Pengaruh Perendaman Dengan Air Mendidih Dan Dingin Terhadap Penurunan Kadar Formalin Dalam Ayam Kemasan Yang Dijual Di Beberapa Supermarket Kota Medan
PENGARUH PERENDAMAN DENGAN AIR MENDIDIH DAN DINGIN
TERHADAP PENURUNAN KADAR FORMALIN DALAM AYAM
KEMASAN YANG DIJUAL DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA
MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi Pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH
RICO ADITYA
NIM 060804050
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul:
PENGARUH PERENDAMAN DENGAN AIR MENDIDIH DAN DINGIN
TERHADAP PENURUNAN KADAR FORMALIN DALAM AYAM
KEMASAN YANG DIJUAL DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA
MEDAN
Oleh:
RICO ADITYA
NIM 060804050
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal: Maret 2011
Pembimbing I,
Panitia Penguji:
Dra. Masfria, M.S., Apt.
Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt.
NIP 195707231986012001
NIP 194809041974122001
Pembimbing II,
Dra. Masfria, M.S., Apt.
NIP 195707231986012001
Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt.
NIP 195201041980031002
Dra. Salbiah M.Si, Apt.
NIP 194810031987012001
Dra.Tuti Roida Pardede, M.Si, Apt.
NIP 195401101980032001
Disahkan Oleh:
Dekan,
Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt.
NIP 195311281983031002
(3)
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis haturkan ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Perendaman Dengan Air Mendidih Dan Dingin Terhadap Penurunan Kadar Formalin Dalam Ayam Kemasan Yang Dijual Di Beberapa Supermarket Kota Medan”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Sufiardi Gafur, Ibunda Henny Sulastri yang telah memberikan cinta dan semangat, kepada keluarga besar Alm. Abdul Gafur dan keluarga besar Noer Sulaiman atas doa dan kasih sayang, untuk adik-adikku Rima Lestari, Riqqa Endiyani, Shinta Oetari, M. Ilal Ghufran, Alif Firmanda, dek Alica, seluruh keluarga serta Mimil Ratnamila atas segala perhatian, doa, semangat dan pengorbanan baik moril maupun materil. Semoga Allah SWT selalu melindungi kalian semua.
Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Dra. Masfria, M.S., Apt dan Bapak Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. selaku pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan dan nasehat selama penelitian hingga terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
3. Bapak/Ibu Pembantu Dekan, Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU yang telah mendidik penulis selama masa perkuliahan dan Ibu Dra. Siti Aman, M.Si., Apt
(4)
dan Bapak Drs. Suryadi Achmad, M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis selama ini.
4. Ibu Dra. Nurmadjuzita, M.Si., Apt., Ibu Dra. Tuti Roida Pardede, M.Si, Apt., Ibu Dra. Salbiah, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan saran, arahan, kritik dan masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak/Ibu staf Laboratorium Kimia Farmasi Kualitatif, para asisten yang telah memberikan arahan, masukan bantuan ilmu, didikan, pengalaman dan fasilitas laboratorium selama penulis melakukan penelitian.
6. Sahabat-sahabat penulis: Rian Budi, Yogi Sugianto, Azhar Aliza Putra, Gokman U. Sidaboetar, Olia Sumantri, Mumu Alfarouq, Hendra Agoes, Ari Jahari, Roni Morank, Zekiah Darajat, Fika Yoes, Siti Yakin, Cici Bawoni serta rekan-rekan mahasiswa farmasi stambuk 2006, atas dukungan, semangat, bantuan dan persahabatan yang indah selama ini serta seluruh pihak yang memberi kasih sayang, bantuan, motivasi dan inspirasi bagi penulis selama masa perkuliahan sampai penyusunan skripsi ini. 7. Teman-teman seperjuangan: bg Rian (seperjuangan), bg Antun, bg Parna, bg Ujok,
bg Yaqub, bg Lambok, dek Dha(Opt), dek Yani, dek Ujik, bg Bagus, bg Surya, kak Is, terima kasih dan Salam Olahraga karena telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda dan pahala yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak guna perbaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang Farmasi.
Medan, Maret 2011 Penulis,
(5)
PENGARUH PERENDAMAN DENGAN AIR MENDIDIH DAN DINGIN TERHADAP KADAR FORMALIN DALAM AYAM KEMASAN YANG DIJUAL DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA MEDAN
ABSTRAK
Ayam kemasan merupakan jenis makanan yang tidak dapat tahan lama. Penggunaan formalin sebagai pengawet mayat telah disalahgunakan oleh sebagian produsen ayam kemasan sebagai pengawet makanan. Pengawet formalin menurut Menteri Kesehatan RI No.1168/MENKES/PER/X/1999 dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan formalin pada ayam serta melihat pengaruh perendaman dengan air dingin dan air mendidih terhadap penurunan kadar formalin pada ayam kemasan yang diperoleh dari supermarket.
Formalin diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi asam kromatropat, sampel dinyatakan positif apabila memberikan warna violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektofotometri sinar tampak berdasarkan terbentuknya kompleks formalin dengan pereaksi Nash yang menghasilkan larutan berwarna kuning, kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum 412 nm.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa semua sampel yang dianalisis mengandung formalin. Proses perendaman dengan air dingin maupun air mendidih dapat menurunkan kadar formalin pada sampel, dimana pengaruh perendaman dalam air mendidih terhadap penurunan kadar formalin lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman dalam air dingin. Hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh di supermarket Carrefour dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,42 %, perendaman dalam air dingin 39,14%. Sedangkan hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh dari supermarket hypermart dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,30%, perendaman dalam air dingin 38,99%. Hasil rata-rata persen perolehan kembali (%recovery) pada penelitian ini yaitu 102,335% dengan standar deviasi (SD) 0,6737%. Sedangkan hasil uji presisi dengan nilai Relatif Standar Deviasi (RSD) yang diperoleh yaitu 0,6581%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi dan kuantitasi yang diperoleh yaitu 0,000194 mcg/ml dan 0,64659 mcg/ml.
Kata Kunci : perendaman, formalin, ayam kemasan, penurunan kadar, spektrofotometri sinar tampak
(6)
THE INFLUENCE OF SOAKING WITH BOILING WATER AND PLAIN WATER TO THE QUANTITY OF FORMALDEHYDE IN PACKED CHICKEN MEAT SOLD IN SUPERMARKETS
AROUND MEDAN
ABSTRACT
Packed chicken meat is a kind of food that cannot stay fresh for long time. The usage of formaldehyde as body preservative has been abused by some of the packed chicken meat producers as food preservative. Formaldehyde, according to the Indonesian Minister of Health Regulation No.1168/MENKES/PER/X/1999, is forbidden to be used as food additives. This research’s objectives were to identify the content of formaldehyde in chicken and also to examine the influence of soaking with plain water and boiling water to the decrease of formaldehyde content in packed chicken meat obtained from supermarkets.
The formaldehyde was identified with the chromatropic acid reagent, where the sample is considered positive if it gives violet color. The determination of content were done with visible spectrophotometry, based on the formation of complex between formaldehyde and Nash reagent resulting in yellow-colored solution, then the absorption was measured in the maximum wavelength of 412 nm.
The result of the identification showed that all the analyzed samples contains formaldehyde. The soaking process with plain water or boiling water can decrease the quantity of formaldehyde in the samples, where the influence of soaking in boiling water is higher than the influence of soaking with plain water. The result of the decrease of formaldehyde content in packed chicken meat obtained from Carrefour supermarket by the soaking in boiling water was 62,42 %, and by soaking in plain water was 39,14%. While the result of the decrease of formaldehyde content obtained from Hypermart
supermarket by the soaking in boiling water was 62,30%, and by soaking in plain water was 38,99%. The average result percentage of recovery (%recovery) in this research was 102,335% with the standard deviation (SD) of 0,6737%. While the result of the precision test with the relative value of standard deviation was 0,6581%. From the obtained result, it was found that the used method have good acuration and precision. The limit of detection and the limit of quantitation found were 0,000194 mcg/ml and 0,64659 mcg/ml respectively.
Keyword(s) : soaking, formaldehyde, packed chicken meat, decrease of content, visible ray spectrophotometry
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Hipotesis ... 3
1.4 Tujuan Penelitian ... 4
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
(8)
2.1 Ayam ... 5
2.1.1 Manfaat Ayam ... 5
2.2 Zat Pengawet... 5
2.3 Formalin ... 6
2.3.1 Rumus Bangun ... 6
2.3.2 Sifat Fisika dan Kimia Formalin ... 6
2.3.2 Fungsi Formalin... 7
2.3.4 Penyalahgunaan Formalin... 8
2.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin ... 8
2.5 Pemeriksaan Kuantitatif Formalin ... 9
2.5.1 Metode Titrasi Asam - Basa ... 9
2.5.2 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak... 10
2.6 Spektrofotometri ... 11
2.7 Validasi ... 14
2.7.1 Perolehan Kembali ... 14
2.7.2 Batas Deteksi ... 15
2.7.3 Batas Kuantitasi ... 15
(9)
3.1 Alat-alat ... 17
3.2 Bahan-bahan ... 17
3.3 Sampel ... 17
3.4 Pembuatan Pereaksi ... 18
3.4.1 Larutan Asam Kromatropat 0,05% (b/v) ... 18
3.4.2 Asam Fosfat 10% (v/v) ... 18
3.4.3 Pereaksi Nash ... 18
3.4.4 Natrium Hidroksida 1 N ... 18
3.4.5 Asam Klorida 1 N ... 18
3.4.6 Larutan Fenolftalein 0,2 % (b/v) ... 18
3.4.7 Larutan Merah Metil 0,1% (b/v) ... 18
3.4.8 Hidrogen Peroksida 6% (v/v) ... 19
3.5 Prosedur Penelitian ... 19
3.5.1 Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N ... 19
3.5.2 Pembakuan Asam Klorida 1 N ... 19
3.5.3 Penetapan Kadar Formalin Baku Pembanding ... 19
3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel... 20
(10)
3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I) ... 20
3.5.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II) ... 20
3.5.5.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Formalin ... 21
3.5.5.4 Penentuan Waktu Kerja Larutan Formalin ... 21
3.5.5.5 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Formalin ... 21
3.5.6 Penentuan Kadar Formalin pada Sampel ... 22
3.5.6.1 Destilasi Formalin Dalam Sampel Ayam Sebelum Direndam ... 22
3.5.6.2 Destilasi Formalin Dalam Sampel Ayam Setelah Direndam Dengan Air Dingin ... 23
3.5.6.3 Destilasi Formalin Dalam Sampel Ayam Setelah Direndam Dengan Air Mendidih ... 23
3.6 Analisa Data secara Statistik ... 23
3.7 Uji Validasi Metode Analisis... 24
3.7.1 Akurasi ... 24
3.7.2 Presisi ... 25
3.7.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 25
(11)
4.1 Pemilihan Sampel ... 27
4.2 Penetapan Kadar Formaldehida Baku Pembanding... 27
4.3 Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel Hasil Destilasi ... 27
4.4 Penetapan Kadar ... 28
4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Larutan Formalin ... 28
4.4.2 Penentuan Waktu Kerja Larutan Formalin ... 30
4.4.3 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Larutan Formalin ... 30
4.4.4 Kadar Formalin pada Sampel ... 31
4.4.5 Penurunan Kadar Formalin ... 33
4.5 Uji Validasi Metode Analisis ... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
5.1. Kesimpulan ... 37
5.2. Saran ... 37
DAFTAR PUSTAKA ... 38
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel Hasil
Destilasi ... 28 Tabel 2. Kadar Formalin pada Sampel ... 32 Tabel 3. Persentase Penurunan Kadar Formalin pada Sampel ... 33 Tabel 4. Data Perolehan Kembali Formalin Baku yang Ditambahkan pada
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Kurva Serapan Larutan Formalin Konsentrasi 2 ppm secara
Spektrofotometri Sinar Tampak ... 29 Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Formalin pada Panjang Gelombang
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N ... 40
Lampiran 2. Perhitungan Pembakuan Asam Klorida 1 N ... 41
Lampiran 3. Perhitungan Pembakuan Larutan Formalin secara Titrasi Asam- Basa ... 42
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel ... 43
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Formalin 1000 ppm ... 45
Lampiran 6. Data Panjang Gelombang Maksimum Larutan Formalin ... 46
Lampiran 7. Data Pengukuran Waktu Kerja Larutan Formalin ... 47
Lampiran 8. Data Kurva Kalibrasi Larutan Formalin pada Panjang Gelombang 412 nm ... 48
Lampiran 9. Perhitungan Persamaan Regresi ... 49
Lampiran 10. Contoh Perhitungan Kadar Formalin dalam Sampel ... 50
Lampiran 11. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin dalam Destilat Ayam kemasan di Carrefour sebelum Direndam ………...……….. 51 Lampiran 12. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin
(15)
sebelum Direndam ………. 53 Lampiran 13. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin
dalam Destilat Ayam kemasan di Carrefour sesudah Direndam dengan air mendidih 30 menit……….. 55 Lampiran 14. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin
dalam Destilat Ayam kemasan di Hypermart sesudah
Direndam dengan air mendidih 30 menit ………... 57 Lampiran 15. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin
dalam Destilat Ayam kemasan di Carefour sesudah Direndam dengan Air Dingin selama 30 menit ..………... 59 Lampiran 16. Analisa Data Statistik untuk Menghitung Kadar Formalin
dalam Destilat Ayam kemasan di Hypermart sesudah Direndam dengan Air Dingin selama 30 menit ..………. 61 Lampiran 17. Hasil Orientasi Pengukuran Kadar Sampel dengan Proses
Perendaman dalam Air Mendidih selama 35 menit ……….…… 63 Lampiran 18. Hasil Orientasi Pengukuran Kadar Sampel dengan Proses
Perendaman dalam Air Mendidih selama 35 menit .………….... 64 Lampiran 19. Hasil Analisa Kadar Formalin dalam
Sampel ... 65 Lampiran 20. Contoh Perhitungan Persen Penurunan Kadar Formalin
dalam Sampel ... 68 Lampiran 21. Hasil Analisa Persen Penurunan Kadar Formalin dalam
(16)
Sampel ... 69
Lampiran 22. Contoh Perhitungan Persen Perolehan Kembali ... 70
Lampiran 23. Data Perolehan Kembali Formalin Baku yang Ditambahkan pada Sampel (Metode Penambahan Baku) ... 72
Lampiran 24. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 73
Lampiran 25. Nilai Distribusi t ... 74
Lampiran 26. Foto Sampel ... 75
(17)
PENGARUH PERENDAMAN DENGAN AIR MENDIDIH DAN DINGIN TERHADAP KADAR FORMALIN DALAM AYAM KEMASAN YANG DIJUAL DI BEBERAPA SUPERMARKET KOTA MEDAN
ABSTRAK
Ayam kemasan merupakan jenis makanan yang tidak dapat tahan lama. Penggunaan formalin sebagai pengawet mayat telah disalahgunakan oleh sebagian produsen ayam kemasan sebagai pengawet makanan. Pengawet formalin menurut Menteri Kesehatan RI No.1168/MENKES/PER/X/1999 dilarang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kandungan formalin pada ayam serta melihat pengaruh perendaman dengan air dingin dan air mendidih terhadap penurunan kadar formalin pada ayam kemasan yang diperoleh dari supermarket.
Formalin diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi asam kromatropat, sampel dinyatakan positif apabila memberikan warna violet. Penetapan kadar dilakukan secara spektofotometri sinar tampak berdasarkan terbentuknya kompleks formalin dengan pereaksi Nash yang menghasilkan larutan berwarna kuning, kemudian serapannya diukur pada panjang gelombang maksimum 412 nm.
Hasil identifikasi menunjukkan bahwa semua sampel yang dianalisis mengandung formalin. Proses perendaman dengan air dingin maupun air mendidih dapat menurunkan kadar formalin pada sampel, dimana pengaruh perendaman dalam air mendidih terhadap penurunan kadar formalin lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman dalam air dingin. Hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh di supermarket Carrefour dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,42 %, perendaman dalam air dingin 39,14%. Sedangkan hasil penurunan kadar formalin dalam ayam kemasan yang diperoleh dari supermarket hypermart dengan perendaman dalam air mendidih yaitu 62,30%, perendaman dalam air dingin 38,99%. Hasil rata-rata persen perolehan kembali (%recovery) pada penelitian ini yaitu 102,335% dengan standar deviasi (SD) 0,6737%. Sedangkan hasil uji presisi dengan nilai Relatif Standar Deviasi (RSD) yang diperoleh yaitu 0,6581%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang dilakukan memiliki akurasi dan presisi yang baik. Batas deteksi dan kuantitasi yang diperoleh yaitu 0,000194 mcg/ml dan 0,64659 mcg/ml.
Kata Kunci : perendaman, formalin, ayam kemasan, penurunan kadar, spektrofotometri sinar tampak
(18)
THE INFLUENCE OF SOAKING WITH BOILING WATER AND PLAIN WATER TO THE QUANTITY OF FORMALDEHYDE IN PACKED CHICKEN MEAT SOLD IN SUPERMARKETS
AROUND MEDAN
ABSTRACT
Packed chicken meat is a kind of food that cannot stay fresh for long time. The usage of formaldehyde as body preservative has been abused by some of the packed chicken meat producers as food preservative. Formaldehyde, according to the Indonesian Minister of Health Regulation No.1168/MENKES/PER/X/1999, is forbidden to be used as food additives. This research’s objectives were to identify the content of formaldehyde in chicken and also to examine the influence of soaking with plain water and boiling water to the decrease of formaldehyde content in packed chicken meat obtained from supermarkets.
The formaldehyde was identified with the chromatropic acid reagent, where the sample is considered positive if it gives violet color. The determination of content were done with visible spectrophotometry, based on the formation of complex between formaldehyde and Nash reagent resulting in yellow-colored solution, then the absorption was measured in the maximum wavelength of 412 nm.
The result of the identification showed that all the analyzed samples contains formaldehyde. The soaking process with plain water or boiling water can decrease the quantity of formaldehyde in the samples, where the influence of soaking in boiling water is higher than the influence of soaking with plain water. The result of the decrease of formaldehyde content in packed chicken meat obtained from Carrefour supermarket by the soaking in boiling water was 62,42 %, and by soaking in plain water was 39,14%. While the result of the decrease of formaldehyde content obtained from Hypermart
supermarket by the soaking in boiling water was 62,30%, and by soaking in plain water was 38,99%. The average result percentage of recovery (%recovery) in this research was 102,335% with the standard deviation (SD) of 0,6737%. While the result of the precision test with the relative value of standard deviation was 0,6581%. From the obtained result, it was found that the used method have good acuration and precision. The limit of detection and the limit of quantitation found were 0,000194 mcg/ml and 0,64659 mcg/ml respectively.
Keyword(s) : soaking, formaldehyde, packed chicken meat, decrease of content, visible ray spectrophotometry
(19)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Makanan yang baik adalah semua makanan yang segar dan mampu
memenuhi kebutuhan gizi tubuh kita, yaitu makanan yang mengandung unsur
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, air dan zat –zat penting lainnya
seperti serat dan antioksidan. Namun, makanan yang kita beli dipasar tidaklah
didapat dalam bentuk segar saja, ada juga dalam bentuk yang tidak segar lagi tapi
sudah ditambahkan bahan tambahan. Penggunaan bahan tambahan makanan
banyak digunakan oleh para produsen untuk mejaga kesegaran produk makanan.
Kelemahan konsumen yang melihat kesegaran dari produk ketika membeli
dimanfaatkan oleh produsen untuk menggunakan bahan tambahan (Mia, 2009).
Berdasarkan hasil pemantauan (BB-POM, 2007) dari 91 contoh makanan
yang dijual dipasaran 75,8 % mengandung formalin. Penggunaan formalin
sebenarnya bukan untuk makanan, melainkan sebagai antiseptik dan pengawet
non makanan. Besarnya manfaat formalin ternyata disalahgunakan untuk
penggunaan pengawetan makanan. Bahan yang diawetkan dengan formalin adalah
mie basah, tahu, bakso, ikan asin, ikan basah dan beberapa makanan lainnya.
Selain harganya yang murah dan mudah didapatkan, produsen sering kali tidak
tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan tidaklah tepat
karena bisa menimbulkan berbagai gangguan kesehatan bagi konsumen yang
memakannya seperti gangguan pada pencernaan hati, ginjal, pankreas dan sistem
saraf pusat (Yuliarti, 2007).
(20)
Menurut International Programme On Chemical Safety (IPCS), secara
umum ambang batas aman formalin didalam tubuh adalah 1,5 mg hingga 14 mg
per hari. IPCS adalah lembaga khusus dari tiga organisasi di PBB, yaitu
International Labour Organization (ILO), United Nations Environment
Programme (UNEP), serta World Health Organization (WHO), yang
mengkhususkan pada keselamatan penggunaan bahan kimiawi. Bila formalin
masuk ke tubuh melebihi ambang batas tersebut maka dapat mengakibatkan
gangguan pada organ dan sistem tubuh manusia. Akibat yang ditimbulkan tersebut
dapat terjadi dalam waktu singkat atau dalam waktu panjang, bisa melalui
hirupan, kontak langsung atau tertelan (Widodo, 2006).
Dari survei singkat yang dilakukan di beberapa supermarket di kota
Medan dapat disimpulkan bahwa adanya kejanggalan pada ayam kemasan yang
dijual. Pertama, pada ayam kemasan di beri label tanggal pembuatan, dan tanggal
“digunakan sebelum” yang menggambarkan bahwa setelah tanggal “digunakan
sebelum” ayam kemasan tersebut tidak baik untuk dikonsumsi lagi. Kedua,
tersedianya ayam kemasan tersebut dalam jumlah banyak menimbulkan dugaan
bahwa ayam tersebut tidak akan habis dalam waktu yang singkat. Sehingga
muncul pertanyaan bahwa, apakah ayam kemasan yang tidak laku akan langsung
dibuang, ataukah ayam kemasan tersebut diberi formalin agar dapat tahan lama.
Berdasarkan hal ini peneliti melakukan penelitian tentang formalin yang
ada pada ayam kemasan tersebut. Penelitian di fokuskan pada pemeriksaan secara
kualitatif dan kuantitatif dari formalin tersebut.
Pemeriksaan formalin secara kualitatif dapat dilakukan dengan
menambahkan asam kromatopat dalam asam sulfat pekat dengan pemanasan
(21)
beberapa menit sehingga akan terjadi warna violet (Schunack, 1990), reaksi ini
terjadi berdasarkan kondensasi formaldehid dengan cincin aromatik dari asam
kromatopat (Roth,
et, all,
1991).
Penentuan kadar formalin dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain titrasi volumetrik asam – basa (Ditjen POM, 1979), spektrofotometri sinar
tampak menggunakan pereaksi nash (Herlich, 1990) dan kromatografi cair kinerja
tinggi (Voncina, 2005). Dalam penelitian ini digunakan spektrofotometri sinar
tampak karena metode tersebut sederhana dan juga memiliki tingkat ketelitian
yang baik.
1.2
Perumusan Masalah
-
Apakah ayam kemasan yang beredar dibeberapa supermarket kota Medan
menggunakan formalin sebagai bahan pengawet
-
Apakah kadar formalin yang terdapat pada sampel berada diatas batas
yang masih dapat ditoleransikan tubuh
-
Apakah ada pengaruh perendaman ayam kemasan terhadap kadar formalin
dengan air mendidih dan air dingin
1.3
Hipotesis
-
Ayam kemasan yang beredar di pasaran menggunakan formalin sebagai
bahan pengawet.
-
Kadar formalin yang terdapat pada sampel berada di atas batas yang masih
dapat ditoleransi oleh tubuh.
-
Proses perendaman akan mempengaruhi pelepasan kadar formalin dari
ayam kemasan.
(22)
1.4
Tujuan Penelitian
-
Melakukan identifikasi formalin pada ayam kemasan.
-
Mengetahui pengaruh proses perendaman terhadap pelepasan kadar
formalin pada ayam kemasan.
-
Mengetahui sejauh mana kadar formalin yang terdapat pada sampel jika
dilihat dari batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh.
1.5
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat mengenai
bagaimana proses pengurangan kadar formalin ayam kemasan sebelum dapat
dikonsumsi.
(23)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ayam
Ayam dipelihara terutama untuk digunakan daging dan telurnya dan
merupakan sumber penting protein hewani. Konsumsi daging ayam mencapai
hingga 30% dari konsumsi daging dunia. Konsumsi rata-rata per kapita daging
ayam di dunia telah meningkat hingga empat kali lipat dari tahun 1960-an (11 kg
pada 2003 dibandingkan dengan 3 kg pada tahun 1963) (FAO, 2010).
2.1.1 Manfaat Ayam
Daging ayam memiliki kandungan gizi yang tinggi. Daging ayam kaya
kandungan protein dan merupakan sumber fosfor dan mineral lain serta vitamin
B-kompleks. Daging ayam mengandung lebih sedikit lemak daripada daging sapi
dan daging babi.
Faktor-faktor kelebihan daging ayam dibandingkan dengan daging babi
adalah :
-
Nilai/harga yang lebih murah dibandingkan dengan daging lainnya
-
Profil nutrisi yang baik (kandungan lemak yang rendah)
-
Kemudahan penyiapan
-
Cocok untuk penyiapan menu dan makanan sederhana (FAO, 2010)
2.2 Zat Pengawet
Secara garis besar zat pengawet dibedakan menjadi 3 jenis. Pertama,
GRAS (
Generally Recognized as Safe
) yang umumnya bersifat alami, sehingga
(24)
aman dan tidak berefek racun sama sekali. Kedua, ADI (
Acceptable Daily Intake
),
yang selalu ditetapkan batas penggunaan hariannya (
daily intake
) guna
melindungi kesehatan konsumen. Ketiga, zat pengawet yang memang tidak layak
dikonsumsi karena bukan untuk makanan alias berbahaya seperti formalin
(Widyaningsih & Murtini, 2006).
2.3 Formalin
Formalin mengandung formaldehid dan metanol sebagai stabilisator,
dengan kadar formaldehid tidak kurang dari 34% dan tidak lebih dari 38 %
(Moffat, 1986). Formalin merupakan cairan jernih tidak berwarna atau hampir
berwarna, bau menusuk, uap merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan.
Formalin larut dalam air atau etanol 95% (Ditjen POM, 1979).
2.3.1 Rumus Bangun
2.3.2 Sifat Fisika dan Kimia Formalin
Formalin (HCOH) merupakan suatu bahan kimia dengan berat molekul
30,03 yang pada suhu kamar dan tekanan atmosfer berbentuk gas tidak berwarna,
berbau pedas (menusuk) dan sangat reaktif (mudah terbakar). Bahan ini larut
dalam air dan sangat mudah larut dalam etanol dan eter (Moffat, 1986).
Larutan formalin pada pendinginan membentuk kristal trimer siklik
sebagai trioksimetilen (1,3,5-trioxan) yang larut dalam air (Schunack, 1990).
(25)
Penyimpanan dilakukan pada wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya dan
sebaiknya pada suhu diatas 20
˚C (Ditjen POM, 1979).
2.3.3 Fungsi Formalin
Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari – hari.
Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya,
misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai jenis
keperluan industri, yakni pembuatan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai
serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras
lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan
pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawetan produk
kosmetik, pengeras kuku. Dibidang industri kayu, formalin digunakan sebagai
bahan perekat untuk produk kayu lapis (
plywood
). Dalam konsentrasi sangat kecil
(<1 %) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti
pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawatan sepatu,
shampoo mobil, lilin dan karpet (Yuliarti, 2007).
Di dalam industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan
bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan
efektif dalam pengobatan penyakit ikan kulit berlendir. Meskipun demikian,
bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Ambang batas amannya yang sangat
rendah sehingga terkadang ikan yang diobati malah mati akibat formalin daripada
akibat penyakitnya. Formalin banyak digunakan dalam pengawetan sampel ikan
untuk keperluan penelitian. Didunia kedokteran formalin digunakan dalam
pengawetan mayat yang akan dipelajari dalam pendidikan mahasiswa kedokteran
(26)
maupun kedokteran hewan. Untuk pengawet mayat, biasanya digunakan formalin
dengan konsentrasi 10% (Yuliarti, 2007).
2.3.4 Penyalahgunaan Formalin
Besarnya manfaat dibidang industri tersebut ternyata disalahgunakan
untuk pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam
industri rumah tangga karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh
Depkes dan Balai POM setempat (Yuliarti, 2007).
Formalin juga dipakai untuk reaksi kimia yang bisa membentuk ikatan
polimer yang dapat menimbulkan warna produk menjadi lebih cerah. Oleh karena
itu, formalin juga banyak dipakai dalam produk rumah tangga seperti piring,
gelas, mangkuk yang berasal dari plastik atau melamin. Dari penelitian hasil air
rebusan yang kemudian dibawa ke Laboratorium Kimia Universitas Indonesia ini,
didapatkan hasil bahwa kandungan formalin pada hampir semua produk yang
diteliti sangat tinggi, yaitu 4,76 hingga 9,22 mg per liter. Barang – barang tersebut
bila digunakan dalam keadaan dingin sebenarnya tidak berbahaya karena formalin
didalamnya tidak akan larut. Namun jika digunakan dalam keadaan panas seperti
membuat teh, susu, kopi, atau makanan berkuah panas (Yuliarti, 2007).
2.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin
Reaksi formalin dengan asam kromatropat merupakan reaksi warna yang
spesifik untuk mengidentifikasi senyawa ini. Bila formalin tersebut dipanaskan
dengan asam kromatropat dan asam sulfat pekat akan membentuk warna violet
(Roth,
et, all,
1991). Reaksi ini mengikuti prinsip kondensasi senyawa fenol
(27)
dengan
formalin
membentuk senyawa kompleks berwarna
(3,4,5,6-dibenzoxanthylium).
Reaksi formalin dengan asam kromatropat adalah sebagai berikut :
2.5 Pemeriksaan Kuantitatif Formalin
2.5.1 Metode Titrasi Asam-Basa
Metode ini dapat dilakukan dengan cara titrasi secara tidak langsung
dimana larutan yang mengandung formalin dioksidasi terlebih dahulu dengan
hidrogen peroksida sehingga terbentuk asam format. Kemudian ditambahkan
natrium hidroksida yang berlebih, lalu dipanaskan di atas penangas air untuk
mempercepat reaksi yang ditandai dengan berhentinya pembuihan hingga
terbentuk natrium format. Kelebihan natrium hidroksida di dalam larutan dititrasi
dengan asam klorida dengan menggunakan indikator fenolftalein.
1 ml natrium hidroksida 1N setara dengan 30,03 mg CH
20
Reaksi :
HCOH
+
H
2O
2HCOOH +
H
2O
HCOOH +
NaOH
HCOONa +
H
2O
(28)
2.5.2 Metode Spektrofotometri Sinar Tampak
Metode ini dapat dilakukan dengan penambahan pereaksi Nash
(ammonium asetat dan asetil aseton) disertai pemanasan selama 30 menit akan
membentuk kompleks berwarna kuning yang mantap, sehingga dapat diukur
serapannya pada panjang gelombang maksimum 415 nm (Herlich, 1990).
Penetapan kadar secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan
larutan zat dalam suatu pelarut pada panjang gelombang tertentu. Pengukuran
serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum. Oleh
karena serapan dapat berbeda jika digunakan alat yang berbeda, maka sebaiknya
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang
diperoleh dengan alat yang digunakan. Syaratnya panjang gelombang yang
diperoleh dengan alat tidak berbeda lebih dari ± 0,5 nm pada daerah pengukuran
240-280 nm, tidak lebih dari ± 1 nm pada daerah pengukuran 280-320 nm serta
tidak lebih dari ± 3 nm pada daerah pengukuran diatas 320 nm dari panjang
gelombang yang ditentukan. Jika perbedaannya melebihi batas tersebut maka alat
harus dikalibrasi. Pada pengukuran serapan suatu larutan hampir semua digunakan
blanko untuk spektrofotometer agar panjang gelombang pengukuran mempunyai
serapan nol. Kegunaan blanko adalah mengoreksi serapan yang disebabkan oleh
pelarut, pereaksi, sel ataupun pengaturan alat. Blanko dapat berupa pelarut yang
sama seperti yang digunakan untuk melarutkan zat atau blanko pereaksi
menyiapkan larutan zat (Ditjen POM, 1995).
(29)
2.6 Spektrofotometri
Spektrofotometri adalah pengukuran absorbsi energi cahaya oleh suatu
atom atau molekul pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002).
Rentang spektrum sinar ultraviolet mempunyai panjang gelombang
200-400 nm, sementara sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm
(Rohman, 2007).
Penetapan kadar secara kuantitatif dilakukan dengan mengukur serapan
larutan zat dalam suatu pelarut pada panjang gelombang tertentu. Pengukuran
serapan biasanya dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum. Oleh
karena serapan dapat berbeda jika digunakan alat yang berbeda, maka sebaiknya
pengukuran dilakukan pada panjang gelombang serapan maksimum yang
diperoleh dengan alat yang digunakan (Ditjen POM, 1995).
Menurut Day (2002) dan Rohman (2007), hukum Lambert-Beer
menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap
berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan dan berbanding terbalik
dengan transmitan. Menurut Day (2002), hukum tersebut dituliskan dengan :
A = abc
Keterangan :
A = absorbansi
a = koefisien ekstingsi
b = tebal sel (cm)
(30)
c = konsentrasi analit
Pada spektrofotometri sinar tampak, pengamatan mata terhadap warna
timbul dari penyerapan selektif panjang gelombang tertentu dari sinar masuk oleh
objek yang berwarna (Vogel, 1994).
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan
spektrofotometri ultraviolet dan cahaya tampak terutama untuk senyawa yang
tidak berwarna yang akan dianalisis yaitu :
1.
Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis
Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau
direaksikan dengan pereaksi tertentu sehingga dapat menyerap sinar UV-Vis.
2.
Waktu kerja (operating time)
Tujuannya ialah untuk mengetahui lamanya stabilitas warna larutan yang
diperiksa. Waktu kerja ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan.
3.
Pemilihan panjang gelombang
Panjang gelombang yang digunakan untuk analisis kuantitatif adalah panjang
gelombang dimana terjadi serapan yang maksimum.
4.
Pembuatan kurva kalibrasi
Dilakukan dengan membuat seri larutan baku dalam berbagai konsentrasi
kemudian absorbansi tiap konsentrasi diukur lalu dibuat kurva yang merupakan
hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi.
(31)
5.
Pembacaan absorbansi sampel
Asorbansi yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai
0,6
Instrumentasi untuk Spektrofotometer (Khopkar, 1990; Day, 2002).
Gambar 2. Diagram Blok Spektrofotometer UV-VIS
a.
Sumber cahaya
Sumber energi radiasi yang biasa untuk daerah ultraviolet dan daerah cahaya
tampak adalah sebuah lampu wolfram ataupun lampu tabung discas hidrogen
(atau deutrium).
b.
Monokromator
Monokromator berfungsi mengubah cahaya polikromatis menjadi cahaya
yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau kisi difraksi.
c.
Sel
Sel yang digunakan untuk daerah tampak terbuat dari kaca sedang untuk
daerah ultraviolet digunakan sel kuarsa atau kaca silika. Sel tampak dan
(32)
ultraviolet yang khas mempunyai panjang lintasan 1 cm, namun tersedia juga
sel dengan ketebalan kurang dari 1 milimeter, sampai 10 cm bahkan lebih.
d.
Detektor
Peranan detektor adalah memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang. Detektor yang paling sederhana digunakan ialah tabung
foto.
e.
Recorder
Recorder digunakan sebagai perekam absorbansi yang dihasilkan dari
pengukuran.
2.7 Validasi
Validasi adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu pada
prosedur penetapan yang dipakai untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaanya (Harmita, 2004). Validasi dilakukan
untuk menjamin bahwa metode analisis yang dilakukan akurat, spesifik,
reprodusibel dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis (Rohman, 2007).
2.7.1 Perolehan Kembali
Persen perolehan kembali digunakan untuk menyatakan kecermatan.
Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil
analisis dengan kadar analit sebenarnya. Kecermatan dapat ditentukan dengan dua
cara yaitu metode simulasi (
spiked-placebo recovery
) dan metode penambahan
baku (
standard addition method
). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan
murni pembanding kimia ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa
(33)
sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan. Metode adisi dapat
dilakukan dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada
sampel yang diperiksa lalu dianalisis lagi dengan metode tersebut (WHO, 1992).
% Perolehan kembali =
A A F
C
C
C
*
−
x 100%
Keterangan :
C
F= konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan larutan
baku
C
A= konsentrasi sampel awal
C
∗A= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
2.7.2 Batas Deteksi
Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko (WHO, 1992).
Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Batas Deteksi =
SlopeSB 3
2.7.3 Batas Kuantitasi
Batas kuantitasi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang masih
dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan masih memenuhi kriteria
cermat dan seksama (WHO, 1992).
(34)
Batas Kuantitasi =
SlopeSB 10
(35)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode Eksperimental.
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Farmasi Kulitatif Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat – alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu unit
Spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu mini 1240), neraca analitik, termometer dan
alat – alat gelas seperti labu takar, gelas ukur, erlenmeyer bertutup kaca, tabung
reaksi dan gelas beaker serta alat destilasi sederhana seperti labu alas bulat,
pendingin liebig.
3.2 Bahan – bahan
Semua bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro analisis
keluaran E-Merck yaitu Formalin 37 %, Asam Kromatropat, Asam Sulfat 98 %,
Ammonium Asetat, Asetil Aseton, Asam Asetat Glasial, Natrium Hidroksida,
Hidrogen Peroksida 30 %, Asam Klorida 37 %, Fenolftalein, Kalium Bifthalat,
Merah Metil, Natrium Karbonat Anhidrat, Asam Fosfat 85 %, Terkecuali
Aquadest.
3.3 Sampel
Sampel yang digunakan adalah ayam kemasan yang dijual di beberapa
supermarket kota Medan. Pengambilan sampel secara purposif didasarkan atas
pertimbangan bahwa populasi sampel adalah homogen dan sampel yang akan
dianalisis dianggap sebagai sampel yang representatif (Sudjana, 1996).
(36)
3.4 Pembuatan pereaksi
3.4.1 Asam Kromatropat P
Dilarutkan 5 mg natrium kromatropat dalam 10 ml campuran 9 ml
asam sulfat 98% dan 4 ml air (Ditjen POM, 1979).
3.4.2 Asam Fosfat 10% (v/v)
Diencerkan 11,8 ml asam fosfat 85% dengan air suling hingga 100 ml
(Ditjen POM, 1979).
3.4.3 Pereaksi Nash
Dilarutkan 150 g ammonium asetat dengan 3 ml asam asetat glasial, 2
ml asetilaseton dan sedikit air, setelah larut sempurna lalu dicukupkan volumenya
hingga 1 liter (Herlich, 1990).
3.4.4 Natrium Hidroksida 1 N
Dilarutkan 40 g natrium hidroksida dengan air bebas CO
2dalam labu
1000 ml. Setelah larut sempurna dicukupkan volumenya dengan air bebas CO
2sampai garis tanda (Ditjen POM, 1979).
3.4.5 Asam Klorida 1 N
Diencerkan 8,3 ml HCl 37 % dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen
POM, 1995).
3.4.6 Fenolftalein P
Dilarutkan 20 mg fenolftalein dalam 6 ml etanol 90 % dan tambahkan
air suling hingga 10 ml (Ditjen POM, 1979).
3.4.7 Merah Metil P
Dilarutkan 10 mg merah metil dalam etanol 96 % dalam labu 10 ml
(Ditjen POM, 1995).
(37)
3.4.8 Hidrogen Peroksida 6 % v/v
Diencerkan 20 ml H
2O
230 % dengan air suling hingga 100 ml (Ditjen
POM, 1979).
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N
Ditimbang seksama 300 mg kalium bifthalat kemudian dilarutkan
dalam air bebas CO
2sebanyak 30 ml. Ditambah 2 tetes indikator fenolftalein,
dititrasi dengan NaOH 1 N hingga terjadi warna merah muda mantap (Ditjen
POM, 1995). Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung normalitas
larutan.
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 204,2 mg kalium biftalat.
3.5.2 Pembakuan Asam Klorida 1 N
Ditimbang seksama 150 mg natrium karbonat anhidrat, kemudian
dilarutkan dalam 15 ml air. Ditambah 2 tetes indikator metil merah, ditambahkan
asam klorida perlahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah
muda pucat. Dipanaskan larutan hingga mendidih, dinginkan, dititrasi kembali
bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih
lanjut (Ditjen POM, 1995). Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung
normalitas larutan.
1 ml asam klorida 1 N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat
3.5.3 Penetapan Kadar Formalin Baku Pembanding
Ditimbang seksama 1,5 gram formalin 37%, ditambahkan pada
campuran 12,5 ml hidrogen peroksida 6% dan 25 ml NaOH 1 N, hangatkan diatas
penangas air hingga pembuihan berhenti. Dititrasi dengan asam klorida 1 N
(38)
menggunakan indikator fenolftalein. Dilakukan titrasi blanko (Ditjen POM, 1979).
Dilakukan perlakuan yang sama tiga kali dan dihitung normalitas larutan.
1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 30,03 mg formalin
3.5.4 Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel
Sampel ayam yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 100 g,
kemudian dimasukkan ke dalam labu destilasi 500 ml, ditambahkan 100 ml air
dan 5 ml asam fosfat 10%, lalu dikocok. Labu destilasi dihubungkan dengan
pendingin yang dipakai untuk destilasi. Kemudian didestilasi perlahan-lahan dan
diperoleh destilat. Sebanyak 1 ml destilat dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
kemudian ditambahkan 5 ml larutan asam kromatropat 0,05%. Larutan kemudian
dipanaskan di atas penangas air selama 15 menit. Diamati selama pemanasan, jika
terbentuk warna violet menunjukkan adanya formalin (Herlich, 1990).
3.5.5 Penetapan Kadar Formalin
3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku I (LIB I)
Pada wadah yang sudah ditara, ditimbang 3,0252 g formalin yang telah
ditentukan kadarnya (35,6987%) dan dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu
tentukur 1 liter. Ditambahkan air suling secukupnya dan dikocok hingga
homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda dan
dihomogenkan (Konsentrasi 1000 µg/ml).
3.5.5.2 Pembuatan Larutan Induk Baku II (LIB II)
Dipipet 10 ml larutan induk baku I lalu dimasukkan ke dalam labu
tentukur 250 ml. Ditambahkan air suling secukupnya dan dikocok hingga
homogen. Kemudian larutan dicukupkan dengan air suling hingga garis tanda dan
dihomogenkan (konsentrasi 40 µg/ml).
(39)
3.5.5.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Formalin
Dipipet 5 ml larutan induk baku II dan dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml (konsentrasi 2 µg/ml), lalu ditambahkan 10 ml Pereaksi Nash dan
dikocok hingga homogen. Selanjutnya ditambahkan air suling hingga garis tanda
lalu larutan dihomogenkan. Larutan kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer
bertutup kaca, lalu dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37
˚C ±1˚C
selama
30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap, didinginkan di air selama
15 menit. Diukur serapan maksimum pada panjang gelombang 360-460 nm
dengan menggunakan blanko yaitu air suling yang dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml, lalu ditambahkan 10 ml pereaksi Nash dan dicukupkan dengan
air suling hingga garis tanda (Herlich, 1990).
3.5.5.4 Penentuan Waktu Kerja Formalin
Dipipet 5 ml larutan induk baku II dan dimasukkan ke dalam labu
tentukur 100 ml (konsentrasi 2 µ g/ml), lalu ditambahkan 10 ml pereaksi Nash.
Selanjutnya ditambahkan air suling hingga garis tanda dan larutan dihomogenkan.
Larutan kemudian dimasukkan kedalam erlenmeyer bertutup kaca, lalu
dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 37
˚C ±1˚C selama 30 menit hingga
terbentuk warna kuning yang mantap, didinginkan di air selama 15 menit. Diukur
serapan pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh (Herlich, 1990).
3.5.5.5 Penentuan Linieritas Kurva Kalibrasi Formalin
Dipipet larutan Induk Baku II (LIB II) ke dalam labu tentukur 100 ml
berturut-turut 2,5 ml; 3,75 ml; 5,0 ml; 6,25 ml; dan 7,5 ml (1,0; 1,5; 2,0; 2,5 dan 3
µg/ml). Ke dalam masing-masing labu tentukur tersebut ditambahkan 10 mlpereaksi Nash, kocok hingga homogen lalu ditambahkan air suling hingga garis
(40)
tanda dan dihomogenkan. Kemudian masing-masing larutan ini dimasukkan
kedalam erlenmeyer bertutup kaca, lalu dipanaskan di dalam penangas air pada
suhu 37
˚C ±1˚C selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap
,
didinginkan di air selama 15 menit. Kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang maksimum yang diperoleh, serta menggunakan larutan blanko
(Herlich, 1990).
3.5.6 Penentuan Kadar Formalin Pada Sampel
3.5.6.1 Destilasi Formalin dalam Sampel Ayam Sebelum Direndam
Sampel ayam ditimbang sebanyak 100 g, lalu dimasukkan ke dalam
labu destilasi 500 ml. Ke dalam labu destilasi ditambahkan 100 ml air dan 5 ml
asam fosfat 10%, lalu dikocok. Labu destilasi dihubungkan dengan pendingin
yang dipakai untuk destilasi. Sampel didestilasi perlahan-lahan dan kemudian
diperoleh destilat. Dalam hal ini destilat yang diperoleh sebanyak 80 ml (BPOM,
2007). Pada destilat dilakukan pengujian kadar formalin. Dipipet 10 ml destilat,
dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Selanjutnya ke dalam larutan tersebut
ditambahkan 10 ml pereaksi Nash. Lalu dicukupkan dengan air suling hingga
garis tanda dan dikocok hingga homogen. Larutan dimasukkan kedalam
erlenmeyer bertutup kaca lalu dipanaskan di atas penangas air pada suhu 37 ± 1
oC
selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap, didinginkan di air
selama 15 menit. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 412 nm.
Perlakuan ini diulangi sebanyak 6 kali.
(41)
3.5.6.2 Destilasi Formalin dalam Sampel Ayam Setelah Direndam dengan Air
Dingin
Sampel ayam sebanyak 600 g direndam dalam 600 ml air dingin
(aquadest) selama 30 menit, ditiriskan, dihaluskan, kemudian ditimbang sebanyak
100 g, lalu dimasukkan ke dalam labu destilasi 500 ml. Proses destilasi dilakukan
sama seperti destilasi formalin dalam sampel ayam sebelum direndam.
3.5.6.3 Destilasi Formalin dalam Sampel Ayam Setelah Direndam dengan Air
Mendidih
Sampel ayam sebanyak 600 g direndam dalam 600 ml air dingin selama
30 menit, ditiriskan, dihaluskan, kemudian ditimbang sebanyak 100 g, lalu
dimasukkan ke dalam labu destilasi 500 ml. Proses destilasi dilakukan sama
seperti destilasi formalin dalam sampel ayam sebelum dan direndam.
3.6 Analisa Data secara Statistik
Rumus yang digunakan untuk menentukan Standart Deviasi yaitu :
SD=
1
)
(
2−
−
∑
n
X
Xi
Data diterima jika t
hitunglebih kecil daripada t
tabelpada interval kepercayaan 95%
dengan nilai
α
= 0,05. Rumus yang digunakan untuk menentukan t
hitungyaitu :
t
hitung=
n
SD
X
Xi
/
−
Keterangan : Xi = kadar formalin dalam satu perlakuan
X = kadar rata-rata formalin dalam sampel
n = jumlah perlakuan
SD =
standard deviation
α
= tingkat kepercayaan
(42)
Untuk menghitung rentang kadar formalin secara statistik dalam sampel
digunakan rumus:
Rentang Kadar Formalin (
μ
) =
X
±
(t
α/2,
dkx
SD
/
n
)
Keterangan : SD =
standard deviation
X = kadar rata-rata formalin dalam sampel
μ
= rentang kadar formalin
n = jumlah perlakuan
t = harga t
tabelsesuai dk
dk =derajat kebebasan
3.7 Uji Validasi Metode Analisis
3.7.1 Akurasi
Akurasi ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (
the
method of standard additives
), yakni ke dalam sampel ayam yang ditimbang
sebanyak 100 g, ditambahkan formalin baku sebanyak 1
µ g/ml, lalu dimasukkanke dalam labu destilasi 500 ml. Ke dalam labu destilasi ditambahkan 100 ml air
dan 5 ml asam fosfat 10%, lalu dikocok. Labu destilasi dihubungkan dengan
pendingin yang dipakai untuk destilasi. Sampel didestilasi perlahan-lahan dan
kemudian diperoleh destilat. Dalam hal ini destilat yang diperoleh sebanyak 80 ml
(BPOM, 2007). Pada destilat dilakukan pengujian kadar formalin. Dipipet 10 ml
destilat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Selanjutnya ke dalam larutan
tersebut ditambahkan 10 ml pereaksi Nash. Lalu dicukupkan dengan air suling
hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen. Larutan dimasukkan kedalam
erlenmeyer bertutup kaca, lalu dipanaskan di atas penangas air pada suhu 37 ±
1
oC selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap, didinginkan di
(43)
air selama 15 menit. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 412
nm. Perlakuan ini diulangi sebanyak 6 kali. Hasil dinyatakan dalam persen
perolehan kembali (
%recovery
). Persen perolehan kembali dihitung dengan
menggunakan rumus sbb:
% Perolehan kembali =
A A F
C
C
C
*
−
x 100%
Keterangan : C
F= konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan
larutan baku
C
A= konsentrasi sampel awal sebelum penambahan baku
C
∗A= konsentrasi larutan baku yang ditambahkan
3.7.2 Presisi
Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter RSD (
Relative
Standard Deviation
) dengan rumus :
RSD =
Keterangan : RSD =
Relative Standard Deviation
SD
=
Standard Deviation
3.7.3 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi (
Limit Of Detection
/LOD) dan batas kuantitasi (
Limit Of
Quantitation
/LOQ) dihitung dari persamaan regresi kurva kalibrasi baku
pembanding. Batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
(44)
Keterangan : SD
=
Standard Deviation
LOD =
Limit of Detection
(Batas Deteksi)
LOQ =
Limit of Quantitation
(Batas Kuantitasi)
(45)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemilihan Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari daging
fillet
dan
sayap. Pada supermarket
Carrefour
dipilih ayam kemasan berbentuk
fillet
.
Sedangkan pada supermarket
Hipermart
dipilih ayam kemasan berbentuk sayap,
karena bentuk fillet tidak tersedia.
4.2 Penetapan Kadar Formalin Baku Pembanding
Kadar larutan baku formalin yang tertera dietiket adalah 37 %. Setelah di
lakukan penetapan kadar, diperoleh sebesar 35,6987 %. Hal ini diduga karena
formalin mengalami perubahan kadar selama penyimpanan, akibat dari sifat fisika
formalin yang mudah menguap (Ditjen POM, 1979). Hasil pembakuan formalin
dapat dilihat pada Lampiran 3, halaman 42.
4.3 Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Sampel Hasil Destilasi
Sebelum dilakukan analisa kuantitatif formalin pada sampel, perlu
dilakukan identifikasi untuk mengetahui ada tidaknya formalin dengan
menggunakan pereaksi asam kromatropat 0,05%. Sampel dinyatakan mengandung
formalin apabila dengan penambahan pereaksi asam kromatropat dalam asam
sulfat pekat dengan pemanasan selama 15 menit akan terjadi warna violet
(Herlich, 1990).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kualitatif formalin pada sampel diperoleh
data, seperti ditunjukkan pada tabel 1.
(46)
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin pada Sampel Hasil Destilasi
Keterangan : - CR :
Carrefour
- HP :
Hypermart
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kedua sampel memberikan hasil
yang positif yaitu warna violet yang jika direaksikan dengan pereaksi asam
kromatropat P. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang diteliti mengandung
formalin.
Gambar hasil pemeriksaan kualitatif formalin dapat dilihat pada Lampiran 4,
halaman 43.
4.4 Penetapan Kadar
4.4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Formalin
Hasil penentuan panjang gelombang maksimum formalin dengan
konsentrasi 2 µ g/ml, diperoleh panjang gelombang maksimum pada 412 nm.
Kurva serapan panjang formalin dapat dilihat pada gambar 1.
No.
Sampel
As. Kromatropat 0,05%
1.
Ayam kemasan CR
Violet
(47)
Gambar 1. Kurva serapan Formalin Konsentrasi 2 ppm
Panjang gelombang maksimum yang diperoleh berbeda dengan yang
tercantum dalam literatur yaitu 415 nm (Herlich, 1990). Menurut Moffat batas
toleransi yang diperkenankan yaitu lebih kurang 2 nm, namun menurut prosedur
tetap yang dilakukan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan panjang gelombang
maksimum yang dipakai untuk formalin yaitu 412 nm. Maka, panjang gelombang
(48)
yang dipakai dalam penelitian ini mengacu pada prosedur tetap yang dilakukan
oleh BPOM.
Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 6, halaman 46.
4.4.2 Penentuan Waktu Kerja Formalin
Reaksi yang terjadi antara formalin dengan pereaksi Nash umumnya tidak
stabil sehingga perlu dilakukan penentuan waktu kerja formalin. Penentuan waktu
kerja (kestabilan warna) formalin baku dengan pereaksi Nash secara
spektrofotometri sinar tampak dilakukan dengan selang waktu 1 menit setelah
diangkat dari penangas air dan didinginkan selama 15 menit di air. Dari data
waktu kerja, tidak diperoleh data yang mempunyai kesamaan angka 4 desimal.
Sehingga dalam hal ini yang diambil sebagai waktu kerja adalah data yang
mempunyai kesamaan angka 2 desimal. Hal ini kemungkinan disebabkan larutan
fornalin dengan peraksi nash tidak stabil. Dari data yang diperoleh, waktu
pengukuran yang stabil dimulai dari menit ke-5 sampai menit ke-16.
Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 7, halaman 47.
4.4.3 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Formalin
Linearitas kurva kalibrasi formalin dibuat pada konsentrasi 1,0; 1,5; 2,0;
2,5 dan 3 µg/ml,. Gambar Linearitas kurva kalibrasi formalin dapat dilihat pada
gambar 2.
(49)
Gambar 2. Kurva Kalibrasi Formalin pada Panjang Gelombang
412 nm
Dari kurva kalibrasi di atas menunjukkan adanya hubungan yang linear
antara konsentrasi dengan serapan, dengan harga koefisien korelasi (r) = 0,9990,
dari hasil perhitungan diperoleh persamaan garis Y = 0,2190X + 0,0046 (Sudjana,
2002).
Data dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9, halaman 48 dan 49.
4.4.4 Kadar Formalin pada Sampel
Penetapan kadar formalin
ditentukan menggunakan metode
spektrofotometri sinar tampak. Sebelum ditentukan kadar formalin dalam sampel
perlu dilakukan proses destilasi untuk menarik formalin yang terdapat di dalam
sampel. Proses destilasi ini dilakukan di Laboratorium Kimia Kualitatif Farmasi.
Dari hasil orientasi, pelepasan formalin yang maksimum diperoleh dengan
perendaman dalam air dingin dan perendaman dalam air mendidih pada menit ke
30. Hasil orientasi dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18, halaman 63 dan 64.
(50)
Perlakuan sampel dilakukan dengan perendaman dalam air dingin dan air
mendidih selama 30 menit.
Hasil penetapan kadar formalin pada sampel direndam dalam air dingin
dan air mendidih selama 30 menit dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kadar Formalin pada Sampel
No
Sampel
Kadar Formalin (mcg/g)
Sb.D
PAD
(30 menit)
PAM
(30 menit)
1
kemasan
Ayam
Carrefour
9,7493±0,0128
5,9325±0,0094
3,6634±0,0090
2
kemasan
Ayam
Hypermart
9,8125±0,0286
5,9863±0,010
3,6985±0,0923
Keterangan : Sb.D
= Sebelum direndam
PAD
= Perendaman dalam air dingin
PAM
= Perendaman dalam air mendidih
Sampel diperoleh dari Supermarket
Carrefour
dan
Hypermart
, adapun
alasan dari pemilihan 2 tempat tersebut karena merupakan pasar-pasar yang ramai
dikunjungi oleh konsumen, sehingga pengambilan sampel akan mewakili sampel
ayam kemasan di kota Medan.
Gambar sampel ayam kemasan disupermarket
Carrefour
dan
Hypermart
dapat
dilihat pada Lampiran 26, halaman 75.
(51)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kadar formalin yang lebih tinggi
terdapat pada sampel ayam kemasan yang terdapat di supermarket
Hypermart
,
dimana sampel ini dengan berbagai perlakuan dapat menurunkan kadar formalin
di dalam sampel. Pelepasan formalin pada air mendidih lebih tinggi dari pada
dalam air dingin.
Dari data yang diperolah sampel ayam kemasan yang diperoleh sebelum
perendaman menunjukkan kadar formalin yang masih dapat diterima oleh tubuh
yaitu antara 1,5 mg hingga 14 mg per hari (WHO, 1980).
Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman 50.
4.4.5 Penurunan Kadar Formalin
Kadar formalin di dalam sampel dapat dikurangi dengan berbagai
perlakuan, diantaranya dengan merendam ayam kemasan dalam air dingin selama
30 menit dan direndam dalam air mendidih selama 30 menit. Hasil penurunan
kadar formalin dalam sampel ayam kemasan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Persentase Penurunan Kadar Formalin Pada Sampel
No
Sampel
Penurunan Kadar Formalin (%)
PAD
(30 menit)
PAM
(30 menit)
1
Ayam kemasan
Carrefour
39,14
62,42
2
Ayam kemasan
Hypermart
(52)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase penurunan kadar formalin
yang tertinggi yaitu dengan merendam ayam kemasan dalam air mendidih selama
30 menit.
Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 20, halaman 68.
4.5 Uji Validasi Metode Analisis
Akurasi ditentukan dengan menggunakan metode penambahan baku (
the
method of standard additives
), yakni ke dalam sampel ayam yang ditimbang
sebanyak 100 g, ditambahkan formalin baku sebanyak 1
µ g/ml, lalu dimasukkanke dalam labu destilasi 500 ml. Ke dalam labu destilasi ditambahkan 100 ml air
dan 5 ml asam fosfat 10%, lalu dikocok. Labu destilasi dihubungkan dengan
pendingin yang dipakai untuk destilasi. Sampel didestilasi perlahan-lahan dan
kemudian diperoleh destilat. Dalam hal ini destilat yang diperoleh sebanyak 80 ml
(BPOM, 2007). Pada destilat dilakukan pengujian kadar formalin. Dipipet 10 ml
destilat, dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml. Selanjutnya ke dalam larutan
tersebut ditambahkan 10 ml pereaksi Nash. Lalu dicukupkan dengan air suling
hingga garis tanda dan dikocok hingga homogen. Larutan dimasukkan kedalam
erlenmeyer bertutup kaca, lalu dipanaskan di atas penangas air pada suhu 37 ±
1
oC selama 30 menit hingga terbentuk warna kuning yang mantap, didinginkan di
air selama 15 menit. Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 412
nm. Perlakuan ini diulangi sebanyak 6 kali.
(53)
Tabel 4. Data Perolehan Kembali Formalin Baku yang Ditambahkan pada
Sampel (Metode Penambahan Baku)
No. Berat
(gram) Fp
Penambahan baku
Konsentrasi Sebelum penambahan
Konsentrasi setelah penambahan
Abs
% Recovery 1 100,102
50/10 1 µg/ml
1,1973 2,2289 0,4927 103,16
2 100,119 1,1982 2,2223 0,4915 102,41
3 100,138 1,2014 2,2132 0,4893 101,18
4 100,096 1,1959 2,2173 0,4902 102,14
5 100,121 1,2005 2,2251 0,4919 102,46
6 100,115 1,1986 2,2264 0,4922 102,78
Recovery rata – rata (%) = 102,335
Standar Deviasi (SD) = 0,58
Relative Standar Deviasi (RSD) (%) = 0,5667
Dari data di atas diperoleh kadar rata-rata persen
recovery
, yaitu 102,335
% dengan standar deviasi (SD) sebesar 0,58 . Hasil persen perolehan kembali ini
memenuhi persyaratan uji akurasi dimana rentang rata-rata hasil perolehan
kembali adalah 80-120 %. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode
yang dilakukan memiliki kecermatan yang baik.
Sedangkan dari hasil uji presisi dengan parameter Relatif Standar Deviasi
(RSD) yang diperoleh adalah 0,5667%. Hasil Relatif Standard Deviasi (RSD) ini
memenuhi persyaratan presisi, dimana nilai RSD yang diizinkan adalah
≤ 2
%
(WHO, 1992). Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang
dilakukan memiliki presisi yang baik. Batas deteksi dan batas kuantitasi yang
(54)
diperoleh dari penelitian ini ialah berturut-turut 0,000194 µg/ml dan 0,6459
µg/ml.
Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 22, 23 dan 24, halaman 70, 72
dan 73.
(55)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
-
Semua sampel ayam yang diidentifikasi menggunakan pereaksi Asam
kromatropat memberikan hasil yang positif terhadap formalin
-
Proses perendaman dalam air dingin dan perendaman dalam air mendidih
selama 30 menit dapat menurunkan kadar formalin pada sampel ayam
kemasan. Untuk ayam kemasan
Carrefour
dengan perendaman air
mendidih diperoleh penurunan kadar formalin sebesar 62,42 %, sedangkan
pada ayam kemasan
Hypermart
adalah 62,3 %. Untuk ayam kemasan
Carrefour
dengan perendaman air dingin diperoleh penurunan kadar
sebesar 39,14 %, sedangkan pada ayam kemasan
Hypermart
adalah 38,99
%.
-
Kadar formalin dari kedua sampel ayam kemasan (
Carrefour =
9,7493
µg/gdan
Hypermart =
9,8125
µg/g)
yang diperoleh sebelum perendaman
menunjukkan kadar formalin yang masih dapat diterima oleh tubuh yaitu
antara 1,5 mg hingga 14 mg per hari
5.2 Saran
-
Disarankan kepada masyarakat untuk melakukan proses perendaman
dalam air mendidih selama 30 menit terhadap ayam sebelum dikonsumsi
-
Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan pemeriksaan
(56)
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. and A. L. Underwood. (2002).
Analisis Kimia Kuantitatif
. Edisi
Keenam. Jakarta. Penerbit Erlangga. Hal 394, 396-404
Ditjen POM. (1979).
Farmakope Indonesia
. Edisi Ketiga. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI. Hal 58, 648, 650, 653, 675, 743-744, 748.
Ditjen POM. (1995).
Farmakope Indonesia
. Edisi Keempat. Jakarta. Departemen
Kesehatan RI. Hal 1066, 1176.
FAO, (2010)..
Poultry Meet And Eggs
. Tanggal akses 8 Maret 2010.
http://www.google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=3&ved=0CCQQFjA
C&url=http%3A%2F%2Fjurnal.pdii.lipi.go.id%2Fadmin%2Fjurnal%2F2
107912.pdf&rct=j&q=yeni%20zuraidah&ei=pBZ2TYuPCM7srQfMh5S_
Cg&usg=AFQjCNE6M0nBBk_k_zIrqIl6xXNKSlypWA&cad=rja
Harmita. (2004).
Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya
. Vol. I No 3. Majalah Ilmu Kefarmasian. Hal 117-121.
Herlich, K.. (1990).
Official Methods Of Analysis
. 15
thedition. Virginia. AOAC
Inc. Page 934.
Khopkar, S. M.. (1990).
Konsep Dasar Kimia Analitik
. Jakarta. Penerbit
Universitas Indonesia. Hal. 216-217.
Mia, S, dan Chandra, H. (2009).
Bahan – bahan berbahaya dalam kehidupan
.
Cetakan I. Bandung. Penerbit Salamadani Pustaka Semesta. Hal 1-6
Moffat, A.C.. (1986).
Clarke’s Isolation and Identification of Drugs
. Second
Edition. London. The Pharmaceutical Press. Page 633.
Rohman, A. (2007).
Kimia Farmasi Analisis
. Cetakan I. Yogyakarta. Penerbit
Pustaka Pelajar. Hal 255.
Roth, J.H., et al. (1991).
Pharmaceutical Chemistry
. First Edition. Singapore. Ellis
Horwood. Page 119-12.
(57)
Schunack, W., Mayer, K., dan Haake, M.. (1990).
Senyawa Obat
. Edisi kedua.
Penerjemah: Joke Wattimena dan Sriewoelan Soebito. Yogyakarta.
Penerbit Universitas Gadjah Mada. Hal 768.
Sudjana. (2002).
Metode Statistika
. Edisi Statistika. Edisi Keenam. Bandung.
Penerbit Tarsito. Hal 168, 371.
Vogel, A.I.. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Cetakan Pertama.Jakarta. Penerbit EGC. Hal 809-810.
Voncina, B.. (2005). Determination
of Free Formaldehyde on Textile Substrate by
HPLC
. Slovenia. ITSAPT Seminar.
Yuliarti, N.. (2007).
Awas! Bahaya di Balik Lezatnya Makanan
. Edisi Pertama.
Yogyakarta. Penerbit Andi. Hal 34-37.
Widodo, J. (2006). Pengaruh formalin bagi sistem tubuh. Tanggal akses 28 april
2010.
Widyaningsih, T.D., dan Erni Sofia M.. (2006). Alternatif Pengganti Formalin Pada
Produk Pangan. Surabaya. Penerbit Trubus Agrisarana. Hal 3-4 dan 45-46.
Widyastuti, A.. (2006).
Pengaruh Pencucian dan Pemanasan Terhadap
Penurunan Kadar Formalin pada Ikan yang Diawetkan Secara
Spektrofotometri Sinar Tampak
. Skripsi Jurusan Farmasi FMIPA USU.
WHO. (1992).
Validation of Analytical Procedures Used in the Examination of
Pharmaceutical Materials
. WHO Technical Report Series. No. 823. Page
117.
(58)
Lampiran 1. Perhitungan Pembakuan Natrium Hidroksida 1 N
No. Berat K-Bifthalat (mg) Volume NaOH (ml)
1. 304 1,65
2. 301 1,45
3. 301 1,55
Normalitas NaOH =
bifthalat
xBEk
ml
NaOH
Vol
mg
Bifthalat
BeratK
−
−
)
(
.
)
(
BE K-Bifthalat = 204,2 N1 = 0,9023 N
N2 = 1,0166 N
N3 = 0,9927 N
Normalitas rata-rata (Nr) dan persen deviasi (% d)
Nr = 0,9519
2 0166 , 1 9023 , 0 2 2
1 +N = + =
N
N
% d1 =
100
%
5
,
95
%
9594
,
0
9594
,
0
9023
,
0
%
100
(
1 ) 12
−
=
−
=
x
x
Nr
Nr
N
Nr2 = 0,9425
2 9827 , 0 9023 , 0 2 3
1 +N = + =
N
N
% d2=
100
%
4
,
26
%
9425
,
0
425
,
0
9827
,
0
%
100
)
(
2 23
−
x
=
−
x
=
Nr
Nr
N
Nr3 = 0,9996
2 9827 , 0 0166 , 1 2 3
2 +N = + =
N
N
% d3 =
100
%
1
,
69
%
9996
,
0
9996
,
0
9827
,
0
%
100
(
3 ) 32
−
=
−
=
x
x
Nr
Nr
N
Normalitas NaOH adalah Normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil, yaitu % d3 = 0,16 % dengan Normalitas 0,9996 N
(59)
Lampiran 2. Perhitungan Pembakuan Asam Klorida 1 N
No. Berat Na2CO3 anhidrat (mg) Volume HCl (ml)
1. 149 2,68
2. 152 2,72
3. 155 2,74
Normalitas HCl =
anhidrat
CO
xBENa
ml
Hcl
Vol
mg
anhidrat
CO
BeratNa
3 2 3 2)
(
.
)
(
BE Na2CO3 anhidrat = 52, 99
N1 = 1,0491 N
N2 = 1,0545 N
N3 = 1,0675 N
Normalitas rata-rata (Nr) dan persen deviasi (% d)
Nr1= 1,0518
2 0545 , 1 0491 , 1 2 2
1+N = + =
N
N
% d1=
100
%
0
,
25
%
0518
,
1
0518
,
1
0491
,
1
%
100
)
(
1 12
−
x
=
−
x
=
Nr
Nr
N
Nr2= 1,0583
2 0675 , 1 0491 , 1 2 3
1+N = + =
N
N
% d2=
100
%
0
,
86
%
0583
,
1
0583
,
1
0675
,
1
%
100
2 23
−
=
−
=
x
x
Nr
Nr
N
Nr3= 1,0610
2 0675 , 1 0545 , 1 2 3
2 +N = + =
N
N
% d3=
100
%
0
,
61
%
0610
,
1
0610
,
1
0675
,
1
%
100
3 32
−
x
=
−
x
=
Nr
Nr
N
Normalitas HCl adalah Normalitas rata-rata dengan persen deviasi terkecil, yaitu % d3 = 1,05 % dengan Normalitas 1,0518 N
(60)
Lampiran 3. Perhitungan Pembakuan Larutan Formalin secara Titrasi Asam - Basa No Berat Formalin
(mg) Volume NaOH (ml) Volume HCl (ml) Kadar Formalin (%)
1. 1535 25 4,68 35,5363
2. 1507 25 4,84 35,8612
3. 1485 25 4,92 36,2223
Kadar =
100
%
)
(
.
)
(
x
mg
formalin
Beratlar
malin
sHClxBEfor
xNormalita
V
V
t−
bKeterangan : Vt = Volume HCl (ml)
Vb = Volume blanko = 21,95 ml Normalitas HCl = 1,0518 N BE Formalin = 30,03 Kadar rata-rata (Kr) dan persen deviasi (% d)
Kr1= 35,6987%
2 % 8612 , 35 % 5363 , 35 2 2
1+K = + =
K
% d1=
100
%
0
,
45
%
%
6987
,
35
%)
6987
,
35
%
5363
,
35
(
%
100
)
(
1 11
−
x
=
−
x
=
Kr
Kr
K
Kr2= 35,8793%
2 % 2223 , 36 % 5363 , 35 2 3
1+K = + =
K
% d2=
100
%
0
,
95
%
%
8793
,
35
%)
8793
,
35
%
2223
,
36
(
%
100
)
(
2 21
−
x
=
−
x
=
Kr
Kr
K
Kr3= 36,0417%
2 % 2223 , 36 % 8612 , 35 2 3
2 +K = + =
K
% d3=
100
%
0
,
50
%
%
0417
,
36
%)
0417
,
36
%
2223
,
36
(
%
100
)
(
3 32
−
x
=
−
x
=
Kr
Kr
K
(61)
Kadar larutan formalin adalah kadar rata-rata dengan persen deviasi terkecil, yaitu % d3 = 0,45% dengan Kadar 35,6987 %
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Sampel Hasil Destilasi
(62)
Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Sampel
Keterangan:
A : Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Sampel ayam kemasan
Carrefour
B : Hasil Pemeriksaan Kualitatif Formalin Pada Sampel ayam kemasan
(63)
Lampiran 5. Perhitungan Pembuatan Larutan Formalin 1000 µg/ml Kadar larutan Formalin yang diperoleh yaitu 35,6987%
Formalin 35,6987% = 10 µ 35,6987 10 µg/ml 100
6987 ,
35 × 6 = × 4
g
ml
Untuk pembuatan larutan Formalin 1000 µg/ml
2 2 1 1
C
V
C
V
=
µg/ml
1000
1000
µg/ml
10
6987
,
35
41
×
×
=
ml
×
V
4 1
10
6987
,
35
µg/ml
1000
1000
×
×
=
ml
V
(1)
Lampiran 23. Data Perolehan Kembali Formalin Baku yang Ditambahkan pada Sampel (Metode Penambahan Baku)
No. Berat
(gram) Fp
Penam bahan
baku
Konsentrasi Sebelum Penambahan
Konsentrasi Setelah Penambahan
Abs %
Recovery 1 100,102
50/10 1 µg/ml
1,1973 2,2289 0,4927 103,16
(2)
3 100,138 1,2014 2,2132 0,4893 101,18
4 100,096 1,1959 2,2173 0,4902 102,14
5 100,121 1,2005 2,2251 0,4919 102,46
6 100,115 1,1986 2,2264 0,4922 102,78
Lampiran 24. Perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
No Konsentrasi X
Absorbansi
(3)
1 0,0000 0,0000 -0,0046 0,0046 0,00002116
2 1,0000 0,225 0,2144 0,0106 0,00011236
3 1,5000 0,342 0,3239 0,0181 0,00032761
4 2,0000 0,437 0,4334 0,0036 0,00001296
5 2,5000 0,561 0,5429 0,0181 0,00032761
6 3,0000 0,653 0,6524 0,0006 0,00000036
n = 6 Σ = 0,00080206
SD =
2 ) ( 2 − −
∑
n yi y =2
6
0,00080206
−
= 0,01416 Batas Deteksi =
Slope
SB
3
=219
,
0
01416
,
0
3
x
= 0,000194 µg/ml Batas Kuantitasi =
Slope
SB
10
=219
,
0
01416
,
0
10
×
= 0,64659 µg/ml Ket : Persamaan Regresi : y = ax + b
y = 0,2190x + 0,0046 dimana a = slope dan b = intersep
Lampiran 25. Nilai Distribusi t
(4)
df
1 3.0776 6.3137 12.7062 31.8205 63.6567 127.3213 318.3088 2 1.8856 2.9199 4.3027 6.9645 9.9248 14.0890 22.3271 3 1.6377 2.3533 3.1824 4.5407 5.8409 7.4533 10.2145 4 1.5332 2.1318 2.7765 3.7469 4.6040 5.5975 7.1731 5 1.4758 2.0150 2.5706 3.3649 4.0321 4.7733 5.8934 6 1.4397 1.9431 2.4469 3.1426 3.7074 4.3168 5.2076 7 1.4149 1.8945 2.3646 2.9979 3.4994 4.0293 4.7852 8 1.3968 1.8595 2.3060 2.8964 3.3553 3.8325 4.5007 9 1.3830 1.8331 2.2621 2.8214 3.2498 3.6896 4.2968 10 1.3721 1.8124 2.2281 2.7637 3.1692 3.5814 4.1437 11 1.3634 1.7958 2.2009 2.7180 3.1058 3.4966 4.0247 12 1.3562 1.7822 2.1788 2.6809 3.0545 3.4284 3.9296 13 1.3501 1.7709 2.1603 2.6503 3.0122 3.3724 3.8519 14 1.3450 1.7613 2.1447 2.6244 2.9768 3.3256 3.7873 15 1.3406 1.7530 2.1314 2.6024 2.9467 3.2860 3.7328 16 1.3367 1.7458 2.1199 2.5834 2.9207 3.2519 3.6861 17 1.3333 1.7396 2.1098 2.5669 2.8982 3.2224 3.6457 18 1.3303 1.7340 2.1009 2.5523 2.8784 3.1965 3.6104 19 1.3277 1.7291 2.0930 2.5394 2.8609 3.1737 3.5794 20 1.3253 1.7247 2.0859 2.5279 2.8453 3.1534 3.5518 21 1.3231 1.7207 2.0796 2.5176 2.8313 3.1352 3.5271 22 1.3212 1.7171 2.0738 2.5083 2.8187 3.1188 3.5049 23 1.3194 1.7138 2.0686 2.4998 2.8073 3.1039 3.4849 24 1.3178 1.7108 2.0638 2.4921 2.7969 3.0905 3.4667 25 1.3163 1.7081 2.0595 2.4851 2.7874 3.0781 3.4501 26 1.3149 1.7056 2.0555 2.4786 2.7787 3.0669 3.4349 27 1.3137 1.7032 2.0518 2.4726 2.7706 3.0565 3.4210 28 1.3125 1.7011 2.0484 2.4671 2.7632 3.0469 3.4081 29 1.3114 1.6991 2.0452 2.4620 2.7563 3.0380 3.3962 30 1.3104 1.6972 2.0422 2.4572 2.7499 3.0297 3.3851 31 1.3094 1.6955 2.0395 2.4528 2.7440 3.0221 3.3748 32 1.3085 1.6938 2.0369 2.4486 2.7384 3.0149 3.3653 33 1.3077 1.6923 2.0345 2.4447 2.7332 3.0082 3.3563 34 1.3069 1.6909 2.0322 2.4411 2.7283 3.0019 3.3479 35 1.3062 1.6895 2.0301 2.4377 2.7238 2.9960 3.3400
(5)
Lampiran 26. Foto Sampel
Ayam kemasan Carrefour
(6)