ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE 2010 - 2015

(1)

(2)

i

ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE

2010 - 2015

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL PERIOD 2010 - 2015

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

Taofik Hariyanto 20100430035

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii 2010 - 2015

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL

2010 - 2015

Diajukan oleh Taofik Hariyanto

20100430035

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Pembimbing

Dr. Lilies Setiartiti,.M.S.i Tanggal, 27 Oktober 2016 NIK. 143009


(4)

iii SKRIPSI

ANALISIS SEKTOR DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE

2010 -2015

ANALYSIS OF DETERMINANT SECTOR ECONOMICS IN INCREASING ECONOMIC AT BANTUL

2010-2015

(THE STUDY OF GROSS REGIONAL DOMESTIC PRODUCT)

Diajukan oleh Taofik Hariyanto

20100430035

Skripsi ini telah Dipertahankan dan Disahkan di depan Dewan Penguji Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal, 23 Desember 2016

Yang Terdiri Dari

Dr. Lilies Setiartiti,.M.S.i . Ketua Tim Penguji

Agus Tri Basuki, SE., M.Si. Drs. Hudiyanto Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si NIK.19660604199202 143 016


(5)

iv Nomor Mahasiswa : 20100430035

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS SEKTOR

DETERMINAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

PEREKONOMIAN KABUPATEN BANTUL PERIODE 2010 – 2015 ” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 27 Oktober 2016


(6)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Jangan mati matian mengejar sesuatu yang tak bisa dibawa mati”

( Emha ainun nadjib )

Pandanglah Kebawah untuk urusan duniamu, Sebaliknya

pandanglah Keatas untuk urusan akheratmu

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan

Wiwiting tresno jalaran saka kulino

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Almamaterku tercinta Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

 Prodi Kebanggaanku ( EKPI ) Ekonomi Keuangan Perbankan Islam

 Kedua orang tuaku serta keluargaku yang selalu memberikan dukungan dalam semua hal aspek pendidikan.


(7)

vi

Taofik Hariyanto², Lilies Setiartiti³

INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sektor basis apa yang menjadi unggulan dan strategi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bantul. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam kurun waktu 5 tahun dari tahun 2010-2014 yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Yogyakarta. Alat analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ), Shift Share, Dynamic Location Quotient (DLQ) dan Typologi Klassen.

Dari hasil analisis Location Quotient dapat disimpulkan bahwa Kabupaten Bantul memiliki 6 sektor basis yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor bangunan/konstruksi, dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Dari hasil analisis Shift Share, dari nilai total pendapatan Dij yang menunjukkan nilai positif diseluruh sektor ekonomi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum adalah sektor yang menyumbangkan nilai terbesar bagi kenaikan kinerja perekonomian daerah.

Dari hasil Dynamic Location Quotient, Kabupaten Bantul memiliki sektor yang sebagian besar memiliki potensi perkembangan lebih cepat. Sedangkan dari hasil Typologi Klassen, sektor yang maju dan tumbuh pesat adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor bangunan/konstruksi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, dan sektor penyediaan listrik dan gas. Kata kunci: PDRB Kabupaten Bantul, Analisis Location Quotient (LQ), Analisis Shift Share, Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) dan Typologi Klassen.

¹Judul Skripsi

²Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ³Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(8)

vii

ABSTRACT

This research has purpose to analize what are basic sector that to be excellent and what strategy can be extend to increase economic growth in Bantul Regency. This research use the secondary data in early period 5 years from 2010-2014 were obtained from Central Statistical Agency of Daerah Istimewa Yogyakarta Province. The analysis tool in this research is Location Quotient (LQ), Shift Share, Dynamic Location Quotient (DLQ) and Klassen Typologi.

Based on Location Quotient analysis result, Bantul Regency has 6 basic sectors are Agriculture, Forestry and Fishery, Mining and Quarrying, Manufacturing, Electricity and Gas, Construction, and Accomodation and Food Service Activities. Based on result of Shift Share, total revenue of Dij which showed positive value in all economic sectors, Accomodation and Food Service Activities was sector that contribute the greatest value to increase in regional economic.

Based on result of Dynamic Location Quotient, Bantul Regency has sector that all of its has fast growth potensial. And the last, based on result of Klassen Typology, Bantul Regency has sector that progressive and quick growth are Agriculture, Forestry and Fishery, Electricity and Gas, Construction, and Accomodation and Food Service Activities.

Keywords: Gross Regional Domestic Product of Bantul Regency, Location Quotient (LQ), Shift Share, Dynamic Location Quotient (DLQ) and Klassen Typologi.


(9)

viii

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur penulis ucapkan kepada Allah

SWT yang telah memberikan nikmat dan karunianya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada qudwah Hasanah kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dengan judul Analisis Sektor Determinan Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Bantul Periode 2010-2015 (Kajian Produk Domestik Regional Bruto). Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah sehingga tercapai pembangunan ekonomi dan pendapatan masyarakat daerah yang merata di Kabupaten Bantul serta memberikan ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan semangat dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE.,M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk dan arahan selama penulis menyelesaikan studi;

2. Bapak Dr. Imamuddin Yuliadi, SE., M.Si. selaku Kepala Prodi Ilmu Ekonomi Fakulats Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta; 3. Dra. Lilies Setiartiti, M.Si., selaku dosen pembimbing, yang dengan penuh

kesabaran memberikan ilmu dan bimbingan dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat terselesaikan dengan baik;

4. Bapak dan Ibu dosen Ilmu Ekonomi, selaku dosen pengajar yang telah memberikan bekal ilmu selama kuliah;

5. Kedua Orang tuaku ( Bapak Purnoto dan Ibu Sudalmi ) serta kedua Kakak (Agus slamet dan Purwati Sutaryo) yang telah senantiasa memberikan do’a, dukungan, semangat, serta perhatian kepada penulis hingga dapat menyelesaikan studi dengan baik;

6. Teman terbaikku Arini, Desi, Bagja, galang, Tintus, Egin, Maul, Gembul, Luluk, Bagus, Yaqub, Ferdi, Abi, Samsul, Dian, Masbro, Wadie, Gilang, Kina yang telah memberikan banyak bantuan selama kuliah hingga terselesaikannya tugas akhir ini;

7. Teman teman seperjuangan Temanggung yang ada di jogja, Kos Pondok Putri Naura, Kontrakan Waluyo, Kontrakan Saniman, Kontrakan si mbah PGRI, Kontrakan Bu Isriyah, PB Mapades, Kos Pak Bedek


(10)

ix

8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 2010 yang sudah menjadi keluarga kecil di jogja sewaktu kuliah dan seterusnya.

9. Semua pihak yang telah membantu, memberikan do’a dan semangat dari awal hingga terselesaikannya tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu kritik, saran dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman kaya tulis dengan topik ini.

Semoga hasil dari karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.

Yogyakarta, 27 Oktober 2016


(11)

x

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN ... v

INTISARI ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah ... 10

B. Konsep Pembangunan ... 11

C. Konsep Pertumbuhan ... 13

D. Penelitian Terdahulu ... 17

BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek Penelitian ... 20

B. Jenis Dan Sumber Data ... 20

C. Teknik Pengumpulan Data ... 20

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21

E. Alat Ukur Data ... 24

F. Metode Analisis Data ... 24

1. Location Quetient (LQ) ... 24

2. Analisis Shift-Share ... 25

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)... 27

4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klasen ... 27

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Umum Wilayah ... 30

1. Letak Geografis ... 30

2. Topografi ... 32

3. Klimatologi ... 33

4. Potensi Kabupaten Bantul ... 33

5. Kondisi Demografi ... 35 6. Pendidikan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja, dan


(12)

xi

Tingkat Pengangguran ... 38

7. Mata Pencaharian Penduduk dan Kemiskinan ... 39

B. Kondisi Perekonomian ... 41

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis Penelitian ... 45

1. Analisis Location Quotient ... 45

2. Analisis Shift-Share ... 51

a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan ... 56

b. Sektor Pertambangan Dan Penggalian ... 57

c. Sektor Industri Pengolahan ... 58

d. Sektor Pengadaan Listrik Dan Gas ... 60

e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, Dan Daur Ulang ... 62

f. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 63

g. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 64

h. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 66

i. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum .. 67

j. Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 69

k. Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 70

l. Sektor Real Estate ... 71

m. Sektor Jasa Perusahaan ... 72

n. Sektor Administrasi Pemerintahan ... 74

o. Sektor Jasa Pendidikan ... 75

p. Sektor Jasa Kesehatan ... 76

q. Sektor Jasa Lainnya ... 78

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)... 79

a. Sektor Pertanian, Kehutanan, Dan Perikanan ... 82

b. Sektor Pertambangan Dan Penggalian ... 83

c. Sektor Industri Pengolahan ... 83

d. Sektor Pengadaan Listrik Dan Gas ... 83

e. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah, Dan Daur Ulang ... 83

f. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 84

g. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 84

h. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 84

i. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum .. 84

j. Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 84

k. Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 85

l. Sektor Real Estate ... 85

m. Sektor Jasa Perusahaan ... 85

n. Sektor Administrasi Pemerintahan ... 85

o. Sektor Jasa Pendidikan ... 86

p. Sektor Jasa Kesehatan ... 86

q. Sektor Jasa Lainnya ... 86


(13)

xii

5. Sektor Pengadaan Air, Pengolahan Sampah, Limbah,

Dan Daur Ulang ... 100

6. Sektor Bangunan Atau Konstruksi ... 102

7. Sektor Perdagangan Besar Dan Eceran ... 103

8. Sektor Transportasi Dan Pergudangan ... 105

9. Sektor Penyediaan Akomodasi Dan Makan Minum ... 106

10.Sektor Informasi Dan Komunikasi ... 108

11.Sektor Jasa Keuangan Dan Komunikasi ... 109

12.Sektor Real Estate ... 111

13.Sektor Jasa Perusahaan ... 112

14.Sektor Administrasi Pemerintahan ... 114

15.Sektor Jasa Pendidikan ... 115

16.Sektor Jasa Kesehatan ... 116

17.Sektor Jasa Lainnya ... 118

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 120

B. Saran ... 123 DAFTAR PUSTAKA


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

1.1 PDRB Setiap Sektor Ekonomi Kabupaten Bantul Tahun 2010

-2014... 5

3.1 Jenis dan Konsep Variabel... 22

3.2 Klasifikasi Sektoral Berdasarkan Typologi Klassen... 28

4.1 Luas Kabupaten Bantul... 31

4.2 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul Perkecamatan Tahun 2013... 38

4.3 TPAK dan Tingkat Pengangguran Terbuka Tahun 2012... 40

4.4 Presentasi Mata Pencaharian Penduduk Kabupaten Bantul Peridoe 2009-2013... 41

4.5 Presentase Status pekerjaan Penduduk Kabupaten Bantul 2009 -2013... 42

4.6 Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta periode 2011-2012... 43

4.7 PDRB menurut Harga Konstan Kabupaten Bantul Periode 2009-2013... 44

5.1 Hasil perhitungan Loqation Qoutient Sektor Ekonomi Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014... 47

5.2 Analisis Perhitungan Shift-Share (SS) Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 (Jutaan Rupiah)... 55

5.3 Analisis Perhitungan Dynamic Location Qoutient (DLQ) Kabupaten Bantul 2010-2014... 81

5.4 Laju Pertumbuhan Dan Kontribusi Sektor PDRB Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dan Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014... 89

5.5 Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2010-2014 Berdasarkan Typologi Klassen... 91

5.6 Hasil Perhitungan Rerata Location Qoutient (LQ) Dynamic Location Qoutient (DLQ), Shift-share (SS), Typologi Klassen Kabupaten Bantul... 93

5.7 Analisis Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan... 94

5.8 Analisis Sektor Pertambangan dan Penggalian... 96

5.9 Analisis Sektor Industri Pengolahan... 98

5.10 Analisis Sektor Pengadaan Listrik, dan Gas... 100

5.11 Analisis Sektor Pengadaan Air Pengolahan Sampah Limbah dan Daur Ulang... 100

5.12 Analisis Sektor Bangunan/Konstruksi... 103

5.13 Analisis Sektor Perdagangan besar dan Eceran... 104

5.14 Analisis Sektor Transportasi dan Perdagangan... 105

5.15 Analisis Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum... 107

5.16 Analisis Sektor Informasi dan Komunikasi... 108


(15)

xiv


(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

4.1 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK Kabupaten Bantul Menurut


(17)

xvi 2010-2015

Lampiran 3 Hasil Analisis Location Quotient (LQ) Lampiran 4 Hasil Analisis Perhitungan Shift-Share (SS)


(18)

(19)

(20)

(21)

1

A. Latar belakang

Kebijakan Otonomi Daerah yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia dengan melakukan proses desentralisasi terhadap daerah-daerah otonom memiliki potensi yang sangat besar dalam pembangunan daerah. Artinya adanya pelimpahan kebijakan bagi daerah otonom untuk mengurus dan mengembangkan daerahnya sendiri secara mandiri disegala bidang, tidak terkecuali dalam bidang ekonomi.

Bicara tentang persoalan otonomi daerah , berarti kita berbicara tentang desentralisasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dalam suatu daerah. Salah satu daerah yang sedang dalam upaya penggalakan daerah otonom adalah Kabupaten Bantul, sebagai salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Yogyakarta dengan jumlah penduduk mencapai 955.055 ribu jiwa (proyeksi penduduk tahun 2010-2020) yang tersebar di 75 desa dan 17 kecamatan. Dari jumlah tersebut, 475.872 jiwa adalah laki-laki dan 479.173 jiwa adalah perempuan. Daerah yang berada di selatan Kota Yogyakarta ini merupakan daerah dimana terdapat banyak lahan pertanian yang sangat bagus untuk dikembangkan.


(22)

2

Apabila dilihat dari bentang alamnya, Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah dan daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai di sebelah selatan. Kondisi bentang alam tersebut relatif membujur dari utara ke selatan. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07º44'04" 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, di sebelah utara berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo, dan di sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Gempa bumi yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2006 berimbas juga pada sektor ekonomi dan roda pemerintahan di Kabupaten Bantul. Sebanyak 74.362 atau 35 persen dari total penduduk Bantul masuk dalam kategori keluarga miskin. Sedangkan pengangguran terbuka bertambah sebanyak 8,95 persen. Menurut Bupati Bantul Idham Samawi, pasca terjadinya gempa bumi tersebut mengakibatkan perubahan rencana pembangunan jangka panjang dan jangka menengah yang dilakukan oleh kabupaten Bantul. Akibat lain dari gempa tersebut juga berdampak besar terhadap kegiatan sector perekonomian di daerah Kabupaten Bantul. Meningkatnya masalah-masalah baru seperti bertambahnya jumlah masyarakat miskin menjadi tantangan baru pada program pembangunan yang dilakukan Kabupaten Bantul. Akan tetapi pada kenyataan lain, Kabupaten Bantul juga dihadapkan pada keterbatasaan kemampuan


(23)

anggaran pembangunan keuangan yang diakibatkan meningkatnya pula beban pembangunan.

Selain permasalahan ekonomi akibat gempa bumi 2006, permasalan lainya adalah alih fungsi lahan. Lahan yang pada awalnya adalah lahan pertanian berubah menjadi lahan pemukiman penduduk. Pada tahun 2002 lahan Kabupaten Bantul mengalami penurunan yang cukup signifikan sejak tahun 1983 seluas 63.263 ha menjadi 58.367 ha (turun 4.896 ha). Sehingga hal ini menjadi tugas baru bagi pemerintah Kabupaten Bantul agar tetap bisa melindungi lahan pertanian supaya tidak dijadikan untuk lahan pemukiman penduduk yang akhir akhir ini terjadi juga hampir disetiap daerah.

Kabupaten Bantul terkenal dengan lumbung pertanianya. Hal ini bisa dibuktikan pada sektor pertaniannya menjadi penyumbang PDRB terbesar di Kabupaten Bantul. Selain terkenal dengan lumbung pertaniannya, Kabupaten Bantul juga terkenal dengan desa wisatanya. Di Kabupaten Bantul terdapat 24 desa wisata yang tumbuh. Namun karena kurangnya integerasi dan kerjasama dari desa wisata satu dengan desa wisata lainnya hanya lima desa wisata yang memiliki nilai jual dan mampu mendatangkan wisatawan. Desa wisata di Kabupaten Bantul yang mampu mendatangkan wisatawan dan mempunyai nilai jual diantaranya Desa Kasongan, Manding, Krebet, Wukirsari, dan Kebonagung. Selain desa wisata tersebut dan juga pariwisata-pariwisata lain yang ada di Kabupaten Bantul juga terkesan timpang. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian wisatawan yang masuk Kabupaten Bantul untuk berlibur masih memfokuskan berkunjung ke pantai


(24)

4

yang ada di daerah selatan Kabupaten Bantul, sementara daerah tengah serta daerah utara Kabupaten Bantul masih belum termanfaatkan secara maksimal.

Secara umum, kondisi perekonomian Kabupaten Bantul cukup baik. Dapat dilihat pada tabel 1.1 kontribusi terbesar yang menyumbang PDRB Kabupaten Bantul pada tahun 2010 sampai 2015 adalah sektor Industri Pengolahan dan sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan pada tahun 2010-2015 mengalami perubahan yang tidak tetap. Pada tahun 2011 mengalami penurunan dan pada tahun 2012 mengalami kenaikan. Dan pada tahun 2013 mengalami penurunan lagi dan pada tahun 2014 mengalami kenaikan lagi.

Untuk sektor Pertambangan & Penggalian pada tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup stabil. Sektor Industri Pengolahan pada tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup baik. Akan tetapi pada tahun 2012 mengalami penurunan yang cukup signifikan. Sektor Pengadaan Listrik dan Gas dari tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan secara terus menerus. Sektor Pengadaan Air Pengolahan sampah Limbah dan Daur Ulang dari tahun 2010 sampai tahun 2015 hanya mengalami kenaikan sedikit.

Untuk sektor Bangunan/Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor


(25)

Jasa Keuangan dan Komunikasi mulai tahun 2010 sampai tahun 2015 terus mengalami kenaikan yang cukup baik. Dilihat pada sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, dan sektor Jasa Pendidikan dari tahun 2010 sampai tahun 2015 mengalami kenaikan yang cukup banyak bila dibandingkan dengan kenaikan pada sector lainnya. Untuk sektor Jasa Kesehatan dan Jasa Lainnya dari tahun 2010 sampai tahun 2015 juga mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu signifikan.

Tabel 1.1.

PDRB Setiap Sektor Ekonomi Kabupaten Bantul Tahun 2010-2015 (Rp)

No. Sektor 2010 2011 2012 2013 2014 2015

1

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

1.845.881,2 1.809.397,1 1.913.122,8 1.964.025,9 1.912.487,9 1.961.983,0

2 Pertambangan dan

Penggalian 91.193,3 95.918,1 97.861,6 100.263,1 101.804,8 102.423,0

3

Industri Pengolahan 1.967.496,7 2.060.040,2 2.011.903,8 2.138.364,4 2.224.275,1 2.276.303

4 Pengadaan Listrik dan

Gas 17.684,2 18.681,5 20.649,1 21.910,9 22.804,9 22.789

5

Pengadaan Air Pengolahan sampah Limbah dan Daur Ulang

11.341,3 11.738,3 12.151,7 12.222,4 12.649,0 13.022

6

Bangunan/Konstruksi 1.169.988,4 1.241.827,2 1.305.124,7 1.368.231,2 1.462.564,0 1.526.241

7 Perdagangan Besar dan

Eceran 952.242,0 1.005.349,1 1.095.015,8 1.156.441,8 1.232.188,2 1.315.611

8 Transportasi dan

Pergudangan 634.784.4 657.646,9 687.776,6 721.870,5 748.086,1 774.382

9

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

1.179.244,5 1.262.297,3 1.342.268,4 1.443.507,6 1.555.098,5 1.646.727

10 Informasi dan

Komunikasi 1.059.920,0 1.159.756,3 1.277.883,8 1.358.556,6 1.454.258,1 1.536.407

11 Jasa Keuangan dan

Komunikasi 268.757,1 306.893,3 314.929,7 351.945,0 390.477,1 423.450

12

Real Estate 761.745,6 808.367,1 870.666,5 910.010,4 989.905,3 1.057.942

13

Jasa Perusahaan 64.072,8 68.846,2 73.135,3 76.405,4 81.440,8 87.194

14 Administrasi

Pemerintahan 801.297,7 840.956,5 910.575,3 959.446,7 1.010.099,0 1.063.245

15

Jasa Pendidikan 829.383,9 892.945,2 948.651,7 996.811,5 1.073.653,8 1.157.438

16

Jasa Kesehatan 209.269,3 222.714,0 244.130,4 262.486,9 281.683,2 302.877

17

Jasa Lainnya 249.574,9 265.292,0 281.174,5 296.218,9 315.933,2 342.511 Sumber : BPS Bantul (diolah)


(26)

6

Kenaikan dan penurunan nilai PDRB di Kabupaten Bantul dipengaruhi oleh banyak aspek. Salah satu faktor penyebabnya adalah bencana alam yang terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu meletusnya Gempa Bumi pada tahun 2006 yang mengakibatkan sektor pertanian turun karena banyaknya lahan pertanian yang rusak. Setiap tahun terjadi pertumbuhan ekonomi, namun belum diketahui sektor apa saja yang menjadi sektor potensial, sektor yang dapat peningkatkan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bantul.

Masalah selanjutnya dari pertumbuhan ekonomi yang belum diketahui sektor ekonomi yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif sehingga pertumbuhan terbatas pada angka-angka saja. Maka dari itu setelah sektor basis atau sektor potensial diketahui, dilanjutkan dengan identifikasi sektor daya saing, dan sektor yang tumbuh lebih cepat.

Hal ini menjadi penting dikarenakan potensi yang belum diketahui keunggulan akan sulit dikembangkan, namun jika sudah diketahui sektor mana saja yang memiliki potensi, maka pemerintah daerah bisa mengambil kebijakan terhadap sektor tersebut dengan lebih cepat dan tepat.

Dari uraian diatas peneliti tertarik meneliti tentang suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan identifikasi sektor-sektor unggulan apa saja yang dapat tumbuh dan berkembang cepat di Kabupaten Bantul dan


(27)

sektor apa yang berpotensi untuk lebih di kembangkan di Kabupaten Bantul serta sektor ekonomi apa yang memiliki potensi daya saing kompetitif sehingga nantinya dapat digunakan sebagai pedoman dalam merumuskan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Peneliti mengambil judul “Analisis Sektor Determinan Dalam Meningkatkan Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Bantul Periode 2010-2015 (Kajian Produk Domestik Regional Bruto).”

B. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membatasi masalah dalam mengkaji sektor ekonomi unggulan yang dapat mendukung pengembangan pertumbuhan perekonomian wilayah Kabupaten Bantul dengan pendekatan Produk Domestik Regional Bruto tahun 2010-2015 atas dasar harga konstan 2010.

C. Rumusan Masalah

Dengan melakukan penelitian terhadap perekonomian Kabupaten Bantul diharapkan mampu mengangkat sektor-sektor lain yang ada agar lebih maju lagi sehingga lebih mempermudah pemerintah daerah untuk memprioritaskan pembangunan terhadap sektor yang bisa menunjang pertumbuhan ekonomi maupun menunjang perekonomian di Kabupaten Bantul.


(28)

8

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas pada latar belakang , maka masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Sektor basis apa yang menjadi unggulan yang dapat dikembangkan sebagai penunjang pertumbuhan PDRB Kabupaten Bantul?

2. Sektor ekonomi mana yang merupakan sector unggulan Kabupaten Bantul ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui sektor basis yang menjadi unggulan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui sektor ekonomi yang merupakan sektor unggulan

Kabupaten Bantul

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk :

1. Bagi peneliti, merupakan wahana dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, selama peneliti menimba ilmu di bangku kuliah

2. Bagi Pemerintah, penelitian ini merupakan masukan dalam rangka pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah dalam menyusun kebijakan daerah


(29)

Bagi pemerhati perencanaan pembangunan daerah, penelitian ini dapat dijadikan referensi yang memadahi dalam rangka pelaksanaan penelitian ataupun kajian yang sejenis.


(30)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi dan Konsep Otonomi Daerah

Seperti yang diketahui semenjak orde reformasi bergulir ditahun 1998, ditahun 1999 lahir Undang-undang No. 22 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 25 tentang Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Melalui undang-undang tersebut daerah selaku otak dari penentu pembangunan diwilayahnya sendiri memiliki kekuasaan untuk mengtur dan mengurus daerahnya sendiri untuk dapat bersaing disegala bidang. Untuk menguatkan konsep tersebut ditahun 2004 melalui peraturan perundang-undangan, dibentuk undang-undang baru pada tanggal 15 Oktober 2004, yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian diikuti dengan dibentuknya Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah.

Adanya pembaharuan pada undang-undang yang telah dibuat ditahun 1999, menjadi jawaban atas tuntutan kesungguhan pemerintah dalam menjalankan pemerintahan yang adil dan merata kaitannya dengan pengaplikasian daerah otonom. Seperti yang diketahui bahwa kedua undang-undang tersebut menjadikan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional yang pelaksanaanya dilakukan melalui prinsip otonami daerah dan peningkatan pada poros demokrasi maupun kinerja daerah dalam rangka peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat menuju masyarakat madani yang terbebas dari masalah korupsi, kolusi dan


(31)

nepotisme. Sementara itu, dengan dibentuknya Undang-undang No 32 dan 33 ditahun 2004, konsep tentang otonomi daerah diperkuat lagi dengan penambahan beberapa point baru. Dalam undang-undang yang baru disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah adalah dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, pendapatan daerah lain-lain yang sah. Adapun pendapatan asli daerah sebagai sumber pembiayaan berasal dari daerah itu sendiri seperti yang disebutkan dalam undang-undang tersebut adalah pendapatan yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil retribusi, hasil dari perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan asli daerah lain-lain yang sah. Melalui pendapatan-pendapatan yang diperoleh tersebut, diharapkan daerah mampu menciptakan keseimbangan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk aspek ekonomi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat didaerah otonom.

B. Konsep Pembangunan

Arsyad dalam Erawati dan Yasa (2011) mendefinisikan pembangunan sebagai suatu proses yang mencakup pembentukan intuisi-intuisi baru, pembangunan industri-industri alternatif, dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara daerah dengan sektor swasta. Sedangkan dalam konsep yang dijelaskan oleh Adisasmitra (2005), disebutkan bahwa konsep


(32)

12

pembangunan termasuk didalamnya pembangunan ekonomi daerah juga merupakan suatu proses, yaitu proses dimana adanya perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk peningkatan jumlah dan kualitas produktifitas, identifikasi pasar baru dan adanya suatu proses transformasi pengetahuan.

Dengan adanya pembangunan ekonomi diharapkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara bisa terintegrasikan menjadi lebih baik, karena dalam pembangunan tersebut terkandung beberapa indikator saling berkaitan serta mempengaruhi satu-samalain yang dapat dijadikan fungsi dari pembangunan. Adapun indikator-indikator yang dapat dijadikan fungsi dari pembangunan ekonomi terutama kaitannya dengan pembangunan ekonomi daerah adalah (Almulaibari, 2011) :

1. Potensi sumber daya alam

2. Tenaga kerja dan sumber daya manusia 3. Investasi modal

4. Prasarana dan sarana pembangunan 5. Transportasi dan komunikasi 6. Komposisi industri

7. Teknologi

8. Situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah

9. Kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah 10. Kewirausahaan


(33)

C. Konsep Pertumbuhan

Pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan yang terjadi pada output perkapita dalam jangka panjang atas penggunaan beberapa faktor yang dapat menstimulus proses pertumbuhan tersebut (Boediono, 1999). Sedangkan menurut Todaro (2000), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas secara bertahap dan jangka panjang dari negara untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi dalam hal ini adanya peningkatan output, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan, dimana antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya bisa saja diartikan berbeda. Namun umumnya, secara tradisional indikator yang sering digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah dengan menggunakan besarnya Gross Domestic Product dan Gross Domestic Regional Product pada suatu propinsi, kabupaten atau kota. Menurut Tarigan (2004), Gross Domestic Regional Product (PDRB) dapat dibedakan menjadi dua, yaitu PDRB menurut harga berlaku dan PDRB menurut harga konstan. Diamana diantara kedua jenis penggolongan PDRB tersebut terdapat perbedaan baik dari segi definisi maupun dari segi penggunaan (application). PDRB menurut harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga-harga ditahun berjalan, sedangkan PDRB menurut harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga tahun dasar. Dari kedua definisi tersebut jelas kedua jenis PDRB tersebut memiliki arti yang berbeda satu-samalain, yaitu PDRB


(34)

14

menurut harga berlaku menunjukkan besarnya penghasilan dari hasil output yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah pada periode tersebut. Sementara itu, PDRB menurut harga konstan menunjukkan besarnya output atau kuantitas barang yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah setiap tahunnya, sesuai dengan tahun dasar yang digunakan.

Seperti yang sudah diketahui, adanya peningkatan pada output dalam suatu wilayah tidak serta-merta terjadi secara spontan, melainkan terjadi karena adanya dorongan atau stimulus dari beberapa faktor-faktor ekonomi. Menurut para ahli ekonomi terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yang dituangkan dalam teorinya masing-masing. Berikut ini beberapa teori yang menjelaskan proses dan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, diantaranya :

1. Teori Basis Ekonomi

Pengertian ekonomi basis di suatu wilayah tidak bersifat statis melainkan dinamis. Artinya pada tahun tertentu mungkin saja sektor tersebut merupakan sektor basis, namun pada tahun berikutnya belum tentu sekor tersebut secara otomatis menjadi sektor basis. Sektor basis bisa mengalami kemajuan ataupun kemunduran. Adapun sebab-sebab kemajuan sektor basis adalah:

a. Perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi b. Perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah c. Perkembangan teknologi


(35)

d. Adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial

Sedangkan jika dilihat dari beberapa faktor penyebab kemunduran sektor basis adalah sebagai berikut:

a. Adanya perubahan permintaan di luar daerah b. Kehabisan cadangan sumberdaya

Teori basis ekonomi dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1973) dalam (Bambang, 2008) yang menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah. Dalam teori basis ekonomi bahwa semua wilayah merupakan sebuah sistem sosioekonomi yang terpadu. Teori inilah yang mendasari pemikiran teknik location quotient, yaitu teknik yang membantu dalam menentukan kapasitas ekspor perekonomian daerah dan derajat keswasembada (self-sufficiency) suatu sektor.

Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis berorientasi lokal yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wiayah perekonomian yang bersangkutan.

Menurut Glasson (1990), Konsep dasar ekonomi membagi perekonomian menjadi dua sektor yaitu :


(36)

16

a. Sektor-sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa ke tempat diluar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan

b. Sektor-sektor non basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal didalam batas perekonomian masyarakat bersangkutan Sektor basis merupakan sektor yang melakukan aktifitas berorientasi ekspor keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan.

Sektor basis memiliki peran penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis menimbulkan efek ganda dalam perekonomian regional.

Sedangkan sektor non basis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa untuk masyarakat di dalam batas wilayah perekonomian bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaran bersifat lokal. Inti dari teori ini adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut.

Strategi pembangunan daerah yang muncul berdasarkan teori ini adalah penekanan terhadap arti penting bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupun internasional. implementasi kebijakannya mencakup pengurangan hambatan/batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah tersebut.


(37)

Analisis basis dan non basis pada umumnya didasarkan atas nilai tambah atau lapangan kerja. Penggabungan lapangan kerja basis dan lapangan kerja non basis merupakan total lapangan kerja yang tersedia untuk wilayah tersebut. Demikian pula penjumlahan pendapatan sektor basis dan pendapatan sektor non basis (Tarigan, 2007). Aktivitas basis memiliki peranan penggerak utama dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah semakin maju pertumbuhan wilayah.

Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah digunakan analisis Location Quotient (LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah tersebut dengan peranan kegiatan atau industri sejenis dalam perekonomian regional (Emilia, 2006). LQ menggunakan rasio total nilai PDRB disuatu daerah (kabupaten/kota) dibandingkan dengan rasio PDRB pada sektor yang sama di wilayah referensi (provinsi/nasional).

D. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai sektor basis telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Analisis yang digunakan sebagian besar adalah analisis shift-share dan LQ. Selain menggunakan analisis tersebut, ada pula yang menggunakan analisis tipology klassen. Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini diantaranya ada bebrapa yaitu penelitian yang dilakukan oleh


(38)

18

Agus tri basuki pada tahun 2004 yang berjudul Analisis Pengembangan Ekonomi dan Investasi Propinsi Maluku Tahun 2000-2004. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sektor yang menjadi unggulan propinsi maluku dan mencari strategi yang dapat di kembangkan di propinsi maluku. Penelitian ini menggunakan 3 alat analisis berupa Shift Share (SS), Location Quotient (LQ) dan Typology Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Propinsi Maluku mengalami pergeseran pembangunan yang berpengaruh positif artinya pergeseran pembangunan dapat dilihat dari laju pertumbuhan yang signifikan. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai pengaruh yang sangat signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan PDRB disusul oleh sektor pertanian, diikuti oleh sektor angkutan. Sedangkan sektor yang mengalami perubahan negatif adalah sektor pertambangan dan penggalian. Propinsi Maluku memiliki tiga sektor unggulan yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor jasa-jasa. Berdasarkan kepada karakteristik wilayah dan sumber daya yang dimiliki Propinsi Maluku maka dapat dikembangkan strategi pembangunan ekonomi yang mengarah kepada pengembangan pertanian yang mendukung industri pariwisata dan perdagangan bebas, dengan alasan: 1. Perdagangan bebas Zona Asean sudah di mulai , sehingga kita harus

selalu berfikir tentang globalisasi

2. Propinsi Maluku sangat berdekatan dengan Philipina dan sehingga pengembangan pariwisata juga diarah ke Propinsi Ambon dan sekitarnya


(39)

3. Pertanian, perdagangan, Hotel dan Restoran serta angkutan dan kominikasi masih merupaka sektor unggulan Propinsi Maluku.

Penelitian yang dilakukan oleh Rita Erika & Sri Umi Minarti W yang berjudul Analisis sektor–sektor ekonomi dalam rangka Pengembangan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kota Kediri. Penelitian ini dilakukan dengan mengambil pokok permasalahan sektor-sektor ekonomi manakah yang berpotensi menjadi unggulan dalam pembangunan ekonomi Kota Kediri serta apakah kebijakan pembangunan ekonomi kota kediri sudah sesuai dengan hasil analisis sektor yang menjadi unggulan. Metode analisis yang digunakan berupa LQ, MRP dan Tyologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kota Kediri memiliki empat sektor unggulan yaitu Sektor industri pengolahan, sektor keuangan, persewaan dan komunikasi, sektor kontruksi dan sektor jasa-jasa. Sehingga kebijakan pembangunan ekonomi Kota Kediri belum sesuai dengan hasil analisis sektor yang menjadi unggulan. Karen arah kebijakan pembangunan ekonomi Kota Kediri tersebut hanya melihat dari sisi internalnya saja yaitu kontribusi sektoral dan sosial.


(40)

20

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Bantul yang merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil penelitian berupa sektor-sektor unggulan perekonomian ini dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam rangka pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah dalam menyusun kebijakan daerah.

B. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi PDRB Kabupaten Bantul atas dasar harga konstan tahun 2010 selama kurun waktu lima tahun terakhir yaitu tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan atau setiap sektor dari tahun ketahun. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian, penulis menggunakan dua metode pengumpulan data, yaitu metode field research


(41)

dan library research. Teknik pengumpulan data dengan metode field research dilakukan dengan melakukan penelitian langsung ke tempat instansi atau lembaga yang menyediakan data yang berhubungan dengan penelitian. Dimana dalam penelitian ini, penulis memperoleh data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan metode library research merupakan metode untuk mendapatkan data melalui bahan-bahan kepustakaan, seperti jurnal majalah, artikel dan jenis tulisan-tulisan ilmiah lainnya yang sejenis. Dimana metode ini penulis gunakan untuk menambah beberapa data pendukung dalam ananlisis.

D. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan satu variabel, yaitu data Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bantul. Adapun definisi dari PDRB adalah total nilai tambah dari semua atau jumlah total output barang dan jasa akhir tujuhbelas sektor ekonomi yang diproduksi oleh suatu daerah atau wilayah dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu yang diukur dengan satuan nominal mata uang (rupiah). Untuk menghasilkan analisis yang sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian, penulis menggunakan PDRB dalam bentuk harga konstan. Hal ini dikarenakan PDRB dalam bentuk tersebut mampu merefleksikan besarnya output riil yang dapat dihasilkan oleh suatu wilayah.

Tujuh belas sektor ekonomi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, sektor Pertambangan


(42)

22

dan Penggalian, sektor Industri Pengolahan, sektor Pengadaan Listrik dan Gas, sektor Pengadaan Air Pengolahan sampah Limbah dan Daur Ulang, sektor Bangunan/Konstruksi, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor Transportasi dan Pergudangan, sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum, sektor Informasi dan Komunikasi, sektor Jasa Keuangan dan Komunikasi, sektor Real Estate, sektor Jasa Perusahaan, sektor Administrasi Pemerintahan, sektor Jasa Pendidikan, sektor Jasa Kesehatan, dan sektor Jasa Lainnya. Berikut ini tabel yang menunjukkan definisi dan konsep dari variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 3.1.

Jenis dan Konsep Variabel

Variabel Definisi dan Konsep

PDRB Adalah total nilai tambah dari semua atau jumlah total output barang dan jasa akhir sembilan sektor ekonomi yang diproduksi oleh suatu daerah atau wilayah dalam suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu yang diukur dengan satuan nominal mata uang (rupiah)

Sektor Ekonomi A. Pertanian , Kehutanan , Perikanan

1. Pertanian, Peternakan, perburuan, dan jasa perburuan a. Tanaman pangan

b. Tanaman holtikultura semusim c. Perkebunan semusim

d. Tanaman holtikultura tahunan dan lainya e. Perkebunan Tahunan

f. Peternakan

g. Jasa pertanian dan perburuan 2. Kehutanan dan penenbangan kayu 3. Perikanan

B. Pertambangan dan Penggalian

1. Pertambangan minyak,, gas , dan panas bumi 2. Pertambangan batubara, dan lignit

3. Pertambangan bijih logam


(43)

C. Industri Pengolahan

1. Industri batubara dan Penggalian migas 2. Industri makanan dan minuman

3. Pengolahan tembakau

4. Industri tekstil dan pakaian jadi

5. Industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki

6. Industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dari bamboo, rotan dan sejenisnya

7. Industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman

8. Industri kimia, farmasi dan obat tradisional 9. Industri karet, barang dari karet dan plastic 10.Industri barang galian bukan logam 11.Industri logam dasar

12.Industri barang dari logam, computer, barang elektronik, optic dan peralatan listrik

13.Industri mesin dan perlengkapan YTDL 14.Industri furniture

15.Industri pengolahan lainya, jasa reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan

D. Pengadaan Listrik, dan Gas

1. Ketenagalistrikan

2. Pengadaan Gas dan produksi es

E. Pengadaan air, Pengolahan sampah, Limbah, dan Daur ulang

F. Konstruksi

G. Perdagangan besar, dan Eceran, Reparasi monil, dan Sepeda motor

H. Transportasi, dan Pergudangan

1. Angkutan Rel 2. Angkutan Darat 3. Angkutan Laut

4. Angkutan sungai, danau dan penyebrangan 5. Angkutan Udara

6. Pergudangan dan jasa Penunjang angkutan, pos dan kurir

I. Penyedian Akomodasi Makan dan Minum

1. Penyediaan Akomodasi

2. Penyediaan Makan dan Minum

J. Informasi dan Komunikasi K. Jasa Keuangan dan Asuransi

1. Jasa perantara keuangan 2. Asuransi dan Dana Pensiun 3. Jasa keungan Lainya 4. Jasa Penunjang Keuangan


(44)

24

L. Real Estate M. Jasa Perusahaan

N. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

O. Jasa Pendidikan

P. Jasa Kesehatan, Kegiatan Sosial Q. Jasa Lainya

E. Alat Ukur Data

Untuk memproses, mengukur dan menganalisis data, penulis menggunakan salah satu aplikasi Microsoft Office, yaitu Microsoft Excel 2010. Penggunaan aplikasi ini disesuaikan dengan metode dan alat analisis yang digunakan yang hanya memerlukan salah satu aplikasi pengolahan Microsoft Office, yaitu Microsoft Excel.

F. Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan dan permasalahan yang ada, maka digunakan beberapa metode analisis data:

1. Location quetiont (LQ)

Metode analisis ini digunakan untuk mengidentifikasi potensi internal yang dimiliki suatu daerah, yaitu sektor mana yang merupakan sektor basis dan mana yang merupakan sektor non basis. Teknik ini menyajikan perbandingan relatif antara kemampuan satu sektor antara daerah yang diteliti dengan kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas. Perbandingan relatif ini dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (Warpani, 1984):


(45)

Keterangan :

LQ = Koefisien statistic Location Quotient Qi = Keluaran sektor i(D.I Yogyakarta) qi = Keluaran sektor i regional (Kab. Bantul) Qn = Keluaran total (D.I Yogyakarta)

qr = Keluaran total regional (Kab. Bantul)

Apabila hasil perhitunganya menunjukan LQ >1, berarti sektor tersebut merupakan sektor basis (berpotensi untuk ekspor), sedangkan jika LQ <1, berarti bukan sektor basis (sektor lokal /impor).

2. Analisis Shift Share

Analisis ini digunakan untuk menentukan kinerja/produktifitas suatu daerah, pergeseran struktur, posisi relatif sektor-sektor ekonomi potensial suatu daerah, kemudian membandingkanya dengan daerah yang lebih besar (regional/nasional).Rumus analisis Shift Share (Glasson, 1990) adalah sebagai berikut :

Dij = Nij + Mij + Cij

Dij = E*ij - Eij

Nij = Eij * rn

Mij = Eij (rin– rn)


(46)

26

Keterangan:

rij = Laju pertumbuhan sector i di Kabupaten/Daerah rin = Laju pertumbuhan sector I di Provinsi

rn = Laju pertumbuhan PDB Eij = PDRB sector i di Provinsi

Nij = Komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j Merupakan share atau kontribusi komponen sektor i pada daerah yang diatasnya atau nasional terhadap pertumbuhan sektor i di daerah yang bersangkutan.

Mij = Bauran industri sektor i di wilayah j Dengan ketentuan jika Mij Positif maka pertumbuhan sektor i lebih cepat dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang diatasnya. Jika Mij negatif maka pertumbuhan sektor i lebih lambat di bandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang di atasnya.

Cij = Keunggulan kompetitif sektor i di wilayah j Dengan ketentuan jika Cij positif maka sektor i memiliki daya saing yang lebih tinggi dibandingkan sektor sejenis di tingkat daerah yang diatasnya. Jika Cij negativemaka sektor i memiliki daya saing yang lebih rendah dibandingkan dengan sektor sejenis di tingkat daerah yang di atasnya.

Dij = Perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j dalam suatu kurun waktu tertentu.


(47)

3. Analisis Dynamic Location Quotient (DLQ)

Analisis ini merupakan modifikasi dari metode analisi Location Quotient (LQ), yaitu dengan melakukan penambahan faktor laju pertumbuhan output sektor ekonomi dari waktu-kewaktu. Dengan melakukan penggabungan antara metode analisis DLQ dan LQ maka akan menghasilkan empat kategori gambaran tentang sektor-sektor ekonomi yang tergolong unggul, prospektif, andalan dan sektor kurang prospektif. Adapun rumus yang digunakan dalam analisis Dynamic Location Quotient (DLQ) adalah sebagai berikut:

( )

Dimana:

DLQij = Indeks potensi sektor i di regional gij = Laju pertumbuhan sektor i di regional

gj = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di regional Gi = Laju pertumbuhan sektor i di nasional

G = Rata-rata laju pertumbuhan sektor di nasional t = Selisih tahun akhir dan tahun awal

4. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Tipologi Klasen

Analisis ini digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola pertumbuhan ekonomi daerah (Widodo, 2006). Untuk mengetahui tentang pola pertumbuhan prekonomian tersebut, metode analisis ini


(48)

28

dapat mengklasifikasikan sektor ekonomi kedalam beberapa klasifikasi, yaitu:

a. Sektor ekonomi yang maju dan tumbuh cepat (Rapid Growth Sector).

b. Sektor ekonomi maju dan tertekan (Retarted Sector). c. Sektor ekonomi yang sedang tumbuh (Growth Sektor).

d. Sektor ekonomiyang relatif tertinggal (Relatively Backward Sector).

Dibawah ini tabel yang menunjukan klasifikasi wilayah menurut Typologi Klassen.

Tabel 3.2.

Klasifikasi sektoral berdasarkan Typologi Klassen

Sumber: Sjafrizal, 2008 Dimana:

ri = Laju pertumbuhan sektor iwilayah studi r = Laju pertumbuhan sektor i wilayah referensi

Kontribusi Laju Pertumbuhan

yi> y yi< y ri > r

Kuadran I Sektor ekonomi maju dan tumbuh dengan pesat Kuadran II

Sektor ekonomi maju tetapi

tertekan

ri < r

Kuadran III

Sektor ekonomi potensial atau masih

bisa berkembang

Kuadran IV

Sektor ekonomi relatif tertinggal


(49)

yi = Kontribusi sektor i terhadap PDRB wilayah studi y = Kontribusi sektor i terhadap PDRB wilayah referensi


(50)

30

BAB IV

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Kondisi Umum Wilayah

Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, penelitian ini akan menggunakan Kabupaten Bantul sebagai objek penelitian. Dimana kabupaten ini merupakan salah satu wilayah kabupaten yang ada dalam wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun untuk memperjelas tentang kondisi dari objek penelitian ini, berikut akan dipaparkan gambaran umum atau profil dari Kabupaten Bantul.

1. Letak Geografis

Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 110° 12‟ 123” sampai 1100° 31‟ 08” Bujur Timur dan berada diantara 7° 44‟ 04” sampai dengan 68° 00‟ 27” Lintang Selatan.Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten dari limakabupaten/kota yang ada di propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Bagian utara dari kabupaten ini berbatasan dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Gunungkidul, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Kulonprogo, dan bagian selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.

Kabupaten Bantul terdiri dari 17 Kecamatan, yaitu kecamatan Srandaan, Sanden, Kretek, Pundong, Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlinggo, Pleret, Piyungan, Banguntapan, Sewon, Kasihan,


(51)

Pajangan, dan Sedayu.Luas dari Kabupaten Bantul itu sendiri adalah 50.685 Ha dengan luas masing-masing kecamatanadalah sebagai berikut:

Tabel 4.1.

Luas Kabupaten Bantul

Kecamatan Luas (km2)

Persentase Luas (%)

Jumlah Desa

1 Srandakan 18,32 3,61 2

2 Sanden 23,16 4,57 4

3 Kretek 26,77 5,28 5

4 Pundong 23,68 4,67 3

5 Bambanglipuro 22,70 4,48 3

6 Pandak 24,30 4,79 4

7 Bantul 21,95 4,33 5

8 Jetis 24,47 4,83 4

9 Imogiri 54,49 10,75 8

10 Dlingo 55,87 11,02 6

11 Pleret 22,97 4,53 5

12 Piyungan 32,54 6,42 3

13 Banguntapan 28,48 5,62 8

14 Sewon 27,16 5,36 4

15 Kasihan 32,38 6,39 4

16 Pajangan 33,25 6,56 3

17 Sedayu 34,36 6,78 4

Sumber: BPS Bantul (diolah)

Dari ketujuh belas kecamatan yang ada, Kecamatan Dlingo merupakan kecamatan dengan wilayah terluas yaitu 55,87 km2 atau 11,02 persen dari luas wilayah yang ada di Kabupaten Bantul. Kemudian kecamatan dengan wilayah terluas kedua adalah kecamatan Imogiri yaitu dengan luas wilayah 54,49 km2. Sementara itu kecamatan kecamatan dengan luas paling sempit dimiliki oleh kecamatan Srandakan, dengan luas wilayah sebesar 18,32 km2 atau 3,61 persen dari total luas Kabupaten Bantul. Sedangkan jika dilihat dari jumlah desa yang dimiliki, Kecamatan


(52)

32

Imogiri dan Kecamatan Banguntapan merupakan wilayah kecamatan di Kabupaten Bantul dengan jumlah desa terbanyak, yaitu masing-masing berjumlah 8 desa.

2. Topografi

Dilihat dari kondisi topografinya, bagian barat Kabupaten Bantul merupakan daerah landai dan perbukitan. Dimanakondisi daerah tersebut membujur dari utara ke Selatan seluas 89,86 km2 atau 17,73 persen dari seluruh wilayah kabupaten. Kemudian bagian tengah dari kabupaten ini merupakan daerah datar dan landai yang umumnya merupakan daerah pertanian yang subur yang membentang seluas 210,94 km2 atau 41,62 persen dari total luas wilayah kabupaten. Sedangkan dibagian timur dari kabupaten ini merupakan daerah yang landai, miring dan terjal seluas 206,05 km2 atau 40,65 persen dari luas kabupaten. Sementara itu dibagian selatan merupakan wilayah dengan kondisi daerah yang berpasir dan sedikit berlaguna yang terbentang dipantai selatan mulai dari Kecamatan Srandakan, Saden dan Kretek.

Adapun jika dilihat dari klasifikasi kemiringan lahannya,wilayah Kabupaten Bantul dibagi menjadi enam kelas dan hubungan kelas kemiringan atau lereng dengan luas sebarannya. Wilayah Kabupaten Bantul pada umumnya berupa daerah dataran dengan kemiringan kurang dari 2 persen yang tersebar diwilayah bagian selatan, tengah, dan utara dengan luas 31,421 Ha (61,96%). Untuk wilayah timur dan barat 30 persen atau sebesar 15.148 Ha umumnya berupa daerah yang mempunyai kemiringan


(53)

2,1 sampai dengan 40 persen, sedangkan sisanya seluas 4.011 Ha atau 8 persendari total wilayah timur dan barat di Kabupaten Bantul mempunyai kemiringan lereng diatas 40,1 persen.

Apabila dilihat per wilayah kecamatan, wilayah kecamatan yang paling luas memiliki lahan miring terletak di Kecamatan Dlingo dan Imogiri, sedangkan wilayah kecamatan yang didominasi oleh lahan datar terletak di Kecamatan Sewon dan Banguntapan.

3. Klimatologi

Jika dilihat dari klasifikasi iklimnya, Kabupaten Bantul memiliki iklim muson tropis dengan suhu rata-rata udara sepanjang tahun sebesar 30° celcius. Umumnya musim kemarau di kabupaten ini dimulai dari bulan April hingga September, sedangkan bulan Oktober hingga Maret merupakan waktu musim penghujan. Rata-rata besarnya curah hujan di Kabupaten Bantul sebesar 90,76 mm dan biasanya intensitas curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember, Januari dan Februari disetiap tahunnya. Menurut data dari Dinas Sumber Daya Air (2012) yang memiliki 12 stasiun pemantau curah hujan, yaitu stasiun pemantau Ringinharjo, Nyemengan, Gandok, Kotagede, Pundong, Barongan, Ngetak, Gedongan, Piyungan, Sedayu, Ngestiharjo, dan Dlingg,disepanjang tahun 2012 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang tercatat di stasiun Ringinharjo, yaitu sebnyak 390 mm dengan jumlah hari hujan 29 hari.


(54)

34

Bantul memiliki banyak potensi yang sangat prospektif untuk dikembangkan agar kedepanya dapat menjadi sumber pendapatan untuk Kabupaten Bantul itu sendiri. Salah satu potensi yang sangat terlihat nyata adalah dibidang pariwisata, karena memang jaraknya yang memang dekat dengan Kota Yogyakarta yang sudah kita ketahui Yogyakarta akhir-akhir ini menjadi salah satu tempat tujuan wisata yang ramai dikunjungi oleh wisatawan asing ataupun lokal, sehingga berdampak pula pada ramainya tempat tempat wisata yang ada di Kabupaten bantul. Objek Pariwisatanya sebagian besar adalah pantai karena memang sebelah selatan Kabupaten Bantul yang membentang panjang dari batas wilayah bagian timut Kabupaten Kulon Progo sampai timur Bantul adalah pantai. Salah satu pantai yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan adalah Pantai Parangtritis yang notabenenya dekat dengan pusat kotayang hanya bisa ditempuh dengan waktu 1 jam dari pusat Kota Yogyakrta dan menurut beberapa kalangan memiliki unsur historis tersendiri. Selain Pantai Parangtritis terdapat juga beberapa pantailainnyayang sering dijadikan sebagai tempat tujuan wisata. seperti:

a. Pantai Depok.Pantai Samas.

b. Pantai Patehan yang berlokasi disebelah barat pantai Samas. c. Pantai Pandansimo yang berlokasi didekat muara sungai Progo. d. Pantai Kwaru.

e. Pantai Parangendong. f. Pantai Parangkusuma.


(55)

Selain objek wisata pantai, terdapat beberapa objek lainnya yang sering dikunjungi dan memiliki potensi besar jika dikelola dengan maksimal, seperti:

a. Dataran Tinggi Gumbirowati b. Goa Cerme

c. Goa Selerong d. Gumuk Pasir

e. Pemandian Parangwedang f. Pasarean/Petilasan

g. Goa Gajah h. Goa Jepang

i. Taman Rekreasi Tirtotamansari j. Agropolitan Mangunan

k. Agrowisata Argorejo

Selain potensi wisata, masih banyak lagi potensi-potensi lainnya yang ada di Kabupaten bantul, sepeti hutan, perikanan, dan pertanian yang selama ini menjadi sumber potensi utama.

5. Kondisi Demografi

Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul tahun 2012 berdasrkan hasil proyeksi sensus penduduk 2010 adalah sebanyak 930.276 jiwa atau 19,36% dari penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta.Berdasarkan jumlah total penduduk tahun 2012, 466.049 jiwa berkelamin laki-laki dan 466.227


(56)

36

jiwaberkelamin perempuan yang terdapat dalam 17 Kecamatan serta 75 Desa, dengan didominasi oleh penduduk beragama Islam sebesar 95,11 persen,Katolik 3,31 persen, Kristen 1,46 persen, Hindu 0,09 persen, Budha 0,02 persen dan lainya sebesar 0,01 persen.

Jika dibandingkan dengn hasil sensus penduduk SP 2010 tahun 2010, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Bantul sebesar 911.503 jiwa. Artinya dalam selang waktu 2 tahun tersebut telah terjadi pertambahn jumlah penduduk 18.733 jiwa. Sementara itu, ditahun 2013, jumlah penduduk di Kabupaten Bantul meningkat 0,87 persen atau 8.157 jiwa menjadi 938.433 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 467.504 jiwa dan 470.929 jiwa adalah perempuan. Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Bantul per kecamatan tahun 2013.

Tabel 4.2.

Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bantul per Kecamatan Tahun 2013

Kecamatan Jenis Kelamin

Kepadatan Penduduk

(per km2) Laki-Laki Perempuan Jumlah

1. Srandakan 14.285 14.547 28.832 1.574 2. Sanden 14.682 15.194 29.876 1.290 3. Kretek 14.244 15.356 29.600 1.106 4. Pundong 15.634 16.337 31.971 1.350 5. Bambanglipuro 18.656 19.081 37.737 1.662 6. Pandak 24.096 24.182 48.278 1.987 7. Bantul 30.055 30.528 60.583 2.760

8. Jetis 26.192 26.793 52.985 2.165

9. Imogiri 28.262 28.819 57.081 1.048

10. Dlingo 17.749 18.201 35.950 643

11. Pleret 22.302 22.234 44.536 1.939 12. Piyungan 25.231 25.551 50.782 1.561 13. Banguntapan 64.253 62.718 126.971 4.458


(57)

Berdasarkan tabel diatas, kecamatan Banguntapan memiliki jumlah penduduk paling banyak sebesar 126.971 jiwa, 64.253 jiwa berkelamin laki-laki dan 62.718 jiwa berkelamin perempuan. Kemudian diikuti oleh Kecamatan Kasihan dan Sewon dengan jumlah penduduk masing-masing sebesar 115.961 jiwa dan 108.039 jiwa. Jumlah penduduk laki-laki di Kecamatan Kasihan sebanyak 58.007 jiwa dan perempuan sebanyak 57.954 jiwa. Sedangkan di Kecamatan Sewon, jumlah penduduk laki-lakinya sebanyak 54.590 jiwa dan perempuan sebanyak 53.449 jiwa. Sementara itu, kecamatan dengan jumlah penduduk terendah di Kabupaten Bantul dimiliki oleh Kecamatan Srandakan dengan jumlah total penduduknya sebanyak 28.832 jiwa, 14.285 jiwa berkelamin laki-laki dan 14.547 jiwa berkelamin perempuan.

Begitu juga jika dilihat dari tingkat kepadatan penduduknya, Kecamatan Banguntapan masih tetap di posisi pertama dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 4.458 jiwa/km2. Sementara itu Kecamatan Dlingo berada diposisi terbawah dengan tingkat kepadatan penduduk paling rendah yaitu sebesar 643 jiwa/km2.

14. Sewon 54.590 53.449 108.039 3.978 15. Kasihan 58.007 57.954 115.961 3.581 16. Pajangan 16.787 17.063 33.850 1.018 17. Sedayu 22.479 22.922 45.401 1.321

Jumlah Total 467.504 470.929 938.433

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)


(58)

38

6. Pendidikan, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan Dasar dan Dinas Pendidikan Menengah dan Non formal, Jumlah Taman Kanak Kanak di Kabupaten bantul pada tahun ajaran 2012/1013 sebanyak 524 buah, Sekolah Dasar (SD) sebanyak 355 buah, Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 88 buah, Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 19 buah, SMU Swasta 16 buah, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 buah, dan SMK swasta 32 Buah.

Tabel 4.3.

TPAK dan Ringkat Pengangguran Terbuka Tahun 2012

Pendidikan yang Ditamatkan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)

Tingkat Pengangguran Terbuka (%)

1. SD Kebawah 67,59 0,85

2. SLTA Keatas 71,28 5,89

3. SLTP 56,66 1,63

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)

Kemudian jika dilihat dari tingkat partisipasi angkatan kerjanya, sebagian besar penduduk di Kabupaten Bantul bekerja dengan lulusan SLTA keatas dengan persentase sebesar 71,28 persen dari total penduduk yang bekerja, kemudian Sekolah Dasar kebawah sebesar 67,59 persen dan SLTP sebesar 56,66 persen. Sementara itu dari tingkat pengangguran terbukanya, sebanyak 5,89 persen merupakan penduduk dengan dengan tingkat pendidikan yang ditamatkan SLTA keatas, 1,63 persen SLTP dan 0,85 persen adalah SD kebawah.


(59)

7. Mata Pecaharian Penduduk dan Kemiskinan

Umumnya mata pencahariaan utama penduduk di Kabupaten Bantul bergerak dibeberapa sektor ekonomi, seperti petanian, industri termasuk industri pengolahan,jasa, dansektor ekonomi perdagangan, hotel dan restoran. Berikut ini tabel yang menunjukkan persentase mata pencahariaan penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan lapangan usaha periode 2009-2013.

Tabel 4.4.

Persentase Mata Pencahariaan Penduduk Kabupaten Bantul Periode 2009-2013

Tahun

Lapangan Usaha (%) Pertanian Industri Perdagangan, Hotel

& Restoran

Jasa-Jasa Lainnya

2009 21,02 20,82 22,84 16,29 19,03

2010 19,17 21,9 26,54 14,8 17,59

2011 15,67 23,64 28,08 17,6 15,01

2012 15,63 22,63 25,89 18,34 18,34

2013 16,98 21,78 26,62 20,95 13,67

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)

Berdasarkan tabel diatas, pada periode 2009-2013 umumnya mata pencahariaan masyarakat di Kabupaten Bantul didominasi pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, kemudian sektor industri termasuk industri pengolahan, sektor jasa dan sektor pertanian. Sementara itu jika dilihat dari status pekerjaannya, umumnya masyarakat Bantul didominasi oleh tenaga kerja yang bekerja sebagai buruh, karyawan, pegawai atau pekerja bebas. Kemudian dikuti oleh masyarakat yang berusaha dibantu oleh buruh tidak tetap dan masyarakat yang berusaha atas dirinya sendiri. Sementara itu,


(60)

40

penduduk yang berusaha dibantu oleh buruh tetap dan bekerja sebagai pekerja tidak dibayar atau atas dasar keluarga hanya sebagian dari status pekerjaan total. Berikut ini tabel yang menunjukkan persentase status pekerjaan penduduk di Kabupaten Bantul dari tahun 2009 sampai dengan 2013.

Tabel 4.5.

Persentase Status Pekerjaan Penduduk Kabupaten Bantul Periode 2009-2013

Tahun

Status Pekerjaan (%) Berusaha Sendiri Berusaha dibantu Buruh Tidak Tetap Berusaha dibantu Buruh Tetap Buruh/ Karyawan/ Pegawai/ Pekerja Bebas Pekerja Tidak Dibayar/Keluarga

2009 19,02 20,86 2,38 45,07 12,67

2010 20,93 20,73 2,6 42,5 13,24

2011 17,77 17,49 4,65 50,59 9,5

2012 15,25 15,9 5,05 54,03 9,78

2013 16,5 13,93 5,08 53,42 11,07

Sumber: BPS Kabupaten Bantul (diolah)

Jika dilihat dari jumlah penduduk miskinnya, tahun 2011 Kabupaten Bantul memiliki jumlah penduduk miskin tertinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu dengan total 159.400 jiwa atau 17,28 persen dari total penduduknya. Kemudian ditahun 2012, walaupun posisi Kabupataen Bantul masih ditempat ketiga, namun jumlah penduduk miskinnya mengalami penurunan menjadi 158.800 jiwa atau turun 0,37 persen dari tahun sebelumnya.


(61)

Sementara itu jika dilihat dari tingkat garis kemiskinannya, tahun 2011 Kabupaten Bantul berada diposisi ketiga yaitu sebesar Rp. 264.546 per kapita disetiap bulannya. Kemudian ditahun 2012, angkat tingkat garis kemiskinan di Kabupaten Bantul meningkat menjadi Rp. 284.923 per kapita disetiap bulannya atau naik 7,7 persen dari angka garis kemiskinan tahun 2011. Adanya penurunan jumlah penduduk miskin disaat ditingkatkannya angka garis kemiskinan menunjukkan bahwa terjadi kenaikan derajat hidup penduduk di Kabupaten Bantul tahun 2012 jika dibandingkan tahun sebelumnya.

B. Kondisi Perekonomian

Selama periode tahun 2008 sampai dengan 2013, umumnya Produk Domestik Regional menurut harga konstan atas dasar harga berlaku di

Tabel 4.6.

Jumlah Penduduk Miskin dan Garis Kemiskinan Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta Tahun 2011-2012

Kabupaten/Kota September 2011 September 2012

Regency/City Garis

Kemiskinan (Poverty Line) Penduduk Miskin (Poor People) Garis Kemiskinan (Poverty Line) Penduduk Miskin (Poor People) (Rp/kap/bulan-Rp/cap/month) Jumlah Total (000)

% (Rp/kap/bulan-Rp/cap/month)

Jumlah Total (000)

%

1. Kulonprogo 240.301 92,8 23,62 256.575 92,4 23,32 2. Bantul 264.546 159,4 17,28 284.923 158,8 16,97 3. Gunungkidul 220.479 157,1 23,03 238.438 156,5 22,72 4. Sleman 267.107 117,3 10,61 288.048 116,8 10,44 5. Yogyakarta 314.311 37,7 9,62 340.324 37,6 9,38 DIY 257.909 564,3 16,14 270.110 562,1 15,88


(1)

Tabel 5. Klasifikasi Sektor PDRB Kabupaten Bantul Tahun 2010 - 2015 Berdasarkan Typologi Klassen

Kuadran I Kuadran II

Sektor maju dan tumbuh pesat Sektor maju tapi tertekan si >s dan ski >sk Si<s dan ski>sk Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Sektor Bangunan/Konstruksi Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan

Minum

Sektor Pengadaan Listrik dan Gas Sektor Industri Pengolahan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran

Sektor Pertambangan dan Penggalian

Kuadran III Kuadran IV

Sektor potensial dan berkembang si>s dan ski<sk

Sektor relatif tertinggal si<s dan ski<sk Sektor Pengadaan Air Pengolahan sampah

Limbah dan Daur Ulang

Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor Jasa Perusahaan

Sektor Informasi dan Komunikasi Sektor Jasa Keuangan dan Komunikasi

Sektor Real Estate

Sektor Administrasi Pemerintahan Sektor Jasa Pendidikan

Sektor Jasa Kesehatan Sektor Jasa Lainnya

Berdasarkan hasil klasifikasi typologi klassen diatas dapat diketahui bahwa terdapat sektor yang termasuk dalam sektor maju dan tumbuh pesat yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor bangunan/konstruksi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor industri pengolahan, serta sektor perdagangan besar dan eceran. Selanjutnya sektor yang berada pada kuadran II yaitu sektor pertambangan dan penggalian yang artinya sektor ini maju tapi tertekan. Ini disebabkan karena adanya undang-undang baru yang sangat membatasi potensi dari hasil pada sektor ini. Dikarenakan sebagian besar kawasan pertambangan dan penggalian yang ada ditetapkan sebagai kawasan lindung dan cagar alam.

Sementara untuk sektor yang potensial atau masih dapat berkembang yang berada pada kuadran III antara lain sektor sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang. Sedangkan untuk sektor relatif tertinggal yaitu sektor transportasi dan pergudangan, dan sektor jasa perusahaan.


(2)

PENUTUP

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Dari hasil perhitungan analisis Location Quotient menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul memiliki sektor yang merupakan sektor basis yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor bangunan/konstruksi, dan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Sedangkan sektor non basis yaitu sektor sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor transportasi dan pergudangan, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan komunikasi, sektor real estate, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan dan sektor jasa lainnya.; (2) Dari hasil perhitungan analisis shift-share menunjukkan bahwa PDRB Kabupaten Bantul mengalami kenaikan kinerja perekonomian. Hal ini bisa dilihat dari sebagian besar nilai total pendapatan Dij yang menunjukkan nilai positif diseluruh sektor ekonomi. Dari semua sektor ekonomi tersebut, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang menyumbangkan nilai terbesar bagi kenaikan kinerja perekonomian daerah. Pengaruh pertumbuhan provinsi (Nij) terhadap perekonomian Kabupaten Bantul juga menunjukkan nilai yang positif pada semua sektor ekonomi. Dan sektor industri pengolahan merupakan sektor ekonomi yang memiliki nilai Nij paling tinggi diantara semua sektor ekonomi yang ada. Sedangkan untuk dampak yang dihasilkan dari pengaruh bauran industri (Mij) menunjukkan dampak yang negatif, namun ada beberapa sektor ekonomi yang memiliki dampak Mij yang positif yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan komunikasi, sektor real estate, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan, dan sektor jasa lainnya. Sementara itu, komponen pengaruh kompetitif keunggulan (Cij) menunjukkan nilai yang positif. Sektor yang merupakan sektor kompetitif keunggulan yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan komunikasi, sektor real estate, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan


(3)

dan sektor jasa lainnya.; (3) Dari hasil perhitungan analisis Dynamic Location Quotient menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul memiliki sektor yang mempunyai potensi perkembangan lebih cepat yaitu sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengadaan listrik dan gas, sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang, sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor transportasi dan pergudangan, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor informasi dan komunikasi, sektor real estate, sektor jasa perusahaan, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan dan sektor jasa lainnya. Sedangkan sektor yang mempunyai potensi perkembangan lebih lambat yaitu sektor industri pengolahan dan sektor jasa keuangan dan komunikasi.; (4) Hasil analisis Typologi Klassen menunjukkan sektor yang maju dan tumbuh pesat adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan/konstruksi, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor penyediaan listrik dan gas, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Sektor dengan kategori sebagai sektor maju tapi tertekan adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor yang tergolong sebagai sektor potensial dan berkembang adalah sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan komunikasi, sektor real estate, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan, dan sektor jasa lainnya. Dan sektor yang dikategorikan sebagai sektor relatif tertinggal adalah sektor tranportasi dan pergudangan, dan sektor jasa perusahaan.; (5) Berdasarkan hasil perhitungan dari keempat analisis menunjukkan bahwa sektor yang merupakan sektor unggulan dengan kriteria tergolong kedalam sektor yang maju dan tumbuh pesat, sektor yang mempunyai potensi perkembangan lebih cepat, sektor basis dan kompetitif adalah sektor penyediaan akomodasi dan makan minum. Subsektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai subsektor unggulan dari sektor penyediaan akomodasi dan makan minum adalah subsektor penyediaan akomodasi, dan subsektor penyediaan makan minum.

Saran

Dari berbagai kesimpulan diatas, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai bahan untuk dijadikan masukan dan pertimbangan yang dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang terkait, diantaranya: (1) Bagi pemerintah daerah Kabupaten Bantul hendaknya meningkatkan dan memanfaatkan sektor unggulan beserta sub-sub sektor unggulannya. Hal ini tentunya di masa


(4)

yang akan datang memberikan nilai tambah bagi pembangunan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Bantul.; (2) Kepada pemerintah daerah Kabupaten Bantul untuk meningkatkan pengelolaan potensi dan pengembangan di bidang pariwisata seperti meningkatkan pembangunan infrastruktur pariwisata, mengingat bahwa Kabupaten Bantul kaya akan potensi wisata yang terdiri dari wisata alam, wisata sejarah dan wisata buatan.; (3) Diharapkan bagi pemerintah daerah pula untuk memperhatikan sektor – sektor yang dikategorikan sebagai sektor yang potensial dan berkembang seperti sektor pengadaan air pengolahan sampah limbah dan daur ulang, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa keuangan dan komunikasi, sektor real estate, sektor administrasi pemerintahan, sektor jasa pendidikan, sektor jasa kesehatan, dan sektor jasa lainnya agar dapat dimanfaatkan secara tepat bagi masyarakat Kabupaten Bantul. Hal ini dapat dilakukan melalui peningkatan penyediaan sarana dan prasarana yang baik, peningkatan penguasaan teknologi sehingga kedepannya mempermudah masuknya penanaman investasi asing maupun domestik. Dan di masa yang akan datang mampu mendorong sektor tersebut menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Bantul dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah.; (4) Bagi peneliti selanjutnya, mengingat masih adanya analisis data yang lebih mendalam dan belum digunakan, maka hal itu dapat dijadikan pertimbangan untuk melanjutkan penelitian ini sampai pada tahapan yang lebih baik. Dan juga untuk penelitian-penelitian selanjutnya untuk lebih melakukan penekanan analisis terhadap sub sektor- sub sektor yang ada, agar potensi dan keunggulan dari sub sektor tersebut dapat dilihat dan menjadi masukan untuk bisa dikembangkan lebih jauh.

DAFTAR PUSTAKA

Adhitama, Rifki. 2012. Pengembangan Sektor-Sektor Ekonomi di Tiap Kecamatan di Kabupaten Magelang. Economics Development Analysis Journal 1, Februari 2012.

Adisasmita, R. 2008. Ekonomi Archipelago, Graha Ilmu, Yogyakarta.

Almulaibari, Hilal. 2011, Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kota Tegal Tahun 2004 – 2008, Skripsi. Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro, Semarang.

Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pebangunan Ekonomi Daerah. UGM, Yogyakarta.


(5)

Arsyad, Lincolin. “Pengantar Perencanaan Ekonomi Daerah (edisi kedua)”. Yogyakarta: BPFE. 2002

Agus, Tri Basuki. 2006. Analisis Pengembangan Ekonomi dan Investasi Provinsi Maluku Tahun 2000-2004. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan Volume 7, Nomor 1, April 2006

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul, 2014, Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bantul Menurut Lapangan Usaha.

Boediono (1992: 9). Makro Ekonomi. LPFE-UI, Jakarta.

Emilia dan Amilia. 2006. “Modul Ekonomi Regional”. Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi, Jambi.

Hasani, Akrom. 2010. “Analisis Struktur Perekonomian Berdasarkan Pendekatan Shift-Share di Provinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2003-2008” [Skripsi]. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi, Universitas Diponegoro, Semarang.

Fatimah, Fita. 2014. Analisis Potensi Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sleman Tahun 2007-2011 [Skripsi]. Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Glasson, J. 1990. Pengantar Perencanan Regional (terjemahan Paul Sitohang). LPFE UI, Jakarta.

Nugraha Putra, Aditya. 2013. Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta [Skripsi]. Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Prishardoyo, Bambang. 2008. Analisis Tingkat Pertumbuhan dan Potensi Ekonomi terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pati Tahun 2000-2005. Jurnal Ekonomi. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang, Semarang.

Richardson, Harry W, 1973. Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional, Terjemahan Paul Sitohang, Edisi Revisi, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Sjafrizal. “Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi”. Padang: Baduose Media.2008

Sobetra, Irnando, Anuar Sanusi. 2014. Analisis Struktur Ekonomi dan Penentuan Sektor Unggulan Kabupaten Mesuji Provinsi Lampung. Jurnal Informatics and Business Institute Darmajaya , Desember 2014.

Sukirno, Sadono. 1985. Ekonomi Pembangunan, Proses, Masalah, dan Dasar Kebijaksanaan. Jakarta: FE-UI.

Sutikno, Maryunani. 2007. Analisis Potensi dan Daya Saing Kecamatan Sebagai Pusat Pertumbuhan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics Vol.1 No.1 Oktober 2007.


(6)

Tarigan, Robinson. “Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi (edisi revisi)”. Jakarta: Bumi Aksara. 2007

Tarigan, Robinson. “Perencanaan Pembangunan Wilayah (edisi revisi)”. Jakarta: Bumi Aksara. 2005

Todaro, Michael, P. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi Ketujuh (diterjemahkan oleh Haris Munandar), Erlangga, Jakarta

Rita Eika, Sri Umi Mintarti W. 2013. „Analisis Sektor-Sektor Ekonomi Dalam Rangka

Pengembangan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kota Kediri’. Jurnal Ekonomi & Studi

Pembangunan Volume 5, Nomor 1, Maret 2013

Widodo, Tri. 2006 , Perencanaan Pembangunan : Aplikasi Komputer, UPP UMP YKPN, Yogyakarta.