Pertanggungjawaban Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Pada Penyelenggara Sistem Elektronik Dalam Hal Penjaminan Keamanan

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARA SERTIFIKASI ELEKTRONIK PADA PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK

DALAM HAL PENJAMINAN KEAMANAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH: FREDY CAHYADI

110200258

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARA SERTIFIKASI ELEKTRONIK PADA PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK

DALAM HAL PENJAMINAN KEAMANAN SKRIPSI

Disusun dan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH: FREDY CAHYADI

110200258 Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

Windha S.H.,M.Hum NIP.197501122005012002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. T. Keizeirina Devi Azwar, S.H.,C.N,M.Hum

2015

Windha S.H., M.Hum

NIP.197002012002122001 NIP.197501122005012002

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

iii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas berkat Rahmat Tuhan Yang Maha Esa, penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktunya. Skripsi ini dilakukan bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan. Skripsi ini diberi judul

“PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARA SERTIFIKASI

ELEKTRONIK PADA PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK DALAM HAL PENJAMINAN KEAMANAN”. Dengan adanya penulisan skripsi ini penulis berharap agar para pembaca dapat memaklumi kekurangan dari penulis karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan. Semoga dari skripsi ini, pembaca dapat mengerti, memahami serta memberikan manfaat kepada pembaca.

Demi kelancaran penyelesaian skripsi ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak baik dukungan moril dan materil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof.Dr.Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

2. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting,S.H., M.Hum selaku PembantuDekan I; Bapak Syafruddin Hasibuan,S.H., M.Hum selaku Pembantu Dekan II; Bapak Dr.O.K Saidin,S.H., M.H selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

3. Ibu Windha,S.H.,M.Hum selaku Ketua Bagian Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan serta selaku Dosen Pembimbing II yang telah sangat peduli dan perhatian serta memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini;


(4)

iv

4. Bapak Ramli Siregar,S.H., M.Hum selaku Sekretaris bagian Departem Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

5. Bapak Prof.Dr.Budiman Ginting ,S.H., M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang juga telah peduli dan memberikan pedoman terhadap penulisan skripsi ini; 6. Teristimewa kepada orangtuaku, Steffen Tjoa dan Go Mie Kim yang telah

memberikan banyak materi, semangat, kekuatan, doa, serta motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan studi dengan tepat pada waktunya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan;

7. Ibu Dra. Zakiah, M.Pd. selaku Dosen Penasehat Akademik penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Segala Bapak/Ibu Staf Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama proses perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

9. Keluarga besar penulis yang sudah memberikan motivasi kepada penulis.

10.Sahabat penulis, Chief yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyelesaian skripsi..

11.Teman-teman terdekat penulis di Fakultas Hukum,William AB, Kevin Tankas, Dian Ekawati, Stella Guntur, Yohana Rosendra, yang selalu mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12.Teman-teman rangers di Fakultas Hukum yang telah memberikan semangat kepada penulis.


(5)

v

13.Teman-teman dekat penulis, Darwin, Margaret, Yuli, Steven yang selalu mendukung dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman klub medanese yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

15.Adik angkat penulis, Cecylia Vilicia yang memberikan dukungan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

16.Teman-teman komunitas fotografi di medan yang memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.

Demikianlah penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung penulisan skripsi ini.

Medan, Penulis

Fredy Cahyadi NIM : 110200264


(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR………... i

DAFTAR ISI………... iv

ABSTRAK……….…………...……... vii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

A. Latar Belakang………... 1

B. Perumusan Permasalahan……….... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……… 8

D. Keaslian Penulisan……….. 9

E. Tinjauan Kepustakaan……… 10

F. Metode Penulisan………...…… 13

G. Sistematika Penulisan……….... 16

BAB II PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK MENURUT PERATURAN PERUNDANG–UNDANGAN ………. 18

A. Transaksi Elektronik Menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ………. 18

B. Pengaturan Penyelenggaraan Sistem Elektronik menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ………… 37


(7)

vii

C. Hambatan dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik ……….. 49

BAB III PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK BERDASARKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA ... 63

A. Sertifikasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik…….. 63 B. Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik ……….………. 75 C. Pembatasan lingkup Sertifikasi Elektronik dengan Sertifikasi Keandalan

……….. 83

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM PENYELENGGARA

SERTIFIKASI ELEKTRONIK ……… 89

A. Bentuk pertanggungjawaban Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terhadap Konsumen ditinjau dari UU Nomor 8 tahun 1999

………. 89

B. Pertanggungjawaban Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terhadap penyelenggaraan Sistem Elektonik terhadap jaminan keamanan ditinjau UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

……… 94

C. Upaya Hukum Pemegang Sertifikasi Elektronik terkait dengan Jaiminan Keamanan ………. 108


(8)

viii

BAB V PENUTUP………..……… 114

A. Kesimpulan………...………...…….……… 114

B. Saran………..……..……….………… 116


(9)

ix

DAFTAR GAMBAR


(10)

x ABSTRAK

PERTANGGUNGJAWABAN PENYELENGGARA SERTIFIKASI ELEKTRONIK PADA PENYELENGGARA SISTEM ELEKTRONIK DALAM

HAL PENJAMINAN KEAMANAN

FredyCahyadi* T.KeizeirinaDeviAzwar**

Windha***

Perkembangan transaksi elektronik sekarang ini berkembang pesat dan tidak terlepas dari masalah keamanan. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik merupakanlembaga yang mengaturberbagairegulasikepercayaan di dalamtransaksielektronik.Sertifikat Elektronik merupakan kebutuhan yang wajib bagi konsumen agar keamanan transaksi elektronik melalui sistemel ektronik terjamin.Permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penyelenggaraan sistem elektronik berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana penyelenggaraan sertifikasi elektronik berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana pertanggungjawaban penyelenggara sertifikasi elektronik terhadap penyelenggara sistem elektronik pada hal penjaminan keamanan.

Metode penelitian yang dipakai untuk menyusun skripsi ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan bahan-bahan dari buku, makalah, internet, jurnal, hasil tulisan ilmiah dan peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan maksud dan tujuan penyusunan karya ilmiah ini.

Penyelenggaraan sistem dilaksanakan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik. Penyelenggara Sertifikasi Elektronikmemiliki tugas untuk menjamin bahwa setiap komponen dan keterpaduan seluruh sistem elektronik beroperasi sebagaimana mestinya.Penyelenggaraan sertifikasi elektronik dilaksanakan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik. Pelaksanakan tersebut mencakup fungsi administratif yaitu registrasi, otentikasi fisik terhadap pemohon, pembuatan dan pengelolaan kunci publik maupun kunci privat, pengelolaan sertifikat elektronik dan daftar sertifikat yang dibekukan. Pertanggungjawaban penyelenggara sertifikasi elektronik terhadap penyelenggaraan sistem elektronik pada hal penjaminan keamananmeliputi pertanggungjawaban secara pidana, pertanggungjawaban administratif, pertanggungjawaban perdata.

Kata Kunci:SertifikatElektronik, SistemElektronik, JaminanKeamanan, Pelaku Usaha, Konsumen,

*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I


(11)

xi BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada awal mulanya, hubungan manusia dilaksanakan dalam pola-pola yang sederhana dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.Namun, seiring berkembangnya peradaban manusia, perkembangan hubungan itu mulai berkembang hingga mencapai kepada wilayah yang sangat luas.Bahkan dalam kehidupan modern ini hubungan manusia tidak lagi dilakukan dalam suatu wilayah, tetapi juga sudah dapat dilakukan antar wilayah negara.Hal ini semakin luas lagi ketika diimbangi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan pesat.

Alvin Toffler membagi era di dunia ini dalam tiga gelombang, gelombang pertama manusia cenderung mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologinya pada bidang pertanian, kemudian pada gelombang kedua manusia pada era ini sudah dapat memisahkan antara kegiatan produksi dan konsumsi, dan gelombang ketiga ditandai dengan lahirnya revolusi digital. Revolusi ini adalah hasil penemuan-penemuan di bidang teknologi komunikasi dan informasi.Awal dari globalisasi itu bermula pada abad ke-20, yakni pada saat revolusi transportasi dan elektronika yang menyebar dan mempercepat informasi antar negara dan memudahkan berbagai perdagangan bisnis di dunia.Pesatnya kemajuan teknologi telekomunkasi, media dan


(12)

xii

informatika atau disingkat dengan telematika serta meluasnya perkembangan infrastruktur informasi global dan dunia internet telah merubah pola pikir kegiatan bisnis dilaksanakan di industri perdagangan.Perkembangan Internet sekarang ini merupakan sesuatu yang tidak asing lagi bagi orang masa sekarang.Internet ini telah membuat dunia menjadi tanpa batas.Sekalipun demikian banyak orang yang belum benar memahami apa dan bagaimana sebenarnya yang dimaksud dengan Internet. Tidak ada satupun orangpun atau kelompok maupun organisasi yang bertanggungjawab untuk menjalankan internet.Mekanisme kerja internet tidak didasarkan pada manusia tetapi merupakan mekanisme kerja elektronik. Masing-masing jaringan yang terhubung satu sama lainnya berkomunikasi dengan protocol protocol tertentu, seperti Transmission Control Protocool (TCP) dan Internet

Protocool (IP). Kemampuan ini bisa menjangkau seluruh dunia yang terhubung

melalui sebuah jaringan online yang saling terhubung satu sama lain.1 Perkembangan teknologi informasi2

1

Wira Sakti,Nufransa, Buku Pinter Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai membayar

(Jakarta: Penerbit VisiMedia, 2014), hlm. 2.

2

Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.

yang juga melanda dunia dewasa ini, tidak dapat dihindarkan.Perkembangan tersebut juga mempengaruhi tatanan tersebut. Menurut Didik J. Rachibini, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai pelopor, yang mengintergrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem sistem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terakhir bergerak cepat, bahkanterlalu cepat


(13)

xiii

menuju suatu sistem global. Dunia akan menjadi “global village” yang menyatu, saling tahu dan terbuka serta saling bergantung satu sama lain.3

Perkembangan teknologi informasi ini juga secara signifikan telah mempengaruhi dan mengubah cara bisnis yang sedang dikelola dan dipantau saat ini.

Tetapi teknologi informasi ini masih kurang dipahami oleh banyak orang dan tidak diimbangi dengan pemahaman yang baik dan memadai mengenai teknologi khususnya dalam perspektif hukum. Hal ini dikarenakan penekenan pemahaman dewasa ini sangat “technology minded” padahal idealnya kita harus melihat dari berbagai sudut pandang baik sudut pandang hukum, sosial, dan bisnis.

Pemerintah melalui perkembangan ekonomi berbasis ilmu pengetahuan dan masyarakat informasi telah menjadi paradigma global yang dominan. Ini terlihat dari pemanfaatan teknologi dan informasi yang dilaksanakan dengan tujuan antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia, mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat; meningkatkan efektifitas dan efesiensi pelayanan publik; membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan dan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab dan memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggaraan teknologi informasi.

3

Didik J. Rachibini, Mitos dan Implikasi Globalisasi: Catatan Untuk Bidang Ekonomi dan

Keuangan, pengantar Edisi Indonesia oleh Hirst, Paul dan Grahame Thompson, Globalisasi Adalah Mitos (Jakarta: Yayasan Obor, 2001), hlm. 255.


(14)

xiv

Dulu cara berbisnis hanya sebatas dengan tatap muka, melakukan perdagangan tradisional dengan cara menukar barang dengan uang tetapi kini menjadi perdagangan elektronik (e-commerce) yang melibatkan teknologi internet seperti online shopping

antar Business to business (B2B), Business to Consumer (B2C), Consumer to Consumer (C2C).

E-commerce merupakan penemuan baru dalam bentuk perdagangan yang

dinilai lebih dari perdagangan pada umumnya.Prinsip perdagangan dengan sistem pembayaran tradisional kini berubah menjadi suatu konsep telemarketing yakni perdagangan jarak jauh dengan menggunakan media internet di mana suatu perdagangan tidak lagi membutuhkan pertemuan antar para pelaku bisnis.

Di Indonesia, perdagangan elektronik (E-commerce) ini termasuk dalam ruang lingkup transaksi elektronik. Transaksi elektronik ini semakin berkembang pesat. Perkembangan yang pesat ini membuat kehidupan semakin serba instan dan efisien dalam melakukan berbagai aktivitas seperti pembayaran listrik, telepon, dan bahkan pajak dapat dilakukan melalui internet banking dan moda elektronik lain sebagai bentuk pemanfaatan teknologi informasi yang ada saat ini.

Adapun berbagai implikasi dari pengembangan ini dirasa memiliki sisi positif dan negatif.Aspek positifnya bahwa dengan perdagangan di internet melalui jaringan online, telah meningkatkan peranan dan fungsi perdagangan serta memberikan kemudahan dan efisiensi.Aspek negatif dari pengembangan ini adalah berkaitan dengan persoalan keamanan informasi data dalam bertransaksidengan menggunakan


(15)

xv

media e-commerce secara yuridis terkait pula dengan jaminan kepastian hukum (legal certainty).4

Saat sekarang ini bertransaksi secara elektronik banyak ditemui masalah masalah yang terjadi dalam e-commerce.Masalah keamanan masih menjadi masalah dalam internet. Aspek-aspek yang dipermasalahkan itu antara lain 5

Perdagangan ini juga melahirkan resiko negatif yang sering kali muncul dalam bentuk penyelewengan-penyelewengan yang cenderung merugikan konsumen dalam melakukan e-commerce atau perdagangan elektronik.Diantaranya adalah ketidaksesuaian produk yang ditampilkan dan produk yang dikirimkan pada konsumen, kesalahan pembayaran, ketidaktepatan waktu pengiriman, dan hal-hal lain yang tidak sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Keberadaan konsumen yang melakukan bisnis e-commerce ini tidak tervisualisasi secara jelas mengingat transaksi yang dilakukan itu adalah transaksi di dunia maya, sehingga terdapat banyak kemungkinan seperti pihak-pihak yang melakukan transaksi berusia dibawah ketentuan yang tercantum dalam syarat syarat dalam melakukan transaksi, atau apabila ingin ditelusuri transaksi tersebut ternyata pihak konsumen tersebut fiktif.

adalah kerahasiaan (confidentality) pesan, masalah bagaimana cara agar pesan yang dikirim-kan itu keutuhannya (intergrity) sampai ke tangan penerima, masalah keabsahan (authenticity) pelaku transaksi, masalah keaslian pesan agar dijadikan barang bukti.

6

4

Abdul Halim dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum

di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 1.

5

Ibid.,hlm. 3.

6


(16)

xvi

Bagaimana para pihak melakukan transaksi lewat internet dapat merasa yakin akan keaslian dan kesempurnaan suatu pesan yang diterima atau dikirimnya lewat internet, dan bagaimana caranya suatu pihak dapat menandatangani dokumen yang dikirim lewat internet sepertikontrak jual-beli lewat internet.Bila mengirim pesan lewat internet, baik melalui e-mail maupun File Transfer Protocol (FTP7

Semuanya dapat terjadi di dalam internet, media memang sangat cepat dan murah tetapi bila ada orang bertanya mengenai keamanannya maka tiada orang seorangpun yang dapat menjamin.Dengan demikian, para penyelenggara internet selalu mencantumkan disclaimer setiap anda mengirimkan pesan yang anda kirim lewat media yang disediakannya.Disclaimer ini biasanya menyatakan bahwa pesan yang anda kirim akan melewati media yang rawan dan bahwa provider tidak bertanggungjawab akan keaslian pesan tersebut sampai ke tujuan.

) atau cara lainnya, apakah yakin bahwa tidak ada orang lain yang akan membaca pesan anda tersebut atau apakah yakin bahwa pesan tersebut sampai ketujuan sesuai dengan orang yang dituju?

8

Awaldiperkenalkannya internet, ada semacam perjanjian tidak tertulis antara para penyedia jasa internet, yaitu bahwa mereka akan meneruskan setiap lalu lintas data dan informasi yang diterimanya. Jadi, waktu itu tidak dikenal adanya pengecekan data, tidak dikenal sensor dan penyaringan informasi.Namun sekarang

7

Yusran Inanini, Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 2009), FTP adalah standar bahasa komputer yang memungkinkan komputer satu dengan yang lain saling tukar-menukar dokumen secara mudah dan cepat, termasuk melakukan uploading dan downloading program software.

8


(17)

xvii

penggunaan internet ini telah berkembang pesat sehingga informasi dan data yang ditransfer itu harus melalui berbagai tahapan penyaringan, sensor dan pengecekan.Ini tidak bermaksud untuk menghambat perkembangan informasi tetapi ini untuk melindungi informasi dan atau pemilik informasi itu sendiri.

Terkait masalah keamanan ini berbagai upaya telah dilakukan.Di Amerika Serikat misalnya, diperkenalkan Digital Signature (tanda tangan digital) dan Public

Key Cryptography (kunci pengacakan umum), dan Certification

Authority(CA).9Bagaimanapun masalah keamanan ini merupakan masalah penting

dalam pemanfaatan media internet untuk kepentingan pribadi, pendidikan maupun untuk kepentingan bisnisyang sedang digalakkan di seluruh dunia, yaitu melalui

Electronic Commerce (e-commerce) atau perdagangan elektronik. Tanpa adanya

jaminan keamanan, bagaimanapun canggihnya media yang disediakan tidak akan berarti bagi para pelaku usaha, karena tanpa jaminan keamanan mereka tidak akan berani untuk memasuki media tersebut.10

Suatu tatanan sistem elektronik yang memadai dan bisa diandalkan serta aman dari berbagai kerusakan sistem baik kerusakan yang berasal dari internal maupun eksternal dalam sistem elektronik. Untuk itu diperlukan berbagai pihak untuk turut membantu untuk melaksanakan sistem elektronik yang aman tersebut dan salah satunya adalah diperlukannya pihak ketiga seperti Penyelenggara Sertifikasi

9

Ibid..hlm. 21.

10


(18)

xviii

Elektronik untuk mendukung keamanan dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut dan memberikan kenyamanan dalam bertransaksi elektronik.

Fungsi penyelenggaraan sertifikasi elektronik menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UUITE) adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik. Dengan adanya penyelenggaraan sertifikasi elektronik ini diharapkan dapat menunjang penyelenggaraan sistem elektronik untuk melaksanakan kegiatan - kegiatan yang bersifat elektronik yang memiliki nilai ekonomis. Tetapi ada masalah lain muncul dari uraian latar sebelumnya diatas dimana penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang bagaimana pertanggungjawaban penyelenggara sertifikasi elektronik terhadap penyelenggara sistem elektronik dalam hal jaminan keamanannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakahpenyelenggaraan sistem elektronik berdasarkan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimanakah penyelenggaraan sertifikasi elektronik berdasarkan perundang-undangan di Indonesia?


(19)

xix

3. Bagaimanakah pertanggungjawaban penyelenggara sertifikasi elektronik terhadap penyelenggaraan sistem elektronik pada hal penjaminan keamanan?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui penyelenggaraan sistem elektronik berdasarkan

perundang-undangan di Indonesia.

2. Untuk mengetahui penyelenggaraan sertifikasi elektronik berdasarkan perundang-undangan di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pertanggungjawaban penyelenggaraan sertifikasi elektronik terhadap penyelenggaraan sistem elektronik pada hal penjaminan keamanan.

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk menambah bahan penelitian bagi literatur yang berkenaan dengan masalah pertanggungjawaban penyelenggarasertifikasi elektronik terhadap keamanan sertifikasi elektronikpada penyelenggaraan sistem elektronik

2. Sebagai dasar penelitian selanjutnya pada bidang yang sama.

3. Untuk menambah pengetahuan tentang sertifikasi elektronik bagi masyarakat terutama pemegang sertifikat elektronik.


(20)

xx

Untuk mengetahui keaslian penelitian, sebelumnyamelakukan penelusuranterhadapberbagaijudulskripsi yang tercatatpada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara. Pusatdokumentasidaninformasihukum/perpustakaanUniversitascabangfakultashukum

USU melaluisurattertanggal 21 Oktober 2014 yang menyatakanbahwa “tidakadajudul

yang sama” dantidakterlihatadanyaketerkaitan. SurattersebutdijadikandasarbagiBapakRamliSiregar

(sekretaris)DepartemenHukumEkonomiFakultasHukumUneversitas Sumatera Utarauntukmenerimajudul yang diajukan, karenasubstansi yang terdapatdalamskripsiinidinilaiberbedadenganjudul-judul skripsi lain yang terdapat di

lingkunganperpustakaanFakultasHukumUniversitas Sumatera Utara.Apabiladikemudianhariterdapatjudul yang samaatautelahtertulis orang lain

dalamberbagaitingkatkesarjanaansebelumskripsiinidibuat, makahaltersebutdapatdimintapertanggungjawaban.

E. Tinjauan Kepustakaan

Penelitian ini memperoleh bahan tulisannya dari buku-buku, laporan-laporan, dan informasi dari internet.Untuk itu, diberikan penegasan dan pengertian dari judul penelitian, yang diambil dari sumber-sumber buku yang memberikan pengertian terhadap judul penelitian ini, ditinjau dari sudut etimologi (arti kata) dan


(21)

pengertian-xxi

pengertian lainnya dari sudut ilmu hukum maupun pendapat dari para sarjana sehingga mempunyai arti yang lebih tegas.

Definisi Penyelenggara Sertifikasi Elektronik (Selanjutnya disebut PSE) menurut UU ITE Pasal 1 angka 10 adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.Sertifikasi Elektronik menurut UU ITE Pasal 1 angka 9 adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat tanda tangan elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh PSE. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

Definisi Penyelenggara Sistem Elektronik menurut UU ITE Pasal 1 angka 6 adalah setiap orang, penyelenggara negara, badan usaha, dan masyarakat yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pengguna sistem elektronik untuk keperluan dirinya dan/atau keperluan pihak lain. Definisi Sistem Elektronik menurut Pasal 1 angka 5 UU ITE adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.


(22)

xxii

Sistem Elektronik disebut sebagai sistem elektronik jika telah memenuhi beberapa persyaratan minimal yaitu:11

1. Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

2. Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik tersebut.

3. Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik.

4. Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasan, informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik.

5. Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan ke-bertanggungjawab-an prosedur atau petunjuk.

Dokumen Elektronik 12

11

Pasal 16 Undang – Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

12

Pasal 1 angka (4) Undang-Undang tentang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada


(23)

xxiii

tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Informasi Elektronik13

Definisi transaksi elektronik menurut Pasal 1 angka 2 UU ITE adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya. Pada dasarnya, perdagangan atau transaksi e-commerce dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu : transaksi Business to Business (B2B), dan Business to Consumer (B2C).

adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Penyelenggara sistem elektornik untuk pelayanan publik wajib memiliki sertifikasi elektronik, Penyelenggara sistem elektronik untuk non pelayanan publik harus memiliki Sertifikat Elektronik.Penyelenggara sistem elektronik dapat memiliki sertifikat elektronik dengan mengajukannya kepada penyelenggara sertifikasi elektronik.

14

13

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang tentang Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008.

14

Dikdik M.Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi

Informasi (Bandung: Refika Aditama, 2005), hlm.12.

Namun ada juga yang menyatakan adanya bagian Customer to Customer (C2C).B2B adalah


(24)

xxiv

perdagangan elektronik yang dilakukan antara dua buah perusahaan, B2C adalah antara perusahaan kepada perseorangan, sementara C2C adalah perdagangan elektronik yang dilakukan antara dua orang melalui sarana internet.15

F. Metode Penelitian

Untuk melengkapi penelitian ini agar tujuan dapat lebih terarah dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penelitian yang digunakan sebagai berikut :

1. Spesifikasi penelitian

Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang dilakukan berdasarkan perundang-undangan.Perundang-undangan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia (selanjutnya disebut KUH Perdata), Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Informasi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta peraturan terkait lainnya yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang misalnya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi.

Penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat penulisan deskriptif yaitu penelitian yang memberikan sebuah gambaran pada objek penelitian

15

Nufransa Wira Sakti, Buku Pintar Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai membayar


(25)

xxv

yaitu upaya untuk mengetahui pertanggungjawaban apa saja yang dikenakan pada PSE dalam hal jaminan keamanan pada penyelenggara sistem elektronik. Penulisan skripsi ini juga menggunakan pendekatan yuridis yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder.16

2. Data penelitian

Penelitianyuridis digunakan dalam penelitian ini untuk meneliti norma hukum Indonesia yang berlaku seperti peraturan perundang-undangan dan literatur hukum yang mengatur mengenai pertanggungjawaban penyelenggaraan sertifikasi elektronik pada penyelenggaraan sistem elektronik dalam hal jaminan keamanannya.

Data dalam penelitian ini mempergunakan data sekunder yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer17

b. Bahan hukum sekunder

, yaitu bahan hukum yang mengikat secara umum, termasuk di dalamnya Konvensi-Konvensi Internasional dan Perjanjian Internasional yang berkaitan dengan Sertifikasi Elektronik, Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik.

18

16

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat

(Jakarta: P.T. Rajagrafindo Persada, 2001), hlm. 13.

17

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2005), hlm. 52.

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, dan terdiri dari (untuk Indonesia): a. Norma atau kaedah dasar; b. Peraturan dasar; c. Peraturan perundang-undangan; d. Bahan hukum yang tidak dikodifikasi; e. Yurisprudensi; f. Traktat; g. Bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku.

18

Ibid., Bahan hukum sekunder ialah bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer.

, yaitu tulisan-tulisan atau karya-karya para ahli hukum dalam buku-buku teks, surat kabar, internet, dan lain-lain yang relevan dengan masalah penelitian.


(26)

xxvi

c. Bahan hukum tersier19

3. Teknik pengumpulan data

, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, diantaranya kamus-kamus bahasa.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau dapat disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku koleksi pribadi maupun pinjaman dari perpustakaan dan dosen pembimbing, artikel-artikel yang berasal dari media elektronik, dokumen-dokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

Tahap-tahap pengumpulan data melalui studi pustaka adalah sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi hukum internasional dan bahan-bahan hukum

lainnya yang relevan dengan objek penelitian.

b. Melakukan penelusuran kepustakaan melalui artikel-artikel media elektronik, dokumen-dokumen internasional yang resmi dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.

c. Mengelompokkan data-data yang relevan dengan permasalahan.

d. Menganalisa data-data yang relevan tersebut untuk menyelesaikan masalah yang menjadi objek penelitian.

19

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar (Jakarta:


(27)

xxvii

4. Analisa data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa secara kualitatif20

G. Sistematika Penulisan

.Analisis secara kualitatif berarti analisis yang memfokuskan perhatiannya pada makna-makna yang terkandung di dalam suatu pernyataan, bukan analisis yang memfokuskan perhatiannya pada figur-figur kuantitatif semata.Analisa data dilakukan sedemikian rupa dengan memperhatikan aspek kualitatif lebih daripada aspek kuantitatif dengan maksud agar diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

Sebagai gambaran umum untuk memudahkan pemahamanan materi penelitian ini, maka dibagi dalam 5 (lima) Bab yang berhubungan erat satu sama lain yakni :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN PENYELENGGARAAN

SISTEM ELEKTRONIK

20

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi Cetakan ke-22(Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006), hlm. 5. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Pengertian ini mempertentangkan penelitian kualitatif dengan penelitian yang bernuansa kuantitatif yaitu dengan menonjolkan bahwa usaha kuantifikasi apapun tidak perlu digunakan pada penelitian kualitatif.


(28)

xxviii

Bab ini mendeskripsikan mengenai pengaturan transaksi elektronik menurut UU ITE, penyelenggaraan sistem elektronik secara umum berdasarkan UU ITE dan hambatan dalam penyelenggaraan sistem elektronik.

BAB III PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK

BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN DI INDONESIA

Bab ini mengurai tentang sertifikasi elektronik dalam penyelenggaraan sistem elektronik, penyelenggaraan sertifikasi elektronik secara umum, serta pengaturan pembatasan lingkup sertifikasi elektronik dengan sertifikasi keandalan.

BAB IV TANGGUNG JAWAB HUKUM PENYELEGGARAAN

SERTIFIKASI ELEKTRONIK

Bab ini membahas mengenaibentuk pertanggungjawaban PSE terhadap konsumen ditinjau dari UU PK, pertanggungjawaban PSE ditinjau dari UU ITE, serta upaya hukum pemegang sertifikat elektronik dalam hal upaya penjaminan keamanan.

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan bab penutup dari penelitian yang berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan saran – saran terhadap pembahasan skripsi ini.


(29)

xxix BAB II

TRANSAKSI ELEKTRONIK DAN PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK

A. Transaksi Elektronik Menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Berbicara mengenai “transaksi”, umumnya orang akan mengatakan bahwa n hal tersebut adalah perjanjian ataupun kontrak jual beli antara para pihak yang bersepakat untuk itu. Dalam lingkup hukum, sebenarnya istilah transaksi adalah keberadaan suatu perikatan atau hubungan hukum yang terjadi antara para pihak. Jika kita berbicara mengenai aspek materiil dari hubungan hukum yang disetujui para pihak (Lihat Pasal 133821joPasal 132022

21

Pasal 1338 KUHPerdata berbunyi “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang-undang-undang bagi mereka yang membuatnya.Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang

ditentukan oleh undang-undang.Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik

22

Syarat sahnya suatu perjanjian yakni mereka sepakat untuk mengikatkan diri;Cakap untuk membuat suatu perikatan;Suatu hal tertentu;Suatu sebab yang halal.

KUHPerdt) sehingga sepatutnya bukan berbicara mengenai perbuatan hukum secara formil, kecuali untuk melakukan hubungan hukum yang menyangkut benda tidak bergerak. Sepanjang mengenai benda


(30)

xxx

tidak bergerak, hukum akan mengatur perbuatan hukumnya itu sendiri, yakni harus dilakukan secara “tunai” dan “terang”. Oleh karena itu, keberadaan mengenai ketentuan hukum mengenai perikatan sebenarnya tetap valid karena ia akan mencakup semua media yang digunakan untuk melakukan transaksi itu sendiri, baik itu melalui media kertas ataupun media sistem elektronik.23

Undang-Undang ITE dijelaskan bahwa transaksi elektronik itu sendiri adalah perbuatan hukum24 yang dilakukan dengan menggunakan komputer25, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.26

Lingkup keperdataan khususnya aspek perikatan akan merujuk pada semua jenis dan mekanisme dalam melakukan hubungan hukum secara elektronik itu sendiri, yang mencakup jual beli, lisensi, asuransi, lelang dan perikatan – perikatan lainnya yang berkembang sesuai dengan perkembangan mekanisme perdagangan di masyarakat.

Dengan kata lain tranksaksi elektronik ini tidak hanya mencakup sebatas pada transaksi jual beli saja tetapi pengertian ini lebih luas daripada sekedar jual beli yakni sebuah perbuatan yang melibatkan kedua belah pihak atau lebih yang mengikat satu sama lain untuk melakukan hubungan perikatan melalui suatu media yakni media elektronik.

27

23

Edmon Makarim, PengantarHukum Telematika, Suatu Kompilasi Kajian (Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada, 2005) (selanjutnya disebut Edmon Makarim I), hlm.254.

24

Perbuatan hukum adalah segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak-hak dan kewajiban.

25

Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optic atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika dan pemograman.

26

Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

27

Edmon Makarim I, Op.Cit., hlm. 256.


(31)

xxxi

penyelenggaraan transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik maupun privat.Lebih lanjut di dalam Pasal 17 ayat (2) UU ITE, para pihak yang melakukan transaksi elektronik wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik selama transaksi berlangsung.

Penyelenggaraan transaksi elektronik di wilayah Negara Republik Indonesia harus memperhatikan aspek keamanan, keandalan, dan efisiensi; melakukan penyimpanan data transaksi di dalam negeri; memanfaatkan gerbang nasional, jika dalam penyelenggaraannya melibatkan lebih dari satu penyelenggara sistem elektronik; dan memanfaatkan jaringan sistem elektronik dalam negeri. Dalam hal gerbang nasional dan jaringan sistem elektronik apabila belum dapat dilaksanakan, penyelenggaraan transaksi elektronik dapat menggunakan sarana lain atau fasilitas dari luar negeri setelah memperoleh persetujuan dari instansi pengawas dan pengatur sektor terkait.

Penyelenggaraan transaksi elektronik ada dua yaitu dalam ruang lungkup publik dan privat.Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam lingkup publik meliputi:28

1. Penyelenggaraan transaksi elektronik oleh instansi atau oleh pihak lain yang menyelenggarakan layanan publik sepanjang tidak dikecualikan oleh UU ITE.

28

Pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.


(32)

xxxii

2. Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam lingkup publik lainnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam lingkup privat meliputi:29 1. antar pelaku usaha;

2. antar pelaku usaha dengan konsumen; 3. antar pribadi;

4. antar instansi;

5. antara instansi dengan pelaku usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Jenis-jenis hubungan hukum dalam transaksi elektronik dalam dunia

e-commerce secara umum dan yang paling banyak dikenal adalah jenis Businessto

Business (B2B) dan Business to Consumer (B2C).Kedua jenis E-Commerce ini memiliki karakteristik yang berbeda.Business to Business (B2B) memiliki karakteristik:30

1. Trading partners yang sudah diketahui dan umumnya memiliki hubungan

(relationship) yang cukup lama. Informasi hanya dipertukarkan dengan partner tersebut. Dikarenakan sudah mengenal lawan komunikasi, maka jenis informasi yang dikirimkan dapat disusun sesuai dengan kebutuhan dan kepercayaan (trust). 2. Pertukaran data (data exchange) berlangsung berulang-ulang dan secara berkala,

misalnya setiap hari, dengan format data yang sudah disepakati bersama. Dengan

29

Pasal 40 ayat (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

30


(33)

xxxiii

kata lain, servis yang digunakan sudah tertentu. Hal ini memudahkan pertukaran data untuk dua entiti yang menggunakan standar yang sama.

3. Salah satu pelaku dapat melakukan inisiatif untuk mengirimkan data, tidak harus menunggu parternya.

4. Model yang umum digunakan adalah peer-to peer, dimana processing intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.

Business to Consumer (B2C) dalam e-commerce merupakan suatu transaksi bisnis secara elektronik yang dilakukan pelaku usaha dan pihak konsumen untuk memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertentu.Sebagai contoh Internet Mall.31

Perkembangan dari segmentasi ini sanagat besar dimana keuntungan bukan saja hanya pada pihak pelaku usaha tetapi juga dari pihak konsumen walaupun penyimpangan penyimpangan tetap saja masih terjadi.B2C memiliki karakteristik sebagai berikut :32

1. Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan ke umum.

2. Servis yang diberikan bersifat umum (generic) dengan mekanisme yang dapat digunakan oleh khalayak ramai. Sebagai contoh, karena sistem web sudah umum digunakan maka servis diberikan dengan menggunakan basis web.

3. Servis diberikan berdasarkan permohonan (on demand). Konsumer melakuka inisiatif dan produser harus siap memberikan respon sesuai dengan permohonan.

31

Jay MS, “Peranan E-Commerce Dalam Sektor Ekonomi & Industri,” Makalah seminar hari

Aplikasi Internet di Era Milenium Ketiga, hlm. 7.

32


(34)

xxxiv

4. Pendekatan client/server sering digunakan dimana diambil asumsi client

(consumer) menggunakan sistem yang minimal (berbasis web) dan processing

(business procedure) diletakkan di sisi server.

Adapun perbandingan diantara B2C dan B2B dalam berbagai segi dimana penjualan B2B biasanya lebih besar dan lebih banyak mendapatkan profit daripada penjualan individual dari B2C. Seperti perusahaan telepon dan maskapai penerbangan mendapatkan lebih banyak untung dari konsumen bisnis daripada konsumen individu, jadi hubungan B2B juga lebih menguntungkan daripada oportunitas B2C.33

Akan tetapi selain dari kedua jenis tersebut, juga terdapat beberapa jenis lainnya, yaitu :34

1. Customer to Customer (C2C)

Customer to Customer (C2C) ini adalah transaksi dimana individu saling menjual barang pada satu sama lain. Contohnya adalah e-Bay. Consumer to

Consumer (C2C)merupakan transaksi bisnis secara elektronik antar konsumen untuk

memenuhi suatu kebutuhan tertentu dan pada saat tertemtu pula, segmentasi konsumen ke konsumen ini lebih khusus karena transaksi dilakukan oleh konsumen dan konsumen yang memerlukan transaksi. Internet dijadikan tempat bagi mereka untuk melakukan pertukaran informasi mengenai produk, selain itu antar konsumen juga bisa membuat suatu komunitas pengguna/penggemar produk tersebut.Ketidakpuasan konsumen dalam mengonsumsi suatu produk dapat segera

33

Terjemahan dari Glover, Liddle, Prawitt, E-business, principles & strategies for

accountants (New Jersey: Prentice-Hall Inc, 2001), hlm. 42.

34


(35)

xxxv

tersebar luas melalui komunitas tersebut Internet menjadikan konsumen memiliki posisi tawar yang lebih tinggi terhadap perusahaan dengan demikian menuntut pelayanan perusahaan menjadi lebih baik.35

2. Customer to Government (C2G)

C2G ini adalah transaksi dimana individu dapat melakukan transaksi dengan pihak pemerintah, seperti membayar pajak.

3. Customer to Business (C2B)

C2B ini adalah transaksi yang memungkinkan individu menjual barang pada perusahaan, contohnya adalah priceline.com.

Penyelenggaraan Transaksi Elektronik itu sendiri harus beritikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ITE Nomor 11 Tahun 2008. Informasi Elektronik juga merupakan alat bukti hukum yang sah jika sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan serta hasil cetak tersebut merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.36

35

Glover, Liddle, and Prawitt, E-business, Principles and Strategies for accountants (New

Jersey: Prentice-Hall,Inc., 2001),hlm. 23.

36


(36)

xxxvi

Pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, itikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi.37

Transaksi elektronik yang dilakukan para pihak memberikan akibat hukum kepada para pihak.Dalam penyelenggaraan transaksi elektronik para pihak wajib menjamin pemberian data dan informasi yang benar; dan ketersediaan sarana dan Asas manfaat menurut UU ITE adalah asas bagi pemanfaatan tekhnologi informasi dan transaksi elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adapun asas kehati-hatian mengandung maksud memberikan landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi pihak lain, dalam pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.Asas itikad baik menurut UU ITE, berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan transkasi elektronik, tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, tanpa sepengetahuan bagi pihak lain tersebut. Adapun asas kebebasan memilih tekhnologi atau netral teknologi adalah asas pemanfaatan tekhnologi informasi dan transaksi elektronik tidak terfokus pada penggunaan tekhnologi tertentu, sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

37


(37)

xxxvii

layanan serta penyelesaian pengaduan. 38 Transaksi elektronik wajib untuk memperhatikan itikad baik; prinsip kehati-hatian; transparansi; akuntabilitas; dan kewajaran.39

Pasal 18 UU ITE mengatakan bahwa transaksi elektronik dituangkan ke dalam bentuk kontrak elektronik atau bentuk kontraktual lainnya sebagai bentuk kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak.Maksud dari kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik.40

1. kesepakatan tidak dilakukan secara elektronik namun pelaksanaan hubungan kontraktual diselesaikan secara elektronik;

Maksud dari bentuk kontraktual lainnya adalah:

2. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan hubungan kontraktual diselesaikan secara elektronik; dan

3. kesepakatan dilakukan secara elektronik dan pelaksanaan hubungan kontraktual diselesaikan tidak secara elektronik.

Kontrak elektronik dianggap sah apabila :41 1. terdapat kesepakatan para pihak;

2. dilakukan oleh subjek hukum yang cakap atau yang berwenang mewakili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

38

Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

39

Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

40

Pasal 1 butir 17 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

41

Pasal 47 angka (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 82 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.


(38)

xxxviii

3. terdapat hal tertentu; dan

4. objek transaksi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Kontrak elektronik jika dibuat tertuju kepada orang Indonesia maka kontrak tersebut isinya haruslah berbahasa Indonesia dan harus dibuat dengan klausula baku yang sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan .Kontrak elektronik paling sedikit memuat data identitas para pihak; objek dan spesifikasi; persyaratan transaksi elektronik; harga dan biaya; prosedur dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; ketentuan yang memberikan hak kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan pilihan hukum penyelesaian transaksi elektronik. Para pihak dalam melakukan suatu transaksi antar pihak diberi suatu kewenangan untuk memilih dan menentukan pilihan hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Adapun pilihan hukum tersebut adalah :42

1. Pilihan hukum (choice of law), dalam hal ini para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang hukum mana yang berlaku terhadap interpretasi kontrak tersebut.

42

Syafran Sofyan, “Pihan Hukum, Forum, Domisili suatu Kontrak dalam Transaksi

Bsinis


(39)

xxxix

2. Pilihan forum (choice of jurisdiction), yakni para pihak menentukan sendiri dalam kontrak tentang pengadilan atau forum mana yang berlaku jika terjadi sengketa di antara para pihak dalam kontrak tersebut.

3. Pilihan domisili (choice of domicile), dalam hal ini masing-masing pihak melakukan penunjukkan di manakah domisili hukum dari para pihak tersebut.

Jika para pihak tidak menentukan pilihan hukumnya dalam transaksi elektronik internasional maka hukum yang berlaku adalah berdasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.43Adapun asas Hukum Perdata Internasional yang mengatur mengenai pilihan hukum tersebut yakni :44

1. Lex Loci Contractus

DoktrinLex Loci Contractus mengajarkan bahwa jika para pihak tidak menentukan sendiri hukum mana yang berlaku dalam kontrak, maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana kontrak tersebut ditanda-tangani. Doktrin lex loci

contractus merupakan cara yang paling tua (pendekatan tradisional) untuk

menentukan hukum yang berlaku. Kelebihan dari Lex Loci Contractusadalah : a. Penerapannya mudah dan sederhana (simplicity).

b. Dapat diprediksi (predictibility).

c. Cara terbaik untuk menentukan hukum yang berlaku terhadap masalah keabsahan kontrak atau keabsahan formalitas kontrak.

43

Pasal 18 angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

44

SudargoGautama, Kontrak Dagang Internasional. Himpunan Ceramah dan Prasarana


(40)

xl

Jika ternyata tidak ada pilihan hukum dalam kontrak, sementara tempat penandatanganan kontrak ada di beberapa tempat, atau tempat tersebut tidak dapat dipastikan, maka penerapan lex loci contractus dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Berlaku hukum di mana penawaran kontrak dibuat atau dikirim.

b. Jika tidak diketahui di mana dibuatnya penawaran, berlaku hukum dari tempat domisili pihak yang melakukan penawaran.

2. Lex Fori

Doktrin Lex fori mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana hakim memutuskan perkara.:Lex fori ini juga merupakan pendekatan tradisional untuk menentukan hukum mana yang berlaku tersebut.

Penerapan Doktrin Lex Fori ini memberikan beberapa keuntungan yaitu : a. Penerapannya mudah dan sederhana (simplicity)..

b. Dapat diprediksi (predictability). c. Lebih efisien.

d. Lebih akurat penerapannya, karena hakim lebih mengenal hukum yang akan diterapkan itu.

3. Lex Rae Sitae

Lex rae sitae atau disebut juga dengan lex situs mengajarkan bahwa hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum di mana benda objek kontrak tersebut


(41)

xli

berada. Adalah sudah menjadi hukum yang universal 'bahwa jika kontrak berobjekan benda tidak bergerak (tanah), maka hukum yang berlaku adalah hukum di mana tanah tersebut terletak.

Penerapan doktrin lex rae sitae ini memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut:

a. Penerapannya mudah dan sederhana (simplicity). Dapat diprediksi (predictibility).

b. Kesulitan bagi hakim untuk menerapkan hukum dari daerah/negara lain, tetapi hukum tersebut lebih memuaskan terhadap kasus yang bersangkutan.

4. The Most Characteristic Connection

Doktrin themost characteristic connection mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling mempunyai karakteristik dalam hubungan kontrak tersebut.Doktrin ini sering juga disebut dengan istilah the most significant relationship, atau the most closely cennected.Doktrin the most characteristic connection ini sudah diterima dengan sangat meluas dewasa ini, dan dianggap paling memuaskan untuk kebanyakan kasus.

Berikut ini diberikan beberapa contoh dari the most characteristic connection

untuk menentukan hukum mana yang berlaku terhadap suatu kontrak. Contoh-contoh tersebut adalah sebagai berikut:


(42)

xlii

a. Dalam kontrak jual beli, pihak penjualah yang melakukan prestasi paling karakteristik.

b. Dalam kontrak pemborongan adalah pihak pemborong. Dalam kontrak antara advokat dengan klien adalah pihak advokat.

c. Dalam loan agreement adalah pihak bank/pemberi pinjaman.

5. The Proper Law

Doktrin the proper law mengajarkan bahwa manakala para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam kontrak yang dibuatnya, maka hukum yang berlaku adalah hukum yang paling pantas dengan pertimbangan yang objektif dan logis dengan mengasumsikan bahwa kontrak telah dibuat dengan sah. Namun demikian, doktrin the proper law ini sangat membingungkan dan tidak prediktif.

Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak menetepkan pilihan forum mana yang akan digunakan maka penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase atau penyelesaian senketa lainnya yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas hukum perdata internasional.45

Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka para pihak dalam suatu kontrak dapat juga memilih pengadilan mana yang akan mengadili seandainya timbul

45

Pasal 18 angka (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaski Elektronik.


(43)

xliii

sengketa terhadap kontrak yang bersangkutan. Kebebasan memilih pengadilan ini disebut dengan choice of forum atau choice of jurisdiction. Di antara keuntungan dari pemilihan pengadilan ini adalah: 46

1. Bahwa pengadilan tersebut lebih mengetahui hukum yang berlaku jika dipilih pengadilan yang terletak di tempat/di negara yang juga dipilih hukumnya.

2. Bahwa pengadilan tersebut lebih mengetahui kasus yang bersangkutan jika yang dipilih adalah pengadilan tempat terjadinya kasus atau tempat dilaksanakannya kontrak tersebut.

3. Bahwa pengadilan tersebut dan para pihak lebih banyak akses ke alat bukti, termasuk alat bukti saksi jika yang dipilih adalah peng¬adilan tempat terjadinya kasus atau tempat dilaksanakannya kontrak tersebut.

Pilihan forum ini menyimpan masalah yang serius jika pengadilan yang dipilih bukan pengadilan di negara tempat dieksekusinya putusan pengadilan, misalnya jika yang dipilih bukan pengadilan di negara tempat di mana aset tergugat terletak. Sebab, banyak negara termasuk Indonesia tidak mempunyai kewajiban untuk mengeksekusi putusan pengadilan asing, sehingga putusan yang sudah dimenangkan oleh salah satu pihak tidak akan dapat dieksekusi. Kecuali jika yang dipilih adalah badan arbitrase, di mana dengan beberapa batasan yang tidak terlalu ketat, umumnya negara-negara dapat mengeksekusi putusan arbitrase asing.47

46

Syafran Sofyan, Loc.cit.

47


(44)

xliv

Hampir sama dengan perjanjian pada umumnya, perjanjian transaksi elektronik juga terdiri dari penawaran dan penerimaan sebab suatu kesepakatan selalu diawali dengan adanya penawaran oleh salah satu pihak dan penerimaan oleh pihak lain.48Transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim pengirim telah diterima dan disetujui oleh penerima.49Penawaran merupakan suatu “invitation to enter into a binding agreement”.50 Tawaran merupakan tawaran jika pihak lain memandang sebagai tawaran. Suatu perbuatan itu sendiri sebagai ajakan untuk masuk ke dalam suatu perikatan itu dapat dianggap juga sebagai tawaran.Dalam transaksi e-commerce, khususnya B2C yang melakukan penawaran adalah merchant atau penjual.Para merchant memanfaatkan website untuk menjajakan produk dan layanan mereka dengan menyediakan semacam storefront

yang berisikatalogproduk dan pelayanan yang diberikan.Para pembeli seperti berjalan di toko-toko dan melihat barang dalam etalase.51Dalam website juga biasanya ditampilkan barang-barang yang ditawarkan, harganya, nilai rating atau poll otomatis tentang barang itu yang diisi oleh pembeli sebelumnya, spesifikasi barang, dan menu produk lain yang berhubungan. Penawaran ini terbuka bagi semua orang dan jika ada yang tertarik maka dapat dilakukan transaksi online antar pembeli dan merchant.52

48

Edmon Makarim I, Op.Cit.,hlm. 260.

49

Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

50

Mariam Darus Badrulzaman,“E-commerce: Tinjauan dari Hukum Kontrak Indonesia,”

Makalah Hukum Bisnis XII, 2003, hlm. 33.

51

Edmon Makarim I, Op.Cit.,hlm. 261.

52


(45)

xlv

Penerimaan dan penawaran saling terkait untuk menghasilkan kesepakatan (deal).Dalam penentuan menentukan penawaran dan penerimaan dalam cybersystem

ini tergantung pada keadaan dari cybersystem tersebut.Penerimaan dapat dinyatakan melalui website, e-mail, atau melalui Electronic Data Interchange (EDI).53 Penjual biasanya bebas menentukan suatu cara penerimaan. Contohnya penawaran melalui

website yang dianggap untuk khalayak ramai.Jika pembeli tertarik maka dapatt

melakukan kesepakatan dengan penjual yang menawarkan. Jika tertarik akan barang tersebut, pembeli dapat melakukan pembayaran kepada penjual. Dengan menyelesaikan tahapan ini, pembeli telah melakukan penerimaan (acceptance) sehingga terciptalah kontrak online (online contract)..54

1. tindakan penerimaan yang menyatakan persetujuan; atau

Kesepakatan kontrak online dapat dilakukan dengan cara:

2. tindakan penerimaan dan/atau pemakaian objek oleh Pengguna Sistem Elektronik. Pengirim atau penerima dapat melakukan transaksi elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui agen elektronik.55

53

Loc.cit.

54

Ibid.,hlm.262.

55

Pasal 21 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Agen elektronik adalah perangkat dari suatu sistem elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu informasi elektronik tertentu secara otomatis yang


(46)

xlvi

diselenggarakan oleh orang.56Agen elektronik dapat berbentuk visual; audio; data elektronik; dan bentuk lainnya.57

Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik diatur sebagai berikut :58

1. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

2. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

3. jika dilakukan melalui agen elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan transaksi elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik.

Ketentuan diatas tidak berlaku jika hal tersebut dapat terbukti karena terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap sistem elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara agen elektronik. Jika kerugian transaksi elektronik disebabkan gagal beroperasinya agen elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.

56

Pasal 1 butir 8 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

57

Pasal 34 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

58

Pasal 21angka (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.


(47)

xlvii

Agen elektronik wajib memuat atau menyampaikan informasi untuk melindungi hak pengguna yang paling sedikit meliputi informasi mengenai:

1. identitas penyelenggara agen elektronik; 2. objek yang ditransaksikan;

3. kelayakan atau keamanan agen elektronik; 4. tata cara penggunaan perangkat; dan 5. nomor telepon pusat pengaduan.

Agen elektronik wajib memuat atau menyediakan fitur dalam rangka melindungi hak pengguna sesuai dengan karakteristik agen elektronik yang digunakannya. Fitur sebagaimana dimaksud dapat berupa fasilitas untuk:

1. melakukan koreksi; 2. membatalkan perintah;

3. memberikan konfirmasi atau rekonfirmasi;

4. memilih meneruskan atau berhenti melaksanakan aktivitas berikutnya;

5. melihat informasi yang disampaikan berupa tawaran kontrak atau iklan; dan/atau 6. mengecek status berhasil atau gagalnya transaksi.

Agen elektronik dapat diselenggarakan untuk lebih dari satu kepentingan penyelenggara sistem elektronik yang didasarkan pada perjanjian antara para pihak. Perjanjian sebagaimana dimaksud harus memuat paling sedikit mengenai hak dan kewajiban; tanggung jawab; mekanisme pengaduan dan penyelesaian sengketa; jangka waktu; biaya; cakupan layanan; dan pilihan hukum.


(48)

xlviii

Agen elektronik yang diselenggarakan untuk lebih dari satu kepentingan penyelenggara sistem elektronik, maka penyelenggara agen elektronik wajib memberikan perlakuan yang sama terhadap penyelenggara sistem elektronik yang menggunakan agen elektronik tersebut. Dalam hal agen elektronik diselenggarakan untuk kepentingan lebih dari 1 (satu) penyelenggara sistem elektronik, penyelenggara agen elektronik tersebut dianggap sebagai penyelenggara sistem elektronik tersendiri.

Banyak kemungkinan permasalahan hukum dalam transaksi elektronik yang dapat terjadi. Adapun beberapa kemungkinan tersebut yakni:59

1. Penggunaan nama domain

a. Prinsip firstcome first serve (ketika kita mendaftarkan nama domain misalnya nama domain yang terkenal, maka nama domain tersebut tidak bisa dibatalkan).

b. Itikad baik, persaingan usaha yang sehat, tidak melanggar hak orang lain. c. Pengelola pemerintah/masyarakat.

d. Pengambilalihan sementara.

e. Pengakuan nama domain dari pengelola asing.

f. Peraturan Pelaksana yaitu Peraturan Pemerintah mengenai UU No 11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ini belum ada.

2. Alat bukti

a. Informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.

b. Pengecualian untuk surat-surat yang menurut undang-undang harus tertulis. c. Dokumen elektronik sah sepanjang informasinya dapat diakses, ditampilkan,

dijamin keutuhannya, dapat dipertanggungjawabkan.

d. PP, pengawasan, sertifikasi belum ada pengakuan “Pemberitahuan E-mail sebagai “Pemberitahuan tertulis”(written notice).

3. Pembajakan internet berkaitan dengan HAKI (pembajakan lewat internet sangat sulit untuk di deteksi karena pada dasarnya pemerintah belum menyediakan fasilitas atau suatu lembaga yang khusus menangani masalah atau pendeteksian pelanggaran internet, seperti dalam kejahatan money laundring ada suatu lembaga yang mengawasi yaitu PPATK).

4. Perlindungan bagi konsumen dalam transaksi elektronik (perlindungan bagi konsumen itu pengaturannya diatur dalam UU No 8 Tahun 1999 tentang

59


(49)

xlix

perlindungan konsumen sehingga kurang efektif dalam penerapannya). Dalam hal penyelesaian sengketa konsumen tahap-tahap nya sama dengan UU No 8 Tahun 1999 tentang perlindungan Konsumen, untuk itu terdapat kelemahan-kelemahan seperti : ketidakjelasan kompetensi mengadili dan lembaga yang berwenang menyelesaiankan sengketa.

5. Pilihan hukum dalam hal transaksi elektronik merupakan transaksi antar negara (dalam UU ITE ini pilihan hukum itu berdasarkan asas-asas hukum perdata Internasional).

Transaksi jual beli secara elektronik merupakan suatu perjanjian jual beli yang sama dengan jual beli secara konvensional yang biasa dilakukan oleh masyarakat. Perbedaannya hanya pada media yang digunakan.Pada transaksi elektronik yang dipergunakan adalah media elektronik yaitu internet sehingga kesepakatan tersebut adalah melalui online60. Oleh karena itu syarat sahnya perjanjian juga akan tergantung kepada esensi dari sistem elektronik itu sendiri sehingga ia hanya dapat dikatakan sah bila dapat dijamin bahwa semua komponen dalam sistem elektronik itu dapat dipercaya dan/atau berjalan sebagaimana mestinya.61

B. Pengaturan Penyelenggaraan Sistem Elektronik menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Berdasarkan Pasal 1 butir 6 UU ITE, penyelenggaraan sistem elektronik adalah pemanfaatan sistem elektronik oleh penyelenggara sistem elektronik adalah penyelenggara negara,62 orang,63 badan usaha,64 dan/atau masyarakat.65

60

Edmon Makarim I, Op.Cit.,hlm. 260.

61

Ibid.,hlm. 255.

62

Penyelenggara Negara yang selanjutnya disebut Instansi adalah institusi legislatif, eksekutif, dan yudikatif di tingkat pusat dan daerah dan instansi lain yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan.


(50)

l

elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. 66

Penyelenggaraan sistem elektronik nonpelayanan publik adalah penyelenggara yang menyelenggarakan sistem elektroniknya hanya untuk kepentingan diri maupun orang lain dan mendapatkan keuntungan dari penyelenggaraan dari sistem elektronik tersebut sedangkan penyelenggaraan sistem elektronik pelayanan publik ini harus benar terakreditasi, bisa diandalkan dan keamanannya terjamin karena penyelenggaraan ini tujuannya adalah untuk pelayanan publik atau masyarakat. Dalam hal ini, Penyelenggaraan sistem elektronik yang bersifat publik ini wajib untuk menempatkan Pusat Data

Penyelenggaraan transaksi elektronik harus menggunakan sistem elektronik yang diselenggarakan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik.Penyelenggaraan sistem elektronik ini dapat dilakukan untuk nonpelayanan publik maupun pelayanan publik.

67

63

Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.

64

Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

65

Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

66

Pasal 1 butir 1 Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraaan Sistem dan Transaksi Elektronik Nomor 82 Tahun 2012.

67

Yang dimaksud dengan “pusat data (data center)” adalah suatu fasilitas yang digunakan

untuk menempatkan Sistem Elektronik dan komponen terkaitnya untuk keperluan penempatan, penyimpanan, dan pengolahan data.


(51)

li

Bencana68

Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai pelayanan publik yaitu:

di wilayah Indonesia, wajib memperoleh Sertifikasi Kelaikan Sistem Elektronik dari Menteri, dan wajib terdaftar pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

69

1. Ruang lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalarn peraturan perundang-undangan.

2. Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial, energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alarn, pariwisata, dan sektor strategis lainnya.

Penyelenggara sistem elektronik ini memiliki tugas untuk menjamin bahwa setiap komponen dan keterpaduan seluruh sistem elektronik beroperasi sebagaimana mestinya.Komponen sistem elektronik tersebut meliputi perangkat keras, perangkat lunak, tenaga ahli, tata kelola, dan pengamanan.Perlu diketahui juga bahwa penyelenggara sistem elektronik dapat menyelenggarakan sendiri sistem elektroniknya atau mendelegasikan kepada penyelenggara agen elektronik.Penyelenggara sistem elektronik dan penyelenggara agen elektronik itu sendiri dapat menyelenggarakan transaksi elektronik.transaksi elektronik yang

68

Yang dimaksud dengan “pusat pemulihan bencana (disaster recovery center)” adalah suatu

fasilitas yang digunakan untuk memulihkan kembali data atau informasi serta fungsi-fungsi penting Sistem Elektronik yang terganggu atau rusak akibat terjadinya bencana yang disebabkan oleh alam atau manusia.

69


(52)

lii

dimaksudkan tersebut dapat bersifat publik maupun privat dimana penyelenggaraan transaksi elektronik tersebut harus dilakukan dengan itikad baik dan memperhatikan prinsip kehati-hatian, transparansi, akuntabiitas, dan kewajaran.70Penyelenggaraan transaksi elektronik dalam ruang lingkup publik atau privat yang menggunakan Sistem Elektronik untuk kepentingan pelayanan publik wajib menggunakan Sertifikat Keandalan dan/atau Sertifikat Elektronik.71

1. pendaftaran;

Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan PemerintahNomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik(Selanjutnya disebut PP PSTE) meliputi pengaturan :

2. perangkat keras; 3. perangkat lunak; 4. tenaga ahli; 5. tata kelola; 6. pengamanan;

7. sertifikasi kelaikan sistem elektronik; dan 8. pengawasan.

Adapun isi pengaturan dari pasal-pasal diatas adalah: 1) Pendaftaran

Penyelenggara sistem elektronik untuk pelayanan publik wajib untuk melakukan suatu pendaftaran sedangkan penyelenggara sistem elektronik untuk nonpublik dapat melakukan pendaftaran.Kewajiban pendaftaran tersebut wajib dilakukan sebelum sistem elektronik tersebut digunakan untuk kepentingan

70

Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

71

Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.


(53)

liii

publik.Pengajuan pendaftaran tersebut diajukan kepada Menteri yang berwenang untuk itu.

2. Perangkat Keras

Dalam Pasal 6 PP PSTE diatur lebih rinci mengenai perangkat keras untuk penyelenggaraan sistem elektronik :72

a. Perangkat keras yang digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik harus: 1) memenuhi aspek interkonektivitas dan kompatibilitas dengan sistem yang

digunakan;

2) memperoleh sertifikat kelaikan dari Menteri;

3) mempunyai layanan dukungan teknis, pemeliharaan, dan purnajual dari penjual atau penyedia;

4) memiliki referensi pendukung dari pengguna lainnya bahwa Perangkat Keras tersebut berfungsi sesuai dengan spesifikasinya;

5) memiliki jaminan ketersediaan suku cadang paling sedikit 3 (tiga) tahun; 6) memiliki jaminan kejelasan tentang kondisi kebaruan; dan

7) memiliki jaminan bebas dari cacat produk.

b. Penyelenggara sistem elektronik wajib memastikan netralitas teknologi dan kebebasan memilih dalam penggunaan perangkat keras.

c. Menteri menetapkan standar teknis perangkat keras yang digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik.

72

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.


(54)

liv

Penyelenggara sistem elektronik wajib memastikan netralitas teknologi dan bebasan memilih dalam penggunaan perangkat keras.Menteri menetapkan standar teknis perangkat keras yang digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik.

3. Perangkat lunak

Penyelenggara sistem elektronik yang menggunakan perangkat lunak untuk pelayanan publik wajib:73

a. terdaftar74

b. terjamin keamanan dan keandalan operasi sebagaimana mestinya

pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika;

75

c. sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

; dan

Penyedia yang mengembangkan perangkat lunak yang khusus dibuat untuk suatu instansi wajib menyerahkan kode sumber dan dokumentasi atas perangkat lunak kepada instansi yang bersangkutan.Dalam hal penyerahan kode sumber dan dokumentasi atas perangkat lunak sebagaimana dimaksud diatas tidak mungkin dilaksanakan, penyedia dapat menyerahkan kode sumber76

73

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

74

Pendaftaran dapat dilakukan oleh penjual atau penyedia (vendor), distributor, atau pengguna.

75

Yang dimaksud dengan “terjamin keamanan dan keandalan operasi sebagaimana mestinya” adalah Penyelenggara Sistem Elektronik menjamin Perangkat Lunak tidak berisi instruksi lain

daripada yang semestinya atau instruksi tersembunyi yang bersifat melawan hukum (malicious code).

Contohnya instruksi time bomb, program virus, trojan, worm, dan backdoor. Pengamanan ini dapat

dilakukan dengan memeriksa kode sumber.

76

Yang dimaksud dengan “kode sumber” adalah suatu rangkaian perintah, pernyataan, dan/atau deklarasi yang ditulis dalam bahasa pemrograman komputer yang dapat dibaca dan dipahami orang.


(55)

lv

perangkat lunak kepada pihak ketiga terpercaya penyimpan kode sumber77.Penyedia wajib menjamin perolehan dan/atau akses terhadap kode sumber dan dokumentasi atas perangkat lunak kepada pihak ketiga terpercaya.78

Penyelenggara sistem elektronik wajib menjamin kerahasiaan kode sumber perangkat lunak yang digunakan.terhadappenjaminan kode sumber perangkat yang digunakan dapat dilakukan pemeriksaan apabila diperlukan untuk kepentingan penyidikan.79

Tenaga ahli 4. Tenaga ahli

80

yang digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik harus memiliki kompetensi di bidang sistem elektronik atau teknologi informasi.Tenaga ahli sebagaimana dimaksud wajib memiliki sertifikat keahlian.81

77

Yang dimaksud dengan “pihak ketiga terpercaya penyimpan kode sumber (source code

escrow) adalah profesi atau pihak independen yang berkompeten menyelenggarakan jasa penyimpanan kode sumber program Komputer atau Perangkat Lunak untuk kepentingan dapat diakses, diperoleh, atau diserahkan kode sumber oleh penyedia kepada pihak pengguna.

78

Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

79

Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

80

Yang dimaksud dengan “tenaga ahli” adalah tenaga yang memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus dalam bidang Sistem Elektronik yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis.

81

Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Dalam hal ini, penyelenggaraan sistem elektronik yang bersifat strategis harus menggunakan tenaga ahli berkewarganegaraan indonesia, tetapi jika belum terdapat tenaga ahli berkewarganegaraan indonesia, penyelenggara sistem elektronik dapat menggunakan tenaga ahli asing. Ketentuan mengenai jabatan tenaga ahli dalam penyelenggaraan


(56)

lvi

sistem elektronik yang bersifat strategis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.82

Mengenai tata kelola sistem elektronik penyelenggara sistem elektronik wajib menjamin:

5. Tata kelola

83

a. tersedianya perjanjian tingkat layanan;

b. tersedianya perjanjian keamanan informasi terhadap jasa layanan Teknologi Informasi yang digunakan; dan keamanan informasi; dan sarana komunikasi internal yang diselenggarakan.

c. menjamin setiap komponen dan keterpaduan seluruh sistem elektronik beroperasi sebagaimana mestinya.

Penyelenggara sistem elektronik juga wajib untuk: menerapkan manajemen risiko84 terhadap kerusakan atau kerugian yang ditimbulkan,85

82

Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

83

Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

84

Yang dimaksud dengan “menerapkan manajemen risiko” adalah melakukan analisis risiko dan merumuskan langkah mitigasi dan penanggulangan untuk mengatasi ancaman, gangguan, dan hambatan terhadap Sistem Elektronik yang dikelolanya.

85

Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.


(1)

umum (Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan MA) maupun diluar pengadilan (berupa arbitrase, mediasi, konsiliasi, serta bentuk lain).

B. Saran

Melihat berbagai kondisi yang ada, melalui tulisan ini penulis mengajukan beberapa saran, yaitu:

1. Sudah seharusnya pemerintah lebih serius dalam memberikan edukasi kepada pelaku bisnis, konsumen, dan pemerintah sendiri tentang pentingnya transaksi elektronik dengan menggunakan sistem elektronik yang aman dengan enkripsi seperti tanda tangan elektronik dan penggunaan sertifikat elektronik.

2. Pemerintah harus membuat regulasi khusus yang lebih spesifik mengenai tanda tangan elektronik dan sertifikasi elektronik dalam dunia e-commerce karena masih banyak hal di dalam penyelenggaraan tanda tangan elektronik dan sertifikasi elektronik yang masih belum diatur.

3. Pemerintah perlu membuat badan khusus penyelenggaraan sertifikasi elektronik nasional yang memadai dan terjamin keamanannya serta membuat badan pengadilan khusus bagi tindakan pelanggaran hukum melalui internet.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrasyid, Priyatna. Arbitrase& Alternatif Penyelesaian Sengketa Suatu Pengantar.Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2000.

Agus, Azwir.Arbitrase Konsumen, Gambaran dalam Perubahan Hukum Perlindungan Konsumen. Medan: USU Press, 2013.

Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia, 2003.

Bajaj, Kamlesh K dan Debjani Nag. E-Commerce, The Cutting Edge of Business Second Edition. New Delhi: Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Limited, 2005.

Barkatullah, Abdul Halim dan Teguh Prasetyo.Bisnis E-commerce: Studi Sistem Keamanan dan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindungan Konsumen, Kajian Teoritis dan

Perkembangan Pemikiran. Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008. B. Schneier. Applied Cryptography. John Wiley & Sons, 1996.

Hartono, Sri Redjeki. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayumedia, 2007.

Harahap, Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1997.

Inanini, Yusran. Hak Cipta dan Tantangannya di Era Cyber Space.Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009.

Liddle, Glover dan Prawitt.E-business, principles & strategies for accountants. New Jersey: Prentice-Hall Inc, 2001.

Makarim, Edmon. Kompilasi HukumTelematika. Jakarta: Rajawali Press, 2003. ---. Notaris & Transaksi Elektronik : Kajian Hukum tentang Cybernotary


(3)

---. Pengantar Hukum Telematika : Suatu Kompilasi Kajian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2005.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000.

---. Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003.

Mansur, Dikdik M Arief dan Elisatris Gultom.Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung: Refika Aditama, 2005.

Moleong, Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2006.

Nasution, AZ.Hukum Perlindungan Konsumen, Suatu Pengantar. Jakarta: Daya Widya,, 1999.

---.Konsumen dan Hukum. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Rachibini, Didik J. Mitos dan Implikasi Globalisasi: Catatan Untuk Bidang Ekonomi dan Keuangan, pengantar Edisi Indonesia oleh Hirst, Paul dan Grahame Thompson, Globalisasi Adalah Mitos. Jakarta: Yayasan Obor, 2001).

Sakti, Nufransa Wira. Buku Pintar Pajak E-Commerce dari mendaftar sampai membayar.Ciganjur: Visimedia, 2014.

Sjahputra, Iman. Perlindungan Konsumen dalam Transaksi Elektronik. Bandung: Penerbit P.T. Alumni, 2010.

---. Problematika Hukum Internet. Jakarta: OT. Prehalliondo, 2002. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji.Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat. Jakarta: P.T. Rajagrafindo Persada, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2001.

Stallings, William. Network and Internetwork Security. New Jersey: Prentice Hall, 1995.

Sudargo, Gautama. Kontrak Dagang Internasional: Himpunan Ceramah dan Prasaran, Bandung: Alumni, 1976.


(4)

Sunggono, Bambang.Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantar. Jakarta: P.T.Rajagrafindo Persada, 2001.

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

---.Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2001.

B. Peraturan

Consumer Protection Act No: 68 of 1986

Dekrit Komisi Negara Prancis 2001-272 tanggal 30 Maret 2001 tentang “aplikasi Pasal 1316-4 Code civil dan tentang tanda tangan elektronik”

EU Directive on Electronic Signatures, Directive 1999/93/EC of the Eurpoean Parliament and of The Council of 13 Desember 1999, on a Community framework for electronic signatures

Kitab Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik

Keputusan Memperindag Nomor 350/MPP/Kep/2001 tentang Pelaksaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

C. Jurnal/Makalah

Apriyanti.“Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce ditinjau dari hukum perikatan.”Jurnal Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.Jakarta, 2014.


(5)

Badrulzaman,Mariam Darus.“E-commerce: Tinjauan dari Hukum Kontrak Indonesia. Makalah Hukum Bisnis XII, 2003.

Benyekhlef, Karim. “Dematerialzed Transactions on Electonic Pathways: A Panorama of Legal Issue.” 1995.

Departemen Komunikasi dan Informatika RI, Pedoman Penyelenggaraan Certification Authority (CA) di Indonesia, 2007.

Dewi,Farida.“Tanggungjawab hukum Penyelenggara Tanda Tangan Digital Tersertifikasi yang berinduk (Analisis Komparatif terhadap Kasus DigiNotary di Belanda).”Jurnal Fakultas Hukum UI. 2012.

Esnault, Julien. ”Memoire : la signature électronique, D.E.S.S. du droit du Multimédia et de l’Informatique, Université de Paris II Pantheon-Assas, Paris, Année universitaire 2002- 2003.

Howard, John D. “An Analysis Of Security Incidents On The Internet 1989 - 1995,” PhD thesis, Engineering and Public Policy, Carnegie Mellon University, 1997.

Liu & Silverman.“A practical guide to biometric security technology”. 2004.

MS, Jay. “Peranan E-Commerce Dalam Sektor Ekonomi & Industri”. Makalah seminar hari Aplikasi Internet di Era Milenium Ketiga, Jakarta, 2001

Nusantari,Diah Chandra.“IP Security Kriptografi.’Jurnal Fakultas Ilmu computer.Universitas Sriwijaya, 2008 .

C. Website

Laporan Serangan Internet. http://www.idsirtii.or.id/tahunan/tahun/2014.html (diakses tanggal 27 Juni 2015).

Permasalahan Hukum.http://.rizkichuk.blogspot.com/2012_12_01_archive.html (diakses tanggal 27 Juni 2015).

Trustmarks.https://gowebbaby.com/wp-content/uploads/2014/09/trust-mark.png (diakses tanggal 7 Juli 2015).


(6)

Website E-commerce. http://toffeedev.com/10-hal-yang-harus-di-miliki-website-e-commerce-anda/ (diakses tanggal 7 Juli 2015).

Trojan Horse. http://www.agungfirdausi.my.id/2012/07/trojan-horse.html (diakses tanggal 8 Juli 2015).

Logic Bomb. http://www.agungfirdausi.my.id/2012/07/logic-bomb.html (diakses 8 Juli 2015).

http://kuliah.dinus.ac.id/ika/so91.html (diakses 8 Juli 2015).

Isitilah mengenai Keamanan Komputer

Sofyan,Syafran. “Pihan Hukum, Forum, Domisili suatu Kontrak dalam Transaksi

Bsinis.”http://www.lemhannas.go.id/portal/daftar-artikel/2006-pilihan-hukum-forum-dan-domisili-suatu-kontrak-dalam-transaksi-bisnis.html (diakses pada tanggal 29 Juli 2015)

Hambatan dalam e-business. http://ferlicipuk.blogspot.com/ (diakses pada tanggal 4 Agustus 2015).