama
dan

menyatukan

pembelajaran

pendapatnya

tersebut

dan

terhadap

meyakinkan

jawaban
tiap

pertanyaan

anggota

dalam

dalam
timnya

mengetahui jawaban tersebut. Pada akhir diskusi, siswa akan mempresentasikan
hasil yang telah mereka peroleh dengan guru memanggil nomor secara acak dari
masing-masing kelompok. Siswa yang tidak mempresentasikan hasil diskusinya
dapat mendengarkan hasil diskusi dari teman-temannya bahkan menambahkan
idenya atas jawaban yang mungkin berbeda dengan hasil kelompok lain.
Kemudian guru bersama dengan siswa akan menyimpulkan hasil dari diskusi yang
telah dilakukan.

Dengan melakukan pembelajaran sesuai langkah-langkah di atas maka setiap siswa dapat mencoba menemukan sendiri permasalahan matematika dan dapat memecahkan masalah matematika. Diskusi kelas tentang masalah dan pemecahannya merupakan salah satu kegiatan inti dalam pembelajaran dengan menggu-

20

nakan model pembelajaran tipe NHT. Karena model pembelajaran ini
memberikan kesempatan siswa sa-ling mentransfer ilmu dan menyampaikan ideide mereka dalam menyelesaikan permasalahan matematika. Hal ini memberikan
kesempatan untuk mengkon-truksikan sendiri pengetahuannya. Sehingga siswa
memiliki kemampuan yang baik dalam menyelesaikan masalah matematika.
Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru
yang memiliki beberapa tahapan. Pada awal pembelajaran guru menjelaskan
materi pelajaran dengan ceramah kepada para siswa. Pada tahapan ini mungkin
ada beberapa siswa yang paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru. Namun
sebagian besar siswa pasti akan kesulitan memahami apa yang telah disampaikan
oleh guru, kemungkinan hal ini disebabkan oleh cara penyampaian guru yang sulit
diterima karena tidak semua siswa memiliki daya tangkap yang baik, sehingga
akan menimbulkan verbalisme yang mengakibatkan siswa agak sulit mencerna
atau menganalisis materi yang diceramahkan bersama-sama dengan kegiatan
mendengarkan penjelasan atau ceramah guru. Selain itu tidak semua guru pandai
melaksanakan ceramah sehingga tujuan pelajaran tidak dapat tercapai dan dapat
menimbulkan rasa bosan sehingga materi sulit diterima.

Untuk siswa yang

memiliki kemampuan di atas rata-rata, tentu saja ini tidak menjadi masalah karena
mereka akan mudah mengerti terhadap penjelasan guru, lain halnya dengan siswa
dengan kemampuan rata-rata atau dibawah rata-rata. Mereka akan cenderung
mengalami kesulitan dalam memahami apa yang disampaikan oleh guru mengenai
pelajaran matematika. Sehingga ketika masuk pada tahap pemberian tugas kepada
siswa yang dikerjakan secara mandiri, ketika siswa dihadapkan pada soal yang
menurut mereka sulit, motivasi siswa akan menururn sehingga siswa cenderung

21

malas dan tidak serius dalam mengerjakannya.

Sehingga pemahaman siswa

terhadap suatu konsep kurang optimal bagi siswa.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT menuntut
siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep matematika yang dipelajari
sehingga pemahaman konsep matematis siswa lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional.

G. Hipotesis

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT efektif ditinjau dari pemahaman
konsep matematis siswa.
2.

Hipotesis Kerja
Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti model pembelajaran
tipe NHT lebih baik daripada pemahaman konsep matematis siswa yang
mengikuti model pembelajaran konvensional.

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo
tahun pelajaran 2012/2013 yang terdistribusi ke dalam 8 kelas. Sampel penelitian
diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu dengan
mengambil 2 kelas yang diajar oleh guru yang sama dan mempunyai nilai ratarata tes yang sama. Penentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen dilakukan
secara acak dengan melihat rata-rata nilai ujian semester ganjil, dan diperoleh
kelas VIIID sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIC sebagai kelas kontrol.
Tabel 3.1 Data Hasil Belajar Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo
Nama Guru
Kelas
Rata-rata Nilai Jumlah Siswa
VIII A
6,51
31
VIII B
6,75
32
Eliya Safitriningsih, S.Pd.
VIII C
6,64
32
VIII D
6,63
32
VIII E
6,42
30
VIII F
6,36
32
Restu Manurung, S.Pd.
VIII G
6,22
32
VIII H
6,11
31

B. Desain Penelitian

Penelitian ini mengunakan desain post-test only dengan kelompok pengendali
tidak diacak sebagaimana dikemukakan Anggoro (2007: 337) sebagai berikut:

23

Tabel 3.2 Desain Penelitian
Kelompok

Perlakuan

Post-test

E

X

O2

P

C

O2

Keterangan:
E : kelas eksperimen
P : kelas kontrol
X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran
NHT
C : perlakuan pada kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran
langsung
O2 : Nilai Posttest

C. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini berupa data kuantitatif yaitu data pemahamann konsep
matematis siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes ini mengukur
pemahaman konsep matematis siswa dan dilakukan pada akhir perlakuan.

24

E. Prosedur Penelitian
Langkah-langkah penelitian yang dilakukan, yaitu
1.

Observasi awal, melihat kondisi lapang atau sekolah seperti jumlah kelas,
jumlah siswa, karakteristik siswa, dan cara guru mengajar.

2.

Merencanakan penelitian
a. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan metode
penemuan terbimbing untuk kelas eksperimen dan pembelajaran
konvensional untuk kelas kontrol.
b. Menyusun Lembar Kerja Siswa/LKS yang akan diberikan kepada siswa
pada saat diskusi kelompok.
c. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisikisi soal instrumen pemahaman konsep matematis, kemudian membuat
soal beserta aturan penskorannya.

3.

Melaksanakan pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model
pembelajaran tipe NHT dan kelas kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional.

4.

Melakukan validasi instrumen.

5.

Melakukan uji coba instrumen.

6.

Menghitung reliabilitas.

7.

Mengadakan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

8.

Menganalisis data.

9.

Menyusun laporan.

25

F. Instrumen Penelitian dan Pengembangan

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes yang memuat soal-soal
esai untuk mengukur pemahaman konsep matematis. Setiap soal memiliki satu
atau lebih indikator pemahaman konsep matematis. Untuk mendapatkan data
yang akurat, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini harus
memenuhi kriteria tes yang baik, yaitu ditinjau dari validitas dan reliabilitasnya.

1. Uji Validitas Instrumen

Validitas isi dari instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis ini
dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes
kemampuan pemecahan masalah matematis dengan indikator pembelajaran yang
telah ditentukan. Untuk mendapatkan perangkat tes yang mempunyai validitas isi
yang baik dilakukan langkah-langkah berikut:
a.

Membuat kisi-kisi dengan indikator yang telah ditentukan.

b.

Membuat soal berdasarkan kisi-kisi dan pemberian skor butir soal. Penyusunan dan pemberian skor butir soal tes sesuai dengan pedoman penyekoran
pada tabel di bawah ini (lihat pada Tabel 3.3).

c.

Meminta pertimbangan kepada guru mitra yang dipandang ahli mengenai
kesesuaian antara kisi-kisi dengan soal.

Dengan asumsi bahwa guru mata pelajaran matematika mengetahui dengan benar
kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes ini didasarkan pada penilaian guru
mata pelajaran matematika. Tes yang dikategorikan valid adalah yang telah
dinyatakan sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang diukur
berdasarkan penilaian guru mitra. Berdasarkan penilaian guru mitra, soal yang

26

digunakan telah dinyatakan valid (lihat pada Lampiran B.5). Langkah selanjutnya
diadakan uji coba soal yang dilakukan di luar sampel penelitian tetapi masih
dalam populasi yang sama yaitu kelas VIII D.
Adapun indikator pemahaman konsep menurut Tjahjono (2007:32) disajikan pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep
Matematis Siswa
No. Kriteria Pemahaman Konsep

Menyatakan ulang suatu
konsep

1

2

Mengklasifikasikan objekobjek

Deskripsi
skor
Tidak ada jawaban atau Tidak ada ide
matematika yang muncul sesuai
0
dengan soal.
Ide matematik telah muncul namun
belum dapat menyatakan ulang
1
konsep dengan tepat dan masih
banyak melakukan kesalahan.
Telah dapat menyatakan ulang sebuah
konsep namun belum dapat
2
dikembangkan dan masih melakukan
banyak kesalahan.
Dapat menyatakan ulang sebuah
konsep sesuai dengan definisi dan
3
konsep esensial yang dimiliki oleh
sebuah objek namun masih
melakukan beberapa kesalahan.
Dapat menyatakan ulang sebuah
konsep sesuai dengan definisi dan
4
konsep esensial yang dimiliki oleh
sebuah objek dan hanya melakukan
sedikit kesalahan operasi matematis.
Tidak ada jawaban atau Tidak ada ide
0
matematika yang muncul sesuai
dengan soal.
Ide matematik telah muncul namun
belum dapat menganalisis suatu objek
dan mengklasifikasikannya menurut
1
sifat-sifat/ciri-ciri tertentu yang
dimiliki sesuai dengan konsepnya.
Telah dapat menganalisis suatu objek
namun belum dapat
mengklasifikasikannya menurut sifat2
sifat/ciri-ciri dan konsepnya yang

27

dimiliki.
Dapat menganalisis suatu objek dan
mengklasifikasikannya menurut sifatsifat/ciri-ciri dan konsepnya tertentu
yang dimiliki namun masih
melakukan beberapa kesalahan
operasi matematis.
Dapat menganalisis suatu objek dan
mengklasifikasikannya menurut sifatsifat/ciri-ciri dan konsepnya tertentu
yang dimiliki dengan tepat.
No. Kriteria Pemahaman Konsep
Deskripsi
Tidak ada jawaban atau Tidak ada ide
matematika yang muncul sesuai
dengan soal.
Ide matematik telah muncul namun
belum dapat menyebutkan konsep
yang dimiliki oleh setiap contoh yang
diberikan.
Telah dapat memberikan contoh dan
non-contoh sesuai dengan konsep
3 Memberikan contoh dan non yang dimiliki objek namun belum
contoh
tepat dan belum dapat dikembangkan.
Telah dapat memberikan contoh dan
non-contoh sesuai dengan konsep
yang dimiliki objek namun
pengembangannya belum tepat.
Telah dapat memberikan contoh dan
non-contoh sesuai dengan konsep
yang dimiliki objek dan tlah dapat
dikembangkan.
Tidak ada jawaban atau Tidak ada ide
matematika yang muncul sesuai
dengan soal.
Ide matematik telah muncul namun
belum dapat menyajikan konsep
dalam berbagai bentuk representasi
matematis sebagai suatu logaritma
pemecahan masalah.
Mengaplikasikan konsep Dapat menyajikan konsep dalam
4
berbagai bentuk representasi
matematis namun belum memahami
logaritma pemecahan masalah.
Dapat menyajikan konsep dalam
berbagai bentuk representasi
matematis sebagai suatu logaritma
pemecahan masalah namun masih
melakukan beberapa kesalahan.

3

4
skor
0

1

2

3

4

0

1

2

3

28

Dapat menyajikan konsep dalam
berbagai bentuk representasi
matematis sebagai suatu logaritma
pemecahan masalah dengan tepat.

4

Kemudian membuat soal berdasarkan kisi-kisi dan meminta pertimbangan kepada
guru mitra dan dosen pembimbing yang dipandang ahli mengenai kesesuaian
antara kisi-kisi dengan soal.

Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mitra yaitu guru mata
pelajaran matematika kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo. Dengan asumsi bahwa guru
tersebut mengetahui dengan benar kurikulum SMP, maka validitas instrumen tes
ini didasarkan pada penilaian guru mata pelajaran matematika.

Tes yang

dikategorikan valid adalah yang butir-butir tesnya telah dinyatakan sesuai dengan
kompetensi dasar dan indikator yang diukur berdasarkan penilaian guru mitra.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan
kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa
dilakukan dengan menggunakan daftar cek list oleh guru. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah
memenuhi validitas isi.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas instrumen dengan menggunakan rumus
Alpha sebagai berikut :
2
 k   b 
 1 
r11  
 t 2 
 k  1 

29

Keterangan :

r11
k

: koefisien reliabilitas tes
: banyaknya item
2
 b : jumlah varians dari tiap-tiap item tes

t

2

: varians total
Arikunto(2006: 195)

Nilai r11 yang diperoleh diimplementasikan dengan indeks reliabilitas. Sudijono
(2008: 207) berpendapat bahwa suatu tes dikatakan memiliki reliabilitas yang
tinggi (reliabel) apabila memiliki nilai reliabilitas
digunakan adalah memiliki nilai reliabilitas

0,70. Kriteria yang akan

0,70.

Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilai r11 = 0,71 (Lampiran
C.1). Berdasarkan pendapat Sudijono tersebut, instrumen tes pemahaman konsep
matematis yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas tinggi.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, data yang diperoleh dari
hasil posttest. Sebeluimnya dilakukan uji prasyarat terlebih dahulu, yaitu uji
normalitas dan homogenitas data. Apabila data normal maka pengujian hipotesis
dilakukan dengan statistika parametrik, tetapi apabila data tidak normal, pengujian
hipotesis dilakukan dengan statistika nonparametrik.

Uji Normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji Chi-Kuadrat
berdasarkan Sudjana (2005: 273). Berikut langkah-langkah uji normalitas.
a. Hipotesis

30

H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik uji


2



=
=1

( −

)2

Keterangan:
= frekuensi harapan
= frekuensi yang diharapkan

d. Keputusan uji
Terima H0 jika � 2



�2

, dengan χ2

1−∝ ( −3)

Berdasarkan tabel, diketahui bahwa x 2 hitung kelas eksperimen yakni 9,28, x 2 hitung
kelas kontrol yakni 19,26, taraf nyata α = 0,05 dan dk = k - 3, dari tabel chikuadrat diperoleh x 2 tabel kedua kelas yaitu sebesar 7,81. Berdasarkan kriteria
pengujian, maka tolak Ho karena x 2 hitung > x 2 tabel yang berarti kedua sampel
berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya
terdapat pada Lampiran C.4 dan C.5.

Tabel 3.4 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Pemahaman Konsep
Kelas
Keputusan Uji Keterangan
�� �
�� ��
Eksperimen
9,28
7,81
H1 diterima
Tidak normal
Kontrol
19,26
7,81
H1diterima
Tidak normal

31

2. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil analisis uji normalitas, diketahui bahwa data skor posttest
berdistribusi tidak normal, sehingga untuk mengetahui adakah perbedaan
pemahaman konsep matematis siswa antara siswa yang mengikuti pembelajaran
dengan model pembelajaran tipe NHT dan siswa yang mengikuti pembelajaran
konvensional, digunakan uji non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney U. Menurut
Widodo (2010: 84) hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. Hipotesis Uji
H0 : 1   2

(Pemahaman konsep matematis dengan menggunakan model
pembelajaran tipe NHT tidak lebih efektif atau sama dengan
pemahaman

konsep

matematis

dengan

menggunakan

pembelajaran konvensional)
H1 : 1   2 (Pemahaman konsep matematis dengan menggunakan model
pembelajaran tipe NHT lebih efektif daripada pemahaman
konsep

matematis

dengan

menggunakan

pembelajaran

konvensional)
b. Taraf signifikan : α = 0,05
c. Statistik uji :
1.
2.

U= �1 �2 +

U= �1 �2 +

�1 �1+ 1
2

�2 �2+ 1
2

− �1

− �2

d. Bila n1 atau n2 keduanya sama atau lebih dari 20, digunakan pendekatan kurva
normal, dengan mean :
E(U) =

�1�2
2

32

Standar deviasi :
�� =

�1�2 �1+ �2+ 1
12

Nilai standar dihitung dengan
Z=

�−� �
��

e. Kriteria pengambilan keputusan :
Terima H0 apabila −

Tolak H0 apabila


2




2

(Djarwanto. 1985:40-43)

41

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai efektivitas model
pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari pemahaman konsep matematis
siswa diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu
1.

Pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT sama dengan pemahaman konsep matematis
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Pencapaian indikator pemahaman konsep skor post-test siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT tidak jauh berbeda
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

Sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikatakan tidak
lebih efektif terhadap pemahaman konsep matematis siswa.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian agar mendapatkan hasil yang lebih
optimal disarankan hal-hal berikut ini.
1. Penerapan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sebaiknya
dilaksanakan dengan perencanaan yang matang, pengelolaan kelas yang baik, dan
pengelolaan waktu yang tepat agar suasana belajar kondusif dan dapat membantu
siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis.

42

2. Peneliti lain yang ingin meneliti kembali mengenai pengaruh model pem-belajaran
kooperatif tipe NHT terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
hendaknya dalam pelaksanaan pembelajaran memperhatikan pembagian waktu sebaik
mungkin agar proses pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Selain itu
diharapkan untuk mencari dan menyempurnakan referensi mengenai model
pembelajaran kooperatif tipe NHT.
3. Agar siswa tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembelajaran dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT, maka setiap langkah pembela-jarannya harus
terlebih dahulu dilatih dan dibiasakan kepada siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro, M. Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Badan Penelitian dan Pengembangan. 2011. Survei Internasional TIMSS. (online)
balitbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=214 (diakses 9 November 2012).
Djarwanto. 1985. Statistika Nonparametrik. Yogyakarta: BPFE
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2008. Departemen Pendidikan Nasional:
Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2002. Perencanaan Pengajaran Matematika Berdasarkan
Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Ibrahim, M, Fida R, dan Ismono. 2000. Pembelajaran Koperatif. Surabaya:
Unessa Press.
Ismail. 2002. Media Pembelajaran (Model-model Pembelajaran).
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Lie, A. 2008. Cooperatif Learning: Memprak

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 22 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 9 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 8 39

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Pekalongan Kab. Lampung Timur Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 10 39

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

1 9 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 10 42

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Gadingrejo Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 7 43

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Trimurjo Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 3 34

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 8 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013-2014)

0 11 59

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 1 Kota Agung Barat Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 6 42

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Ar-Raihan Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 7 51