Penentuan Koefesien Fenol Produk Desinfektan Yang Di Pasarkan Di Beberapa Supermarket Kota Medan

(1)

DES

PENENT

INFEKTA

SU

ROM

PROG

UNI

TUAN KO

AN YAN

UPERMA

MAULI AN

NI

GRAM ST

FAKU

IVERSITA

SKRIPS

OEFISIEN

G DIPAS

ARKET K

OLEH

NNA TER

IM 09150

TUDI SAR

ULTAS FA

AS SUMA

MEDAN

2014

SI

N FENOL

SARKAN

KOTA ME

:

RESIA M

01130

RJANA F

ARMASI

ATERA U

N

L PRODU

DI BEBE

EDAN

MARBUN

ARMASI

I

UTARA

UK

ERAPA

I


(2)

DE

Diajuka

PENENT

ESINFEK

SU

an untuk m

Gelar Sa

ROM

PROG

UNI

TUAN KO

KTAN YA

UPERMA

melengka

arjana Fa

Universi

MAULI AN

NI

GRAM ST

FAKU

IVERSITA

OEFISIEN

ANG BER

ARKET K

SKRIPS

api salah s

rmasi pad

itas Suma

OLEH

NNA TER

IM 09150

TUDI SAR

ULTAS FA

AS SUMA

MEDAN

2014

N FENOL

REDAR D

KOTA ME

SI

satu syara

da Fakult

atera Utar

:

RESIA M

01130

RJANA F

ARMASI

ATERA U

N

L PRODU

DI BEBER

EDAN

at untuk m

tas Farma

ra

MARBUN

ARMASI

I

UTARA

UK

RAPA

mempero

asi

I

oleh


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PRODUK

DESINFEKTAN YANG DIPASARKAN DI BEBERAPA

SUPERMARKET KOTA MEDAN

OLEH:

ROMAULI ANNA TERESIA MARBUN

NIM 091501130

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada tanggal : 08 Februari 2014 Pembimbing I, Panitia Penguji,

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195006121980032001 NIP 195108161980031002 Pembimbing II,

Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. NIP 195304031983032001 Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt.

NIP 197812052010121004

Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. NIP 195503121983032001

Dra. Masfria, M.S., Apt. NIP 195707231986012001 Medan, April 2014

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat kasih dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan koefisien fenol produk desinfektan dan membandingkan koefisien fenol produk desinfektan yang beredar di Kota Medan, yang merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan. Ibu Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt. dan Bapak Popi Patilaya, S.Si., M.Sc., Apt. yang membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Matheus Timbul Simanjuntak, M.Sc., Apt., selaku penasehat akademis yang memberikan bimbingan kepada penulis selama ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik selama perkuliahan. Bapak dan Ibu Kepala Laboratorium Mikrobiologi Farmasi yang telah memberikan fasilitas, petunjuk dan membantu selama penelitian. Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Dra. Erly Sitompul, M.Si., Apt., Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt., dan Dra. Masfria, M.S., Apt., selaku dosen penguji yang memberikan masukan, kritik, arahan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

Penulis juga ingin mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Santun Wantoni Marbun dan Ibunda Dewi Sinaga tercinta atas doa dan pengorbanannya dengan tulus dan ikhlas, untuk adik saya Frisca Anna Lidwina Marbun, Gratius Partogi Halomoan Marbun, Santa Lusiana Marbun, dan Gregorian Alfonsus Pardomuan Marbun, serta teman-teman saya yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya, oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang farmasi.

Medan, April 2014 Penulis,

Romauli A. T. Marbun

   


(6)

PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PRODUK DESINFEKTAN YANG DIPASARKAN DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA MEDAN

ABSTRAK

Produk desinfektan yang dipasarkan di Kota Medan beranekaragam jenisnya dari produsen yang berbeda. Bahan yang terdapat dalam desinfektan tersebut merupakan senyawa fenol dan ammonium kuartener. Kekuatan desinfektan dalam membunuh mikroorganisme perlu dievaluasi untuk menjamin mutu produk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas produk desinfektan berdasarkan koefisien fenol.

Uji koefisien fenol produk desinfektan dilakukan secara mikrobiologi terhadap bakteri Salmonella typhi. Larutan desinfektan dibuat dengan pengenceran 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50 dalam air suling steril. Larutan fenol 5% (b/v) digunakan sebagi pembanding. Pertumbuhan bakteri diamati pada waktu kontak 5, 10, dan 15 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien fenol produk A, B, C, D, E, F, dan G masing-masing adalah 2,38; 2,00; 3,00; 3,38; 2,38; 2,63; dan 3,00. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa mutu produk desinfektan tersebut berbeda secara signifikan (p < 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa produk A, B, C, D, E, F, dan G yang dipasarkan di beberapa supermarket Kota Medan memenuhi persyaratan aktivitas desinfektan. Produk D yang mengandung asam klorida memiliki aktivitas yang paling kuat dibandingkan produk desinfektan lain.

Kata kunci : desinfektan, koefisien fenol, klorosilenol, natrium hipoklorit, benzalkonium klorida, asam klorida, dan minyak pinus.


(7)

DETERMINATION OF PHENOL COEFFICIENT OF DISINFECTANT PRODUCTS MARKETED IN SOME SUPERMARKETS OF MEDAN

ABSTRACT

Disinfectant products marketed in Medan vary in types from different manufacturers. Disinfectant ingredients are phenol and quartenary ammonium. Potency of disinfectant for killing microorganisms needs to be evaluated to assure the quality of the products. This study was carried out to determine the effectivity of disinfectant products based on phenol coefficient.

Phenol coefficient testing of disinfectant products was microbiologically performed against Salmonella typhi. The disinfectant solutions were prepared by diluting the sample in sterile distilled water in ratio of 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, and 1:50. Phenol solution (5%, w/v) was used as disinfectant standard. The growth of bacteria was observed at the exposure time of 5, 10, and 15 minutes.

The results indicated that the phenol coefficient of product A, B, C, D, E, F, and G were 2.38, 2.00, 3.00, 3.38, 2.38, 2.63, and 3.00, respectively. Statistical analysis using Kruskal-Wallis test showed that the quality of desinfectant products was significantly different (p < 0.05). This study revealed that product A, B, C, D, E, F and G marketed in supermarkets of Medan fulfilled the requirement of disinfectant activity. Product D that contain chloride acid had the strongest activity compared the other disinfectant products.

Keyword : disinfectant, phenol coefficient, chloroxylenol, sodium hypochloride, benzalkonium chloride, chloride acid, and pine oil.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Desinfektan ... 5

2.2 Mekanisme Kerja Desinfektan ... 6

2.2.1 Inaktivasi enzim ... 6

2.2.2 Denaturasi protein ... 7


(9)

2.2.4 Interkalasi dalam asam deoksiribo nukleat ... 10

2.2.5 Pembentukan khelat ... 11

2.3 Penggologan Desinfektan ... 11

2.3.1 Turunan aldehida ... 11

2.3.2 Turunan alkohol ... 13

2.3.3 Senyawa pengoksidasi ... 14

2.3.4 Turunan fenol ... 15

2.3.5 Turunan ammonium kuartener ... 17

2.3.6 Turunan halogen dan halogenofor ... 18

2.4 Koefisien Fenol ... 18

2.4.1 Uji pembawa (carrier tests) ... 19

2.4.2 Uji suspensi (suspension tests) ... 19

2.4.3 Uji kapasitas (capacity tests) ... 20

2.4.4 Uji praktek (practical tests) ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Alat dan Bahan ... 22

3.1.1 Alat-alat ... ... 22

3.1.2 Bahan ... 22

3.2 Mikroorganisme Uji ... 22

3.3 Pengambilan Sampel ... 23

3.4 Prosedur ... .... 23

3.4.1 Penyiapan media ... 23


(10)

3.4.3 Pembuatan larutan fenol 5% ... 23

3.4.4 Pembuatan larutan desinfektan uji ... 24

3.4.5 Penetapan koefisien fenol ... 24

3.4.6 Analisis statistik ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 4.1 Tabel uji larutan fenol 5% (b/v) ... 27 4.2 Tabel koefisien fenol berbagai produk desinfektan yang

beredar di kota medan ... 28


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Reaksi alkilasi pada gugus nukleofil ... ... 7

2.2 Mekanisme denaturasi senyawa merkuri ... 8

2.3 Mekanisme denaturasi senyawa peroksida ... 9

2.4 Formaldehid dan paraformaldehid ... 12

2.5 Glutaraldehid ... 13

2.6 Mekanisme kerja dan sasaran utama desinfektan ... 16


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Bagan penyiapan media ... ... 38

2. Bagan pembuatan larutan fenol 5% ... ... 39

3. Bagan penyiapan larutan desinfektan uji ... 39

4. Bagan penetapan koefisien fenol dari fenol baku 5% ... 40

5. Bagan penetapan koefisien fenol desinfektan ... 41

6. Hasil uji koefisien fenol produk desinfektan . ... 42

7. Perhitungan koefisien fenol ... 46

8. Koefisien fenol produk desinfektan ... 50

9. Hasil pemeriksaan produk desinfektan ... 51

10. Analisis statistik menggunakan uji kolmogrov-smirnov ... 52

11. Analisis statistik menggunakan uji kruskal-wallis... ... 53  


(14)

PENENTUAN KOEFISIEN FENOL PRODUK DESINFEKTAN YANG DIPASARKAN DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA MEDAN

ABSTRAK

Produk desinfektan yang dipasarkan di Kota Medan beranekaragam jenisnya dari produsen yang berbeda. Bahan yang terdapat dalam desinfektan tersebut merupakan senyawa fenol dan ammonium kuartener. Kekuatan desinfektan dalam membunuh mikroorganisme perlu dievaluasi untuk menjamin mutu produk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan efektivitas produk desinfektan berdasarkan koefisien fenol.

Uji koefisien fenol produk desinfektan dilakukan secara mikrobiologi terhadap bakteri Salmonella typhi. Larutan desinfektan dibuat dengan pengenceran 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50 dalam air suling steril. Larutan fenol 5% (b/v) digunakan sebagi pembanding. Pertumbuhan bakteri diamati pada waktu kontak 5, 10, dan 15 menit.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa koefisien fenol produk A, B, C, D, E, F, dan G masing-masing adalah 2,38; 2,00; 3,00; 3,38; 2,38; 2,63; dan 3,00. Analisis statistik menggunakan uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa mutu produk desinfektan tersebut berbeda secara signifikan (p < 0,05). Penelitian ini menunjukkan bahwa produk A, B, C, D, E, F, dan G yang dipasarkan di beberapa supermarket Kota Medan memenuhi persyaratan aktivitas desinfektan. Produk D yang mengandung asam klorida memiliki aktivitas yang paling kuat dibandingkan produk desinfektan lain.

Kata kunci : desinfektan, koefisien fenol, klorosilenol, natrium hipoklorit, benzalkonium klorida, asam klorida, dan minyak pinus.


(15)

DETERMINATION OF PHENOL COEFFICIENT OF DISINFECTANT PRODUCTS MARKETED IN SOME SUPERMARKETS OF MEDAN

ABSTRACT

Disinfectant products marketed in Medan vary in types from different manufacturers. Disinfectant ingredients are phenol and quartenary ammonium. Potency of disinfectant for killing microorganisms needs to be evaluated to assure the quality of the products. This study was carried out to determine the effectivity of disinfectant products based on phenol coefficient.

Phenol coefficient testing of disinfectant products was microbiologically performed against Salmonella typhi. The disinfectant solutions were prepared by diluting the sample in sterile distilled water in ratio of 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, and 1:50. Phenol solution (5%, w/v) was used as disinfectant standard. The growth of bacteria was observed at the exposure time of 5, 10, and 15 minutes.

The results indicated that the phenol coefficient of product A, B, C, D, E, F, and G were 2.38, 2.00, 3.00, 3.38, 2.38, 2.63, and 3.00, respectively. Statistical analysis using Kruskal-Wallis test showed that the quality of desinfectant products was significantly different (p < 0.05). This study revealed that product A, B, C, D, E, F and G marketed in supermarkets of Medan fulfilled the requirement of disinfectant activity. Product D that contain chloride acid had the strongest activity compared the other disinfectant products.

Keyword : disinfectant, phenol coefficient, chloroxylenol, sodium hypochloride, benzalkonium chloride, chloride acid, and pine oil.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Penelitian terhadap jasad renik penyebab penyakit telah menjadi bahan pemikiran selama berabad-abad. Dalam seni Mesir kuno, mumifikasi dilakukan menggunakan balsam yang berisi pengawet alami. Di Perancis dan Inggris, penggunaan desinfektan dikembangkan untuk mengendalikan penyebaran infeksi di rumah sakit. Pada tahun 1987, Kronig dan Paul dengan bantuan Ikeda memperkenalkan karya terkenal mereka mengenai dinamika desinfeksi

yang menyatakan bahwa desinfektan digunakan pada benda mati (Russel and Chopra, 1987; Butcher and Ulaeto, 2010).

Antimikroba sudah banyak dicoba untuk menghilangkan jasad renik yang dapat mencemari benda hidup ataupun benda mati. Bahan antimikroba yang ditemukan memiliki efektivitas yang berbeda-beda dan digunakan untuk tujuan yang berbeda pula. Salah satu jenis antimikroba yang sering digunakan adalah desinfektan (Dwijoseputro, 1982; Jiang, et al., 2010).

Desinfektan yang ideal adalah desinfektan yang memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum luas pada konsentrasi rendah, harus dapat larut dalam air atau pelarut lain sampai konsentrasi yang diperlukan untuk dapat digunakan secara efektif (Wesley, 1986). Desinfektan juga harus stabil, tidak bersifat racun pada manusia, aktif pada suhu kamar, tidak menimbulkan karat dan warna, mampu menghilangkan bau, memiliki kemampuan sebagai deterjen


(17)

atau pembersih, dan tersedia dalam jumlah yang memadai dengan harga yang terjangkau (Eka, 2006; Tafti, et al., 2012).

Pemanfaatan desinfektan secara efektif perlu diketahui kekuatan daya bunuhnya terhadap mikroba dengan menggunakan fenol sebagai pembanding. Fenol adalah salah satu desinfektan yang efektif dalam membunuh kuman. Koefisien fenol adalah perbandingan ukuran keampuhan suatu bahan antimikrobial dibandingkan dengan fenol sebagai standar. Fenol dijadikan pembanding karena fenol sering digunakan untuk mematikan mikroorganisme (Purohit, et al., 2004; Brewer, 2010).

Koefisien fenol yang kurang dari 1 menunjukkan bahwa bahan antimikroba tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya, apabila koefisien fenol lebih dari 1 artinya bahan antimikroba tersebut lebih ampuh daripada fenol. Koefisien fenol ditentukan dengan cara membagi pengenceran tertinggi dari fenol yang mematikan jasad renik dalam sepuluh menit tetapi tidak membunuh dalam lima menit terhadap pengenceran tertinggi bahan antimikroba yang membunuh jasad renik dalam sepuluh menit tetapi tidak dalam lima menit (Purohit, et al., 2004).

Fenol merupakan zat kristal tak berwarna dengan bau khas. Senyawa fenol (C6H5OH) memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Fenol agak sukar larut dalam air, bersifat cenderung asam, yang dapat melepaskan ion H+dari gugus hidroksilnya. Anion yang terbentuk mengakibatkan pengeluaran fenoksida (C6H5O−) yang larut dalam air (Pratiwi, 2008; Jiang, et al., 2010).


(18)

Zat-zat antimikroba yang dipergunakan untuk desinfektan harus diuji keefektifannya. Salah satu cara menentukan efektivitas desinfektan adalah dengan melakukan uji koefisien fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk desinfektan dengan daya bunuh fenol baku dalam kondisi uji yang sama. Produk desinfektan banyak beredar di pasaran dengan berbagai merek dagang dari produsen yang berbeda pula. Oleh karena itu, efektivitasnya perlu dievaluasi untuk menjamin mutu produk desinfektan (Eka, 2006; Brewer, 2010).

Teknologi produksi dan komposisi produk desinfektan dari masing-masing produsen yang berbeda kemungkinan berpengaruh terhadap aktivitas desinfektan yang dihasilkan. Hal tersebut mendorong dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan berdasarkan angka koefisien fenol.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka perumusan masalahnya adalah:

1. Apakah produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan memenuhi persyaratan aktivitas?

2. Apakah produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan memiliki mutu yang sama?


(19)

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesisnya yaitu:

1. Produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan memenuhi persyaratan aktivitas

2. Produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan memiliki mutu yang tidak sama

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah:

1. Untuk menetapkan koefisien fenol produk desinfektan yang beredar di Kota Medan

2. Untuk membandingkan koefisien fenol produk desinfektan yang mengandung golongan senyawa kimia yang berbeda yang beredar di Kota Medan

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi mengenai efektivitas produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan berdasarkan angka koefisien fenol.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Desinfektan

Desinfektan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi dengan membunuh jasad renik (bakterisid), terutama pada benda mati. Proses desinfeksi dapat menghilangkan 60% - 90% jasad renik. Desinfektan digunakan secara luas untuk sanitasi baik di rumah tangga, laboratorium, dan rumah sakit (Shaffer, 1965; Larson, 2013).

Kriteria suatu desinfektan yang ideal adalah bekerja dengan cepat untuk menginaktivasi mikroorganisme pada suhu kamar, berspektrum luas, aktivitasnya tidak dipengaruhi oleh bahan organik, pH, temperatur, dan kelembaban, tidak toksik pada hewan dan manusia, tidak bersifat korosif, bersifat biodegradable, memiliki kemampuan menghilangkan bau yang kurang sedap, tidak meninggalkan noda, stabil, mudah digunakan, dan ekonomis (Siswandono, 1995; Butcher and Ulaeto, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas desinfektan yang digunakan untuk membunuh jasad renik adalah ukuran dan komposisi populasi jasad renik, konsentrasi zat antimikroba, lama paparan, temperatur, dan lingkungan sekitar (Pratiwi, 2008).


(21)

sehingga merusak membran sel, mendenaturasi protein, dan menghambat enzim. Pada kadar optimal, senyawa ammonium kuartener menyebabkan sel mengalami lisis sedangkan pada kadar yang lebih tinggi, terjadi denaturasi protein enzim bakteri (Siswandono, 1995; Stevens, 2011).

2.2.3 Mengubah permeabilitas membran sel bakteri

Membran sel berguna sebagai penghalang selektif terhadap zat terlarut dan menahan zat yang tidak larut. Beberapa zat diangkut secara aktif melalui membran, sehingga konsentrasinya dalam sel tinggi. Zat-zat yang terkonsentrasi pada permukaan sel akan mengubah sifat-sifat fisiknya sehingga membunuh dan menghambat sel (Ghanem, et al., 2012).

Perubahan permeabilitas membran sel bakteri merupakan mekanisme kerja fenol, dan senyawa amonium kuartener. Terjadinya perubahan permeabilitas membran sel menyebabkan kebocoran kostituen sel yang esensial sehingga bakteri mengalami kematian (Siswandono, 1995; Butcher and Ulaeto, 2010).

Senyawa kation aktif seperti klorheksidin dapat berinteraksi dengan gugus-gugus yang bermuatan negatif pada dinding sel bakteri. Interaksi ini menyebabkan netralisasi muatan yang memfasilitasi adsorpsi zat aktif sehingga terjadi kerusakan dinding sel bakteri. Selain itu, klorheksidin juga menyebabkan presipitasi protein plasma sel bakteri (Loughlin, et al., 2002; Steven, 2011).


(22)

2.2.4 Interkalasi dalam asam deoksiribo nukleat (ADN)

Senyawa Turunan trifenilmetan seperti gentian violet dan akridin seperti akriflavin bekerja sebagai antibakteri dengan mengikat secara kuat asam nukleat. Ikatan ini akan menghambat sintesis ADN sehingga sintesis protein tidak terjadi. Turunan trifenilmetan dan turunan akridin merupakan kation aktif yang dapat membentuk ikatan hidrogen menghasilkan kompleks dengan gugus bermuatan negatif dari konstituen sel. Hal ini menyebabkan penghambatan proses biologi yang penting untuk kehidupan bakteri sehingga bakteri mengalami kematian (Stevens, 2011).

2.2.5 Pembentukan khelat

Beberapa turunan fenol, seperti heksaklorofen dan oksikuinolin dapat membentuk khelat dengan ion Fe dan Cu masuk ke dalam sel bakteri, kemudian bentuk khelat tersebut masuk ke dalam sel bakteri. Kadar yang tinggi dari ion-ion logam di dalam sel menyebabkan gangguan fungsi enzim-enzim sehingga jasad renik mengalami kematian (Siswandono, 1995; Somani, et al., 2011).

2.3Penggolongan Desinfektan

Menurut Siswandono (1995), desinfektan dapat dibagi menjadi enam kelompok, yaitu:

2.3.1 Turunan aldehida

Senyawa turunan aldehid memiliki gugus aldehid (COH) pada struktur kimianya, misalnya formaldehid, paraformaldehid, dan glutaraldehid. Turunan


(23)

aldehid umumnya digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% dan bekerja dengan mendenaturasi protein sel bakteri (Siswandono, 1995; Somani, et al., 2011).

Larutan formaldehid (formalin), mengandung formaldehid (HCOH) 37% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan kerja yang lambat. Larutan formaldehid digunakan untuk pengawetan mayat, desinfektan ruangan, alat-alat, dan baju dengan kadar 1:5000. Larutan formaldehid dalam air atau alkohol digunakan untuk mendesinfeksi tangan dengan konsentrasi maksimum 0,5 mg/L (Somani, et al., 2011). Struktur kimia formaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.4(a).

Paraformaldehid diperoleh dengan menguapkan larutan formaldehid. Senyawa ini serupa dengan formalin. Paraformaldehid mempunyai bau kurang menyenangkan. Paraformaldehid bekerja pada konsentrasi maksimum 0,1 mg/L (Ghanem, et al., 2012). Struktur kimia paraformaldehid dapat dilihat pada Gambar 2.4(b).

Gambar 2.4 Struktur Kimia Formaldehid (a) dan Paraformaldehid (b)

Glutaraldehid digunakan untuk mensterilkan bahan cair dan peralatan bedah yang tidak dapat disterilkan dengan pemanasan. Senyawa ini mempunyai keuntungan karena tidak berbau dan efek iritasi terhadap kulit dan

O

H

H

O     O         O        O       C C C C H H H H

(a) (b)


(24)

mata lebih rendah dibanding formalin. Larutan glutaraldehid 2% efektif sebagai antibakteri dan spora pada pH 7,5 – 8,5 (Fazlara and Ekhtelat, 2012). Glutaraldehid mempunyai lebih efektif daripada Formaldehid dan tidak berpotensi karsinogenik sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi (Siswandono, 1995; Brewer, 2010).

Mekanisme reaksinya dijelaskan pada Gambar 2.5

C C C C C

Gambar 2.5 Glutaraldehid

Pada prinsipnya, turunan aldehida ini dapat digunakan dengan spektrum luas. Misalnya, formaldehid membunuh jasad renik dalam ruangan, peralatan, dan lantai. Sedangkan glutaraldehid digunakan untuk membunuh virus. Keunggulan turunan aldehid adalah sifatnya stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Namun senyawa tersebut dapat mengakibatkan resistensi jasad renik, berpotensi sebagai karsinogen dan mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa (Kahrs, 1995; Larson, 2013).

2.3.2 Turunan alkohol

Turunan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain turunan aldehid, misalnya etanol (C2H5OH), isopropanol (C3H7OH). Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan umumnya dibuat

O

H

H H H H

H

H H


(25)

dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri (Elisabeth, dkk., 2012).

2.3.3 Senyawa pengoksidasi

Senyawa pengoksidasi yang umum digunakan sebagai desinfektan adalah hidrogen peroksida, benzoil peroksida, karbanid peroksida, kalium permanganat, dan natrium perborat (Siswandono, 1995; Aboh, et al., 2013). Hidrogen peroksida adalah senyawa pengoksidasi yang sering digunakan sebagai antimikroba. Senyawa ini diurai oleh enzim katalase menghasilkan oksigen yang aktif sebagai antiseptik. Hidrogen peroksida digunakan untuk mencuci luka dan penghilang bau badan dengan kadar 1-3% (Siswandono, 1995; Ghanem, et al., 2012).

Benzoil peroksida dalam air melepaskan hidrogen peroksida dan asam benzoat. Benzoil peroksida pada konsentrasi 5-10% digunakan sebagai antiseptik dan keratolitik untuk pengobatan jerawat (Stampi, et al., 2002; Aboh, et al., 2013).

Karbanid peroksida disebut juga urea peroksida, mengandung hidrogen peroksida (34%) dan oksigen (16%). Larutan karbamid peroksida dalam air secara perlahan-lahan melepaskan hidrogen peroksida, dan digunakan untuk


(26)

antiseptik pada telinga dan pada luka (Siswandono, 1995; Elisabeth, dkk., 2012).

Kalium permanganat dan natrium perborat digunakan sebagai desinfektan dan antiseptik karena bersifat oksidatif. Pada umumnya, kedua senyawa tersebut digunakan untuk pemakaian lokal dalam bentuk larutan dalam air (Siswandono, 1995; Larson, 2013).

2.3.4 Turunan fenol

Fenol sendiri mempunyai efek antiseptik dan desinfektan. Golongan fenol diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang bersifat bakterisid namun tidak bersifat sporisid. Senyawa turunan fenol yang dikenal sebagai senyawa fenolik mengandung molekul fenol yang secara kimiawi dapat diubah. Perubahan struktur kimia tersebut bertujuan untuk mengurangi efek iritasi kulit dan meningkatkan aktivitas antibakteri (Brewer, 2010).

Senyawa fenolik seringkali digunakan dalam campuran sabun dan deterjen. Aktivitas antimikroba senyawa fenolik disebabkan kemampuannya merusak lipid pada membran plasma mikroorganisme sehingga menyebabkan isi sel keluar. Peningkatan sifat lipofil turunan fenol akan meningkatkan aktivitas desinfektannya. Salah satu senyawa fenolik yang paling sering digunakan adalah kresol (Siswandono, 1995; Kahrs, 1995).

Fenol digunakan sebagai senyawa baku dalam pengujian desinfektan karena memiliki mekanisme kerja yang luas. Fenol dapat merusak dinding sel dan membran sel, mengkoagulasi protein, merusak ATPase, merusak


(27)

sulfohidril dari protein, dan merusak DNA sehingga efektif membunuh bakteri (Siswandono, 1995; Fazlara and Ekhtelat, 2012).

Mekanisme kerja dan sasaran utama dari senyawa fenol dijelaskan pada Gambar 2.6 menurut Russel and Chopra (1987).

Gambar 2.6 Mekanisme kerja dan sasaran utama desinfektan

Pemasukan gugus halogen, seperti klorin dan bromin ke inti fenol akan meningkatkan aktivitas antiseptik. Aktivitas ini lebih meningkat bila jumlah halogen yang dimasukkan bertambah. Polihalogenisasi fenol akan membentuk senyawa yang mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil. Ikatannya dengan

    Dinding sel Membran sitoplasma Sitoplasma ATPase membran Konstituen plasma Koagulasi Sitoplasma Lisis fenol formaldehid NaOCl Hg2+ fenol klorheksidin alkohol fenol glutaraldehid Hg2+ -SH etilen oksida H2O2

klorofor I2

Sistem transpor elektron

klorheksidin heksaklorofen ADN

turunan akridin

-COOH

senyawa kationik


(28)

reseptor inti fenol lemah, sehingga aktivitasnya rendah. Pemasukan gugus nitro dapat meningkatkan aktivitas antimikroba. Sedangkan pemasukan gugus asam karboksilat dan asam sulfonat menurunkan aktivitas antimikroba karena menurunkan kelarutan dalam lemak sehingga penembusan ke membran sel bakteri menurun (Pratiwi, 2008; Ghanem, et al., 2012).

Fenol, fenol terhalogenisasi, dan alkilfenol meskipun efek antibakterinya besar tetapi tidak dapat digunakan secara sistemik karena toksisitasnya tinggi. Senyawa-senyawa tersebut hanya digunakan untuk antiseptik kulit, mulut, dan desinfektan. Contoh: timol, kresol, klorokresol, klorosilenol, dan betanaftol (Pratiwi, 2008).

2.3.5 Turunan ammonium kuartener

Turunan amonium kuartener seperti benzalkonium klorida, benzetonium klorida, setrimid, dequalinium klorida, dan domifen bromida. Turunan ini mempunyai efek bakterisid dan bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif, jamur, dan protozoa. Tetapi, turunan ini tidak aktif terhadap bakteri pembentuk spora, seperti Mycobacterim tuberculosis dan virus (Loughlin, et al., 2002; Ghanem, et al., 2012).

Keuntungan penggunaan turunan amonium kuartener sebagai desinfektan antara lain adalah toksisitasnya rendah, kelarutan dalam air besar, stabil dalam larutan air, tidak berwarna, dan tidak menimbulkan korosi pada alat logam. Kerugiannya adalah senyawa ini tidak efektif dengan adanya sabun dan surfaktan anionik dan non ionik, ion Ca dan Mg, serum darah, makanan, dan senyawa kompleks organik (Fazlara dan Ekhtelat, 2012).


(29)

2.3.6 Turunan halogen dan halogenofor

Turunan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, dan povidon iodium. Kompleks klorin dengan senyawa organik disebut klorofor, sedangkan kompleks iodin dengan senyawa organik disebut iodofor. Halogen dan halogenofor digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Klorin dan klorofor terutama digunakan untuk mendesinfeksi air, seperti air minum dan air kolam renang. Contohnya, klorin dioksida, natrium hipoklorit, kalsium hipoklorit, dan triklosan. Sedang iodin dan iodofor digunakan untuk antiseptik kulit sebelum pembedahan dan antiseptik luka. Turunan ini umumnya digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1 - 5% dan mampu mengoksidasi dalam rentang waktu 10 - 30 menit. Contohnya, povidon iodium (Brewer, 2010).

2.4 Koefisien Fenol

Koefisien fenol merupakan kemampuan suatu desinfektan dalam membunuh bakteri dibandingkan dengan fenol. Uji ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas suatu produk (desinfektan) dengan fenol baku dalam kondisi uji yang sama. Fenol dijadikan standar dalam uji efektivitas desinfektan karena kemampuannya dalam membunuh jasad renik sudah teruji. Penentuan koefisien fenol adalah untuk mengevaluasi kekuatan anti mikroba suatu desinfektan dengan memperkirakan efektivitasnya berdasarkan konsentrasi dan lamanya kontak terhadap mikroorganisme tertentu (Dwijoseputro, 1982; Somani, et al., 2011).


(30)

Pengujian desinfektan yang baik harus mampu memprediksikan kekuatannya ketika digunakan. Desinfektan digunakan untuk pemeliharaan permukaan, peralatan-peralatan, air, kain linen, obat-obatan, bidang pertanian, dan industri makanan. Uji yang lebih spesifik telah dikembangkan untuk memberikan gambaran keefektifan suatu desinfektan. Metode pengujian desinfektan meliputi uji pembawa, uji suspensi, uji kapasitas, dan uji praktik (Cremieux dan Fleurette, 1991; Reybrouck, 1992a).

2.4.1 Uji pembawa (carrier tests)

Uji pembawa merupakan metode yang telah lama digunakan. Pembawa yang digunakan pada uji ini adalah sutera yang dikontaminasi dengan inokulum mikroorganisme uji. Setelah dikeringkan, pembawa dimasukkan ke dalam larutan desinfektan dengan waktu kontak tertentu, kemudian diinokulasi dalam media pertumbuhan. Tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan kekuatan desinfektan uji (Borneff, et al., 1981; Jiang, et al., 2010).

Kelemahan uji pembawa adalah jumlah bakteri yang terdapat pada pembawa sulit diperkirakan. Selain itu, bakteri yang bertahan hidup pada pembawa selama pengeringan tidak konstan (Borneff, et al., 1981; Fazlara and Ekhtelat, 2012).

2.4.2 Uji suspensi (suspension tests)

Uji suspensi merupakan metode pengujian desinfektan yang paling sederhana. Metode ini dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Uji suspensi secara kualitatif dilakukan dengan mengambil satu sengkelit suspensi


(31)

mikroorganisme dan dimasukkan ke dalam larutan desinfektan. Suspensi kemudian diinokulasi pada media pertumbuhan. Kekuatan desinfektan ditunjukkan dengan ada tidaknya pertumbuhan mikroorganisme (Reybrouck, 1992; Jiang, et al., 2010).

Koefisien fenol dihitung dengan membandingkan tingkat pengenceran desinfektan dengan fenol yang mampu membunuh mikroorganisme dalam kondisi yang sama (Rideal and Walker, 1903; Jiang, et al., 2010).

Uji suspensi secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan jumlah mikroorganisme hidup sebelum dan sesudah kontak dengan desinfektan uji. Kekuatan desinfektan dihitung berdasarkan nilai efek mikrobiosid, yaitu perbandingan logaritma jumlah koloni mikroorganisme sesudah dan sebelum kontak. Jika nilai efek mikrobiosid 1, menunjukkan desinfektan mampu membunuh 90% koloni mikroorganisme. Jika nilai efek mikrobiosid 2, menunjukkan 99% mikroorganisme terbunuh. Syarat umum yang ditentukan adalah jika efek mikrobiosid > 5, maka 99,99% mikroorganisme terbunuh (CEN, 1996; Tafti, et al., 2012).

2.4.3 Uji kapasitas (capacity tests)

Uji kapasitas adalah metode yang dilakukan untuk mengukur kemampuan desinfektan membunuh mikroorganisme tertentu dengan meningkatkan jumlah mikroorganisme secara bertahap. Kapasitas desinfektan ditentukan berdasarkan jumlah bakteri yang masih mampu dibunuh (Kelsy and Sykes, 1969; Tafti, et al., 2012).


(32)

2.4.4 Uji praktek (practical tests)

Uji praktek dilakukan dengan mengukur hubungan waktu dan konsentrasi desinfektan terhadap mikroorganisme yang terdapat pada peralatan rumah tangga. Metode ini bertujuan untuk memastikan apakah efektivitas desinfektan memiliki korelasi dengan hasil percobaan laboratorium. Uji ini umumnya digunakan untuk desinfektan permukaan (Reybrouck, 1992b; Jiang et al., 2010).

Uji desinfeksi permukaan menggunakan sepotong polivinil klorida (PVC) yang sudah dikontaminasi oleh inokulum bakteri baku. Setelah dikeringkan, sejumlah larutan desinfektan kemudian disebar menutupi PVC dengan waktu kontak tertentu dan dibilas dengan air suling steril. Air bilasan diinokulasi untuk mengetahui ada tidaknya pertumbuhan bakteri (Reybrouck, 1992b; Tafti, et al., 2012).


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi berbibir dengan ukuran (20 x 150) mm dan (25 x 250) mm, sengkelit platina berdiameter mata 4 mm, spektrofotometer (Halo VIS-10), pipet mikro (Eppendorf), laminar air flow cabinet (Astec HLF 1200 L), oven (Fisher), timbangan analitik (Mettler Toledo), stopwatch, inkubator (Memmert), otoklaf (Express equipment), erlenmeyer , beaker glass, spatula, dan pengaduk.

3.1.2 Bahan

Fenol yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkualitas pro analis yang diproduksi dari E. Merck (Jerman). Produk desinfektan uji diperoleh dari supermarket yang tersebar di Kota Medan. Bahan untuk pembuatan media bakteri yaitu Nutrient Broth (NB) dan Nutrient Agar (NA) diperoleh dari Oxoid (Amerika Serikat).

3.2 Mikroorganisme Uji

Mikroorganisme uji yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Salmonella typhi strain American Type Culture Collection (ATCC) 6539.


(34)

3.3 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk desinfektan dari berbagai merek dagang yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan. Produk desinfektan yang diuji meliputi produk yang mengandung klorosilenol (A), natrium hipoklorit (B), benzalkonium klorida (C), asam klorida (D dan E) dan minyak pinus (F dan G). Supermarket yang dipilih adalah supermarket yang menyediakan ketujuh produk desinfektan tersebut meliputi Alfamart, Carefour, Irian, dan Ramayana.

3.4 Prosedur

3.4.1 Penyiapan media

Penyiapan media dilakukan berdasarkan prosedur yang tertera pada label produk Oxoid. Media dibuat dengan mensuspensikan 13 gram serbuk NB dalam 1 liter air suling dan dipanaskan hingga larut sempurna. Kemudian disterilkan dalam otoklaf pada 121oC selama 15 menit.

3.4.2 Penyiapan bakteri uji

Salmonella tyhpi diremajakan 3 kali dalam 3 hari berturut turut dalam NA. Inokulum dipindahkan secara aseptik ke media NB, densitasnya diatur sedemikian rupa hingga diperoleh transmittan 25% (Singleton, 2000).

3.4.3 Pembuatan larutan fenol 5% (b/v)

Ditimbang 50 gram kristal fenol dalam gelas piala dilarutkan dengan air suling hingga 1 liter dan dijadikan sebagai larutan A. Kadar fenol dari larutan dibakukan dengan 0,1 N KBr-KBrO3 degan cara sebagai berikut: dipipet 25 ml


(35)

larutan A, ditambah air suling hingga 500 ml. Dicampur homogen sebagai larutan B, dipipet 15 ml larutan B dalam erlenmeyer bertutup dan ditambah 30 ml baku KBr-KBrO3. Ke dalam larutan B ditambah 5 ml HCl 0,1 N dan segera ditutup, kemudian dikocok teratur selama 30 menit dan didiamkan selama 15 menit. Tutup erlenmeyer dibuka sedikit, ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan KI 20% dan segera ditutup rapat. Dikocok seksama, tutup erlenmeyer dibuka sedikit, bagian leher dibilas sedikit dengan air suling, dijadikan sebagai larutan C yang dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N. Larutan baku harus disimpan rapat dalam tempat yang sejuk dan terhindar dari cahaya. Setelah diperoleh kadar fenol yang sebenarnya maka dibuat larutan fenol baku 5%. Larutan fenol 5% tersebut diencerkan dengan air suling steril dengan perbandingan 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50. Hasil perhitungan kadar fenol dapat dilihat pada lampiran 7.

3.4.4 Pembuatan larutan desinfektan uji

Desinfektan uji diencerkan sesuai dengan yang tertera pada etiket kemasan dengan air suling steril. Larutan tersebut diencerkan secara bertingkat dalam air suling steril untuk memperoleh pengenceran 1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50 dengan volume masing-masing 5 ml.

3.4.5 Penetapan koefisien fenol

Penetapan koefisien fenol produk desinfektan dilakukan menurut prosedur Singleton (2000). Disiapkan rak tabung reaksi sesuai ukuran tabung dengan kapasitas 28 dalam 4 deretan. Satu rak tabung digunakan untuk satu sampel. Deretan pertama terdiri dari blanko dan sampel dengan pengenceran


(36)

1:5, 1:10, 1:20, 1:30, 1:40, dan 1:50. Deret kedua, ketiga, dan keempat untuk tabung berisi media NB masing-masing untuk pengamatan waktu kontak 5, 10, dan 15 menit. Ke dalam tiap tabung pengenceran sampel dimasukkan 0,1 ml suspensi bakteri uji yang telah dikocok homogen. Waktu memasukkan bakteri uji pada tabung pengenceran pertama dicatat sebagai 0 menit. Interval waktu inokulasi antar tabung adalah 30 detik, sehingga untuk 7 tabung dapat diselesaikan selama 3 menit, setiap kali inokulasi diusahakan ujung pipet mendekati permukaan cairan dan tidak menyentuh dinding tabung. Lima menit setelah bakteri uji diinokulasikan pada tabung pertama, segera dikocok, dan dipindahkan secara aseptik 1 ml suspensi ke dalam media NB deret ke-2 satu persatu dengan selang waktu 30 detik sampai tabung ke-7. Sepuluh menit setelah inokulasi, tabung pengenceran pertama dikocok, dipindahkan 1 ml suspensi ke dalam media NB deret ke-3 sama seperti di atas. Lima belas menit setelah bakteri uji diinokulasi pada tabung pengenceran pertama, setelah dikocok dan dipindahkan 1 ml suspensi ke dalam media NB deret ke-4. Semua tabung yang telah diinokulasi dikocok homogen kemudian diinkubasi pada suhu 35-37oC selama 48 jam dan diamati pertumbuhan bakteri pada setiap tabung. Pengujian dilakukan secara duplo.

Koefisien fenol adalah hasil bagi dari faktor pengenceran tertinggi desinfektan dengan faktor pengenceran tertinggi fenol baku yang masing-masing dapat membunuh bakteri uji dalam masa kontak 10 menit tetapi tidak dalam masa kontak 5 menit (Purohit, et al., 2004).


(37)

3.4.6 Analisis statistik

Data koefisien fenol produk desinfektan dianalisis menggunakan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 13.0 dengan uji Kolmogrov-Smirnov dan Kruskal-Wallis.


(38)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Terhadap Larutan Fenol 5% (b/v)

Uji koefisien terhadap larutan fenol 5% (b/v) menunjukkan bahwa larutan fenol tersebut pada pengenceran 10 kali dapat membunuh bakteri Salmonella thypi dengan waktu kontak 10 menit dan tidak membunuh bakteri pada waktu kontak 5 menit (Tabel 4.1). Menurut hasil penelitian Wright, et al., (1960), tingkat pengenceran fenol yang efektif membunuh Salmonella thypi adalah 1:90 dan efektif membunuh Staphylococcus aureus pada pengenceran 1:60. Menurut hasil penelitian Aboh, et al., (2013), tingkat pengenceran fenol yang efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus adalah 1:100. Sedangkan larutan fenol 5% efektif terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada pengenceran 1:80 (Elisabeth, dkk., 2012).

Tabel 4.1 Uji larutan fenol 5% (b/v) Tingkat

pengenceran

Lama kontak

5 menit 10 menit 15 menit

Blanko - - -

1 : 5 - - -

1 : 10 + - -

1 : 20 + + -

1 : 30 + + +

1 : 40 + + +

1 : 50 + + +

Keterangan : (-) = tidak terdapat pertumbuhan bakteri (+) = terdapat pertumbuhan bakteri


(39)

Aktivitas antibakteri senyawa fenol disebabkan oleh kemampuannya mengkoagulasi komponen intrasel bakteri. Fenol berinteraksi dengan sel bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein-fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis (Siswandono, 1995).

4.2 Uji Koefisien Fenol Produk Desinfektan

Uji terhadap produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan menunjukkan koefisien fenol yang berbeda seperti terlihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Koefisien fenol berbagai produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket kota medan

Keterangan : 1 : Carefour 2 : Ramayana 3 : Alfamart 4 : Irian Nama Produk

Koefisien Fenol

1 2 3 4 Rata-rata

A 2 2 2,5 3 2,38

B 2 2 2 2 2,00

C 3 3 3 3 3,00

D 3 4 3 3,5 3,38

E 2 3,5 2 2 2,38

F 2,5 3 2,5 2,5 2,63


(40)

Dari ketujuh produk desinfektan yang diuji, produk D dengan bahan aktif asam klorida memiliki efektivitas yang paling kuat dengan koefisien fenol 3,38 dan produk B dengan bahan aktif natrium hipoklorit memiliki efektivitas yang paling rendah dengan koefisien fenol 2,00.

Analisi statistik menggunakan uji Kolmogrov-Smirnov dan Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa efektivitas produk desinfektan uji yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan berbeda secara signifikan (p < 0,05). Perbedaan efektivitas tersebut disebabkan oleh komposisi bahan kimia yang terkandung dalam produk desinfektan.

Produk A mengandung klorosilenol 4,8% efektif membunuh Salmonella typhi dengan koefisien fenol 2,38. Menurut Aboh et al. (2013), produk desinfektan yang mengandung klorosilenol 4,8% dan diklorosilenol 2% efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan koefisien fenol masing-masing 6,4. Klorosilenol 4,8% dan diklorosilenol 2% juga efektif membunuh bakteri Escherichia coli dan Klebsiella aerogenosa dalam waktu kontak 5 menit. Namun kedua senyawa tersebut tidak efektif terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Senyawa desinfektan turunan fenol lainnya, yaitu diklorometasilenol 2,5% mampu membunuh bakteri Staphylococcus aureus dengan koefisien fenol 5,0. Selain efektif terhadap bakteri, desinfektan yang mengandung klorosilenol 4,8% juga memiliki kemampuan untuk menginaktivasi orthopovirus. Virus ini dapat merusak peralatan rumah tangga (Butcher and Ulaeto, 2010). Klorosilenol merupakan golongan fenol yang


(41)

10 – 30 menit. Denaturasi protein dari konstituen protoplasma menyebabkan protein tidak berfungsi lagi. Namun, klorosilenol dalam produk desinfektan tidak efektif terhadap beberapa jenis bakteri Gram positif (Shaffer, 1965).

Produk B yang mengandung natrium hipoklorit 3% mampu membunuh bakteri Salmonella typhi dengan koefisien fenol 2,00. Menurut Somani, et al., (2011), larutan natrium hipoklorit 3% mampu membunuh 71,8% bakteri yang terkandung dalam air dengan waktu kontak optimum 30 menit. Pada konsentrasi 10%, natrium hipoklorit mampu membunuh 89,7% bakteri. Selain bakteri, senyawa ini juga efektif terhadap jamur dan virus. Natrium hipoklorit merupakan golongan klorofor yang bekerja dengan mengoksidasi membran sel mikroorganisme. Akibatnya, struktur sel mikroorganisme menjadi rusak sehingga sel lisis dan mati. Hipoklorit memiliki sifat antibakteri spektrum luas, yang efektif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif (Kahrs, 1995).

Produk C dengan bahan aktif benzalkonium klorida 1% dapat membunuh bakteri Salmonella typhi dengan koefisien fenol 3,00. Benzalkonium klorida 1% juga efektif terhadap Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenesis, dan Escherichia coli. Tetapi Bacillus cereus menunjukkan resistensi terhadap senyawa ini (Fazlara dan Ekhtelat, 2012). Resistensi terhadap benzalkonium klorida juga terjadi pada Pseudomonas aeruginosa (Loughlin, et al., 2002). Benzalkonium klorida merupakan golongan ammonium kuartener dengan empat atom karbon yang terikat secara kovalen pada atom nitrogen. Golongan ini bekerja dengan menginduksi pelepasan bahan-bahan intraselular bakteri yang mengindikasikan kerusakan


(42)

membran. Pelepasan senyawa nitrogen dan fosfor menunjukkan bahwa zat aktif ini lebih efektif terhadap bakteri Gram positif daripada Gram negatif (Russel and Chopra, 1987).

Produk D yang mengandung asam klorida 9,5 % efektif membunuh bakteri Salmonella typhi dengan koefisien fenol 3,38. Namun produk E yang juga mengandung asam klorida aktivitas desinfektasinya lebih lemah dibandingkan dengan produk D. Hal ini kemungkinan karena konsentrasi asam klorida dalam produk E lebih rendah dibandingkan produk D (Kahrs, 1995). Menurut Stampi, asam klorida juga juga efektif membunuh bakteri Escherichia coli hingga mencapai lebih dari 99% (Stampi et al., 2002). Asam klorida bersifat bakterisid yang bekerja dengan mengoksidasi membran sel bakteri sehingga mengalami kerusakan dan lisis. Senyawa ini memiliki laju reaksi yang relatif lambat, tetapi aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan penambahan air (Pelczar and Chan, 1998).

Produk F dengan bahan aktif pine oil 2,5% mampu membunuh bakteri Salmonella typhi dengan koefisien fenol 2,63. Senyawa ini juga efektif membunuh Staphylococcus aureus (Lamichhane, et al., 2008). Minyak pinus (pine oil) merupakan minyak essensial yang diperoleh dari penyulingan ranting pinus, khususnya Pinus sylvestris. Penggunaan minyak pinus ini digunakan sebagai penghilang bau dan antibakteri. Minyak pinus terdiri dari terpen siklik alkohol yang merupakan golongan fenol. Mekanisme kerja minyak pinus adalah mendenaturasi protein sehingga protein dari bakteri rusak. Minyak pinus tidak larut dalam air, oleh karena itu biasanya diemulsikan dengan sabun


(43)

atau dicampurkan dengan deterjen. Minyak pinus memiliki toksisitas yang relatif rendah terhadap manusia. Produk G juga mengandung pine oil, namun lebih efektif dibandingkan dengan produk F. Hal ini kemungkinan bahwa kadar minyak pinusnya lebih tinggi dibandingkan dengan produk F (Kahrs, 1995).


(44)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Produk desinfektan yang beredar di beberapa supermarket Kota Medan memenuhi persyaratan efektivitas dengan koefisien fenol lebih besar dari 1. Koefisien fenol produk A, B, C, D, E, F, dan G masing-masing adalah 2,38; 2,00; 3,00; 3,38; 2,38; 2,63; dan 3,00.

Produk D dengan bahan aktif asam klorida 9,5% memiliki aktivitas desinfektasi paling kuat dibandingkan produk desinfektan lain.

5.2 Saran

Kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menguji aktivitas produk desinfektan dengan konsentrasi yang sama


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Aboh, M., Oladosu, P., dan Ibrahim, K. (2013). Antimicrobial Activities of Some Brands of Households Disinfectants Marketed in Abuja Municipal Area Council, Federal Capital Territory, Nigeria. American Journal of Research Communication. 1(8): 172-183.

Aparecida, M., Tibana, M., and Nunes, P.M. (2000). Disinfectant and antibiotic Activities: A Comparative Analysis in Brazilian Hospital Bacterial Isolates. Brazilian Journal of Microbilogy. 31(1): 193-199.

Borneff, J., Eggers, and Grun, L. (1981). Richtlinien fur die Prufung und Bewertung Chemischer Desinfektionsverfahren. Erster Teilabschnitt.

Stuttgart: Gustav Fischer Verlag. Hal. 67- 68.

Brewer, C. (2010). Variations in Phenol Coefficient Determinations of Certain Disinfectants. American Journal of Public Health. 33(1): 261.

Butcher, W and Ulaeto, D. (2010). Contact Inactivation of Orthopoxviruses by Household Disinfectants. Philadelphia: Department of Biomedical

Sciences, Dstl Porton Down. Hal. 279-283.

Comite Europeen de Normalisation. (1996). Chemical Disinfectants and Antiseptics-Basic Bactericidal Activity-Test Method and Requirements. New York: Europeisches Komitee fur Normung. Hal. 1040.

Cremieux, A., and Fleurette, J. (1991). Methods of Testing Disinfectants. In Disinfection, Sterilization, and Preservation. Edisi empat. Philadelphia: Lea dan Febiger. Hal. 1009-1027.

Depkes. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Depkes RI. Hal. 663.

Dwidjoseputro. (1982). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan. Hal. 102, 118-134.

Eka. (2006). Desinfektan dan Antimikroba. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 26, 49-65.

Elisabeth, R., Apriliana, E., dan Rukmono, P. (2012). Uji Efektivitas Pada Antiseptik di Unit Perinatologi Rumah Sakit Umum Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University. 14(1): 126.


(46)

Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian Journal of Agricultural & Environment Scientifique. 12(1): 23-29. Ghanem, K.M., Fassi, F.A., and Hazmi, N.M. (2012). Optimization of

Chloroxylenol Degradation by Aspergillus niger Using Plackett-Burman Design and Response Surface Methodology. African Journal of Biotechnology. 11(84): 144-156.

Jawetzet, E.J., Melnick, and Ornston, L.N. (1987). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Diterjemahkan Oleh Edi Nugroho. Jakarta: EGC. Hal. 47-51. Jiang, L., Wang, J., and Qingchui, C. (2010). Determination of Phenolic

Disinfectants in Consumer Products by Capillary Electrophoresis With Amperometric Detection. Journal of Chromatographic Science. 48(1): 584-585.

Kahrs, R.F. (1995). Disinfectants, Antiseptics, Sanitizers, and Sterilizing Agents. Revue Scientifique et Technique de L’ Office International Des Epizooties. 14(1): 105-122.

Kelsy, J.C., and Sykes, G. (1969). A New Test For The Assesment of Disinfectants With Particular Reference to Their Use in Hospitals. Pharmaceutical Journal. 13(2): 607-609.

Lamichhane, K.R., Riordan, J.T., and Delgado, A. (2008). Genetic Changes that Correlate with the Pine-oil Disinfectant Reduced Susceptibility Mechanism of Staphylococcus aureus. Mexico: New Mexico State University. Hal. 1973-1974.

Larson, E. (2013). Monitoring Hand Hygiene. American Journal of Infection Control. 41(2): 43-45.

Loughlin, M.F., Jones, M.V., and Lambert, P.A. (2002). Pseudomonas aeruginosa Cells Adapted to Benzalkonium Chloride Show Resistance to Other Membran-active Agents But Not to Clinically Relevant Antibiotics. Merseyside: Microbiology Research Group, School of Life and Health Sciences, Aston University. Hal. 631-639.

Pelczar, J.R., and Chan, E.C.S. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Hadioetomo, Imas, Tjitrosomoso, dan Lestari. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal. 132, 138-140, 144.

Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(47)

Purohit, S.S., Saliys, A.K, and Karkam, H.N. (2004). Pharmaceutical Microbiology. Jodhpur, India: Agrobios India. Hal. 332.

Reybrouck, G. (1992). The Assesment of the Bactericidal Activity of Surface Disinfectants. Edisi pertama. Oxford: Zentralblatt fur Hygiene und

Umweltmedizin. Hal. 190, 479-491.

Reybrouck, G. (1992a). Evaluation of the Antibacterial and Antifungal Activity of Disinfectants. In Principles and Practice of Desinfection,

Preservation, and Sterilization. Edisi ke dua. Oxford: Blackwell Scientific Publications. Hal. 114-133.

Reybrouck, G. (1992b). The Assesment of the Bactericidal Activity of Surface Disinfectants. Edisi kelima. Oxford: Zentralblatt fur Hygiene und

Umweltmedizin. Hal. 192, 438-446.

Rideal, S., and Walker, J.T. (1903). The Standardisation of Disinfectants. Journal of The Royal Sanitary Institute. 13(1): 424-441.

Russel, A.D., and Chopra, I. (1987). Understanding Antibacterial Action and Resistance. Cardiff: Welsh School of Pharmacy University of Wales College of Cardiff. Hal. 101-111.

Shaffer, J.G. (1965). The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital. Arbor: University of Michigan, School of Pulbic health. Hal. 354, 357.

Singleton, E. (2000). Disinfectan: Phenol Coefficient Methods. New York: AOAC International. Hal. 240.

Siswandono. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 249-250.

Somani, S.B., Ingole, W.N., and Kulkarni, S.N. (2011). Disinfection of Water by Using Sodiun Chloride (NaCl) and Sodium Hypochlorite (NaOCl). Shegaon: Shri Sant Gajanan Maharaj College of Engineering. Hal. 40-43.

Stampi, S., De Luca, G., Onorato, M., Ambrogiano, E., and Zanetti, F. (2002). Peracetic Acid as an Alternative Wastewater Disinfectant to Chlorine Dioxide. Bologna: Department of Medicine and Public Health, Division of Hygiene, University of Bologna. Hal. 725-731.

Stevens, M.P. (2011). Kimia Polimer. Edisi dua. Diterjemahkan oleh Sopyan. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal. 613.


(48)

Tafti, F., Jajari, A.A., and Kamran, M.H. (2012). Comparison Of The Effectiveness Of Sodium Hypochlorite and Dentamize Tablet For Denture Disinfection. World Journal of medical Sciences. 3(1): 10-14. Wesley, A. (1986). Medical Microbiology. Edisi dua. Texas: Department of

Microbiology of University of Texas Medical Branch. Hal. 354-358. Wright, S.E., and Mundy, A. (1960). Defined Medium For Phenol Coefficient

Tests With Salmonella typhosa and Staphylococcus aureus. Journal of Bacteriology. 80(2): 279.


(49)

Lampiran 1. Bagan penyiapan media

                         

13 gram Nutrient Broth

Nutrient Broth Steril

dilarutkan dalam 1 liter air suling disterilkan dengan otoklaf pada 121oC selama 15 menit 


(50)

Lampiran 2. Bagan pembuatan larutan fenol 5%

Lampiran 3. Bagan penyiapan larutan desinfektan uji

5,05 gram kristal fenol baku (FB) 99%

FB 5% FB (1:10) FB (1:5) Blanko Pengenceran larutan

Larutan dibuat 7 seri pengenceran

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml

ditambahkan air suling steril sampai 100 ml, diaduk hingga homogen

diencerkan dengan air suling

FB (1:20) FB (1:30) FB (1:40) FB (1:50)

dimasukkan ke dalam 7 tabung reaksi

diencerkan dengan air suling

Blanko DU

(1:5) DU (1:10) DU (1:20) DU (1:30) DU (1:40) DU (1:50)


(51)

*

1 2 3 K Lampiran Blanko NB NB NB Keterangan: S

n 4. Bagan p

1 : 5

NB

NB NB diamb

m

: - standar y

*: pengenc

1: penamb 2: penamb 3: penamb

elang 30 det

penetapan k B B B

1 : 10

NB NB

NB il 0,1 ml den micropipet

yang diguna ceran fenol ahan 1 ml p ahan 1 ml p ahan 1 ml p

tik koefisien fen suspen Salmonella B B B

1 : 20

N N N ngan akan adalah 5% pengenceran pengenceran pengenceran

nol dari fen si a typhi 0 NB NB NB

1 : 3

N N

N

fenol 5% n fenol setel n fenol setel n fenol stetl

nol baku 5%

0

NB NB

NB

1 : 4

lah 5 menit lah 10 meni lah 15 menit % 40 NB NB NB 1 :


(1)

Fazlara, A and Ekhtelat, M. (2012). The Disinfectant Effects of Benzalkonium Chloride on Some Important Foodborne Pathogens. American-Eurasian Journal of Agricultural & Environment Scientifique. 12(1): 23-29. Ghanem, K.M., Fassi, F.A., and Hazmi, N.M. (2012). Optimization of

Chloroxylenol Degradation by Aspergillus niger Using Plackett-Burman Design and Response Surface Methodology. African Journal of Biotechnology. 11(84): 144-156.

Jawetzet, E.J., Melnick, and Ornston, L.N. (1987). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. Diterjemahkan Oleh Edi Nugroho. Jakarta: EGC. Hal. 47-51. Jiang, L., Wang, J., and Qingchui, C. (2010). Determination of Phenolic

Disinfectants in Consumer Products by Capillary Electrophoresis With Amperometric Detection. Journal of Chromatographic Science. 48(1): 584-585.

Kahrs, R.F. (1995). Disinfectants, Antiseptics, Sanitizers, and Sterilizing Agents. Revue Scientifique et Technique de L’ Office International Des Epizooties. 14(1): 105-122.

Kelsy, J.C., and Sykes, G. (1969). A New Test For The Assesment of Disinfectants With Particular Reference to Their Use in Hospitals. Pharmaceutical Journal. 13(2): 607-609.

Lamichhane, K.R., Riordan, J.T., and Delgado, A. (2008). Genetic Changes that Correlate with the Pine-oil Disinfectant Reduced Susceptibility Mechanism of Staphylococcus aureus. Mexico: New Mexico State University. Hal. 1973-1974.

Larson, E. (2013). Monitoring Hand Hygiene. American Journal of Infection Control. 41(2): 43-45.

Loughlin, M.F., Jones, M.V., and Lambert, P.A. (2002). Pseudomonas aeruginosa Cells Adapted to Benzalkonium Chloride Show Resistance to Other Membran-active Agents But Not to Clinically Relevant Antibiotics. Merseyside: Microbiology Research Group, School of Life and Health Sciences, Aston University. Hal. 631-639.

Pelczar, J.R., and Chan, E.C.S. (1998). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Diterjemahkan oleh Hadioetomo, Imas, Tjitrosomoso, dan Lestari. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal. 132, 138-140, 144.

Pratiwi, S. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Penerbit Erlangga.


(2)

Purohit, S.S., Saliys, A.K, and Karkam, H.N. (2004). Pharmaceutical Microbiology. Jodhpur, India: Agrobios India. Hal. 332.

Reybrouck, G. (1992). The Assesment of the Bactericidal Activity of Surface Disinfectants. Edisi pertama. Oxford: Zentralblatt fur Hygiene und

Umweltmedizin. Hal. 190, 479-491.

Reybrouck, G. (1992a). Evaluation of the Antibacterial and Antifungal Activity of Disinfectants. In Principles and Practice of Desinfection,

Preservation, and Sterilization. Edisi ke dua. Oxford: Blackwell Scientific Publications. Hal. 114-133.

Reybrouck, G. (1992b). The Assesment of the Bactericidal Activity of Surface Disinfectants. Edisi kelima. Oxford: Zentralblatt fur Hygiene und

Umweltmedizin. Hal. 192, 438-446.

Rideal, S., and Walker, J.T. (1903). The Standardisation of Disinfectants. Journal of The Royal Sanitary Institute. 13(1): 424-441.

Russel, A.D., and Chopra, I. (1987). Understanding Antibacterial Action and Resistance. Cardiff: Welsh School of Pharmacy University of Wales College of Cardiff. Hal. 101-111.

Shaffer, J.G. (1965). The Role of Laboratory in Infection Control in the Hospital. Arbor: University of Michigan, School of Pulbic health. Hal. 354, 357.

Singleton, E. (2000). Disinfectan: Phenol Coefficient Methods. New York: AOAC International. Hal. 240.

Siswandono. (1995). Kimia Medisinal. Surabaya: Airlangga University Press. Hal. 249-250.

Somani, S.B., Ingole, W.N., and Kulkarni, S.N. (2011). Disinfection of Water by Using Sodiun Chloride (NaCl) and Sodium Hypochlorite (NaOCl). Shegaon: Shri Sant Gajanan Maharaj College of Engineering. Hal. 40-43.

Stampi, S., De Luca, G., Onorato, M., Ambrogiano, E., and Zanetti, F. (2002). Peracetic Acid as an Alternative Wastewater Disinfectant to Chlorine Dioxide. Bologna: Department of Medicine and Public Health, Division of Hygiene, University of Bologna. Hal. 725-731.

Stevens, M.P. (2011). Kimia Polimer. Edisi dua. Diterjemahkan oleh Sopyan. Jakarta: Pradnya Paramita. Hal. 613.


(3)

Tafti, F., Jajari, A.A., and Kamran, M.H. (2012). Comparison Of The Effectiveness Of Sodium Hypochlorite and Dentamize Tablet For Denture Disinfection. World Journal of medical Sciences. 3(1): 10-14. Wesley, A. (1986). Medical Microbiology. Edisi dua. Texas: Department of

Microbiology of University of Texas Medical Branch. Hal. 354-358. Wright, S.E., and Mundy, A. (1960). Defined Medium For Phenol Coefficient

Tests With Salmonella typhosa and Staphylococcus aureus. Journal of Bacteriology. 80(2): 279.


(4)

Lampiran 1. Bagan penyiapan media

                         

13 gram Nutrient Broth

Nutrient Broth Steril

dilarutkan dalam 1 liter air suling disterilkan dengan otoklaf pada 121oC selama 15 menit 


(5)

Lampiran 2. Bagan pembuatan larutan fenol 5%

Lampiran 3. Bagan penyiapan larutan desinfektan uji

5,05 gram kristal fenol baku (FB) 99%

FB 5%

FB (1:10) FB

(1:5) Blanko

Pengenceran larutan

Larutan dibuat 7 seri pengenceran

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml

ditambahkan air suling steril sampai 100 ml, diaduk hingga homogen

diencerkan dengan air suling

FB (1:20)

FB (1:30)

FB (1:40)

FB (1:50)

dimasukkan ke dalam 7 tabung reaksi

diencerkan dengan air suling

Blanko DU

(1:5)

DU (1:10)

DU (1:20)

DU (1:30)

DU (1:40)

DU (1:50)


(6)

*

1 2 3 K Lampiran Blanko NB NB NB Keterangan: S

n 4. Bagan p

1 : 5

NB

NB NB diamb

m

: - standar y

*: pengenc

1: penamb 2: penamb 3: penamb

elang 30 det

penetapan k B B B

1 : 10

NB NB NB il 0,1 ml den micropipet

yang diguna ceran fenol ahan 1 ml p ahan 1 ml p ahan 1 ml p tik koefisien fen suspen Salmonella B B B

1 : 20

N N N ngan akan adalah 5% pengenceran pengenceran pengenceran

nol dari fen si a typhi 0 NB NB NB

1 : 3

N N

N

fenol 5% n fenol setel n fenol setel n fenol stetl

nol baku 5%

0

NB NB

NB

1 : 4

lah 5 menit lah 10 meni lah 15 menit % 40 NB NB NB 1 :


Dokumen yang terkait

Penentuan Koefisien Fenol Produk Desinefektan Yang Dipasarkan Di beberapa Supermarket Kota Medan

38 173 49

Pengaruh Perendaman Dengan Air Mendidih Dan Dingin Terhadap Penurunan Kadar Formalin Dalam Ayam Kemasan Yang Dijual Di Beberapa Supermarket Kota Medan

2 40 95

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumen Untuk Berbelanja Barang Kebutuhan Sehari-Hari di Supermarket (Studi Kasus : Konsumen Beberapa Supermarket di Kota Medan)

0 31 90

Analisis pengaruh keragaman produk, kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan pada PT Hero Supermarket (studi kasus : pelanggan PT Hero Supermarket Tarogong Cilandak, Jakarta Selatan)

7 59 156

Penetuan Koefisien Fenol Pembersih Lantai yang Mengandung Pine Oil 2,5 % terhadap Pseudomonas aeruginosa. 2015

11 132 60

PENENTUAN AKTIVITAS DESINFEKTAN LANTAI YANG DIGUNAKAN PADA BEBERAPA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL.

0 0 15

PENENTUAN AKTIVITAS DESINFEKTAN LANTAI YANG DIGUNAKAN PADA BEBERAPA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL - Repositori Universitas Andalas

0 0 1

PENENTUAN AKTIVITAS DESINFEKTAN LANTAI YANG DIGUNAKAN PADA BEBERAPA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL - Repositori Universitas Andalas

0 0 7

PENENTUAN AKTIVITAS DESINFEKTAN LANTAI YANG DIGUNAKAN PADA BEBERAPA RUMAH SAKIT DI KOTA PADANG UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL - Repositori Universitas Andalas

0 0 7

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU BELANJA WANITA PADA SUPERMARKET DI KOTA MEDAN

0 0 24