2 Semua iuran, royalti, paj ak dan pembayaran lain yang berlaku harus dilunasi.

• Prot okol proses penapisan memuat perat uran dan perundangan kehut anan yang relevan

1. 2 Semua iuran, royalti, paj ak dan pembayaran lain yang berlaku harus dilunasi.

• Perusahaan selalu membayar paj ak lokal, iuran hasil hut an, pembayaran lain dan royalt i dan sebagainya. • P3. 2 Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah 1. 3 Pada negara penandatangan, persyaratan semua kesepakatan internasional yang mengikat seperti CITES, Konvensi ILO, ITTA, dan Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati harus dihormati. Unt uk perusahaan skala besar, mereka harus menget ahui konvensi int ernasional yang berl aku dan memberikan pet unj uk sehingga kegi at an lapangan memenuhi t uj uan konvensi misalnya sepert i CITES, Konvensi Keanekaragaman Hayat i dan ILO 87 dan 98 St andar lokal menj elaskan kesepakat an int ernasional apa yang dit andat angani oleh negara, at au kant or pusat Smart Wood akan memberikan daf t ar t ent ang kesepakat an int ernasional yang berlaku. Unt uk perusahaan skala kecil dan menengah, mereka menj adi t ahu t ent ang konvensi int ernasional yang berlaku baik sebelum at au selama proses penilaian sert if ikasi dan menyet uj ui unt uk memberikan pet unj uk kepada st af dan kont rakt or sehingga kegiat an lapangan dapat memenuhi t uj uan kesepakat an yang berlaku. • Unit pengelolaan menunj ukkan kesediaan unt uk memenuhi persyarat an, t uj uan dan semangat dari kesepakat an yang berlaku. • S3. 1 Terj aminnya hak asasi manusia • V – S3. 1. 1 – Rendahnya kasus t indak kekerasan t erhadap warga oleh unit pengelolaan at au aparat . • S5. 1 Keberadaan dan pelaksanaan kesepakat an kerj a bersama KKB • V – S5. 1. 1, 5. 1. 3, 5. 1. 4 – Pelaksanaan perj anj ian kerj a bersama; Pemahaman t enaga kerj a t erhadap st rukt ur organisasi dan uraian kerj a; Tenaga kerj a t erlibat dalam pembuat an perj anj ian kerj a bersama; Bebas konf lik perburuhan; Berkurangnya kasus perselisihan ant ar karyawan 1. 4 Konflik antara hukum, peraturan dan Prinsip dan Kriteria FSC harus dievaluasi untuk tuj uan sertifikasi, dengan dasar kasus per kasus, oleh penilai dan pihak- pihak terkait. • Pot ensi konf lik ant ara hukum, Prinsip dan Krit eria FSC dan at uran at au konvensi int ernasional diident if ikasi. • Konf lik ant ara persyarat an FSC dan hukum diselesaikan melalui konsult asi ant ara cont act person nasional FSC j ika ada, penilai FSC, at au unit pengelolaan j ika perlu. • Tidak ada dalam st andar LEI khas FSC 1. 5 Kawasan pengelolaan hutan harus dilindungi dari penebangan ilegal, pendudukan ilegal dan kegiatan lain yang tidak diij inkan. • Unt uk perusahaan skala besar, sist em monit oring dengan inspeksi berkala yang dilakukan secara periodik didokument asikan dan dil aksanakan. • In-migrat ion, perkampungan, perburuan dan penebangan kayu sepanj ang j alan logging harus dikont rol. • Hanya ada sedikit at au t idak sama sekali kgiat an yang t idak diij inkan dalam kawasan pengelolaan hut an. • P1. 3 Besaran perubahan penut upan lahan hut an akibat perambahan dan alih f ungsi kawasan hut an, kebakaran, dan gangguan lainnya • V – bent uk dan int ensit as perambahan hut an; perubahan f ungsi hut an dan pemberian hak lain; int ensit as f rekuensi dan skala kebakaran hut an yang pernah t erj adi; j enis hasil hut an yang paling banyak hilang; bent uk macam gangguan t erhadap hut an besert a int ensit as f rekuensi dan skala gangguannya; overcut t ing. 1. 6 Pengelola hutan harus menunj ukkan komitmen j angka panj ang untuk mengikuti Prinsip dan Kriteria FSC. • Unit pengelolaan secara j elas menunj ukkan dukungan j angka panj ang pada Prinsip dan Krit eria FSC mis, melalui present asi pada publik, komit men verbal oleh manaj emen senior, at au dengan t indakan lain • Unt uk perusahaan skala besar, komit men ini harus t ert ulis. Komit men t ert ulis ini disarankan j uga unt uk skala perusahaan yang lain. • Unit pengelolaan menyet uj ui bahwa mereka t idak melakukan kegiat an yang secara nyat a berseberangan dengan Prinsip dan Krit eria FSC pada kawasan hut an diluar kawasan hut an yang sedang dinilai. • Tidak ada dalam st andar LEI khas FSC PRINSIP 2: HAK TENURE dan HAK GUNA SERTA TANGGUNG JAWAB Hak t enure dan hak guna j angka panj ang at as sumberdaya lahan dan hut an harus secara j elas didefinisikan, didokument asikan dan diakui secara hukum Kriteria 1 Social – LEI – Terj aminnya sistem tenure hutan rakyat Pengalaman menunj ukkan bahwa pengelolaan hut an j angka panj ang yang konsist en t idak akan berlangsung t anpa keyakinan bahwa lahan hut an akan t et ap sebagai hut an dan bahwa hak dan t anggung j awab dari pengelola hut an dan pengguna lain secara langsung t idak j elas. Meskipun banyak pihak mempunyai peran pent ing dalam hal ini, maksud dari bagian ini adalah unt uk menj amin bahwa perusahaan melakukan semua t indakan realist is dalam kont rol mereka unt uk melindungi dan menj aga hut an j angka panj ang dan menyelesaikan konf lik dengan pengguna lain dari hut an t ersebut mis, kayu, perburuan dsb. Dalam banyak hal, ini berart i bahwa melindungi hut an dari ancaman persaingan t at a guna lahan, at au penggunaan yang t idak semest inya oleh pengguna lain. Di lain pihak, perusahaan dapat mengambil langkah-langkah proakt if unt uk meningkat kan keamanan hut an dengan cara bernegosiasi t ent ang pengelolaan bersama dan akses pada sumberdaya hut an oleh masyarakat lokal. Adanya konf lik yang t idak diselesaikan dalam masyarakat lokal akan menj adi kendala dalam sert if ikasi. 2. 1 Ada bukti j elas mengenai hak guna hutan untuk j angka panj ang terhadap lahan tersebut mis, status lahan, hak adat atau kesepakatan sewa. • Tenure lahan j elas dan aman secara hukum. • Ada dokument asi yang menunj ukkan st at us hukum dari semua lahan dan hut an yang menunj ukkan hak j angka panj ang unt uk mengelola lahan dan at au memanf aat kan sumberdaya hut an. • P1. 1 Kepast ian penggunaan lahan sebagai kawasan hut an • S1. 1 Bat as ant ara kawasan konsesi dengan kawasan komunit as set empat t erdelineasi secara j elas dan diperoleh melalui perset uj uan ant ar pihak yang t erkait di dalamnya • V-S1. 1. 1 Proses penet apan bat as yang dilakukan secara bersama dengan pihak yang t erkait di dalamnya • V- Tingkat kompat ibilit as dan at au pengat uran st at us kawasan uni t pengelolaan dengan RTRWP, TGH dan pet a pemanf aat an hut an; realisasi aplikasi delineasi; kualit as perbat asan. 2. 2 Masyarakat lokal dengan hak adat atau hak guna harus mempertahankan kontrol untuk melindungi hak atau sumberdaya mereka terhadap kegiatan kehutanan kecuali mereka mendelegasikan kontrol tersebut dengan kepada lembaga lain. • Hak hukum at au hak adat masyarakat lokal unt uk memiliki, mengelola at au menggunakan sumberdaya hut an baik kayu dan non kayu secara f ormal diakui, didokument asikan dalam kesepakat an t ert ulis j ika perlu dan dihormat i. o Pengakuan hak melalui Perat uran Daerah dan at au melalui ket ent uan bat as kawasan hak melalui pemet aan part isipat if • Jika ada kawasan adat yang akan dikelola oleh operat or lain, maka kawasan ini harus secara f ormal diakui dalam kesepakat an hasi l negosiasi yang diset uj ui oleh pengelola hut an dan masyarakat lokal dan at au masyarakat adat . Kawasan dan kesepakat an ini harus dimasukkan dalam rencana pengelolaan . o SOP mendef inisikan seberapa sah legit imat e perwakil an dari masyarakat it u dij elaskan dan diident if ikasi • Perset uj uan masyarakat diberikan sedemikian sehingga ada wakt u cukup unt uk membuat keput usan sesuai dengan prosedur adat , penyediaan inf ormasi yang lengkap dan t erbuka dalam bent uk dan bahasa yang dapat dipahami oleh mereka, dan t idak ada t ekanan, int imidasi, ancaman at au insent if negat if . o Negosiasi sehubungan dengan pengelolaan hut an dengan masyarakat adat at au t radisi akan dilakukan melalui perwakilan mereka, lebih disukai, dibant u oleh lembaga pemerint ah dan non pemerint ah yang mereka t unj uk. • Akses t erkendali diberikan at au dit awarkan kepada masyarakat lokal unt uk produk kayu dan non kayu berdasar kesepakat an hukum at au pengat uran lokal j angka panj ang mis sumberdaya air dalam kawasan hut an. • Konf lik sumberdaya dengan pemilik lahan t erdekat at au pengguna lainnya diselesaikan at au diat asi dengan cara hukum dan sist emat is • S1. 2 + S1. 3 Terj aminnya akses dan kont rol penuh masyarakat secara lint as generasi t erhadap kawasan hut an adat ; Terj aminnya akses pemanf aat an hasil hut an oleh komunit as secara lint as generasi di dalam kawasan konsesi. • V – S1. 2. 1 Kawasan wilayah masyarakat adat bebas klaim t erit orial dari unit manaj emen • V – S1. 3. 1 Mobilit as dari penduduk keluar masuk kawasan konsesi unt uk pemanf aat an hasil hut an • V – S1. 3. 2 Penget ahuan unit manaj emen t ent ang pot ensi hasil hut an non kayu, ekosist emnya dan t at acara pemanf aat annya sert a pengolahannya. 2. 3 Mekanisme yang layak harus diberlakukan untuk menyelesaikan sengketa karena klaim tenure dan hak guna. Situasi dan status sengketa yang belum terselesaikan secara eksplisit akan dipertimbangkan dalam evaluasi sertifikasi. Sengketa yang besar yang melibatkan banyak kepentingan akan menggagalkan perusahaan untuk disertifikasi. • Konf lik sumberdaya dengan pemilik lahan sekit arnya at au pengguna lainnya harus diselesaikan dengan cara sist emat is dan legal. • Unt uk perusahaan besar, penebangan skala besar at au kegiat an pengelolaan hut an dengan skala yang sama harus diberit ahukan sebel umnya kepada masyarakat t erkena dampak dalam pert emuan-pert emuan publik, surat menyurat at au berbagai j enis komunikasi lainnya. • Kesepakat an mengenai mekanisme resolusi konf lik harus menj adi bagian dari kesepakat an yang dinegosiasikan dan dij elaskan secara eksplisit dalam rencana pengelolaan. • Kegiat an skala besar boleh dimulai set elah ada penyelesaian konf lik at au set elah ada usaha-usaha nyat a unt uk menyelesaikan permasalahan. • S1. 4 Digunakannya t at a cara at au mekanisme penyelesaian sengket a yang t epat pada pert ent angan klaim at as hut an yang sama. PRINSIP 3: HAK MASYARAKAT ADAT Hak legal dan hak adat masyarakat adat unt uk memiliki, menggunakan dan mengelola lahan, wilayah dan sumberdaya mereka harus diakui dan dihormat i. Keadilan bagi masyarakat adat t elah menj adi hal pent ing dalam FSC dan program Smart Wood. Namun, unt uk mencapai keadilan ini, pert ama-t ama harus ada kej elasan mengenai kelompok mana yang disebut sebagai masyarakat adat . Def inisi berikut ini t elah dit erima oleh FSC: Ket urunan masyarakat yang ada yang t inggal di kawasan dari sebuah negara secara keseluruhan at au sebagian, pada wakt u orang-orang dari kebudayaan at au et nik yang berbeda dat ang ke sana dari bagian dunia yang lain, mendominasi mereka dan karena pengambilalihan, perkampungan at au sarana lai n yang mengurangi j umlah mereka hingga menj adi non-dominan at au sit uasi koloni; yang saat ini hidup lebih bersesuaian dengan kebiasaan sosial, ekonomi dan budaya sert a t radisi daripada kelembagaan negara t empat di mana mereka menj adi bagi an, dibawah st rukt ur negara yang memasukkan karakt erist ik budaya nasional, sosial dari segmen populasi lain yang lebih dominan. Jika ada keraguan mengenai kelompok mana yang bisa masuk dalam def inisi ini, silakan kont ak Smart Wood. 3. 1 Masyarakat adat harus mengkontrol pengelolaan hutan di lahan mereka kecuali j ika mereka telah mendelegasikan kontrol tersebut dengan sepengetahuan lembaga lain. • Hak hukum at au hak adat masyarakat lokal unt uk memiliki, mengelola at au menggunakan sumberdaya hut an baik kayu dan non kayu secara f ormal diakui, didokument asikan dalam kesepakat an t ert ulis j ika perlu dan dihormat i. o Pengakuan hak melalui Perat uran Daerah dan at au melalui ket ent uan bat as kawasan hak melalui pemet aan part isipat if • Jika ada kawasan adat yang akan dikelola oleh operat or lain, maka kawasan ini harus secara f ormal diakui dalam kesepakat an hasi l negosiasi yang diset uj ui oleh pengelola hut an dan masyarakat lokal dan at au masyarakat adat . Kawasan dan kesepakat an ini harus dimasukkan dalam rencana pengelolaan . o SOP mendef inisikan seberapa sah legit imat e perwakil an dari masyarakat it u dij elaskan dan diident if ikasi • Perset uj uan masyarakat diberikan sedemikian sehingga ada wakt u cukup unt uk membuat keput usan sesuai dengan prosedur adat , penyediaan inf ormasi yang lengkap dan t erbuka dalam bent uk dan bahasa yang dapat dipahami oleh mereka, dan t idak ada t ekanan, int imidasi, ancaman at au insent if negat if . o Negosiasi sehubungan dengan pengelolaan hut an dengan masyarakat adat at au t radisi akan dilakukan melalui perwakilan mereka, lebih disukai, dibant u oleh lembaga pemerint ah dan non pemerint ah yang mereka t unj uk. • Akses t erkendali diberikan at au dit awarkan kepada masyarakat lokal unt uk produk kayu dan non kayu berdasar kesepakat an hukum at au pengat uran lokal j angka panj ang mis sumberdaya air dalam kawasan hut an. • Konf lik sumberdaya dengan pemilik lahan t erdekat at au pengguna lainnya diselesaikan at au diat asi dengan cara hukum dan sist emat is • S1. 2 + S1. 3 Terj aminnya akses dan kont rol penuh masyarakat secara lint as generasi t erhadap kawasan hut an adat ; Terj aminnya akses pemanf aat an hasil hut an oleh komunit as secara lint as generasi di dalam kawasan konsesi. • V – S1. 2. 1 Kawasan wilayah masyarakat adat bebas klaim t erit orial dari unit manaj emen • V – S1. 3. 1 Mobilit as dari penduduk keluar masuk kawasan konsesi unt uk pemanf aat an hasil hut an • V – S1. 3. 2 Penget ahuan unit manaj emen t ent ang pot ensi hasil hut an non kayu, ekosist emnya dan t at acara pemanf aat annya sert a pengolahannya 3. 2 Pengelolaan hutan tidak boleh mengancam atau mengurangi, baik langsung atau tidak langsung, sumberdaya atau hak tenure dari masyarakat adat. • Kelompok adat t idak menganggap unit pengelolaan sebagai ancaman ut ama pada sumberdaya at au t enure mereka. • Unit pengelolaan harus melakukan usaha unt uk memperbaiki diri agar t idak dianggap sebagai ancaman t erhadap sumberdaya at au t enure adat . • Konf lik sumberdaya dengan pemilik lahan di sekit arnya at au pengguna lainnya t erselesai kan at au sedang diat asi dalam cara legal dan sist emat is • S3. 1 Terj aminnya hak asasi manusia • S3. 2 Minimasi dampak unit manaj emen pada int egrasi sosial dan budaya • V S3. 2. 1 – 3. 2. 6 – t idak t erj adi pemisahan f isik dalam dan ant ar komunit as; bebas penggusuran; t erj aminnya keberadaan sit us-sit us budaya; t ingkat kriminalit as rendah; t ingkat konf lik suku agama ras dan ant ar golongan SARA rendah; t ingkat kej adian pelanggaran adat rendah • S2. 1 – Sumber-sumber ekonomi komunit as minimal t et ap mampu mendukung kelangsungan hidup komunit as secara lint as generasi 3. 3 Situs-situs khusus budaya, ekologi, ekonomi atau agama bagi masyarakat adat harus secara j elas diidentifikasi bekerj a sama dengan mereka dan diakui serta dilindungi oleh pengelola hutan. • Jika ident if ikasi ini sulit , unit pengelolaan harus melakukan ident if ikasi sit us khusus dengan baik. • Sit us-sit us pent ing harus ada dalam pet a lapangan at au diident if ikasi di lapangan. • Sit us-sit us t ersebut dilindungi di lapangan. • V – S3. 2. 3 – t erj aminnya sit us-sit us budaya 3. 4 Masyarakat adat harus menerima kompensasi untuk semua penerapan ilmu mereka dalam hal spesies hutan atau sistem pengelolaan yang digunakan oleh perusahaan. Kompensasi ini harus secara formal disetuj ui dengan sepengetahuan mereka sebelum perusahaan beroperasi. • Masyarakat adat secara adil diberikan kompensasi karena penget ahuan t radisional at au sumberdaya mereka digunakan. • Sist em kompensasi secara j elas dipahami ant ara unit pengelolaan dan kelompok adat , j ika ada. • S2. 2 Adanya pengakuan dan kompensasi f ormal legal unt uk penggunaan penget ahuan t radisional masyarakat adat di dalam sist em pengelolaan yang dit erapkan oleh unit manaj emen PRINSIP 4: HUBUNGAN MASYARAKAT DAN HAK-HAK PEKERJA Perusahaan pengelolaan hut an harus mempert ahankan at au meningkat kan kesej aht eraan sosial dan ekonomi j angka panj ang unt uk peker j a hut an dan masyarakat lokal. • Krit eria Sosial 3 LEI - Terj aminnya keberlanj ut an int egrasi sosial dan budaya masyarakat dan para pekerj a; Krit eria Sosial 4 – Perwuj udan t anggung j awab unt uk merehabilit asi st at us gizi dan mengant isi pasi dampak pada kesehat an sert a Krit eria Sosial 5 – t erj aminnya hak-hak pekerj a Perusahaan yang disert if ikasi diharapkan dapat dikenali secara umum sebagai t et angga yang baik bagi masyarakat lokal. Unt uk perusahaan yang lebih kecil, hal ini menj adi sangat sederhana sepert i t anggung j awab perusahaan akan peralat an penebangannya di j alan-j alan milik lokal, perlindungan sit us-sit us sej arah budaya at au arkeologi, at au hukum posit if dengan pemilik lahan di dekat nya. Unt uk perusahaan yang besar, baik it u perusahaan publik at aupun swast a, implikasinya biasanya lebih besar. Biasanya perusahaan yang lebih besar akan lebih hat i-hat i dalam memberikan kebut uhan rekreasi lokal, kegiat an-kegiat an yang menekankan pada pelat ihan dan part isipasi masyarakat lokal, dan kont ribusi at au dukungan unt uk pelayanan lokal sepert i kesehat an at au pendidikan. Akhirnya, melihat skala perusahaan yang lebih besar, akt if it as mereka akan mempengaruhi kawasan yang lebih luas dengan j umlah masyarakat yang semakin besar; karenanya akan lebih baik kalau perusahaan sepert i ini mempunyai sist em int eraksi dengan publik pada kegiat an pengelolaan hut an mereka. 4. 1 Masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan pengelolaan hutan harus diberi kesempatan untuk bekerj a, pelatihan dan pelayanan lainnya. • Masyarakat dan penduduk lokal diberikan pr iorit as dalam kegiat an penebangan at au kegiat an pengelolaan lainnya dalam hal kepemil ikan, pelat ihan, pengalolaan, pool t enaga kerj a dan manf aat at au peluang lain. • S2. 3 Komunit as mampu mengakses kesempat an kerj a dan peluang berusaha t erbuka • V – S2. 3. 1-2. 3. 8 Warga komunit as diut amakan bekerj a; Kesempat an kerj a t idak diskriminat if ; t enaga kerj a lokal t erserap, paling t idak pada t ingkat st af t et ap; usaha baru yang dikembangkan warga komunit as meningkat j enis dan t ingkat pengusahaannya; besaran dan dist ribusi belanj a unit manaj emen dalam wilayah lokal; Kesesuaian j enis, wakt u, t empat dan j umlah pesert a pelat ihan dengan kebut uhan komunit as dan karyawan; kesempat an pelat ihan bagi warga komunit as dan karyawan t idak diskriminat if ; unit manaj emen mempunyai rencana pelat ihan yang komprehensif dan menyediakan dana penyelenggaraannya. • S2. 4 – modal domest ik berkembang • V – S2. 4 Masyarakat merupakan pemegang saham dalam unit manaj emen pengelolaan bersama berbagi keunt ungan; unit manaj emen memberikan modal dan mencipt akan beberapa kegiat an, dsb. • S3. 3 Promosi pemberdayaan komunit as dan karyawan • V – S3. 3. 2 Menguat nya dan at au t erbent uknya inst it usi-inst it usi bagi penyaluran kepent ingan dan aspirasi komunit as dan karyawan 4. 2 Pengelolaan hutan harus memenuhi atau melebihi semua hukum yang berlaku yang mengatur kesehatan dan keamanan para pekerj a dan keluarganya. • Upah dan t unj angan lain kesehat an, pensiun, kompensasi pekerj a, perumahan, pangan unt uk st af f penuh wakt u dan kont rakt or harus adil dan konsist en dengan t idak lebih rendah dari upah minimum regional yang berlaku. • Kondisi keamanan pekerj a harus memenuhi persyarat an hukum. • Jika didokument asikan unt uk perusahaan yang besar, t idak ada angka kecelakaan yang t inggi. • Perlengkapan keamanan digunakan di dalam hut an mis, helm, perlindungan t elinga, sepat u bot , pelindung t angan dsb. • S2. 5 Peninj auan berkala t erhadap kesej aht eraan karyawan dan j aminan at as f asilit as akomodasi yang memadai • V – S2. 5. 1 – S2. 5. 13 – St rukt ur penggaj ian yang adil; ragam program pelat ihan; peningkat an j enj ang karir; peningkat an pendapat an karyawan; kemampuan menyisihkan uang menabung; peningkat an daya beli sandang, papan dan pangan; beban t anggungan t erhadap keluarga berkurang t idak ada; adanya perubahan penambahan barang rumah t angga yang dimiliki; t erdapat perbaikan f rekuensi makanan lengkap bagi keluarga karyawan; kelancaran komunikasi dan inf ormasi; kondisi menu gizi pangan meningkat ; peningkat an kesehat an karyawan; pengadaan f asilit as unt uk kesej aht eraan karyawan. • S4. 1 Minimasi dampak kegiat an unit manaj emen pada kesehat an masyarakat • S4. 2 Kerj a sama dengan ot orit as kesehat an • V – S4. 2. 1 Ragam dan kualit as pelayanan kesehat an pada komunit as meningkat • S5. 1 Keberadaan dan pelaksanaan kesepakat an kerj a bersama KKB. • S5. 2 Pelaksanaan upah minimum regional dan st rukt ur gaj i yang adil • S5. 3 Terj aminnya kesehat an dan keselamat an kerj a K3 • V – S5. 3 Perusahaan menyediakan unit kesehat an dan melat ih st af unt uk menangani keadaan darurat 4. 3 Hak para pekerj a untuk mengorganisasi diri dan secara sukarela bernegosiasi dengan pemilik perusahaan harus dij amin sebagaimana diwaj ibkan oleh Konvensi 87 dan 98 oleh Organisasi Buruh Sedunia ILO. • Para pekerj a diberi kebebasan unt uk mengorganisasi diri dan bernegosiasi dengan pemilik perusahaan sej alan dengan Konvensi 87. • Unit pengelolaan t idak mengganggu organisasi pekerj a yang mengorganisasi diri at au melaksanakan hak kolekt if sesuai dengan Konvensi 98. • Konvensi lain dari ILO yang berlaku di mana suat u negara adalah penandat angannya j uga dilaksanakan lihat St andar Sosial unt uk Pekerj a Hut an dalam Sert if ikasi: Penerapan Konvensi ILO IFBWW, unt uk menget ahui daf t ar negara dan ident if ikasi Konvensi ILO yang berlaku. • V – S3. 1. 2 Kebebasan berserikat bagi buruh 4. 4 Perencanaan pengelolaan dan kegiatan harus memasukkan hasil evaluasi dampak sosial. Konsultasi harus dij aga dengan masyarakat dan kelompok yang secara langsung terkena dampak oleh kegiatan pengelolaan. • Unt uk unit pengelolaan yang besar, penilaian at au evaluasi dampak sosial t elah at au akan dilaksanakan dan dimasukkan dalam perencanaan at au pengelolaan. • Unit pengelolaan t elah mendokument asikan secara t ert ulis proses-proses f ormal dan inf ormal yang akan digunakan mereka unt uk berint eraksi at au berkonsult asi dengan st akeholder t erkena dampak dan pemilik lahan dan sumberdaya lainnya selama dan set elah perencanaan pengelolaan hut an. • Organisasi at au individu lokal yang secara langsung t erkena dampak oleh kegiat an kehut anan diberikan kesempat an unt uk berpart isipasi dalam perencanaan pengelolaan hut an menurut norma-norma masyarakat . • Unit pengelolaan memperbaharui daf t ar nama pemilik lahan sekit arnya. • Unit pengelolaan yang besar mengident if ikasi pemilik lahan sekit arnya pada pet a. • S2. 5 Peninj auan berkala t erhadap program-program peningkat an kesej aht eraan karyawan dan j aminan at as f asilit as akomodasi yang layak. 4. 5 Harus ada mekanisme yang layak untuk menyelesaikan keluhan dan untuk memberikan kompensasi yang adil dalam hal kerugian atau kerusakan yang mempengaruhi hak hukum atau hak adat, kepemilikan, sumberdaya dan sumber penghidupan masyarakat lokal. Untuk itu harus ada ukuran yang bisa diambil guna menghindari kerugian atau kerusakan seperti ini. • Sit us-sit us arkeologi, agama dan lainnya yang pent ing bagi masyarakat lokal diident if ikasi dan dipet akan set elah konsult asi dengan st akeholder, organisasi pelindung sej arah dsb. • Sit us-sit us khusus dilindungi di lapangan. • Jika kesulit an mengident if ikasi dengan past i, unit pengelolaan harus berusaha unt uk mengident if ikasi sit us-sit us khusus. • S1. 4, S2. 1, S2. 2, S4. 1 – Di gunakannya mekanisme penyelesaian sengket a yang t epat pada pert ent angan klaim at as hut an yang sama; Sumber-sumber ekonomi komunit as minimal t et ap mampu mendukung kelangsungan hidup komunit as secara lint as generasi; Adanya pengakuan dan kompensasi legal t erhadap penggunaan penget ahuan t radisional masyarakat adat di dalam sist em pengelolaan yang dit erapkan oleh unit manaj emen; minimasi dampak kegiat an unit manaj emen pada kesehat an masyarakat • V – S3. 3. 4 – S3. 3. 6 Konf lik-konf lik yang muncul seiring dengan kegiat an operasional unit manaj emen dit angani secara adil; adanya bagian penanganan konf lik dalam st rukt ur unit manaj emen yang bersangkut an; Dikenalnya t at a cara penyelesaian konf lik yang ada dalam komunit as oleh unit manaj emen yang bersangkut an PRINCIPLE 5: MANFAAT DARI HUTAN Kegiat an pengelolaan hut an harus mendorong pemanf aat an yang ef ekt i f dari berbagai produk dan j asa dari hut an unt uk menj amin kemampuan ekonomi dan berbagai manf aat lingkungan hidup dan sosial. Pada umumnya, sert if ikasi Smart Wood lebih banyak berf okus pada hut an dan masyarakat lokal. Penekanan pada bagian ini adalah t ent ang bagaimana memaksimalkan nilai kegiat an hut an dalam hal ekonomi lokal dan bagaimana menj amin kegiat an sert if ikasi t et ap layak secara ekonomi j angka panj ang. Bisnis dapat berhasil at au gagal karena berbagai alasan. Sert it ikasi Smart Wood mempunyai dampak akhir yang kecil dalam hal ini. Tidak menj adi mandat at au t anggung j awab bagi Smart Wood unt uk berf ungsi sebagai penj amin keuangan at as keberhasilan kepada invest or, shareholder at au lembaga lain. Namun, mandat kami adalah unt uk mengevaluasi kemampuan ekonomi dari perspekt if unt uk menj amin bahwa invest asi j angka panj ang yang baik sedang dilakukan oleh perusahaan dalam hal pengelolaan hut an, konservasi dan masyarakat lokal. 5. 1 Pengelolaan hutan harus berusaha menuj u kemampuan ekonomi yang mempertimbangkan penuh biaya-biaya lingkungan, sosial dan operasional dari produksi serta menj amin investasi yang diperlukan untuk menj aga produktifitas ekologi dari hutan. • Pendapat an yang dit erima cukup unt uk membayar biaya-biaya kegi at an pengelolaan hut an sepert i perencanaan pengelolaan, pemelihar aan j alan, perlakuan silvikult ur, kesehat an hut an j angka panj ang, monit oring pert umbuhan dan hasil, pengawasan yang normal pada st af lapangan dan kont rakt or dan invest asi konservasi. • P2. 7 Prasarana pemungut an hasil hut an • P3. 1 Kesehat an perusahaan • P3. 2 Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah • P3. 3 Sist em inf ormasi manaj emen • P3. 5 Invest asi dan reinvest asi unt uk pengelolaan hut an 5. 2 Pengelolaan hutan dan kegiatan marketing harus mendorong penggunaan yang optimal dan pemrosesan lokal untuk keragaman produk hutan. • Unit pengelolaan dan pusat -pusat pengol ahan meminimalkan limbah yang berasal dari penebangan at au pengolahan. • Unit pengelolaan mencari penggunaan t erbaik unt uk set iap spesies pohon dan kayu. • Unit pengelolaan mendorong pemanf aat an spesies kurang dikenal t api banyak j umlahnya unt uk t uj uan komersial dan subsist en. • P2. 4 Ef isiensi pemanf aat an hut an • P2. 5 Kondisi t egakan t inggal • P2. 9 Pengat uran pemanf aat an hasil hut an bagi masyarakat 5. 3 Pengelolaan hutan harus meminimalkan limbah karena penebangan dan kegiatan pengelolahan di lapangan dan menghindari kerusakan sumberdaya hutan yang lain. • Pengolahan lokal dipriorit askan bila memungkinkan. • V – S4. 1. 1 – pelaksanaan pengel olaan limbah dan alat -alat yang dimiliki oleh unit manaj emen • P2. 4-P2. 5 – lihat Krit eria 5. 2 • P2. 8 – Pelaksanaan reduced impact logging penebangan berdampak rendah • P1. 6 - Terj aminnya keberadaan dan macam hasil hut an non kayu 5. 4 Pengelolaan hutan harus memperkuat dan meningkatkan keragaman ekonomi lokal yang menhindari ketergantungan pada satu produk hutan. • Unit pengelolaan memberikan kont ribusi pada diversif ikasi produk dan eksplorasi pasar dan produk baru baik di dalam dan di luar kawasan unit pengelolaan. • S2. 1 Sumber-sumber ekonomi komunit as minimal t et ap mampu mendukung kelangsungan hidup komunit as secara lint as generasi • V – S2. 16 – S2. 1. 7 Nilai t ambah hasil hut an non kayu dan kayu meningkat ; Meningkat nya ragam olahan hasil hut an nonkayu dan kayu • S2. 4. Modal domest ik berkembang • P3. 2 Peran bagi pembangunan ekonomi wilayah 5. 5 Kegiatan pengelolaan hutan harus mengakui, memelihara dan j ika perlu meningkatkan nilai j asa dan sumberdaya hutan seperti fungsi daerah aliran sungat dan perikanan. • Wawancara dengan kelompok pemancingan dan pariwisat a menunj ukkan dampak posit if at au net ral t erhadap sumberdaya perikanan dan pariwisat a yang lain. • Observasi lapangan menunj ukkan t ingkat pengendapan yang alami normal di dekat at au dalam sumber air. • E1. 9-E1. 10 Ef ekt if it as t eknik pengendalian dampak kegiat an kelola produksi t erhadap t anah dan air • P1. 6 dan S4. 1 – lihat di at as 5. 6 Tingkat pemanenan hasil hutan tidak melebihi tingkat yang dapat dilestarikan secara permanen. • Jat ah t ebang t ahunan, berdasar luasan at au volume diat ur berdasar perkiraan pert umbuhan dan hasil yang konservat if dan t erdokument asi dengan baik dan yang menj amin t ingkat penebangan t idak melebihi t ingkat kelest arian. • Jat ah t ebang t ahunan at aupun perhit ungan pemanenan yang lain harus dit erapkan dalam hut an. • Persyarat an silvikult ur sebelum, selama dan sesudah pemanenan harus dipat uhi. • Tingkat pert umbuhan, pencadangan dan regenerasi dimonit or oleh sist em invent arisasi yang berlanj ut dan sesuai. • P1. 6 Terj aminnya keberadaan dan macam hasil hut an non kayu • P2. 1 Pengorganisasian kawasan yang menj amin kegiat an produksi yang berkelanj ut an yang dit uangkan dalam berbagai t ingkat rencana dan diimplement asikan • P2. 2 Penerapan pengamat an pert umbuhan t egakan dan hasilnya • P2. 3 Produksi t ahunan sesuai dengan kemampuan produkt if it as hut an PRINCIPLE 6: DAMPAK PADA LINGKUNGAN HIDUP Pengelolaan hut an harus melindungi keragaman biologi dan nilai-nilai yang t erkait , sumberdaya air, t anah, ekosist em yang unik dan rawan sert a bent ang alam sehingga akan menj aga f ungsi-f ungsi ekologi dan int egrit as hut an t ersebut . Krit eria Ekologi 1 LEI – st abilit as ekosist em dan 2 – Keberlangsungan Spesies endagered, endemik dan dilindungi Perlindungan lingkungan hidup dan konservasio biologi dalam pengelolaan hut an bersert if ikasi meliput i kombinasi ukuran-ukuran proakt if dan perlindungan. Ukuran proakt if meliput i usaha-usaha unt uk meningkat kan nilai keragaman biologi t i ngkat landscape dari lahan yang dikelola at au kegiat an rest orasi. Sement ara it u ukuran-ukuran perlindungan berf okus pada j aminan bahwa semua st af dan kont rakt or t ahu daerah-daerah sensit if dan melakukan langkah-langkah unt uk menghindari masalah. Sert if ikasi mensyarat kan bahwa pengelola hut an memberikan perhat ian t erbesar pada perlindungan at au rest orasi ekosist em yang langka misal, lahan basah at au t egakan hut an primer, konservasi spesies-spesies langka at au t erancam dan menggunakan bahan-bahan kimia secara hat i-hat i. 6. 1 Penilaian dampak lingkungan harus diselesaikan – berdasar pada skala dan intensitas pengelolaah hutan dan keunikan sumberdaya yang terkena dampak dan diintegrasikan dalam sistem pengelolaan. Penilaian akan meliputi pertimbangan tingkat lanscape dan j uga dampak pada fasilitas pengolahan di lapangan. Dampak lingkungan j uga akan dinilai sebelum dimulainya kegiatan yang mengganggu kawasan tersebut. • Penilaian lingkungan berlangsung selama perencanaan pengelolaan. • Penilaian lingkungan secara konsist en dilakukan sebelum kegiat an pengelolaan at au gangguan t erhadap kawasan. • Pert imbangan konservasi t ingkat landscape t erlihat nyat a di kegiat an lapangan, kerj a st af f kont rakt or at au dengan pemilik lahan di sekit arnya, organisasi-organisasi konservasi at au lembaga konservasi pemerint ah. • Ada kont rol t erhadap dampak lingkungan karena f asilit as pengolahan di lapangan mis, limbah, dampak bangunan dsb. • P1. 2 Perencanaan dan implement asi penat aan hut an menurut f ungsi dan t ipe hut an • E1. 4 Kondisi keragaman f lora dan at au f auna dalam kawasan lindung pada berbagai f ormasi t ipe hut an yang dit emukan di dalam unit manaj emen • E1. 5-E1. 7 Int ensit as kerusakan st rukt ur hut an dan komposisi spesies t umbuhan, kondisi t anah dan air • E2. 3- E2. 4 Int ensit as gangguan t erhadap spesies endemik langka dilindungi di dalam kawasan khusus; Kondisi spesies endemik langka dilindungi di dalam kawasan khusus • E2. 5 – E2. 6 Int ensit as dampak kegiat an kelola produksi t erhadap t umbuhan dan sat wa liar yang endemik langka dilindungi dan habit at nya 6. 2 Harus ada pemeliharaan yang melindungi spesies langka, terancam dan hampir punah dan habitatnya sarang dan kawasan pakan mereka. Zona konservasi dan kawasan perlindungan harus dikembangkan, sesuai dengan skala dan intensitasi pengelolaan hutan dan keunikan sumberdaya yang terkena dampak. Perburuan, pemancingan, penj ebakan dan pengumpulan yang tidak sesuai harus dikontrol. • Spesies kayu pada daf t ar spesies langka baik it u lokal at au int ernasional mis, Lampiran I CITES, daf t ar nasional t idak dimanf aat kan. • Spesies at au ekosist em yang t erancam, langka at au rawan harus secara eksplisit dipert imbangkan selama melakukan kegiat an pengel olaan. • Zone konservasi berada pada kawasan yang berlanj ut , meskipun bisa saj a berupa rangkaian areal-areal kecil yang dihubungkan melalui koridor selebar t inggi kanopi hut an pada hut an dewasa di kawasan it u. • Zone konservasi dit andai pada pet a dan lapangan, dan kegiat an pengelolaan harus secara hat i-hat i dilakukan di kawasan ini. • E1. 1 – E1. 2 Proporsi luas kawasan lindung yang berf ungsi baik t erhadap keselur uhan kawasan yang seharusnya dilindungi sert a t el ah dikukuhkan dan at au keberadaannya diakui pihak-pihak t erkai t – dan yang sudah t erj adi di lapangan • E1. 4 Kondisi keanekaragaman spesies f lora dan at au f auna di dalam kawasan lindung pada berbagai f ormasi t ipe hut an yang dit emukan dalam unit manaj emen • E1. 11 Ef ekt if it as penyuluhan mengenai pent ingnya pelest arian ekosist em hut an sebagai sist em penyangga kehidupan, dampak akt if it as lewah panen t erhadap ekosist em hut an dan pent ingnya pelest arian spesies endemik langka dilindungi • E2. 1 – E2. 2 Proporsi luas kawasan lindung yang dit et apkan berdasarkan pert imbangan spesies endemik langka dilindungi at au ekosi st em unik sert a t elah dikukuhkan – dan yang sudah dit at a bat as di lapangan • E2. 3 – E2. 4 Int ensit as gangguan yang rendah dan konsdi spesies endemik langka dilindungi di dalam kawasan khusus • E2. 5 – E2. 6 Int ensit as gangguan yang rendah t erhadap spesies endemik langka dili ndungi dan habit at nya karena kegiat an pengelolaan • E2. 7 – E2. 8 Pengamanan t umbuhan dan sat wa liar endemik langka dilindungi dan habit at nya 6. 3 Fungsi dan nilai-nilai ekologi harus dipelihara, ditingkatkan dan dipulihkan kembali yang meliputi: a Regenerasi dan suksesi hutan. b Keragaman genetic, spesies dan ekosistem. c Siklus alam yang mempengaruhi produktifitas ekosistem hutan. • Lat ar belakang ekologi dan silvikult ur di balik arahan pengelolaah didokument asikan dengan baik berdasar dat a lapangan yang spesif ik at au pada analisis ekologi hut an lokal mis, regenerasi dan suksesi at au silvikult ur dan perat uran pemerint ah. • Preskripsi pengelolaan memelihara, meningkat kan at au memulihkan kembali komposisi hut an yait u j umlah dan keragaman spesies dan st rukt urnya. • E1. 2 – lihat di bagian at as • E1. 3 Int ensit as gangguan t erhadap kawasan dilindungi t ermasuk dari bahaya kebakaran • E1. 5 Int ensit as kerusakan st rukt ur hut an dan komposisi spesies t umbuhan • E1. 8 Ef ekt if it as pengelolaan kerusakan st rukt ur dan komposisi t egakan hut an • E1. 9-E1. 10 Ef ekt if it as t eknik pengendalian dampak kegiat an kelola produksi t erhadap t anah dan air • E1. 11 Ef ekt if it as penyuluhan mengenai pent ingnya pelest arian ekosist em hut an sebagai sist em penyangga kehidupan, dampak akt if it as lewah panen t erhadap ekosist em hut an, dan pent ingnya pelest arian spesies endemik langka dilindungi • E2. 4 Kondisi spesies endemik langka dilindungi di dalam kawasan khusus • E1. 4 lihat di at as • P1. 5 Pemilihan dan implement asi sist em silvikult ur yang sesuai dengan ekosist em hut an set empat • P2. 5 Kondisi t egakan t inggal 6. 4 Sampel representatif dari ekosistem yang ada sekarang dalam landscape tersebut harus dilindungi dalam keadaan alaminya dan didokumentasikan pada peta, yang sesuai dengan skala dan intensitas kegiatan dan keunikan sumberdaya yang tekena. • Unt uk unit pengelolaan yang besar, berdasar pada ident if ikasi kawasan biol ogi kunci dan konsult asi dengan pemerint ah daerah at au lembaga ilmu penget ahuan, sampel represent at ive dari ekosist em yang ada dilindungi dalam keadaan alaminya, sama dengan at au lebih dari 10 dari t ot al kaw asan hut an yang dikelola. • Unt uk unit pengelolaan yang kecil dan sedang, sampel represent at ive dari ekosist em yang ada dilindungi dalam keadaan alaminya, berdasar pada ident if ikasi kawasan biologi kunci at au konsult asi dengan pemerint ah daerah at au lembaga ilmu penget ahuan. • Unit pengelolaan memulai kegiat an unt uk meningkat kan konservasi ekosist em pada t ingkat landscape. • Unit pengelolaan secara konsist en menekankan pent ingnya konservasi biol ogi di semua kegiat an kehut anan. • P1. 2 Perencanaan dan pemanf aat an hut an di dasarkan pada t ipe dan f ungsi hut an • E1. 1 – E1. 3 lihat di at as • E2. 1 – E2. 2 lihat di at as 6. 5 Petunj uk tertulis harus disiapkan dan dilaksanakan untuk: mengendalikan erosi, meminimalkan kerusakan hutan selama penebangan, pembangunan j alan dan semua ganggua mekanis dan melindungi sumberdaya air. • Pet a dan rencana kerj a dihasilkan dengan skala yang skala yang sesuai supaya berguna unt uk mengawasi akt if it as pengelolaan dan perlindungan sumberdaya t anah dan air dan unt uk menf asilit asi monit oring lapangan. • Pet unj uk yang j elas harus diberikan kepada st af lapangan dan kont rakt or dalam bent uk manual t ert ulis, kebij akan dan pelat ihan unt uk menj amin konservasi t anah dan air selama kegiat an silvikult ur, sesuai dengan spesif ikasi t eknis unt uk j alan sarad lokasi, lebarnya, kerapat an dan rancangan j alan, st rukt ur konservasi dsb. • Pet a t opograf i t elah disiapkan sebelum ada kegiat an logging at au pembangunan j alan dan yang menunj ukkan kawasan yang cocok unt uk penebangan semua musim at au penebangan khusus musim kemarau; dan menunj ukkan lokasi unt uk j alan penebangan, TPK, j alan sarad, st rukt ur drainase, zona penyangga pinggir sungai dan kawasan konservasi. • Pembangunan j alan, pemeliharaan dan st andar penut upan j alan dipat uhi di lapangan. • Tidak ada j alan yang dibangun di kawasan sungai. • Permukaan j alan dikeringkan dengan baik, cul ver t s dibuat cukup besar unt uk menghindari penggenangan dan pipa air dipasang dan ef ekt if . • P2. 8 Pelaksanaan reduced impact logging penebangan berdampak rendah • P2. 4, P2. 5, P2. 7, P2. 8, E1. 3, E1. 6 – E1. 10 lihat di at as. 6. 6 Sistem pengelolaan harus meningkatkan pengembangan dan pelaksanaan metode non kimia yang ramah lingkungan untuk pengelolaan hama dan menghindari penggunaan pestisida kimia. Pestisida hidrokarbonclorin tipe 1A dan 1B menurut Badan Kesehatan Dunia; pestisida yang bersifat tetap, beracun atau yang turunannya masih aktif secara biologi dan terakumulasi dalam rantai makanan diluar penggunaannya; dan j uga pestisida yang dilarang oleh kesepakatan internasional, harus dilarang. Jika ada bahan kimia yang digunakan, perlengkapan yang layak dan pelatihan penggunaan harus diberikan untuk meminimalkan resiko kesehatan dan lingkungan hidup. • Harus ada usaha yang t et ap unt uk mengurangi at au menghilangkan penggunaan bahan kimia dalam hut an dan pengolahan kayu. • Jika bahan kimia digunakan di dalam hut an, bahan-bahan t ersebut digunakan sebagai bagian dari sist em pengelolaan hama t erpadu yang secara t elit i mengident if ikasi ancaman dan menganalisis alt ernat if kimia dan non kimia. • Jika bahan kimia digunakan: o invent arisasi bahan kimia yang lengkap diberikan oleh unit pengelolaan dan inspeksi mendet il pada t empat penyimpanan mengesahkan bahwa invent arisasi t ersebut lengkap dan akurat ; o prosedur penanganan, penggunaan dan penyimpanan diikut i dan, o st af f dan kont rakt or menerima pelat ihan t ent ang prosedur penanganan, penggunaan dan penyimpanan. • Bahan kimia yang dilarang di Eropa, Amerika Serikat at au pest isida hidrokarbonklorin t ime 1A dan 1B t idak digunakan. Sat u-sat unya perkecualian adalah j ika st rat egi kont rol alt ernat ive t idak mengat asi ancaman yang t elah diident if i kasi mis prolif erasi spesies eksot ik. Dalam hal sepert i ini, harus ada konsensus yang disepakat i dan didokument asikan melalui diskusi dengan lembaga pemerint ahan, kel ompok lingkungan hidup dan st akeholder lain dan FSC, dan prosedur penggunaan yang t elit i sert a t raining harus diadakan. • S4. 1. 5 Sungai dan sumber mat a air bersih lainnya t idak t erpolusi dan t idak t erkont aminasi • E1. 7; V – S4. 1. 1, S4. 1. 2 lihat di at as 6. 7 Bahan kimia, kontainer, limbah anorganik cair dan padat termasuk bahan bakar dan minyak harus dibuang dengan cara yang layak untuk lingkungan di luar lokasi. • Bahan kimia, kont ainer, limbah cair dan padat dibuang dengan cara yang baik unt uk lingkungan hidup dan legal, baik it u limbah dari kegiat an kehut anan at au pabrik pengolahan. • V – S4. 1. 2 lihat di at as 6. 8 Penggunaan unsur kontrol biologi harus didokumentasikan, dikurangi, dimonitor dan dikontrol secara ketat sesuai dengan hukum nasional dan protokol ilmiah yang diterima secara internasional. Penggunaan organisme transgenik harus dilarang. • Penggunaan unsur kont rol biologi didokument asikan, di minimalkan, dimonit or dan dikont rol secara ket at . • Penggunaan organisme t ransgenik dilarang. • Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI 6. 9 Penggunaan spesies eksotik harus dikontrol secara teliti dan secara aktif dimonitor untuk menghindari dampak ekologi yang buruk. • Penggunaan spesies eksot ik t idak disarankan dan dikont rol secara hat i-hat i, dalam art i j ika digunakan, penggunaannya unt uk t uj uan t ert ent u dan dibenarkan mis unt uk manf aat lingkungan hidup dan di monit or unt uk dampak lingkungan hidup. • Spesies yang diseleksi unt uk ref orest asi disesuaikan dengan t empat t umbuh dan t uj uan pengelolaan. • Ada priorit as unt uk penanaman at au riset t erapan t ent ang spesies hut an yang asli daerah t ersebut . • Jika menanam spesies eksot ik, harus ada ukuran-ukuran unt uk mencegah regenerasi spont an di luar kawasan t anaman, t ingkat kemat i an yang t idak biasa, penyakit , serangan hama at au dampak lingkungan yang buruk. • Tidak ada dalam Krit eria dan Indikat or LEI 6. 10 Konversi hutan alam menj adi hutan tanaman atau kawasan non hutan tidak boleh terj adi, kecuali dalam kondisi dimana konversi: a membut uhkan porsi t erbat as dari unit pengelolaan hut an; dan b t idak t erj adi pada hut an dengan nilai konservasi t inggi; dan c memberikan manf aat konservasi yang j elas, subst ansial, t ambahan, past i dan j angka panj ang unt uk unit pengelolaan hut an. • Hut an primer, primer yang rusak dan sekunder dewasa t idak dit ebang habis oleh pengelola hut an saat ini unt uk membangun hut an t anaman. • Penanaman pohon di kawasan hut an alam melengkapi regenerasi alami dan memberikan kont ribusi pada konservasi sumberdaya genet ik dan bukan menggant ikan ekosist em alam. • Hut an t anaman t idak menggant ikan lahan yang secara ekologi diklasif ikasikan sebagai lahan basah. • Jika hut an t anaman dikembangkan pada kawasan hut an suksesi pert ama at au di padang rumput alami keduanya t idak disarankan, maka pet unj uk verbal, t ert ulis at au visual yang j elas diberikan kepada st af f lapang unt uk mengident if ikasi kawasan sepert i ini, dan unit pengelolaan mempunyai ukuran-ukuran yang agresif unt uk memulihkan, mengkonservasi dan mengelola hut an alam at au padang rumput di sekit arnya yang sama at au lebih dari areal yang t erganggu. • P1. 3 lihat di at as PRINSIP 7: RENCANA PENGELOLAAN Sebuah rencana pengelolaan – yang sesuai dengan skala dan int ensit as kegiat an pengelolaan – harus dit ulis, dilaksanakan dan t erus diperbarui. T uj uan j angka panj ang dari pengelolaan, cara-cara mencapai t uj uan t ersebut harus dinyat akan secara j elas. Perencanaan pengelolaan hut an harus dilihat sebagai proses dan bukan hanya berupa sebuah dokumen. Nilai dari rencana t ert ulis adalah bahwa rencana t ersebut meningkat kan pemahaman t ent ang pendekat an pengelolaan pada st af f dan pengamat yang lain dan j uga menf asilit asi konsist ensi unt uk menghadapi perubahan personel, perubahan pemilik lahan dsb. Skala dan lokasi mis, negara sangat pent ing dalam menent ukan harapan dalam hal perencanaan pengelolaan. Kecuali dalam kasus yang sangat khusus, t idak adanya rencana pengelolaan hut an secara t ert ulis berart i bahwa perusahaan t ersebut t idak dapat disert if ikasi. Kasus-kasus khusus t ersebut adalah sebagai berikut : 1. Jika ada dokument asi yang t elah memenuhi sebagian besar, j ika t idak semua, persyarat an dat a dari sebuah rencana pengelolaan, maka langkah berikut nya adalah mengkompilasi dokumen-dokumen t ersebut dan menghasilkan sebuah dokumen pengelolaan keseluruhan. 2. Jika penyelesaian rencana pengelolaan t ert ulis t idak mempunyai ef ek yang besar negat if at au posit if , sebagaimana yang dit ent ukan oleh t im penilai pada kualit as kegiat an lapangan dalam hal prakt ek-prakt ek silvikult ur, lingkungan hidup dan sosial ekonomi. 3. Jika ada sist em pengelolaan hut an yang t erdokument asi dengan baik pada t ingkat yang lebih umum yang memberikan pet unj uk dan konsist ensi yang j elas unt uk int ervensi pengelolaan yang spesif ik, mis biaya rencana pengelolaan yang lebih det il unt uk bagian yang lebih kecil t idak akan mempengaruhi kemampuan ekonomi dasar kegiat an pengelolaan dan part idipasi dari pemilik lahan yang kecil sebagaimana dit ent ukan secara regional dalam pengelolaan hut an berkelanj ut an. Sit uasi ini t idak menghilangkan kebut uhan akan perencanaan pengelol aan at au sebuar rencana pengelolaan. Namun, dalam sist em Smart Wood, pent ing unt uk menegaskan bahwa kinerj a lapangan lebih berart i segalanya daripada sist em dokument asi at au pengelolaan. Jelasnya hal ini t idak akan mengurangi nilai dokument asi at au sist em; pengalaman menunj ukkan nilai yang j elas di dalamnya. Masalahnya adalah sat u dari keseimbangan ant ara kinerj a, dokument asi dan sist em, dan dalam sist em penilaian Smart Wood, kinerj a lapangan dipert imbangkan sebagai yang t erpent ing. Smart Wood berharap bahwa rencana pengelolaan unt uk perusahaan yang lebih besar akan lebih det il dan sist emat is dibandingkan dengan yang skala kecil, karena kendala f inansial dan resiko relat if dari dampak negat if pada lingkungan hidup karena perbedaan skala perusahaan. Belakangan pemahaman t ent ang pent ingnya pert imbangan biologi pada level landscape semaking besar dan pent ingnya hal t ersebut menj adi t opik ut ama selama penilaian Smart Wood, khususnya unt uk perusahaan besar, swast a at aupun publik. Pert imbangan t ent ang pemilik lahan yang berada di sekit ar perusahaan j uga pent ing, apapun skala perusahaannya, t et api harapan dalam hal proses-proses konsult asi lokal, selama dan set elah proses perencanaan awal lebih t inggi unt uk perusahaan besar. Beberapa aspek int eraksi masyarakat t ent ang perencanaan pengelolaan dibahas dalam Bagian 6. 0. Dalam pemilihan sist em pengelolaan hut an, Smart Wood t idak mempromosikan pendekat an silvikult ur apapun, misal, kelas umur sama vs kelas umur t idak sama, pemilihan pohon t unggal vs pohon lindung dsb. Namun, pengelola hut an bersert if ikat diharapkan dapat menyeimbangkan t uj uan produksi dan lingkungan hidup, menimbang keunt ungan dan kerugian dari set iap pendekat an pengelolaan hut an, dan memilih t eknik yang menj aga at au memulihkan ekosist em sement ara pada saat yang sama memberikan respon pada kenyat aan sosial dan ekonomi. Set iap t eknik dapat digunakan dengan baik at au disalahgunakan. Akhirnya, dari perspekt if sert if ikasi dan pengelolaan hut an berkelanj ut an, pengalaman menunj ukkan bahwa sangat pent ing unt uk mempunyai sist em monit oring int ernal yang memberikan kont rol yang berkualit as unt uk pelaksanaan pengelolaan hut an, mengident if ikasi t ant angan operasional dan melaporkan keberhasilan at au kegagalan dari int ervensi pengelolaan unt uk menyelesaikan masalah. Bagian ini j uga berf okus pada klarif ikasi kont rol int ernal yang t elah dikembangkan dal am pelaksanaan pengelolaan hut an unt uk menj amin kualit as kont rol.

7. 1 Rencana pengelolaan dan dokumen pendukung harus memberikan informasi tentang: