Pengaruh Kegiatan Komersial Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus Jatinangor Town Square,Toserba Griya,Rest Area,Di Jalan Raya Jatinangor)

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Bandung secara administratif merupakan ibukota Provinsi Jawa Barat. Selain berfungsi sebagai pusat pemerintahan provinsi, seiring dengan perkembangannya Kota Bandung juga memiliki fungsi-fungsi yang lain. Fungsi-fungsi tersebut antara lain sebagai pusat perdagangan lokal dan regional, pusat perindustrian, pusat kegiatan pariwisata dan kebudayaan serta sebagai pusat perguruan tinggi. Banyaknya kegiatan yang harus ditampung di Kota Bandung membuat permasalahan yang cukup kompleks dan sulit untuk dipecahkan karena keterbatasan ruang dan sumber daya yang dimiliki.

Untuk menangani permasalahan tersebut maka salah satu solusi yang diambil ialah dengan menyebarkan sebagian kegiatan yang ada di Kota Bandung ke kota-kota yang ada di sekitarnya, diantaranya adalah dengan memindahkan kegiatan perguruan tinggi yang ada di Kota Bandung ke luar Kota Bandung. Untuk itu Pemerintah Provinsi Jawa Barat menetapkan Jatinangor sebagai Kawasan Pendidikan Tinggi (KPT). Keputusan tersebut dituangkan ke dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 583/SK-PIL/1989.

Pada awalnya KPT Jatinagor merupakan areal perkebunan seluas 934 Ha. Areal ini kemudian dikembangkan menjadi sebuah KPT dengan lahan peruntukan perguruan tinggi dialokasikan sebesar 534 Ha. Perguruan tinggi tersebut adalah Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Winaya Mukti (UNWIM), Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), dan Institut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN). Keempat perguruan tinggi ini berlokasi di ruas Jalan Raya Jatinagor. Kegiatan perguruan tinggi tersebut menjadi pemicu perkembangan kawasan. Jumlah mahasiswa meningkat baik dari dalam maupun luar daerah. Dengan kondisi demikian memperlihatkan bahwa KPT Jatinangor sudah berkembang menjadi salah satu tujuan migran (Gultom, 2008).

Keempat universitas yang ada di KPT Jatinangor kemudian menyebabkan tumbuhnya kegiatan-kegiatan penunjang yang merespon kebutuhan mahasiswa.


(2)

Salah satunya terjadi pertumbuhan kegiatan komersial dengan intensitas tinggi di sepanjang Jalan Raya Jatinangor, seperti pertokoan, restoran, perkantoran swasta, warnet, serta pusat perbelanjaan Jatinangor Town Square. Keberadaan kegiatan komersial ini memberikan kontribusi terhadap volume pergerakan di Jalan Raya Jatinangor. Tingginya volume lalu lintas berpotensi menimbulkan penurunan kinerja Jalan Raya Jatinangor. Persoalan Jalan Raya jatinangor semakin kompleks karena fungsinya sebagai jalan arteri primer. Sesuai dengan fungsinya tersebut maka Jalan Raya Jatinangor juga melayani arus lalu lintas regional. Perkembangan aktivitas komersial yang menimbulkan tarikan dan bangkitan pergerakan menyebabkan Jalan Raya Jatinangor juga harus menampung arus pergerakan lokal yang akhirnya turut berperan dalam pembebanan ruas Jalan Raya Jatinangor.

Kondisi sebelum penambahan ruas jalan lingkar di Jalan Raya Jatinangor, kinerja pelayanan jalan sebagian besar buruk pada pagi, siang maupun sore hari dengan nilai LOS (Level of Service) D yang artinya tingkat pelayanan Jalan Raya Jatinangor rendah (sumber: Aryo, 2005). Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dibangunlah ruas jalan lingkar. Pembangunan jalan lingkar tersebut dimaksudkan untuk mengatasi permasalah transportasi yang terjadi. Jalan lingkar selesai dibangun tahun 2009 dan mulai dioperasikan di tahun yang sama.

1.2 Rumusan Permasalahan

Permasalahan Jalan Raya Jatinangor sebagai jalan arteri primer disebabkan antara lain oleh berkembangnya kegiatan komersial yang berada di sisi ruas jalan yang berdampak pada pembebanan ruas jalan tersebut. Gangguan akibat bangkitan kegiatan komersial ini juga menyebabkan hambatan samping yang langsung dirasakan oleh pengguna jalan sehingga arus pergerakan lalu-lintas terus-menerus menjadi terhambat. Dengan demikina kriteria pergerakan yang baik berupa kemanan, kenyamanan dan biaya yang murah menjadi terabaikan.

Mengingat besarnya bangkitan guna lahan komersial di sepanjang ruas Jalan raya Jatinangor tersebut, maka studi ini berusaha untuk mengidentifikasi pengaruh kegiatan komersial di sepanjang Jalan raya Jatinangor tersebut terhadap kinerja ruas jalan secara keseluruhan. Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan


(3)

melihat seberapa besar pembebanan produksi pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial terhadap volume Jalan Raya Jatinangor maka dapat dilakukan penanganan lalu-lintas yang terkait dengan tingkat pelayanan jalan.

a. Seberapa besar bangkitan dan tarikan lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor yang dihasilkan oleh kegiatan komersial?

b. Seberapa besar pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan ruas Jalan Raya Jatinangor setelah dibangun jalan lingkar?

c. Bagaimana korelasi antara karakterisitik kegiatan komersial dengan tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial di Jalan Raya Jatinangor?

1.3 Tujuan Dan Sasaran

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor dan dapat memberikan masukan untuk penyelesaian permasalahan transportasi di jalan Raya Jatinangor. Adapun sasaran-sasaran untuk mencapai tujuan tersebut adalah:

1) Menghitung bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial

2) Menghitung pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor.

3) Menghitung korelasi antara karakteristik guna lahan komersial terhadap tarikan dan bangkitan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial.

1.4 Ruang Lingkup

1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah

Lingkup wilayah studi yang akan diteliti ialah ruas Jalan Raya Jatinangor yang memiliki status sebagai jalan Negara dan memiliki panjang 4,83 KM dan merupakan jalan arteri primer. Jalan ini menghubungkan Kota Bandung dengan Kabupaten Sumedang dan melayani pergerakan lokal dan regional.

Adapun pemilihan ruas jalan ini sebagai objek studi karena guna lahan di sisi Jalan Raya Jatinangor memiliki guna lahan dengan intensitas kegiatan komersial yang cukup tinggi dan berpotensi menghasilkan produksi pergerakan


(4)

lalu-lintas yang tinggi sehingga memberikan peluang yang tinggi dalam menimbulkan kemacetan lalu-lintas. Jatinangor Town Square merupakan pusat perbelanjaan terbesar di wilayah Jatinangor sehingga dianggap mewakili tarikan pergerakan oleh kegiatan komersial di Jalan Raya Jatinangor. Untuk lebih jelasnya terdapat pada gambar 1.1.

1.4.2 Ruang Lingkup Materi

Pembahasan studi ini ditekankan kajian atas dampak dan model tarikan pergerakan oleh kegiatan komersial di sisi ruas Jalan Raya Jatinangor terhadap volume kendaraan di ruas Jalan Raya Jatinangor. Adapun kegiatan komersial yang menjadi objek penelitian ialah kegiatan komersial yang persil lahannya terletak tepat dipinggir Jalan Raya Jatinangor. Dengan demikian, aktivitas kegiatan komersial akan secara langsung mempengaruhi ruas jalan tersebut. Kegiatan komersial yang dimaksud yaitu setiap jenis kegiatan pertukaran atau jual/beli barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan dan seluruh kegiatan pendukungnya seperti transportasi, komunikasi maupun perbankan (Sungguh, 1992). Ruang lingkup materi dari penelitian ini adalah:

1. Kegiatan komersial

2. Tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial 3. Level of Service (LOS)

4. Pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor

5. Korelasi antara tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial dengan karakteritik kegiatan komersial

1.5 Metodologi Penelitian 1.5.1 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode: a. Survai Sekunder

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik perkembangan dan pola pemanfaatan lahan kegiatan komersial. Studi pustaka juga dilakukan untuk memperoleh kajian teoretis mengenai tarikan pergerakan


(5)

yang dihasilkan oleh kegiatan komersial dan pengaruhnya terhadap sistem transportasi, diambil dari instansi-instansi terkait dan perpustakaan berupa buku teks, jurnal-jurnal dan laporan penelitian (tugas akhir) yang berkaitan dengan studi ini. Data sekunder yang diperoleh adalah:

1. Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan Jatinangor 2. Peraturan Zonasi Wilayah Kecamatan Jatinangor 3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang 4. Desain jalan lingkar Jalan Raya Jatinangor

5. Kabupaten Sumedang dalam Angka Tahun 2007

Variabel-variabel bebas yang digunakan untuk mengetahui nilai korelasi dengan tarikan dan bangkitan pergerakan adalah sebagai berikut:

1. Luas Bangunan/lantai (x1)

2. Kapasitas Parkir Mobil (x2)

3. Kapasitas Parkir Motor (x3)

4. Ketersediaan Supermarket (x4)

5. Ketersediaan Food court (x5)

6. Ketersediaan Fashion (x6)

7. Ketersediaan Bioskop (x7)

8. Ketersediaan Game zome (x8)

9. Ketersediaan ATM (x9)

10.Ketersediaan Toilet (x10)

11.Ketersediaan Mushola (x11)

b. Survai Primer

Survai primer dilakukan untuk memperoleh data-data yang meliputi: Volume arus lalu-lintas kendaraan

Kapasitas ruas jalan dan situasi lingkunga ruas jalan Data kegiatan komersial

Survey dilakukan pada Hari Senin, Rabu, Jumat, dan Sabtu pada pagi (06.00-09.00), siang (11.00-14.00), sore (16.00-19.00) dan malam (19.00-22.00). Penetapan hari berdasarkan karakteristik hari yang beragam, Hari Senin merupakan hari yang memiliki karakteristik berupa hari kerja satu hari penuh, Hari Rabu mewakili Hari Selasa dan Kamis karena diasumsikan pergerakan pada ketiga hari tersebut sama, Hari Jumat memiliki karakteristik setengah hari kerja dan Hari Sabtu diasumsikan mewakili akhir pekan. Sedangkan penetapan periode waktu didasarkan pada kaakteristik waktu yang merupakan jam sibuk (peak hour). Untuk dapat mempermudah dalam melakukan pengumpulan data secara primer


(6)

maka ditetapkan beberapa titik pengamatan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.3:

1. Jalan Raya Jatinangor dari Bandung 2. Jalan Raya Jatinangor ke Bandung

3. Jalan Raya Jatinangor depan REST AREA 4. Jalan Raya Jatinangor baru 1 (jalan lingkar) 5. Jalan Raya Jatinangor ke kawasan komersial 6. Jalan Raya Jatinangor depan JATOS

7. Jalan Raya Jatinangor depan GRIYA

1.5.2 Metode Analisis Data

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah metode kuantitatif, komparatif dan eksplanatif. Adapun tahapan analisis yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Analisis bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial.

Pada analisis ini akan dilakukan analisis dari hasil traffic counting yaitu analisis tarikan dan bangkitan pergerekan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial.

b. Analisis tingkat pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor.

Pada analisis akan dilakukan analisis secara kuantitatif tentang kapasitas jalan, dan rasio volume dengan kapasitas atau menggunakan VCR (volume capacity ratio). Analisis ini mencakup perhitungan dan ketersediaan data:

Kapasitas jalan satuan smp/jam Kapasitas dasar

Kecepatan arus bebas

Faktor penyesuaian lebar jalan Faktor penyesuaian bahu dan trotoar Faktor penyesuaian pemisahan arah Faktor penyesuaian jalur pergerakan Faktor penyesuaian ukuran kota


(7)

c. Analisis pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor. Analisis ini mengkaji pengaruh yang dihasilkan oleh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor dengan melihat pengaruh tarikan yang dihasilkan oleh kegiatan perguruan tinggi terhadap volume lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor.

d. Analisis korelasi variabel X dengan variabel Y tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial. Analisis ini mengkaji seberapa besar hubungan antara variabel X yang telah ditentukan dengan variabel Y yaitu tarikan dan bangkitan kegiatan komersial.


(8)

Gambar 1.1 Peta Orientasi


(9)

Gambar 1.2 Peta Titik Pengamatan


(10)

Tabel I.1 Matriks Metode Penelitian

Tahap Sasaran Data Metode

Pengumpulan Data Analisis

1 Menghitung

bangkitan dan tarikan pergerakan yang dihasilkan oleh kegiatan komersial

Bangkitan dan tarikan lalu lintas

Pengamatan eksisting di

kawasan perguruan tiinggi di

Jatinangor.

Traffic Counting di kawasan kegiatan komersial. Membandingkan tarikan dan bangkitan yang dihasilkan oleh JATOS, GRIYA dan REST AREA

2 Pengaruh kegiatan

komersial terhadap kinerja pelayanan jalan di Jalan Raya Jatinangor Bangkitan dan tarikan lalu lintas Volume lalu lintas Tingkat pelayanan jalan

Volume lalu lintas Kapasitas jalan Tingkat pelayanan jalan VCR Proporsi volume lalu lintas terhadap ruas Jalan Raya Jatinangor

3 Mengkorelasikan

tarikan dan bangkitan

pergerakan dengan variabel bebas (X)

Karakterisitik tarikan pergerakan Kuesioner dan Wawancara Korelasi

1.5.3 Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian ini merupakan kerangka pemikiran studi, alir dari peneleitian ini adalah penetapan KPT Jatinangor, kegiatan komersial sebagai multiplier effect, dan dibangunnya jalan lingkar. Kemudian pada bagian analisis adalah LOS. Pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinagor serta model tarikan pergerakan kegiatan komersial merupakan analisis yang berasal dari LOS dan uji korelasi.


(11)

Gambar 1.3 Bagan Alir Penelitian Penetapan Kawasan Pendidikan

Tinggi Jatianagor melalui SK Gub. Kepala DT I Jawa barat No. 583/SK-PIL/1989

Tumbuhnya kegiatan komersial sebagai multiplier effect

Tarikan dan bangkitan pergerakan yang disebabkan

oleh kegiatan komersial

Volume lalu lintas kegiatan komersial

Peningkatan Kapasitas Jalan Raya Jatinangor

Karakteristik Kegiatan Komersial

Pengaruh kegiatan komersial terhadap volume lalu lintas di Jalan Raya Jatinangor

Level Of Service (LOS) Jalan Raya Jatinangor

saat ini

Pengaruh kegiatan komersial terhadap kinerja pelayanan

Jalan Raya Jatinangor Uji Korelasi


(12)

1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab I Pendahuluan membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan dan sasaran, ruang lingkup penelitian yang berisi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup materi, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan sistem aktivitas yang terdiri dari sistem aktivitas secara umum dan Kegiatan komersial. Sistem transportasi yang menjelaskan mengenai klasifikasi jalan dan kelas jalan. Sistem lalu lintas yang menjelaskan mengenai arus lalu lintas, waktu terjadinya pergerakan, karakteristik lalu linta, terbentuknya pergerakan, serta mengenai Kinerja jalan yang terdiri dari arus lalu lintas dan waktu tempuh, kapasitas jalan dan volume capacity ratio.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

Bab III menjelaskan mengenai peran Jalan Raya Jatinangor, karakterisitik sistem jaringan Jalan Raya Jatinangor, karakteristik sistem aktivitas di Ruas Jalan Raya Jatinangor, Tinjauan terhadap kegiatan komersial di Jatinangor dan intensitas kegiatan komersial di Jatinangor. Bab ini juga berisikan volume pergerakan, komposisi kendaraan, dan kapasitas Jalan Raya Jatinangor.

BAB IV ANALISIS

Bab IV menjelaskan mengenai karakterisitik tingkat pelayanan Jalan di Jalan Raya Jatinangor, analisis pengaruh kegiatan komersial di Jalan Raya Jatinangor, analisis korelasi antara karakteristik komersial dengan tarikan dan bangkitan pergerakan kegiatan komersial.

BAB V KESIMPULAN


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Aktivitas

Sebagai suatu sistem elemen-elemen transportasi yang terdiri dari sistem kegiatan, sistem jaringan dan sistem pergerakan berperilaku sistematik, sehingga perubahan pada satu atau beberapa bagian sistem akam mempengaruhi sistem lainnya. Sebagai suatu sistem yang multidimensi, persoalan transportasi harus ditangani secara parsial tanpa melihat sistem yang terkait.

Perubahan sistem kegiatan mengakibatkan peralihan fungsi lahan yang didorong oleh meningkatnya nilai lahan tempat berlangsungnya kegiatan akibat proses pembangunan prasarana jalan atau meningkatnya aksesibilitas jalan (Sarah, 1994). Perubahan guna lahan tersebut berimplikasi pada meningkatanya bangkitan perjalanan yang menimbulkan peningkatan kebutuhan prasarana dan sarana lalu-lintas yang akan meningkatkan aksesibilitas terhadap guna lahan tersebut. Hal ini akan berimplikasi pada peningkatan nilai lahan yang akhirnya mendorong terjadinya perubahan lahan selanjutnya (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri Susanto, 2004).

Perubahan pada sistem aktivitas dapat membangkitkan pergerakan baru yang membebani sistem jaringan dan pergerakan. Apabila hal ini tidak ditangani dengan benar maka akan menimbulkan gangguan pergerakan yang akirnya menghambat tujuan dari alih fungsi dan intensifikasi (Paquette et al., 1982:194 dalam Febri Susanto, 2004).

Ada beberapa alasan orang dalam melakukan pergerakan, diantaranya untuk bekerja, berbelanja, bersosialisasi, berekreasi, dan sebagainya, sedangkan dalam melakukan perjalanan terdapat dua macam lokasi asal dan lokasi tujuan. Sebab terjadinya pergerakan dapat digolongkan berdasarkan maksud perjalanan (LPM-ITB, 1996, 1997ac), yaitu:


(14)

Aktivitas ekonomi

Aktivitas ekonomi ini memiliki 2 tujuan, adapun tujuan pertama yaitu utnuk mencari nafkah sedangkan tujuan kedua untuk mendapatkan barang dan pelayanan, adapun jumlah individu yang melakukan aktivitas ini termasuk tinggi, yaitu sekitar 40-50% dari jumlah penduduk.

Aktivitas sosial

Aktivitas ini dilakukan untuk menciptakan dan menjaga hubungan pribadi. Umunya kegiatan ini dilakukan ke dan dari rumah teman, ke dan dari tempat pertemuan bukan di rumah. Kegitan ini menghasilkan banyak perjalanan karena kebanyakan fasilitas terdapat dalam lingkungan keluarga.

Aktivitas pendidikan

Aktivitas ini terjadi pada sebagian besar penduduk yang berusia 5-22 tahun. di negara berkembang jumlahnya sekitar 85%.

Aktivitas rekreasi dan hiburan

Aktivitas ini merupakan perjalanan ke dan dari tempat rekreasi dan berkaitan dengan perjalanan dan berkendaraan untuk rekreasi.

Aktivitas kebudayaan

Aktivitas ini melibatkan perjalanan ke dan dari tempat ibadah. Perjalanan ini bukan merupakan perjalanan hiburan. Perjalanan ini termasuk kedalam perjalanan ke dan dari

Sistem merupakan gabungan dari beberapa komponen yang saling berkaitan. Apabila salah satu komponen dari suatu sistem tidak bekerja dengan baik, maka sistem tersebut tidak akan bekerja dengan optimal. Pada penelitian ini aktivitas yang menjadi objek adalah kegiatan komersial, berikut ini adalah pembahasannya:

Berikut ini akan dijelaskan mengenai gambaran kegiatan komersial yang meliputi pengertian dan klasifikasi jenis kegiatan komersial, pola perkembangan kegiatan komersial dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan kegiatan komersial.


(15)

2.1.1 Pengertian Dan Klasifikasi Kegiatan Komersial

Kegiatan komersial mengandung pengertian kegiatan pertukaran atau jual/beli barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan dengan cara perdagangan dan seluruh kegiatan pendukungnya seperti transportasi, komunikasi, perbankan dan sebagainya (Sungguh, Asad, 1992). Kegiatan komersial dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai aspek antara lain:

1. Berdasarkan lokasi dan lingkup pelayanannya, klasifikasi kegitan komersial sebagai bentuk jasa perusahan menjadi tipe kegiatan komersial jalur utama, pinggiran kota, pusat kota dan lokal. Masing-masing tipe kegiatan komersial tersebut memiliki standar bentuk tempat usaha yang berbeda-beda sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia (Hok, 1989).

2. Berdasarkan jenis barang dan sifat kegiatan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Convenience Shop, meliputi kegiatan perdagangan, barang-barang kebutuhan sehari-hari dengan harga yang relatif murah, frekuensi pembelian tinggi, daerah jangkauan pekayanan rendah atau sempit dan tingkat pengembalian modal kecil. Contohnya adalah warung dan kios.

Shopping Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki frekuensi pembelian agak jarang, daerah jangkauan pelayanan agak luas dan tingkat pembelian modal cukup tinggi. Contohnya adalah toko pakaian dan salon,

Speciality Shop, meliputi kegiatan perdagangan barang yang memiliki frekuensi pembelian jarang, tingkat sewa dan pengembalian modal tinggi dan daerah jangkauan pelayanan luas. Contohnya adalah toko furniture.

Departement and Multiple Stores, meliputi beraneka jenis barang yang disajikan dalam bangunan yang nyaman dan khusus. Contohnya adalah Yogya dan Matahari.

Service Shop, seringkali berbentuk ruang kerja/ bengkel, memiliki tingkat sewa dan pengembalian modal kecil, frekuensi pembelian jarang dan wilayah jangkauan pelayanan luas.


(16)

3. Berdasarkan hirarkinya, dibedakan berdasarkan skala pelayanan (jumlah penduduk, jenis komoditi, jenis fasilitas ekonomi dan ukuran kawasan. Terdiri dari neighbourhood, community, regional, dan superregional centers.

4. Berdasarkan definisi BPS dalam mengklasifikasikan kelompok lapangan usaha. Kegiatan komersial termasuk ke dalam sektor tersier yang mencakup jenis kegiatan sebagai berikut:

 Sektor perdagangan, hotel dan restoran. Mencakup tiga sub sektor yaitu: a. Perdagangan besar dan eceran. Meliputi kegiatan membeli dan menjual

barang, baik barang baru maupun barang bekas, untuk tujuan penyaluran/pendistribusian tanpa merubah sifat barang tersebut.

b. Hotel, mencakup kegiatan penyediaan akomodasi yang menggunakan sebagian atau seluruh bangunan sebagai tempat penginapan (hotel berbintang maupun tidak berbintang) serta berbagai jenis penginapan lainnya.

c. Restoran, mencakup kegiatan usaha penyediaan makanan dan minuman yang pada umumnya dikonsumsi di tempat penjualan.

 Sektor pengangkutan dan komunikasi

a. Pengangkutan, mencakup angkutan rel, angkutan laut, angkutan sungai dan penyeberangan, angkutan udara, angkutan jalan raya dan jasa penunjang angkutan.

b. Komunikasi, meliputi kegiatan pemberian jasa kepada pihak lain dalam pengiriman surat (wesel, paket, jasa giro dan jasa tabungan), pengiriman berita, dan jasa penunjnag komunikasi seperti warung telekominikasi (wartel), radio panggil (pager) dan telepon seluler.

 Sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

a. Bank dan lembaga keungan lain, bank meliputi kegiatan yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain seperti menerima simpanan uang. Memberikan pinjaman/kedit, mengirim uang dan sebagainya. Sementara lembaga keungan selain bank mencakup kegiatan asuransi,


(17)

dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan.

b. Jasa perusahaan, mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (advokat dan notaris), jasa akuntansi dan pembukuan, jasa pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan/arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, jasa persewaan mesin dan peralatan, jasa bangunan.

 Sektor jasa-jasa, terdiri dari 2 sub sektor utama antara lain

a. Jasa pemerintahan umum. Mencakup kegiatan jasa yang dilaksanaka oleh pemerintah untuk kepentingan rumah tangga dan masyarakat umum. b. Jasa swasta, meliputi kegiatan jasa yang dilaksanakan oleh pihak swasta

yang terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, jasa hiburan dan rekreasi, jasa perorangan dan rumah tangga.

 Sektor industri pengolahan, terdiri dari sub sektor industri besar dan sedang dan sub sektor indusrti kecil dan industri kerajinan rumah tangga.

5. Berdasarkan pola perkembangannya dapat diklasifikasikan ke dalam tiga pola.

2.1.2 Pola Kegiatan Komersial

Perkembangan kegiatan komersial antara lain ditandai dengan keanekaragaman jenis barang dan jasa yang diperdagangkan dan luasnya skala pelayanan kegiatan yang dipengaruhi oleh beberapa aspek. Menurut Jones dan Simmons (1993) dalam Gultom (2008), ditinjau dari sudut pandang penawaran, skala pelayanan dan jenis barang atau jasa yang diperdagangkan sangat dipengaruhi oleh distribusi konsumen secara spasial dan juga tingkat kompetensi yang ditimbulkan oleh pola lokasi kegiatan komersial lainnya. Ditinjau dari sisi permintaan, perkembangan kegiatan komersial tersebut dipengaruhi oleh karakteristik pasar yang terdiri dari aspek:

a. Lokasi mempengaruhi ukuran pasar yang terdiri dari elemen jumlah polulasi dan rumah tangga serta tingkat pendapatan konsumen


(18)

c. Faktor kependudukan, terdiri dari usia, jenis kelamin dn komposisi rumah tangga dalam pasar

d. Gaya hidup

Berry (dalam Hartsorn, 1992) mengklasifikasikan tiga kelompok utama dalam pola perkembangan kegitan komersial khususnya untuk kondisi perilaku konsumen yang lebih kompleks dan kondisi pasar yang tidak beraturan pada metropolitan yaitu: a. Memusat (centers)

b. Mengikuti jaringan jalan (ribbons) c. Kawasan usaha

2.2 Sistem Transportasi

Sedangkan transportasi dapat diartikan sebagai usaha memindahkan, menggerakkan, mengangkut, atau mengalihkan suatu objek dari suatu tempat ke tempat lain, di mana di tempat lain ini objek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu. Transportasi merupakan kegiatan perpindahan orang dan barang dari suatu tempat (asal) ke tempat (tujuan) dengan menggunakan sarana (kendaraan) (Wijayanto, 2009). Adapun yang akan dibahas dalam sistem transportasi adalah jaringan prasarana jalan

Jalan menurut UU No.38 Tahun 2004 Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Jalan sebagai bagian sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting terutama dalam mendukung bidang ekonomi, sosial dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antar daerah, membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional, serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional (wijayanto, 2009).


(19)

Sistem jaringan jalan terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.

1. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan.

2. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan.

Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan:

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Klasifikasi jalan menurut kelas jalan adalah sebagai berikut:

1. Jalan Kelas I

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukaran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terbesar dijinkan lebih besar dari 10 ton.


(20)

2. Jalan kelas II

Jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dalam ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjng tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat diijinkan 10 ton.

3. Jalan Kelas III A

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 18 ton.

4. Jalan Kelas III B

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 mm dan muatan sumbu terberat yang diijinkan adalah 8 ton.

5. Jalan Kelas III C

Jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 mm dan muatan sumbu terberat yang dijinkan adalah 8 ton.

2.3 Sistem Lalu Lintas a. Terbentuknya Pergerakan

Ada beberapa alasan mengapa suatu pergerakan terbentuk. Pertama adalah kenyataan bahwa pergerakan terbentuk karena memang manusia membutuhkan pergerakan tersebut bagi kegiatan kesehariannya, baik dalam skala lokal di mana mereka tinggal maupun dalam skala antar wilayah.

Dalam skala lokal pergerakan timbul karena aktivitas manusia tidak selamanya dapat dilakukan di tempat mereka tinggal, apakah di kantor, di pabrik ataupun di daerah pertanian. Sedangkan dalam skala wilayah yang lebih besar dijumpai kenyataan bahwa secara spasial terjadi pemisahan antara satu potensi sumber daya dengan sumber daya yang lain. Sedangkan untuk memanfaatkan suatu sumber daya di suatu tempat akan memebutuhkan sumber daya yang lain di


(21)

tempat lainnya, sedemikian sehingga akan membutuhkan pemindahaan sumber daya dari satu tempat ke tempat lainnya.

b. Waktu Terjadinya Pergerakan

Waktu terjadinya pergerakan sangat tegantung pada kapan seseorang melakukan aktivitas untuk kehidupan kesehariannnya. Dengan demikian waktu perjalanan sangat tergantung dari maksud perjalanan. Perjalanan ke tempat kerja atau perjalanan dengan maksud bekerja biasanya merupakan perjalanan yang dominan, dan karenanya sangat penting untuk diamati secara cermat. Karena pola kerja biasa dimulai sekitar jam 08.00 dan berakhir pada jam 16.00, maka waktu perjalanan untuk maksud tujuan kerja biasanya mengitkuti pola kerjanya. Dalam hal ini kita dapat menjumpai bahwa pada pagi hari, sekitar jam 06.00 sampai jam 08.00 akan dijumpai banyak perjalanan untuk tujuan bekerja. Pada sore hari sekitar jam 16.00 sampai 18.00 dijumpai banyak perjalanan dari tempat kerja ke tempat rumah masing-masing. Mengingat jumlah perjalanan dengan maksud kerja ini merupakan jumlah yang dominan, maka kita dapatkan bahwa teradinya perjalanan dengan maksud kerja ini menyebabkan waktu puncak, di mana dijumpai perjalanan paling banyak.

Di samping kedua puncak tersebut, dijumpai pula waktu puncak lainnya, yaitu sekitar jam 12.00 sampai 14.00, di mana pada saat itu orang-orang yang bekerja bepergian untuk makan siang dan kembali lagi ke kantornya masing-masing. Tentu saja jumlah perjalanan yang dilakukan pada siang hari ini tidak sebanyak pagi hari atau sore hari, mengingat bahwa makan siang terkadang dapat dilakukan di kantor ataupun kantin di sekitar kantor. Perjalanan dengan maksud sekolah ataupun pendidikan cukup banyak jumlahnya dibandingkan dengan alasan lain, sehingga pola perjalanan sekolah ini turut mewarnai pola waktu puncak perjalanan. Mengingat bahwa sekolah-sekolah dari tingkat dasar sampai menengah pada umumnya terdiri dari dua shift, yaitu sekolah pagi dan sekolah sore, maka pola perjalanan sekolahpun dipengaruhi oleh keadaan ini. Dalam hal ini dijumpai 3 (tiga) puncak pergerakan, yaitu pada pagi hari jam 06.00 - 07.00, di siang hari pada jam 13.00 - 14.00 dan di sore hari jam 17.00 - 18.00.


(22)

c. Karakteristik Lalu Lintas

Pada dasarnya sistem lalu lintas jalan yang ada atau tersedia tidak selalu dapat menghubungkan ke setiap tempat tujuan. Umumnya pada sistem lalu lintas terdapat komponen utama, yaitu benda yang digerakkan, ruas jalan (way link), persimpangan jalan (way intersection), dan terminal. Ruas jalan, persimpangan, jalan, dan terminal dalam sistem lalu lintas biasanya dianggap sebagai fasilitas tetap karena mereka tetap berada pada suatu lokasi tertentu (berbeda halnya dengan kendaraan atau peti kemas).

d. Arus Lalu Lintas

Ada beberapa cara yang dipakai para ahli lalu-lintas untuk mendefinisikan arus lalu-lintas, tetapi ukuran dasar yang sering digunakan adalah konsentrasi aliran, kecepatan dan kapasitas dari jaringan jalan yang dilalui. Aliran dan volume lalu-lintas sering dianggap sama, meskipun istilah aliran lebih tepat untuk menyatakan arus lalu-lintas dan mengandung pengertian jumlah kendaraan yang terdapat dalam ruang yang diukur dalam satu interval waktu tertentu, sedangkan volume lalu-lintas lebih sering terbatas pada suatu jumlah kendaraan yang melewati satu titik dalam ruang selama satu interval waktu tertentu.

Arus lalu-lintas tersusun mula-mula dari kendaraan tunggal yang terpisah, yang bergerak menurut kecepatan yang dikehendaki oleh pengemudinya, tanpa terhalang dan tidak tergantung pada kendaraan lain. Dengan adanya perbedaan kecepatan, kendaraan yang lebih cepat akan terus mendekati kendaraan yang lebih lambat, bila keadaan lalu-lintas menghalangi kendaraan yang akan mendahuluinya, maka terbentuklah satu arus tunggal.

Dengan meningkatnya arus, konsentrasi juga akan meningkat sehingga akan menimbulkan gangguan yang disebabkan ketidakmampuan pengendara untuk menjaga jarak secara tetap dan tanpa adanya perubahan waktu, yang akhirnya akan menyebabkan ketidakstabilan dan hasil yang lebih rendah dari pada hasil maksimum. Secara teoretis pada kondisi demikian tingkat arus maksimum tidak dapat dicapai lagi sampai volume lalu-lintas input dikurangi. Tetapi bila arus meningkat terus maka konsentrasi juga akan meningkat dan kecepatan kendaraan


(23)

akan turun sehingga ruang yang tersedia akan berkurang yang dapat mengurangi arus.

Pada saat kecepatan kendaraan sama dengan nol, konsentrasi akan mencapai nilai maksimum yang lebih dikenal dengan istilah konsentrasi kemacetan (Jam Concentration), saat kendaraan saling berdesak-desakan ( F.D. Hobbs, 1995). Adanya konsentrasi kemacetan, tidak terlepas dari kondisi jalan yang dapat menampung pergerakan arus lalu-lintas dalam satu interval waktu tertentu atau lebih tepatnya dapat disebut kapasitas jalan, yaitu kemampuan jalan dalam menampung jumlah maksimum kendaraan yang dapat melewati sebuah titik pada interval waktu tertentu, yang diukur dalam unit kendaraan smp/jam.

2.4 Kinerja Jalan

Kinerja jalan dapat diukur dengan menggunakan arus lalu lintas dan waktu tempuh, kapasitas jalan, volume jalan, Volume Capacity Ratio, dan Level of Service. a. Arus Lalu Lintas dan Waktu Tempuh

Besarnya waktu tempuh pada suatu ruas jalan sangat tergantung dari besarnya arus dan kapasitas ruas jalan tersebut. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh adalah jika arus bertambah maka waktu tempuh akan bertambah (Tamin, 2000). Hal ini sebenarnya merupakan konsep dasar teori antrian yang menyatakan bahwa tundaan yang terjadi pada tingkat kedatangan dan tingkat pelayanan yang tersebar secara acak.

Konsep dasar antrian dalam waktu pelayanan merujuk pada waktu minimum yang dibutuhkan kendaraan untuk melalui suatu ruas jalan sesuai dengan tingkat pelayanan jalan yang ada. Waktu pelayanan adalah waktu tempuh yang dibutuhkan ketika kondisi arus bebas (tidak ada kendaraan lain pada ruas jalan), sehingga tundaan antrian dapat dipertimbangkan sebagai pertambahan waktu tempuh akibat adanya kendaraan lain. Dimana waktu tempuh dapat dinyatakan sebagai berikut :


(24)

b. Kapasitas Jalan

Arus Lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi. Jika arus lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, semakin tinggi waktu tempuh yang dibutuhkan. Arus maksimum yang dapat melewati suatu ruas jalan disebut kapasitas ruas jalan tersebut (Tamin, 2000).

Dengan kata lain kapasitas suatu jalan dapat berdefinisi jumlah kendaraaan maksimum yang dapat bergerak dalam periode waktu tertentu. Kapasitas ruas jalan perkotaan biasanya dinyatakan dengan kendaraan atau dalam Satuan Mobil Penumpang (smp) per jam. Hubungan antara arus dengan waktu tempuh atau kecepatan tidaklah linear. Penambahan kendaraan tertentu pada saat arus rendah akan menyebabkan penambahan waktu tempuh yang kecil jika dibandingkan dengan penambahan kendaraan pada saat arus tinggi. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besarnya sehingga kendaraan sangat berdekatan satu sama lain atau bergerak sangat lamban (Wijayanto, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah lebar jalur atau lajur, ada tidaknya pemisah/median jalan, hambatan bahu/kerb jalan, gradien jalan, didaerah perkotaan atau luar kota, ukuran kota. Persamaan untuk menghitung kapasitas jalan daerah perkotaan adalah sebagai berikut :

Keterangan :

C : Kapasitas (smp/jam) Co : Kapasitas dasar (smp/jam) FCw : Faktor penyesuaian lebar jalan

FCsp : Faktor penyesuaian pemisah arah (hanya untuk jalan tak terbagi)

FCsf : Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb FCcs : Faktor penyesuaian ukuran kota


(25)

c. Volume Capacity Ratio

Merupakan perbandingan antara volume yang melintas (smp) dengan kapasitas pada suatu ruas jalan tertentu (smp). Besarnya volume lalu lintas diperoleh berdasarkan survey yang dilakukan di ruas jalan, sedangkan besarnya kapasitas diperoleh dari lingkungan ruas jalan dan survey geometrik yang meliputi potongan melintang, persimpangan, alinyamen horizontal, dan alinyamen vertikal. Selanjutnya dihitung berdasarkan model yang di kembangkan oleh Indonesian Highway Capacity Manual (IHCM).

Adapun tingkat pelayanan (VCR) dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan :

VCR : Volume kapasitas ratio (nilai tingkat pelayanan) V : Volume lalu lintas (smp/jam)

C : Kapasitas ruas jalan (smp/jam) Smp : Satuan Mobil Penumpang

Sedangkan standar nilai VCR ditetapkan berdasarkan (Indonesia Highway Capacity Manual) adalah sebagai berikut :

Tabel II.1

Kriteria Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan Kriteria Nilai

A TP Sangat Tinggi 0,00-0,20

B TP Tinggi 0,21-0,44

C TP Sedang 0,45-0,74

D TP Rendah 0,75-0,84

E TP Sangat Rendah 0,85-1,00

F TP Sangat Sangat Rendah >1,00

Sumber : MKJI, 1997

2.5 Korelasi

Korelasi adalah istilah statistik yang menyatakan derajat hubungan linear antara dua variabel atau lebih yang ditemukan oleh Karl Pearson pada tahun 1900. Hubungan antara variabel dalam uji korelasi bukanlah dalam arti sebab-akibat,


(26)

melainkan hanya hubungan searah saja. Jadi dalam hal ini persyaratan yang harus dipenuhi adalah sesama variabel bebas tidak boleh saling berkorelasi sedangkan antara variabel tidak bebas dengan variabel bebas harus ada korelasi. Persamaan uji korelasi mempunyai nilai R yang harganya diantara -1 dan 1 (-1 ≤ R ≤ +1). Apabila nilai R mendekati – 1 berarti kedua variabel saling liniear negatif artinya peningkatan nilai dari salah satu variabel akan mengakibatkan penurunan nilai variabel lainnya demikian pula sebaliknya jika nilai R mendekati +1. Namun apabila nilai R mendekati 0 dapat dikatakan bahwa tidak adanya korelasi antara kedua variabel tersebut.

2.5.1 Tipe-Tipe Variabel A. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel lain. Variabel bebas merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk menetukan hubungannya dengan suatu gejala yang diobservasi.

B. Variabel Tergantung

Variabel tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi atau respon jika dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas.

C. Variabel Moderat

Variabel moderat adalah variabel bebas kedua yang sengaja dipilih oleh peneliti untuk menentukan apakah kehadirannya berpengaruh terhadap hubungan antara variabel bebas pertama dan variabel tergantung. Variabel moderat merupakan variabel yang variabelnya diukur, dimanipulasi atau dipilih oleh peneliti untuk mengetahui apakah variabel tersebut mengubah hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung.

D. Variabel Kontrol

Dalam penelitian ini peneliti selalu berusaha menghilangkan atau menetralkan pengaruh yang dapat menganggu antar variabel bebas dan variabel tergantung. Suatu


(27)

variabel yang pengaruhnya akan dihilangkan disebut variabel kontrol. Variabel kontrol didefinisikan sebagai variabel yang dikontrol oleh peneliti untuk menetralisasi pengaruhnya. Jika tidak dikontrol variabel tersebut akan mempengaruhi gejala yang sedang dikaji.

E. Variabel Pengganggu

Variabel bebas, tergantung, kontrol dan moderat merupakan variabel-variabel kongkrit. Ketiga variabel yaitu variabel bebas, moderat dan kontrol dapat dimanipulasi oleh peneliti dan pengaruh ketiga variabel tersebut dapat dilihat atau diobervasi. Lainnya halnya dengan variabel pengganggu, variabel tersebut bersifat hipotikal artinya secara kongkrit pengaruhnya tidak kelihatan, tetapi secara teoritis dapat mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan tergantung yang sedang diteliti. Oleh karena itu, variabel pengganggu didefinisikan sebagai variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan variabel yang sedang dilteliti tetapi tidak bisa dilihat, diukur, dan dimanipulasi; pengaruhnya harus disimpulkan dari pengaruh-pengaruh variabel bebas dan variabel moderat terhadap gejala yang sedang diteliti.

2.5.2 Skala Pengukuran

Skala pengukuran dalam penelitian ada empat yaitu nominal, ordinal, interval dan ratio. Untuk lebih jelasnya akan dipaparkan dalam subbab dibawah ini.

A. Nominal

Skala pengukuran nominal digunakan untuk mengklasifikasikan objek, individual atau kelompok; sebagai contoh mengklasifikasikan jenis kelamin, agama, pekerjaan dan area geografis. Dalam mengidentifikasi hal-hal diatas digunakan angka-angka sebagai simbol. Apabila kita menggunakan skala pengukuran nominal, maka statistik non-parametrik digunakan untuk menganalisis datanya.

B. Ordinal

Skala pengukuran ordinal memberikan informasi tentang jumlah relatif karakteristik yang bebeda yang dimiliki oleh objek atau individu tertentu. Tingkat pengukuran ini mempunyai informasi skala nominal ditambah dengan sarana peringkat relatif tentu yang memberikan informasi apakah suatu objek memiliki


(28)

karakteristik yang lebih atau kurang tetapi bukan berapa banyak kekurangan dan kelebihannya

C. Interval

Skala interval memiliki karakteristik seperti yang dimiliki oleh skala nominal dan ordinal dengan ditambah karakteristik lain, yaitu dengan adanya interval yang tetap. Dengan demikian peneliti dapat melihat besarnya perbedaan karakteristik antara satu individu atau objek dengan lainnya. Skala pengukuran interval benar-benar merupakan angka. Angka-angka yang digunakan dapat dilakukan operasi aritmatik misalnya dijumlahkan atau dikalikan. Untuk melakukan analisa, skala ini mengunakan statistik parametrik.

D. Ratio

Skala pengukuran ratio mempunyai semua karakteristik yang dipunyai oleh skala nominal, ordinal dan interval dengan kelebihan skala ini mempunyai nilai 0 (nol) empiris absolut. Nilai absolut nol tersebut terjadi pada saat ketidakhadirannya suatu karakteristik yang sedang diukur. Pengukuran rasio biasanya dalam bentuk perbandingan antara satu individu atau objek tertentu dengan lainnya.

2.5.3 Korelasi Non Parametrik Spearman

Korelasi spearman digunakan untuk mengetahui hubungan atau pengaruh antara dua variabel berskala ordinal, yaitu variabel bebas dan variabel tergantung. Korelasi ini bersifat non-parametrik. Angka korelasi dapat berupa angka positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif, hubungan variabel bersifat searah. Serah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel tergantungnya pun besar. Jika korelasi menghasilkan angka negatif, hubungan antara kedua variabel bersifat tidak searah. Tidak searah mempunyai makna jika variabel bebas besar maka variabel tergantung menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 samapai dengan 1. Dengan ketentuan jika angka mendekati satu hubungan kedua variabel menjadi kuat. Jika angka korelasi mendekati nol hubungan kedua variabel semakin lemah.


(29)

2.5.4 Korelasi Parametrik Pearson Product Moment

Korelasi pearson digunakan untuk mengetahui ada dan tidaknya hubungan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel tergantung yang berskala interval (parametrik) dimana SPSS menyebutnya sebagai scale. Dalam korelasi tidak dibedakan antara variabel bebas dan variabel tergantung karena fokus pengukuran adalah besar kecilnya hubungan dua variabel yang dikorelasikan. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) atau negatif (-). Jika korelasi menghasilkan angka positif maka hubungannya searah, searah mempinyai makna jika variabel bebasnya besar maka variabel tergantungannya juga besar. Jika korelasi menghasilkan angka negatif, maka jika variabel bebasnya besar maka variabel tergantungnya menjadi kecil. Angka korelasi berkisar antara 0 sampai 1. Dengan ketentuan jika angka mendekatai satu hubungan kedua variabel semakin kuat. Jika angka korelasi mendekati nol maka hubungan kedua variabel semakin lemah.


(30)

BAB III

SISTEM AKTIVITAS, TRANSPORTASI

DAN LALU LINTAS

3.1 Sistem Aktivitas

Sistem aktivitas merupakan kawasan-kawasan dengan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan reaksi antar manusia. Fungsi-fungsi tersebut diimplementasikan kedalam bentuk pola dan intensitas guna lahan di kawasan-kawasan kegiatan tersebut. 3.1.1 Karakterisitik Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

Berdasarkan observasi di lapangan, sistem aktivitas di Jalan Raya Jatinangor adalah kegiatan pendidikan tinggi, perdagangan dan jasa, kegiatan permukiman, kegiatan perkantoran, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Jenis-jenis kegiatan yang terdapat di Jalan Raya Jatinangor dan sekitarnya dapat dilihat pada Tabel III.1.

Tabel III.1

Sistem Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

No Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

1. Universitas Padjajaran

2. Institut Pemerintahan Dalam Negeri 3. Institut Manajemen Koperasi Indonesia

4. Universitas Winayamukti

5. Jatinangor Town Square

6. Griya Toserba

7. Rest Area

8. SPBU

9. Hotel

10. Restoran

11. Instansi Pemerintah

12. Bank

13. Perdagangan dan Jasa lainnya 14. Sekolah

15. Rumah Penduduk dan Kost-Kostan


(31)

3.1.2 Intensitas Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor

Intensitas aktivitas masyarakat di Jalan Raya Jatinangor akan dijelaskan berdasarkan jenis aktivitasnya. Dalam RUTR Kecamatan Jatinangor disebutkan bahwa pembangunan terjadi dengan memanfaatkan ruang sesuai dengan lahan yang dimiliki berdasarkan kebutuhan masing-masing tanpa melihat kondisi secara keseluruhan. Pembentukan ruang terjadi mengikuti perkembangan kegiatan penduduk internal Jatinangor maupun keterkaitan dengan wilayah lainnya. Aktivitas di Jalan Raya Jatinangor sebagian besar merupakan aktivitas lahan terbangun dengan kelompok-kelompok aktivitas sebagai berikut:

A. Kegiatan Perguruan Tinggi

Areal perguruan tinggi merupakan areal yang pemanfaatannya digunakan untuk kegiatan akademi dan penunjang-penunjangnya. Ruang untuk perguruan tinggi berada pada letak ketinggian 750 – 850 mdpl. Berikut ini adalah perguruan tinggi yang berada di Jatinangor:

1. Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN)

IPDN memiliki luas 285 Ha digunakan sebagai kampus 80 Ha sebagian besar difungsikan untuk laboratorium dan areal praktek, kampus IPDN merupakan kampus yang paling tertata pembangunannya. Kegiatan di kampus IPDN memberikan pengaruh terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena setiap hari terdapat kegiatan perkuliahan yang menimbulkan tarikan dan bangkitan oleh mahasiswa, dosen, karyawan dan lainnya.


(32)

Gambar 3.1

Institut Pemerintahan Dalam Negeri

2. Insititut Manajemen Koperasi Indonesia (IKOPIN)

IKOPIN memiliki areal seluas 17 Ha, lebih dari 80% dimanfaatkan untuk sarana pendidikan, sebagian kecil di bagian utara dimanfaatkan untuk bendungan air. Dalam penataan bangunan IKOPIN sudah menyerasikan bangunan dan pepohonan. Kegiatan yang ditimbulkan oleh IKOPIN memberikan kontribusi terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena menimbulkan tarikan dan bangkitan pergerakan terutama pada hari kerja.

Gambar 3.2


(33)

3. Universitas Winayamukti (UNWIM)

UNWIM memiliki luas areal sebesar 51 Ha dengan pemanfaatan sarana pendidikan dibawah 40%. Sebagian besar masih digunakan sebagai ruang terbuka hijau (RTH), laboratorium

kehutanan dan pertanian yang digarap masyarakat. UNWIM merupakan salah satu kegiatan pendidikan tinggi yang tidak terlalu memberikan kontribusi tarikan dan bangkitan pergerakan yang tinggi terhadap Jalan Raya Jatinangor.

Gambar 3.3

Universitas Winaya Mukti

4. Universitas Padjajaran (UNPAD)

UNPAD memiliki luas areal sebesar 175 Ha, dengan pemanfaatan 40% untuk sarana kampus dan lainnya digunakan sebagai laboratorium lapangan. UNPAD merupakan salah satu kegiatan yang paling berpengaruh dalam kinerja pelayanan jalan karena tarikan dan bangkitan yang tinggi terutama pada hari-hari kerja.

Gambar 3.4 Universitas Padjajaran


(34)

Kegiatan komersial merupakan kegiatan turunan akibat adanya kegiatan perguruan tinggi di Jatinangor, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan komersial bukan hanya sebagai multiplier effect dari kegiatan perguruan tinggi akan tetapi sebagai salah satu kegiatan yang menunjang karena dibutuhkan oleh masyarakat. Kegiatan permukiman mendominasi di jalan utama Jalan Raya Jatinagor dari arah Sumedang menuju Bandung, seperti mall, toserba, toko, restoran, café, bengkel, dan sebagainya kecuali rest area yang berada sebelum jalan lingkar. Jenis kegiatan komersial di Jatinangor ini adalah mengikuti jaringan jalan (ribbons). Berikut ini adalah penjelasan intensitas aktivitas kegiatan-kegiatan komersial yang menjadi kajian dalam studi ini:

1. Jatinangor Town Square

Jatinagor Town Square (JATOS) merupakan satu-satunya mall termegah dan terlengkap yang berada di Kabupaten Sumedang. Memilki intensitas kegiatan dari Hari Senin sampai dengan Hari Minggu mulai pukul 09.00-22.00 WIB. Sebagai satu-satunya mall yang berada di Jatinangor, JATOS memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor, hal tersebut juga dikarenakan lokasi JATOS yang berada tepat di kawasan komersial Jatinangor.

2. Griya Toserba

GRIYA toserba adalah salah satu cabang perusahaan retail terkemuka di Jawa Barat "YOGYA Group" sebagai lokasi perbelanjaan kebutuhan sehari-hari. Sebagai salah satu lokasi perbelanjaan modern di Jatinangor, GRIYA cukup memberikan kontribusi terhadap tarikan dan bangkitan pergerakan di Jalan Raya Jatinangor. Intensitas kegiatan GRIYA toserba dimulai dari pukul 09.00-21.00 WIB dari Hari Senin-Hari Sabtu.

3. Rest Area (Saung Budaya)

Pada awal didirikan REST AREA ini merupakan saung budaya atas prakarsa Bupati kabupaten Sumedang yang kemudian menjadi rest area. Sebagai salah satu lokasi berkumpulnya restoran, rest area tidak terlalu memberikan banyak kontribusi terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena tarikan dan


(35)

bangkitan yang dihasilkan kecil. Intensitas kegiatan dimulai dari pukul 08.00-20.00 WIB dari Hari Senin-hari Minggu.

Gambar 3.5 Gambar 3.6 Jatinangor Town Square Griya

Gambar 3.7

Saung Budaya Sumedang (Rest Area)

C. Kegiatan Perkantoran

Kegiatan perkantoran yang terdapat di Jalan Raya Jatinangor merupakan kegiatan perbankan dan pemerintahan. Kegiatan perbankan yang terdapat di Jalan Raya Jatinangor adalah adanya bank-bank yang berada di Jalan Raya Jatinangor. Kegiatan pemerintahan yaitu dengan keberadaan kantor kecamatan. Intensitas kegiatan perkantoran di Jalan Raya Jatinangor dimulai dari pukul 08.00-16.00 WIB setiap Hari Senin-Hari Jumat.


(36)

Kegiatan permukiman merupakan kegiatan yang cukup memberikan kontribusi terhadap kinerja pelayanan Jalan Raya Jatinangor karena di Jatinangor tidak hanya permukiman untuk masyarakat Jatinangor saja akan tetapi banyak sekali pendatang dari berbagai daerah yang berkuliah di universitas yang berada di Jatinangor. Dari banyaknya pendatang tersebut maka muncul rumah kost sehingga banyak sekali rumah-rumah penduduk dan lahan kosong yang dijadikan sebagai rumah kost yang tidak hanya membrikan pemasukan kepada masyarakat sekitar tetapi berdampak terhadap kinerja pelayanan jalan karena tarikan dan bangkitan yang ditimbulkan dari adanya kegiatan permukiman di Jatinangor.

Gambar 3.8 Rumah Kost

3.1.3 Intensitas Penggunaan Lahan di Jalan Raya Jatinangor

Intesitas penggunaan lahan di Jalan Raya Jatinangor dicerminkan melalui intensitas ruang, intensitas ruang adalah hubungan antara Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Tapak Besmen (KTB), Ketinggian Bangunan, Jarak Bebas, yang diatur sedemikian rupa sehingga menjadi satu kesatuan yang serasi. Intensitas Ruang diperhitungkan atas areal perencanaan berupa unit-unit pemilikan tanah yang merupakan gabungan atau pemecahan dari perpetakan atau persil.


(37)

Koefisien Dasar Bangunan (KDB) merupakan persentase yang didasarkan pada perbandingan antara luas lantai dasar bangunan terhadap luas persil atau tapak perencanaan yang dikuasai. Nilai KDB diperoleh dengan mempertimbangkan pada karakteristik dan daya dukung wilayah, guna lahan yang ada serta lebar dan kelas. Salah satu pertimbangan dalam penentuan KDB dalam rangka penyediaan ruang parkir yang memadai. Koefisien Dasar Bangunan di Jatinangor berkisar 40%-60%.

B. Koefisien Lantai Bangunan

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) merupakan besaran ruang yang dihitung dari perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan terhadap luas persil atau tapak perencanaan yang dikuasai. Nilai KLB diperoleh dengan mempertimbangkan pada karakteristik dan daya dukung wilayah, dalam batas daya dukung prasarana (jalan dan air bersih) serta sesuai dengan fungsi guna lahan yang direncanakan. Pertimbangan lain dalam penentuan KLB adalah keselamatan penerbangan dan desain estetika kota secara vertikal dan keserasian lingkungan.

KLB untuk bangunan yang dipergunakan sebagai aktivitas masyarakat yang terdapat di Jalan Raya Jatinangor bervariasi, terdapat bangunan-bangunan yang memiliki lantai lebih dari 2 (dua) lantai seperti JATOS dan bangunan perguruan tinggi.

3.1.4 Tinjauan terhadap Kegiatan Komersial di Jatinangor A. Jatinangor Town Square

Jatinangor Town Square (JATOS) merupakan mall terbesar di Kabupaten Sumedang, dibuka pada tahun 2006. Mall ini berada di Jalan Raya Jatinangor Kecamatan jatinangor dengan lokasi yang sangat strategis karena berada di kawasan komersial berderet dengan pertokoan namun berada pada Jalan Arteri Primer dan mengganggu lalu lintas karena banyaknya kendaraan umum yang berhenti dan ngetem di depan JATOS karena tidak tersedia halte sebagai tempat turun dan naiknya penumpang.


(38)

Jatinangor Town Square (JATOS) memiliki luas 1,5 Ha terdiri dari 5 lantai. JATOS terdiri dari penyewa-penyewa mulai dari skala lokal sampai dengan skala internasional, tetapi lebih banyak didominasi oleh skala lokal seperti toko pakaian, toko sepatu, toko elektronik, optik, toko buku, food court, karaoke, biliard, studio musik, department store dan toko aksesoris sedangkan untuk skala internasional adalah restoran cepat saji yaitu KFC dan 21 cinema. JATOS memiliki konsep untuk menyediakan segala kebutuhan mahasiswa dan keluarga dalam satu tempat.

Dalam setiap bulan Jatos hampir selalu menampilkan tema yang menarik agar masyarakat tidak bosan untuk berkunjung dan berbelanja di JATOS. Hal tersebut dilengkapi juga dengan fasilitas yang cukup baik seperti tersedianya rest room atau toilet di setiap lantai, mushola, bangku istirahat untuk pengunjung, lahan parkir dan ATM.

Tabel III.2

Rincian Kegiatan Jatinangor Town Square

No Kegiatan Ket.

1. Kegiatan Mall

Dept. Store (Pojok Busana) 1 unit

Supermarket (Superindo) 1 uint

Café (Ohlala) 1 unit

Fast Food (KFC, Baso Lap.Tembak, Paparonz Pizza, Es teller 77, Ichi Bento) 5 unit

Cake and Bakery 1 unit

Hair Salon (Monalisa Salon) 1 unit

Bioskop (21 Jatos) 6 unit

Arena Permainan (Amazone) 1 unit

ATM (Mandiri, Mega, Jabar, Jasa Arta) 4 unit

Optik 1 unit

Studio Musik 1 unit

Karaoke 2 unit

Toko Buku 2 unit

Fitness Centre 1 unit

Billiard 1 unit

Fashion, Accecories, Elektronik Shop 193 unit 2 Fasilitas Penunjang

Toilet 12 unit

Musholla 1 unit

Ruang V3K 1 unit

Bangku Di setiap lantai

Parkir Mobil 150 unit


(39)

No Kegiatan Ket.

Pusat Informasi 1 unit

Pusat Panggilan Mobil 1 unit

Sumber : wawancara dengan pengelola

Gambar 3.9 Jatinangor Town Square

B. Griya Toserba

Griya Toserba dibangun pada tahun 2007, Griya merupakan anak perusahaan dari Yogya Group yang menjual kebutuhan sehari-hari. Griya memiliki luas bangunan 5700 m2 dan kapasitas parkir 25 mobil dan 100 motor. Griya menawarkan kebutuhan sehari-hari seperti sembako, peralatan mandi dan cuci, alat tulis dan lain sebagainya dengan harga yang bersaing. Pada hari-hari akhir pekan yaitu Hari Jumat, Sabtu dan Minggu Griya Toserba dipadati oleh pengunjung terutama pada awal bulan, kapasitas parkir yang disediakan tidak mencukupi sehingga para pengunjung sering menggunakan badan Jalan Raya Jatinangor sebagai lahan parkir kendaraan mereka.


(40)

C. Rest Area

Rest Area di Jatinangor dinamakan Saung Budaya Sumedang dibangun tahun 2000 atas prakarsa Bupati Sumedang saat itu, dengan mengusung visi misi budaya. Dengan dibantu oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pariwisata, dan Koprasi, Saung Budaya Sumedang terbentuk dengan menghabiskan dana tak kurang dari 1,4 miliar rupiah. Saung Budaya Sumedang tidak berjalan sesuai dengan tujuan utamanya, dan sampai saaat ini berubah menjadi rest area dengan menyediakan restoran dan toilet sebagai fasilitasnya. Rest area memilki luas 3100 m2 dengan kapasitas parkir 20 mobil dan 75 motor.

3.2 Sistem Transportasi 3.2.1 Pola Jaringan Jalan

Jalan Raya Jatinangor sepanjang 4,83 km termasuk ke dalam kelas Jalan Arteri Primer yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. Jalan Raya Jatinangor adalah jalan provinsi, jalan ini menghubungakan Kota Bandung dengan Kabupaten Sumedang,

Pada pertengahan tahun 2005 sampai dengan pertengahan tahun 2009 adalah proses pembangunan jalan satu arah yang dimulai dari kampus IKOPIN sampai dengan gerbang lama UNPAD, pembangunan jalan ini sebagai salah satu usaha pemerintah untuk menanggulangi kemacetan di Jatinangor.

3.2.2 Desain Geometrik

Jalan Raya Jatinangor memiliki panjang 4,83 km dengan lebar 7,9-11,2 meter. Jenis permukaan merupakan hotmik dengan jumlah lajur 3-5 lajur, untuk pembagian arah bervariasi 1 dan 2 arah. Persimpangan di ruas Jalan Raya Jatinangor terdiri dari 3 persimpangan tidak bersinyal. Jalan Raya jatinangor memiliki median yang berupa pembatas jalan dengan lebar 50 cm.


(41)

Tabel III.3

Desain Geometrik Jalan

Karakteristik Ket.

Panjang ruas jalan 4,83 Km

Lebar jalan 7,9-11,2 M

Jenis permukaan Hotmik dan beton

Lajur 3-5 lajur

Arah 1 dan 2 arah

Simpang 3 simpang (tidak bersinyal)

Median 50 cm

Sumber : Data Desain Geometrik Dishub dan Hasil Survey Primer, 2010

Gambar 3.10 Gambar 3.11 Permukaan Beton Permukaan Hotmik

3.2.3 Kualitas Fisik Jalan

Kualitas fisik Jalan Raya Jatinangor di jelaskan ke dalam beberapa bagian karena arah pergerakan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah kualitas fisik jalan di Jalan Raya Jatinangor:

1) Ruas V1 (Jalan Raya Jatinangor dari dan ke Bandung)

Kualitas fisik Jalan Raya jatinangor pada ruas V1 cukup baik dan tidak ada jalan yang berlubang.


(42)

2) Ruas V2 (Jalan Raya Jatinangor Baru 1 dari arah Bandung)

Jalan ini merupakan jalan lingkar yang dibangun untuk mengurangi kemacetan di Jalan Raya Jatinangor. Kondisinya baik dan tidak ada jalan yang berlubang.

3) Ruas V3 (Jalan Raya Jatinangor Persimpangan Jalan Winayamukti 2)

Secara fisik dan kualitas, kondisi fisik jalan ini cukup baik namun masih terdapat beberapa titik jalan yang bergelombang.

3.2.4 Sistem Perparkiran

Sistem perparkiran di ruas Jalan Raya Jatinangor sebagian besar merupakan sistem perparkiran on street parking. Kondisi sistem perparkiran yang demikian dapat terlihat pada hampir seluruh ruas jalan, terutama pada kawasan perdagangan dan jasa serta kawasan pendidikan, sistem perparkiran off street parking hanya tersedia di beberapa tempat saja seperti JATOS dan GRIYA serta di institusi pendidikan tinggi dan kantor-kantor.

3.2.5 Terminal

Terminal merupakan Titik simpul dalam jaringan transportasi jalan yang berfungsi sebagai pelayanan umum, tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian lalu lintas, prasarana angkutan yang merupakan bagian dari sistem transportasi untuk melancarkan arus penumpang dan barang, serta unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan kota (Juknis LLAJ, 1995). Terminal yang berada di Jalan Raya Jatinangor antara lain adalah terminal DAMRI jurusan Dipatiukur-Jatinangor dan Ledeng-Jatinangor serta terminal bayangan angkutan umum. Terminal DAMRI berlokasi di jalan lingkar, tidak tersedia fasilitas utama dan penunjang terminal penumpang padahal terminal DAMRI ini adalah penghubung antar kota (Bandung-Sumedang). Sedangkan terminal bayangan merupakan terminal ilegal yang merupakan lokasi angkutan umum untuk memberhentikan kendaraan, semua ini dilakukan karena tidak tersedianya terminal untuk angkutan umum.


(43)

3.2.6 Angkutan Penumpang dan Barang

Angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat. Sistem jaringan trayek yang melalui ruas Jalan Raya Jatinangor dibagi ke dalam 2 jenis trayek yaitu Jaringan Trayek Dalam Kota dan Jaringan Trayek Antar Kota Antar Propinsi.

Angkutan penumpang yang terdapat pada Jalan Raya Jatinangor adalah angkutan penumpang dengan trayek Sumedang-Cileunyi untuk jaringan trayek dalam kota, sedangkan untuk jaringan trayek antar kota antar provinsi dilayani oleh trayek angkutan umum Gedebage-Majalaya, Bus DAMRI Jatinangor-Dipatiukur dan Jatinangor-Ledeng, bus dan mini bus Antar Kota Antar Provinsi dan elf Antar Kota.

Angkutan barang yang terdapat pada Jalan Raya Jatinangor adalah angkutan pick up, truk as 2 dan 3 serta truk gandeng. Angkutan ini digunakan untuk mendistribusikan barang dari dan menuju kawasan-kawasan yang terdapat disekitar Jalan Raya Jatinangor seperti kawasan yang dimanfaatkan kawasan komersial serta ada juga angkutan barang yang hanya melintas saja karena ruas Jalan Raya Jatinangor merupakan Jalan Arteri Primer yang artinya menghubungkan antar kota antar provinsi.

3.2.7 Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor

Perhitungan kapasitas ruas Jalan Raya Jatinangor dilakukan berdasarkan karakteristrik geometri yang dimiliki oleh ruas Jalan Raya Jatinangor. Karakteristik geometrik pada ruas Jalan Raya Jatinangor di titik pengamatan memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga kapasitas jalan pada titik-titik pengamatan memiliki kapasitas yang berbeda pula.


(44)

Tabel III.4

Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor Tahun 2010

Jalan Co

(smp/jam) FCsp FCw FCsf FCcs

C (smp/jam)

TitikV1 Ke Bandung 1.650 1,00 1,00 0,97 0,86 1.376

Dari Bandung 1.650 1,00 1,00 0,97 0,86 1.376

TitikV2 Baru 1 1.650 1,00 1,04 0,97 0,86 1.446

TitikV3 Ke Kawasan

Komersial 1.650 1,00 1,00 0,88 0,86 1.249

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2010 Ket:

Kapasitas dasar dalam smp/jam (Co) Faktor penyesuaian lebar jalan (FCw)

Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb (FCsf) Faktor penyesuaian pemisahan arah (FCsp)

Faktor penyesuaian ukuran kota (FCcs) Kapasitas (C)

Setiap ruas jalan memiliki kapasitas dasar yang sama yaitu 1.650 smp/jam, dengan koefisien faktor penyesuaian pemisahan arah 1,00 sedangkan untuk koefisien penyesuaian lebar jalan rata-rata 1,00 tetapi ada yang memiliki koefisien lebih dari 1,00 yaitu Jalan Baru 1 (Jalan Lingkar) sebesar 1,04. Koefisien penyesuaian hambatan samping pada setiap ruas jalan yaitu 0,97 tetapi untuk ruas jalan menuju ke kawasan komersial berbeda yaitu 0.88. dan faktor penyesuaian ukuran kota sebesar 0.86, dari data tersebut dapat diketahui kapasistas setiap ruas jalan, setiap ruas jalan bervariasi antara 1.251-1.446 smp/jam.

A. Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor dari dan ke Bandung (V1)

Karakteristik geometrik pada ruas ini adalah kapasitas dasar (Co) dengan kapasitas dasar sebesar 1650 smp/jam.Penentuan kapasitas dasar tersebut ditentukan berdasarkan tipe jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V1. Tipe jalan pada Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V1 adalah jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah dengan nilai kapasitas dasar sebesar 1.650 smp/jam (per lajur).

Ruas jalan pada Jalan Raya Jatinangor pada titik pengamatan V1 memiliki faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCsp) yang ditentukan atas dasar kondisi arus lalu lintas dari kedua arah dengan nilai faktor koreksi sebesar 1,00 (4 lajur 2 arah adalah 50%-50%). Untuk koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw) yang


(45)

berdasarkan lebar efektif dengan lebar efektif yang dimiliki oleh ruas jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V1 dengan tipe jalan 4 lajur berpembatas median sebesar 3,5 m lebar jalan efektif dengan nilai faktor koreksinya adalah 1,00.

Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) untuk ruas jalan di Jalan Jalan Raya Jatinangor yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif dan tingkat gangguan samping dengan kondisi tipikal daerah pemukiman dengan beberapa transportasi memiliki kelas gangguan sampingnya adalah rendah dengan jumlah gangguan per 200 m per jam (2 arah) bernilai 100-299 adalah 0,97. Kelas gangguan samping rendah tersebut berpengaruh terhadap faktor koreksi akibat gangguan samping dan lebar bahu jalan. Lebar bahu jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V1 memiliki lebar 1 m. Sedangkan untuk faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCcs) memiliki nilai 0,86 untuk ukuran kota (juta penduduk) bernilai < 0,1. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas maka kapasitas untuk Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V1 sebesar 1376 smp/jam.

B. Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor Baru dari arah Bandung (V2) Karakteristik geometrik pada ruas ini adalah kapasitas dasar (Co) dengan kapasitas dasar sebesar 1650 smp/jam.Penentuan kapasitas dasar tersebut ditentukan berdasarkan tipe jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2. Tipe jalan pada Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 adalah jalan satu arah dengan nilai kapasitas dasar sebesar 1.650 smp/jam (per lajur).

Ruas jalan pada Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 memiliki faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCsp) yang ditentukan atas dasar kondisi arus lalu lintas dari kedua arah dengan nilai faktor koreksi sebesar 1,0 untuk jalan satu arah. Untuk koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw) yang berdasarkan lebar efektif dengan lebar efektif yang dimiliki oleh ruas jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 dengan tipe jalan satu arah lebar jalan efektif 3,75 meter dengan nilai faktor koreksinya adalah 1,04.

Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) untuk ruas jalan di Jalan Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif dan tingkat gangguan samping dengan


(46)

kondisi tipikal daerah pemukiman memiliki kelas gangguan sampingnya adalah sangat rendah dengan jumlah gangguan adalah 0,98. Kelas gangguan samping sangat rendah tersebut berpengaruh terhadap faktor koreksi akibat gangguan samping dan lebar bahu jalan.Lebar bahu jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 memiliki lebar 1 m. Sedangkan untuk faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCcs) memiliki nilai 0,96 untuk ukuran kota (juta penduduk) bernilai < 0,1. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas maka kapasitas untuk Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan V2 sebesar 1446 smp/jam.

C. Kapasitas Jalan di Jalan Raya Jatinangor ke Kawasan Komersial (V3) Karakteristik geometrik pada ruas ini adalah kapasitas dasar (Co) dengan kapasitas dasar sebesar 1650 smp/jam.Penentuan kapasitas dasar tersebut ditentukan berdasarkan tipe jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6. Tipe jalan pada Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 adalah jalan satu arah dengan nilai kapasitas dasar sebesar 1.650 smp/jam.

Ruas jalan pada Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 memiliki faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah (FCsp) yang ditentukan atas dasar kondisi arus lalu lintas dari kedua arah dengan nilai faktor koreksi sebesar 1,0 untuk jalan satu arah. Untuk koreksi kapasitas akibat lebar jalan (FCw) yang berdasarkan lebar efektif dengan lebar efektif yang dimiliki oleh ruas jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 dengan tipe jalan satu arah lebar jalan efektif 3,5 m dengan nilai faktor koreksinya adalah 1,00.

Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCsf) untuk ruas jalan di Jalan Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif dan tingkat gangguan samping dengan kondisi tipikal daerah pemukiman dan transportasi umum lainnya memiliki kelas gangguan sampingnya adalah tinggi dengan jumlah gangguan adalah 0,88. Kelas gangguan samping tinggi tersebut berpengaruh terhadap faktor koreksi akibat gangguan samping dan lebar bahu jalan.Lebar bahu jalan di Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 memiliki lebar <0,5 m, dengan demikian faktor koreksinya adalah 0,88 dengan kelas gangguan samping tinggi. Sedangkan untuk faktor koreksi


(47)

kapasitas akibat ukuran kota (FCcs) memiliki nilai 0,86 untuk ukuran kota (juta penduduk) bernilai < 0,1. Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas maka kapasitas untuk Jalan Raya Jatinangor titik pengamatan P6 sebesar 1249 smp/jam.

3.3 Sistem Lalu Lintas

Ruas Jalan Raya Jatinangor berada di Kecamatan Jatinangor yang merupakan bagian dari WP Tanjungsari selain dari Kecamatan Tanjungsari, Rancakalong, Pamulihan, Cimanggung, dan Sukasari. Kecamatan Jatinangor merupakan kecamatan yang memiliki kemajuan paling pesat dalam perkembangannya, hal tersebut dipengaruhi oleh kegiatan perguruan tinggi. Kegiatan perguruan tinggi ini juga secara signifikan mempengaruhi perkembangan kegiatan komersial di Jatinangor. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang Tahun 2002-2012, WP Tanjungsari memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Merupakan Ibukota Kecamatan yang berfungsi melayani lingkup sub regional dan lokal.

2. Untuk kegiatan Perguruan Tinggi skala pelayanan regional.

Pada arahan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang, Kecamatan Jatinangor diperuntukan sebagai Kawasan Pusat Pengembangan IPTEK Jatinangor yang terdiri dari kawasan pendidikan tinggi di Jatinangor, meliputi IPDN, UNPAD, IKOPIN dan UNWIM, sebagai fasilitas utama, dilengkapi dengan fasilitas penunjang yaitu kawasan campuran (mixed use) antara komersial dan perumahan di sekitar fasilitas utama, serta lahan cadangan pengembangan (development area).

Pengembangan Kawasan Jatinangor berdasarkan Rencana Rinci Kawasan Pusat Pengembangan IPTEK Jatinangor, khususnya dalam kawasan Pendidikan Tinggi memiliki konsep pengembangan sebagai berikut:

1. Pengklasifikasian zona-zona pengembangan dengan mempertimbangkan rencana pengembangan institusi.

2. Pengintegrasian kegiatan pendidikan, budaya, pariwisata, dan olahraga yang mendukung kawasan IPTEK dengan pengembanga jalan lingkar kampus.


(48)

3. Pengembangan sistem transportasi terpadu dan peningkatan jalan guna mengurangi munculnya konflik.

4. Pengembangan pusat penelitian dan pengembangan SDM dengan didukung potensi kawasan sekitar.

5. Penjagaan daerah resapan melalui penataan RTH dan ketentuan tata massa bangunan terutama di daerah Utara.

3.3.1 Komposisi Tipe Kendaraan

A. Komposisi Tipe Kendaraan Pada Hari Senin Tabel III.5

Komposisi Tipe Kendaraan di Jalan Raya Jatinangor Pada Hari Senin Periode Pagi-Siang

Titik Pengamatan Pagi (smp) Siang (smp)

MC LV HV UM Jumlah MC LV HV UM Jumlah

V1 Ke Bandung 936 1120 498 10 2565 914 1358 679 7 2959

Dari bandung 1160 1889 574 5 3628 1218 1976 602 5 3801

V2 Baru 1 1524 2086 278 12 3901 1602 1872 475 0 3949

V3 Ke Komersial 1306 1316 778 8 3409 1739 1457 771 6 3972

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2010

Keterangan :

MC : kendaraan ringan atau kendaraan bermotor roda dua LV : kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang

HV : kendaraan besar seperti kendaraan bermotor roda empat atau lebih UM : berupa kendaraan tidak bermotor

Tabel III.6

Komposisi Tipe Kendaraan di Jalan Raya Jatinangor Pada Hari Senin Periode Sore-Malam

Titik Pengamatan Sore (smp) Malam (smp)

MC LV HV UM Jumlah MC LV HV UM Jumlah

V1 Ke Bandung 1479 1903 763 7 4152 1036 1332 534 5 2907

Dari bandung 1758 1619 791 13 4181 1488 1509 783 4 3784

V2 Baru 1 2618 2106 431 8 5162 2437 1776 436 3 4652

V3 Ke Komersial 1484 1594 740 6 3823 1781 1888 764 7 4440

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2010


(49)

MC : kendaraan ringan atau kendaraan bermotor roda dua LV : kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang

HV : kendaraan besar seperti kendaraan bermotor roda empat atau lebih UM : berupa kendaraan tidak bermotor

Gambar 3.12

Komposisi Tipe Kendaraan di Jalan Raya Jatinangor Pada Hari Senin 1. Komposisi Tipe Kendaraan di Titik Pengamatan V1 ke Arah Bandung Pada

Hari Senin

Pada Hari Senin seluruh periode pengamatan (pagi-malam) komposisi tipe kendaraan didominasi oleh tipe kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV). Periode pengamatan sore kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sebanyak 1903 smp adalah jumlah yang paling tinggi. Jumlah komposisi tipe kendaraan yang paling tinggi terjadi pada periode sore yaitu 4152 smp.

2. Komposisi Tipe Kendaraan di Titik Pengamatan V1 dari Arah Bandung Pada Hari Senin

Pada Hari Senin periode pengamatan pagi, siang dan malam, komposisi tipe kendaraan didominasi oleh tipe kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sedangkan periode sore didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua (MC). Periode pengamatan siang kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sebanyak 1976 smp adalah jumlah yang paling tinggi. Jumlah komposisi tipe kendaraan yang paling tinggi terjadi pada periode sore yaitu 4181 smp.


(50)

3. Komposisi Tipe Kendaraan di Titik Pengamatan V2 Baru 1 Pada Hari Senin

Pada Hari Senin periode pengamatan pagi dan siang, komposisi tipe kendaraan didominasi oleh tipe kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sedangkan periode sore dan malam didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua (MC). Periode pengamatan siang kendaraan bermotor roda dua (MC) sebanyak 2618 smp adalah jumlah yang paling tinggi. Jumlah komposisi tipe kendaraan yang paling tinggi terjadi pada periode sore yaitu 5162 smp.

4. Komposisi Tipe Kendaraan di Titik Pengamatan V3 ke Kawasan Komersial Pada Hari Senin

Pada Hari Senin periode pengamatan pagi, sore dan malam, komposisi tipe kendaraan didominasi oleh tipe kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sedangkan periode siang didominasi oleh kendaraan bermotor roda dua (MC). Periode pengamatan siang kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang (LV) sebanyak 1888 smp adalah jumlah yang paling tinggi. Jumlah komposisi tipe kendaraan yang paling tinggi terjadi pada periode malam yaitu 4440 smp.

B. Komposisi Tipe Kendaraan Pada Hari Rabu Tabel III.7

Komposisi Tipe Kendaraan di Jalan Raya Jatinangor Pada Hari Rabu Periode Pagi-Siang

Titik Pengamatan Pagi(smp) Siang(smp)

MC LV HV UM Jumlah MC LV HV UM Jumlah

V1 Ke Bandung 886 1072 507 7 2472 882 1236 561 13 2692

Dari bandung 1113 1790 546 2 3451 1009 1447 819 3 3278

V2 Baru 1 1452 1915 485 6 3857 1522 1779 843 0 4144

V3 Ke Komersial 1244 1243 732 8 3227 1656 1377 725 6 3763

Sumber: Hasil Analisis Tahun 2010

Keterangan :

MC : kendaraan ringan atau kendaraan bermotor roda dua LV : kendaraan bermotor roda empat ukuran sedang

HV : kendaraan besar seperti kendaraan bermotor roda empat atau lebih UM : berupa kendaraan tidak bermotor


(1)

129

DAFTAR PUSTAKA

Buku Referensi

1. Miro, Fidel. Perencanaan Tranportasi. Erlangga. Jakarta : 2005

2. Tamin, Ofyar Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2000

3. Warpani, Suwardjoko P. Pengelolaan Lalu Lintas dan Angkutan Umum.

Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2002

4. __________, Modul Kuliah Perencanaan Transportasi. Universitas Komputer Indonesia. Bandung : 2006

5. __________, Modul Kuliah Prasarana Wilayah dan Kota. Universitas Komputer Indonesia. Bandung : 2006

Perundang-undangan

1. Peraturan Zonasi Kecamatan Jatinangor. Pemerintah Kota Sumedang. Bandung : 2007

2. Rencana Umum Tata Ruang Kecamatan Jatinangor. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Sumedang : 2004

3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sumedang 2013. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Sumedang : 2003

4. Peraturan Pemerintah No. 43 Tentang Prasarana Lalu Lintas Jalan. 1993 5. Undang-undang No. 38 Tentang Jalan. 2008


(2)

130

Studi Literatur

1. Gunarto, Danang. Kajian Kinerja Jalan Soekarno Hatta sebagai Jalan Arteri Primer di Kota Bandung. Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2002

2. Soraya, Amanda Petty. Identifikasi Kinerja dan Usulan Pengelolaan Lalu Lintas di Jalan Moh.Toha. Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2004 3. Yulia, Dinie, Analisis Kondisi Lalu Lintas di Jalan Achmad Yani dan

Usulan Pengelolaannya. Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2004 4. Wijayanto, Hendra. Pengaruh Kegiatan Bandung Supermal Terhadap

Kinerja Pelayanan Jalan Jenderal Gatot Subroto. Universitas Komputer Indonesia. Bandung : 2009

5. Gultom, Frans Togi. Kajian Perhitungan Pengaruh Pertumbuhan kegiatan Komersial Terhadap Ruas Jalan Raya Jatinangor. Institut Teknologi Bandung. Bandung : 2008.


(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan karunianya selama ini. Atas izin-Nya penyusunan laporan kerja praktik dengan judul “Pengaruh Kegiatan Komersial terhadap Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus: Jatinangor Town Square, Toserba Griya, dan Rest Area di Jalan Raya Jatinangor)” sebagai salah satu syarat kelulusan dalam menyelesaikan Strata I di Universitas Komputer Indonesia dapat terselesaikan.

Banyak hal yang penulis dapatkan selama menempuh pendidikan di kampus tercinta Universitas Komputer Indonesia terutama ilmu dan pengalaman yang semoga dapat bermanfaat terutama bagi penulis, agama dan bangsa. Semoga saja semuanya dapat menjadi sebuah awal untuk melangkah menuju masa mendatang yang lebih baik lagi.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan kerja praktik ini tidak terlepas dari bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan, masukan, dorongan semangat dan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian laporan kerja praktik ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan bantuan yang telah bapak/ibu, keluarga dan teman-teman berikan kepada penulis. Terima kasih penulis ucapkan kepada :

1. Ibu Ir. Romeiza Syafriharti, MT., selaku Ketua Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota dan sebagai dosen pembimbing, beliau merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam penyusunan laporan kerja praktik ini. Berkat dorongan dan semangat serta sumbangan pemikiran yang telah beliau berikan kepada penulis, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktik ini.

2. Ibu Lasti Yossi Hastini, ST., M.Si, selaku dosen pembimbing dua yang memberikan masukan, semangat dan dorongan kepada penulis akhirnya laporan kerja praktik ini dapat terselesaikan.


(4)

iv

3. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT., dan Ibu Puti selaku dosen pembahas yang sangat membantu dalam memberikan masukan sumbangan pemikiran yang berarti bagi materi laporan kerja praktik ini pada saat sidang pembahasan. 4. Ibu Rifiati Safariah, ST., MT., dan Bapak Tatang Suheri, ST., MT., selaku

dosen penguji yang sangat membantu dalam memberikan masukan sumbangan pemikiran yang berarti bagi materi laporan kerja praktik ini pada saat sidang ujian.

5. Seluruh staf pengajar Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama masa kuliah.

6. Staf sekretariat Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Komputer Indonesia, Teh Fitri dan Mas Muis yang telah membantu penulis dalam menjalani masa perkuliahan.

7. Orang tuaku tercinta, papa dan mama. Tanpa kerja keras, pemikiran, semangat, dan kasih sayang serta doa dengan penuh kesabaran dan keikhlasan dalam memajukan putra-putrinya, penulis tidak akan pernah menjadi seperti sekarang ini.

8. Kakakku Gilang Fajar Setiawan yang telah memberikan motivasi dan semua keluarga besar penulis; emak (nenekku tercinta), paman dan bibi serta sepupu-sepupuku tersayang yang telah memberikan dorangan moral kepada penulis.

9. Lelaki yang kucintai, Leonardus Ady Mulyadi yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis terutama ketika masa-masa sulit penulis dalam menyelesaikan laporan kerja praktik ini.

10.Sahabat seperjuangan penulis di universitas; Eva (partner till the end), Qoqoy, Momsky (Imelda), Chika, Viesca, Putri, Rio, Endi, Kani, Nunu, Yusran dan Dira terima kasih atas persahabatannya dan kebersamaan yang sangat indah selama empat tahun ini (will be forever) dan tidak akan pernah penulis lupakan, serta selalu setia menjadi teman diskusi dalam penyusunan laporan kerja praktik ini.


(5)

v

11.Sahabat sejatiku Intan Denisa Rahmat, Renny Dwi Cahyani, Gayatri Kartika, Dentiasari dan Astrid Yulisa yang selalu memberikan motivasi kepada penulis, terima kasih karena selalu memberikan keceriaan.

12.Semua alumni dan mahasiswa angkatan 2000 hingga angkatan 2009 Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Unikom, terima kasih atas kebersamaannya selama masa kuliah dan segala dukungan moral serta doanya.

13.Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah cukup banyak membantu penulis.

Bandung, Agustus 2010


(6)