Analisis Sektor-sektor Unggulan Pada Perekonomian Kabupaten Cirebon Periode 2005-2010

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia memiliki kondisi geografi wilayah yang bermacam-macam sehingga struktur ekonomi tiap wilayah sangat beragam. Dalam hal ini pembangunan wilayah menjadi sangat penting perannya terhadap pembangunan nasional. Sebagaimana tertuang dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian terpenting dari pembangunan nasional yang bertujuan mencapai kesejahteraan rakyat yang berdasarkan pancasila. Perlu adanya usaha keras yang mendasar guna memperkokoh dan mencapai tujuan pembangunan nasional yang diharapkan.

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya diluar indikator yang lain. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri adalah untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional maupun pembangunan daerahnya (Putong, 2003). Pertumbuhan ekonomi nasional yang baik dapat dilihat dari ketersediaan pembangunan wilayah atau daerah pada bidang produksi maupun infrastruktur yang lebih baik.

Pembangunan daerah selalu memprioritaskan usaha-usaha yang mendukung guna membangun serta memperkuat sektor-sektor ekonomi di setiap wilayahnya. Menurut Badan Pusat Statistik, sektor ekonomi tersebut terbagi menjadi sembilan sektor yaitu : 1) pertanian; 2) pertambangan dan penggalian; 3)


(2)

industri pengolahan; 4) listrik,gas,dan air bersih; 5) konstruksi/bangunan; 6) perdagangan, hotel dan restoran; 7) pengangkutan dan komunikasi; 8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; 9) jasa-jasa.

Sembilan sektor ekonomi tersebut terbagi menjadi sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier. Sektor primer meliputi : pertanian dan pertambangan, kemudian sektor sekunder meliputi : industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, dan konstruksi/bangunan. Sedangkan sektor tersier meliputi : perdagangan, pengangkutan, keuangan, persewaan dan jasa-jasa.

Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah atau wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer kepada sektor sekunder serta sektor tersier. Dalam hal laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik secara keseluruhan maupun per sektor dapat dilihat dari data PDRB suatu daerah yang disajikan atas harga konstan. Pergerakan ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh sembilan sektor yang telah dibahas diatas. Berbagai sektor-sektor ekonomi saling berkaitan antara satu sama lain guna memajukan perekonomian pada suatu daerah tertentu.

Adanya keanekaragaman kondisi geografi dan fisiknya pada suatu daerah menyebabkan perbedaan pada potensi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Hal ini berkaitan erat dengan karakteristik masing-masing daerah. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, seharusnya pemerintah daerah harus lebih leluasa untuk meningkatkan pembangunan wilayahnya agar tercapai pembangunan nasional yang nantinya akan memperkokoh dan meningkatkan


(3)

pertumbuhan ekonomi baik daerah maupun nasional. Pemerintah daerah serta masyarakatnya harus memiliki niat yang kuat, semangat serta usaha yang keras agar dapat meningkatkan pembangunan daerahnya yang berlandaskan pada aturan yang berlaku. Hal itulah yang terlihat dan seharusnya ditingkatkan di daerah Kabupaten Cirebon.

Kabupaten Cirebon adalah daerah dimana terdapat banyak sumberdaya yang seharusnya dapat dioptimalkan sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Selain itu, Kabupaten Cirebon pun terkenal akan pertaniannya beras, bawang merah, cabai merah dan mangga gedong gincu yang beberapa komoditi prospek pemasarannya hingga ekspor ke luar negeri. Kabupaten Cirebon juga terkenal akan sentra industri pengolahan rotannya dan lain sebagainya. Selain itu juga, daerah ini terkenal akan usaha udangnya. Dengan berbagai potensi yang mereka punya dan letak daerah yang juga strategis yaitu perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, seharusnya sembilan sektor ekonomi yang dimiliki Kabupaten Cirebon dapat lebih ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon pun dapat meningkat.

Pada Tabel 1.1. PDRB Kabupaten Cirebon selalu meningkat dari tahun ke tahunnya, yaitu pada tahun 2005 atas harga konstan tahun 2000 adalah sebesar 6.343.779 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi sebesar 8.130.325,07 juta rupiah. Hal tersebut memperlihatkan bahwa semakin baiknya kondisi perekonomian Kabupaten Cirebon.


(4)

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut lapangan Usahanya 2005-2010 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000

2005 2006 2007 2008 2009 *) 2010 **)

1.Pertanian 1.989.626 1.991.037 2.106.894 2.220.658 2.363.237 2.442.050,77

2.Pertambangan/ Penggalian

26.237 27.683 26.458 29.037 30.170 32.019,35

3.Industri Pengolahan

1.003.855 1.062.537 1.073.203 1.105.024 1.097.080 1.097.542,23

4.Listrik, Gas dan Air Bersih

131.926 139.506 149.427 156.431 166.376 175.847,56

5.Bangunan/Konstru -ksi

421.073 456.040 499.538 531.654 562.036 605.021,72

6.Perdagangan,Hot-el dan restoran

1.400.054 1.527.252 1.589.629 1.677.752 1.784.925 1.873.433,74

7.Pengangkutan dan Komunikasi

369.852 398.213 425.734 430.154 448.764 482.727,89

8.Keuangan,

Persewaan dan jasa Perusahaan

274.813 291.765 303.119 318.562 333.638 356.997,47

9.Jasa-jasa 726.344 773.707 850.561 902.351 955.121 1.064.684,34

Total PDRB 6.343.779 6.670.000 7.026.564 7.371.622 7.746.385 8.130.325,07

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2011

PDRB Jawa Barat pun selalu meningkat dari tahun ke tahunnya, yaitu pada tahun 2005 atas harga konstan tahun 2000 adalah sebesar 6.343.779 juta rupiah, sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi sebesar 8.130.325,07 juta rupiah. Adapun Tabel PDRB Jawa Barat, dapat dilihat pada Tabel 1.2. Dengan Total PDRB Provinsi Jawa Barat terutama Kabupaten Cirebon yang terus meningkat dari tahun 2005 hingga 2010. Jika kita lihat dari segi PDRB tiap tahunnya terus meningkat dan harapannya Pemerintah Daerah meningkatkan perekonomian Kabupaten Cirebon per sektor atau per lapangan usahanya terutama dengan memprioritaskan sektor yang termasuk ke dalam sektor basis (unggulan).


(5)

Tabel 1.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut lapangan Usahanya 2005-2010 (Juta Rupiah)

Lapangan Usaha

PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000

2005 2006 2007 2008 2009 *) 2010 **)

1.Pertanian 34942015.45 34822021.09 35687490.42 36505378.31 41250967.21 42137000

2.Pertamba-ngan/ Penggalia-n

7143208.64 6982246.74 6676681.59 6850432.92 7424423.87 7465000

3.Industri Pengolah-an

105334047.2 114299625.7 122702671.3 133756556.4 131432864.6 135247000

4.Listrik, Gas dan Air Bersih

5649829.62 5427579.55 5750578.63 6025769.41 7039234.75 7316.000

5.Banguna- n/Konstr-uksi

7780823.72 8232950.09 8928178.08 9730820.28 10299411.23 11810000

6.Perdagan-gan,Hot-el dan restoran

47259969.72 50719350.06 54789912.15 56937922.74 62701714.12 70083000

7.Pengangk-utan dan Komunika si

10329164.21 11143253.97 12271024.9 12233939.92 13191977.79 15353000

8.Keuangan, Persew-aan dan jasaPerus-ahaan

7623682.08 7672322.47 8645553.06 9075519.51 9618612.27 10565000

9.Jasa-jasa 16821141.16 18200096.05 18728217.67 19063681.58 19670444.46 21900000 Total PDRB 242883881.74 257499445.75 274180307.83 290180021.06 302629550.34 321876000

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2011 Keterangan :

*) Angka perbaikan **) Angka Sementara

Hal untuk memprioritaskan sektor unggulan sangat penting dilakukan untuk pelaksanaan pembangunan yang efisien. Kontribusi setiap sektor terhadap perekonomian wilayah dapat diperkirakan melalui serangkaian teori yang secara umum dikenal sebagai teori pembangunan wilayah. Selain itu teori yang


(6)

digunakan dalam penelitian ini adalah teori basis ekonomi yaitu teori LQ dan analisis Shift Share.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor ekonomi yang sangat beragam di Kabupaten Cirebon, merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar peranannya dalam pembangunan daerah Kabupaten Cirebon. Peran dan fungsi setiap sektornya terus meningkat seiring peningkatan laju pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Di Kabupaten Cirebon itu sendiri memiliki potensi yang beraneka ragam. Dari mulai sektor pertaniannya yaitu beras, bawang merah, cabai merah dan mangga gedong gincu. Kabupaten Cirebon pun terkenal akan usaha udangnya dan industri rotannya.

Kabupaten Cirebon terkenal sebagai sentra industri rotan yang sangat berpotensi. Berbagai sektor masih tercampur aduk antara satu dengan yang lainnya. Dimungkinkan ada sektor-sektor ekonomi lainnya yang lebih unggul dan berpotensi dalam meningkatkan perekonomian selain hal-hal diatas. Perlu adanya spesifikasi antara sektor ekonomi yang termasuk ke dalam sektor unggulan (basis) dan nonunggulan (nonbasis).

Jika dilihat dari PDRB dari tahun ke tahunnya semua sektor ekonomi sangat berpengaruh terhadap kemajuan tersebut dan harapannya Pemerintah Daerah Kabupaten Cirebon memajukan sektor-sektor ekonomi tersebut. Tetapi, jika kita melihat dari segi APBD (Anggaran Perencanaan Belanja Daerah) Pemerintah tidak mungkin memajukan semua sektor ekonomi yang ada dengan keterbatasan anggaran yang ada pada APBD Kabupaten Cirebon. Maka dari itu perlu adanya kebijakan untuk memprioritaskan sektor ekonomi yang termasuk ke


(7)

dalam sektor ekonomi unggulan yang harapannya akan meningkatkan pula sektor ekonomi nonunggulan lainnya.

Hal ini yang menyebabkan betapa pentingnya menspesifikasikan dan memprioritaskan sektor unggulan di Kabupaten Cirebon sehingga pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon yang diharapkan dapat tercapai. Selain itu untuk meningkatkan kemampuan potensi sektor-sektor unggulan kita juga berfokus pada dayasaing dan pertumbuhan sektor unggulan.

Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu perhitungan dan analisis potensi dan dayasaing sektor unggulan dalam perekonomian Kabupaten Cirebon periode 2005-2010. Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Sektor ekonomi apa sajakah yang termasuk sektor unggulan dan nonunggulan di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010 ?

2. Bagaimana pertumbuhan dan dayasaing sektor unggulan di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010 ?

3. Bagaimana kebijakan pemerintah Kabupaten Cirebon dalam memioritaskan dan meningkatkan sektor-sektor unggulan tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

Secara umum, tujuan dilakukannya penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah, yaitu :

1. Mengidentifikasi sektor ekonomi apa saja yang termasuk sektor unggulan dan nonunggulan di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010.

2. Menganalisis pertumbuhan dan dayasaing sektor unggulan di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010.


(8)

3. Menganalisis dan merumuskan kebijakan pemerintah Kabupaten Cirebon dalam memprioritaskan dan meningkatkan sektor-sektor unggulan tersebut. 1.4. Kegunaan Penelitian

Pengkajian dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat pada semua pihak. Baik bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon, pembaca maupun bagi penulis. Harapannya bagi Pemerintah Kabupaten Cirebon dapat dijadikan pertimbangan dan bahan evaluasi dalam meningkatkan sektor-sektor unggulan perekonomian Kabupaten Cirebon. Bagi pembaca diharapkan bisa sebagai masukan dan sumber informasi. Sedangkan bagi penulis diharapkan dapat meningkatkan kemampuan daya analisis suatu permasalahan dan mengimplementasikan ilmu-ilmu yang diperoleh ketika masa perkuliahan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengenai kontribusi sektor-sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010 menggunakan pendekatan analisis LQ (Location Quotient) dan analisis SS (Shift Share). Lingkup analisis lebih tertuju dan berfokus pada kontribusi sektor-sektor unggulan terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon pada periode 2005-2010. Penggunaan analisis Location Quotient dimaksudkan untuh melihat sektor-sektor ekonomi mana sajakah yang termasuk kedalam sektor-sektor unggulan di Kabupaten Cirebon, Sedangkan analisis Shift Share dimaksudkan untuk melihat gambaran pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor unggulan di Kabupaten Cirebon.

Penulis menggunakan periode 2005-2010 karena dilihat dari LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Kabupaten Cirebon menunjukkan bahwa pada periode


(9)

tersebut laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon terus meningkat dan lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga penulis bermaksud saat laju pertumbuhan ekonominya terus meningkat sektor ekonomi mana sajakah yang tergolong kedalam sektor ekonomi unggulan yang nantinya perlu lebih dikembangkan agar dapat lebih meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Pembangunan Ekonomi

Pembangunan ekonomi secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,1985). Pembangunan ekonomi dapat pula diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh suatu negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf kehidupan masyarakatnya. Pembangunan ini merupakan permasalahan-permasalahan negara yang saling berkaitan dan berpengaruh antara satu dengan yang lainnya. Maka dari itu perlu adanya pemecahan masalah dengan pendekatan multidisiplin (Sukirno, 1985). Pendekatan multidisiplin ini merupakan bauran berbagai disiplin ilmu lain, baik dari geografi, ekonomi, sosial, maupun politik (Rustiadi,et al., 2007).

Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses pemerintah daerah dan masyarakatnya secara bersama-sama mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu hubungan kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi. Sedangkan menurut Scumpeter, pembangunan adalah perubahan yang spontan juga terputus-putus, gangguan terhadap keseimbangan yang selalu mengubah keadaan keseimbangan sebelumnya. Perubahan ini atas inisiatif perekonomian sendiri dan muncul berdasar cakrawala perdagangan dan industri (Jhingan, 2004).


(11)

2.2. Konsep Pertumbuhan Ekonomi

Menurut Schumpeter, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan alami dari tingkat pertambahan penduduk dan tingkat tabungan. Sedangkan, menurut Putong (2003) pertumbuhan ekonomi merupakan kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu.

Jika kita membicarakan pertumbuhan ekonomi, pasti berbeda dengan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin tinggi pula kesejahteraan masyarakatnya diluar indikator yang lain. Manfaat dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri adalah untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional maupun pembangunan daerahnya (Putong, 2003).

Menurut Tarigan (2005), pertumbuhan ekonomi wilayah adalah pertambahan pendapatan masyarakat yang terjadi di suatu wilayah yang digambarkan oleh kenaikan seluruh nilai tambah yang terjadi di wilayah tersebut. Hal ini juga yang nantinya akan menggambarkan kemakmuran daerah tersebut. Kemakmuran suatu wilayah ditentukan pula dengan seberapa besar bagian pendapatan yang mengalir ke luar wilayah atau mendapat aliran dana dari luar wilayah. Setiap negara akan selalu menargetkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada setiap daerahnya, karena hal itu menggambarkan kemakmuran di daerah tersebut (Tarigan, 2005).

W.W Rostow dalam Adisasmita (2008) mengemukakan suatu teori yang membagi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahapan, yaitu masyarakat


(12)

tradisional (the traditional society), prasyarat untuk lepas landas (the precondition for take off), lepas landas (the take off), gerakan kearah kedewasaan (the drive to maturity) dan massa konsumsi tinggi (the age of high mass consumption). Penjelasan pertumbuhan Rostow ini dijelaskan dalam Arsyad (1999), yaitu sebagai berikut :

a. Masyarakat Tradisional (The Traditional Society)

Masyarakat tradisional adalah masyarakat yang perekonomiannya masih bertumpu pada sektor pertanian dan memiliki fungsi produksi yang terbatas dan relatif primitif yang kehidupannya sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang turun-menurun dan cenderung kurang rasional.

b. Tahap Prasyarat Lepas Landas (The Precondition For Take Off)

Dalam kondisi ini, merupakan transisi untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk berkembang. Segala sesuatunya dipersiapkan untuk mencapai pertumbuhan dengan kekuatan sendiri termasuk ilmu pengetahuan yang akan menghasilkan penemuan baru.

c. Tahap Lepas Landas (The Take Off)

Berlakunya perubahan yang sangat besar dalam masyarakat misalnya tercipta kemajuan yang pesat dalam inovasi, revolusi politik dan sebagainya.

d. Tahap Menuju Kedewasaan (The Drive To Maturity)

Dalam kondisi ini masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada sebagian besar faktor produksi. Munculnya pemimpin baru yang bercorak lebih kepada perkembangan teknologi, kekayaan alam dan lain-lain.


(13)

e. Tahap Konsumsi Tinggi (The Age Of High Mass Consumption)

Konsumsi masal yang tinggi dimana perhatian masyarakat lebih menekankan kepada permasalahan yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu menurut Kuznets dalam bukunya Modern Economic Growth tahun 1966, definisi pertumbuhan ekonomi itu sendiri ialah suatu kenaikan yang terus-menerus dalam produk perkapita, seringkali diikuti dengan kenaikan jumlah penduduk dan biasanya dengan perubahan struktural (Jhingan, 2004). Pakar-pakar ekonomi pembangunan pun berpendapat, menurutnya pertumbuhan ekonomi tersebut berbeda dengan pembangunan ekonomi. Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi merupakan istilah bagi negara yang telah maju untuk menyebut keberhasilan pembangunannya sedangkan pembangunan ekonomi itu digunakan untuk negara yang sedang berkembang (Putong, 2003).

Sebenarnya banyak sekali teori pertumbuhan ekonomi yang berasal dari pakar-pakar ekonomi terdahulu. Teori klasik yang dikemukakan oleh Adam Smith melalui bukunya An Inquiry into The Nature and Cause of The Wealth of Nations yag terbit pada tahun 1917 menyatakan bahwa salah satu faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan penduduk. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan perluasan pasar akan meningkatkan spesialisasi dalam perekonomian tersebut. Lebih lanjut, spesialisasi akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga meningkatkan upah dan keuntungan. Dengan demikian, proses pertumbuhan akan terus berlangsung sampai seluruh sumber daya termanfaatkan (Tarigan, 2005).


(14)

Sementara itu, David Ricardo dalam bukunya The Principles of Political Economy and Taxation yang terbit pada tahun 1917, menyatakan pandangan yang bertentangan dengan Adam Smith. Menurutnya, perkembangan penduduk yang berjalan cepat pada akhirnya akan menurunkan kembali tingkat pertumbuhan ekonomi ke taraf yang rendah. Pola pertumbuhan ekonomi menurut Ricardo berawal dari jumlah penduduk yang rendah dan sumber daya alam yang relatif melimpah.

Menurut Keynes, untuk menjamin pertumbuhan yang stabil pemerintah perlu menerapkan kebijakan fiskal (perpajakan dan belanja pemerintah), kebijakan moneter (tingkat suku bunga dan jumlah uang beredar), dan pengawasan langsung. Keynes mengemukakan bahwa pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume pekerjaan yang dihasilkan, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan tergantung pada permintaan efektif. Permintaan efektif ini ditentukan pada titik saat harga permintaan agregat sama dengan harga penawaran agregat.

Selain itu Harrod-Domar pun mengemukakkan pandangannya. Dalam teori ini, Harrod-Domar melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihat dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Dommar melihat dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Harrod-Domar menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap, dimana seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar, hanya dapat dicapai jika memenuhi syarat-syarat keseimbangan, yaitu g = k = n, dimana g adalah tingkat pertumbuhan output, k adalah tingkat pertumbuhan modal, dan n adalah tingkat pertumbuhan angkatan kerja (Priyarsono,et al., 2007).


(15)

Proses pertumbuhan menurut pandangan Schumpeter adalah proses peningkatan dan penurunan kegiatan ekonomi yang berjalan siklikal. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan oleh para pengusaha berperan dalam peningkatan kegiatan ekonomi. Dalam proses siklikal tersebut, tingkat keseimbangan yang baru akan selalu berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat keseimbangan sebelumnya. Pada intinya, dari semua teori yang ada sama-sama menjelaskan tentang bagaimana kita mengelola sumberdaya yang ada (manusia, alam dan teknologi) pada suatu wilayah agar perekonomian dapat berjalan sesuai harapan (Putong, 2003).

Menurut Adam Smith dalam Boediono (1982), yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pertumbuhan output (GDP) total dan pertumbuhan penduduk. Smith melihat sistem produksi suatu negara terdiri dari 3 unsur pokok, yaitu 1) sumber alam yang tersedia (faktor produksi tanah), 2) sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk), 3) stok barang kapital yang ada.

2.3. Teori Ekonomi Basis

Pada umumnya teori basis ekonomi menjelaskan bahwasannya faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Teori basis ekonomi ini, mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besar kecilnya ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2005). Pengertian ekspor dalam ekonomi regional mencakup semua kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah, dan menjual produk atau jasa ke luar wilayah baik ke wilayah lain dalam negara tersebut maupun ke luar negeri.


(16)

Teori basis ekonomi ini terbagi menjadi dua, yaitu sektor basis (unggulan) dan sektor nonbasis (nonunggulan). Sektor basis (unggulan) adalah sektor yang hanya mampu memenuhi kebutuhan wilayah tersebut dan wilayah lainnya. Sektor basis ini merupakan satu-satunya sektor yang bisa meningkatkan perekonomian wilayah melebihi pertumbuhan alamiahnya, karena kegiatan ini adalah kegiatan baik penghasil produk maupun penyedia jasa yang mendatangkan uang dari luar wilayah (Tarigan, 2005). Menurut Glasson (1977), diperlukannya metode Location Quotient guna menentukan apakah sektor tersebut basis (unggulan) atau tidak. Menurutnya, semakin banyak sektor unggulan dalam suatu wilayah maka akan menambah arus pendapatan wilayah tersebut. Kemudian jika semakin banyak sektor unggulan dalam suatu daerah maka akan menimbulkan kenaikan pula dalam volume sektor nonunggulan (Glasson, 1977).

Teori basis ini pun memiliki kelebihan dan kekurangan dalam penggunaannya. Kelebihan teori ini yaitu selain teori ini sederhana, mudah diterapkan dan dapat menjelaskan struktur perekonomian suatu daerah dan dampak umum secara keseluruhan dari perubahan-perubahan jangka pendek. Sedangkan kelemahan pada teori ini yaitu kegagalan menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh, selain itu teori ini mengabaikan fakta bahwasannya produksi nasional adalah untuk orang asing yang tinggal di wilayah tersebut.

Secara umum terdapat beberapa metode untuk menentukan sektor basis (unggulan) dan nonbasis (nonunggulan) di suatu daerah, yaitu (dalam Priyarsono,et al., 2007) :


(17)

a. Metode Pengukuran Langsung

Metode ini dilakukan dengan cara survei langsung kepada pelaku usaha, kemana mereka memasarkan barang produksi, dan darimana mereka membeli berbagai bahan kebutuhan untuk menghasilkan produk tersebut.

b. Metode Pengukuran Tidak Langsung

Metode pengukuran tidak langsung terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :

1. Metode Asumsi

Metode ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam penentuan sektor basis (unggulan) dan nonbasis (nonunggulan) disuatu wilayah. Metode ini mengasumsikan bahwa sektor primer dan sekunder termasuk sektor basis (unggulan), sedangkan sektor tersier termasuk kedalam sektor nonbasis (nonunggulan). Metode ini cukup baik diterapkan pada daerah yang luasnya relatif kecil dan tertutup serta jumlah sektornya sedikit. Tetapi kelemahan dalam metode ini yaitu, penentuan sektor basis dan non-basis tersebut mungkin saja bisa menjadi tidak akurat dalam keadaan-keadaan tertentu. Dalam hal lain pun, di beberapa daerah perkotaan sektor basis (unggulan) dan nonbasis (nonunggulan) ini dengan menggunakan asumsi sangat sulit dilakukan dikarenakan jumlah dan jenis sektornya yang sangat beragam.

2. Metode Location Quotient (LQ)

Metode ini dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua


(18)

sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya.

3. Metode Pendekatan Kebutuhan Minimum

Metode ini mirip dengan metode LQ, hanya saja jika LQ mengacu kepada perbandingan relatif pangsa pendapatan/tenaga kerja antara daerah bawah dengan daerah atas maka dalam metode pendekatan kebutuhan minimum ini daerah yang diteliti dibandingkan dengan daerah yang memiliki ukuran yang relatif sama dan ditetapkan sebagai daerah memiliki kebutuhan minimum tenaga kerja di sektor tertentu.

2.4. Konsep Sektor Unggulan (Basis)

Sektor unggulan adalah sektor yang dimana keberadaannya diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan suatu wilayah. Kriteria sektor unggulan pun sangat bervariasi. Tergantung seberapa besar peranan sektor tersebut dalam pembangunan wilayah. Salah satu yang dapat memengaruhi sektor unggulan yaitu faktor anugerah (endowment factors). Dengan adanya keberadaan sektor unggulan ini sangat membantu dan memudahkan pemerintah dalam mengalokasikan dana yang tepat sehingga kemajuan perekonomian akan tercapai.

Sektor basis atau sektor unggulan ini dapat mengalami kemajuan maupun kemunduran. Hal ini tergantung pada usaha-usaha suatu wilayah guna meningkatkan sektor unggulan tersebut. Adapun beberapa sebab kemajuan sektor basis yaitu : 1) perkembangan jaringan transportasi dan komunikasi, 2) perkembangan pendapatan dan penerimaan daerah, 3) perkembangan teknologi dan 4) adanya pengembangan prasarana ekonomi dan sosial. Sedangkan penyebab


(19)

terjadinya kemunduran pada sektor unggulan yaitu perubahan permintaan di luar daerah dan kehabisan cadangan sumberdaya.

Sektor unggulan sangat berperan penting pada suatu pembangunan wilayah. Hal ini dapat dilihat pada besar kecilnya pengaruh serta peranannya terhadap pembangunan tersebut, diantaranya (Tarigan, 2005) :

1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi

2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar

3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang.

4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi

2.5. Metode Analisis Sektor Unggulan

2.5.1. Metode analisis LQ (Location Quotient)

Metode ini dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Dalam hal ini dilakukan perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya.

Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Sedangkan jika nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan (Priyarsono,et al., 2007).


(20)

Tambunan (2001), LQ adalah suatu teknik atau metode yang digunakan untuk lebih memperluas dan memperjelas anlisis Shift Share. Dasar pemikiran metode ini atau dasar teori metode ini adalah teori basis ekonomi.

Menurut Tarigan (2005), Metode LQ ini yaitu metode yang membandingkan besarnya peranan suatu sektor di suatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Analisis ini merupakan analisis yang sederhana dan manfaatnya juga tidak begitu besar yaitu hanya melihat nilai LQ yang berada diatas 1 atau tidak. Analisis ini sangat menarik bila dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

2.5.2. Metode analisis SS (Shifht Share)

Analisis Shift Share ini pertama kali diperkenlakan oleh Perloff, et al. pada tahun 1960. Analisis Shift Share ini merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis struktur perekonomian di suatu wilayah. Selain itu dapat juga digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama dua periode.

Keunggulan utama dari analisis Shift Share yaitu analisis ini mengenai perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan kesempatan kerja pada dua titik waktu di suatu wilayah. Kegunaan Analisis SS ini yaitu melihat perkembangan dari sektor perekonomian suatu wilayah terhadap perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas, juga melihat perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif dengan sektor lain. Analisis ini pun dapat melihat perkembangan dalam membandingkan besar aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu dan pertumbuhan antarwilayah (Priyarsono,et al., 2007).


(21)

Menurut Budiharsono (2001) dalam Priyarsono, et al. (2007), secara umum terdapat tiga komponen pertumbuhan wilayah dalam analisis Shift Share, yaitu :

1. Komponen Pertumbuhan Nasional/PN (National Growth Component) Yaitu perubahan produksi atau kesempatan suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi atau kesempatan kerja nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah misalnya devaluasi, kecenderungan inflasi, pengangguran dan kebijakan perpajakan.

2. Komponen Pertumbuhan Proporsional/PP (Proportional Mix Growth Component)

Komponen ini tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri (seperti kebijakan perpajakan, subsidi, dan price support) dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.

3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah/PPW (Regional Share Growth Component)

Komponen ini timbul karena peningkatan atau penurunan produksi atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.

Berdasarkan ketiga komponen pertumbuhan wilayah tersebut dapat ditentukan dan diidentifikasikan perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu


(22)

wilayah. Apabila PP + PPW > 0 maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke-i di wilayah ke-j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan bahwa pertumbuhan sektor ke-i pada wilayah ke-j termasuk pertumbuhannya lambat.

Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono, et al. (2007)

Gambar 2.1 Model Analisis Shift Share

2.6. Penelitian Terdahulu

Putra (2004) dengan penelitiannya tentang menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pada waktu sebelum dan masa otonomi daerah. Metode yang digunakan adalah metode analisis Shift Share. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada masa sebelum otonomi daerah, seluruh sektor ekonomi Kota Jambi pertumbuhannya meningkat. Setelah otonomi daerah diberlakukan, seluruh sektor ekonomi Kota Jambi justru mengalami pertumbuhan yang lambat. Hanya saja pertumbuhan yang lambat ini belum tentu karena pengaruh diterapkannya otonomi daerah, karena kurun waktu yang diteliti hanya

Maju PP + PPW > 0

Komponen Pertumbuhan Nasional

Wilayah ke-j sektor ke-i Wilayah ke-j

sektor ke-i

Lambat PP + PPW < 0 Komponen

Pertumbuhan Proporsional

Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah


(23)

dua tahun saja yaitu tahun 2000-2002. Hasil penelitian ini juga menunjukkan sektor pertumbuhan yang paling cepat pada masa otonomi daerah adalah sektor industri pengolahan, sedangkan yang paling lambat adalah sektor jasa lainnya. Sementara sektor yang mempunyai keunggulan komparatif pada masa otonomi daerah adalah sektor pertambangan.

Sondari (2007) dengan judul penelitiannya yaitu “Analisis Sektor Unggulan dan Kinerja Ekonomi Provinsi Jawa Barat Periode 2001-2005” menggunakan metode analisis LQ dan hasilnya menyimpulkan bahwa selama kurun waktu 2001-2005, sektor yang menjadi sektor basis dan merupakan sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat yaitu listrik,gas, dan air bersih, sektor industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Ana (2010) dalam penelitiannya tentang analisis sektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau (periode 2000-2009) menggunakan analisis LQ, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), SS-EM, analisis overlay, dan analisis klassen typology. Analisis LQ untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial yang memiliki keunggulan komparatif. Untuk mengidentifikasi sektor/subsektor ekonomi potensial berdasarkan keunggulan kompetitif digunakan analisi MRP. Analisis SS-EM untuk mengetahui tingkat spesialisasi perekonomian di suatu wilayah. Analisis overlay digunakan sebagai lanjutan dari analisis LQ dan MRP untuk mendapatkan deskripsi ekonomi potensial berdasarkan kriteria pertumbuhan dan kontribusi. Analisis klassen typology digunakan untuk mengetahui potensi relatif sektor/subsektor ekonomi Kota Tanjungpinang terhadap kabupaten/kota lain se-Provinsi Kepulauan Riau. Hasil penelitiannya didapatkan bahwa sektor keuangan, persewaan, dan jasa


(24)

perusahaan serta subsektor komunikasi dan sewa bangunan merupakan subsektor ekonomi potensial di Kota Tanjungpinang.

Triseptina (2006) penelitiannya tentang analisis sektor-sektor unggulan kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat berdasarkan indikator pendapatan dengan menggunakan analisis LQ dan turunannya. Untuk mengetahui apakah suatu sektor merupakan sektor basis atau non-basis dapat digunakan metode langsung dan tidak langsung. Metode tidak langsung dengan metode arbiter, LQ dan kebutuhan minimum.

Harisman (2007) dengan judul penelitiannya “Analisis Struktur Perekonomian dan Identifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Lampung Periode 1993-2003” menggunakan analisis Shift Share untuk menganalisis apakah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa di Provinsi Lampung telah terjadi perubahan struktur ekonomi dari sektor primer ke sekunder yang dilihat dari peranan sektor sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB Provinsi Lampung. Hasil analisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat tiga sektor basis yang merupakan sektor unggulan, yaitu : sektor pertanian, bangunan/konstruksi, serta pengangkutan dan komunikasi.

Paramitasari (2010) dalam penelitiannya tentang potensi komoditas unggulan industri manufaktur dalam perekonomian Indonesia menggunakan analisis indeks komposit untuk mengetahui komoditas unggulan industri manufaktur. Hasil penelitiannya didapatkan ada sebelas komoditas unggulan industri manufaktur di Indonesia. Sebelas komoditas unggulan tersebut hanya


(25)

terdapat tiga komoditas yang mempunyai kemampuan tinggi, baik dalam hal penciptaan nilai tambah maupun penyerapan tenaga kerja.

Aziz (2011) dengan judul penelitiannya “Analisis Potensi, Dayasaing, dan Pajak Sektor Hotel Terhadap Perekonomian Kota Yogyakarta periode 2005-2009” menggunakan metode analisis Shift Share, LQ dan Poeter’s Diamond. Hasil penelitiannya menunjukkan sektor hotel memiliki pertumbuhan yang lambat dan memiliki dayasaing yang kurang baik. Hal ini disebabkan karena kerusakan fasilitas akibat adanya bencana alam di Kota Yogyakarta. Tetapi keadannya semakin membaik setelah adanya perbaikan fasilitas. Hasil analisis dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) menunjukkan bahwa sektor hotel pada periode 2005-2009 termasuk ke dalam sektor basis ekonomi Kota Yogyakarta.

Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah fenomena-fenomena lapangan yang dikaji, metode serta daerah dan periode yang dikaji. Pada penelitian terdahulu, pendekatan yang digunakan hanya pendekatan LQ saja ataupun pendekatan Shift Share saja. Selain itu terdapat penelitian terdahulu lainnya yang menggunakan pendekatan LQ, Model Rasio Pertumbuhan (MRP), SS-EM, analisis overlay, dan analisis klassen typology. Selain itu ada juga yang menggunakan metode LQ dan Shift Share tetapi hanya satu sektor saja yang dikaji.

Sedangkan pada penelitian ini menggunakan pendekatan LQ (Location Quotient) dan analisis Shift Share untuk melihat sektor unggulan serta pertumbuhan dan dayasaingnya terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon sehingga dapat diketahui sektor-sektor apa sajakah yang termasuk


(26)

kedalam sektor unggulan (basis) di Kabupaten Cirebon pada periode 2005-2010 serta bagaimana pertumbuhan dan dayasaing dari sektor unggulan tersebut.

2.7. Kerangka Pemikiran

Kabupaten Cirebon merupakan daerah yang memiliki berbagai potensi dan letak daerah yang strategis yaitu perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah, seharusnya sembilan sektor ekonomi yang dimiliki Kabupaten Cirebon dapat lebih ditingkatkan agar pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon pun dapat meningkat yang berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon tidak terlepas dari adanya sektor-sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Cirebon. Maka dari itu, perlu dilakukannya analisis yang dapat menspesifikasikan sektor-sektor unggulan dan sektor-sektor nonunggulan yang ada di Kabupaten Cirebon.

Pada perekonomian Kabupaten Cirebon, banyak sekali sektor unggulan yang mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut tetapi jika kita melihat pada segi APBD Kabupaten Cirebon dengan keterbatasan APBD maka pemerintah sebaiknya melakukan kebijakan untuk lebih memprioritaskan sektor unggulan mana saja yang nantinya dapat mendukung pula baik sektor unggulan lainnya maupun sektor nonunggulannya. Pemerintah Kabupaten Cirebon tidak mungkin memprioritaskan semua sektor unggulan yang ada di Kabupaten Cirebon dengan keterbatasan APBD yang ada. Maka dari itu pentingnya pemerintah melakukan spesifikasi dan prioritas kepada sektor unggulan yang ada di Kabupaten Cirebon.


(27)

Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan Analisis Shift Share. Metode LQ digunakan untuk menentukan sektor-sektor unggulan apa sajakah yang ada di Kabupaten Cirebon dalam periode 2005-2010, sedangkan metode analisis Shift Share digunakan untuk mengetahui gambaran pertumbuhan dan dayasaing sektor-sektor unggulan tersebut. Hal ini pun dilakukan agar dapat diajukan kepada Pemerintah Kabupaten Cirebon sehingga Pemerintah Kabupaten Cirebon dapat mengeluarkan kebijakan yang nantinya memprioritaskan sektor-sektor unggulan Kabupaten Cirebon sehingga pada akhirnya akan menciptakan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon yang berkelanjutan.


(28)

Secara skematis, kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 2.2 sebagai berikut :

Gambar 2.2. Sistematika Kerangka Pemikiran

Adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon yang didukung sektor-sektor unggulan dan adanya keterbatasan pada APBD Kabupaten Cirebon

Perlunya menganalisis, menspesifikasikan dan memprioritaskan sektor basis

(unggulan) dan sektor nonbasis (nonunggulan)

Dianalisis dengan

Metode Location Quotient (LQ)

Analisis Shift Share (SS)

Sektor-sektor unggulan dan kondisi pertumbuhan serta daya saing sektor unggulan di Kabupaten Cirebon periode 2005-2010 Mengklasifikasikan sektor unggulan

dan sektor nonunggulan

Pertumbuhan & daya saing sektor unggulan

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cirebon yang berkelanjutan Rumusan Kebijakan Pemerintah


(29)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat berdasarkan harga konstan dengan tahun dasar 2000 pada periode tahun 2005-2010, serta data-data lain yang mendukung. Data ini diperoleh dari BPS Pusat, BPS Kabupaten Cirebon, instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini, berbagai literatur, internet dan sumber-sumber lainnya.

Penulis menggunakan data tahun 2005 sampai tahun 2010 karena laju pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cirebon dalam kurun waktu tersebut mengalami peningkatan daripada tahun sebelumnya. Kabupaten Cirebon pun mencapai pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 5,37 persen walaupun mengalami penurunan kembali pada tahun berikutnya dan 2010. Selama kurun waktu tersebut, PDRB Kabupaten Cirebon juga menunjukkan trend yang meningkat walaupun pada tahun 2008 dan 2010 mengalami sedikit perlambatan.

3.2. Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode LQ (Location Quotient) dan analisis SS (Shift Share). Dalam penelitian ini, akan membahas sektor yang termasuk basis dan non-basis, juga membahas sektor-sektor mana saja yang termasuk ke dalam kategori sektor-sektor unggulan dan untuk mengetahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di Kabupaten Cirebon. Maka dari itu, analisis yang tepat untuk penelitian ini yaitu


(30)

dengan metode LQ (Location Quotient) dan analisis SS (Shift Share) dan pengolahan datanya menggunakan program Microsoft Excel 2007.

3.3.1. Analisis LQ (Location Quotient)

Metode ini digunakan untuk melihat sektor-sektor yang termasuk ke dalam kategori sektor unggulan. Selain itu analisis ini merupakan salah satu indikator yang mampu menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu daerah dibandingkan dengan daerah atasnya. Dalam hal ini dilakukan perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis, rumus LQ dapat dituliskan :

LQ = Si /S Si /S Keterangan :

Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kabupaten Cirebon) Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kabupaten Cirebon) Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Jawa Barat)

Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Jawa Barat)

Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan (tenaga kerja) pada sektor i di daerah bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada sektor i lebih berorientasi ekspor. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian


(31)

Kabupaten Cirebon lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat.

Sebaliknya, apabila nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor non-basis atau sektor nonunggulan. Nilai LQ yang kurang dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan (tenaga kerja) pada sektor i di daerah bawah lebih kecil dibanding daerah atasnya. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian Kabupaten Cirebon lebih kecil dari pada peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Barat.

Adapun asumsi yang digunakan dalam analisis LQ yaitu :

1. Pola konsumsi rumahtangga di daerah bawah (Kabupaten Cirebon) identik sama dengan pola konsumsi rumahtangga di daerah atasnya (Provinsi Jawa Barat)

2. Selera dan pola pengeluaran di suatu daerah dengan daerah lain di seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat sama besarnya.

3. Setiap penduduk di Kabupaten Cirebon mempunyai pola permintaan terhadap suatu barang dan jasa yang sama terhadap pola permintaan barang dan jasa pada tingkat provinsi Jawa Barat.

3.3.2. Analisis SS (Shift Share)

Pada umumnya analisis Shift Share (SS) ini dapat digunakan untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah selama periode waktu tertentu. Selain itu, dapat juga melihat dalam daerah bawah (Kabupaten Cirebon) sektor-sektor ekonomi mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar terhadap perekonomian daerah atasnya (Provinsi Jawa Barat) dan juga untuk mengetahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang


(32)

paling cepat di masing-masing wilayah bawahnya. Kegunaan lainnya, yaitu dapat melihat perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya dan melihat perbandingan laju sektor-sektor perekonomian disuatu wilayah dengan laju pertumbuhan nasional serta sektor-sektornya.

Adapun langkah-langkah utama dalam analisis Shift Share (SS), yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini, wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Kabupaten Cirebon.

2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator kegiatan ekonomi yang digunakan disini adalah pendapatan yang dicerminkan dari nilai PDRB Kabupaten Cirebon dan PDRB Provinsi Jawa Barat. Sedangkan periode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010.

3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor ekonomi yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah terfokus pada semua sektor ekonomi berdasarkan lapangan usahanya yang terdiri dari 9 sektor, yaitu : sektor pertanian; pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, gas dan air bersih; bangunan/konstruksi; perdagangan, hotel dan restoran; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta jasa-jasa yang ada di Kabupaten Cirebon.

4. Menghitung perubahan indikator ekonomi.

a) PDRB Provinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis.


(33)

Keterangan :

Yi = PDRB Provinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun dasar analisis Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar

analisis

b) PDRB Provinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis.

Y’i = ∑��= Y’ij (3.2) Keterangan :

Y’i = PDRB Provinsi Jawa Barat dari sektor i pada tahun akhir analisis Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun akhir

analisis

c) Perubahan indikator kegiatan ekonomi dirumuskan sebagai berikut : ∆ Yij = Y’ij - Yij (3.3) d) Persentase perubahan PDRB

% ∆ Yij = [(Y’ij - Yij)/ Yij]* 100 % (3.4) Keterangan :

∆Yij = perubahan PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon

Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar analisis Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun akhir analisis 5. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi

Rasio ini digunakan untuk melihat perbandingan PDRB sektor perekonomian di suatu daerah tertentu. Rasio tersebut terdiri dari ri, Ri dan Ra.

a) ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon)


(34)

Keterangan :

Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar analisis

Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun akhir analisis

b) Ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat)

Ri = (Y’i-Yi)/Yi (3.6) Keterangan :

Yi = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis

Y’i = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis

c) Ra (Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Barat)

Ra = (Y’…-Y…)/Y… (3.7) Keterangan :

Y… = PDRB wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis Y’… = PDRB wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis 6) Menghitung komponen pertumbuhan wilayah

a) Komponen Pertumbuhan Regional (PR)

PRij = (Ra) Yij (3.8) Keterangan :

PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Kabupaten Cirebon


(35)

Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar analisis b) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)

PPij = (Ri-Ra) Yij (3.9) Keterangan :

PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah Kabupaten Cirebon

Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Barat

Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar analisis Ketentuan setelah menghitung komponen PP, yaitu sebagai berikut :

a. Jika, PPij < 0 maka menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon laju pertumbuhannya lambat.

b. Jika, PPij > 0 maka menujukan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon laju pertumbuhannya cepat.

c) Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)

PPWij = (ri-Ri)Yij (3.10) Keterangan :

PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah Kabupaten Cirebon

ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Cirebon pada tahun dasar


(36)

Jika :

PPWij > 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon mempunyai dayasaing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya. PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Cirebon mempunyai

dayasaing yang rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya. 7) Rumus-rumus lainnya yaitu sebagai berikut :

a. Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j (Kabupaten Cirebon), dirumuskan sebagai berikut :

∆ Yij = PRij + PPij + PPWij (3.11) ∆ Yij =Y’ij + Yij (3.12) b. Dalam bentuk persamaan matematik menjadi :

∆ Yij = PRij + PPij + PPWij (3.13) Y’ij + Yij = Yij(Ra)+Yij(Ri-Ra)+Yij(ri-Ri) (3.14) c. Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dirumuskan sebagai berikut :

%PR = Ra (3.15) %PP = Ri-Ra (3.16) %PPW= ri-Ri (3.17) atau

%PR = (PRij)/Yij * 100% (3.18) %PP = (PPij)/Yij * 100% (3.19) %PPW = (PPWij)/Yij * 100 % (3.20) 8) Menentukan kelompok sektor ekonomi yang ditentukan berdasarkan

pergeseran bersih (PB)


(37)

PPW PPW PPW

Kuadran III Kuadran II

PP

Jika :

PBij > 0, menunjukan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhan progressive (maju).

PBij < 0, menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhan tidak progressive.

9) Menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomian

Untuk menganalisis profil pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya dapat dilakukan dengan cara menggunakan bantuan empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan yaitu :

Kuadran IV Kuadran I

Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian Sumber : Priyarsono,et al. (2007)

Pada gambar di atas, terdapat garis yang memotong Kuadran II dan Kuadran IV yang membentuk 45°. Garis tersebut merupakan garis yang menunjukkan nilai pergeseran bersih.

Dalam gambar tersebut tedapat Kuadran I, II, III dan IV, maka penjelasannya sebagai berikut :


(38)

1. Kuadran I, merupakan kuadran dimana PP dan PPW sama-sama bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan memiliki petumbuhan yang cepat (dilihat dari nilai PP-nya) dan memiliki dayasaing yang lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya (dilihat dari nilai PPW-nya).

2. Kuadran II, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi dayasaing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan wilayah lainnya kurang baik (dilihat dari PPW yang bernilai negatif).

3. Kuadran III, merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai positif. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan dayasaing yang kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lain.

4. Kuadran IV, menunjukkan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP yang bernilai negatif), tetapi dayasaing wilayah untuk sektor-sektor tersebut baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang bernilai positif).

3.3.3. Definisi Operasional

3.3.3.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tertentu. Menurut BPS Kabupaten Cirebon (2011) : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu data statistik yang diperlukan untuk evaluasi dan perencanaan pembangunan ekonomi.


(39)

Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, pemerataan pembagian pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer, yaitu sektor yang bergantung pada jenis lapangan usaha pertanian serta pertambangan dan penggalian kepada sektor sekunder (lapangan usaha industri pengolahan, listrik, gas,dan air minum, konstruksi/bangunan) serta sektor tersier (lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran, angkutan dan komunikasi, bank/lembaga keuangan, perusahaan persewaan, jasa pemerintahan dan jasa swasta.

Perhitungan PDRB menggunakan dua macam harga yaitu PDRB atas dasar harga berlaku yaitu menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga setiap tahunnya. Selain itu ada PDRB atas harga konstan yaitu menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu sebagai tahun dasar perhitungannya. PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB Kabupaten Cirebon dan Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha periode 2005-2010.

3.3.3.2. Manfaat Data PDRB

Ketersediaan data dan penyusunan PDRB ini secara berkala, bermanfaat untuk memperoleh informasi antara lain:

a. Tingkat pertumbuhan ekonomi

Apabila angka-angka statistik PDRB disajikan atas dasar harga konstan akan menunjukkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah baik keseluruhan maupun per sektor.


(40)

b. Tingkat kemakmuran suatu daerah

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu menjamin kemakmuran yang tinggi bagi masyarakat kalau perkembangan penduduk juga tinggi. Tingginya pertumbuhan pendapatan perkapita lebih menunjukan perkembangan kemakmuran sebab bila dilihat dari sudut konsumsi, berarti masyarakat akan mempunyai kesempatan untuk menikmati barang dan jasa yang lebih banyak atau lebih tinggi kualitasnya. Untuk mengetahui tingkat kemakmuran suatu daerah harus tersedia angka pembanding dari daerah lainnya dan untuk mengetahui perkembangannya perlu diketahui angka perkembangan pendapatan secara berkala. Adanya angka pembanding dari pendapatan perkapita dapat disimpulkan bahwa tingkat kemakmuran suatu daerah lebih baik dari daerah lainnya. Selain itu dapat dilihat peningkatan kemakmuran daerah tersebut dari tahun ke tahun.

c. Tingkat inflasi dan deflasi

Penyajian atas harga konstan dan atas harga berlaku dapat dipakai sebagai indikator untuk melihat tingkat inflasi ataupun deflasi yang terjadi. d. Gambaran struktur perekonomian

Angka-angka yang disajikan secara sektoral memperlihatkan tentang struktur perekonomian suatu daerah, apakah menunjukkan kearah daerah yang agraris atau industri. Berdasarkan data dari masing-masing sektor dapat dilihat peranan atau sumbangan tiap sektor terhadap jumlah pendapatan secara keseluruhan. Dengan adanya gambaran perekonomian suatu daerah, merupakan bahan bagi para perencana ekonomi, baik dikalangan


(41)

pemerintahan maupun swasta, untuk menentukan ke arah mana daerah tersebut akan dikembangkan.

3.4. Tahun Dasar dan Tahun Akhir Analisis

Dua hal ini sangat penting dalam penyusunan penelitian. Tahun dasar analisis merupakan tahun yang dijadikan titik awal sebagai acuan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Sedangkan, tahun akhir analisis merupakan tahun yang dijadikan titik akhir untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian.


(42)

IV. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon

4.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon secara geografis terletak di bagian timur wilayah Provinsi Jawa Barat dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Jawa Tengah. Wilayah ini berada pada posisi 108°40' BT - 108°48' BT dan 6°30` LS - 7°00` LS dengan batas- batas wilayah administrasi sebagai berikut:

 Sebelah Utara : Kabupaten Indramayu  Sebelah Barat Laut : Kabupaten Majalengka  Sebelah Selatan : Kabupaten Kuningan

 SebelahTimur : Kota Cirebon dan Kabupaten Brebes

Luas wilayah keseluruhan 990.36 km2 dengan ketinggian sebesar 0-130 m dari permukaan laut. Letak daratannya memanjang dari Barat Laut ke Tenggara. Kabupaten Cirebon merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai pintu gerbang Provinsi Jawa Tengah. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan salah satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura.

Jika dilihat dari permukaan daratannya dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu, dataran rendah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa dan dataran tinggi. Jumlah wilayah administrasi di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 terdiri dari 40 kecamatan, 412 desa, 12 kelurahan, jumlah RT sebanyak 9.188 dan RW sebanyak 2.607. Wilayah setiap kecamatannya terletak di bagian utara yaitu sepanjang jalur pantura termasuk pada dataran rendah yang memiliki


(43)

letak ketinggian antara 0-10 m dari permukaan air laut, sedangkan wilayah kecamatan bagian selatan memiliki letak ketinggian 11-130 m dari permukaan laut.

Faktor iklim dan curah hujan di Kabupaten Cirebon dipengaruhi oleh keadaan alamnya yang sebagian besar terdiri dari daerah pantai dan perbukitan terutama daerah bagian utara, timur, dan barat, sedangkan daerah bagian selatan merupakan daerah perbukitan. Berbagai macam karakteristik terbentuk karena letak wilayah Kabupaten Cirebon itu sendiri. Semua itu merupakan suatu modal untuk kemajuan daerah. Di sini pengaruh pembangunan modernisasi berdampak jelas terhadap perubahan kehidupan politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan, apalagi Kabupaten Cirebon merupakan pintu gerbang memasuki wilayah Provinsi Jawa Tengah.

4.2. Kependudukan

Jumlah penduduk di Kabupaten Cirebon dari tahun 2005 hingga tahun 2010 belum merata. Data terbaru yang didapat yaitu jumlah penduduk Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 mencapai 2.067.196 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Cirebon dari tahun 2000 sampai dengan 2010 yaitu sebesar 0,70 persen. Dengan luas wilayah 990,36 Km2, maka rata-rata setiap Km2 ditempati penduduk sebanyak 2.087 orang pada tahun 2010. Secara umum jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan. Hal ini ditunjukkan oleh sex ratio yang nilainya lebih besar dari 100. Pada tahun 2010, sex ratio sebesar 105,13 yang berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan terdapat 105 penduduk laki-laki. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1.


(44)

Tabel 4.1. Indikator Kependudukan Kabupaten Cirebon

Uraian Tahun 2010

Jumlah Penduduk (jiwa) 2.067.196

Laju Pertumbuhan Penduduk 2000-2010 (%) 0,70

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2) 2.087

Rasio Jenis Kelamin 105,13

Jumlah Rumahtangga 547.786

Rata-rata ART per Rumahtangga 3,77

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2010

Persebaran penduduk Kabupaten Cirebon per kecamatan hingga pada tahun 2010 masih menunjukkan kondisi kurang merata seperti tahun-tahun sebelumnya. Penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Sumber yaitu sebanyak 80.950 jiwa dengan sebaran penduduknya sebesar 3,29 persen dan yang terkecil adalah Kecamatan Pasaleman dengan jumlah penduduk hanya 24.968 jiwa dengan sebaran penduduk sebesar 1,21 persen.

4.3. Ketenagakerjaan

Salah satu modal penting dalam proses meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menyukseskan program pembangunan adalah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja di suatu daerah harus diimbangi dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Selain itu banyaknya jumlah penduduk pun harus diimbangi dengan pertumbuhan angkatan kerja agar tidak memunculkan pengangguran.

Tenaga kerja di Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 hingga tahun 2010 dari tahun ke tahunnya cenderung menurun. Sehingga pada tahun 2009 pemerintah Kabupaten Cirebon melaksanakan padat karya agar dapat menyerap lebih banyak tenaga kerja. Di Kabupaten Cirebon lapangan pekerjaan yang banyak digeluti masyarakatnya adalah sektor primer (pertanian dalam arti luas


(45)

termasuk perikanan dan peternakan), diikuti sektor sekunder (industri pengolahan, listrik,gas dan air bersih dan konstruksi) sisanya kedalam sektor tersier ( jasa transportasi, keuangan, dan lain sebagainya).

4.4. Pendidikan

Pendidikan sangat erat kaitannya dengan ketersediaan fasilitas pendidikan. Fasilitas-fasilitas pendidikan dari tahun 2005 hingga tahun 2010 selalu ditingkatkan agar tercapainya standar pendidikan yang lebih baik pula. Data terbaru didapat yaitu pada jenjang pendidikan SD di Kabupaten Cirebon tahun ajaran 2010/2011 seorang guru SD rata-rata mengajar 30 murid SD. Semakin tinggi jenjang pendidikan maka beban seorang guru semakin sedikit dimana untuk jenjang pendidikan SLTP rata-rata seorang guru mengajar 19 murid dan di jenjang SLTA beban seorang guru hanya mengajar 14 murid saja.

Untuk jenjang pendidikan SLTA baik negeri maupun swasta di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 tetapi pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Umum terjadi penurunan dari sebanyak 19.008 murid pada tahun 2009 menjadi 16.788 murid pada tahun 2010. Pada tahun 2009 persentase penduduk laki-laki berumur 10 tahun ke atas yang masih bersekolah lebih tinggi dari penduduk perempuan yaitu sebesar 18,38 persen, sedangkan penduduk perempuan berumur 10 tahun ke atas yang masih bersekolah sebesar 16,99 persen. (Suseda 2009).


(46)

Gambar 4.1. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki

Tabel 4.2. Indikator Pendidikan Kabupaten Cirebon Tahun 2010

Uraian 2010

Angka melek Huruf 92,33

Rata-rata Lama Sekolah 6,85

Sumber : Dinas Pendidikan kabupaten Cirebon, 2011

Indikator pendidikan diatas, dapat terlihat bahwa pada tahun 2010 masih ada sebanyak 7,67 persen penduduk di Kabupaten Cirebon yang masih buta huruf. Maka dari itu perlu diadakannya upaya-upaya untuk mendukung peningkatan dalam bidang pendidikan tersebut.

4.5. Kesehatan

Kesehatan termasuk salah satu faktor penting dalam pembangunan suatu daerah. Pemerintah Kabupaten Cirebon selalu mengupayakan dan meningkatkan fasilitas-fasilitas kesehatan. Dapat dilihat peningkatan fasilitas-fasilitas kesehatan

27%

37% 15%

12% 5% 4%

Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas

Menurut Ijazah tertinggi Yang Dimiliki

Tidak Punya SD/MI

SLTP/MTs Sederajat SLTA Sederajat SM Kejuruan Perguruan Tinggi


(47)

Kabupaten Cirebon dari tahun 2005 hingga tahun 2010 cukup baik walaupun belum terlalu signifikan. Data terbaru yang didapat yaitu fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 yaitu terdapat sebanyak 7 Rumah Sakit Umum, 283 Puskesmas yang terdiri dari 56 Puskesmas Umum, 56 Puskesmas Pembantu, dan 171 Puskesmas Keliling.

Tabel 4.3. Statistik Fasilitas Kesehatan Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010 Uraian Perkembangan Fasilitas Kesehatan

2005 2006 2007 2008 2009 2010

RSU 6 6 6 6 6 7

Puskesmas

Umum 53 58 53 53 53 56

Pembantu 63 64 66 67 65 56

Keliling 44 58 63 58 208 171

Balai Pengobatan 137 171 110 55 77 53

Klinik Bersalin 7 5 5 33 26 6

BKIA - 53 - 35 51 -

BP gigi 31 31 - 44 15 -

Apotik 71 74 79 76 68 103

Sumber : Dinas kesehatan Kabupaten Cirebon, 2011

Sebagai rujukan masyarakat untuk berobat jalan di Kabupaten Cirebon fasilitas kesehatan tertinggi adalah puskesmas. Hal ini mengindikasikan bahwa fasilitas tersebut paling banyak dipilih karena cukup mudah dijangkau oleh penduduk dan biaya berobat yang dikeluarkan relatif murah. Selain itu juga terdapat fasilitas-fasilitas kesehatan lainnya seperti balai pengobatan, klinik bersalin, dan apotik yang masing-masing berjumlah 53, 6, dan 103 apotik. Di Kabupaten Cirebon hanya 6 kecamatan dari 40 kecamatan yang terdapat fasilitas Rumah Sakit Umum.


(48)

Banyaknya bayi yang ada di Kabupaten Cirebon selama tahun 2010 adalah sebanyak 50.150 bayi. Dari jumlah tersebut yang mendapatkan imunisasi selama tahun 2010 untuk jenis imunisasi BCG, DPT1+HB1, DPT3+HB3, Polio 1, Polio 3, Campak, dan HB0 masing masing sebanyak 33.906 ; 46.659 ; 46.113 ; 44.877 ; 43.225 ; 44.527 ; dan 42.509 (Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon, 2010).

4.6. Keadaan Perekonomian Daerah

Perekonomian suatu daerah tidak terlepas dari letak geografis yang strategis dan karakteristik sumber daya alamnya. Karakteristik ekonomi Kabupaten Cirebon didominasi oleh sektor-sektor sebagai berikut : sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan, sektor komunikasi, jasa serta industri pengolahan. Kabupaten Cirebon merupakan daerah yang tergolong cukup cepat dalam bertransformasi dari tatanan ekonomi yang secara tradisional bertumpu pada sektor yang mengandalkan nilai tambah sumber daya.

Gambar 4.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cirebon Tahun 2008

Pertanian 14% Pertambangan/p enggalian 5% Industri pengolahan 8% Listrik dan air bersih 12% Konstruksi/bang unan 16% Perdagangan, hotel dan restoran % Pengangkutan dan komunikasi 3% Keuangan, persewaan & jasa persh 13% Jasa-jasa 15%

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cirebon

tahun 2008


(49)

Adapun laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon tahun 2009 yaitu sebagai berikut :

Gambar 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cirebon Tahun 2009

Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon pada tahun 2005 hingga tahun 2010 selalu meningkat tetapi mengalami sedikit perlambatan pada tahun 2008 dan 2010. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.4. Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Cirebon pada tahun 2005-2010

Keterangan Pertumbuhan Perekonomian Kabupaten Cirebon

2005 2006 2007 2008 2009 2010

PE Kabupaten Cirebon (%)

5,06 5,11 5,37 4,91 5,08 4,96

Sumber data: BPS dan BAPPEDA Kab.Cirebon, 2011

Pertanian

15% Pertambangan/p enggalian

9% Industri pengolahan

2%

Listrik dan air bersih 14% Konstruksi/bang unan 13% Perdagangan, hotel dan restoran 14% Pengangkuta n dan komunikasi 10% Keuangan, persewaan & jasa persh 10% Jasa-jasa 13%

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cirebon

tahun 2009


(50)

Secara letak geografis, Kabupaten Cirebon ini terletak di jalur perlintasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal ini yang menjadikan daerah ini memiliki kelebihan sendiri. Selain kota transit, kota ini dapat menjadi daerah tujuan yang baik untuk berwisata maupun berbisnis. Kegiatan perdagangan ini juga merupakan hal biasa bagi warganya, transaksi jual beli sangat berarti bagi denyut perekonomian daerah ini. Industri pengolahan non migas justru tercatat sebagai lapangan usaha dengan kontribusi yang paling dominan untuk penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Cirebon.

4.7. Perkembangan Ekonomi Sektoral 4.7.1. Sektor Pertanian

Kabupaten Cirebon dikenal sebagai salah satu daerah penghasil tanaman pangan di Provinsi Jawa Barat khususnya padi. Sejak tahun 2005 hingga 2010 tanaman pangan ini semakin meningkat dari tahun ke tahunnya walaupun mengalami sedikit penurunan pada tahun 2006 dan 2008. Hasil pertanian yang unggul dilihat dari perkembangannya yaitu padi, bawang merah, dan mangga gedong gincu (dapat dilihat dalam lampiran 3 sampai lampiran 8).

Data terbaru yang di dapat yaitu pada tahun 2010 berhasil memproduksi padi baik padi ladang maupun padi sawah sebesar 627.767 ton. Hasil pertanian palawija yang ada hampir semua komoditi mengalami kenaikan rata-rata produksi di tahun 2010 dibanding tahun sebelumnya, yaitu pada komoditi jagung, ketela rambat, ketela pohon, dan kacang kedelai. Secara keseluruhan, luas panen untuk pertanian khususnya untuk padi selalu meningkat di setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4.5.


(51)

Tabel 4.5. Statistik Luas Panen Padi di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010

Tahun Luas Panen Padi (Ha)

2005 86.964

2006 73.358

2007 81.627

2008 76.688

2009 89.348

2010 92.109

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, 2011

Produksi padi di Kabupaten Cirebon pun dapat dilihat peningkatan setiap tahunnya yaitu sebagai berikut :

Sumber : Dinas Pertanian, Perkebunan, Peternakan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, 2011

Gambar 4.4. Statistik Produksi Padi (Ton) di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

463197

383652

482398 450910 541039 544784


(52)

Selain dari hasil pertanian, Kabupaten Cirebon yang merupakan daerah pantai tentunya menjadikan sektor perikanan termasuk kedalam sektor unggulan terutama produksi udangnya. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Produksi Udang di Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010

Kategori Produksi (Ton)

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Ikan darat

Udang tawar 4.4 3.4 10.0 - 2.90 -

Udang lainnya - 3.4 10.0 6.3 5.80 12.0

Ikan Tambak

Udang Windu 1032.0 1032 1142.6 334.10 254.90 818.30

Udang Vanane - - 400.0 420 1200.00 5223.66

Udang Api-api 443.2 416 320.9 - - -

Ikan Laut

Udang Putih 615.7 639.7 225.00 3865.8 552.1 513.2

Udang Windu - - - - 613.5 163.0

Udang Dogol 177.0 - 651.30 3422.3 486.7 731.9 Udang lain 540.7 453.9 146.80 287.1 65.4 411.6 JUMLAH 2813 2548.4 2906.6 8335.6 3181.3 7873.7 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, 2011

4.7.2. Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor ini diklasifikasikan dalam 3 subsektor yaitu minyak dan gas bumi (migas), pertambangan tanpa migas dan penggalian. Khususnya untuk wilayah Kabupaten Cirebon kegiatan yang ada hanyalah subsektor penggalian. Subsektor ini mencakup kegiatan penggalian dan pengambilan segala jenis barang galian, misalnya batu kapur, pasir, tanah liat, batu-batuan dan sebagainya. Data produksi dan harga diperoleh dari Dinas Pertambangan Wilayah IV Cirebon.


(53)

4.7.3. Sektor Industri Pengolahan

Sektor ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu Industri Migas yang terdiri dari pengilangan minyak bumi dan gas alam cair, dan Industri tanpa migas. Untuk wilayah Kabupaten Cirebon kegiatan industri yang ada adalah industri tanpa migas. Kegiatan ini mencakup industri besar dan sedang, industri kecil dan industri rumahtangga. Industri besar dan sedang mencakup perusahaan industri yang mempunyai jumlah tenaga kerja 20 orang atau lebih. Sedangkan industri kecil 5 sampai 19 orang, dan industri rumahtangga dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang. Di Kabupaten Cirebon terkenal dengan industri pengolahannya yaitu lebih spesifikasinya industri pengolahan rotan atau industri rotan.

4.7.4. Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih

Sektor listrik merupakan sumber penerangan dan energi di berbagai sektor, listrik memegang peranan yang sangat vital. Sejak tahun 2005 hingga 2010, pelanggan listrik semakin meningkat tiap tahunnya. Data terbaru yang didapat yaitu pelanggan listrik di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 sebanyak 320.697 pelanggan. Jika dilihat dari angka yang ada maka pelanggan dan daya terpasang di Kabupaten Cirebon dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.

Sejalan dengan peningkatan yang tajam dalam memenuhi kebutuhan listrik bagi masyarakat, jumlah listrik yang didistribusikan atau daya yang terpasang juga cenderung meningkat. Jumlah listrik yang didistribusikan pada tahun 2009 tercatat sebesar 319.552,69 KVA. Angka ini meningkat menjadi sebesar 345.695,44 KVA pada tahun 2010.


(54)

Jika dilihat dari data pelanggan listrik menurut golongannya, lebih dari 90 persen pelanggan listrik di Kabupaten Cirebon pada tahun 2010 adalah rumahtangga. Adapun data pelanggan listrik menurut golongannya pada tahun 2010 dapat dilihat sebagai berikut :

Sumber : PT. PLN (Persero) Area Pelayanan & Jaringan Cirebon, 2011

Gambar 4.5. Statistik Pelanggan Listrik di Kabupaten Cirebon Menurut Golongan Pelanggan Tahun 2010

Secara keseluruhan pelanggan listrik di Kabupaten Cirebon sudah cukup baik, yaitu dengan adanya peningkatan untuk setiap tahunnya. Peningkatan tersebut selalu diupayakan setiap tahunnya oleh Pemerintah Kabupaten Cirebon. Data statistik pelanggan listrik untuk Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 4.7.

0 50000 100000 150000 200000 250000 300000

6853

293404

7916 497 1163 10864

Statistik Pelanggan Listrik di Kabupaten Cirebon Tahun 2010 Menurut Golongan Pelanggan


(55)

Tabel 4.7. Statistik Pelanggan Listrik di Kabupaten Cirebon Tahun 2007-2010

Tahun Pelanggan

2007 280.412

2008 292.288

2009 304.026

2010 320.697

Sumber : PT. PLN (Persero) Area Pelayanan & Jaringan Cirebon, 2011

Selain energi listrik, fasilitas penyediaan air minum juga penting bagi masyarakat. Perubahan dari tahun ke tahun jumlah pelanggan air minum yang dikelola PDAM Kabupaten Cirebon jumlahnya terus meningkat. Pada tahun 2009 sebanyak 25.833 pelanggan dan pada tahun 2010 terjadi penambahan pelanggan PDAM sebanyak 1.104 pelanggan. Jumlah pelanggan PDAM 26.937 ebanyak 96,02 persen adalah pelanggan rumah tempat tinggal.

Sumber : PDAM Kabupaten Cirebon, 2011

Gambar 4.6. Statistik Pelanggan Air Minum PDAM di Kabupaten Cirebon

22338 22831 23475

25094 25833

26937

0 5000 10000 15000 20000 25000 30000

2005 2006 2007 2008 2009 2010

Statistik Pelanggan Air Minum PDAM di

Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010

Statistik Pelanggan Air Minum PDAM di

Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010


(56)

4.7.5. Sektor Konstruksi

Sektor ini mencakup kegiatan pembangunan fisik (konstruksi), baik yang digunakan sebagai tempat tinggal atau saran lainnya yang dilakukan oleh perusahaan konstruksi maupun yang dilakukan oleh perorangan. Pemerintah Kabupaten Cirebon selalu mengupayakan usaha-usaha agar sektor konstruksi ini dapat lebih berkembang dan meningkat setiap tahunnya.

4.7.6. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Tabel 4.8. Statistik Hotel di Kabupaten Cirebon,Tahun 2010

Uraian 2010

Akomodasi

Hotel Bintang 3

Hotel Non Bintang/Melati 10

Jumlah Kamar

Hotel bintang 142

Hotel Non Bintang/Melati 423

Jumlah Tempat Tidur

Hotel bintang 244

Hotel Non Bintang/Melati 325

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon, 2011

Sektor perdagangan, hotel dan restoran masih merupakan sektor yang terlihat meningkat dari tahun ke tahunnya walaupun belum terlihat signifikan. Data terbaru yang didapat yaitu pada tahun 2010 di Kabupaten Cirebon terdapat 13 usaha akomodasi yang terbagi dalam 3 kategori hotel berbintang dan 10 akomodasi lainnya (hotel non bintang) dengan 565 kamar dan 569 tempat tidur. Seluruh usaha akomodasi tersebut yaitu 142 kamar atau 25,13 persen tersedia di


(57)

hotel berbintang, sedangkan sekitar 423 kamar terdapat pada hotel nonbintang/melati.

Berdasarkan statistik kunjungan tamu yang menginap di hotel masih di didominasi tamu domestik, sedangkan tamu mancanegara hanya sebanyak 43 orang. Adapun beberapa objek wisata unggulan di Kabupaten Cirebon adalah sebagai berikut : Taman Rekreasi Plangon, Kawasan Wisata Gunung Jati, Kura-kura Belawa, Situ Patok, Situ Sedong, Banyu Panas Palimanan, Kawasan Wisata Ciperna, Kawasan Wisata Cikalahang, dan Kawasan Bondet.

4.7.7. Sektor Pengangkutan dan Komunikasi

Jalan sebagai sarana penunjang transportasi memiliki peran penting khususnya transportasi darat. Sektor ini masih memiliki kontribusi yang besar dari tahun 2005 hingga tahun 2010.

Sumber : Dinas Bina Marga Kabupaten Cirebon (dalam satuan Km), 2011

Gambar 4.7. Statistik Kondisi Jalan di Kabupaten Cirebon Tahun 2010

Baik, 268.5

Sedang, 219.73 Rusak, 85.23

Rusak Berat, 68.9


(58)

Data pada tahun 2010 yang didapat yaitu dari total panjang jalan yang ada yaitu sepanjang 642,36 Km sebanyak 76,01 persen berkategori jalan baik dan sedang, sementara hampir seperempatnya sisanya berkategori rusak.

Secara keseluruhan kondisi jalan di Kabupaten Cirebon rata-rata selalu mengalami peningkatan yaitu dengan dilakukannya perbaikan-perbaikan jalan yang rusak. Data statistik kondisi jalan di Kabupaten Cirebon secara keseluruhan dapat dilihat dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Statistik Kondisi Jalan di Kabupaten Cirebon Tahun 2005- 2010 Kondisi Perkembangan Kondisi Jalan Kabupaten Cirebon

2005 2006 2007 2008 2009 2010 Baik

553.40 250.00 247.26 455.40 154.11 268.50 Sedang 83.70 210.40 120.60 197.21 219.73 Rusak 72.20 180.00 139.30 68.16 202.61 85.23 Rusak Berat 15.40 127.46 46.20 - 88.43 68.90 JUMLAH 641.00 641.16 643.16 644.16 642.36 642.36 Sumber : Dinas Bina Marga Kabupaten Cirebon (dalam satuan Km), 2011

Angkutan, khususnya angkutan kereta api pada tahun 2010 di Kabupaten Cirebon mengalami peningkatan dibanding tahun sebelumnya terutama peningkatan penumpang yang menggunakan jasa pelayanan kereta api, untuk angkutan barang secara volume sedikit mengalami penurunan. Pada tahun 2010 PT. KAI Daop 3 Cirebon khususnya untuk Kabupaten Cirebon (Stasiun Ciledug, Babakan, Arjawinangun, dan Cangkring) melayani penumpang atau meningkat sebesar 3,02 persen dibanding tahun 2009. Sedangkan untuk pelayanan angkutan barang mengalami penurunan sebesar 30,15 persen pada tahun 2010 jika dibanding tahun sebelumnya.


(59)

4.7.8. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

Subsektor ini mencakup sektor keuangan yaitu Bank Sentral dan Bank Komersial yang memberikan jasa keuangan pada pihak lain misalnya menerima simpanan terutama dalam bentuk giro dan deposito, memberikan kredit atau pinjaman, baik kredit jangka pendek, menengah dan panjang, mengirim uang, membeli dan menjual surat-surat berharga, mendiskonto surat wesel atau kertas dagang dan sejenisnya, menyewakan tempat dan menyimpan barang berharga dan sejenisnya. Adapun lembaga keuangan lainnya seperti kegiatan asurasi, dana pensiun, pegadaian, koperasi simpan pinjam, dan lembaga pembiayaan. Dalam subsector ini juga mencakup kegiatan valuta asing, pasar modal, dan jasa penunjangnnya misalnya pialang, penjamin emisi dan sebagainya.

Sedangkan sektor persewaan di Kabupaten Cirebon mencakup kegiatan usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan bangunan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan, apartemen dan lain sebagainya. Sektor jasa perusahaan di Kabupaten Cirebon mencakup kegiatan pemberian jasa hukum (Advokat dan Notaris), jasa pengolahan dan penyajian data, jasa bangunan atau arsitek dan teknik, jasa periklanan dan riset pemasaran, serta jasa persewaan mesin dan peralatan.

4.7.9. Sektor Jasa-Jasa

Sektor Jasa-jasa terbagi menjadi 2 subsektor yaitu : 1. Subsektor Jasa Pemerintahan Umum


(1)

9. Sektor Jasa-Jasa tahun 2005

LQ = . / . .

. . , / . . , = 1,65

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Analisis Shift Share (SS)

1. Perubahan PDRB Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010 (Tabel 5.2)

Pada contoh perhitungan ini, sektor i adalah sektor pertanian dari wilayah Kabupaten Cirebon.

Perubahan PDRB (∆ Yij) = Y’ij - Yij

= 2.442.050,77 – 1.989.626 = 452.425

Persentase Perubahan PDRB Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010 (Tabel 5.2)

% ∆ Yij = [(Y’ij - Yij)/ Yij]* 100 % Untuk sektor pertanian :

% ∆ Yij = [(2.442.050,77 - 1.989.626)/ 1.989.626]*100% = 22,74 %

2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010 (Tabel 5.3)

Pada contoh perhitungan ini, sektor i adalah sektor pertanian dari wilayah Kabupaten Cirebon.

Perubahan PDRB (∆ Yij) = Y’ij - Yij

= 42.137.000 – 34.942.015,45 = 7.194.984,55


(2)

109

Persentase Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2010 (Tabel 5.3)

% ∆ Yij = [(Y’ij - Yij)/ Yij]* 100 % Untuk sektor pertanian :

% ∆ Yij = [(42.137.000 - 34.942.015,45 )/ 34.942.015,45]*100% = 20,59 %

3. Rasio indikator kegiatan ekonomi tahun 2005-2010 (Tabel 5.4)

a. Rasio pendapatan Provinsi Jawa Barat

Ra = (Y’…-Y…)/Y…

= (321.876.000 – 242.883.881,74)/ 242.883.881,74 = 0,33

b. Rasio untuk sektor pertanian di Provinsi Jawa Barat

Ri = (Y’i-Yi)/Yi

= (42.137.000 – 34.942.015,45)/ 34.942.015,45 = 0,21

c. Rasio untuk sektor pertanian di Kabupaten Cirebon

ri = (Y’ij-Yij)/Yij

= (2.442.050,77 – 1.989.626)/ 1.989.626 = 0,23

4. Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Cirebon Tahun 2005-2010

a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) untuk sektor pertanian di

Kabupaten Cirebon (Tabel 5.5) PRij = (Ra) Yij


(3)

= 647.077,82 % PRij = (Ra) Yij * 100%

= (647.077,82)/ 1.989.6262*100%

= 32,52 %

b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) untuk sektor pertanian di

Kabupaten Cirebon (Tabel 5.6)

PPij = (Ri-Ra) Yij = (0,21 – 0,33) 1.989.626

= - 237.389,71

%PP = (PPij)/ Yij *100%

= (- 237.389,71)/ 1.989.626*100% = - 11,93 %

c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) untuk sektor pertanian di

Kabupaten Cirebon (Tabel 5.7)

PPWij = (ri-Ri)Yij = (0,23 – 0,21) 1.989.626

= 52.454,63

%PPW = (PPWij)/ Yij *100%

= (52.454,63)/1.989.626 * 100% = 2,15 %

5. Komponen Pergeseran Bersih atau Pertumbuhan Bersih (PB) untuk sektor

pertanian di Kabupaten Cirebon (Tabel 5.9)

PBij = PPij + PPWij


(4)

111

= - 184.935,08

%PB = (PBij)/Yij*100 %

= (- 184.935,08)/ 1.989.626*100%

= -9,78 %


(5)

Perekonomian Kabupaten Cirebon Periode 2005-2010 (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Pertumbuhan ekonomi adalah salahsatu indikator keberhasilan pembangunan. Pada dasarnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meningkatkan hubungan ekonomi antar daerah/wilayah dan mengupayakan terjadinya pergeseran kegiatan ekonomi yang semula dari sektor primer kepada sektor sekunder serta sektor tersier. Selain itu salahsatu indikator dari pertumbuhan suatu wilayah tertentu dapat pula dilihat dari segi perubahan Produk Domestik Bruto Regional (PDRB). PDRB tersebut terbagi berdasarkan lapangan usahanya yaitu menjadi sembilan sektor ekonomi.

Sektor-sektor ekonomi di Indonesia sangat beranekaragam. Menurut Badan Pusat Statistik, sektor ekonomi tersebut terbagi menjadi sembilan sektor yaitu : 1) pertanian; 2) pertambangan dan penggalian; 3) industri pengolahan; 4) listrik,gas,dan air bersih; 5) konstruksi/bangunan; 6) perdagangan, hotel dan restoran; 7) pengangkutan dan komunikasi; 8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; 9) jasa-jasa. Sektor-sektor ekonomi ini, yang nantinya akan mendukung proses pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan.

Pergerakan ekonomi suatu daerah sangat dipengaruhi oleh sembilan sektor yang telah dibahas diatas. Berbagai sektor-sektor ekonomi saling berkaitan antara satu sama lain guna memajukan pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah tertentu. Perlu adanya dukungan yang besar dari pemerintah dan pihak terkait juga dilakukannya upaya memprioritaskan sektor-sektor yang termasuk kepada sektor unggulan di suatu wilayah tersebut.

Penelitian ini menganalisis sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Cirebon yang termasuk sektor unggulan dalam periode 2005-2010. Data yang digunakan yaitu PDRB Provinsi Jawa Barat tahun 2005-2010 dan PDRB Kabupaten Cirebon dalam periode 2005-2010 atas dasar harga konstan tahun 2000.Metode analisis

penelitian ini menggunakan metode Location Quotient (LQ) dan metode analisis

Shift Share (SS) dan alat analisis yang digunakan adalah Microsoft Excel 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis metode LQ, sektor-sektor perekonomian Kabupaten Cirebon yang termasuk kedalam sektor unggulan adalah sektor pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sektor jasa-jasa, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor perdagangan hotel dan restoran. Sedangkan berdasarkan analisis Shift Share, sektor unggulan yang mengalami pertumbuhan yang cepat yaitu terdapat pada sektor bangunan/konstruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan sektor yang memiliki dayasaing yang baik yaitu sektor jasa-jasa.

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah Kabupaten Cirebon sebagai bahan pertimbangan adalah


(6)

meningkatkan sektor jasa-jasa yang memiliki daya saing yang baik juga

pertumbuhan yang progressive. Pemerintah Kabupaten Cirebon pun dalam

memajukan sektor jasa-jasa khususnya jasa hiburan dan rekreasi yaitu dengan cara mengadakan pameran dan peta wisata. Hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Cirebon yaitu memberikan anggaran kepada sektor yang tepat yaitu sektor jasa-jasa agar sektor-sektor tersebut dapat memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Cirebon.