FORMULASI BRIKET KOMPOS ENCENG GONDOK (Eichhornia crassipes) SEBAGAI PELEPAS LAMBAT PUPUK NPK PADA BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsinum annum L.) DI TANAH PASIR PANTAI

(1)

FORMULASI BRIKET KOMPOS ENCENG GONDOK (Eichhornia crassipes)SEBAGAI PELEPAS LAMBAT PUPUK

NPK PADA BUDIDAYA TANAMAN CABAI (Capsinum annum L.) DI TANAH PASIR PANTAI

SKRIPSI

Diajukan Oleh : Hairul Saleh 20110210062

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA


(2)

Skripsi yang berjudul

FORMULASI BRIKET KOMPOS ENCENG GONDOK (Eichhornia crassipes) SEBAGAl PELEPAS LAMBAT PUPUK NPK PADA BUDIDAYA TANAMAN CABAl (Capsinum annum

L.) DI TANAH PASIR PANTAI

Yang dipersiapkan dan disusun oleh : Ha irul Saleh

20110210062

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguj i Pada tanggal 29 Desember 2015 :

Skripsi tersebut telah diterima sebagai persyaratan yang diperlukan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian

Iji Utama Anggota Penguj i

セ@

GlOセ@

Ir. Mtrfyoho, M.P. Chandra Kurnia Setiawan, SP. M.Sc.

NIP: 19600608198903 1 002 NIK: 19871007201310133058

PembimbinglPenguji Pendamping

Dr.lr. Gunawan Budiyanto, M.P NIP: 19601120 198903 1001

Yogyakarta, lanuari 2016,

Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Y ogyakarta


(3)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanaman cabai merah termasuk tanaman berbentuk perdu, berdiri tegak dan bertajuk lebar. Tanaman ini juga mempunyai banyak cabang dan setiap cabang akan muncul bunga yang pada akhirnya berkembang menjadi buah. Disebut cabai merah karena buahnya besar berwarna merah. Cabai merupakan bumbu dapur yang sangat dibutuhkan dan dicari oleh masyarakat Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produktivitas cabai besar segar dengan tangkai tahun 2011 sebesar 889 ribu ton dengan luas panen tahun 2011 mencapai 121 ribu hektar dan rata-rata produktivitas 7,34 ton per hektar. Dibandingkan tahun 2010, terjadi kenaikan produksi sebesar 82 ribu ton atau sebesar 10,12 persen.

Saat ini di Indonesia lahan pertanian tanaman pangan mengalami penyempitan akibat konversi lahan menjadi lahan nonpertanian seperti pemukiman, industri, transportasi, dan lain sebagainya. Hal tersebut dapat menjadi dasar pentingnya ekstensifikasi pertanian dengan pemanfaatan lahan marginal seperti tanah pasir pantai. Salah satu lahan marjinal yang memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia adalah lahan pantai, sebab Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau sehingga memiliki pantai yang sangat luas. Indonesia memiliki panjang garis pantai mencapai 106.000 km dengan potensi luas lahan 1.060.000 hektar, secara umum termasuk lahan marginal.


(4)

Berjuta-2

juta hektar lahan marginal tersebut tersebar di beberapa pulau, prospeknya baik untuk pengembangan pertanian.

Enceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. yang saat ini sudah banyak dianggap sebagai gulma terutama pada ekosistem sawah. Enceng gondok menjadi gulma karena memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga dapat merusak lingkungan perairan. Enceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya. Enceng Gondok memiliki kandungan kaya asam humat yang menghasilkan Senyawa Fitohara yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman. Selain itu Enceng Gondok juga mengandung Asam Sianida, Triterpenoid, Alkaloid, dan kaya Kalsium (Wahyu, 2008).

Melihat dari keadaan di atas, diperlukan adanya usaha pemanfaatan enceng gondok, terutama sebagai pupuk organik. Namun untuk mempermudah pemberian pupuk, perlu adanya perubahan bentuk sehingga mudah untuk digunakan dalam pemberian saat pemupukan. Salah satu alternatif untuk perubahan bentuk tersebut ialah dalam bentuk briket. Enceng gondok memiliki kandungan air yang sangat besar hingga 90% dari berat tanaman sebenarnya. Dalam 10 kg enceng gondok setelah dikeringkan beratnya hanya 1kg. Akan tetapi enceng gondok memiliki nilai kadar karbon yang cukup bagus untuk dimanfaatkan sebagai briket.

Sebagian besar volume tanah di lahan pantai didominasi oleh pori-pori makro, sehingga secara keseluruhan lahan semacam ini selalu meloloskan setiap air yang datang. Hal ini tentunya mengakibatkan proses


(5)

3

pemupukan tidak efektif, karena unsur hara yang ada pada pupuk banyak yang terlindih kebawah, mengakibatkan proses penyerapan unsur hara tidak terdukung dengan baik. Oleh karena itu diperlukan suatu inovasi yang dapat membantu proses pemupukan sehingga unsur hara pada pupuk yang diberikan pada tanaman tidak mudah terlindi dan dapat diserap secara optimal oleh tanaman. Inovasi yang bisa digunakan ialah dengan penggunaan briket, salah satunya ialah briket enceng gondok.

B. Perumusan Masalah

Untuk meningkatkan produksi tanaman cabai di tanah pasir pantai perlu adanya pemberian pupuk untuk membantu pertumbuhan dan meningkatkan produksi cabai. Namun pada tanah pasir pantai, pupuk yang diberikan lebih cepat terlindih atau tercuci karena tanah pasir pantai tidak memiliki daya agregat tanah, sehingga pupuk akan cepat hilang sebelum sempat diserap oleh tananam. Oleh sebab itu perlu adanya penanganan untuk menghambat pelepasan pupuk tidak mudah terlepas atau menguap dari dari lahan pasir dan dapat diserap oleh tanaman secara maksimal. 1. Apakah pemberian formulasi dan campuran antara kompos enceng gondok

dan pupuk NPK dalam bentuk briket di tanah pasir pantai dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai dari tanah pasir pantai ?


(6)

4

2. Berapakah takaran formulasi dan campuran antara kompos enceng gondok dan pupuk NPK yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai ?

C. Tujuan Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh formulasi dan bentuk campuran antara kompos enceng gondok dan pupuk NPK terhadap pertumbuhan tanaman cabai di Tanah pasir pantai.

2. Menetapkan formulasi dan bentuk campuran antara kompos enceng gondok dan pupuk NPK yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman cabai di tanah pasir pantai.


(7)

(8)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Budidaya Tanaman Cabai (Capsinum Annum L.)

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Cabai mengandung kapsaisin, dihidrokapsaisin, vitamin (A,C), damar, zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin, zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Tanaman cabai harus ditanama pada tanah yang gembur dan subur, untuk itu lakukan pengolahan lahan dengan baik. Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai termasuk kedalam: Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Kelas Dicotyledoneae, Ordo Solanales , Famili Solanaceae, Genus Capsicum, Spesies Capsicum annum L.

Cabai atau lombok merupakan tanaman yang mudah ditanam di dataran rendah ataupun di dataran tinggi. Tanaman cabai banyak mengandung vitamin A dan vitamin C serta mengandung minyak atsiri capsaicin, yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Cabai dapat ditanam dengan mudah sehingga bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari tanpa harus membelinya di pasar (Harpenas, 2010). Seperti


(9)

6

tanaman yang lainnya, tanaman cabai mempunyai bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.

a. Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

Syarat tumbuh tanaman cabai dalam budi daya tanaman cabai adalah sebagai berikut :

1) Iklim

Suhu berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, demikian juga terhadap tanaman cabai. Suhu yang ideal untuk budidaya cabai adalah 24-280C. Pada suhu tertentu seperti 150C dan lebih dari 320C akan menghasilkan buah cabai yang kurang baik. Pertumbuhan akan terhambat jika suhu harian di areal budidaya terlalu dingin. (Tjahjadi, 1991) mengatakan bahwa tanaman cabai dapat tumbuh pada musim kemarau apabila dengan pengairan yang cukup dan teratur. Iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhannya antara lain:

2) Sinar Matahari

Penyinaran yang dibutuhkan adalah penyinaran secara penuh, (sepanjang hari) bila penyinaran tidak penuh pertumbuhan tanaman tidak akan normal.

3) Curah Hujan

Walaupun tanaman cabai tumbuh baik di musim kemarau tetapi juga memerlukan pengairan yang cukup. Adapun curah hujan yang dikehendaki yaitu 800-2000 mm/tahun.


(10)

7

4) Suhu dan Kelembaban

Tinggi rendahnya suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Adapun suhu yang cocok untuk pertumbuhannya adalah siang hari 210C-280C, malam hari 130C-160C, untuk kelembaban tanaman 80%.

5) Angin

Angin yang cocok untuk tanaman cabai adalah angin sepoi-sepoi. Angin berfungsi menyediakan gas karbondioksida (CO2) yang dibutuhkannya.

6) Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat untuk penanaman cabai adalah adalah dibawah 1400 m dpl. Berarti cabai dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m.dpl). Di daerah dataran tinggi tanaman cabai dapat tumbuh, tetapi tidak mampu berproduksi secara maksimal

7) Tanah

Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Dapat juga ditanam pada lereng-lereng gunung atau bukit. Tetapi kelerengan lahan tanah untuk cabai adalah antara 0-100. Tanaman cabai juga dapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada berbagai jenis tanah, mulai dari tanah berpasir hingga tanah liat (Harpenas, 2010). Pertumbuhan tanaman cabai akan optimum jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7. Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung humus (bahan organik) sangat disukai (Gardner, et al.,1991). Sedangkan menurut


(11)

8

(Tjahjadi, 1991) tanaman cabai dapat tum buh disegala macam tanah, akan tetapi tanah yang cocok adalah tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K, tanaman cabai tidak suka dengan air yang menggenang.

b. Kebutuhan Pupuk NPK Tanaman Cabai

Tanaman cabai merah membutuhkan pupuk untuk pertumbuhan dan produksi cabai merah, baik pupuk organik maupun pupuk anorganik jenis pupuk majemuk. Pupuk majemuk cukup menggandung hara dengan presentase kandungan unsur hara makro yang berimbangan yaitu NPK 16:16:16 (Novizan, 2007). Pupuk ini berbentuk padat mempunyai sifat lambat larut sehingga diharapkan dapat mengurangi kehilangan hara melalui pencucian, penguapan, dan pengikatan menjadi senyawa yang tidak dapat tersedia bagi tanaman. Pupuk majemuk memenuhi kebutuhan hara N,P,K, Mg dan Ca bagi tanaman, warnanya kebiru-biruan dengan butiran mengkilap seperti mutiara (Marsono, 2007). Untuk Pertumbuhannya tanaman cabai merah membutuhkan pupuk kandang sebanyak 15-20 ton/hektar. Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam,atau kompos 5-10 ton/hektar dan SP-36 (300-400 kg/ha) diberikan sebagai pupuk dasar. Pupuk susulan yang terdiri atas Urea 150-200 kg/hektar, ZA 400-500 kg/hektar dan KCl (150-200 kg/hektar) atau pupuk NPK (16-16-16) 1 ton/hektar, diberikan 3 kali yaitu 1/3 bagian sebagai pupuk dasar, 1/3 bagian sebagai pupuk susulan pertama (30 HST) dan 1/3 bagian sebagai pupuk susulan kedua (60 HST).


(12)

9

B. Tanah pasir pantai

Tanah pasir pantai mempunyai ciri-ciri diantaranya bertekstur kasar, mudah diolah, gaya menahan air rendah, permeabilitas baik, makin tua teksturnya semakin halus dan, permeabilitas semakin kurang baik. Sifat tanah pasir memiliki kohesi dan konsistensi (ketahanan partikel dalam tanah terhadap pemisahan) sangat kecil. Tanah pasir pantai didominasi oleh pasir dengan kandungan lebih dari 70%, porositas rendah atau kurang dari 40%, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Dari segi kimia, tanah pasir cukup mengandung unsur fospor dan kalium yang belum siap diserap tanaman, tetapi lahan pasir kekurangan unsur nitrogen (Sunardi dan Sarjono, 2007).

Kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposisi bahan organik tinggi. Selain itu, stabilitas agregat dan kandungan liat tanah pasiran rendah sehingga pada saat hujan, air dan hara akan mudah hilang melalui proses pergerakan air ke bawah (Gunawan Budiyanto, 2009).

Di sebagian lahan pantai yang ada di Selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terhampar memanjang dari pantai parang endok di Kabupaten Bantul sampai pantai Glagah Kabupaten Kulon Progo. Bahan asal lahan pantai ini di dominasi oleh fraksi pasir, yang dikenal tanah pasir pantai. Bahan baku lahan ini berasal dari proses deflasi abu vulkanik dan


(13)

10

materi pasir yang dibawa oleh aliran sungai yang membela Daerah Istimewa Yogyakarta yang bermuara di laut selatan. Setelah diendapkan dipinggiran pantai, dengan bantuan gelombang laut selatan yang terkenal besar, materi pasir ini disebarkan disepanjang pantai-pantainya (Gunawan Budiyanto, 2014).

Hasil analisis yang dilakukan oleh Gunawan, dkk (1997) terhadap tanah pasir pantai yang sampelnya diambil dari lahan pantai Trisik, Banaran, Galur Kabupaten Dati II Kulon Progo DIY menunjukkan bahwa tanah pasir pantai tersebut memiliki potensi kesuburan rendah sebagai mana tabel 1.

Tabel 1. Sifat-sifat tanah pasir pantai

No Sifat - Sifat Tanah Nilai

1 Kadar lengas tanah, 0,5 mm (%) 0,16

2 Kadar pasir (%) 99,00

3 Kadar debu (%) 1,00

4 Kadar lempung (%) 0,00

5 Berat jenis (g/cm3) 2,37

6 Berat Volume (g/cm3) 1,61

7 Porositas total tanah (%) 32,07

8 pH (1:2,5) 5,90

9 C-organik (%) 0,12

10 N total (%) 0,004

11 Kapasitas penukaran Kation (me/100g)

3,60

12 Daya hantar listrik (mS) 0,20


(14)

11

Hasil analisis sampel tanah di atas menunjukkan bahwa daya dukung lahan dan potensi kesuburannya rendah (Gunawan Budiyanto, 2014). Dari kesuburan fisik, lahan semacam ini ternyata tidak memiliki kemampuan menyimpan lengas. Hal ini disebabkan oleh beberapa keadaan, Pertama tekstur tanahnya yang didominasi oleh fraksi pasir, kandungan debu, tanpa kandungan lempung. Kondisi ini menyebabkan pori mikro (Pori-pori penyimpan air) tidak terbentuk, sehingga kandungan lengasnya lebih banyak disebabkan oleh gaya adhesi yang mudah menguap oleh goyangan suhu. Hasil penetapan porositas tanahnya menunjukkan bahwa pori makro lebih banyak mendominasi volume tanahnya. Akibatnya secara keseluruhan lahan semacam ini selalu meloloskan setiap air yang dating kepadanya. Kedua, hasil penetapan bahan organik sebagai salah satu bahan perekat agregat tanah dan anasir pematangan pori-pori tanah sangat rendah. Dalam kondisi semacam ini, dapat dipastikan bahwa lahannya tidak dapat mengikat air yang dibutuhkan tanaman, serta memiliki kecenderungan melakukan air ke bahwa keluar dari kompleks perakaran.

C. Kompos Enceng Gondok

Enceng gondok termasuk dalam family pontederiacede. Tanaman ini memiliki bunga yang indah berwarna ungu muda (lila), daunnya berbentuk bulat telur dan berwarna hijau mengkilap bila terkena sinar matahari. Enceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) merupakan


(15)

12

tumbuhan air yang tumbuh di rawa-rawa, danau, waduk, dan sungai yang alirannya tenang. Enceng gondok yang berada diperairan Indonesia, mempunyai bentuk dan ukuran yang beraneka ragam, mulai dari ketinggian 1,5 m dengan diameter mulai dari 0,9 m – 1,9 m. enceng gondok ini terdiri dari akar, bakal tunas, tunas/stolon, daun, petiole dan bunga. Daun-daunnya mempunyai garis tangan sampai 15 cm. Menurut beberapa sumber, enceng gondok diperkirakan masuk ke Indonesia pada tahun 1894. penanaman enceng gondok berasal dari Negara Brasil yang bertujuan untuk melengkapi dan memperindah suasana Kebun Raya Bogor.

Enceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solm) adalah gulma penggu bagi perairan. Biasanya cepat berkembang di perairan yang terkena limbah, karena enceng gondok ini dapat mengikat logam berat dalam air, seperti besi, seng, tembaga dan raksa. Apabila tidak dikendalikan mengakibatkan masalah lingkungan. Selain memberikan dampak negatif, enceng gondok juga memberikan dampak positif antara lain sebagai bahan baku pupuk organik. Kandungan N, P, K dalam kompos enceng gondok masing-masing adalah 0,4% N, 0,114% P dan 7,53% K sedangkan C-organik adalah 47,61% bahan kering (Wahyu, 2008). Dari hasil riset menemukan banyaknya senyawa asam humat dalam kandungan pupuk kompos enceng gondok. Senyawa asam humat adalah senyawa yang dapat menghasilkan fitohormon yang mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman.


(16)

13

Enceng Gondok juga mempunyai kemampuan dalam memperbaiki sifat kimia, fisik dan biologi tanah. Salah satu upaya yang cukup prospektif untuk menanggulangi gulma enceng gondok di perairan adalah dengan pemanfaatan sebagai briket, pupuk, kompos, dan pupuk cair (Kriswiyanti, 2009). Pada beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan pemanfaatan kompos enceng gondok dalam budidaya tanaman mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung manis dan membuktikan bahwa bahan organik enceng gondok mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman kedelai. Pada penelitian Delta 2011 menyebutkan bahwa penggunaan kompos enceng gondok dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan pertumbuhan pada tanaman bayam merah (Amaranthus Tricolor L.).

D. Briket

Briket merupakan gumpalan atau padatan yang terbuat dari bahan yang berukuran kecil dimampatkan dengan tekanan. Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket adalah berat jenis bahan atau berat jenis serbuk, kehalusan serbuk, tekanan pengempaan, dan pencampuran formula bahan baku briket. Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan penumbukan, pencampuran bahan baku, pencetakan dengan sistem hidrolik dan pengeringan pada kondisi tertentu sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu (Marfita, 2006).


(17)

14

Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket merupakan bahan baku yang sudah kering, agar proses pembuatan menjadi lebih cepat. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan briket juga harus diperkecil sampai halus atau berupa serbuk supaya bahan briket memiliki daya adhesi yang lebih besar. Pada pembuatan briket juga menggunakan bahan perekat supaya briket yang dihasikan akan lebih baik jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat, karena kekuatan briket dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah) (Sudrajat, 1983). Pemilihan perekat harus memiliki daya rekat yang baik, perekat harus mudah didapat dalam jumlah banyak dan harganya murah, perekat tidak boleh beracun dan berbahaya (Widayanti, 1995). Briket hasil cetakan masih memiliki kadar air yang tinggi sehingga perlu dikeringkan. Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air dan mengeraskan hingga aman dari gangguan jamur dan benturan fisik. Pada penelitian ini, penggunaan pupuk dalam bentuk briket bertujuan untuk memperlambat pelepasan pupuk yang akan digunakan pada tanaman cabai di lahan pasir pantai. Pupuk yang dibuat dalam bentuk briket akan pertahan dan tidak mudah terlepas karena terikat oleh lempung yang gunakan sebagai perekat pada briket.

Das (1994), menerangkan bahwa tanah lempung merupakan tanah dengan ukuran mikronis sampai dengan sub-mikronis yang dari pelapukan unrsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung merupakan tanah yang memiliki tingkat sensitifitas yang tinggi terhadap perubahan kadar


(18)

15

air. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada kadar air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung menurut Hardiyatmo (1992) adalah sebagai berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002mm 2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif

5. Kadar kembang susut yang tinggi 6. Proses konsolidasi lambat

Susunan kebanyakan tanah lempung terdiri dari silikat tetrahedral dan aluminium octahedral. Silica dan aluminium secara parsial dapat digantikan dengan elemen lain dalam kesatuanya, hal ini dikenal dengan substitusi isomorf. Penggunaan lempung sebagai perekat pada briket memilikin keuntungan dan kerugian. Keuntungan yang ada ialah ketersedian lempung cukup banyak dan mudah didapat, selain itu kita bisa mendapatkannya tanpa biaya, namun penggunaan lempung sebagai perekat briket juga memiliki kerugian ialah apabila penggunaan lempung terlalu banyak akan menyebabkan briket menjadi terlalu keras.

Koloid organik di dalam tanah adalah humus. Perbedaan utama dari koloid organik dengan koloid anorganik (liat) adalah bahwa koloid organik (humus) tersusun oleh C, H ,O sedang liat terutama tersusun oleh Al, Si dan O. humus bersifat amorf, mempunyai nilai kapasitas tukar


(19)

16

kation yang tinggi daripada mineral liat, dan lebih mudah dihancurkan jika dibandingkan dengan liat. Muatan dalam humus adalah muatan tergantung pH. Dalam keadaan masam H+ dipegang kuat dalam gugusan karboksil dan phenol, tetapi ikatan tersebut menjadi kurang kekuatan bila pH menjadi lebih tinggi. Akibatnya, disosiasi H+ meningkat dengan meningkatnya pH, sedang muatan negative dalam koloid humus yang dihasilkan juga meningkat. Tanah mengandung sejumlah besar senyawa organik dalam berbagai tahap penguraian. Humus adalah istilah yang dipakai untuk menyebutkan bahan organik yang telah mengalami penguraian secara menyeluruh dan resisten terhadap perubahan selanjutnya (Teddy, 2009).

E. Hipotesis

1. Formulasi dan bentuk campuran antara kompos enceng gondok dan pupuk NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil pada tanaman cabai di tanah pasir pantai.

2. Formulasi dan bentuk campuran antara kompos enceng gondok dan pupuk NPK antara 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK dalam bentuk briket memberikan hasil lebih baik pada pertumbuhan dan hasil pada tanaman cabai di tanah pasir pantai.


(20)

(21)

17

III. METODE PENELITIAN

A. Rencana Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga Oktober 2015 bertempat di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UMY, Jl. Lingkar Barat,Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.

B. Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah bibit cabai, enceng gondok, pupuk NPK (16-16-16), pasir pantai, lempung, EM4.

Alat yang diperlukan untuk dipenelitian ini adalah polybag, cangkul, penggaris, karung, thermometer, karung, parang, paralon, timbangan analitik, oven.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental yang dilaksanakan di Lahan yang disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan desain percobaan Faktor tunggal yaitu :

Perlakuan A : 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan B : 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) Perlakuan C : 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan D : 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) Perlakuan E : 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan F : 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran)


(22)

18

Perlakuan yang diberikan berjumlah 6 yang masing-masing diulang 3 kali. Setiap ulangan terdiri dari 3 sampel cabai merah sehingga terdapat 54 bibit cabai merah untuk penelitian ini.

D. Tata Cara Penelitian 1. Persiapan Alat dan Bahan

Kegiatan ini meliputi pengambilan sampel pasir pantai, penyediaan enceng gondok, pengeringan, penghalusan, penyediaan benih cabai, penyediaan pupuk NPK sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan. Penyediaan alat pencetak briket sesuai dengan ukuran briket.

2. Proses Pembuatan Briket

a. Pembuatan Kompos Enceng Gondok

Proses pembuatan kompos enceng gondok yaitu :

1) Bahan dan alat yang akan diperlukan disiapkan telebih dahulu, bahan dan alatnya antara lain : Enceng gondok, EM4, parang, karung, balok (sebagai alas saat penyacahan)

2) Enceng gondok diambil dari kolam warga di daerah sekitar gamping.

3) Enceng gondok dicacah menggunakan parang hingga halus, pencacahan ini bertujuan untuk mempercepat pengomposan.

4) Enceng gondok yang sudah dicacah dimasukan ke dalam karung dan disimpan hingga menjadi kompos selama ± 2 bulan

b. Pembuatan Briket Enceng Gondok


(23)

19

1) Kompos enceng gondok yang sudah dibuat disiapkan bersamaan dengan NPK dan lempung sebagai bahan pembuatan briket. Lempung pada pembuatan briket berfungsi sebagai bahan perekat. 2) Bahan-bahan tersebut dicampur menjadi satu dengan takaran

masing-masing bahan sesuai dengan perlakuan, kemudian ditambahkan air panas secukupnya dan dilakukan pengadukan menggunakan tangan dengan cara diremas-remas untuk menghasilkan adonan yang merata.

3) Bahan yang sudah tercampur rata dimasukan ke dalam pipa paralon, kemudian ditekan menggunakan martil hingga padat. 4) Adonan yang sudah padat dikeluarkan dari cetakan menggunakan

kayu penyodok dan dilakukan pengeringan dengan dijemur di bawah sinar matahari sampai briket kering sempurna dengan ciri-ciri warna coklat dan teksturnya keras.

3. Pengaplikasian briket pada budidaya cabai a. Persiapan media tanam

Pada penelitian ini, media tanam yang digunakan adalah tanah pasir pantai yang diambil dari pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Tanah pasir pantai yang akan digunakan sebagai media tanam dikering anginkan terlebih dahulu selama beberapa hari, setelah itu ditambahkan briket enceng gondok sesuai perlakuan kedalam polybag.


(24)

20

b. Persiapan benih cabai

Benih disemai di dalam polybag dengan ditebar secara merata. Tempat persemaian diberi naungan (atap) dengan arah timur-barat.

c. Penanaman Tanaman Cabai

Penanaman cabai dilakukan dengan pemindahan bibit yang telah berdaun sebanyak 8 helai dan ditanam pada media tanam yang telah disiapkan didalam polybag. Dalam satu polybag ditanam sebanyak satu bibit cabai.

d. Pemeliharaan Tanaman Cabai

Pada penelitian ini pemeliharaan yang akan dilakukan meliputi: 1) penyiraman satu kali sehari dan dilakukan pada sore hari,

2) pemupukan susulan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 30 hari setelah tanam dan 60 hari setelah tanam dan hanya diberikan pada perlakuan butiran sesuai tinjauan, pada perlakuan briket tidak dilakukan karena sudah diberikan seluruhnya pada awal tanam dalam bentuk briket.

3) Penyiangan di luar pot dilakuan satu minggu sekali dan di dalam pot dilakukan secara kondisional

4) pengendalian OPT dilakukan dengan cara penyemprotan insektisida pada tanaman cabai yang terserang hama.


(25)

21

E. Variabel pengamatan a. Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai minggu kedelapan setelah tanam. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur mulai dari pangkal batang bawah hingga ujung daun tertinggi.

b. Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dilakukan setiap 1 minggu sekali sejak tanaman berumur 1 minggu setelah tanam sampai minggu kedelapan setelah tanam. Perhitungan dilakukan dengan cara mengitung daun yang ada pada batang cabai.

c. Berat segar tanaman (g)

Berat segar tanaman diukur setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara mengangkat seluruh bagian tanaman sampel dari media tanam kemudian dibersihkan dari sisa tanah yang berada pada bagian akar. Setelah sampel tanaman dibersihkan baru dilakukan penimbangan.

d. Berat kering tanaman (g)

Berat kering tanaman diukur setelah panen. Tamanan sampel yang telah di timbang berat segarnya dijemur pada terik sinar sinar matahari sampai kering, kemudian tanaman sampel dibungkus dengan kertas dan dioven dengan suhu 65o sampai berat tanaman sampl konstan.


(26)

22

e. Jumlah Buah per tanaman (buah)

Jumlah buah per tanaman diperoleh dengan menghitung banyaknya buah per tanaman, penghitungan dilakukan pada saat panen.

f. Berat Buah segar per tanaman (g)

Berat buah segar per tanaman diperoleh dengan menimbang semua buah yang terdapat pada tanaman sampel, penimbangan dilakukan pada saat panen.

F. Analisis Data

Data yang diperolah dari penelitian ini dianalisis mengunakan sidik ragam dengan taraf nyata α =5%. Apabila terdapat beda nyata antar perlakuan, maka akan dilakukan uji lanjutan menggunakan uji jarak berganda Duncan dengan taraf nyata 5%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel, grafik atau histogram.


(27)

23

G. Jadwal Penelitian

No Kegiatan

Juli 2015

Agustus 2015

September 2015

Oktober 2015

November 2015

4 11 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1

1 Persiapan Alat dan

Bahan

2 Proses Pembuatan

Briket

3 Penyiapan Media

Tanam

4 Persiapan Bibit

5 Penanaman

6 Pemberian Briket

enceng gondok

7 Penyulaman

8 Penyiraman.

9 Pengendalian Hama

dan penyakit


(28)

(29)

24

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan adalah suatu penambahan sel yang disertai perbesaran sel yang di ikut oleh bertambahnya ukuran dan berat tanaman. Pertumbuhan berkaitan dengan proses pertambahan substansi biomassa atau materi biologi yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat endergonik (Anderson dan Beardall, 1991: 7) dan bersifat irreversible. Tanaman semasa hidupnya menghasilkan biomassa yang digunakan untuk membentuk organ tubuhnya. Biomassa tanaman meliputi semua bahan tanaman yang berasal dari hasil fotosentesis. Gejala pertumbuhan dapat dilihat melalui pertambahan berat, volume atau tinggi tanaman. Tumbuhan membutuhkan bermacam-macam hara untuk pertumbuhanya, baik hara makro seperti C, H, O, N, S, P, Ca dan Mg, maupun hara mikro seperti Mn, Cu, Mo, Zn, dan Fe pada budidaya tanaman cabai ditanah pasir pantai.

A. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman merupakan variabel yang menunjukkan aktivitas pertumbuhan vegetatif suatu tanaman. Setiap waktu tanaman terus mengalami pertumbuhan, hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami pembelahan sel. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, fisiologi dan genetik dari tanaman itu sendiri. Pertumbuhan


(30)

25

tanaman terutama pada tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh fitohormon, yaitu auksin. Auksin yang dihasilkan oleh ujung tanaman berpengaruh langsung pada pucuk tanaman yang terbentuk karena adanya nitrogen, ketersedian unsur hara nitrogen juga berpengaruh pada Perbedaan tinggi tanaman. Selain nitrogen, unsur hara kalium juga berperan pada pertumbuhan, karena berpengaruh langsung pada pembentukan sel pada tanaman dan juga membatu perkembangan akar tanaman.

Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tamanan menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap tinggi tanaman disajikan dalam tabel 2.

Tabel 1. Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Tinggi Tanaman (minggu8)

Perlakuan Rerata Tinggi

Tanaman (cm)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) 84.756 b

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) 107.578 a

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 86.489 b

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 97.200 a

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) 72.944 c

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran) 99.000 a

Keterangan: Angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5 %

Pada uji jarak berganda Duncan taraf kesalahan 5% terhadap tinggi tanaman pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran berbeda nyata dengan perlakuan A


(31)

26

dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk Briket, perlakuan C dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar dalam bentuk Briket, dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dalam bentuk Briket, tetapi perlakuan B tidak beda nyata dengan perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran dan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dalam bentuk Butiran.

Pada fase pertumbuhan, tanaman memerlukan unsur N dan P yang cukup terutama dalam pertumbuhan tinggi tanaman. Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK memperlihatkan pengaruh menonjol pada pertumbuhan tinggi tanaman, hal ini dikarenakan unsur N dan P yang terkandung dalam pupuk NPK telah mencukupi kebutuhan unsur hara N dan P pada tanaman cabai merah keriting sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang lebih baik terutama pada pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini diperkuat oleh Ekawati, dkk. (2006) yang mengatakan pada saat jumlah nitrogen tercukupi, pembentukan auksin baik dan akhirnya pertumbuhan tinggi tanaman akan lebih baik. Unsur nitrogen yang dibutuhkan tanaman digunakan sebagai penyusun utama klorofil dan protein tanaman. Unsur nitrogen juga merupakan unsur yang mempunyai peran luas pada saat tanaman mengalami proses pertumbuhan vegetatif. Selain Nitrogen, Fosfor dan Kalium juga merupakan unsur hara


(32)

27

utama tanaman karena berperan dalam memacu pertumbuhan terutama pada tinggi tanaman, sedangkan pada perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dalam bentuk Briket memberikan tinggi tanaman yang lebih rendah ini dikarenakan Briket yang bersifat lepas lambat pupuk menyebabkan kebutuhan unsur hara mikro maupun makro tidak terpenuhi yang akan menyebabkan tanaman tidak tumbuh dengan baik, selain itu briket yang bersifat keras mengakibatkan akar muda pada tanaman cabai merah lambat menembus briket untuk menyerap unsur hara yang terkandung dalam briket, hal ini mengakibatkan pertumbuhan terganggu yang menyebabkan tinggi tanaman rendah.

Pola laju pertumbuhan tinggi tanaman Cabai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-8 dapat dilihat dalam gambar 1.


(33)

28

Keterangan :

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran)

Gambar 1 menunjukkan akumulasi dari laju pertumbuhan tinggi tanaman selama 8 minggu. Laju pertumbuhan tinggi tanaman ini dapat dilihat dari pertambahan tinggi tanaman yang terjadi pada minggu ke-1 hingga minggu ke-8. Laju pertumbuhan tinggi tanaman identik dengan perpanjangan sel tanaman mulai dari pangkal tanaman sampai ujung tanaman (pucuk). Laju pertumbuhan mulai umur 1 minggu sampai dipanen dapat menunjukkan perpanjangan luas dan jumlah sel (Gardner, et al., 1991). Berdasarkan gambar 1, penggunan berbagai formulasi dan bentuk pupuk menghasilkan laju pertumbuhan tinggi tanaman yang berbeda pada semua perlakuan selama 8 minggu. Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK) dan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK yang merupakan perlakuan dalam bentuk butiran memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dari perlakuan A dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, perlakuan C dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK, dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK yang merupakan perlakuan dalam bentuk briket.


(34)

29

Penggunaan pupuk dalam bentuk butiran dapat cepat terlepas dan diserap oleh akar tanaman, dan kebutuhan nutrisi unsur hara N dan K pada tanaman dapat terpenuhi sehingga pertumbuhan pada tanaman khususnya tinggi tanaman dapat tumbuh dengan baik, sedangkan pada penggunaan pupuk dalam bentuk briket menunjukkan laju pertumbuhan yang lambat karena unsur hara yang dibutuhkan tanaman belum tersedia hal ini disebabkan oleh penggunaan perekat lempung 30% terlalu banyak dan membuat briket menjadi keras, sehingga unsur hara yang ada pada briket belum terlepas dan akar dari tanaman cabai belum dapat menyerap unsur hara yang ada dalam briket, selain itu briket bersifat lepas lambat pupuk sehingga kandungan hara makro berupa N dan P yang terdapat dalam briket sukar terlepas dan kebutuhan tanaman untuk memperpanjang dan membelah sel tidak terpenuhi. Padahal unsur N dan P merupakan unsur hara yang penting dari inti sel yang lebih lanjut akan mempengaruhi proses pembelahan sel dan perkembangan jaringan meristem. Tanaman yang kekuragan N maupun K akan mengalami pertumbuhan tanaman yang tidak normal sehingga tanaman kerdil. Menurut Lakitan (1996) dalam Dwi (2008), tanaman yang tidak mendapatkan tambahan unsur N tumbuhnya kerdil.

Pada minggu ke 5 Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK dan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK menunjukan kenaikan laju


(35)

30

pertumbuhan yang tinggi. Hal ini dikarenakan pada minggu ke 4 dilakukan pemupukan susulan pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK dan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK, sehingga tanaman mendapatkan tambahan unsur hara yang ditunjukan oleh laju pertumbuhan yang cepat pada tinggi tanaman, sedangkan pada perlakuan A dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, perlakuan C dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK, dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK tidak dilakukan pemupukan susulan karena pemberian pupuk hanya dilakukan sekali pada awal tanam sehingga laju pertumbuhan dari minggi ke-1 hingga minggu ke-8 tetap lambat.

B. Jumlah Daun (helai)

Daun merupakan organ tanaman tempat berlangsungnya proses fotosintesis yang memproduksi makanan untuk kebutuhan tanaman maupun sebagai cadangan makanan. Daun sangat berhubungan dengan aktivitas fotosintesis, karena mengandung klorofil yang diperlukan oleh tanaman dalam proses fotosintesis, semakin banyak jumlah daun maka hasil fotosintesis semakin tinggi, sehingga tanaman tumbuh dengan baik (Ekawati, dkk.,2006).


(36)

31

Perhitungan jumlah daun dilakukan pada daun yang sudah berkembang sempurna dan dihitung dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 dengan interval 1 minggu sekali. Jumlah daun akan mempengaruhi fotosintat yang dihasilkan pada proses fotosintesis. Fotosintat akan diedarkan oleh jaringan floem ke sel-sel tanaman yang masih mengalami pertumbuhan, sehingga dapat diketahui bahwa jumlah daun akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.

Hasil sidik ragam 5% terhadap jumlah daun menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap jumlah daun disajikan dalam tabel 3.

Tabel 2. Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Jumlah Daun (minggu ke-7)

Perlakuan Rerata Jumlah

Daun (Helai)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) 179.67 c

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) 366.00 a

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 180.89 c

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 322.56 ab

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) 132.00 c

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran) 281.89 b

Keterangan : angka rerata yang diikuti oleh hurup yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5 %.

Tabel 2 menunjukkan bahwa adanya beda nyata dari setiap perlakuan . Pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran menunjukkan rerata jumlah daun lebih banyak yaitu


(37)

32

366.00 (helai). Hal ini terjadi karena perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran yang di berikan pada budidaya tanaman cabai sudah mencukupi kebutuhan unsur hara yang dibutuhkan tanaman cabai. Sama halnya seperti pertumbuhan tinggi tanaman, pada pertumbuhan jumlah daun juga membutukan unsur hara makro N dan P untuk membantu pertumbuhan vegetatif tanaman cabai yaitu pada jumlah daun yang dihasilkan dan pemberian pupuk dalam bentuk butiran juga dapat mempermudah akar tanaman untuk menyerap dan menyediakan unsur hara yang dibutuhan oleh tanaman cabai, selain itu jika dilihat dari parameter tinggi tanaman, perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran juga memberikan nilai lebih tinggi pada tinggi tanaman dan perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran juga memiliki jumlah ranting yang lebih banyak sehingga tempat keluar daun juga banyak. Pernyataan ini didukung oleh Sintia, (2011) yang mengatakan jika tanaman mempunyai ukuran batang yang panjang maka jumlah daun tanaman itu juga lebih banyak yang akan berkaitan dengan proses asimilasi tanaman, oleh sebab itu pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran dapat menghasilkan jumlah daun lebih banyak dibandingkan perlakuan lainnya.

Berbeda dengan perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK butiran, perlakuan E dengan formulasi 25


(38)

33

ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK briket justru memberikan nilai sebaliknya yaitu lebih rendah dari perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan unsur hara yang ada di dalam briket belum terlepas secara sempurna karena penggunaan perekat lempung 30% terlalu banyak dan membuat briket menjadi keras, sehingga tanaman cabai tidak dapat menerima atau menyerap unsur hara yang dibutuhkan dari briket. Selain itu perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK briket juga memiliki jumlah ranting tempat tumbuh daun yang sedikit dan menyebabkan jumlah daun yang dihasilkan sedikit pula.

Pola laju penambahan jumlah daun tanaman Cabai dari minggu ke-1 sampai minggu ke-7 dapat dilihat dalam gambar 2.

Gambar 2. Grafik Rerata Jumlah Daun Keterangan :

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran)


(39)

34

Gambar 2 menunjukkan akumulasi dari laju pertumbuhan jumlah daun selama 7 minggu. Berdasarkan grafik 2 penggunan berbagai macam formulasi dan bentuk pupuk menghasilkan laju pertumbuhan jumlah daun yang berbeda pada semua perlakuan selama 7 minggu. Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (butiran), perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (butiran) dan Perlakuan F dengan formulasi (25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK butiran) memiliki laju pertumbuhan jumlah daun tanaman Cabai Keriting yang lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya. Pertumbuhan jumlah daun ini karena adanya pertambahan besar dan panjang sel pada daun ynag lebih tinggi pada ketiga perlakuan tersebut sehingga jumlah daun yang dihasilkan lebih banyak. Pertumbuhan jumlah daun ini dapat dipengaruhi oleh ketersedian unsur hara. Pada ketiga perlakuan dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman Cabai Keriting. Unsur makro yang sangat mempengaruhi pertumbuhan daun adalah N karena penambahan N yang cukup pada tanaman akan mempercepat laju pembelahan dan perpanjang sel. Tersedianya unsur hara makro yang cukup bagi tanaman akan merangsang banyaknya karbohidrat yang terbentuk dan juga akan merangsang tunas-tunas baru misalnya jumlah daun (Lingga, 2009 dalam Wasnowati dkk.,2013).


(40)

35

C. Bobot Segar Tanaman (gram)

Bobot segar tanaman tanaman merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman. Bobot segar tanaman tanaman di hitung pada saat akhir penelitian dengan cara ditimbang secara langsung saat setelah dipanen dan sudah dibersihkan dari sisa-sisa tanah yang menempel di akar sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan air. Bobot segar tanaman ini dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar nutrisi dan air yang dapat diserap tanaman (Lakitan, 2008).

Hasil sidik ragam 5% terhadap bobot segar tanaman menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap bobot segar tanaman disajikan dalam tabel 4.

Tabel 3. Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Bobot segar tanaman

Perlakuan Rerata Bobot

Segar (gram)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) 118.24 b

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) 256.73 a

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 119.88 b

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 216.96 a

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) 109.15 b

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran) 217.16 a

Keterangan : angka rerata yang diikuti oleh huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada trapf 5 %.

Berdasarkan hasil uji DMRT pada bobot segar tanaman tanaman cabai menunjukkan bahwa perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng


(41)

36

gondok + 1,5 ton/hektar NPK berbeda nyata deng perlakuan C dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK, perlakuan A dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK namun tidak beda nyata dengan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dan perlakuan D 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK. Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK menunjukkan rerata bobot segar tanaman lebih tingi yaitu 256,73 gram, sedangkan perlakuannya E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 109,15 gram.

Tingginya berat segar tanaman dipengaruhi oleh kandungan air dalam tubuh tanaman. Hasil asimilasi yang diproduksi oleh jaringan hijau ditranslokasikan ke bagian tubuh tanaman untuk pertumbuhan, perkembangan, cadangan makanan dan pengolahan sel. Terlihat pada tabel bahwa perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK, hal ini dikarenakan kandungan N dan K yang ada dalam media tersedia dengan cukup dan berfungsi sebagai pertumbuhan dan perkembangan tanaman sebagai hara makro esensial, selain itu pupuk enceng gondok yang diberikan dalam bentuk serbuk dapat meningkatkan kemampuan tanah pasir dalam mengikat air dan unsur hara, karena seperti yang sudah diketahui bahwa tanah pasir pantai memiliki tingkat porositas yang tinggi


(42)

37

sehingga sukar mengikat air dan pupuk akan mudah terlindih sebelum diserap oleh tanaman, sedangkan perlakuannya E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK menunjukkan nilai terendah yaitu 109,15 gram diduga karena tanaman tidak mendapatkan suplay nutrisi unsur hara dan air yang baik. Pemberian pupuk dalam bentuk briket belum dapat diserap secara sempurna oleh tanaman dan kompos enceng gondok dalam bentuk briket pun belum terlalu mampu mengikat air.

Hal ini didukung oleh tulisan Jumain (1989) dalam Mechram (2006) yang menyebutkan bahwa bobot segar tanaman berkaitan dengan air yang terkandung dalam tubuh tanaman Cabai Keriting air yang diserap tanaman digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. air mempengaruhi kecepatan fotosintesis apabila kebutuhan air tidak mencukupi maka akan menurunkan kecepatan dari fotosintesis dan memperkecil efisiensi fotosintesis. Selain itu menurut (Wilkinson, et al., 1989), pupuk NPK telah mengandung unsur hara yang lengkap bagi pertumbuhan tanaman baik unsur makro maupun mikro. Unsur N cukup berperan terhadap peningkatan bobot segar tanaman tanaman Cabai Keriting, penambahan N yang cukup pada tanaman Cabai Keriting akan mempercepat laju pertumbuhan dan pemanjangan sel, pertumbuhan akar, batang, dan daun berlangsung cepat sedangkan unsur K dapat meningkatkan luas daun tanaman dan berperan dalam pembukaan stomata dan proses pembelahan sel. Unsur hara K juga berperan penting dalam fotosintesis karena secara langsung untuk meningkatkan pertumbuhan dan indeks luas daun.


(43)

38

D. Bobot kering tanaman (gram)

Bobot kering tanaman tanaman merupakan gambaran jumlah biomasa yang diserap oleh tanaman. Bobot kering tanaman total merupakan akibat efisiensi penyerapan dan pemanfaatan energi cahaya matahari yang tersedia sepanjang musim tanam (Gardner, et al., 1991). Perhitungan bobot kering tanaman dilakukan pada akhir pengamatan.

Hasil sidik ragam 5% terhadap bobot kering tanaman menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap bobot kering tanaman disajikan dalam tabel 5.

Tabel 4. . Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Bobot kering tanaman

Perlakuan Rerata Berat

Kering (gram)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket 28.483 b

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butir 69.288 a

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 29.148 b

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 56.163 a

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket 27.422 b

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butir 56.438 a

Keterangan : angka rerata yang diikuti oleh hurup yang sama dalam satu kolom menunjukkan tidak ada beda nyata berdasarkan hasil DMRT pada taraf 5 %.

Berdasarkan hasil DMRT pada parameter bobot kering tanaman menunjukkan bahwa perlakaun B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK berbeda nyata dengan perlakuan C (20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK, perlakuan A dengan formulasi


(44)

39

15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK namun Perlakuan B tidak beda nyata dengan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dan perlakuan D 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK, namun nilai lebih tinggi ditunjukkan oleh pelakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK menunjukkan rata-rata bobot kering tanaman tanaman yaitu 69.288 (gram), sedangkan perlakuannya E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK menunjukkan nilai lebih rendah yaitu 109.15 (gram). Pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran mendapatkan bobot kering tanaman tanaman cabe keriting lebih tinggi dari pada pengunaan dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk briket. Hal ini diduga karena penggunaan dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran sudah terlepas dengan sempurna dibanding penggunaan dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk briket dan mampu meningkatkan serapan unsur hara oleh akar tanaman yang selanjutnya meningkatkan hasil dari aktivitas fotosintesis yaitu fotosintat, hasil fotosintat dapat terlihat dari pertumbuhan tinggi tanaman dan jumlah daun pada perlakuan B yang memiliki nilai lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Meningkatnya proses fotosintesis dapat meningkatkan jumlah fotosintat yang


(45)

40

dihasilkan, sehingga bobot kering tanaman yang dihasilkan pun mencapai nilai lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Pernyataan ini di dukung oleh Prawiratna, dkk. (1995) yang menyebutkan bobot kering tanaman tanaman mencerminkan status nutrisi tanaman, dan bobot kering tanaman tanaman merupakan indikator yang menentukan baik tidaknya suatu tanaman sangat erat kaitannya dengan ketersediaan dan serapan hara. Jika serapan hara meningkat maka fisiologi tanaman akan semakin baik. Biomassa tumbuhan meliputi hasil fotosintesis, serapan unsur hana dan air. Berat kering dapat menunjukkan produktivitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk berat kering (Gardner, et al., 1991).

Bobot kering tanaman Cabai pada perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK menunjukkan hasil bobot kering tanaman lebih rendah yaitu 27.422 (gram) dikarenakan unsur hara dan air yang diserap oleh tanaman tidak maksimal. Pupuk yang di berikan pada perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dalam bentuk briket. Penggunaan briket bisa saja tidak terlewati air dan unsur hara yang terkandung sukar terlepas sehingga tanaman cabai tidak dapat menyerap air dan unsur hara dan bobot segar tanaman yang didapat menjadi rendah.


(46)

41

E. Jumlah Buah Cabai

Jumlah buah per tanaman diperoleh dengan menghitung banyaknya buah per tanaman, penghitungan dilakukan pada saat panen. Hasil sidik ragam 5% terhadap jumlah buah menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Jumlah Buah disajikan dalam tabel 6.

Tabel 5. Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap Jumlah Buah Per tanamam

Perlakuan Rerata Jumlah

Buah (biji)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) 65.67 b

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) 115.00 a

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 76.00 b

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 59.67 b

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) 69.44 b

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran) 92.56 ab

Keterangan: angka rerata yang diikiti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji jarak berganda Duncan 5%

Dari hasil uji jarak berganda Duncan taraf kesalahan 5% terhadap rata-rata jumlah buah pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran beda nyata dengan perlakuan A dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Briket, perlakuan C dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK Briket, perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK Butiran dan perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK Briket, namun Perlakuan B berbeda


(47)

42

tidak nyata dengan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK Butiran. Hasil lebih tinggi ditunjukan pada perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran dan hasil terendah ditunjukan oleh perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK Butiran.

Perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran memberikan hasil buah lebih banyak dikarenakan perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran mendapatkan suplai unsur hara P dan K yang lebih tinggi bagi tanaman cabai merah keriting sehingga dapat meningkatkan hasil tanaman cabai merah keriting, disamping itu dengan penambahan dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran diduga dapat memperbaiki struktur tanah pasir dan kadar lengas pasir sehingga pasir dapat menjaga ketersedian air lebih baik dibandingkan dengan perlakuan briket sehingga unsur hara yang diserap oleh tanaman cabai terserap secara maksimal serta dapat memproduksi bunga dan buah yang banyak. Unsur hara yang terkandung pada pupuk NPK berperan penting dalam pembentukan zat hijau daun yang digunakan sebagai proses fotosintesis tanaman untuk menghasilkan karbohidrat sebagai makanan yang akan digunakan dalam proses pertumbuhan dan juga termasuk pada pembungaan dan pembuahan.


(48)

43

Pada perlakuan D dengan formulasi 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK Butiran menunjukkan hasil lebih rendah, hal ini diduga disebabkan karena beberapa sampel tanaman pada perlakuan D mengalami gangguan ketika pembungaan. Gangguan ialah berupa virus yang menyebabkan daun muda yang muncul mengalami bercak kuning dan daun mengeriting dan bunga-bunga yang akan menjadi bakal buah juga banyak mengalami kerontokan, sehingga buah yang dihasilkan sedikit. Gangguan berupa virus sebenaranya menyerang beberapa tanaman pada perlakuan lain, namun perlakuan D terserang virus saat tanaman belum mengalami pembentukan bunga, daun yang sudah menguning dan mengeriting akibat virus tidak dapat melakukan proses fotosintesis dengan baik dan pembentukan bunga menjadi terganggu sehingga menyebabkan kerontokan bunga. Hal ini diperkuat oleh pernyataan (Ariyanti, 2007), tanaman yang terserang virus kuning memiliki ciri daun menggulung, mengecil dan berwarna kuning, produksi buah menurun bahkan tidak berbuah, bila serangan sejak tanaman belum berbunga. Serangan virus pada tanaman cabai menunjukkan gejala bercak kuning di atas permukaan daun, dan perlahan bercak itu meluas hingga seluruh permukaan daun menguning. Bentuk daun menjadi kecil dari ukuran normal, melengkung dan kaku. Pada serangan berat, hamparan cabai bisa berubah menjadi kuning, lalu daun akan rontok.


(49)

44

F. Berat Buah Cabai

Buah merupakan hasil akhir yang diharpakan dalam suatu budidaya tanaman hortikultura, berat segar buah sangat mempengaruhi keuntungan petani pada saat penjualan hasil panen . Hasil sidik ragam 5% terhadap berat buah menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (Lampiran 3). Hasil Uji Jarak Berganda Duncan 5% terhadap berat buah disajikan dalam tabel 7.

Tabel 6. Rerata Berat Buah per Tanaman.

Perlakuan Rerata Berat Buah

(gram)

A. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) 208.48

B. 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) 309.23

C. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) 219.66

D. 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) 187.08

E. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) 204.92

F. 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran) 281.59

Keterangan: angka rerata yang diikiti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata menurut uji jarak berganda Duncan 5%

Berdasarkan tabel 5 uji sidik ragam terhadap berat buah rata-rata menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan yang diujikan. Perlakuan masing-masing formulasi dapat terserap dengan baik sehingga menghasilkan berat buah yang tidak berbeda nyata. Berat buah sangat dipengaruhi oleh dua hal, yaitu kandungan air yang ada pada buah dan ketebalan daging buah tersebut. Formulasi yang diberikan pada semua perlakuan dapat menyuplai unsur hara kalium yang cukup pada fase pengisian buah.


(50)

45

Hal tersebut didukung dengan pernyataan Harjadi (1979) dalam Nurjannah, dkk (2013) yang mengatakan bahwa pembentukan buah dan pengisian buah sangat dipengaruhi oleh unsur hara kalium yang akan digunakan sebagai penyusun karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan vitamin yang akan ditranslokasikan kebagian penyimpanan buah. Diperkuat oleh Suprihartini (1995) dan Nurjannah, dkk (2013) bahwa untuk perkembangan buah sangat dipengaruhi oleh pembentukan auksin pada biji-biji yang sedang berkembang dan bagian-bagian lain pada buah yang berfungsi untuk menyuplai cadangan makanan guna meningkatkan perkembangan buah.

Ketersediaan unsur hara pada formulasi yang diberikan dalam bentuk butiran didapat dari pemberian pupuk susulan ke 2 yaitu pada 60 HST (Hari Setelah Tanam). Penambahan pupuk susulan pada 60 HST diduga dapat menyediakan unsur hara Kalium pada fase pengisian buah, sedangkan pada formulasi dalam bentuk briket diduga dapat menyediakan unsur hara kalium pada fase pengisian buah karena kandungan unsur hara yang ada dalam briket sudah dapat terlepas dan diserap oleh akar tanaman.

Pada penelitian ini, perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK Butiran cenderung menunjukkan hasil lebih tinggi pada parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, dan jumlah buah. Pemberian formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran pada perlakuan B, dapat menyuplai asupan unsur hara yang dibutuhkan tanaman


(51)

46

pada fase pertumbuhan, hal ini dikarenakan 1,5 ton/hektar NPK dapat menyuplai unsur hara cukup banyak. Selain itu pemberian formulasi dalam bentuk butiran juga dapat memudahkan akar dari tanaman cabai menyerap unsur hara yang tersedia. Pemberian pupuk NPK dalam bentuk butiran pada tanah pasir pantai akan menyebabkan pupuk NPK mudah terlindi, namun pengunaan kompos enceng gondok pada media pasir diduga dapat memperbaiki struktur pasir, sehingga tingkat porositas pada pasir dapat dikurangi dan pelindian pupuk NPK dapat diperlambat, selain itu unsur hara N,P, dan K dari kompos enceng gondok juga lebih cepat terlepas, oleh karena itu ketersedian unsur hara N,P,dan K untuk tanaman cabai dapat tercukupi. Pemberian pupuk NPK yang dilakuan secara bertahap sebanyak 3 kali dengan dosis 1/3 bagian sebagai pupuk dasar, 1/3 bagian sebagai pupuk susulan pertama (30 HST) dan sisanya diberikan sebagai pupuk sususlan kedua (60 HST) juga dapat menjaga ketersedian unsur hara bagi tanaman, sehingga pupuk yang diberikan dapat terserap secara maksimal oleh tanaman,

Pada sebagian besar parameter, perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran dan perlakuan F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dalam bentuk butiran memiliki nilai yang signifikan. Hal ini disebabkan karena unsur hara dalam 25 ton/hektar enceng gondok dapat mengimbangi unsur hara yang ada di dalam 1,5 ton/hektar NPK. Berdasarkan perhitungan, kandungan unsur hara dalam kompos enceng gondok sebanyak 0,4% N,


(52)

47

0,114% P dan 7,53% K, dalam 5 ton kompos enceng gondok terdapat 0,02 ton N, 0,0057 ton P, dan 0,37 ton K (Wahyu, 2008), sedangkan dalam setiap 0,5 ton NPK majemuk tedapat 0,08 ton N, 0,03 ton P, dan 0,06 ton K. Dari perhitungan tersebut penggunaan 25 ton/hektar enceng gondok dapat mengimbangi penggunaan pupuk NPK majemuk sebanyak 1,5 ton/hektar terutama untuk unsur hara Kalium, sehingga F dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK dapat mengimbangi laju pertumbuhan dari perlakuan B dengan formulasi 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK.

Perlakuan E dengan formulasi 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK briket cenderung menunjukkan hasil lebih rendah pada sebagian besar parameter yaitu parameter tinggi tanaman, jumlah daun, bobot segar tanaman, dan bobot kering tanaman. Pupuk kompos Enceng Gondok memiliki sifat slow release sehingga unsur hara pada Pupuk kompos Enceng Gondok lambat terlepas dan pemberian dalam bentuk briket menyebabkan unsur hara semakin sulit terlepas, penambahan lempung membuat briket menjadi terlalu keras. Penggunaan lempung sebagai perekat pada briket enceng gondok bertujuan untuk memperkuat briket enceng gondok agar tidak mudah hancur dan dapat memperlambat pelepasan unsur hara, mengingat koloid dari kompos enceng gondok merupakan koloid organik (humus), sedangkan koloid lempung merupakan koloid anorganik (liat). Koloid organik (humus)bersifat amorf dan mempunyai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang


(53)

48

lebih tinggi daripada koloid liat, serta lebih mudah dihancurkan jika dibandingkan dengan liat, sedangkan pada koloid anorganik (liat) masing-masing unit melekat dengan unit lain dengan kuat (oleh ikatan H) sehingga mineral ini tidak mudah mengembang dan mengerut bila basah dan kering bergantian (Teddy, 2009), namun pemberian lempung sebanyak 30% dianggap masih terlalu banyak dan membuat ikatan atau lekatan pada briket menjadi sangat kuat sehingga menyebabkan briket menjadi keras dan lama hancur sehingga pupuk yang ada di dalam briket blom bisa terlarut dan terserap akar tananam.


(54)

(55)

50

V. PENUTUP

A. Kesimpulan Dari haril penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Formulasi campuran kompos enceng gondok dan NPK dalam bentuk briket dan butiran berpengaruh nyata pada semua parameter kecuali berat buah. 2. Penggunan kompos enceng gondok 25 ton/hektar bisa mengantikan 1

ton/hektar pupuk NPK dalam bentuk butiran.

B. Saran

1. Penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut pada formulasi kompos enceng gondok (Eichhornia crassipes) dan lempung dalam pembuatan briket.

2. Perlu dikaji lebih lanjut pada jenis perekat yang digunakan pada pembuatan briket kompos enceng gondok (Eichhornia crassipes)


(56)

51

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, J. W. and J. Beardall. 1991. Molecular Activities of Plant Cell. Blackwell Scientific posidan, London : 275-29

Aphin. 2012. Tanah Lempung (tanah Liat).

https://fileq.wordpress.com/2012/11/25/tanah-lempung-tanah-liat/. Diakses pada tanggal 31 Desember 2015.

Ariyanti, Nur Aeni. 2007. Mekanisme Infeksi Virus Kuning Cabai (Pepper Yellow Leaf Curl Virus) Dan Pengaruhnya Terhadap Proses Fisiologi. Tanaman Cabai. Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Yogyakarta

Budiyansyah,Teddy. 2009. Humus Sebagai Koloid Organik.

https://thejeber.wordpress.com/2009/10/15/humus-sebagai-koloid-organik/. Diakses pada tanggal 31 Desember 2015.

Ekawati, M, 2006. Pengaruh Media Multipikasi terhadap Pembentukan Akar dan Tunas in Vitro Nenas ( Ananas comosus L Merr) cv. Smooth Cayeene pada Media Penangkaran. Skripsi Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Fahrudin, F. 2009. Budidaya Caisim (brassica juncea I.) menggunakan Ekstrak the dan Pupuk Kascing. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Fauziah,Riva. 2009. Menanan Budidaya Cabai Merah. http://rivafauziah. wordpress.com/2009/02/02/menanam-budidaya-cabai-merah/. Diakses pada tanggal 28 februari 2015.

Gardner, Franklin P., R. Brent Pearce dan Roger L. Mitchell.1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta.


(57)

52

Gunawan Budiyanto, Dja’far Shiddieq dan M. Drajad.1997.Pengaruh

Pemanfaatan Blotong Terhadap kejituan Serapan Kalium Tanaman Jagung di Tanah Regosol Pantai Selatan Kulon Progo.Jurnal pascapanen.BPPS Universitas Gajamada. 10(3B):427444.

Gunawan, Budiyanto.2009.Bahan Organik dan Pengolahan Nitrogen Lahan Pasir.Unpad Press.Yogyakarta:11-16.

Gunawan Budiyanto.2014.Manajemen Sumberdaya Lahan.Lembaga Penelitian,Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M).Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Hewindati, Yuni Tri dkk. 2006. Hortikultura. Universitas Terbuka. Jakarta Harpenas, Asep & R. Dermawan. 2010. Budidaya Cabai Unggul.

Penebar Swadaya. Jakarta.

Ifatrul Yani Nurjannah, dkk. 2013. Pengarh beberapa jenis pupuk kandang terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai merah pada tanah gambut.

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cacheGyNHA1wVa d0J:jurnal.untan.ac.id/index.php/jspp/article/view/1185/1199+&cd=1 &hl=en&ct=clnk&client=firefox-a. Diakses pada 10 Novenber 2015 Kriswiyanti, 2009. Kandungan Kimia Enceng Gondok , Surabaya.

Lakitan, B. 2008. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Liferdi. L. 2010. Efek Nitrogen Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.). Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika. Sumatera Barat.

http://balitbu.litbang.deptan.go.id/ind/images/filepdf/3.pdf. Diakses pada Tanggal 29 November 2015

Nugroho,Delta Setya. 2011. Kajian Pupuk Organik Enceng Gondok Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Bayam Putih Dan Bayam Merah (Amaranthus Tricolor L.). Universitas Sebelas Maret, Surakarta.


(58)

53

Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana : Bandung. 157 p

Tanindo. 2010. Budidaya Cabai Hibrida.

http://www.tanindo.com/budidaya/cabe/cabehibrida. htm. Diakses pada tanggal 1 Maret 2015.

Wasonowati, C, S. Suryawati dan A. Rahmawati. 2013. Respon Dua Varietas Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) terhadap Macam Nutrisi pada system Hidroponik. Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura.

Wilkinson, Geoffrey dan C. Albert . 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta : UI Press. Hal. 463


(59)

(60)

Lampiran 1. Lay Out Penelitian

B

S U

T

Perlakuan A : 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan B : 15 ton/hektar enceng gondok + 1,5 ton/hektar NPK (Butiran) Perlakuan C : 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan D : 20 ton/hektar enceng gondok + 1 ton/hektar NPK (Butiran) Perlakuan E : 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Briket) Perlakuan F : 25 ton/hektar enceng gondok + 0,5 ton/hektar NPK (Butiran)

A3

B1

F3

F2

A1

C1

D1

F1

E3

E2

B2

C3

C2

D2

B3


(61)

Lampiran 2. Perhitungan kebutuhan pupuk per tanaman 1. Kompos Enceng Gondok

Jumlah tanaman per hektar :

:

:

: 71.428 tanaman

Kebutuhan kompos enceng gondok :

i. Perlakuan A dan B

:

:

: 0,210 kg /tan : 210 gram /tan ii. Perlakuan C dan D

:

:

: 0,280 kg /tan : 280 gram /tan iii. Perlakuan E dan F

:

:

: 0,350 kg /tan : 350 gram /tan

Total kebutuhan kompos enceng gondok pada penelitian ini adalah : = (18 x 210 gram /tan) + (18 x 280 gram /tan) + (18 x 350 gram /tan)


(62)

= 3.780 gram /tan + 5.040 gram /tan + 6.300 gram /tan = 15.120 gram

= 15,12 kg

2. NPK Mutiara 16:16:16

Kebutuhan pupuk :

i. Perlakuan A dan B

:

: 0,0210 kg /tan : 21 gram /tan ii. Perlakuan C dan D

:

: 0,0140 kg /tan : 14 gram /tan iii. Perlakuan E dan F

:

: 0,0070 kg /tan : 7 gram /tan

Total kebutuhan pupuk NPK pada penelitian ini adalah :

= (18 x 21 gram /tan) + (18 x 14 gram /tan) + (18 x 7 gram /tan) = 378 gram /tan + 252 gram /tan + 126 gram /tan

= 756 gram = 0,756 kg


(63)

Lampiran 3. Perhitungan Kandungan N, P, K dalam Kompos Enceng Gondok 1. Kandungan N,P, dan K dalam Kompos Enceng Gondok (%) (Wahyu, 2008).

N = 0,4 % P = 0,114 % K = 7,53 %

2. Kandungan N,P, dan K dalam 5 ton Kompos Enceng Gondok

N = (0,4/100) x 5 ton = 0,004 x 5 ton = 0,02

P = (0,114/100) x 5 ton = 0,00114 x 5 ton = 0,0057

N = (7,53/100) x 5 ton = 0,0753 x 5 ton = 0,3765


(64)

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam A. Sidik Ragam Tinggi Tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 6857.67944 1371.53589 12.37 <.0001 s Galat 48 5320.20889 110.83769

Total 53 12177.88833

Keterangan : s (significant)

B. Sidik Ragam Jumlah Daun

Sumber Ragam db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 388405.5000 77681.1000 23.30 <.0001 Galat 48 160024.0000 3333.8333

Total 53 548429.5000

Keterangan : s (significant)

C. Sidik Ragam Bobot segar tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 187114.2905 37422.8581 17.00 <.0001 s Galat 48 105666.0102 2201.3752

Total 53 292780.3007

Keterangan : s (significant)

D. Sidik Ragam Bobot kering tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 15091.66877 3018.33375 17.00 <.0001 s

Galat 48 8523.63302 177.57569

Total 53 23615.30179


(65)

E. Sidik Ragam Jumlah Buah

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 19156.38889 3831.27778 2.63 0.0354 s Galat 48 70028.44444 1458.92593

Total 53 89184.83333

Keterangan : s (significant)

F. Sidik Ragam Berat Buah

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 106383.1081 21276.6216 1.42 0.2347 Galat 48 720113.0797 15002.3558

Total 53 826496.1878

Keterangan : s (significant)


(66)

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

a. Pembuatan kompos enceng gondok b. Pembibitan tanaman cabai

c. Briket enceng gondok d. Pembuatan sungkup


(67)

g. Penanaman bibit cabai h. Tanaman cabai yang terserang penyakit


(1)

= 3.780 gram /tan + 5.040 gram /tan + 6.300 gram /tan = 15.120 gram

= 15,12 kg

2. NPK Mutiara 16:16:16

Kebutuhan pupuk :

i. Perlakuan A dan B

:

: 0,0210 kg /tan : 21 gram /tan ii. Perlakuan C dan D

:

: 0,0140 kg /tan : 14 gram /tan iii. Perlakuan E dan F

:

: 0,0070 kg /tan : 7 gram /tan

Total kebutuhan pupuk NPK pada penelitian ini adalah :

= (18 x 21 gram /tan) + (18 x 14 gram /tan) + (18 x 7 gram /tan) = 378 gram /tan + 252 gram /tan + 126 gram /tan

= 756 gram = 0,756 kg


(2)

Lampiran 3. Perhitungan Kandungan N, P, K dalam Kompos Enceng Gondok

1. Kandungan N,P, dan K dalam Kompos Enceng Gondok (%) (Wahyu, 2008). N = 0,4 %

P = 0,114 %

K = 7,53 %

2. Kandungan N,P, dan K dalam 5 ton Kompos Enceng Gondok

N = (0,4/100) x 5 ton

= 0,004 x 5 ton = 0,02

P = (0,114/100) x 5 ton

= 0,00114 x 5 ton = 0,0057

N = (7,53/100) x 5 ton

= 0,0753 x 5 ton = 0,3765


(3)

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam

A. Sidik Ragam Tinggi Tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 6857.67944 1371.53589 12.37 <.0001 s Galat 48 5320.20889 110.83769

Total 53 12177.88833

Keterangan : s (significant)

B. Sidik Ragam Jumlah Daun

Sumber Ragam db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 388405.5000 77681.1000 23.30 <.0001 Galat 48 160024.0000 3333.8333

Total 53 548429.5000

Keterangan : s (significant)

C. Sidik Ragam Bobot segar tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 187114.2905 37422.8581 17.00 <.0001 s Galat 48 105666.0102 2201.3752

Total 53 292780.3007

Keterangan : s (significant)

D. Sidik Ragam Bobot kering tanaman

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 15091.66877 3018.33375 17.00 <.0001 s Galat 48 8523.63302 177.57569

Total 53 23615.30179


(4)

E. Sidik Ragam Jumlah Buah

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 19156.38889 3831.27778 2.63 0.0354 s Galat 48 70028.44444 1458.92593

Total 53 89184.83333

Keterangan : s (significant)

F. Sidik Ragam Berat Buah

Sumber Ragam Db JK KT F Hitung Pr>F

Model 5 106383.1081 21276.6216 1.42 0.2347 Galat 48 720113.0797 15002.3558

Total 53 826496.1878

Keterangan : s (significant)


(5)

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

a. Pembuatan kompos enceng gondok b. Pembibitan tanaman cabai

c. Briket enceng gondok d. Pembuatan sungkup


(6)

g. Penanaman bibit cabai h. Tanaman cabai yang terserang penyakit