Kajian Guna Lahan Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan (Studi Kasus Jalan Marelan Raya Medan)

(1)

TESIS

OLEH

HERISON MENJERANG

117020006/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP

TINGKAT PELAYANAN JALAN

(STUDI KASUS JALAN MARELAN RAYA MEDAN)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

HERISON MENJERANG

117020006/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Mei 2014


(4)

Judul Tesis : KAJIAN TATA GUNA LAHAN TERHADAP TINGKAT PELAYANAN JALAN

(STUDI KASUS JALAN MARELAN RAYA MEDAN)

Nama Mahasiswa : HERISON MENJERANG

Nomor Pokok : 117020006

Program Studi : Megister Teknik Arsitektur

Bidang Kekhususan : Manajemen Pembangunan Kota

Menyetujui Komisi Pembimbing

(A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD.) (Ir. N. Vinky Rahman, MT)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD. Anggota : 1. Ir. N. Vinky Rahman, MT

2. Ir. Rudolf Sitorus, MLA 3. Ir. Novrial, M.Eng 4. Firman Eddy, ST.MT 5. Ir. Samsul Bahri, MT


(6)

ABSTRAK

Keterkaitan antara sistem transportasi cenderung mengarah pada tingkat pelayanan jalan, sedangkan perubahan tata guna lahan merupakan suatu kajian yang tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi tata guna lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya. Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada. Namun dalam perubahan rencana tata ruang seringkali tidak diikuti dengan perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan oleh sistem kegiatan baru.

Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.

Hasil dari kajian dapat diketahui penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap pergerakan (tingkat pelayanan jalan). Penggunaan lahan yang ada di kawasan studi merupakan faktor dominan yang memberikan dampak terhadap terjadinya bangkitan dan perjalanan dimasa yang akan dating. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada daerah penelitian Jalan Marelan Raya Medan tidak terdapat tingkat kemacetan yang fatal. Hanya ini terdapat dibeberapa ruas jalan saja yang cukup ramai dan laju kendaraan agak tersendat pada jam-jam tertentu yaitu pagi, siang, dan sore. Jam puncak untuk masing-masing penggunaan lahan bervariasi, dimana untuk pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 WIB , siang hari 11.00-13.00 WIB dan sore hari yaitu pukul 17.00-19.00 WIB. Karena kecenderung perkembangannya mengarah para perubahan tata guna lahan campuran maka perlu langkah–langkah perbaikan manajemen lalu lintas pada jam–jam sibuk dan kebijakan pemerintah mengakomodir penataan guna lahan di Jalan Marelan Raya Medan. Kata Kunci: Tata guna lahan, Transportasi, Tingkat pelayanan jalan.


(7)

transportation system, the goal of planning is to provide facilities for the movement of passengers and goods from one place to another, or from a variety of land uses. In terms of land use, the goal of planning is to achieve the function of the building and to be profitable. This is the basis of the spatial impact assessmenty tobridge the two goals mentioned above, or in other words, the process of transportation planning and land use changes isrespectively binding to the level of road service. The inconsistency of the changes in land use isfrequently followed by a change to the existing spatial plans. However, in the change of spatial plans are not frequently followed by changes in its transportation network plan. This condition has madethe existing transportation network unable to accommodate the load of the movement generated by the new activity system.

From the background and the problems mentioned above, the purpose of this study was to find out the relationship between the land use and the road service level (movement) along JalanMarelan Raya, the city of Medan. This study was carried out by conducting field surveys intended to obtain the primary and secondary data required. This study also belonged to applied research or systematicinvestigation of a problem aimedat being used for specific purposes.

The results of the study showed that land use has a considerable influence on the movement (level of road service). The existing land use in the study area was the dominant factor that influenced the rise of movement in the future. As a whole, it can be said that there was no fatal congestion in the research area (on Jalan Marelan Raya Medan). Congestion was only found on seral segments of the road where the road was crowded enough and the speed of the vehicle was a little disturbed at certain hours in the morning, in the afternoon and in the evening. The peak hour for each land use varies such as from 06.00 to 08:00 in the morning, from 11:00 to 13:00 during the day, and from 17:00 to 19:00 in the evening. Because of the tendency of development leads to the mixed land use changes, it is necessary to take the steps forthe improvement of the peak hour traffic managementand the government's policy to accommodate the land use arrangement along Jalan Marelan Raya, the city of Medan.


(8)

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah Yang Maha Besar, segala puji dan syukur baginya atas karunia dan hidayah yang sangat melimpah. Dan atas itu pulalah tesis ini dapat terselesaikan tanpa banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi penulis.

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengkaji tata guna lahan terhadap tingkat pelayanan jalan dalam hal ini studi kasus Jalan Merelan Raya, Kecamatan Medan Marelan Kota Medan.

Dari sejak penelitian ini dimulai hingga selesai, banyak pihak yang telah sangat membantu dalam proses penelitian hingga penyusunan tesis ini sehingga penulis merasa hampir tidak ada kesulitan yang begitu berarti. Untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga tercinta yang selalu memberikan doa serta motivasi untuk menyelesaikan tesis ini, A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD dan Ir. N. Vinky Rahman, MT sebagai pembimbing yang luar biasa sabar dan bijaksana membimbing saya dalam penyusunan tesis ini hingga selesai, para dosen penguji yang telah bijak serta kritis dalam menguji, membuka wawasan, membimbing serta memberikan masukan berharga pada tesis ini, ketua program studi, dosen pengajar manajemen pembangunan kota dan pegawai tata usaha jurusan Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.


(9)

Medan, Mei 2014 Penulis


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 04 September 1969 di Laubaleng Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak ke delapan dari sembilan bersaudara dari pasangan Alm. Jendah Menjerang dan Almh. Menasa Br. Sembiring.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Buluh Pancur (1977-1982), SMP Negeri Laubaleng (1982-1985), STM Negeri Berastagi (1985-1988), Penulis menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Darma Agung tahun 2007.

Sejak tahun 1991 sampai saat ini penulis bertugas sebagai staf pada Kementerian Pekerjaan Umum pada Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional I Medan.

Pada pertengahan tahun 2011 penulis melanjutkan jenjang pendidikan S2-nya di Program Studi Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dengan bidang keahlian Manajemen Pembangunan Kota.


(11)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

1.6 Sistematika Pembahasan ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Tata Guna Lahan ... 10

2.1.1 Pengertian tata guna lahan ... 10


(12)

2.1.4 Penentu tata guna lahan ... 13

2.2 Sistem Transportasi ... 14

2.2.1 Sistem kegiatan ... 16

2.2.2 Sistem jaringan ... 17

2.2.3 Sistem Pergerakan ... 18

2.3 Tingkat Pelayanan Jalan ... 19

2.4 Manajemen Lalu Lintas ... 22

2.5 Hambatan Samping ... 24

2.6 Pengertian dan Perhitungan Kapasitas Jalan ... 24

2.6.1 Pengertian Kapasitas Jalan ... 24

2.6.2 Perhitungan Kapasitas Jalan ... 26

2.7 Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Transportasi ... 30

2.8 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN39 3.1 Jenis Penelitian ... 39

3.2 Kebutuhan Data ... 39

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 41

3.4 Populasi/Sampel ... 43

3.5 Metode Analisa Penelitian ... 46

3.5.1 Analisis deskriptif ... 46

3.5.2 Analisis tata guna lahan terhadap tingkat pelayanan Jalan ... 47

3.6 Kerangka Analisa ... 49

BAB IV TINJAUAN WILAYAH ... 51


(13)

4.3 Gambaran Ruas Jalan Marelan Raya ... 57

4.3.1 Tinjauan ruas Jalan Marelan Raya ... 57

4.3.2 Karakteristik dan pola penggunaan lahan ... 59

4.3.3 Karakteristik transportasi dan jaringan jalan ... 64

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68

5.1 Analisa Penggunaan Lahan ... 68

5.2 Analisa Transportasi ... 73

5.2.1 Analisis kondisi fisik dan sistem jaringan jalan di kawasan studi ... 74

5.2.2 Hambatan samping ... 80

5.2.3 Analisis kapasitas ruas jalan ... 81

5.2.4 Analisis rasio volume lalu lintas (V/C rasio) ... 83

5.2.5 Analisis tingkat pelayanan ... 86

5.2.6 Tingkat kemacetan lalu lintas ... 87

5.3 Analisa Kajian Guna Lahan Terhadap Tingkat Pelayanan ... 90

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 98

6.1 Kesimpulan ... 98

6.2 Rekomendasi ... 99


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Hal.

1.1 Kerangka Berpikir ... 7

2.1 Sistem Transportasi Mikro ... 15

2.2 Tingkat Pelayanan (Tergantung Arus) ... 21

2.3 Siklus Tata Guna Lahan-Transportasi ... 33

2.4 Siklus Guna Lahan–Transportasi ... 34

2.5 Bangkitan Perjalanan Untuk Dua Zona Asal Dan Tujuan... 36

2.6 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan ... 37

3.1 Pendekatan Studi dan Kerangka Analisis... 50

4.1 Peta Administrasi Kecamatan Medan Marelan ... 52

4.2 Peta Penggunaan Lahan Eksisting Kecamatan Medan Marelan... 54

4.3 Ruas Jalan Marelan Raya ... 58

4.4 Penggunaan Lahan di Ruas Jalan Marelan ... 60

4.5 Grafik Persentase Tujuan Responden Melakukan Pergerakan/ Perjalanan di Wilayah Studi ... 61

4.6 Grafik Persentase Jarak Tempat Tinggal Responden dengan Tujuan Perjalanan ... 62


(15)

4.10 Arus Lalu Lintas di Sepanjang Jalan Marelan Raya ... 66

5.1 Persentase Penggunaan Lahan di Ruas Jalan Marelan Raya.... 69

5.2 Pola dan Aktivitas Penggunaan Lahan ... 71

5.3 Grafik Kondisi Jalan Marelan Raya Medan ... 75

5.4 Grafik Kenyamanan Jalan Marelan Raya Medan... 75

5.5 Grafik Lebar Jalan Marelan Raya Medan ... 76

5.6 Aktivitas Transportasi di Jalan Marelan Raya ... 78


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hal.

2.1 Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan... 20

2.2 Kapasitas Dasar (Co)... 27

2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (Fcw) ... 27

2.4 Faktor Penyesuaian Akibat Pemisah Arah (FCSP)... 28

2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCSF) ... 29

2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCSF) Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan ... 29

2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS) ... 30

3.1 Kebutuhan Data Penelitian ... 40

4.1 Kelurahan di Kecamatan Medan Marelan ... 53

4.2 Jumlah Penduduk di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 55 4.3 Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 56

4.4 Fasilitas Peribadatan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 56

4.5 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2011 ... 57 4.6 Peresentasi Tujuan Responden Melakukan Pergerakan/Perjalanan


(17)

4.9 Persentasi Kepemilikan Kenderaan Responden ... 63

4.10 Persentasi Penghasilan Rata-Rata Per Bulan Responden ... 64

5.1 Pola Penggunaan Lahan Eksisting di Sepanjang Jalan Marelan Raya... 68

5.2 Persentasi Hasil Kuesioner Mengenai Kondisi Jalan, Faktor Kenyamanan dan Lebar Jalan di Kawasan Studi ... 75

5.3 Kondisi Geometri Jalan Marelan Raya... 76

5.4 Standar Perbandingan Jenis Kenderaan... 82

5.5 Hasil Perhitungan Lalu Lintas Harian Rata-Rata di Kawasan Studi... 83

5.6 Kapasitas Jalan di Koridor Jalan Marelan Raya ... 86

5.7 Analisis Tingkat Pelayanan Jalan di Koridor Jalan Marelan Raya ... 87

5.8 Jumlah Pergerakan, Jam Puncak dan Luas Lahan di Wilayah Studi ... 90

5.9 Descriptive Statistic... 91

5.10 OutputKorelasi ... 91

5.11 Model Summary... 92

5.12 ANOVA AtauF-Test... 92

5.13 Koefisien... 93 5.14 Fluktuasi Volume dan Kecepatan Menurut Rentang Waktu


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Hal.

1 Kuesioner... 104 2 Rekapitulasi Kuesioner... 107 3 Formulir Survei Perhitungan Lalu Lintas (Formulir Lapangan);

Formulir Survei untuk LRMS; Formulir Kalibrasi Alat

Pengukur Jarak... 108 4 Formulir Himpunan Perhitungan Lalu Lintas (Unit)... 111 5 Formulir Himpunan Perhitungan Lalu Lintas (Satuan Mobil

Penumpang)... 112 6 Traffic Counting Jalan Marelan Raya ... 113


(19)

tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi tata guna lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya. Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada. Namun dalam perubahan rencana tata ruang seringkali tidak diikuti dengan perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan oleh sistem kegiatan baru.

Dari latar belakang dan permasalah di atas, maka didapat tujuan dari penelitian, yaitu keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan survei lapangan yang bermaksud untuk mendapatkan data primer dan sekunder yang diperlukan. Penelitian ini juga termasuk dalam jenis penelitian terapan yaitu penelitian atau penyelidikan yang sistematik terhadap suatu masalah dengan tujuan untuk digunakan bagi keperluan tertentu.

Hasil dari kajian dapat diketahui penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang cukup tinggi terhadap pergerakan (tingkat pelayanan jalan). Penggunaan lahan yang ada di kawasan studi merupakan faktor dominan yang memberikan dampak terhadap terjadinya bangkitan dan perjalanan dimasa yang akan dating. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa pada daerah penelitian Jalan Marelan Raya Medan tidak terdapat tingkat kemacetan yang fatal. Hanya ini terdapat dibeberapa ruas jalan saja yang cukup ramai dan laju kendaraan agak tersendat pada jam-jam tertentu yaitu pagi, siang, dan sore. Jam puncak untuk masing-masing penggunaan lahan bervariasi, dimana untuk pagi hari yaitu pukul 06.00-08.00 WIB , siang hari 11.00-13.00 WIB dan sore hari yaitu pukul 17.00-19.00 WIB. Karena kecenderung perkembangannya mengarah para perubahan tata guna lahan campuran maka perlu langkah–langkah perbaikan manajemen lalu lintas pada jam–jam sibuk dan kebijakan pemerintah mengakomodir penataan guna lahan di Jalan Marelan Raya Medan. Kata Kunci: Tata guna lahan, Transportasi, Tingkat pelayanan jalan.


(20)

ABSTRACT

Relationship between transportation systems tends to lead to the level of road service, while the change in land use is a study that is inseparablefrom the existence of space in the geographic study. This system is inter-related to one another. In transportation system, the goal of planning is to provide facilities for the movement of passengers and goods from one place to another, or from a variety of land uses. In terms of land use, the goal of planning is to achieve the function of the building and to be profitable. This is the basis of the spatial impact assessmenty tobridge the two goals mentioned above, or in other words, the process of transportation planning and land use changes isrespectively binding to the level of road service. The inconsistency of the changes in land use isfrequently followed by a change to the existing spatial plans. However, in the change of spatial plans are not frequently followed by changes in its transportation network plan. This condition has madethe existing transportation network unable to accommodate the load of the movement generated by the new activity system.

From the background and the problems mentioned above, the purpose of this study was to find out the relationship between the land use and the road service level (movement) along JalanMarelan Raya, the city of Medan. This study was carried out by conducting field surveys intended to obtain the primary and secondary data required. This study also belonged to applied research or systematicinvestigation of a problem aimedat being used for specific purposes.

The results of the study showed that land use has a considerable influence on the movement (level of road service). The existing land use in the study area was the dominant factor that influenced the rise of movement in the future. As a whole, it can be said that there was no fatal congestion in the research area (on Jalan Marelan Raya Medan). Congestion was only found on seral segments of the road where the road was crowded enough and the speed of the vehicle was a little disturbed at certain hours in the morning, in the afternoon and in the evening. The peak hour for each land use varies such as from 06.00 to 08:00 in the morning, from 11:00 to 13:00 during the day, and from 17:00 to 19:00 in the evening. Because of the tendency of development leads to the mixed land use changes, it is necessary to take the steps forthe improvement of the peak hour traffic managementand the government's policy to accommodate the land use arrangement along Jalan Marelan Raya, the city of Medan.


(21)

1.1 Latar Belakang

Transportasi perkotaan di banyak negara berkembang menghadapi permasalahan dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap kritis. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya prasarana transportasi yang ada, tetapi juga ditambah lagi dengan permasalahan lainnya. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumber daya manusia, urbanisasi yang cepat, tingkat disiplin yang rendah, dan lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi semakin parah.

Sistem transportasi yang macet tentunya akan menghalangi aktivitas tata guna lahannya. Sebaliknya, tranportasi yang tidak melayani suatu tata guna lahan akan menjadi sia-sia, tidak termanfaatkan. Keterkaitan antara sistem transportasi cenderung mengarah pada tingkat pelayanan jalan, sedangkan perubahan tata guna lahan merupakan suatu kajian yang tidak dapat terlepas dari eksistensi ruang dalam studi geografi. Sistem ini saling berkaitan satu sama lain. Di dalam sistem transportasi, tujuan dari perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan. Sedangkan di sisi tata guna lahan, tujuan dari perencanaan adalah


(22)

2

untuk tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Hal inilah yang menjadi dasar dari analisis dampak keruangan untuk menjembatani kedua tujuan di atas, atau dengan kata lain. Proses perencanaan transportasi dan perubahan tata guna lahan mengikat terhadap tingkat pelayanan jalan satu sama lainnya.

Tingkat pelayanan jalan (level of service) menjelaskan bagaimana kondisi-kondisi operasional didalam suatu aliran lalu lintas dan persepsi dari pengemudi dan atau penumpang terhadap perubahan tata guna lahan di kawasan sekitarnya. Berdasarkan Highway Capacity Manual dalam Morlok (1998:211212) faktor-faktor tingkat pelayanan jalan yang mengacu pada transportasi meliputi hambatan atau halangan lalu lintas, kebebasan untuk maneuver, keamanan (kecelakaan dan bahaya-bahaya potensial lainnya), kenikmatan dan kenyamanan mengemudi, ekonomi (biaya operasi kendaraan). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan yang ada berdasarkan Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall (2005:216) adalah kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan bermanuver, perhentian lalu lintas, kemudahan dan kenyamanan.

Dari asumsi mendasar tersebut, maka perlu kajian yang mendalam mengenai analisis keduanya. Dilihat dari kedua tujuan tersebut seringkali menimbulkan konflik, hal inilah yang menjadi asumsi mendasar dari studi ini yaitu untuk menjembatani kedua tujuan diatas.

Ketidakkonsistenan perubahan tata guna lahan adanya perubahan peruntukan seringkali hanya diikuti dengan perubahan terhadap rencana tata ruang yang ada.


(23)

perubahan rencana jaringan transportasinya. Kondisi ini mengakibatkan jaringan transportasi yang ada tidak mampu menampung beban pergerakan yang dibangkitkan oleh sistem kegiatan baru.

Sebagai contoh adalah kasus di Kecamatan Medan Marelan, pengembangan Kecamatan Medan Marelan ini cenderung mengarah pada kawasan campuran (mix use), dengan sebagian besar untuk pemukiman, tetapi sekarang di sepanjang Jalan Marelan Raya berkembang pesat menjadi kawasan perdagangan dan jasa seperti pertokoan, plaza, mall, restoran dan sebagian kecil lembaga pendidikan (pendidikan dasar, menegah dan perguruan tinggi).

Perkembangan ini tidak terlepas dari akibat pertumbuhan penduduk di sekitar wilayah tersebut karena lokasi tersebut yang sangat strategis dibandingkan lokasi lain khususnya Jalan Marelan Raya/Platina Kelurahan Tanah Enam Ratus. Dari aspek aksesbilitas, kawasan ini mudah dicapai dari segala arah tetapi pelayanan transportasi tidak cukup baik dan jalur lalu lintas sangat padat terutama pada jam-jam sibuk. Masalah yang dihadapi adalah keseimbangan antara kapasitas jaringan jalan dengan banyaknya kendaraan dan orang yang berlalu lalang menggunakan jalan tersebut. Jika kapasitas jaringan jalan sudah hampir jenuh, apalagi terlampaui, maka yang terjadi adalah kemacetan lalu lintas, kesemrawutan lalu lintas dan kecelakaan lalu lintas di jalan.

Dari pengamatan di lokasi diketahui terjadi penurunan kinerja yang diindikasikan dengan berkurangnya kecepatan, kemacetan khususnya pada jam jam


(24)

4

sekitar jam 17–19.00 WIB. Kemacetan di Jalan Marelan Raya juga diduga berhubungan erat dengan penggunaan lahan di sepanjang jalan serta perkembangan wilayah disekitarnya.

Dengan kondisi ini maka kebijaksanaan tata guna lahan di kawasan ini dirumuskan kembali dengan konsep pengembangan kawasan perdagangan tetapi terbatas. Sebagai dampaknya kebutuhan transportasi meningkat pesat sedangkan sarananya sangat terbatas, akibatnya kemacetan dan kepadatan lalu lintas tidak dapat dihindarkan. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa kebijaksanaan tata guna lahan yang baik belum tentu dapat mendukung pemecahan masalah transportasi, Karena masih ditentukan oleh implementasinya yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dianggap lebih penting dan mendesak dari penataan guna lahan itu sendiri.

1.2 Rumusan Masalah

Potensi tata guna lahan adalah satu ukuran dari skala aktifitas sosio-ekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu. Ciri khas dari tata guna lahan adalah kemampuan atau potensinya untuk ”membangkitkan” lalu lintas. Dengan demikian, sudah sewajarnya apabila kita menghubungkan potensi tata guna lahan dari sepetak lahan, yang memiliki aktifitas tertentu, untuk membangkitkan sejumlah tertentu arus lalu lintas per hari.

Struktur tata guna lahan di sepanjang ruas Jalan Marelan Raya Kota Medan yang didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa menyebabkan sepanjang ruas


(25)

dikhawatirkan ikut menjadi penyebab timbulnya berbagai permasalahan transportasi di sepanjang ruas jalan Jalan Marelan Raya yang harus segera ditangani dan diantisipasi agar pergerakan tetap lancar sehingga tidak mengganggu sinergi aktifitas di sepanjang koridor jalan ini.

Dalam penanganan permasalahan transportasi tersebut perlu dilakukan kajian mengenai bagaimana keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan. Untuk mengetahui keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan, maka diperlukan suatu metode analisis dan pemodelan yang tepat, serta parameter-parameter yang perlu diperhitungkan, yang nantinya dapat dijadikan suatu standar bagi analisa keterkaitan keterkaitan penggunaan lahan terhadap pergerakan di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan (pergerakan) Studi Kasus Jalan Marelan Raya Kota Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang akan kita peroleh sebagai bahan masukan dari studi pemanfaatan ruang di masa sekarang serta di masa yang akan datang, juga lebih


(26)

6

difokuskan kepada beberapa alternatif terhadap studi kasus, antara lain sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah, sebagai masukan tentang mekanisme dan arahan kebijakan tata guna lahan dan transportasi;

2. Bagi masyarakat dan pihak swasta yang mempunyai kaitan erat dalam pemanfaatan lahan serta sarana dan prasarana transportasi, sehingga lebih berperan dalam menunjang pembangunan Kota Medan umumnya dan Kecamatan Medan Marelan khususnya.

3. Bagi ilmu pengetahuan, yaitu sebagai contoh besar pengaruh penggunaan lahan terhadap pergerakan khususnya di sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan.

1.5. Kerangka Pemikiran

Untuk memberikan gambaran yang lebih praktis tentang kajian tata guna lahan terhadap tingkat pelayananan jalan dalam hal ini studi kasus Jalan Marelan Raya Kota Medan, untuk mengetahui keterkaitan penggunaan lahan terhadap tingkat pelayanan jalan sehingga diperlukan analisis dan pemodelan yang tepat yang akan digunakan dalam penelitian dapat diuraikan dalam kerangka pemikiran seperti pada Gambar 1.1.


(27)

Gambar 1.1 Kerangka Berpikir

Data :

1. Pola dan Aktifitas Penggunaan Lahan di Wilayah Studi

2. Pola dan Aktifitas Transportasi di Wilayah Studi 3. Volume LL dan Kapasitas Jalan

Jalan Marelan Raya

Tata Guna Lahan

Pola Pergerakan:

Jaringan Transportasi

Permasalahan :

1. Penggunaan lahan yang didominasi oleh kawasan perdagangan dan jasa yang menyebabkan sepanjang ruas jalan padat.

2. Timbulnya berbagai permasalahan transportasi di sepanjang Jalan Marelan Raya seperti mulai timbulnya kemacetan pada jam-jam sibuk, mulai menurunnya tingkat pelayanan jalan.

Mengkaji keterkaitan Penggunaan Lahan Terhadap tingkat pelayanan jalan di Sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan

Kajian Teori :

- Guna Lahan - Transportasi

- Interaksi Guna Lahan & Transportasi

Identifikasi Kondisi Guna Lahan dan Transportasi di Ruas Jalan Marelan Raya Kecamatan Medan Marelan

Analisis Guna Lahan di Wilayah Studi

Keterkaitan (korelasi) Kajian Penggunaan Lahan Terhadap Pergerakan (Tingkat Pelayanan Jalan) di Sepanjang Jalan Marelan Raya Kota Medan

Kesimpulan dan Rekomendasi

Analisis pergerakan transportasi (volume lalu lintas, kapasitas jalan dan tingkat pelayanan jalan)

Analisis Kuantitatif (Regresi Linier) Analisa Deskriptif Analisa Deskriptif dan V/C Rasio


(28)

8

1.6 Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan studi penelitian dalam penulisan tesis ini, sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka berfikir, dan sistematika pembahasan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang kajian teoritis berupa pengertian lahan, karakteristik pemanfaatan lahan, konsep pemanfaatan lahan, penentu tata guna lahan, konsep transportasi, teori jaringan jalan dan pengertian tentang kemacetan lalu lintas, interaksi penggunaan lahan dan sistem transportasi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang proses penelitian yang dilakukan. Dimulai dari bahan, materi maupun alat penelitan, membuat rancangan penelitian, menjelaskan variabel yang diamati serta membuat jadwal pelaksanaan penelitian.

BAB IV KAWASAN PENELITIAN

Pada bab ini menguraikan tentang lokasi penelitian, gambaran umum lokasi penelitian, kondisi fisik lingkungan,


(29)

kependudukan, ekonomi, pola penggunaan lahan, sarana dan prasarana, dan tingkat pelayanan jalan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini merupakan analisa terhadap hasil amatan pada lokasi penelitian dan teori-teori yang mendukungnya. Hasil amatan dibuat dalam bentuk tabulasi atas semua informasi yang dikumpulkan baik di lapangan maupun studi literatur. Kemudian dilakukan pengolahan data menuju kesimpulan akhir tesis ini.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian akhir dari rangkaian seluruh kegiatan studi penelitian, yang mencakup kesimpulan dan saran dari hasil penelitian.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tata Guna Lahan

2.1.1 Pengertian tata guna lahan

Lahan adalah permukaan bumi tempat berlangsungnya berbagai aktivitas dan merupakan sumber daya alam yang terbatas, dimana pemanfaatannya memerlukan penataan, penyediaan, dan peruntukan secara berencana untuk maksud-maksud penggunaan bagi kesejahteraan masyarakat (Sugandhy, 1998:16). Sedangkan menurut Cooke (1983:33), lahan merupakan keseluruhan kemampuan muka daratan beserta segala gejala di bawah permukaannya yang bersangkut paut dengan pemanfaatannya bagi manusia. Pengertian lahan/tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah permukaan bumi yang dalam penggunaannya termasuk bagian tubuh bumi yang dibawahnya dan bagian ruang diatasnya sesuai dengan tujuan penggunaannya. (Boedi Harsono dalam Soemadi, H, 1999:5).

Pengertian tersebut menunjukan bahwa lahan merupakan suatu bentang alam sebagai modal utama kegiatan, sebagai tempat dimana seluruh makhluk hidup berada dan melangsungkan kehidupannya dengan memanfaatkan lahan itu sendiri. Sedangkan pemanfaatan lahan adalah suatu usaha memanfaatkan lahan dari waktu ke waktu untuk memperoleh hasil (Soetarno, 2003:18).


(31)

Tata Guna Lahan (land use planning) adalah pengaturan penggunaan lahan. Dalam tata guna lahan dibicarakan bukan saja mengenai penggunaan permukaan bumi, tetapi juga mengenai penggunaan permukaan bumi dilautan (Jayadinata,1999:10). Tata Guna Lahan menurut Undang-Undang Pokok Agraria adalah struktur dan pola pemanfaatan tanah, baik yang direncanakan maupun tidak, yang meliputi persediaan tanah, peruntukan tanah, penggunaan tanah dan pemeliharaannya.

Menurut Lindgren (1985), penggunaan lahan (land use) mempunyai arti sama dengan lahan yaitu merupakan tempat tinggal, lahan usaha, lapangan olah raga, rumah sakit dan areal pemakaman. Sedangkan penutup lahan (land cover) cenderung mengarah ke vegetasional dan buatan manusia atas lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia.

Penggunaan lahan adalah suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1998). Jayadinata mengatakan bahwa penggunaan lahan adalah wujud atau bentuk usaha kegiatan pemanfaatan suatu bidang tanah pada satu waktu.

Guna lahan menurut Edy Darmawan (2003) adalah pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan terbaik dalam bentuk pengalokasian fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran secara keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan


(32)

12

penilaian yang bertumpu pada ekonomis atau tidaknya jika sebidang tanah dimanfaatkan baik untuk rumah tinggal maupun melakukan usaha di atas tanah tersebut.

2.1.2 Karakteristik pemanfaatan lahan

Tata guna tanah perkotaan menunjukan pembagian dalam ruang dan peran kota. Misalnya kawasan perumahan, kawasan tempat bekerja, kawasan pertokoan dan juga kawasan rekreasi (Jayadinata, 1999:54). Menurut Chapin (1995:69), pemanfaatan lahan untuk fasilitas transportasi cenderung mendekati jalur transportasi barang dan orang sehingga dekat dengan jaringan transportasi serta dapat dijangkau dari kawasan permukiman dan tempat berkerja serta fasilitas pendidikan. Sementara fasilitas rekreasi, terutama untuk skala kota atau regional, cenderung menyesuaikan dengan potensi alam seperti pantai, danau, daerah dengan topografi tertentu, atau flora dan fauna tertentu.

Pendataan tata guna lahan merupakan hal pokok dalam telaah perangkutan kota sebagai landasan untuk mengukur kaitan antara guna lahan dengan pembangkit lalu lintas. Pendataan juga menyajikan berbagai keterangan yang sangat diperlukan untuk menaksir tata guna lahan di masa depan. Guna lahan (dalam kota) menunjukkan kegiatan perkotaan yang menempati suatu petak yang bersangkutan. Setiap petak lahan dicirikan dengan tiga ukuran dasar, yaitu jenis kegiatan, intensitas penggunaan lahan, serta hubungan antar guna lahan (Warpani, 1990:74).


(33)

2.1.3 Konsep penggunaan lahan

Penggunaan lahan pada suatu kota umumnya berbentuk tertentu dan pola perkembangannya dapat diestimasikan. Keputusan-keputusan pembangunan kota biasanya berkembang bebas, tetapi diupayakan sesuai dengan perencanaan penggunaan lahan. Motif ekonomi adalah motif utama dalam pembentukan struktur penggunaan tanah suatu kota dengan timbulnya pusat-pusat bisnis yang strategis. Selain motif bisnis terdapat pula motif politik, bentuk fisik kota, seperti topografi, drainase. Meskipun struktur kota tampak tidak beraturan, namun kalau dilihat secara seksama memiliki keteraturan pola tertentu. Bangunan-bangunan fisik membentuk zona-zonainternkota. Teori-teori struktur kota yang ada digunakan mengkaji bentuk-bentuk penggunaan lahan yang biasanya terdiri dari penggunaan tanah untuk perumahan, bisnis, industri, pertanian dan jasa (Koestoer, 2001:33).

2.1.4 Penentu tata guna lahan

Penentu dalam tata guna lahan bersifat sosial, ekonomi, dan kepentingan umum (Jayadinata, 1999:157-166) adalah sebagai berikut:

1. Perilaku Masyarakat (sosial behaviour) sebagai penentu.

Hal yang menentukan nilai tanah secara sosial dapat diterangkan dengan proses ekologi yang berhubungan dengan sifat fisik tanah, dan dengan proses organisasi yang berhubungan dengan masyarakat, yang semuanya mempunyai kaitan dengan tingkah laku dan perbuatan kelompok


(34)

14

2. Penentu yang berhubungan dengan kehidupan ekonomi.

Dalam kehidupan ekonomi, peranan daya guna dan biaya sangat penting, maka diadakan pengaturan tempat sekolah supaya lebih ekonomis, program lalita (rekreasi) yang ekonomis berhubung dengan pendapatan perkapita, dan sebagainya. Pola tata guna lahan di daerah perkotaan yang diterapkan dalam teori jalur sepusat, teori sektor, dan teori pusat lipat ganda dihubungkan dengan kehidupan ekonomi.

3. Kepentingan umum sebagai penentu.

Kepentingan umum yang menjadi penentu dalam tata guna lahan meliputi: kesehatan, keamanan, moral, dan kesejahteraan umum (termasuk keindahan, kenikmatan), dan sebagainya.

2.2 Sistem Transportasi

Menurut Papacostas (1987:33), transportasi didefinisikan sebagai suatu sistem yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien dalam setiap waktu untuk mendukung aktivitas yang diperlukan oleh manusia. Sedangkan menurut Nasution (2004:97) transportasi sebagai perpindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tujuan mengandung 3 (tiga) hal yakni (a) ada muatan yang diangkut, (b) tersedia kendaraan sebagai alat angkutan dan (c) ada jalan yang dilalui.


(35)

elemen-(kendaraan) dan sistem pengoperasian (yang mengkordinasikan komponen prasarana dan sarana). Ini berarti bahwa pengembangan sistem transportasi untuk mendukung kelancaran mobilitas manusia antar tata guna lahan dalam memenuhi kebutuhan kehidupan ekonominya adalah mengembangkan salah satu komponen (elemen) tersebut di atas atau bisa juga ketiganya secara bersamaan kalau keadaan memungkinkan, misalnya kalau ketersedian dana melimpah.

Menurut Tamin (1997:22-29), Sistem transportasi secara makro terdiri dari beberapa sistem mikro, yaitu; (a) sistem kegiatan; (b) sistem jaringan; (c) sistem pergerakan; dan (d) sistem kelembagaan. Masing-masing sistem tersebut saling terkait satu sama lainnya. Sistem transportasi makro tersebut terlihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Sistem Transportasi Makro Sumber: Tamin, 1997:27

Dari Gambar 2.1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa interaksi antara sistem kegiatan dan sistem jaringan akan menghasilkan suatu pergerakan manusia dan barang dalam bentuk pergerakan kendaraan. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan

Sistem Kegiatan

Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan


(36)

16

kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksessibilitas dari sistem pergerakan tersebut. Sistem pergerakan memegang peranan yang penting dalam mengakomodasikan permintaan akan pergerakan yang dengan sendirinya akan mempengaruhi sistem kegiatan dan jaringan yang ada. Keseluruhan sistem tersebut diatur dalam suatu sistem kelembagaan.

2.2.1 Sistem kegiatan

Pada dasarnya transportasi kota adalah kegiatan yang menghubungkan antara tata guna lahan satu dengan yang lainnya dalam suatu kota. Dalam perencanaan kota, perkembangan transportasi dan perkembangan kota tidak dapat diabaikan karena merupakan dua hal yang saling mendukung.

Berkembangnya tata guna lahan dalam suatu kota merupakan salah satu sebab meningkatnya kebutuhan akan transportasi. Sebaliknya kebutuhan transportasi yang baik dan lancar akan mempercepat perkembangan tata guna lahan dalam suatu kota karena akan mempercepat pergerakan penduduk.

Tata guna lahan dalam suatu kota memiliki pola yang berbeda, yaitu menyebar (misalnya permukiman), mengelompok (perkotaan) dan aktivitas tertentu yang memiliki lokasi "one off" (misalnya terminal, bandar udara). Berkaitan dengan transportasi, tata guna lahan tersebut menghasilkan bangkitan maupun tarikan lalu lintas yang berbeda, tergantung pada jenis tata guna lahan dan intensitas kegiatan yang ada (Black, 1981). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain jumlah perjalanan, jenis jalan, maupun waktu perjalanan (Tamin, 1997).


(37)

Demikian juga kalau dikaitkan dengan jumlah perjalanan dari suatu terminal, sangat tergantung pada lokasi terminal tersebut. Jumlah perjalanan yang dihasilkan tidak hanya ditentukan berdasarkan jumlah perjalan masing-masing individu, tetapi terkait dengan tingkat kepadatan, maka akan makin banyak jumlah individu yang melakukan perjalanan (Puskharev, 1977). Puskharev juga mengatakan bahwa jumlah perjalanan ditentukan oleh jarak antar tata guna lahan.

2.2.2 Sistem jaringan

Struktur tata ruang kota pada dasarnya dibentuk dari dua elemen utama, yaitu

Link dan Node. Kedua elemen tersebut sekaligus merupakan elemen transportasi Morlok, 1978), Link (jalur) adalah suatu garis yang melewati panjang tertentu dari suatu jalan, rel, atau rute kendaraan. Sedangkan Node akan membentuk suatu pola jaringan jalan transportasi perkotaan secara garis besar dapat dibagi menjadi (Morlok, 1978).

1. Grid. Adalah bentuk paling sederhana dari sistem jaringan. Sistem ini mampu mendistribusikan pergerakkan secara merata keseluruhan bagian kota, dengan demikian pergerakkan secara merata keseluruh kota, dengan demikian pergerakkan tidak memusat pada beberapa fasilitas saja. Kota-kota dengan sistem jaringan semacam ini umumnya memiliki topografi yang datar.


(38)

18

2. Radial. Tipe ini akan memusatkan pergerakkan pada suatu lokasi, biasanya berupa pusat kota. Sistem radial biasanya dimiliki oleh suatu kota dengan konsentrasi kegiatan pada pusat kota.

3. Circumferential. Tipe ini memisahkan lalu lintas dalam suatu kota, dengan cara menyediakan jaringan jalan untuk lalu lintas menerus. Bentuk jaringan ini umumnya berupa jalan bebas hambatan.

4. Electic, adalah jaringan yang terbentuk karena perluasan kota. Sistem jaringan ini berfungsi untuk menghubungkan dua jaringan yang semula terisolasi.

2.2.3 Sistem pergerakan

Untuk memenuhi kebutuhan manusia melakukan perjalan dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan memanfaatkan sistem jaringan transportasi dan sarana transportasi. Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang. Pergerakan yang terjadi dalam suatu kota sebagian besar merupakan pergerakan rutin dari tempat tinggal ke tempat kerja. Pergerakan ini akan membentuk suatu pola misalnya alat pergerakan, maksud perjalanan, pilihan moda dan pilihan rute tertentu.

Secara keruangan pergerakan dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu sebagai berikut:

1. Pergerakan internal, adalah pergerakan yang berlangsung suatu wilayah. Pergerakan tersebut merupakan perpindahan kendaraan atau orang antara


(39)

2. Pergerakan external, Adalah pergerakan dari luar wilayah menuju wilayah tertentu atau sebaliknya.

3. Pergerakan Through, adalah pergerakan yang hanya melewati satu wilayah tanpa berhenti pada wilayah tersebut.

Pergerakan penduduk terbagi atas pergerakan dengan maksud berbelanja, sekolah, bisnis dan keperluan sosial (Saxena, 1989). Maksud pergerakkan akan menentukan tujuan pergerakan yang terbagi atas tujuan utama dan tujuan pilihan (Tamin, 1997). Maksud dari tujuan utama pergerakan adalah tujuan dari pergerakan rutin yang dilakukan oleh setiap orang setiap hari, umumnya berupa tempat kerja atau tempat pendidikan sedangkan tujuan pilihan merupakan tujuan dari pergerakan yang tidak rutin dilakukan, misalnya ketempat rekreasi. Selain itu pergerakan akan mengikuti pola waktu. Pada waktu tertentu, pergerakan akan menyentuh jam sibuk (peak hours) karena volume pergerakan akan tinggi, yaitu pada pagi hari dan sore hari.

2.3 Tingkat Pelayanan

Tingkat pelayanan (Level of Service) adalah suatu ukuran kualitatif yang menjelaskan kondisi-kondisi operasional didalam suatu aliran lalu lintas dan persepsi dari pengemudi dan atau penumpang terhadap kondisi-kondisi tersebut (Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall, 2005:216). Setiap fasilitas dapat dievaluasi berdasarkan enam tingkat pelayanan, A sampai F, dimana A


(40)

20

(Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall, 2005:216). Menurut Morlok (1998) klasifikasi tingkat pelayanan jalan (V/C) seperti pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan

Jalan Rasio (V/C) Keterangan

A < 0,60 Arus bebas, volume rendah, kecepatan tinggi, pengemudi dapat memilih kecepatan yang dikehendaki.

B 0,60<V/C<0,70 Arus stabil, kecepatan sedikit terbatasi oleh lalu lintas, pengemudi masih dapat memilih

kecepatan yang dikehendaki.

C 0,70<V/C<0,80 Arus stabil, kecepatan dikontrol oleh lalu lintas. D 0,80<V/C<0,90 Arus mulai tidak stabil, kecepatan rendah E 0,90<V/C<1,00 Arus tidak stabil, kecepatan rendah dan

berbeda-beda, volume mendekati kapasitas. F > 1,00 Arus yang terhambat, kecepatan rendah, volume

di atas kapasitas, sering terjadi kemacetan pada waktu yang cukup lama sehingga kecepatan dapat turun menjadi nol.

Sumber: Morlok, 1998

Berdasarkan Highway Capacity Manual dalam Morlok (1998:211-212) faktor-faktor tingkat pelayanan meliputi: hambatan atau halangan lalu lintas, kebebasan untuk maneuver, keamanan (kecelakaan dan bahaya-bahaya potensial lainnya), kenikmatan dan kenyamanan mengemudi, dan ekonomi (biaya operasi kendaraan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pelayanan yang ada berdasarkan

Transportation Research Board dalam Khisty dan Lall (2005:216) adalah kecepatan dan waktu tempuh, kebebasan bermanuver, perhentian lalu lintas, dan kemudahan dan kenyamanan.


(41)

Menurut Tamin (1997:66-67) terdapat dua definisi tingkat pelayanan suatu ruas jalan, yaitu:

1. Tingkat Pelayanan (tergantung arus).

Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan, yang tergantung pada perbandingan antara arus terhadap kapasitas. Oleh karena itu, tingkat pelayanan pada suatu jalan tergantung pada arus lalu lintas. Definisi ini digunakan oleh Highway Capacity Manual, diilustrasikan dengan Gambar 2.2, yang mempunyai enam buah tingkatan pelayanan yaitu sebagai berikut:

a. Tingkat pelayanan A-arus bebas.

b. Tingkat pelayanan B-arus stabil (untuk merancang jalan antar kota). c. Tingkat pelayanan C-arus stabil (untuk merancang jalan perkotaan). d. Tingkat pelayanan D-arus mulai tidak stabil.

e. Tingkat pelayanan E-arus tidak stabil (tersendat-sendat). f. Tingkat pelayanan F-arus terhambat (berhenti, antrian, macet).


(42)

22

2. Tingkat pelayanan (tergantung fasilitas).

Hal ini sangat tergantung pada jenis fasilitas, bukan arusnya. Jalan bebas hambatan mempunyai tingkat pelayanan yang tinggi, sedangkan jalan yang sempit mempunyai tingkat pelayanan yang rendah.

2.4 Manajemen Lalu Lintas

Manajemen lalu lintas adalah suatu istilah yang biasa digunakan untuk menjelaskan suatu proses pengaturan sistem lalu lintas dan sistem prasarana jalan dengan menggunakan beberapa metoda, ataupun teknik rekayasa tertentu, tanpa mengadakan pembangunan jalan baru, dalam usaha untuk mencapai tujuan-tujuan ataupun sasaran tertentu yang berhubungan dengan masalah lalu lintas.

Manajemen lalu lintas sangat berkepentingan dengan kualitas dan keselamatan pengoperasian suatu sistem transportasi jalan dan terlibat dalam masalah gerakan dari kendaraan dan pejalan kaki, perilaku masyarakat, pengaruh dari kondisi geometrik dan permukaan jalan dan daerah sekitarnya.

Manajemen lalu lintas erat kaitannya dengan teknik lalu lintas, dimana manajemen lalu lintas merupakan pengontrolan arus lalu lintas berdasarkan dasar-dasar teknik lalu lintas berupa hasil rancangan geometrik infrastruktur jalan dengan objektif keamanan dan efesiensi dari gerakan kendaraan dan pemakai jalan lainnya.

Sistem lalu lintas memiliki tiga elemen, yaitu jalan (road), manusia (human), kendaraan (vehicle). Manajemen lalu lintas mempunyai delapan variabel atau ukuran


(43)

aliran lainnya yang diturunkan dari variabel utama adalah kecepatan (v), volume (q), dan kepadatan (k). Tiga variabel lainnya yang digunakan dalam analisis arus lalu lintas adalahheadway(h),spacing(s), danoccupancy(R). Juga berhubungan dengan

spacing dan headway adalah dua parameter lain, yaitu clearance (c) dan gap (g) (Khisty dan Lall, 2005).

1. Kecepatan adalah jarak yang di tempuh suatu kendaraan per satuan waktu, umumnya dalam mil/jam (mph) atau kilometer per jam.

2. Volume atau arus lalu lintas (flow) adalah jumlah sebenarnya dari kendaraan yang diamati atau diperkirakan melalui suatu titik selama rentang waktu tertentu.

3. Kepadatan/konsentrasi (density) adalah jumlah kendaraan yang menempati suatu panjang tertentu dari lajur atau jalan, dirata-ratakan terhadap waktu, yang dinyatakan dengan kendaraan per mil (kendaraan/mil) atau per kilometer.

4. Senjang waktu (headway) adalah pengukuran interval waktu antara dua kendaraan yang melintasi titik pengamatan pada jalan raya secara berturut-turut dalam arus lalu lintas.

5. Senjang jarak (spacing) adalah jarak antara dua kendaraan berturut-turut dalam arus lalu lintas dan dihitung dari muka kendaraan satu ke muka kendaraan berikutnya.


(44)

24

Dalam proses mewujudkan manajemen lalu lintas yang baik, sangat terkait terhadap tingkat pelayanan (level of service) yang menyatakan tingkat kualitas arus lalu lintas yang sesungguhnya terjadi. Tingkat ini dinilai oleh pengemudi atau penumpang berdasarkan tingkat kemudahan dan kenyamanan pengemudi.

2.5 Hambatan Samping

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu-lintas dari aktifitas samping segmen jalan. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) hambatan samping yang mempengaruhi kapasitas dan kinerja jalan perkotaan adalah: pejalan kaki; angkutan umum dan kendaraan lain behenti; kendaraan lambat (misalnya becak); kendaraan keluar dan masuk dari lahan samping jalan.

2.6 Pengertian dan Perhitungan Kapasitas Jalan 2.6.1 Pengertian kapasitas jalan

Menurut Paquette (1982) kapasitas jalan merupakan jumlah lalu lintas kendaraan maksimum yang dapat melalui suatu ruas jalan selama periode waktu tertentu. Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan adalah kondisi jalan dan kondisi lalu lintas. Kondisi jalan meliputi kelas jalan, lingkungan sekitar, lebar lajur jalan, lebar bahu jalan dan kebebasan lateral (dari kapasitas pelengkap lalu lintas). Kondisi lalu lintas meliputi mobil penumpang, kendaraan barang dan bus.


(45)

Menurut keperluan penggunaannya kapasitas ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

1. Basic capacity (kapasitas dasar), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat dilewati suatu penampang pada jalur jalan selama satu jam dalam keadaan kondisi jalan dan lalu lintas yang ideal.

2. Possible capacity (kapasitas yang mungkin), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama satu jam pada kondisi jalan serta lalu lintas yang ada.

3. Design capacity(kapasitas rencana), adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melintasi suatu penampang tertentu dari suatu jalan selama satu jam pada keadaan kondisi jalan serta lalu lintas yang sedang lewat tanpa mengakibatkan kemacetan lalu lintas, kelambatan dan bahaya yang masih dalam batas-batas yang diijinkan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas jalan antara lain sebagai berikut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997):

1. Kondisi Geometri, merupakan faktor penyesuaian dimensi geometri jalan terhadap geometri standar jalan kota, meliputi tipe jalan, lebar efektif lapisan keras yang termanfaatkan, lebar efektif bahu jalan dan lebar efektif median jalan.


(46)

26

jumlah dua arah pergerakan), gangguan samping dari jalan, juumlah pejalan kaki dan akses keluar masuk.

3. Kondisi lingkungan, mengenai kapasitas jalan yang dipengaruhi oleh karakteristik jaringan jalan berupa kondisi geometrik, yang kemudian disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Manual Kapasitas Jalan Indosesia (MKJI).

2.6.2 Perhitungan kapasitas jalan

Jaringan jalan ada yang memakai pembatas median dan ada pula yang tidak, sehingga dalam perhitungan kapasitas, keduanya dibedakan. Untuk ruas jalan berpembatas median, kapasitas dihitung terpisah untuk setiap arah, sedangkan untuk ruas jalan tanpa pembatas median, kapasitas dihitung untuk kedua arah. Persamaan umum untuk menghitung kapasitas suatu ruas jalan menurut metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997) untuk daerah perkotaan adalah sebagai berikut:

C=CoxFCWxFCSPxFCSFxFCCS(smp/jam)………..…..(2.1) Dimana:

CO = Kapasitas Dasar (smp/jam)

FCW = Faktor penyesuaian kapasitas untuk lebar jalur lalu lintas FCSP = Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah

FCSF = Faktor penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping FCCS = Faktor penyesuaian kapasitas untuk ukuran kota


(47)

1. Kapasitas Dasar (Co).

Kapasitas segmen jalan pada kondisi geometri, pola arus lalu lintas dan faktor lingkungan yang ditentukan sebelumnya. Kapasitas dasar yang diperoleh ditentukan berdasarkan jumlah lajur dan jalur jalan yang ada di kawasan studi, seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kapasitas Dasar (Co)

Tipe Jalan Kapasitas Dasar

(smp/jam)

Keterangan Jalan 4 lajur pembatas median atau jalan satu

arah

1.650 Per lajur

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median 1.500 Per lajur

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median 2.900 Total 2 arah

Sumber: MKJI, 1997

2. Lebar Jalur Jalan (FCw).

Faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar akibat lebar jalur lalu lintas seperti pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Jalur Lalu Lintas (FCW)

Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCW

4 Lajur berpembatas median atau jalan satu arah Per lajur 3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,92 0,96 1,00 1,04 1,08

4 lajur tanpa pembatas median Per lajur

3,00 3,25 3,50 3,75 4,00 0,91 0,95 1,00 1,05 1,09


(48)

28

Tabel 2.3 (Lanjutan)

Tipe Jalan Lebar Jalan Efektif (m) FCW

2 lajur tanpa pembatas median Dua Arah

5 6 7 8 9 10 11 0,56 0,87 1,00 1,14 1,25 1,29 1,34

Sumber: MKJI, 1997

3. Median atau pemisah Jalan (FCsp).

Faktor koreksi FCSP ini dapat dilihat pada Tabel 2.4. Penentuan faktor koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi arus lalu lintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah dan/atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0.

Tabel 2.4 Faktor Penyesuaian Akibat Pemisah Arah (FCSP)

Pembagian Arah (%-%) 50-50 55-45 60-40 65-35 70-30

2 lajur 2 arah tanpa pembatas median (2/2 UD)

1,00 0,97 0,94 0,91 0,88

4 lajur 2 arah tanpa pembatas median 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94

Sumber: MKJI, 1997

4. Hambatan Samping (FCSF).

Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif (WS) dan tingkat gangguan samping yang penentuan klasifikasinya dapat terlihat pada Tabel 2.5. Faktor koreksi


(49)

kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) untuk jalan yang mempunyai bahu jalan dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Gangguan Samping (FCSF)

Kelas Gangguan Sampingan Jumlah Gangguan/ 200m/jam Kondisi Tipikal

Sangat Rendah < 100 Pemukiman

Rendah 100-299 Pemukiman, beberapa transportasi

Sedang 300-499 Daerah industry dengan beberapa took di pinggir jalan

Tinggi 500-899 Daerah komersil, aktivitas pinggir jalan tinggi Sangat Tinggi >900 Daerah komersil dengan aktivitas perbelanjaan

pinggir jalan

Sumber: MKJI, 1997

Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Hambatan Samping (FCSF) Untuk Jalan Yang Mempunyai Bahu Jalan

Tipe Jalan Kelas Hambatan

Samping

Faktor Koreksi Akibat Hambatan Samping dan Lebar Bahu Jalan

Lebar Bahu Jalan Efektif

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

Jalan 4 lajur berpembatas median atau jalan satu arah (4/2 D)

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0, 96 0,94 0,92 0,88 0,84 0,98 0,97 0,95 0,92 0,88 1,01 1,00 0,98 0,95 0,92 1,03 1,02 1,00 0,98 0,96

Jalan 4 lajur tanpa pembatas median (4/2 UD) Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0, 96 0,94 0,92 0,87 0,80 0,99 0,97 0,95 0,91 0,80 1,01 1,00 0,98 0,94 0,90 1,03 1,02 1,00 0,98 0,95

Jalan 2 lajur tanpa pembatas median (2/2 UD) atau jalan satu arah

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 0, 94 0,92 0,89 0,82 0,73 0,96 0,94 0,92 0,86 0,79 0,99 0,97 0,95 0,90 0,85 1,01 1,00 0,98 0,95 0,91


(50)

30

5. Ukuran Kota (FCCS).

Faktor koreksi FCCS dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan faktor tersebut merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota.

Tabel 2.7 Faktor Koreksi Kapasitas Akibat Ukuran Kota (FCCS)

Ukuran Kota (Juta Penduduk) Faktor Koreksi Untuk Ukuran Kota

<0,1 0,86

0,1-0,5 0,90

0,5-1,0 0,94

1,0-1,3 1,00

> 1,3 1,03

Sumber: MKJI, 1997

2.7 Keterkaitan Tata Guna Lahan dan Transportasi

Kegiatan atau aktifitas-aktifitas manusia seperti bekerja, berbelanja, belajar dan berekreasi, semuanya dilakukan pada potongan-potongan tanah yang telah diwujudkan sebagai kantor, pabrik, gedung sekolah, pasar, pertokoan, perumahan, objek wisata, hotel dan lain sebagainya. Aktifitas di potongan tanah (lahan) tersebut dinamakan tata-guna lahan (Miro, 2002).

Manusia akan selalu beraktivitas dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, aktifitas itu akan menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang. Dalam melakukan pergerakan (mobilisasi) dari tata guna lahan yang satu ke tata guna lahan yang lain, seperti dari permukiman ke pasar, maka dikembangkanlah suatu sistem transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis dan wilayahnya, agar pergerakan antar tata guna lahan ini terjamin kelancarannya.


(51)

Pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi. Terdapat interaksi antara pekerja dengan tempat mereka bekerja, antara ibu rumah tangga dan pasar, antara pelajar dan sekolah. Hampir semua interaksi tersebut memerlukan perjalanan yang menghasilkan pergerakan arus lalu lintas (Tamin, 1997).

Sasaran umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi yang terjadi antar sistem tata guna lahan dan transportasi diharapkan mampu memberikan kemudahan dan seefisien mungkin, kebijakan yang perlu di lakukan untuk mewujudkan sasaran umum tersebut, adalah sebagai berikut:

1. Sistem kegiatan yaitu berupa rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan dan lain-lain) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah.

2. Sistem jaringan yaitu meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada yaitu melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain. 3. Sistem pergerakkan yaitu mengatur teknik dan manajemen lalu lintas

(jangka pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang).

Interaksi guna lahan dan transportasi merupakan interaksi yang sangat dinamis dan komplek. Interaksi ini melibatkan berbagai aspek kegiatan serta berbagai kepentingan. Perubahan guna lahan akan selalu mempengaruhi perkembangan


(52)

32

perubahan dan besaran pergerakkan serta pemilihan moda pergerakkan merupakan fungsi dari adanya pola perubahan guna lahan diatasnya. Sedangkan setiap perubahan guna lahan dipastikan akan membutuhkan peningkatan yang diberikan oleh sistem transportasi dari kawasan yang bersangkutan (Black, 1981).

Aktifitas pada suatu lahan merupakan kemampuan atau potensi untuk membangkitkan lalu lintas, maksudnya jika potensi tata guna lahan dari sepetak lahan yang memiliki aktifitas tertentu, akan membangkitkan sejumlah arus lalu lintas tertentu pula. Analisis tata guna lahan merupakan cara praktis untuk mempelajari aktifitas-aktifitas yang menyebabkan terjadinya pembangkitan perjalanan karena pola perjalanan (rute dan arus lalu lintas) dipengaruhi oleh jaringan transportasi dan tata guna lahan (Khisty dan Lall, 2005).

Aktifitas yang dikenal dengan istilah bangkitan perjalanan ini menentukan fasilitas-fasilitas transportasi (bus, taksi, angkutan kota atau kendaraan pribadi) yang akan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan. Ketika fasilitas tambahan didalam sistem telah tersedia, dengan sendirinya tingkat aksesibilitas akan meningkat. Perubahan aksesibilitas akan menentukan perubahan nilai lahan dan perubahan ini akan mempengaruhi penggunaan lahan tersebut. Jika perubahan seperti ini akan benar-benar terjadi, maka tingkat bangkitan perjalanan akan berubah dan akan menghasilkan perubahan pada seluruh siklus. Siklus ini memberikan ilustrasi tentang hubungan yang fundamental antar transportasi dengan tata guna lahan (Khisty dan Lall, 2005), seperti pada Gambar 2.3.


(53)

Gambar 2.3 Siklus Tata Guna Lahan-Transportasi Sumber: Khristy dan Lall, 2003

Suatu perubahan pemanfaatan lahan akan menyebabkan meningkatnya bangkitan pergerakan. Peningkatan ini akan menyebabkan meningkatnya tingkat aksesibilitas yang nantinya akan menyebabkan naiknya nilai lahan suatu kawasan, peningkatan nilai lahan pada akhirnya akan menyebabkan tumbuhnya aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan kondisi kawasan, sehingga memicu perkembangan intensitas bangunan yang tinggi pada guna lahan tersebut.

Bila akses transportasi ke suatu ruang kegiatan (persil lahan) diperbaiki, maka ruang kegiatan tersebut akan lebih menarik dan biasanya menjadi lebih berkembang. Dengan berkembangnya ruang kegiatan, akan meningkat pula kebutuhan akan transportasi.

Peningkatan ini kemudian menyebabkan kelebihan beban pada transportasi yang harus ditanggulangi. Siklus ini akan terulang lagi jika aksesibilitas diperbaiki


(54)

34

(Tamin, 2000:503). Hubungan antara transportasi dengan guna lahan dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Siklus Guna Lahan–Transportasi Sumber: Paquatte, 1980 dalam Tamin, 2000:503

Dalam pemodelannya, sistem tata guna lahan-sistem transportasi mengandung dua buah variabel yang dapat diidentifikasikan dan diukur (Black, 1981 dalam Miro, 2005:43-44), kedua variabel tersebut adalah:

1. Variabel Bebas (Independent Variable).

a. Sistem tata guna lahan/aktivitas, berupa Jumlah penduduk; jumlah lapangan kerja; luas lahan untuk kegiatan; pola penyebaran lokasi kegiatan; pendapatan dan tingkat kepadatan penduduk; pemilikan kendaraan.

b. Sistem transportasi, berupa beberapa kondisi/tingkat pelayanan transportasi seperti waktu perjalanan; biaya angkutan; pelayanan, kenyamanan, keamanan; kehandalan; ketersediaan, dll.


(55)

2. Variabel terikat yang akan dihitung, diramalkan (Dependent Variable), berupa jumlah kebutuhan transportasi yang dihitung dari jumlah arus lalu lintas penumpang, barang dan kendaraan di jalan raya per satuan waktu. Menurut Victoria (Transport Policy Institute, 2004:2-3), faktor-faktor tata guna lahan yang mempengaruhi transportasi yaitu:

1. Kepadatan dan pengelompokan (density and clustering), kepadatan mengacu pada jumlah penduduk atau pekerjaan yang tersedia di daerah tersebut, Lokasi aktifitas yang saling berhubungan berdekatan.

2. Aksesibilitas guna lahan (land use accessibility), sejumlah tujuan potensial yang terbentang di sepanjang area cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya kepadatan penduduk dan angkatan kerja, mengurangi jarak perjalanan dan kebutuhan akan mobil pribadi.

3. Pilihan transportasi (transportation choice), peningkatan kepadatan akan meningkatkan pilihan transportasi yang tersedia yang didasarkan oleh tingkat perekonomian.

4. Tata ruang yang baik akan menghasilkan model yang efisien.

2.8 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah pergerakan/lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu zona. Dari pengertian tersebut, maka bangkitan pergerakan merupakan tahap pemodelan transportasi yang bertugas


(56)

36

(meninggalkan) dari suatu zona/kawasan dan jumlah pergerakan yang datang/tertarik (menuju) ke suatu zona/kawasan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu (Miro, 2002).

Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi dan lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi (Tamin, 1997), seperti dijelaskan pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Bangkitan Perjalanan Untuk Dua Zona Asal dan Tujuan Sumber: Well (1975) dalam Tamin, 1997

Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/jam. Kita dapat dengan mudah menghitung jumlah orang atau kendaraan yang masuk dan keluar dari suatu luas lahan tertentu dalam satu hari (atau satu jam) untuk mendapatkan bangkitan dan tarikan pergerakan. Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata guna lahan, yaitu jenis tata guna lahan dan jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.


(57)

jenis lalu lintas (pejalan kaki, truk, mobil); lalu lintas pada waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalu lintas pada pagi dan sore hari sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalu lintas di sepanjang hari).

Bangkitan pergerakan bukan saja beragam dalam jenis tata guna lahan, tetapi juga tingkat aktivitasnya. Semakin tinggi tingkat penggunaan sebidang tanah, semakin tinggi pergerakan arus lalu lintas yang dihasilkannya (Tamin, 1997).

Tujuan dasar bangkitan pergerakan adalah menghasilkan model hubungan yang mengkaitkan tata guna lahan dengan jumlah pergerakan yang menuju ke suatu zona atau jumlah pergerakan yang meninggalkan suatu zona. Berdasarkan definisi dasar, bangkitan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan tujuan adalah rumah atau pergerakkan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Tarikan pergerakan digunakan untuk suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah, (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan Sumber: Tamin, 1997

Dalam pemodelan bangkitan dan tarikan pergerakan manusia, hal yang perlu dipertimbangkan antara lain (Tamin, 1997):


(58)

38

a. Bangkitan pergerakan untuk manusia yaitu: pendapatan, pemilikan kendaraan, struktur rumah tangga, ukuran rumah tangga, nilai lahan, kepadatan daerah permukiman, dan aksesibilitas. Empat faktor utama (pendapatan, pemilik kendaraan, struktur rumah tangga dan nilai lahan) telah digunakan pada beberapa kajian bangkitan pergerakan, sedangkan nilai lahan dan kepadatan daerah permukiman hanya sering dipakai untuk kajian mengenai zona.

b. Tarikan pergerakan untuk manusia, faktor yang sering digunakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, perkantoran, pertokoan dan pelayanan lainnya. Faktor lain yang dapat digunakan adalah lapangan pekerjaan. Akhir-akhir ini beberapa kajian mulai berusaha memasukkan ukuran aksesibilitas.

Dalam menentukan besaran bangkitan lalu lintas perjalanan terdapat sepuluh faktor yang menjadi peubah penentu yang dapat diidentifikasikan dan secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi parameter dalam menentukan besarnya bangkitan lalu lintas suatu zona yang sangat mempengaruhi volume lalu lintas serta penggunaan sarana pengangkutan (Warpani 1990:111-113). Kesepuluh faktor tersebut adalah maksud perjalanan; penghasilan keluarga; pemilikan kendaraan; guna lahan di tempat asal; jarak dari pusat keramaian kota; jauh/jarak perjalanan; moda perjalanan; penggunaan kendaraan; guna lahan di tempat tujuan; saat/waktu.


(59)

3.1 Jenis Penelitian

Kajian guna lahan terhadap tingkat pelayanan jalan sebagai penunjang perencanaan dan pengembangan pemanfaatan lahan pada kawasan Jalan Marelan Raya tidak dapat dilihat secara parsial, akan tetapi juga harus dilihat dalam lingkup regional. Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui serta mengkaji Tata Guna Lahan Terhadap Tingkat Pelayanan Jalan di Jalan Marelan Raya Kota Medan.

Menurut jenis metode penelitiannya, maka penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan (Effendi dan Singarimbun, 1989:4).

3.2 Kebutuhan Data

Kebutuhan data dan informasi dapat diperoleh melalui pengumpulan data, sedangkan data yang dikumpulkan dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok yaitu data sekunder dan data primer.


(1)

108

Lampiran 3

Arah Lalu Lintas, Dari :

Ke :

GOL.

1

2

3

4

5a

6a

7a

8

Waktu

Sedan, Opelet, pick-up-opelet, Pick-up, micro Bus Truk Truk

sepeda kumbang dan jeep dan suburban, combi dan truk dan kecil 2 sumbu 3 sumbu

roda 3 station wagon mini bus mobil hantaran (4 roda)

FORMULIR SURVEI PERHITUNGAN LALU LINTAS

(FORMULIR LAPANGAN)

Kendaraan tidak bermotor Sepeda motor, sekuter


(2)

109

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Lembar : Dari :

Nomor Propinsi : Nomor Ruas : . .

Nama Propinsi : Nama Ruas :

Status/Fungsi :

Dari Patok Km : Tgl/Bln/Thn :

Ke Patok Km : Surveyor : 1 2

Lebar bahu

1. Aspal 1. ≤ 4 / km - Baik 1. ≤ 1.4 cm/ km - Baik cm Rata-rata

2. Kerikil/Non Aspal 2. 5 - 29 /km - Sedang 2. 1.5 - 1.9 cm/km - Sedang

KR Kondisi Bahu KN

3. 30 - 49 /km -Rusak 3. 2 - 2.9 cm/km -Rusak

1. Tidak ada 1.

Lebar Perkerasan 4. >50 /km-RusakBerat 4. >3 cm/km-RusakBerat

2. Baik/Rata 2.

m 11 3. Bekas rd./Erosi ringan 3.

buah cm

4. Bekas rd./Erosi berat 4.

Kondisi Saluran Samping KN

1. 2 / 1 UD 1. ≤ 4 % - Baik 1. ≤ 4 cm/ km - Baik 1. Tidak ada 1.

2. 2 / 2 UD 2. 5-19 % - Sedang 2. 5 - 9 cm/km - Sedang 2. Bersih 2.

3. 4 / 2 UD 3. 20-29 % - Rusak 3. 10 - 14 cm/km -Rusak 3. Tertutup/Tersumbat 3.

4. 4 / 2 D 4. >30 % - Rusak Berat 4. >15 cm/km-RusakBerat 4. Erosi 4.

5. 6 / 2 D

% cm

B Baik 1. ≤ 4 % - Baik 1. ≥ 2.5 % - Baik

S Sedang 2. 5-19 % - Sedang 2. 2.0-2.4 % - Sedang

R Rusak 3. 20-29 % - Rusak 3. 1.0-1.9 % - Rusak

RB Rusak Berat 4. >30 % - Rusak Berat 4. 0-0.9 % - Rusak Berat

% %

Ukuran lubang Kecil (diameter < 0,5 m); Besar (diameter > 0,5 m); Dangkal (kedalaman < 5 cm); Dalam (kedalaman > 5 cm) Status Ruas Jalan : N = Nasional; P = Propinsi; M = Kotamadya; K = Kabupaten

FORMULIR SURVEI UNTUK LRMS

Kondisi Permukaan Aspal

Bekas Roda (cm) Jumlah Lubang

Data Jalan Bahu, Saluran Samping

Jenis Jalan

Kondisi Permukaan non Aspal % Retak Kemiringan Melintang %

Tipe Jalan % Penurunan Kerusakan Tepi (cm) KR


(3)

110

DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

LEMBAR ____ DARI ____

FORMULIR KALIBRASI ALAT PENGUKUR JARAK

PROPINSI

TANGGAL

NAMA :

(TGL)

(BULAN)

(TAHUN)

NO :

SEGMEN JALAN UNTUK KELIBRASI ALAT

ALAT PENGUKUR JARAK

BERI TANDA V PADA KOTAK YANG SESUAI

NAMA :

TIPE :

TINGKAT PEMBACAAN

ODOMETER

0.0 KM

NO. :

HALDAMETER

0.00 KM

DARI PATOK KM

KE PATOK KM

TRIPMETER

0.000 KM

PANJANG DIUKUR

(P)

:

M

KENDARAAN SURVEI

PENGEMUDI

TEKNISI

TIPE :

NAMA

NAMA :

MERK

MODEL

(TAHUN)

NO.POL. :

NIP

NIP :

PEMBACAAN ALAT PENGUKUR JARAK

NO

AWAL

AKHIR

SELISIH

LINTASAN

(1)

(2)

(2) - (1)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

JL=

JUMLAH

(JS)

MENENTUKAN FAKTOR KALIBRASI :

1. SELISIH RATA-RATA (L) :

JUMLAH SELISIH

JS

...

JUMLAH LINTASAN

JL

...

2. FAKTOR KALIBRASI (FK) :

PANJANG DIUKUR (P)

P

...

SELISIH RATA-RATA (L)

L

...

FAKTOR KALIBRASI (FK) DIKALIKAN DENGAN SETIAP HASIL PEMBACAAN ANTARA TITIK-TITIK

REFERENSI DARI ALAT PENGUKUR JARAK YANG DIGUNAKAN PADA WAKTU SURVEI

.=

=

FK =

L =

=

=


(4)

111

L am p ir an 4 H ar i S en in H ar i S ela sa T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 3 8 9 8 3 8 7 5 2 6 3 2 1 6 0 5 2 8 0 7 2 7 4 0 0 0 Ju m la h 7 2 3 3 7 Ju m la h 6 2 2 2 0 1 1 8 4 4 2 C ata ta n C ata ta n H ar i R ab u H ar i K am is T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 4 8 8 1 3 8 7 9 1 6 0 0 1 5 7 8 2 8 1 4 2 7 9 7 # # 2 3 3 0 Ju m la h 7 2 2 9 5 Ju m la h 6 2 2 5 4 1 1 8 1 1 8 C ata ta n C ata ta n

F

O

R

M

U

L

IR

H

IM

P

U

N

A

N

P

E

R

H

IT

U

N

G

A

N

L

A

L

U

L

IN

T

A

S

S

E

L

A

M

A

24 JA

M

(

F

O

R

M

U

L

IR

L

A

P

O

R

A

N

)

H ar i Ju m at H ar i S ab tu T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 2 8 2 7 0 5 3 7 0 4 8 4 1 3 8 4 3 6 9 4 1 4 1 8 0 0 Ju m la h 5 2 0 0 5 Ju m la h 2 1 3 3 9 1 1 8 1 1 8 C ata ta n C ata ta n

F

O

R

M

U

L

IR

H

IM

P

U

N

A

N

P

E

R

H

IT

U

N

G

A

N

L

A

L

U

L

IN

T

A

S

(

U

N

IT

)

3 0 3 3 5 0 3 4 4 1 3 3 9 6 1 2 1 1 3 4 9 7 1 1 7 1 3 2 6 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 9 6 1 2 4 2 5 8 1 8 3 2 4 1 7 1 1 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 2 7 0 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 2 7 1 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 2 7 7 2 0 4 2 5 6 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 7 3 7 6 9 3 6 6 6 3 4 8 2 0 3 6 8 5 7 0 5 3 5 2 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 2 6 4 1 3 2 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 1 4 8 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 1 0 9 1 3 0 8 3 1 5 2

1 60

1 7 .0 0 -1 9 .0 0 2 1 7 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 1 2 4 1 1 9 6 2 9 6 0 2 3 6 5 3 3 2 3 1 2 5 2 1 9 8 2 4 3 1 3 2 9 8 1 1 4 6 8 2 4 4 5 2 5 1 1 9 3 2 5 0 1 8 9 1 3 2 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 6 6 2 1 2 5 8 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 1 3 7 2 2 6 1 5 9 2 1 7 1 3 7 3 8 6 5 5 0 4 2 6 7 2 0 3 8 1 8 7 1 2 8 1 7 6 6 7 1 4 3 2 5 6 1 0 1 2 0 7 2 4 5 2 4 3 4 1 1 1 2 1 9 5 1 4 3 6 1 7 2 5 1 2 1 7 1 3 0 1 5 6 8 2 2 3 7 6 3 5 0 1 2 6 1 0 2 1 0 4 1 3 2 8 6 1 1 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 1 9 3 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 1 2 7 3 3 2 1

2 17

1 1 5 9 2 5 0 1 8 5 2 3 6 2 7 0 6 6 2 0 1 0 3 7 2 0 8 2 3 5 2 1 3 4 9 7 1 2 1 3 3 5 1 3

6 1 3

1 7 1 2 7 9 8 1 2 4 3 4 9 1 3 2 9 7 1 3 0 8 7 8 2 9 8 1 1 9 8 7 6 7 2 1 0 7 2 7 3 1 1 6 3 3 3 1 2 3 6 5

Universitas

Sumatera

Utara


(5)

112

L

am

p

ir

an

5

H ar i S en in H ar i S ela sa T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 9 1 3 8 5 9 1 3 5 3 6 9 3 8 .5 3 8 9 1 6 1 2 2 4 6 1 1 3 3 Ju m la h 2 1 3 5 4 8 Ju m la h 1 8 3 3 7 7 C ata ta n C ata ta n 7 H ar i R ab u H ar i K am is T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 1 2 1 3 5 7 9 1 3 5 4 3 8 9 2 3 8 6 9 .5 6 1 2 3 4 6 1 2 0 0 0 Ju m la h 2 1 3 4 8 3 Ju m la h 1 8 3 4 2 3 C ata ta n C ata ta n H ar i Ju m at H ar i S ab tu T an g g al T an g g al G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 G o lo n g an 1 2 3 4 5 a 6 a 7 a 8 W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah W ak tu

Sepeda Motor, Sekuter dan Kendaraan Roda

Tiga Sedan, Jeep dan Station Wagon Opelet, Pick-up-opelet, Suburban, Combi dan Mini bus Pick-up, Micro Truk dan Mobil Hantaran

Bus Truk 2 Sumbu

4 Roda Truk 3 Sumbu Kendaraan Tidak Bermotor Jumlah 6 1 2 6 0 0 7 9 1 0 7 4 1 3 5 3 5 .5 9 1 0 5 2 3 6 2 2 .5 0 0 Ju m la h 1 5 3 0 5 2 Ju m la h 6 1 9 4 9 C ata ta n C ata ta n 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 0 6 .0 0 -0 8 .0 0 2 7 7 5 0 4 2 6 8 1 7 0 5 7 3 3 6 7 2 7 0 5 0 0 2 6 4 1 6 5 5 1 3 0 6 4 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 2 0 4 3 9 6 1 9 4 6 0 1 5 1 5 4 8 .5 1 1 .0 0 -1 3 .0 0 1 9 3 3 7 0 1 9 6 5 0 2 1 9 4 9 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 2 5 6 4 8 6 2 3 4 1 1 2 .5 4 2 2 7 6 0 .5 1 7 .0 0 -1 9 .0 0 2 0 3 4 7 2 2 2 8 1 0 5 3 6 2 1 6 2

F

O

R

M

U

L

IR

H

IM

P

U

N

A

N

P

E

R

H

IT

U

N

G

A

N

L

A

L

U

L

IN

T

A

S

(

S

A

T

U

A

N

M

O

B

IL

P

E

N

U

M

P

A

N

G

)

7 3 7 1 3 8 6 6 9 6 3 4 3 1 1 4 7 5 1 7 6 6 6 6 1 3 4 2 6 8 8 3 2 0 1 0 8 6 0 1 7 5 0 7 .0 0 -0 8 .0 0 0 7 .0 0 -0 8 .0 0 2 7 0 5 0 2 2 6 4 1 6 5 5 4 2 4 6 6 2 7 1 5 0 0 2 6 6 1 6 7 .5 5 1 2 4 6 5 0 8 .0 0 -0 9 .0 0 1 8 3 3 8 6 1 9 2 5 2 .5 2 1 6 4 9 0 8 .0 0 -0 9 .0 0 1 7 6 3 7 8 1 9 2 5 0 2 1 6 4 3 .5 0 9 .0 0 -1 0 .0 0 2 5 8 4 8 2 2 4 8 1 2 5 3 9 1 5 6 1 0 9 .0 0 -1 0 .0 0 2 5 8 4 8 6 2 4 2 1 0 7 .5 3 3 9 5 8 7 1 1 1 3 7 0 7 0 4 3 4 3 1 1 4 4 5 1 7 5 7 0 5 1 3 6 4 7 0 0 3 2 5 1 0 5 3 9 1 6 7 0 7 .0 0 -0 8 .0 0 0 7 .0 0 -0 8 .0 0 2 6 4 4 5 2 2 6 0 1 5 0 4 5 2 1 6 1 .5 1 3 2 2 5 2 2 4 0 6 3 3 6 9 6 0 0 8 .0 0 -0 9 .0 0 1 4 8 3 1 8 1 6 6 5 2 .5 1 8 6 3 2 .5 0 8 .0 0 -0 9 .0 0 1 0 9 2 0 4 1 5 2 1 5 6 3 4 4 0 9 .0 0 -1 0 .0 0 2 1 7 4 3 4 2 3 8 7 7 .5 1 5 1 2 4 9 0 9 .0 0 -1 0 .0 0 1 2 4 2 0 8 2 1 4 2 5 9 6 0 6 1 0 3 6 2 9 1 2 0 4 6 6 4 2 8 0 7 8 3 9 0 0 1 3 7 5 1 1 8 1 4 3 3 6 5 6 6 4 6 3 4

Universitas

Sumatera

Utara


(6)

113

LAMPIRAN -6

Jumlah Kenderaan

smp

Jumlah Kenderaan

smp

Jumlah

Kenderaan

smp

Jumlah

Kenderaan

smp

Jumlah

Kenderaan

smp

Jumlah

Kenderaan

smp

Jumlah

Kenderaan

smp

898

1385

875

1353

881

1357

879

1354

827

1260

537

791

816

1250

632

939

605

891

600

892

578

870

484

741

384

536

547

811

807

1224

740

1133

814

1234

797

1200

694

1052

418

623

712

1077

779

1183

740

1126

765

1161

751

1141

668

1017

446

650

692

1046

1250

1321

0.95

811

1321

0.61

1077

1321

0.82

11.00-13.00

17.00-19.00

Volume Maksimum

(smp)

C Rasio (smp/jam)

Kapasitas jalan

06.00-08.00

11.00-13.00

17.00-19.00

Rata-Rata

Waktu

06.00-08.00

TRAFFIC COUNTING JALAN MARELAN RAYA

Waktu

Senin

Selasa

Rabu

Kamis

Jumat

Sabtu

Rata-rata

0 500 1000 1500

06.00-08.00 11.00-13.00

17.00-19.00 1250

811 1077

TRAFFIC COUNTING JALAN

MARELAN RAYA

TRAFFIC COUNTING JALAN MARELAN RAYA