PENGARUH APLIKASI ARANG AKTIF SERBUK KAYU JATI TERHADAP PUPUK N, P, K SEBAGAI PUPUK PELEPAS LAMBAT PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI TANAH PASIR PANTAI
DI TANAH PASIR PANTAI
SKRIPSI
Oleh :
Muhamad Badri 20120210094
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
(2)
DI TANAH PASIR PANTAI
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh: Muhamad Badri
20120210094
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
(3)
1. Karya tulis ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya sendiri tanpa dibantu pihak lain kecuali arahan tim pembimbing.
3. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian saya setelah mendapatkan arahan dan saran dari Tim Pembimbing. Oleh karena itu, saya menyetujui pemanfaatan karya tulis ini dalam berbagai forum ilmiah maupun pengembangannya dalam bentuk karya ilmiah lain oleh Tim Pembimbing.
4. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dalam daftar pustaka.
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketdakbenaran dalam pernyataan saya ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya peroleh karena karya tulis ini serta sangsi lainnya sesuai norma yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, 13 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,
Muhamad Badri 20120210094
(4)
KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x INTISARI ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined.
I. PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined.
B. Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined.
C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
II. TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
A. Tanaman Cabai Rawit ... Error! Bookmark not defined.
B. Arang aktif ... Error! Bookmark not defined.
1. Serbuk Gergaji Kayu Jati ... Error! Bookmark not defined.
C. Pupuk Pelepas Lambat ... Error! Bookmark not defined.
1. Nitrogen (N) ... Error! Bookmark not defined.
2. Fosfor (P)... Error! Bookmark not defined.
3. Kalium (K) ... Error! Bookmark not defined.
D. Tanah Pasir Pantai... Error! Bookmark not defined.
E. Hipotesis ... Error! Bookmark not defined.
I I I. TATA CARA PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined.
B. Bahan dan alat penelitian ... Error! Bookmark not defined.
C. Metode penelitian... Error! Bookmark not defined.
(5)
A. Tinggi tanaman ... Error! Bookmark not defined.
B. Jumlah daun ... Error! Bookmark not defined.
C. Luas daun ... Error! Bookmark not defined.
D. Jumlah cabang ... Error! Bookmark not defined.
E. Jumlah buah ... Error! Bookmark not defined.
F. Berat Buah ... Error! Bookmark not defined.
G. Berat Segar tanaman ... Error! Bookmark not defined.
H. Berat Kering tanaman ... Error! Bookmark not defined.
I. Nisbah Tajuk/Akar ... Error! Bookmark not defined.
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined.
B. Saran ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined.
(6)
defined.
Tabel 2. Sifat - sifat kayu jati ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 3. Sifat - sifat tanah pasir pantai ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 4. Rerata tinggi tanaman cabai rawit pada umur 12 MST (Minggu Setelah Tanam) ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 5. Rerata jumlah daun tanaman cabai rawit pada umur 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Table 6. Rerata luas daun pada tanaman cabai rawit pada umur 12 MST . Error! Bookmark not defined.
Table 7. Rerata jumlah cabang cabai rawit pada umur 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Table 8. Rerata Jumlah buah cabai rawit per tanaman pada 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 9. Rerata Berat buah cabai rawit per tanaman pada 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 10. Rerata berat segar tanaman pada 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 11. Rerata Berat kering tanaman pada 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 12. Rerata nisbah/tajuk akar pada 12 MST Error! Bookmark not defined.
Tabel 13. Kebutuhan Arang aktif / tanaman ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 14. Dosis Arang aktif ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 15. Kebutuhan arang aktif, Urea, SP-36, KCl, Perekat Pembuat Pupuk granul ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 16. Dosis aplikasi pupuk granul Arang aktif... Error! Bookmark not defined.
Tabel 17. Hasil sidik ragam tinggi tanaman cabai rawit umur 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 18. Hasil sidik ragam jumlah daun cabai rawit 12 MST . Error! Bookmark not defined.
Tabel 19. Hasil sidik ragam luas daun cabai rawit... Error! Bookmark not defined.
Tabel 20. Hasil sidik ragam jumlah cabang cabai rawit 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
Tabel 21. Hasil sidik ragam jumlah buah cabai rawit pada 12 MST ... Error! Bookmark not defined.
(7)
Tabel 24. Hasil sidik ragam berat kering tanaman cabai rawit . Error! Bookmark not defined.
Tabel 25. Hasil sidik ragam nsbah tajuk/akar cabai rawit . Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur anatomi cabai rawit ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 2. Mikrofotogram Scanning Electron Microscope
(Perbesaran 5000x) pada permukaan arang tempurung kemiri (a) dan arang aktif tempurung kemiri yang diaktivasi dengan cara fisika (b) ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Penyerapan gas molekul oleh arang aktif ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. Diagram Alir pembuatan Arang aktif Serbuk Gergaji Kayu Jati dalam bentuk pupuk granul Slow release fertilizer ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Pengaruh aplikasi arang aktif serbuk gergaji kayu jati terhadap pupuk N, P, K pada tinggi tanaman cabai rawit ... Error! Bookmark not defined.
Gambar 6. Pengaruh aplikasi arang aktif serbuk gergaji kayu jati terhadap pupuk N, P, K pada jumlah daun tanaman cabai rawit ... Error! Bookmark not defined.
(8)
terhadap pupuk N, P, K pada jumlah buah ... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lay out penelitian ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 2. Perhitungan kebutuhan pupuk Urea, SP-36 dan KCl ... Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 3. Perhitungan kebutuhan Arang aktif dan dasar penentuan dosis arang aktif ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 4. Kebutuhan bahan Arang aktif, Urea, SP-36, KCl, Perekat Pembuat Pupuk Granul dan dosis aplikasi pupuk granul arang aktif ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 5. Hasil sidik ragam tinggi tanaman, jumlah daun, jumah cabang, jumlah buah dan berat buah .. Error! Bookmark not
(9)
Bookmark not defined.
Lampiran 8. Tahapan Aktivasi Kimia dan Fisika Arang aktif Serbuk Gergaji Kayu Jati ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 9. Pupuk Urea, SP-36 dan KCl ... Error! Bookmark not defined.
Lampiran 10. Tanah Liat, Arang aktif dan Campuran arang aktif + pupuk . Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 11. Kering Angin granul arang aktif dan hasil pupuk granul ... Error!
Bookmark not defined.
Lampiran 12. Bibit cabai rawit dan cara aplikasi pupuk granul . Error! Bookmark
not defined.
Lampiran 13. Hasil Panen Cabai Rawit ke 1, 2 dan 3... Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 14. Hasil Panen cabai rawit ke 4, 5 dan 6 ... Error! Bookmark not
defined.
Lampiran 15. Tanaman pada usia 10 MST dan 12 MST .... Error! Bookmark not
defined.
(10)
(11)
DI TANAH PASIR PANTAI
(The Effect of Application Activated Charcoal of Tectona grandis to N, P, K as
Slow release Fertilizer of Capsicum frustescens (Capsicum frutescens L.) in Sand beach soil)
Muhamad Badri
Ir. Mulyono, M.P./ Ir. Bambang Heri Isnawan, M.P.
The aim of this study was studying the effect of dose of activated charcoal powder of wood of Tectona grandis and determining the dose of activated charcoal powder as a slow release fertilizer for the growth and the yield of Capsicum frustescens. The research was conducted in November 2015 until April 2016 at Research Field and Laboratory of Research of Faculty of Agriculture, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta and Laboratory of Heat and Mass Transfer (Center of Engineering Science) Universitas Gajah Mada.
This research was design by using a completely randomized design (CRD) single factor consisting of 6 treatments that repeated 3 times. The treatments were P1 / Control (without activated charcoal + Urea, SP-36 and KCl), P2 (200 kg / ha activated charcoal + Urea, SP-36 and KCl, P3 (225 kg / ha activated charcoal+ Urea, SP-36 and KCl), P4 (250 kg / ha activated charcoal + Urea, SP-36 and KCl), P5 (275 kg / ha activated charcoal + Urea, SP-36 and KCl), P6 (300 kg / ha activated charcoal + Urea, SP-36 and KCl).
The results by using Duncan Multiple Range Test revealed that application of Activated charcoal powder of wood of Tectona grandis affected same effect compared to control treatment in measuring of parameters including plant height, number of leaves, number of branches, number of fruits, plant fruit weight, plant fresh weight, dry weight, leaves area and the ratio of the shoot and root. Application of activated charcoal powder with the dose of 200 kg / ha, 225 kg / ha, 250 kg / ha, 275 kg / ha and 300 kg / ha has revealed that it was estimately not slow-realease fertilizer on Capsicum frustescens.
Keywords: activated charcoal, Tectona grandis, slow-release fertilizer, Capsicum frustescens.
(12)
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai rawit (Capsicum frustescens L.) merupakan salah satu tanaman
sayuran komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Secara umum, cabai rawit memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin seperti kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1, vitamin C, dan rasa pedas pada cabai ditimbulkan oleh zat capsaicin. Cabai rawit dapat digunakan
untuk industri bumbu masakan dan obat - obatan/jamu. Selain dijadikan sayuran atau bumbu masak, buah cabai rawit mempunyai kemampuan untuk menaikkan pendapatan petani (Tjahjadi, 1991).
Cabai rawit termasuk komoditi hortikultura pada tingkat yang cukup tinggi konsumsi dan produksi nasionalnya. Berdasarkan data BPS (2015), bahwa produksi cabai rawit segar dengan tangkai tahun 2014 sebesar 0,800 juta ton. Pada tahun 2013, terjadi kenaikan produksi sebesar 86,98 ribu ton yaitu sebesar 12,19 %. Kenaikan ini disebabkan oleh kenaikan produktivitas sebesar 0,23 ton per hektar yaitu 4,04 % dan peningkatan luas panen sebesar 9,76 ribu hektar atau 7,80 % dibandingkan tahun 2013. Konsumsi cabai rawit akan terus mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk setiap tahunnya. Sehingga, peningkatan produksi tersebut di harapkan dapat terus meningkat.
Arang aktif merupakan suatu bahan yang berupa karbon amorf yang mempunyai luas permukaan yang cukup besar hingga mencapai 300 - 3.500 m2/g
(13)
dan Tuti, 2003). Manfaat penambahan arang aktif ke dalam tanah antara lain dapat meningkatkan total organik karbon serta berpengaruh terhadap pembekuan cahaya pada tanah, karena arang aktif dapat menyerap dan menyimpan panas (Weil et al.,
2003). Selain itu, arang aktif dapat memperbaiki sirkulasi air dan udara di dalam tanah, sehingga dapat merangsang pertumbuhan akar dan memberikan habitat untuk pertumbuhan semai tanaman (Gusmailina dkk.,2002).
Arang aktif dapat dibuat dari bahan tumbuhan seperti kayu, biji - bijian, lumut dan tempurung buah - buahan, maupun bahan polimer sintetik seperti rayon, poliakrilonitril, dan polivinil klorida. Serbuk gergaji kayu jati merupakan salah satu bahan baku pembuatan arang aktif yang memiliki pori dengan diameter kecil dan jumlah banyak serta tektur yang keras (Kasmudjo, 2010). Serbuk gergaji kayu tersebut merupakan bahan berpori, sehingga air akan mudah terserap dan mengisi pori - pori tersebut. Sifat dari serbuk gergaji kayu adalah higroskopik atau mudah menyerap air (Wardono Ali, 2006).
Arang aktif dapat dijadikan sebagai pupuk pelepas lambat (slow release fertilizer). Pupuk pelepas lambat merupakan pupuk dengan proses pelepasan
unsur hara secara lambat mengikuti pola penyerapan unsur hara oleh tanaman (Ramadhani dan Widyaiswara, 2014). Pupuk pelepas lambat dapat mengatasi kehilangan pupuk melalui beberapa cara diantaranya disebabkan oleh aliran permukaan/run off (N, P, K), pencucian/leaching (N & K), dan volatilization (N).
kehilangan unsur hara tersebut umumnya sering ditemukan pada tanah - tanah berpasir.
(14)
Menurut Kertonegoro (2003), menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi luas lahan pasir pantai 1.060.000 hektar sedangkan di Provinsi DIY memiliki lahan pasir pantai seluas 3.300 hektar atau setara dengan 4 % luas wilayah, terbentang sepanjang 110 km di pantai selatan lautan Indonesia (Yuwono, 2009).
B. Perumusan Masalah
Cabai rawit mempunyai manfaat serta pada tingkat konsumsi dan produksi nasional yang cukup tinggi sehingga, produksi tersebut diharapkan dapat terus meningkat. Arang aktif memilik luas permukaan dan daya adsorpsi yang cukup besar serta meningkatkan kesububuran tanah dan tanaman. Limbah serbuk gergaji dapat dijadikan sebagai bahan baku arang aktif. Arang aktif dapat dijadikan sebagai pupuk pelepas lambat yang dapat mengatasi kehilangan unsur hara seperti
run off, volatilization dan leaching. Kehilangan unsur hara tersebut umumnya
terjadi di tanah pasir. Tanah pasir pantai merupakan potensi untuk dikembangkan. Dengan demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah dosis campuran arang aktif serbuk kayu jati sebagai pupuk pelepas lambat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit.
2. Berapakah dosis campuran arang aktif serbuk kayu jati sebagai pupuk pelepas lambat yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit.
(15)
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh dosis campuran arang aktif serbuk kayu jati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit.
2. Mendapatkan dan menetapkan dosis campuran arang aktif serbuk kayu jati yang tepat sebagai pupuk pelepas lambat pada tanaman cabai rawit.
(16)
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Cabai Rawit
Tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.) termasuk kedalam
golongan tanaman semusim atau tanaman berumur pendek yang tumbuh sebagai perdu atau semak dengan tinggi tanam dapat mencapai 1,5 meter. Klasifikasi tanaman cabai rawit yaitu sebagai berikut :
(Santoso, 2015)
Gambar 1. Struktur anatomi cabai rawit
Menurut Harpenas (2010), menyatakan bahwa cabai rawit merupakan tanaman semusim yang berbentuk perdu dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai menyebar, panjangnya berkisar 25 cm - 35 cm. Akar berfungsi untuk menyerap air dan zat makanan dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Menurut Tjahjadi (1991), menyatakan bahwa akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah, berfungsi sebagai
Divisi : spermatophyte
Subdivisi : angiospermae
Kelas : dicotyledoneae
Ordo : corolliforea
Famili : solanaceae
Genus : capsicum
(17)
penegak pohon yang memiliki kedalaman ± 200 cm serta berwarna coklat. Dari akar tunggang tumbuh akar - akar cabang, akar cabang tumbuh horizontal di dalam tanah, dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil dan membentuk biomassa yang rapat.
Menurut Hewindati, dkk., (2006), melaporkan bahwa batang tanaman cabai rawit memiliki struktur yang keras dan berkayu, berwarna hijau gelap, berbentuk bulat, halus, dan bercabang banyak. Percabangan terbentuk setelah batang tanaman mencapai ketinggian berkisar 30 cm - 45 cm. Cabang tanaman beruas - ruas, setiap ruas ditumbuhi daun dan tunas/cabang. Batang utama dari tanaman cabai rawit berkisar antara 20 cm - 28 cm dan diameter batang antara 1,5 cm - 2,5 cm. Percabangan batang berwarna hijau dengan panjang mencapai 5 cm - 7 cm serta diameter batang cabang dikotonom sekitar 0,5 cm - 1 cm. Bentuk percabangan menggarpu dengan posisi daun berselang - seling, daun berbentuk hati, lonjong atau agak bulat telur.
Menurut Hewindati (2006), menyatakan bahwa permukaan daun cabai berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing/oblongus acutus, tulang
daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Pada permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau terang. Panjang daun berkisar antara 9 cm - 15 cm dengan lebar 3,5 cm - 5 cm. Selain itu daun cabai rawit merupakan daun tunggal, bertangkai dengan panjang 0,5 cm - 2,5 cm, letak tersebar. Pada helai daun berbentuk bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal runcing, tepi rata dan pertulangan daun menyirip.
(18)
Menurut Cahyono (2003), menyatakan bahwa bunga cabai rawit berbentuk seperti terompet atau bintang dengan warna bunga umumnya putih, namun ada beberapa jenis cabai yang memiliki warna bunga ungu. Buah cabai rawit berbentuk seperti kerucut memanjang dan lurus. Bunga tanaman cabai rawit berada pada ketiak daun, dengan mahkota berwarna putih. Penyerbukan bunga termasuk kedalam penyerbukan sendiri (self pollinated crop) atau dapat juga
terjadi secara silang dengan keberhasilan sekitar 56%.
Buah cabai rawit memiliki keanekaragaman dalam hal bentuk dan ukuran. Buah cabai rawit dapat berbentuk bulat/pendek dengan ujung runcing atau berbentuk kerucut. Ukuran buah bervariasi berdasarkan pada jenisnya. Pada cabai rawit kecil mempunyai ukuran antara 2 cm - 2,5 cm dan lebar 5 mm sedangkan cabai rawit yang cenderung besar memiliki ukuran panjang mencapai 3,5 cm dan lebar mencapai 12 mm (Cahyono, 2003). Bagian ujung buah meruncing, mempunyai permukaan yang licin dan mengkilap, posisi buah menggantung pada cabang tanaman. Buah cabai rawit mempunyai bentuk dan warna yang beragam, namun setelah masak besar berwarna merah (Surahmat, 2011).
Tanaman cabai rawit dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi dengan ketinggian 0 meter - 700 meter di atas permukaan laut. Daerah yang mempunyai suhu udara 16 0C pada malam hari dan minimal 23 0C pada siang hari
sangat cocok untuk pertumbuhan tanaman ini. Apabila suhu udara malam hari dibawah 16 0C dan siang hari diatas 32 0C, proses pembungaan dan pembuahan
(19)
pertumbuhan tanaman ini yaitu 50 % - 80 % dengan curah hujan 600 mm - 1.250 mm per tahun (Cahyono, 2003).
Kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai rawit adalah
lempung berpasir, karena dengan kondisi tanah tersebut dapat cepat berbuah sedangkan pada tanah liat cenderung agak lambat. Tanaman cabai rawit tumbuh
baik pada tanah yang subur (kaya humus), gembur, porous, bebas dari nematoda dan bakteri layu, mempunyai pH 5,5 - 6,5 serta cukup air (Cahyono, 2003). Menurut Gultom (2006), menyatakan bahwa tanah yang paling ideal untuk tanaman cabai rawit adalah yang mengandung bahan organik sekitar 1,5 % dan memerlukan sinar matahari penuh (tidak memerlukan naungan). Keadaan tanah dan iklim adalah hal utama dalam menentukan lokasi penanaman cabai rawit (Pitojo, 2003).
Penggunaan pupuk yang tepat pada usaha tani pada tanaman cabai rawit merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas cabai dan dapat meningkatkan pendapatan petani (Mardikanto, 1994). Menurut Lingga dan Marsono (2003), pupuk organik dan anorganik dapat menambah unsur hara dalam tanah serta dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman secara optimal. Pupuk anorganik merupakan pupuk buatan pabrik, berbahan dasar dari mineral dan udara. Bahan dasar pupuk nitrogen adalah nitrogen dari udara sedangkan P, K, Ca, Mg dari tambang (Kasno, 2009). Pupuk tanaman cabai rawit disajikan di Tabel 1. Tabel 1 Dosis Urea, SP-36 dan KCl pada cabai rawit
No Jenis Pupuk Dosis (kg/ha)
1 Urea 200
2 SP-36 150
3 KCl 150
(20)
Menurut Boer et al. (2001), menyatakan bahwa kesuburan tanah
memegang peranan yang sangat penting untuk tanaman cabai rawit dan tidak memerlukan struktur tanah yang khusus. Tanah yang banyak mengandung bahan organik (humus dan gembur), baik dari jenis tanah liat atau tanah pasir sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik, misalnya pupuk kandang bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah, menyangga unsur hara dan air, sebagai sumber energi bagi mikroorganisme tanah serta menyediakan unsur hara.
Menurut Hasibuan (2004), menyatakan bahwa bahwa kotoran ayam mengandung 55 % H2O, 1 % N, 0,8 % P2O5 dan 0,04 % K2O. Pemberian pupuk
kandang dapat memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap petumbuhan tanaman dan kesuburan tanah, bahkan lebih baik dari pupuk kandang hewan besar. Penambahan pupuk kandang ayam yang tepat adalah 20 ton/ha (Cahyono, 2003). Selain itu, aplikasi zeolit alam sebesar 850 kg/ha dalam meningkatan produktivitas sayuran di lahan pasir mampu meningkatkan produksi cabai dari 4,5 ton/hektar menjadi 5,84 ton/hektar (BPTP, 2011).
Jarak tanam merupakan ruang hidup tanaman atau populasi tanaman karena dengan adanya jarak tanam, tanaman dapat hidup dan berfotosintesis dengan baik. Jarak tanam yang digunakan tidak terlalu rapat, karena dapat menyebabkan tanah menjadi lembab dan dapat merangsang berkembangnya cendawan ataupun penyakit yang dapat merugikan tanaman cabai rawit. Jarak tanam yang rapat dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan cabang dan ranting tanaman. Hal ini dapat mempengaruhi produksi buah. Menurut Wiwin dkk.,
(21)
(2007) jarak tanam cabai rawit yang baik digunakan adalah 70 cm x 70 cm atau 70 cm x 60 cm.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) sejak tahun 1980 telah melepas enam VUB cabai yaitu Tanjung-1, Tanjung-2, Lembang-1, Ciko, Lingga, dan Kencana yang memiliki potensi hasil di atas 10 ton/ha. Pengenalan cabai varietas Kencana diharapkan mampu memenuhi pasokan cabai sepanjang tahun untuk mengatasi. Varietas Kencana mempunyai daya adaptasi yang sangat luas dapat ditanam pada berbagai ketinggian tempat, baik di dataran rendah (0 - 200 m dpl.), medium (200 - 700 m dpl.) sampai ke dataran tinggi (> 700 m dpl.) dan pada berbagai tipe lahan (sawah - tegalan) tipe tanah mulai tanah Andisol sampai dengan tanah Gambut.
Cabai rawit Varietas Kencana merupakan varietas dengan tanaman kokoh, mempunyai banyak cabang, serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Posisi buah tegak ke bawah. Buah muda berwarna putih kekuningan dan berubah menjadi merah setelah masak. Panjang buah 5,0 cm - 7,0 cm, diameter 1,0 cm - 1,3 cm, berat buah sekitar 2,5 gram - 4,0 gram, dan rasa buah pedas (Anonim 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Endang Sujitno dan Meksy Dianawati (2015), menyampaikan bahwa produksi panen berbagai varietas unggul baru cabai rawit di lahan kering, varetas Kencana menghasilkan tinggi tanaman 116,1 cm, panjang buah 6,1 diameter buah 0,97 dan produksi buah 7,47 ton/ha. Kencana merupakan varietas unggul baru cabai rawit berwarna merah cerah ketika buah masak yang disukai oleh petani. Kencana memiliki buah yang nyata lebih panjang dibandingkan kedua varietas unggul baru lainnya.
(22)
B. Arang aktif
Arang merupakan suatu benda padat berpori yang terdiri dari 85 % - 95 % karbon dan dihasilkan dari bahan - bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan suhu tinggi. Selama proses pemanasan berlangsung, diupayakan agar tidak terjadi kebocoran udara dalam ruang pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon hanya terkarbonasi dan tidak teroksidasi (Sembiring dan Sinaga, 2003). Menurut Kinoshita (2001), menyampaikan bahwa arang adalah suatu bahan padat yang berpori yang dihasilkan melalui proses pirolisis dari bahan - bahan yang mengandung karbon.
Arang aktif adalah arang dengan konfigurasi atom karbonnya dibebaskan dari ikatan unsur lain serta pori dibersihkan dari senyawa lain sehingga permukaan dan pusat aktif menjadi luas dan daya serap terhadap cairan atau gas akan meningkat. Berdasarkan pada penggunaannya, arang aktif tergolong dalam produk kimia dan bukan bahan energi seperti arang atau briket arang. Teknologi arang menjadi arang aktif memberikan nilai tambah yang besar ditinjau dari penggunarang aktifn dan nilai ekonomisnya (Hendra, 2006).
Sebagian dari pori-pori arang masih tertutup dengan hidrokarbon, ter dan senyawa organik lain. Proses aktivasi arang untuk menghilangkan senyawa tersebut menghasilkan produk arang aktif. Arang aktif dapat dibedakan berdasarkan sifat pada permukaan arang aktifnya. Permukaan arang aktif pada arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan
(23)
mampu mengadsorpsi karena permukaannya luas serta pori - porinya telah terbuka (Gomez-Serrano et al., 2003).
Arang aktif tidak hanya mengandung atom karbon, akan tetapi juga mengandung sejumlah kecil oksigen dan hidrogen yang terikat secara kimia dalam bentuk gugus-gugus fungsi yang bervariasi, seperti gugus karbonil (CO), karboksil (COO), fenol, lakton dan beberapa gugus ester. Oksigen yang terdapat pada permukaan arang aktif, terkadang berasal dari bahan baku atau dapat juga terjadi pada proses aktivasi dengan uap (H2O) atau udara. Keadaan tersebut
biasanya menyebabkan arang mengandung komponen mineral. Komponen ini menjadi lebih pekat selama proses aktivasi arang. Selain itu, bahan bahan kimia yang digunakan pada proses aktivasi sering kali menyebabkan perubahan sifat kimia arang yang dihasilkan.
Berdasarkan sifat fisika, arang aktif mempunyai beberapa karakteristik, antara lain berupa padatan yang berwarna hitam, tidak berasa, tidak berbau, bersifat higroskopis, tidak larut dalam air, asam, basa ataupun pelarut - pelarut organik (Hassler, 1974). Arang aktif juga tidak rusak akibat pengaruh suhu maupun penambahan pH selama proses aktivasi.
Struktur dari arang aktif berupa jaringan perpilin dari lapisan- lapisan karbon yang tidak sempurna, yang dihubungsilangkan oleh suatu jembatan alifatik. Luas permukaan arang aktif, dimensi dan distribusi atom - atom karbon penyusun struktur arang aktif sangat tergantung pada bahan baku, kondisi karbonasi dan proses aktivasinya (Kyotani, 2000). Susunan atom - atom karbon pada arang aktif terdiri atas pelat-pelat heksagonal. Arang aktif berbentuk amorf
(24)
yang terdiri dari unsur karbon. Karbon ini terdiri dari pelat - pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal mirip dengan grafit. Pelat - pelat ini terkumpul satu sama lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar pelatnya acak.
(a) (b)
(Lempang dkk., 2011) Gambar 2. Mikrofotogram Scanning Electron Microscope (Perbesaran 5000x)
pada permukaan arang tempurung kemiri (a) dan arang aktif tempurung kemiri yang diaktivasi dengan cara fisika (b)
Ukuran pori dari kristalit arang aktif selain tergantung pada suhu karbonasi juga bahan baku yang digunakan. Ukuran pori arang aktif dapat berkisar antara 10 Å sampai >250 Å dan ukuran pori tersebut dibagi dalam tiga kategori (Buekens et al., 1985) yaitu:
a. Makropori yang berukuran diameter lebih besar dari 250 Å dengan volume sebanyak 0,8 ml/g dan permukaan arang aktifn spesifik antara 0,5 - 0,2 m2/g.
b. Mesopori yang berukuran diameter berkisar antara 50 - 250 Å dengan volume 0,1 ml/g dan permukaan arang aktifn spesifik antara 20 - 70 m2 /g.
(25)
Distribusi ukuran pori merupakan parameter yang penting dalam hal kemampuan daya serap arang aktif terhadap molekul yang ukurannya bervariasi. Selain itu, bentuk pori merupakan parameter yang khusus untuk daya serap arang aktif yang terjadi. Pori - pori dengan bentuk silinder lebih mudah tertutup yang menyebabkan tidak aktifnya bagian permukaan arang dari arang aktif tersebut. Bila arang aktif digunakan untuk penjernihan air, lebih banyak dibutuhkan pori-pori yang terbuka karena sebagian besar mengandung macam - macam partikel.
Arang aktif memiliki bahan yang memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi. Selain arang aktif bahan yang juga memiliki kapasitas kation yang tinggi yaitu zeolit. Kedua bahan tersebut memiliki fungsi yang sama sebagai pupuk pertanian. Zeolit yang biasa digunakan untuk kegiatan pertanian yaitu zeolit klinoptilonit, luas permukaan yang terdapat pada zeolit tersebut adalah 600 - 1.000 m2 /gram (Asririni, 2006). Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300
- 3.500 m2/gram dengan daya serap arang aktif sangat besar yaitu 25 % - 1000 %
terhadap berat arang aktif (Meilita dan Tuti, 2003). Karbon aktif yang berbahan dasar dari kayu mempunyai struktur pori - pori besar yang jauh lebih teratur dibandingkan karbon aktif berbahan dasar seperti batu bara.
Daya serap arang aktif merupakan suatu akumulasi atau terpusatnya komponen di permukaan arang aktif/antar muka dalam dua fasa. Apabila ke dua fasa saling berinteraksi, maka akan terbentuk fasa baru yang berbeda dengan masing - masing fasa sebelumnya. Hal ini disebabkan karena terdapatnya gaya tarik menarik antar molekul, ion atau atom dalam ke dua fasa tersebut. Gaya tarik menarik ini dikenal dengan gaya Van der Walls. Pada kondisi tertentu, atom, ion
(26)
atau molekul dalam antar muka mengalami ketidakseimbangan gaya, sehingga mampu menarik molekul lain sampai keseimbangan gaya tercapai (Manocha, 2003)
Menurut Agustina (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi daya serap arang aktif adalah sifat arang aktif, sifat komponen yang diserapnya, sifat larutan dan sistem kontak. Menurut Guo et al., (2007) melaporokan bahwa daya serap arang aktif terhadap komponen - komponen yang berada dalam larutan atau gas disebabkan oleh kondisi permukaan arang aktif dan struktur porinya. Pada umumnya penyerapan oleh arang aktif tergolong penyerapan secara fisik. Hal ini disebabkan oleh pori arang aktif banyak dan permukaan arang aktifnya luas. Faktor lain yang mempengaruhi daya serap arang aktif, yaitu sifat polaritas dari arang aktif. Sifat ini sangat bervariasi untuk setiap jenis arang aktif, karena hal ini sangat tergantung pada bahan baku, cara pembuatan arang dan bahan pengikat yang digunakannya.
(Anggraeni, 2015)
(27)
Terdapat dua jenis arang aktif yang dibedakan menurut fungsinya (Setyaningsih, 1995).
a. Arang aktif penyerap Gas (Gas adsorbent activated charcoal)
Jenis arang aktif ini digunakan untuk menyerap material dalam bentuk gas atau uap. Pori - pori yang terdapat pada arang jenis ini adalah mikropori yang menyebabkan molekul gas akan dapat melewatinya, tetapi molekul dari cairan tidak dapat melewatinya. Karbon jenis ini dapat dilihat pada karbon tempurung kelapa.
b. Arang aktif Fasa Cair (Liquid-Phase Activated charcoal)
Arang aktif jenis ini dipergunakan untuk menyerap kotoran/zat yang tidak diinginkan dari cairan atau larutan. Jenis pori - pori dari karbon ini adalah makropori yang memungkinkan molekul besar untuk masuk. Arang jenis ini biasanya berasal dari batu bara dan selulosa.
Proses pembuatan arang aktif ini berlangsung dua tahap yaitu karbonasi dan aktivasi (Sembiring, 2003). Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya, pada proses ini pembentukan struktur pori dimulai. Tahap karbonasi disebut juga tahap pirolisis. Dalam proses ini dihasilkan gas-gas seperti CO, CO2, CH4, H2 dan hirokarbon
ringan. Salah satu contoh pirolisis dengan bahan baku baru bara menghasilkan gas seperti CO, CO2, NOx dan SOx. Proses pirolisis dipengaruhi oleh faktor
ukuran distribusi partikel, suhu, ketinggian tumpukan bahan dan kadar air (Yudanto dan Kusumaningrum, 2005).
(28)
Menurut Sudrajat dan Pari (2011), proses karbonisasi terdiri dari empat tahap yaitu:
a. Pada suhu 100 - 200 0C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270 0C mulai
terjadi peruraian selulosa. Distilat mengandung asam organik dan sedikit metanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200 - 270 0C.
b. Pada suhu 270 - 310 0C reaksi eksotermik berlangsung dimana terjadi
peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan piroligant, gas kayu dan sedikit tar. Asam merupakan asam organik dengan titik didih rendah seperti asam cuka dan metanol sedang gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
c. Pada suhu 310 - 500 0C terjadi peruraian lignin, dihasilkan lebih banyak tar
sedangkan larutan pirolignat menurun, gas CO2 menurun sedangkan gas CO
dan CH4 dan H2 meningkat.
d. Pada suhu 500 - 1.000 0C merupakan tahap dari pemurnian arang atau kadar
karbon.
Proses pengarangan dilakukan dalam tungku pengarangan (retort) yang
terbuat dari logam dengan kapasitas kurang lebih 1 kg. Waktu proses pengarangan adalah 4 jam dengan temperatur retort 500 oC. Setelah proses pengarangan
berlangsung selama 4 jam dan asap tidak keluar dari retort maka pemanasan
dihentikan dan didiamkan selama 24 jam sehingga bara yang ada di dalam arang sudah mati. Arang yang sudah jadi tersebut dikeringkan di tempat terbuka hingga mencapai kondisi seimbang dengan udara sekeliingnya.
Aktivasi terbagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi fisika dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang
(29)
aktif dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia
merupakan aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator (Sembiring dan Sinaga, 2003). Aktivasi kimia dapat dilakukan dengan cara perendaman, arang direndam dalam larutan pengaktif kemudian bahan pengaktif masuk di antara sela - sela lapisan heksagonal karbon dan selanjutnya membuka permukaan arang aktif yang tertutup dan memperbesar pori. Bahan - bahan kimia yang dapat digunakan antara lain H3PO4, ZnCl2, NH4Cl, AlCl3, HNO3, KOH,
NaOH, H3BO3, KMnO4, H2SO4, dan K2S, NaCl.
Pengaktifan dengan cara fisika dilakukan dengan cara arang aktif dipanaskan di dalam furnace pada temperatur 800 - 900 oC. Oksidasi dengan
udara pada temperatur rendah merupakan reaksi eksoterm sehingga sulit untuk mengontrolnya. Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2 pada temperatur
yang tinggi merupakan reaksi endoterm, sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum digunakan.
Proses pembuatan arang aktif dari limbah penggergajian batang kelapa yang dilakukan oleh Pari dan Abdurrohim (2003), dilakukan dengan aktivasi kimia dan bahan pengaktif yang digunakan adalah Natrium Hidroksida (NaOH). NaOH termasuk bahan kimia tidak berbahaya, murah dan mudah didapat. Bahan pengaktif NaOH dapat menimbulkan terjadinya lapisan oksida logam pada dinding pori - pori arang aktif sehingga pori - pori akan menjadi lebih besar dan menghasilkan arang aktif dengan rendemen, daya serap terhadap iodium dan benzene yang tinggi. Penelitian Pujiarti dan Sutapa (2005), arang aktif dari limbah kayu mahoni melalui tahap pirolisis pengarangan suhu 500 0 C selama 2
(30)
jam dengan bahan aktivasi kimia NaOH 3 % selama 60 menit pada suhu 900 0 C
memberikan rendemen 63,16 %.
Kegunaan arang aktif ini dalam bidang pertanian yaitu penambahan arang aktif bambu pada media tumbuh meningkatkan pertumbuhan tinggi anakan
Eucalyptus urophylla lebih baik dibandingkan kontrol, pertumbuhannya akan
lebih baik bila pada waktu penanaman arang aktif dicampur dengan kompos (Gusmailina dkk., 2000).
Berdasarkan hasil penelitian Novi Caroko (2012), menyatakan bahwa Arang aktif Mesh 80 dari Limbah Gergaji Kayu Jati menghasilkan rendemen
arang 9,92 %, kadar air 18 %, kadar zat mudah menguap 21,50 %, kadar abu 18 %, dan kadar karbon murni sebesar 60,17 %. Arang aktif serbuk gergaji kayu jati mampu menurunkan kadar Cr sebesar 79,28 %, Pb sebesar 5,08 %, Cd sebesar 99,3 % dan perubahan warna sebesar 99,98 % dalam limbah cair baik.
Proses pengarangan temperatur yang digunakan adalah 500 0 C. Setelah
arang terbentuk, arang kemudian ditumbuk dan diayak. Pengayakan menggunkan
mesh 60 dan 80, diambil arang lolos mesh 60 tertahan pada mesh 80. Dalam
proses pembuatan arang aktif serbuk gergaji kayu jati yaitu diawal dengan melarutkan asam sulfat pekat (H2SO4) dengan aquadesh dalam larutan asam sulfat
50 %. Kemudian arang direndam ke dalam larutan asam sulfat selama 10 menit. Arang yang telah direndam kemudian ditiriskan sampai kandungan larutan kecil. Arang kemudian dipanaskan kemudian dioven dengan temperatur 500 0 C selama
(31)
1. Serbuk Gergaji Kayu Jati
Serbuk merupakan limbah industri penggergajian kayu dan belum banyak termanfarang aktiftkan (Baharudin, dkk.,2005). Serbuk gergaji merupakan limbah dari industri penggergajian berupa butiran kayu, sedetan, dan potongan-potongan kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji. Sebagian industri penggergajian kayu jati di Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa limbah yang dihasilkan rata-rata 52,56 % dari bahan baku jati yang digunakan (Arif dan Sanusi, 2001). Penggunarang aktif serbuk gergaji kayu jati secara komersil untuk pembuatan briket arang atau charcoal (Hendra dan Darmawan, 2000).
Menurut Dumanauw (1996), kayu terdiri beberapa unsur kimia, akan tetapi, persentase kandungan yang terdapat dalam kayu tersebut berbeda - beda untuk tiap - tiap jenis kayu. Pada umumnya jenis kayu keras memiliki persentase komposisi kimia yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan kayu lunak. Serbuk gergaji kayu merupakan limbah industri kayu yang dapat digunakan sebagai zat penyerap logam berat. Serbuk gergaji mengandung beberapa komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif kayu. Serbuk kayu ini merupakan bahan berpori, dengan demikian maka air akan mudah terserap dan mengisi pori - pori tersebut. Sifat dari serbuk gergaji kayu adalah higroskopik atau mudah menyerap air (Wardono Ali, 2006).
Kayu jati sebagian tersusun atas tiga bagian unsur yaitu C, H dan O. Unsur - unsur tersebut berasal dari udara berupa CO2 dan dari tanah
(32)
berupa H2O. Selain itu, terdapat unsur - unsur seperti N, P, K, Ca, Mg, Si,
Al, dan Na. Unsur tersebut tergabung dalam sejumlah senyawa organik, secara umum dapat dibedakan menjadi dua bagian (Fengel dan Wegener, 1995) yaitu komponen lapisan luar yang terdiri atas fraksi - fraksi yang dihasilkan oleh kayu selama pertumbuhannya. Komponen tersebut sering disebut dengan zat ekstraktif. Zat ekstraktif adalah senyawa lemak, lilin, resindan lain - lain. Komponen lapisan dalam terbagi menjadi dua fraksi yaitu fraksi karbohidrat yang terdiri atas selulosa dan hemiselulosa, fraksi non karbohidrat yang terdiri dari lignin.
Lignin merupakan unsur non karbohidrat yang terdiri dari zat karbon, zat air, dan oksigen. Lignin memiliki bentuk amorf dan memiliki berat molekul yang tinggi. Lignin mempunyai ikatan kimia dengan hemiselulosa bahkan ada indikasi mengenal adanya ikatan - ikatan antara lignin dan selulosa. Ikatan - ikatan tersebut dapat berupa tipe ester atau eter. Ikatan - ikatan glikosida merupakan penyatu lignin dan polisakarida. Treatment yang pada dasarnya bias menghilangkan semua lignin adalah dengan menggunakan zat penyoksil, dimana zat tersebut akan mengakibatkan lignin meninggalkan komponen karbohidrat yang tidak terpecahkan atau terlarut menjadi preparat yang disebut holoselulosa. Percobaan deligrifakasi ini bisa menggunakan agregat penghilang lain yang kurang lebih efektif untuk menghilangkan lignin adalah asam nitrat, asam parasetic, neroxides, dan larutan alkali panas (Fengel dan Wegener, 1995).
(33)
Selulosa pada kayu terutama terletak pada dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995). Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit - unit B-D-glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan gliokosida. Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecendrungan kuat membentuk ikatan - ikatan hidrogen intra dan intermolekul.
Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Lignin merupakan polimer dari unit-unit fenil propana. Banyak aspek dalam kimia lignin yang masih belum jelas, misalnya ciri - ciri struktur spesifik lignin yang terdapat dalam berbagai daerah marfologi dari xylem kayu. Kandungan kimia kayu jati adalah selulosa 47, 5 %, lignin 29,9 % dan zat lain (termasuk zat gula) 12 %.
Tabel 2. Sifat - sifat kayu jati
No Sifat Satuan Nilai
1 Berat Jenis Kg/m3 0,62-0,75
2 Kadar Selulosa % 47,5
3 Kadar Lignin % 29,9
4 Modulus Elastis Kg/mm3 127700
5 Kadar Pentosa % 14,4
6 Kadar Abu % 1,4
7 Kadar Silika % 0,4
8 Serabut % 66,3
9 Kelarutan dalam alkohol benzene % 4,6
10 Kelarutan dalam Air dingin % 1,2
11 Kelarutan dalam Air panas % 11,1
12 Kelarutan dalam NaOH 1 % % 19,8
13 Kadar air arang aktif titik jenuh serat % 28
14 Nilai kalor Kal/g 5081
15 Kerapatan Kal/g 0,44
(34)
C. Pupuk Pelepas Lambat
Menurut Ramadhani dan Widyaiswara (2014), menyatakan bahwa pupuk pelepas lambat (Slow Release Fertilizer/SRF) merupakan pupuk dengan proses
pelepasan unsur hara secara lambat mengikuti pola penyerapan unsur hara oleh tanaman. Proses yang diterapkan dalam SRF yaitu mekanisme pelapisan pupuk dengan membran semipermeabel, serta mekanisme peleburan zat hara pupuk dalam suatu matriks. Prinsip utama dari kedua mekanisme tersebut adalah dengan membuat suatu hambatan berupa interaksi molekuler sehingga zat hara dalam butiran pupuk tidak mudah lepas ke lingkungan.
Pupuk pelepas lambat merupakan pupuk yang mengandung unsur hara yang dapat mengakibatkan penundaan ketersediaan (unsur hara) beberapa saat setelah diaplikasikan dan hingga pada akhirnya diadsorb atau digunakan oleh tanaman. Pupuk pelepas lambat mempunyai waktu ketersediaan hara yang lebih lama dibandingkan dengan pupuk pelep as cepat seperti urea, ammonium nitrat, ammonium fosfat atau kalium klorida. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk penundaan unsur hara tersebut adalah seperti mengendalikan kelarutan bahan di dalam air (melalui pelapisan semipermiabel, oklusi, bahan protein, polimer atau bahan kimia lainnya), hidrolisis lambat dan sebagainnya (UNIDO dan IFDC, 1998).
Penggunaan pupuk pelepas lambat dapat dijadikan sebagai solusi atas kehilangan hara karena tercuci dan menyediakan hara secara terus - menerus. Pupuk pelepas lambat mengandung unsur hara yang tersedia dalam waktu yang cukup lama jika dibandingkan dengan pupuk pada umumnya. Pengaruh ini
(35)
diperoleh melalui proses coating pupuk (Nitrogen atau NPK) dengan sulfur atau
dengan polimer (semipermiable) atau dengan formulasi khusus senyawa kimia nitrogen. Pelepasan unsur hara nitrogen dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu temperatur dan kelembaban tanah, yang oleh karena itu nitrogen akan tersedia seiring dengan pertumbuhan tanaman (FAO, 2000). Pengembangan pupuk lepas lambat selain meningkatkan pemberdayaan pupuk juga memiliki manfaat lain seperti mencegah nutrient burn (overdosis nutrisi pada tanaman), mencegah
penumpukan garam, dan juga meningkatkan retensi air pada tanah. Selain itu, formulasi lepas lambat juga dapat diterapkan pada unsur mikronutrisi, untuk mengatasi toksisitas unsur - unsur mikronutrisi yang berada di tanah pada konsentrasi tinggi (Davidson dan Gu, 2012).
Keuntungan yang diperoleh dari penggunaan pupuk pelepas lambat ini yaitu penghematan tenaga kerja (jika dibandingkan dengan aplikasi pemupukan bertahap, pupuk pelepas lambat diberikan 1 kali selama masa penanaman), mengurangi toksisitas terhadap bibit bahkan dalam aplikasi yang tinggi sekalipun (Suwardi, 1991). Pupuk lepas lambat sempurna dapat didefinisikan sebagai pupuk yang pelepasan nutrisinya tidak dipengaruhi oleh hidrolisis atau proses difusi namun oleh proses pelarutan dari akar tanaman. Bahan pendukung yang digunakan untuk slow release adalah dengan memanfaatkan luas permukaan dan
kemampuan adsorpsinya. Metode yang dapat digunakan dalam pembuatan pupuk pelepas lambat adalah dengan mencampurkan bahan yang memiliki kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi dan sukar larut (Asririni, 2006).
(36)
1. Nitrogen (N)
Menurut Gardner dkk., (1991), menyatakan bahwa nitrogen merupakan bahan sangat penting dalam penyusun asam amino, amida, nukleotida dan nukleoprotein serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel dan untuk pertumbuhan. Tumbuhan memerlukan nitrogen untuk pertumbuhan, terutama pada masa vegetatif yaitu pertumbuhan cabang, daun dan batang. Nitrogen bermanfaat dalam proses pembentukan hijau daun atau klorofil yang sangat berguna untuk membantu proses fotosintesis (Pernata, 2004).
Sebagian besar N tanah berada dalam bentuk N organik. Nitrogen dibebaskan dalam bentuk ammonium, dan bila lingkungan baik ammonium dioksidakan menjadi nitrit kemudian nitrat (Soepardi, 1983). Tanaman mengambil nitrogen terutama dalam bentuk NH4 + dan NO3-. Senyawa N digunakan tanaman untuk membentuk klorofil. Senyawa N juga berperan dalam memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman. Tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N berwarna lebih hijau.
Berdasarkan pernyataan Effendi (1981), menyatakan bahwa dalam tubuh tanaman, nitrogen merupakan bagian dari protein dan plasma sel. Oleh karena itu diperlukan untuk pertumbuhan. Nitrogen juga merupakan penyusun klorofil dengan Mg sebagai pusat, yang dikelilingi oleh 4 cincin, dimana tiap cincin mengandung N dengan 4 atom C. Jika nitrogen berlebihan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif yang berlebihan, sehingga memperlambat panen. Defisiensi unsur nitrogen ini, menunjukkan gejala
(37)
tanaman yang kerdil, daun menjadi kuning mulai dari daun terbawah, sedangkan daun sebelah atas tetap hijau (Effendi, 1981).
Nitrogen atau Zat Lemas diserap oleh akar tanaman dalam bentuk NO3- (nitrat) dan (NH4+) (ammonium), akan tetapi nitrat ini segera tereduksi
menjadi amonium melalui enzim yang mengandung Molibdinum. Apabila Unsur nitrogen tersedia banyak dari pada unsur lainnya, akan dapat dihasilkan protein lebih banyak. Semkain tinggi pemberian nitrogen semakin cepat pula sintesis karbohidrat yang dibah menjadi protein dan protoplasma.
Udara merupakan sumber nitrogen yang tersebar. Seperti telah dikemukakan di atas, dalam pemanfaatannya bagi tanaman harus mengalami perubahan terlebih dahulu dalam bentuk amoniak dan nitrat dan hal ini dapat dihasilkan oleh a) terjadinya halilintar di udara ternyata dapat menghasilkan zat nitrat, yang kemudian dibawa air hujan mereasp ke bumi b) bahan organik dalam bentuk sisa - sisa tanaman di alam terbuka (misalnya dalam pupuk kandang) c) pabrik-pabrik pupuk buatan (seperti Urea, dll) d) bakteri-bakteri (Mulyani, 2002)
Gejala kekurangan N menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan tanaman terbatas, daun menguning dan gugur. Gejala kelebihan N menyebabkan keterlambatan kematangan tanaman yang diakibatkan terlalu banyaknya pertumbuhan vegetatif, batang lemah dan mudah roboh serta mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno, 1995).
(38)
2. Fosfor (P)
Fosfor merupakan unsur hara makro esensial yang memegang peranan penting dalam berbagai proses, seperti fotosintesis, asimilasi, dan respirasi. Fosfor merupakan komponen struktural dari sejumlah senyawa molekul pentransfer energi ADP, ATP, NAD, NADH, serta senyawa sistem informasi genetik DNA dan RNA (Gardner et al. 1985).
Fosfor tidak terdapat secara bebas di alam. Fosfor ditemukan sebagai fosfat dalam beberapa mineral, tanaman dan merupakan unsur pokok dari protoplasma. Fosfor terdapat dalam air sebagai ortofosfat. Sumber fosfor alami dalam air berasal dari pelepasan mineral - mineral dan biji-bijian (Bausch, 1974). Fosfat terdapat dalam tiga bentuk yaitu H2PO4-, HPO42-, dan
PO43-. Fosfat umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk ion ortofosfat
primer H2PO4- atau ortofosfat sekunder HPO42- sedangkan PO43- lebih sulit
diserap oleh tanaman. Bentuk yang paling dominan dari ketiga fosfat tersebut dalam tanah bergantung pada pH tanah (Engelstad, 1997). Pada pH lebih rendah, tanaman lebih banyak menyerap ion ortofosfat primer, dan pada pH yang lebih tinggi ion ortofosfat sekunder yang lebih banyak diserap oleh tanaman (Hanafiah, 2005).
Sumber fosfat yang dalam tanah sebagai fosfat mineral yaitu batu kapur fosfat, sisa-sisa tanaman dan bahan organik lainnya. Perubahan fosfor organik menjadi fosfor anorganik dilakukan oleh mikroorganisme. Selain itu, penyerapan fosfor juga dilakukan oleh liat dan silikat (Isnaini, 2006). Fosfat anorganik maupun organik terdapat dalam tanah. Bentuk anorganiknya adalah
(39)
senyawa Ca, Fe, Al, dan F. Fosfor organik mengandung senyawa yang berasal dari tanaman dan mikroorganisme dan tersusun dari asam nukleat, fosfolipid, dan fitin (Rao, 1994). Bentuk fosfor anorganik tanah lebih sedikit dan sukar larut. Walaupun terdapat CO2 didalam tanah tetapi menetralisasi
fosfat tetap sukar, sehingga dengan demikian P yang tersedia dalam tanah relatif rendah. Fosfor tersedia didalam tanah dapat diartikan sebagai P tanah yang dapat diekstraksikan atau larut dalam air dan asam sitrat. P organik dengan proses dekomposisi menjadi bentuk anorganik.
Menurut Novizan (2002), menyampaikan bahwa didalam lapisan akar, fosfor tidak mudah hanyut oleh air. Sebagian besar tanah memiliki kapasitas fosfor yang tinggi, kecuali tanah pasir. Kehilangan cadangan fosfor disebabkan oleh pengikisan partikel tanah oleh erosi. Sifat pupuk fosfor sangat mudah bereaksi dengan tanah dan mudah terikat menjadi bentuk yang tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Fosfor terdapat pada seluruh sel hidup tanaman. Beberapa fungsi fosfor adalah membentuk asam nukleat (DNA dan RNA), menyimpan serta memindahkan energi Adenusin Tri Phosphate (ATP) dan Adenosin Di Phosphate (ADP) merangsang
pembelahan sel, dan membantu proses Asimilasi serta respirasi.
Fosfor berperan aktif dalam mentransfer energi didalam sel baik sel tanaman maupun hewan. Pemupukan fosfor dapat merangsang pertumbuhan awal bibit tanaman. Fosfor merangsang pembentukan bunga, buah, dan biji. Bahkan mampu mempercepat pemasakan buah dan membuat biji menjadi lebih bernas. Pemupukan fosfor sangat diperlukan oleh tanaman yang tumbuh
(40)
di daerah dingin, tanaman dengan perkembangan akar yang lambat atau terhambat, dan tanaman yang seluruh bagiannya dipanen. Jika terjadi kekurangan fosfor, tanaman menunjukkan gejala pertumbuhan seperti lambat dan kerdil, perkembangan akar terhambat, gejala pada daun sangat beragam (beberapa tanaman menunjukkan warna hijau tua mengkilap yang tidak normal), pematangan buah terhambat, perkembangan bentuk dan warna buah buruk, biji berkembang secara tidak normal (Novizan, 2002).
Jenis pupuk SP-36 ada sebagai akibat sulitnya mendapatkan kandungan dasar pupuk TSP yang masih harus diimpor. Oleh karena itu, kadar fosfat pada SP-36 jauh lebih rendah dari TSP (Marsono, 2001). Kandungan pupuk SP-36 adalah P2O5 total : 36 %; P2O5 tersedia : 34 % ;
P2O5 larut air : 30 %. Pupuk ini terbuat dari fosfat alam dan sulfat. Berbentuk
butiran dan berwarna abu abu. Sifatnya cenderung sulit larut didalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis, dan tidak bersifat membakar (Novizan, 2002).
Mobilitas unsur hara fosfor dalam tanah sangat rendah karena reaksi dengan komponen tanah maupun dengan ion - ion logam dalam tanah seperti Ca, Al, Fe, akan membentuk senyawa yang kurang larut dan dengan tingkat kelarutan yang berbeda - beda. Reaksi tanah (pH) memegang peranan sangat penting dalam mobilitas unsur ini. Unsur P berperan dalam proses pemecahan karbohidrat untuk energi, selain itu berperan dalam pembelahan sel melalui peranan nukleoprotein yang ada dalam inti sel. Unsur fosfor juga menentukan
(41)
pertumbuhan akar, mempercepat kematangan dan produksi buah dan biji (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004).
Embleton et al. (1973) menyatakan bahwa fosfor berperan dalam
pertumbuhan tanaman (batang, akar, ranting, dan daun). Fosfat dibutuhkan oleh tanaman untuk pembentukan sel pada jaringan akar dan tunas yang sedang tumbuh serta memperkuat batang, sehingga tidak mudah rebah pada ekosistem alami (Thompson dan Troeh 1978, dan Aleel 2008).
Unsur fosfor bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya benih dan tanaman muda. Selain itu berfungsi juga sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asmlas dan pernafasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah. Gejala defisiensi fosfor mengakibatkan pertumbuhan terhambat karena pembelahan sel terganggu dan daun menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun (Hardjowigeno, 1995).
Menurut Yuwono (2009), mengatakan bahwa apabila unsur P berlebih meskipun tidak secara langsung meracuni tanaman, akan menyebabkan merangsang pertumbuhan organisme perairan, mempercepat eutrofikasi, P tanah yang berlebih meningkatkan pengangkutan P dalam sedimen, air limpan. Gejala kekahatan menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar buruk, kedewasaan tanaman terhambat, warna daun hijau kelam, muncul warna keunguan misalnya pada Jagung. Unsur fosfor (P) sifatnya adalah mobil dalam tanaman, mudah dipindahkan dari bagian daun yang tua ke titik tumbuh.
(42)
3. Kalium (K)
Kalium merupakan unsur kedua terbanyak setelah nitrogen dalam tanaman. Kalium diserap dalam bentuk kation K+. Kalium berperan dalam
pembelahan sel, pembukarang aktif stomata, fotosintesis (pembentukan karbohidrat), translokasi gula, reduksi nitrat dan selanjutnya sintesis protein dan dalam aktivitas enzim (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Kalium juga merupakan unsur logam yang paling banyak terdapat dalam cairan sel, yang dapat mengatur keseimbangan garam - garam dalam sel tanaman sehingga memungkinkan pergerakan air ke dalam akar.
Sumber hara kalium di dalam tanah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11 % K2O, sedangkan air
laut mengandung kalium sekitar 0,04 K2O. Rerata kadar kalium pada lapisan
olah tanah pertanian adalah sekitar 0,83 % yang mana kadar ini lima kali lebih besar dari nitrogen dan 12 kali lebih besar dari fosfor. Mineral - mineral primer sebagai sumber utama kalium adalah mineral biotit (H,K)2(Mg,Fe)2Al2(SiO4)3, muskovit H2Kal(SiO4)3, dan felspart KalSi3O8.
Tingkat ketersediaan kalium dari mineral - mineral tersebut adalah biotit > muskovit > felspart. Kalium dapat bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa tanaman, hewan, pupuk kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan kalium dari sisa tanaman dan hewan merupakan sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar kalium di dalam tanah (Damanik, dkk., 2011).
(43)
Pupuk kalium yang banyak digunakan adalah pupuk KCl dan pupuk K2SO4. Bila pupuk ini dimasukkan ke dalam tanah maka pupuk ini akan
mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air. Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi kalium di dalam larutan tanah dan bersama - sama dengan ion K yang dijerap merupakan kalium yang mudah diserap oleh tanaman. Penambahan pupuk KCl ke dalam tanah diketahui dapat menurunkan pH tanah, meskipun besarnya penurunan bervariasi dari satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya (Hasibuan, 2006).
Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral yang mengandung K. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K kelarutan tanah atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Letak kalium dalam lempung umumnya dalam permukaan dakhil (internal surface) yang
sering diduduki oleh ion Mg2+, Fe3+, Al4+ dan molekul H2O (Rosmarkam dan
Yuwono, 2002). Apabila didalam tanah terdapat mineral tipe 2:1 seperti montmorillonit ataupun vermikulit, maka kalium yang berasal dari pupuk kalium yang ditambahkan ke tanah akan diikat (fiksasi) masuk ke dalam kisi-kisi mineral tersebut sehingga menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Kalium dalam bentuk demikian, tidak dapat digantikan dengan cara pertukaran hara akibatnya kalium ini lambat tersedia bagi tanaman. Kalium yang terikat lambat laun dapat diubah kembali menjadi bentuk tersedia dengan demikian ia tetap merupakan cadangan kalium bagi tanaman (Damanik, dkk., 2011).
Dalam kesuburan tanah, keseimbangan K dengan unsur lain penting untuk diperhatikan karena sifat fisiologis tanaman yang sering memerlukan K
(44)
yang berimbang dengan unsur lain. Selain itu, K mempunyai sifat antagonis dengan unsur lain. Ketidakseimbangan antara unsur K dan unsur lain menyebabkan adanya gejala kekahatan pada salah satu unsur (Rosmarkam
dan Yuwono, 2002).
Kehilangan kalium dalam tanah dapat terjadi dengan beberapa cara seperti terangkut tanaman bersama pemanenan, tercuci, tererosi, dan terfiksasi. Kehilangan kalium yang diangkut tanaman disebakan oleh sifat kalium yang dapat diserap tanaman secara berlebihan melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Serapan yang berlebihan ini tidak lagi meningkatkan produksi tanaman, sehingga menimbulkan pemborosan penggunaan kalium tanah. Kehilangan kalium akibat tercuci merupakan kehilangan yang paling besar. Jumlah kalium yang hilang bersama air atau tercuci dapat mencapai 25 kg/ha/tahun, tetapi dapat juga lebih besar. Besarnya kalium akibat tercuci tergantung pada faktor tanah seperti tekstur tanah, kapasitas tukar kation, pH tanah, dan jenis tanah (Damanik, dkk., 2011).
Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. Kalium yang
tergolong unsur yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma dan garam kalium berperan dalam tekanan osmosis sel (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
(45)
D. Tanah Pasir Pantai
Lahan pasir pantai merupakan lahan marjinal dengan kualitas tanah yang rendah. Hal tersebut disebabkan oleh faktor pembatas yang berupa kemampuan memegang dan menyimpan air rendah, infiltrasi dan evaporasi tinggi, kesuburan dan bahan organik sangat rendah dan efisiensi penggunaan air rendah (Al-Omran,
et al., 2004). Lahan pasir memiliki karakteristik antara lain fraksi pasir > 70 %,
porositas total < 40 %, kurang dapat menyimpan air karena memiliki daya hantar air cepat dan kurang dapat menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid tanah atau mempunyai kapasitas tukat kation yang rendah (Gunawan, 2014).
Tanah pasir bertekstur pasir, struktur berbutir, konsistensi lepas, sangat porous, sehingga daya sangga air dan pupuk sangat rendah (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1994), miskin hara dan kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah pasir ini sangat berpengaruh pada status dan distribusi air, sehingga berpengaruh pada sistem perakaran, kedalaman akar (Oliver and Smettem, 2002), hara dan pH (Bulmer and Simpson, 2005). Lahan pasir pantai memiliki kemampuan menyediakan udara yang berlebihan, sehingga mempercepat pengeringan dan oksidasi bahan organik (Syukur, 2005).
Tanah pasir pantai memiliki N tersedia yang sangat rendah (26,79 ppm), kandungan bahan organk tanah rendah (0,39 %) dan KTK sangat rendah yaitu 5,64 me/100 gram (Saparso, 2001). Massoud (1975) menambahkan bahwa budidaya tanaman pada tanah pasiran dihadapkan pada tinggnya laju pengetusan dan rendahnya daya pegang air. Tanah pasiran yang aerobik mendorong
(46)
terbentuknya N-NO3 yang peka terhadap pelindian (Boswell et al., 1997). Tiap
100 mm air pengatusan dapat melindi 10,2 kg N-NO3/ha dan produksi bahan
kering total semusim berkurang 65 kg/ha akbat pelindian 1 kg N-NO.
Hasl analisis yang dilakukan oleh Gunawan, dkk. (1997) terhadap lahan pasir pantai yang sampelnya diambil dari lahan pantai Trisik, Banaran, Galur, Kabupaten Dati, KulonProgo DIY menunjukan bahwa lahan pasir pantai tersebut memiliki potensi kesuburan rendah.
Tabel 3. Sifat - sifat tanah pasir pantai
No. Sifat - Sifat Tanah Nilai
1 Kadar Lengas Tanah, 0,5 mm (%) 0,16
2 Kadar Pasir (%) 99,00
3 Kadar Debu (%) 1,00
4 Kadar Lempung (%) 0,00
5 Berat Jenis (g/cm3) 2,37
6 Berat Volume (g/cm3) 1,61
7 Porostas total tanah (%) 32,07
8 pH (1:2,5) 5,90
9 C-Organk (%) 0,12
10 N- Total (%) 0,004
11 Kapastas tukar kation ( me/100 g) 3,60
12 Daya Hantar Listrk (mS) 0,20
(Gunawan dkk., 1997)
Hasil analisis sampel tanah diatas menunjukkan bahwa daya dukung lahan dan potensi kesuburannya rendah. Berdasarkan pada kesuburan fisik, lahan semacam ini ternyata tidak memliki kemampuan menyimpan lengas (Kadar lengasnya 0,16). Hal ini disebabkan oleh bebeapa keadaan, pertama tekstur tanahnya yang didominasi oleh fraksi pasir (99 % pasir), kandungan debu 1 % tanpa kandungan lempung. kondisi tersebut menyebabkan pori - pori penyimpan tidak terbentuk, sehingga kandungan lengasnya lebih banyak disebabkan oleh gaya adesi yang mudah menguap oleh goyangan suhu. Hasil penentapan
(47)
porositas tanhnya (45 %) menunjukkan bahwa pori mikro lebih banyak mendominasi volume tanahnya. Akibatnya secara keseluruhan lahan semacam ini selalu meloloskan setiap air yang datang kepadanya. Kedua hasil penetapan bahan organik sebagai salah satu bahan perekat agregat tanah dan analisir pematangan pori - pori tanah sangat rendah.
Menurut Gunawan (2014), menyatakan bahwa potensi kesuburan kimia diperlihatkan oleh hasil analisis pH tanah yang menunjukkan pH cukup netral dan sesuai dengan ketersediaan hampir semua unsur hara yang dibutuhkan tanaman, tetapi jika dilihat potensi kesuburan kimia lainnya seperti kadar C - Organik (0,12%), N Total (0,004 %), kapasitas pertukaran kation 3,60 me/100 gram, lahan pasir pantai trisik memiliki potensi kesuburan yang cukup rendah. Disamping itu, walaupun letaknya berdekatan dengan garis pantai, lahan pasir pantai Trisik tidak mempunyai kendala kegaraman, sebagaimana hasil pengukuran daya hantar listrik (0,20 mS).
Menurut Gunawan (2014), menyatakan bahwa koloida tanah merupakan salah satu bagian tanah yang disebut sebagai situs jerapan. Koloida tanah ini dapat tersusun atas bahan mineral yaitu lempung dan hasil perombakan bahan organik yang disebut humus. Kompleks koloida lempung - humus merupakan bagian yang menjadi pusat kesuburan tanah. Lahan pasir pantai memiliki kandungan mineral lempung rendah. Oleh karena itu, lahan pasir pantai semacam ini merupakan miskin koloida tanah sehingga kualitas kesuburan tanah rendah.
(48)
E. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. Aplikasi arang aktif serbuk kayu jati sebagai pupuk pelepas lambat memberikan pengaruh antar perlakuan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit. 2. Perlakuan dosis campuran arang aktif serbuk kayu jati sebagai pupuk pelepas
lambat dengan dosis arang aktif 250 kg/ha + Urea, SP-36, KCl merupakan dosis yang tepat terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai rawit.
(49)
38
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Perpindahan Panas dan Massa (Pusat Studi Ilmu Teknik) Universitas Gajah Mada. Waktu penelitian berlangsung pada bulan November 2015 hingga April 2016.
B. Bahan dan alat penelitian
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk gergaji kayu jati, Cabai rawit varietas F-1 (Kencana), Urea, SP-36, KCl, pupuk kandang ayam, polibag, pasir pantai (dari pantai Goa Cemara), timbangan elektrik, retort, mesh 80 & 100, NaOH 3 % dan Aquadesh.
C. Metode penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal. Penelitian terdiri atas 6 perlakuan diulang 3 kali. Jumlah tanaman/ulangan adalah 3, sehingga total keseluruhan unit penelitian adalah 54 unit percobarang aktif (lampiran 1). Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut:
P1 = Kontrol (tanpa arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl) P2 = 200 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl
(50)
P3 = 225 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl P4 = 250 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl P5 = 275 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl P6 = 300 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl
D. Cara penelitian
1. Proses pembuatan arang aktif a. Preparasi Sampel
Limbah serbuk gergaji kayu jati didapatkan dari industri meuble
di daerah Bangunjiwo, Kasihan, Bantul. Serbuk gergaji kayu jati kemudian dibersihkan atau dipilah dari kotoran maupun sampah kemudian dikering anginkan (lampiran 7).
b. Karbonasi/Pirolisis
Serbuk gergaji kayu jati tersebut kemudian dilakukan pengarangan atau karbonasi dengan menggunakan dapur pembakaran (retort). Pembakaran di dalam retort dilakukan dengan temperatur
500 0C selama 5 jam (lampiran 7).
c. Pengayakan Arang
Dalam proses pengayakan arang menggunakan ayakan 80 mesh
dan 100 mesh. Pengayakan dilakukan dengan cara paralel atau bersusun.
Arang yang diambil dalam penelitian ini adalah arang yang lolos 80 mesh
(51)
d. Aktivasi
1) Aktivasi kimia
Aktivasi kimia arang hasil karbonasi menggunakan larutan NaOH 3 % kemudian direndam selama 24 jam, kemudian arang tersebut dicuci/dibilas dengan menggunakan aquades. pH yang terbentuk adalah 8,2. Pengukuran derajat keasaman menggunakan kertas lakmus dan pH meter. Kemudian arang hasil perendaman tersebut dikering anginkan terlebih dahulu kemudian di oven pada suhu 110 0C hingga kering (lampiran 8).
2) Aktivasi fisika
Proses aktivasi selanjutnya dengan memanaskan arang dengan menggunakan retort dengan suhu 560 0 C selama 5 jam. Aktifasi
fisika dilakukan dua kali dengan waktu dan suhu yang sama (lampiran 8).
2. Proses Pembuatan Granul (Granulasi)
Proses pembuatan granulasi pada arang aktif adalah sebagai berikut:
a. Setelah bahan urea, SP-36, KCl dan perekat (50%) sudah dihaluskan kemudian dicampurkan dengan arang aktif sesuai perlakuan.
b. Bahan campuran tersebut di letakan di atas tampah kemudian di putar - putar hingga membentuk granul serta ditambahkan air secukupnya dengan menggunakan sprayer kecil.
(52)
c. Setelah granul terbentuk maka granul di kering anginkan terlebih dahulu kemudian dikeringkan dengan menggunakan sinar matahari selama 3 jam (siang hari)
d. Granul arang aktif siap diaplikasikan
Gambar 1. Diagram Alir pembuatan Arang aktif Serbuk Gergaji Kayu Jati dalam bentuk pupuk granul Slow release fertilizer
3. Budidaya tanaman cabai rawit a. Persiapan bahan tanam
Bibit yang digunakan berasal dari tempat pembibitan siap tanam dengan kondisi umur tanaman 4 - 5 minggu atau sudah mempunyai 3 - 5 helai daun. Bibit cabai varietas yang digunakan adalah cabai rawit
Serbuk Gergaji Kayu Jati
Pencampuran Bahan
Air Urea, SP-36,KCl,tanah liat
Granulasi
Pengeringan
Pupuk Granul Arang Aktf Serbuk Gergaji Kayu Jati Arang Aktif
Aktivasi kimia NaOH 3 % Karbonasi: suhu
500 oC (5 jam ) 560 AktiovasC (5 jam )i fisika
(53)
varietas Kencana. Varietas tersebut didapatkan di jalan Daendles, Purworejo. Varietas ini merupakan varietas yang banyak digunakan oleh petani dengan kondisi lahan berpasir.
b. Penyiapan media di polibag
Polibag yang digunakan berukuran 17,5 cm x 35 cm. Komposisi media berupa pasir dan pupuk kandang ayam. Tanah pasir didapatkan dari daerah Pantai Samas sedangkan pupuk kandang ayam (petelur) didapatkan dari daerah Pajangan, Bantul. Pupuk kandang ayam terlebih dahulu diayak dengan menggunakan ayakan pasir kemudian tanah pasir dan pupuk kandang ayam dicampur secara merata (homogen). Berat tanah pasir per polibag adalah 10 kg.
c. Penanaman
Bibit cabai rawit terlebih dahulu disiram dengan kondisi tanahnya basah. Kemudan bibit dilepaskan dari plastik bibit. Setiap polibag ditanam satu tanaman cabai rawit. Penanaman dilakukan pada sore hari. Setelah itu kemudian disiram dengan air.
d. Penyulaman
Tanaman cabai rawit disulam dalam jangka waktu kurang dari satu minggu. Penyulaman dilakukan pada sore hari. Bibit sulaman didapatkan dari bibit sebelumnya dengan umur yang sama.
(54)
e. Pemupukan
1) Perlakuan kontrol
Tanaman cabai rawit diberikan pupuk berupa urea 200 kg/ha, SP-36 150 kg/ha dan KCl 150 kg/ha. Pupuk diberikan dengan metode placement 5-7 cm dari batang tanaman. Waktu
pemberiannya mulai dari 14 HST, 28 HST dan 42 HST 2) Perlakuan selain kontrol
Pupuk SRF yang terbentuk diberikan pada pot tanaman sesuai dosis perlakuan. Metode pemberiannya yaitu dengan
placement. Waktu pemberian hanya satu kali selama masa
pertumbuhan. f. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berada pada media tanam. Metode penyiangan adalah dengan cara dicabuti satu per satu.
g. Penyiraman
Penyiraman tanaman cabai rawit apabila tidak ada hujan maka disiram 2 hari satu kali. Indikator penyiramannya adalah apabila tanahnya sudah tidak lembab lagi. Ukuran penyiramannya yaitu pada kondisi kapasitas lapang. Penyiraman air disamaratakan. Waktu penyiramannya adalah pada pagi atau sore hari. Penyiraman dilakukan secara manual dengan menggunakan gayung.
(55)
h. Perempelan
Perempelan tunas samping dilakukan pada tunas yang keluar di ketiak daun. Dilakukan sampai pembentukan cabang utama, ditandai munculnya bunga pertama. Perempelan daun dilakukan pada umur 80 HST (hari setelah tanam) pada daun - daun di bawah cabang utama dan daun tua.
i. Pemasangan ajir.
Pemasangan ajir dilakukan ketika tanaman mulai berbunga. Ajir ditancapkan diluar polibag. Ajir terbuat dari bambu dengan tinggi 100 cm.
j. Panen
Pemanenan cabai rawit mulai dipanen pada umur 84 hari setelah buah cabai menunjukan perubahan warna dari hijau tua menjadi kemerah - merahan.
k. Pengendalian Hama Penyakit
Tanaman cabai rawit dikendalikan dengan insektisida dan fungisida sesuai dosis anjuran.
E. Parameter yang diamati
1. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang bawah sampai titik tumbuh. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali setelah tanaman cabai berumur 2 minggu setelah tanam sampai 12 MST (Minggu Setelah Tanam).
(1)
Tabel 7. Rerata berat segar tanaman pada 12 MST
Perlakuan Berat Segar (gram)
P1 = Kontrol (tanpa arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl) 72,59 a P2 = 200 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 63,82 a P3 = 225 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 68,97 a P4 = 250 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 61,83 a P5 = 275 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 57,86 a P6 = 300 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 66,99 a Keterangan : angka yang dikuti notasi huruf yang sama pada tiap kolom yang
sama, menunjukan tidak beda nyata berdasarkan sidik ragam pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 10. menunjukkan bahwa berbagai perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan rerata berat segar. Hal ini diduga dalam proses pembuatan granul arang aktif dalam penelitian ini belum tepat. Berdasarkan pada penelitian Sri Wahyuni (2014), menyatakan bahwa perlakuan arang aktif berlapis urea menunjukan beda nyata pada gabah kering panen, kadar air panen, berat 1000 butir dan biomassa. Proses pembuatan urea burlapis arang aktif tersebut adalah arang aktif dengan kombinasi 80:20 (berat/berat) untuk urea dan arang aktif dengan perekat molase 2%. Artinya 80 % urea ditambahkan arang aktif 20 % dan ditambah perekat molase 2 % sebanyak 50 ml dengan cara suspensi/penyemprotan berkabut untuk setiap 1 kg urea berlapis arang aktif.
Teknik pelapisan urea dilakukan dengan cara memasukkan urea 80% dalam pan granulator dan ditambah arang aktif sedikit demi sedikit lalu disemprot dengan molase 2% (12,5 ml) secara berkabut, selanjutnya ditambahkan arang aktif lagi sebelum disemprot lagi dengan molase 2%. Pelapisan dilakukan sebanyak 4 kali. Setelah penyemprotan/pelapisan selesai, urea berlapis arang aktif tersebut dikeringanginkan. Dengan teknik tersebut maka unsur hara yang dilapisi oleh arang aktif dapat melepas lambat pupuk dengan baik. Diduga cara pembuatan yang berbeda dengan penelitian ini menyebabkan arang aktif tidak menampilkan slow release sehingga pertumbuhan berat segar tanaman menjadi belum maksimal.
Berdasarkan pada penelitian Lempang dan Tikupadang (2013), menyatakan bahwa diameter pori pada permukaan arang aktif arang aktif tempurung kemiri hasil analisis SEM termasuk ke dalam struktur mikro pori (< 5 μm ) yang lebih dominan, sampai meso pori (5-25 μm) dengan diameter 0,2-11,3 μm menunjukan beda nyata pada tinggi tanaman, diameter batang dan bobot biomassa. Penambahan arang aktif yang terbaik pada media tumbuh semai melina adalah dengan kadar 15%, dimana dengan kadar tersebut dapat
(2)
meningkatkan pertumbuhan tinggi 8,20%, diameter batang 45,95% dan bobot biomassa 58,82%.
H. Berat Kering tanaman
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan bahwa pemberian perlakuan dosis arang aktif serbuk gergaji kayu jati tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kerng tanaman cabai rawit. Hasil sidik ragam rerata berat kering tanaman disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 8. Rerata Berat kering tanaman pada 12 MST
Perlakuan Berat kering (gram)
P1 = Kontrol (tanpa arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl) 11,953 a P2 = 200 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 11,050 a P3 = 225 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 11,723 a P4 = 250 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 10,340 a P5 = 275 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 10,340 a P6 = 300 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 11,233 a Keterangan : angka yang dikuti notasi huruf yang sama pada tiap kolom yang
sama, menunjukan tidak beda nyata berdasarkan sidik ragam pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 11. menunjukkan bahwa berbagai perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan rerata berat kering tanaman. Hal ini diduga arang aktif melalui bentuk partikel - partikelnya merupakan penyusun sebagian ruang pori media tumbuh yang tidak saja berfungsi sebagai gudang udara dan air, tetapi juga sebagai ruang untuk akar mendapatkan unsure hara. Makin sedikit ruang pori tanah akan makin tidak berkembang sistem perakaran (Hanafiah, 2007).
Pertumbuhan suatu tanaman tidak hanya tergantung pada kapasitas tanah untuk membebaskan haranya tetapi juga tergantung pada kapasitas sistem perakaran untuk menyerap hara-hara tersebut secara efisien (Rao, 2007). Akar halus dan muda, terutama pada zona rambut akar merupakan bagian yang paling efektif dalam fungsi pengambila hara. Peningkatan berat kering tanaman menunjukan bahwa tanaman mengalami pertumbuhan dan perkembangan semakin menigkat. Peningkatan berat kering tanaman merupakan indkator pertumbuhan dan perkembangan tanaman fotosintat yang lebih besar akan memungkinkan membentuk organ tanaman yang lebih besar kemudian menghasilkan produksi berat kering yang semakin besar (Sitompul dan Guritno 1995)
(3)
Pada perlakuan P1 cenderung lebih berat dibandingkan dengan perlakuan lainnya hal ini sesuai dengan hasil pengamatan parameter jumlah daun pada P1 (Gambar 6.) menunjukkan bahwa jumlah daun cenderung lebih banyak hal ini berkatan dengan berat kering merupakan parameter yang diukur untuk menunjukkan hasil fotosintesis suatu tanaman yang disebut fotosintat jika jumlah daunnya lebih banyak diasumsikan bahwa hasil fotosintatnya cenderung lebih tinggi.
I. Nisbah Tajuk/Akar
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dosis arang aktif serbuk gergaji kayu jati tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap nisbah tajuk akar tanaman cabai rawit. Hasil sidik ragam rerata nisbah tajuk/akar disajikan dalam Tabel 12.
Tabel 9. Rerata nisbah/tajuk akar pada 12 MST
Perlakuan Nisbah tajuk akar
P1 = Kontrol (tanpa arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl) 2,9833 a P2 = 200 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 2,6567 a P3 = 225 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 2,5233 a P4 = 250 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 2,1700 a P5 = 275 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 2,4100 a P6 = 300 kg/ha arang aktif + Urea, SP-36 dan KCl 2,2833 a Keterangan: angka yang dikuti notasi huruf yang sama pada tiap kolom yang
sama, menunjukan tidak beda nyata berdasarkan sidik ragam pada taraf 5 %
Berdasarkan hasil sidik ragam pada Tabel 12. menunjukkan bahwa berbagai perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan rerata nisbah tajuk/akar. Hal tersebut diduga unsur hara terutama nitrogen tidak terserap dengan baik sehingga biomassanya berkurang. Sejalan dengan pernyataan Intan (2007) proses pertumbuhan tajuk dan akar merupakan proses yang saling berkaitan satu sama lain. Apabila terjadi gangguan pada salah satunya maka akan menyebabkan gangguan pada bagian lainnya. Misalnya pada kondisi kekurangan air dan nitrogen, pertumbuhan tajuk lebih mengalami hambatan daripada bagian akar. Hal ini disebabkan akar bertugas lebih banyak untuk mencari air dan sumber N dari dalam tanah untuk didistribuskan ke bagian tajuk.
(4)
IV.KESIMPULAN A. Kesimpulan
1. Aplikasi arang aktif serbuk gergaji kayu jati sebagai pupuk pelepas lambat memberikan pengaruh yang sama jika dibandingkan aplikasi tanpa arang aktif terhadap parameter tinggi tanaman, jumah daun, jumlah cabang, jumlah buah, berat buah, berat segar, berat kering, luas daun dan nisbah tajuk/akar.
2. Aplikasi arang aktif serbuk gergaji kayu jati sebagai pupuk pelepas lambat pada dosis 200 kg/ha, 225 kg/ha, 250 kg/ha, 275 kg/ha dan 300 kg/ha belum memberikan slow realease fertilizer pada tanaman cabai rawit.
B. Saran
1. Perlu peneltian lebih lanjut terhadap pengamatan tanaman dengan umur yang lebih lama agar slow release fertlzer dapat terlihat.
2. Sebaiknya perlu dilakukan analisis tentang kualitas arang aktif yang digunakan 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perekat yang sesuai untuk
digunakan dalam pembuatan granul arang aktif dan adanya penggunarang aktif Pan granulator agar granul yang terbentuk lebih padat.
DAFTAR PUSTAKA
Afandie, R dan Nasih, W. Y. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 224 halaman.
BPS.2015. Produksi Sayuran Indonesia, 2010-2014.http://www.bps.go.id/brs/view/id/1168. Diakses pada tanggal 14 Desember 2015.
Gardner, F.P, R.B. Pearce, dan R.L. Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plant (Fisiologi Tanaman Budidaya, alih bahasa D.H. Goenadi). Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, and R.L. Mitchell. 1985. Physiology of Crop Plant. Alih bahasa. Susilo, H. 1991. UI Press. Jakarta. 455 Hlm.
Gusmailina, G. Pari. 2002. Pengaruh Pemberian Arang Terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai Merah (Capscium annum). Buletin Penelitian Hasil Hutan 20 (3),217-229. Hanafiah, K.A, 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Hoeung, P., Y. Bindar, dan S.P. Senda. 2011. Development of Granular Urea-Zeolite Slow Release Fertilizer Using Inclined Pan Granular. Jurnal Teknik Kimia Indonesia Vol.
(5)
Intan R.D.A., Santi R., dan Mira A. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk P dan Kompos Terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh Belum Menghasilkan Klon Gambung 7. Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Bandung
Kasmudjo. 2010. Teknik Jitu Memilih Kayu untuk Aneka Penggunaan arang aktif. Yogyakarta. Cakrawala Media.
Kertonegoro, B. J. 2003. Pengembangan Budidaya tanaman sayuran dan hortikultura pada lahan pasir pantai. Sebuah model spesifik dari daerah istimewa Yogyakarta. Agr - UMY. XI(2):67-75.
Lempang, M. dan H. Tikupadang. 2013. Aplikasi Arang aktif Tempurung Kemiri Sebagai Komponen Media Tumbuh Semai Melina. Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea 2 (2): 121-137. Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Makassar.
Meilita, T. S. dan Tuti, S. S. 2003. Arang aktif (Pengenalan Dan Proses Pembuatannya), Skripsi, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Ramadhani, K. A dan Widyaiswara, M. 2014. Pupuk Lepas Lambat (Slow release
Fertilizer).http://bbppbinuang.info/news51-pupuk-lepas-lambat-slow-release-fertilizer. html. Diakses pada tanggal 30 Juli 2015.
Rao, S. 1994. Mikroba Tanah dan Pertumbuhan Tanaman, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Shaviv A. and Mikkelsen, R. L. 1993. Controlled-Release Fertilizers To Increase Efficiency Of Nutrient Use And Minimize Environmental Degradation – A review. Fertilizer Research 35, 1-12.
Semangun, H. 2000. Penyakit - Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Universitas Gajdah Mada. Yogyakarta. 850 Hlm
Sitompul, S. M dan Guritno, B. l995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta: UGM Press.
Sudarja dan Novi C. 2012. Kaji Eksperimental Efektifitas Penyerapan Limbah Cair Industri Batik Taman Sari Yogyakarta Menggunkan Arang Aktf Mesh 80 Dan Limbah Serbuk Gergaji Kayu Jati. Jurnal semesta teknika. Vol. 14, No. 50-58, Me 2012. Sumardi. 1996. Penggunaan arang aktif pada beberapa komposisi NAA dan BAP dalam
kultur durian (Durio zibethinus Murr.) secara in vitro. Tesis S2. Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang 76 hal.
(6)
Sri Wahyuni. 2014. Efektivitas Pelapisan Urea dengan Arang aktif yang Diperkaya Mikroba Indegenus Terhadap Penurunan Residu Heksaklorobenzen dan Endrin. Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Tjahjadi, Nur. 1991. Bertanam Cabai. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wardono, Ali. 2006. Pemanfaatan Serbuk Gergaji Kayu Jati (Tectona Grandis) Sebagai Campuran Bahan Pengisi Pada Pembuatan Bata Beton Pejal. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Wareing, P. F. and I.D.J. Phillips. 1981. The Control of Growth and Differentiation in Plants. Pergamon Press. Oxford. New York. Toronto. Sydney. Paris. pp 1-146. Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman secara In Vitro. diterjemahkan oleh
Koensoemardiyah. Wayne New Jersey. Avery Publishing Group Inc.
Weil, R.R., K.R. Islam, M.A. Stine, J.B. Gruver, S.E. Susan-Liebeg. 2003. Estimating active carbon for soil quality assessment: a simplified method for laboratory and field use. American Journal of Alternative Agriculture 18(1), 3-I7.
Yuwono, N., W., 2009. Membangun Kesuburan tanah di lahan marginal. Jurnal ilmu tanah dan lingkungan vol.9 No. 2 (2009) p: 137-141
Yoshida, S., 1981, Fundamentals of rice crop science. International Rice Research Institute. Los Banos, Phili ppines.