ANALISIS KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

(1)

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh :

MARIA MARGARETHA S. NOGO MASA 20141030093

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Disusun Oleh :

MARIA MARGARETHA S. NOGO MASA 20141030093

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

ANALISIS KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

TESIS

Disusun Oleh :

Maria Margaretha S. Nogo Masa 20141030093

Telah Disetujui Oleh:

Pembimbing Utama,


(4)

iii

ANALISIS KEPATUHAN PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR PELAYANAN KEDOKTERAN GIGI

DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

TESIS Disusun Oleh :

Maria Margaretha S. Nogo Masa 20141030114

Tesis ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Dewan Penguji Program Magister Manajemen Rumah Sakit

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal 17 September 2016

Yang terdiri dari

Dr. dr. Kusbaryanto, M.Kes Ketua Tim Penguji

Dr. Elsye Maria Rosa, M.Kep Qurratul Aini, SKG., M.Kes Anggota Tim Penguji Anggota Tim Penguji

Mengetahui

Ketua Program Magister Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana

UniversitasMuhammadiyah Yogyakarta


(5)

iv Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Maria Margaretha S Nogo Masa Nim : 20141030093

Program Studi : Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas

Muhammmadiyah Yogyakarta : di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta

Judul : Analisis Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan Standar Pelayanan Kedokteran Gigi

Menyatakan bahwa tesis ini bukan merupakan hasil plagiat karya orang lain, melainkan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diterbitkan oleh pihak manapun. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ada yang mengklaim bahwa karya ini adalah milik orang lain dan dibenarkan secara hukum, maka saya bersedia dituntut berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang Membuat Pernyataan

Maria Margaretha S Nogo Masa Nim :20141030093

Materai Rp.6.000


(6)

v

Be strong banish fear and doubt remember the Lord is with you, where ever you go (Joshua 1 : 9)

Dont worry about anything; instead, pray about everything. Tell God what you need and thank Him for all He has done (Philippians 4 : 6) The Lord will fight for yo, and you shall hold your peace and remain at

rest (Exodus 14:14)

Kupersembahkan kepada : Bapa dan Mama tercinta

Keluarga Almamaterku


(7)

vi

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang maha kuasa, Tuhan Yesus Kristus, Roh Kudus dan Bunda Maria atas segala rahmat dan berkat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Kepatuhan Penerapan Kewaspadaan Standar Pelayanan Kedokteran Gigi di RS PKU Muhammadiyah Gamping

Yogyakarta “. Penelitian ini menjadi salah satu persyaratan akademik yang harus ditempuh oleh mahasiswa gguna memperoleh gelar magister di Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan bimbingan, saran, arahan, dorongan dan perbaikan dari banyak pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, perkenankan penulis menghaturkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Dr. Elsye Maria Rosa, M.Kep. selaku pembimbing utama yang telah

dengan penuh perhatian meluangkan waktu, memberikan arahan dan saran dengan penuh kesabaran, memberikan bimbingan dan dorongan sehungga ujian tesis ini dapat diselesaikan.

2. Dr. dr. Kusbaryanto, M.Kes. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan sehingga ujian tesis ini dapat diselesaikan.

3. Qurratul Aini, SKG, M.kes. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan sehingga ujian tesis ini dapat diselesaikan.


(8)

vii

kepada saya untuk mengikuti Pendidikan Program Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 5. dr. Erwin Santosa, Sp. A., M.Kes. selaku Kaprodi Magister

Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

6. Para dosen pengajar Magister Manajemen Rumah Sakit, para staf admininistrasi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. dr. Ekorini Listiowati, MMR. selaku Direktur AIK, SDI, Diklitbang RS. PKU Muhammdiyah Gamping juga selaku dosen pembimbing lapangan yang telah memberikan izin penelitian, dukungan dan kesempatan yang sangat luas untuk penelitian ini.

8. Dra. Inayati, Apt., M.Si. selaku Manajer Litbang yang telah membantu dalam memberikan kelancaran dan dukungan kesempatan kepada penulis untuk berlangsungnya penelitian ini. 9. Segenap tenaga kesehatan poli gigi RS. PKU Muhammadiyah unit

Gamping Yogyakarta, yakni drg. Zarah Himawati, Sp.KG; drg. Sri Rahayu, Sp.KGA; drg. Indriya N, Sp.BM; drg. Toni, Sp.BM; Siti Sarwini, AMKG; Dwi Wahyuni P, AMKG yang telah mengizinkan, banyak membantu dan memberi kelancaran pada saya dalam proses penelitian yang berlangsung di poli gigi RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.


(9)

viii

Marianus S Masa, Maria Stefani W Masa, Maria Aloysia Masa, Josep Masa, terima kasih atas doa dan dukungan yang telah diberikan

11. Kakak saya Yulius B Tenawahang, S.fil, M.Pd, yang telah banyak membantu, membimbing dan memberi dorongan sehingga ujian tesis ini dapat diselesaikan.

12. Bapak Maximus Fanu, S.Ag; Ibu Wilhelmina W Baluk, kakak Ovi adik-adik saya Yuni Fanu, Nofan, Putra, Anjelo, Keponakan saya Mutiara dan No Rafil, segenap keluarga besar atas doa dan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan ujian tesis ini.

13. Teman-teman seperjuangan angkatan 2014 Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atas semangat dan kebersamaan selama ini.

Saya ucapkan terima kasih untuk semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya tesis ini, saya berharap tesis ini akan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas, khususnya bagi pengembangan dunia kesehatan. Semoga Tuhan selalu melimpahkan kita semua berkat yang berlimpah bagi semua pihak yang membantu penyelesaian tesis ini. Amin Tuhan selalu memberkati.

Yogyakarta, Desember 2016


(10)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xviii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Deskripsi Teori ... 14

1. Kepatuhan ... 14

2. Kewaspadaan Standar Pelayanan Kesehatan Gigi ... 18

3. Tenaga Kesehatan Kedokteran Gigi ... 49

B. Penelitian Terdahulu ... 56

C. Kerangka Berpikir/Teori ... 57

D. Hipotesis ... 63

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 64

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 65

C. Populasi dan Sampel ... 65

1. Populasi ... 65

2. Sampel... 66

3. Kriteria Inklusi dan Ekslusi ... 66

D. Instrumen Penelitian ... 66

E. Teknik Pengumpulan Data ... 67

F. Pengujian Validitas dan Reliabilitas ... 70

G. Pengujian Persyaratan Analisis ... 78


(11)

x

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 92 1. Gambaran Umum RS PKU Muhamadiyah Gamping

Yogyakarta ... 92 2. Hasil Analisis Deskriptif ... 99 B. Pembahasan ... 158

1. Tingkat Kepatuhan Tenaga Kesehatan Gigi dan Mulut pada RS PKU Muhammadiyah Gamping

terhadap SOP ... 158 2. Kepatuhan Tenaga Kedokteran Gigi dalam Penerapan

Kewaspadaan Standar ... 170 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan

Tenaga Kesehatan Kedokteran Gigi dan Mulut

terhadapPenerapan Kewaspadaan Standar ... 218 4. Pengaruh Faktor Kepatuhan terhadap Penerapan

Kewaspadaan Standar Pelayanan Kesehatan Kedokteran Gigi pada RS PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta ... 228 BAB V KESIMPULAN

A. Kesimpulan ... 257 B. Saran ... 258 C. Rekomendasi ... 263 D. Keterbatasan Penelitian dan Teori yang Mendukung dan

Menolak Hasil Penelitian ... 264 DAFTAR PUSTAKA ... 267 LAMPIRAN


(12)

xi

Gambar 2.1. Bagan Konsep/ Kerangka Berpikir Penelitian...60 Gambar 2.2. Bagan Paradigma ganda Tujuh Variabel Independen ... 62 Gambar 3.1. Gambar Diagram Alir ... 91 Gambar 4.1 Prosentase Kepatuhan Keenam Tenaga Kesehatan

dalam Komponen Hand Hygiene ... 101 Gambar 4.2. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam APD...102 Gambar 4.3. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam Penanganan

Linen... ... 103 Gambar 4.4. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam Manajemen

Lingkungan ... 104 Gambar. 4.5. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam Sterilisasi dan

Penanganan Instrumen ... 105 Gambar 4.6. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam Penyuntikan

yang Aman ... 106 Gambar. 4.7. Prosentase Perlindungan Kesehatan Karyawan ... 107 Gambar. 4.8. Prosentase Tingkat Kepatuhan Manajemen Limbah

Dan Benda Tajam ... 108 Gambar. 4.9. Prosentase Tingkat Kepatuhan dalam Etika Batuk ... 109 Gambar 4.10. Hasil Kuesioner Tingkat Kepatuhan Tenaga

Kesehatan Gigi RS. PKU Muhammadiyah

Yogyakarta ... 110 Gambar 4.11. Bagan Hasil Observasi Tingkat Kepatuhan Tenaga

Kesehatan Poli Gigi RS. PKU Muhammadiyah

Gamping Yogyakarta ... 116 Gambar 4.12. Daerah Penolakan H0 Perhitungan F hitung

Pengaruh Variabel X1 Terhadap Variabel Y ... 145

Gambar 4.13. Daerah Penolakan H0 Perhitungan F hitung

Pengaruh Variabel X2 Terhadap Variabel Y ... 147

Gambar 4.14. Daerah Penolakan H0 Perhitungan F hitung

Pengaruh Variabel X3 Terhadap Variabel Y ... 148

Gambar 4.15. Daerah Penolakan H0 Perhitungan F hitung

Pengaruh Variabel X4 Terhadap Variabel Y ... 150

Gambar 4.16. Daerah Penolakan H0 Perhitungan Fhitung

Pengaruh Variabel X5 Terhadap Variabel Y ... 152

Gambar 4.17. Daerah Penolakan H0 Perhitungan Fhitung


(13)

xii

Pengaruh Variabel X1X2X3X4X5X6X7 Terhadap

Variabel Y ... 158

Gambar. 4.20. Langkah-langkah Mencuci Tangan Informan ... 177

Gambar 4.21. Delapan Langkah dalam Melakukan Handrub (Sumber: WHO, 2009). ... 177

Gambar 4.22. Pemilihan Penggunaan Sarung Tangan ... 185

Gambar. 4.23. Prosedur Pemakaian Sarung Tangan APD ... 186

Gambar 4.24. Masker dalam APD... 187

Gambar 4.25. Alat Pelindung Mata dalam APD ... 188

Gambar 4.26. Aturan Pemakaian Gaun Pelindung ... 189

Gambar 4.27. Etika batuk ... 203

Gambar 4.28 Cara Menutup jarum suntik (Single Handed Recapping Method) ... 211


(14)

xiii

Tabel 3.1. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Faktor Sikap Tenaga

Kesehatan Gigi (X1)... ... 73

Tabel 3.2 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Faktor Pengetahuan Tenaga Kesehatan Gigi (X2). ... 74

Tabel 3.3. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Faktor Pelatihan (X3) .... 75

Tabel 3.4. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Faktor Iklim Keselamatan ... 75

Tabel 3.5. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Hambatan dalam Penerapan ... 76

Tabel 3.6. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Dukungan Pimpinan ... 76

Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Sarana Dan Fasilitas .... 77

Tabel 3.8. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penerapan Kewaspadaan Standar ... 77

Tabel 3.9. Defenisi Operasional Variabel Penelitian ... 84

Tabel 3.10. Nilai dan Jawaban Pembobotan Skala Likert ... 89

Tabel 4.1. Ketersediaan Sarana dan Prasarana ... 93

Tabel 4.2. Daftar Laporan Surveilans Infeksi RS Bulan Januari sampai April 2016 ... 96

Tabel 4.3. Jumlah Tenaga Kesehatan di Poli Gigi 2016 ... 97

Tabel 4.4. Kualifikasi Pendidikan Tenaga Kesehatan ... 97

Tabel 4.5. Jadwal Shift Dokter dan Perawat Gigi ... 98

Tabel 4.6. Jumlah Pasien Poli Gigi RS per Tahun 2014 hingga 2016... ... 99

Tabel 4.7. Distribusi Observasi Kepatuhan Responden terhadap Kewaspadaan Standar Hand Hygiene di RS. PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta ... 111

Tabel. 4.8. Distribusi Faktor Kepatuhan terhadap Kewaspadaan Standar RS. PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta ... 118

Tabel 4.9. Hasil Analisis Regresi Liniear Berganda: Sikap (X1), Pengetahuan (X2), Pelatihan (X3), Iklim kerja (X4), hambatan (X5), dukungan pimpinan (X6), Sarana (X7) dan (Y) ... 134

Tabel 4.10. Hasil Analisis Korelasi Faktor Sikap (X1), Pengetahuan (X2), Pelatihan (X3), Iklim kerja (X4), hambatan (X5), dukungan pimpinan (X6), Sarana (X7) dan (Y) ... 140


(15)

xiv

Kewaspadaan Standar (Y) ... 144

Tabel 4.13. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) pengaruh Pengetahuan (X2) terhadap penerapan kewaspadaan standar (Y) ... 146

Tabel 4.14. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) pengaruh Pelatihan (X3) terhadap penerapan kewaspadaan standar (Y) ... 147

Tabel 4.15. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) Pengaruh Iklim Keselamatan (X4) terhadap Penerapan Kewaspadaan Standar (Y) ... 149

Tabel 4.16. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) Pengaruh Hambatan Penerapan (X5) terhadap Penerapan Kewaspadaan Standar (Y) ... 151

Tabel 4.17. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) Pengaruh Dukungan Pimpinan (X6) terhadap Penerapan Kewaspadaan Standar (Y) ... 153

Tabel 4.18. Hasil Analisis Regresi Linear Sederhana (F hitung) pengaruh Sarana dan Fasilitas (X7) terhadap Penerapan Kewaspadaan Standar (Y) ... 155

Tabel 4.19. Hasil Analisis Regresi Linear (F hitung) Pengaruh X1. X2, X3, X4, X5, X6 dan X7 terhadap Penerapan Kewaspadaan Standar (Y) ... 157

Tabel 4.20. Koding Hasil wawancara ... 159

Tabel 4.21. Koding Hasil Wawancara Hambatan Penerapan ... 165

Tabel. 4.22. Momen Mencuci Tangan ... 170

Tabel. 4.23. Koding Wawancara APD ... 179

Tabel. 4.24. Hasil Wawancara Penanganan Linen ... 191

Tabel. 4.25. Hasil Wawancara Manajemen Lingkungan... 197

Tabel 4.26. Hasil Koding Wawancara Etika Batuk ... 201

Tabel 4.27. Hasil Wawancara Penyuntikan yang Aman ... 204

Tabel 4.28. Hasil Pengkodingan Manajemen Limbah dan Benda Tajam ... 207

Tabel 4.29. Hasil Wawancara Perlindungan Kesehatan Karyawan .. 212

Tabel 4.30. Hasil Wawancara Penanganan Instrumen dan Alat Kedokteran Gigi ... 216


(16)

xv

Lampiran 1 Instrumen Penelitian dan Masalah Asosiatif ... 276

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ... 292

Lampiran 3 Tabulasi Hasil Scoring Variabel X1, X2, X3, X4, X5,X6, X7 ... 294

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 dan Y .. 299

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 322

Lampiran 6 Tabel Penolong Variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 dan Y ... 333

Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas Data ... 336

Lampiran 8 Hasil Uji Linearitas Data ... 337

Lampiran 9 Hasil Uji Multikolinearitas Data ... 343

Lampiran 10 Hasil Uji Regresi Linear Berganda ... 345

Lampiran 11 Hasil Kuesioner dan Observasi ... 346

Lampiran 12 Koding Hasil Jawaban Wawancara ... 389

Lampiran 13 Tabel F, Tabel T dan Tabel R ... 413

Lampiran 14 Surat Izin Studi Pendahuluan ... 415

Lampiran 15 Surat Bagian Penelitian dan Pengembangan RS ke Bagian Unit Terkait ... 416

Lampiran 16 Surat Persetujuan Penelitian dari Pihak RS ... 419

Lampiran 17 Foto-foto Penelitian ... 420


(17)

xvi

Maria Margaretha S. Nogo Masa1 Elsye Maria Rosa2

1. Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email: mershy.masha@yahoo.com 2. Dosen Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Rumah sakit saat ini dituntut melakukan pelayanan kesehatan sesuai kepatuhan dalam penerapan standar pelayanan kedokteran yang ditetapkan, demi terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu. Tenaga kesehatan, baik dokter gigi dan perawat gigi harus berprilaku sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pada kewaspadaan standar di rumah sakit. Dengan demikian, kepatuhan tenaga kesehatan merupakan suatu tindakan pelayan kesehatan dengan mengikuti aturan dalam upaya pencegahan infeksi. Kepatuhan terhadap kewaspadaan standar masih rendah, meliputi hand hygiene, alat pelindung diri, manajemen limbah dan benda tajam, serta sterilisasi intrumen.

Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis gambaran deskriptif kepatuhan tenaga kedokteran gigi dalam menerapkan kewaspadaan standar, menganalisis gambaran deskriptif kepatuhan dan penerapan kewaspadaan standar untuk pencegahan dan pengendalian infeksi, menganalisis gambaran deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan gigi dalam menerapkan kewaspdaan standar, dan menganalisis pengaruh faktor-faktor kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kesehatan kedokteran gigi di RS. PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode campuran atau

mixed method. Untuk kuantitatif digunakan pendekatan kuantitatif bersifat

observasional dengan pendekatan survey dan menggunakan design rancangan cross sectional,. Penelitiaan ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Populasinya adalah tindakan yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan gigi, berikut adalah pasien-pasien yang dirawat.Teknik pengumpulan data diantaranya : wawancara, kuesioner, observasi, studi dokumen.

Hasil dan Pembahasan : Hasil kuesioner 9 elemen kewaspadaan standar: 83,39 % Patuh, hasil observasi menunjukan per elemen hand hygiene :


(18)

xvii

wawancara bahwa APD masih belum tersedia lengkap, momen dan langkah mencuci tangan belum diterapkan dengan baik dan benar. Ada pengaruh antara kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kedokteran gigi.

Kesimpulan: Terdapat tenaga kesehatan yang tidak jujur dalam memberikan jawaban pada kuesioner; masih terdapat tenaga kedokteran gigi yang tidak patuh dengan tingkat kepatuhan yang sangat rendah; terdapat pengaruh antara kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar.


(19)

xviii

ANALYSIS OF COMPLIANCE IN IMPLEMENTING STANDARD PRECAUTIONS ON DENTAL HEALTH SERVICE AT

PKU MUHAMMADIYAH GAMPING HOSPITAL OF YOGYAKARTA

Maria Margaretha S. Nogo Masa1 Elsye Maria Rosa2

1. Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email: mershy.masha@yahoo.com 2. Dosen Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Background: Compliance to standard precautions is still low including hand hygiene, PPE, sharps injury prevention and intrument sterilization. The dental health practitioners should comply in implementing standard precautions in dental health service.

Aims: describing the compliance level of dental health practitioners in

implementing standard precautions, analyzing the influence of factors associated with compliance in the implementation of standard precautions.

Methods: The study used a mixed method. Quantitative was applied using observation quantitative with survey approach and cross sectional design, qualitative method with a case study approach. Population consisted of all dental health practitioners. Quantitative data analysis used multiple linear regression.

Results: The compliance level based on the questionnaire for 9 elements

show that the dental health practitioners have mostly been compliant with

elements of standard precautions (83,39%). There was a significant influence between the factors associated with compliance to the implementation of standard precautions (98,3%). Result of the observations: 22,52% were not compliant in implementing standard precautions. Result of the interviews: moments and procedures for hand hygiene were not applied properly; PPE, the safety goggles was not available; the health workers who have not been vaccinated during working.

Conclusions: There were the dental health practitioners who were not honest in giving answers on questionnaires and still did not comply in implementing standard precautions; there is the influence between the compliance factors with the implementation of standard precautions Keywords: compliance, compliance factors, standard precautions


(20)

(21)

xvi

Maria Margaretha S. Nogo Masa1 Elsye Maria Rosa2

1. Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email: mershy.masha@yahoo.com 2. Dosen Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta INTISARI

Latar Belakang : Rumah sakit saat ini dituntut melakukan pelayanan kesehatan sesuai kepatuhan dalam penerapan standar pelayanan kedokteran yang ditetapkan, demi terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu. Tenaga kesehatan, baik dokter gigi dan perawat gigi harus berprilaku sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pada kewaspadaan standar di rumah sakit. Dengan demikian, kepatuhan tenaga kesehatan merupakan suatu tindakan pelayan kesehatan dengan mengikuti aturan dalam upaya pencegahan infeksi. Kepatuhan terhadap kewaspadaan standar masih rendah, meliputi hand hygiene, alat pelindung diri, manajemen limbah dan benda tajam, serta sterilisasi intrumen.

Tujuan Penelitian : Untuk menganalisis gambaran deskriptif kepatuhan tenaga kedokteran gigi dalam menerapkan kewaspadaan standar, menganalisis gambaran deskriptif kepatuhan dan penerapan kewaspadaan standar untuk pencegahan dan pengendalian infeksi, menganalisis gambaran deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan gigi dalam menerapkan kewaspdaan standar, dan menganalisis pengaruh faktor-faktor kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kesehatan kedokteran gigi di RS. PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode campuran atau

mixed method. Untuk kuantitatif digunakan pendekatan kuantitatif bersifat

observasional dengan pendekatan survey dan menggunakan design rancangan cross sectional,. Penelitiaan ini juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Populasinya adalah tindakan yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan gigi, berikut adalah pasien-pasien yang dirawat.Teknik pengumpulan data diantaranya : wawancara, kuesioner, observasi, studi dokumen.

Hasil dan Pembahasan : Hasil kuesioner 9 elemen kewaspadaan standar: 83,39 % Patuh, hasil observasi menunjukan per elemen hand hygiene :


(22)

xvii

wawancara bahwa APD masih belum tersedia lengkap, momen dan langkah mencuci tangan belum diterapkan dengan baik dan benar. Ada pengaruh antara kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kedokteran gigi.

Kesimpulan: Terdapat tenaga kesehatan yang tidak jujur dalam memberikan jawaban pada kuesioner; masih terdapat tenaga kedokteran gigi yang tidak patuh dengan tingkat kepatuhan yang sangat rendah; terdapat pengaruh antara kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar.


(23)

xviii

ANALYSIS OF COMPLIANCE IN IMPLEMENTING STANDARD PRECAUTIONS ON DENTAL HEALTH SERVICE AT

PKU MUHAMMADIYAH GAMPING HOSPITAL OF YOGYAKARTA

Maria Margaretha S. Nogo Masa1 Elsye Maria Rosa2

1. Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email: mershy.masha@yahoo.com 2. Dosen Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ABSTRACT

Background: Compliance to standard precautions is still low including hand hygiene, PPE, sharps injury prevention and intrument sterilization. The dental health practitioners should comply in implementing standard precautions in dental health service.

Aims: describing the compliance level of dental health practitioners in

implementing standard precautions, analyzing the influence of factors associated with compliance in the implementation of standard precautions.

Methods: The study used a mixed method. Quantitative was applied using observation quantitative with survey approach and cross sectional design, qualitative method with a case study approach. Population consisted of all dental health practitioners. Quantitative data analysis used multiple linear regression.

Results: The compliance level based on the questionnaire for 9 elements

show that the dental health practitioners have mostly been compliant with

elements of standard precautions (83,39%). There was a significant influence between the factors associated with compliance to the implementation of standard precautions (98,3%). Result of the observations: 22,52% were not compliant in implementing standard precautions. Result of the interviews: moments and procedures for hand hygiene were not applied properly; PPE, the safety goggles was not available; the health workers who have not been vaccinated during working.

Conclusions: There were the dental health practitioners who were not honest in giving answers on questionnaires and still did not comply in implementing standard precautions; there is the influence between the compliance factors with the implementation of standard precautions Keywords: compliance, compliance factors, standard precautions


(24)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh petugas medis untuk kesehatan masyarakat bisa dilakukan di poliklinik maupun di rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Rumah sakit menyediakan pelayanan kesehatan berupa tenaga dokter dan tenaga kesehatan lainnya serta sarana dan prasarana dalam meningkatkan kualitas kesehatan bagi masyarakat. Selain itu, pelayanan kesehatan yang disediakan oleh rumah sakit dapat berupa pelayanan rawat jalan, rawat inap dan rawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang medik (Sari, 2009). Dengan demikian, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 228/2002 menyatakan bahwa rumah sakit dituntut memberikan layanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan gigi dan mulut.


(25)

Salah satu rumah sakit yang melakukan pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. Rumah sakit ini dituntut melakukan pelayanan kesehatan sesuai kepatuhan dalam penerapan standar pelayanan kedokteran yang ditetapkan. Konteks mutu pelayanan kesehatan bukan saja sarana rumah sakitnya, melainkan juga mutu layanan tenaga kesehatan. Mutu layanan kesehatan yang dimaksudkan adalah kepatuhan dalam penerapan kewaspadaan standar pelayanan kedokteran gigi. Artinya, pelayan kesehatan (dokter dan perawat) harus berprilaku sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pada kewaspadaan standar di rumah sakit. Dengan demikian, kepatuhan tenaga kesehatan merupakan suatu tindakan pelayan kesehatan dengan mengikuti aturan dalam upaya pencegahan infeksi silang dalam tindakan perawatan gigi (Poerwadarminta, 1985:204).

Persoalannya bahwa petugas kesehatan juga memerlukan kewaspadaan dalam pelayanan kesehatan. Kewaspadaan merupakan tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi yang didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Kriteria kepatuhan


(26)

maupun kewaspadaan bagi tenaga kedokteran meliputi; (1) hand

hygiene; (2) alat pelindung diri; (3) penanganan linen; (4)

manajemen lingkungan; (5) penanganan instrumen alat kedokteran gigi (steril dan pemeliharaan alat); (6) penyuntikan yang aman; (7) perlindungan kesehatan karyawan; (8) manajemen limbah dan benda tajam; dan (9) etika batuk (WHO, 2009).

RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta adalah sebuah RS swasta tipe C yang telah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2000 serta saat dijalankannya penelitian ini sedang dalam proses persiapan akreditasi KARS untuk kategori RS dengan 12 pelayanan. Dengan meninjau riwayat manajemen mutu RS tersebut, semestinya telah ada dan berjalan suatu sistem Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI). Berdasarkan observasi pendahuluan yang dilakukan peneliti selama satu minggu (Mei 2016) di RS ini, didapatkan fakta bahwa belum seluruh tenaga pelayan kedokteran gigi menerapkan kewaspadaan standar dengan prosedur efektif pada setiap waktu dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.

Berdasarkan penelitian sebelumnya pada tahun 2015 yang berjudul ” Evaluasi kepatuhan pengguna alat pelindung diri pada dokter di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta diketahui bahwa pengetahuan dan sikap dokter terhadap penggunaan APD


(27)

sebagian besar adalah sangat tinggi dan sangat baik, sedangkan kepatuhan dokter dalam penggunaan APD sebagian besar adalah tidak patuh. Pengetahuan yang sangat tinggi dan sikap yang sangat baik tidak selalu diikuti oleh kepatuhan. Elemen pengawasan sebagai faktor pendukung tingkat kepatuhan perlu ditingkatkan dalam regulasi K3 RS khususnya penggunaan APD pada dokter (Swastika, 2015).

Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan kesehatan lainnya. Pelayanan ini sangat membutuhkan kepatuhan penerapan kewaspadaan standar pelayanan kedokteran gigi, misalnya mempunyai tim organisasi PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi), tim surveillance, memiliki pelayanan pusat sterilisasi (CSSD) yang sudah bekerja aktif dengan unit lainnya dalam memberikan pelayanan bahan dan alat medis steril untuk kebutuhan unit di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta, termasuk pelayanan kedokteran gigi. Pelayanan ini mengacu pada kebijakan dan pedoman serta panduan prosedur yang sudah ditetapkan oleh unit CSSD di rumah sakit ini. Selain itu, ketersediaan fasilitas dan standar pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap tenaga pelayanan kedokteran gigi dan pasien sudah


(28)

memadai dan sesuai dengan kebijakan dan prosedur oparasional (Kemenkes, 2012).

Peningkatan pelayanan kesehatan di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta dibutuhkan agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan mutu pelayanan yang memenuhi standar yang berlaku (Depkes RI, 2003). Persoalannya yang muncul ketika masih terdapat tenaga kesehatan yang belum patuh dalam penerapan kewaspadaan standar. Hasil obeservasi peneliti menemukan bahwa terjadi ketidakpatuhan tenaga kedokteran dalam pelayanan kesehatan. Misalnya, belum menerapkan momen dan langkah hand

wash dan hand rub dengan baik dan benar, menggunakan 1 masker

berkali-kali untuk banyak pasien; tidak menggunakan kaca mata pelindung saat melakukan tindakan oeperatif dan konservatif; jarang menggunakan teknik single handed recapping method dalam menutup jarum post tindakan penyuntikan; jarang melakukan desinfeksi pada kursi dental chair setiap pergantian pasien; melakukan desinfeksi pada handpiece yang kurang benar; dan terkadang tidak melakukan pencucian maupun sterilisasi bur-bur

diamond untuk tindakan konservatif untuk setiap pergantian pasien


(29)

Persoalan lain adalah kekuatiran pasien terhadap kepatuhan dokter dalam menerapkan kewaspadaan standar yang dilakukan oleh tenaga kedokteran gigi, misalnya kekuatiran terhadap penularan hepatitis, infeksi nasokomial dan tetanus. Pekerjaan dibidang medis berisiko terhadap kecelakaan yang mengakibatkan keterpaparan penyakit yang dapat mengganggu kesehatan kerja (Fuluso, 2015). Faktanya lain bahwa ada alat yang digunakan kurang bersih karena tidak dicuci yang dapat menyebabkan terjadinya penularan penyakit, baik bagi pasien maupun tenaga pelayanan kesehatan.

Fakta di atas juga diperkuat dengan hasil penelitian Kohli dan Puttaiah (2007) membenarkan bahwa sekitar 17-64% dokter gigi merasa bahwa semua pasien tidak dianggap berpotensi menular, 50-86% merasa bahwa riwayat medis dan tampilan pasien menentukan tingkat kontrol infeksi yang diterapkan, 18-65% merasa tindakan benar ketika menolak merawat pasien yang telah diketahui status infeksinya. American Dental Association (ADA) dan CDC merekomendasikan bahwa setiap pasien harus dianggap berpotensi menular dan standard precautions harus diterapkan bagi semua pasien. Terkait dengan kemungkinan terjadinya infeksi silang di tempat praktik kedokteran gigi, kasus pertama yang dilaporkan HCPs (HealthCare Professionals) tahun 1988 bahwa ada seorang


(30)

dokter gigi laki-laki di Greenwich Village Amerika Serikat yang tertular HIV karena tinggal di populasi beresiko tinggi HIV/AIDS dan menggunakan peralatan pelindung hanya sesekali pada waktu bekerja (Gebersilassie, 2014).

Penelitian yang dilakukan pada salah satu fakultas kedokteran gigi di Glasgow melaporkan tingginya mahasiswa klinik yang terinfeksi Epstein-Barrvirus dibandingkan dengan mahasiswa preklinik (Inwegrebu,et.al., 2005). Hal ini juga dibenarkan oleh WHO (2010) bahwa infeksi yang terjadi dalam 48 jam yang masuk yang terjadi dalam institusi kesehatan, 3 hari setelah pelepasan pasien keluar dari RS atau 30 hari menjalani pembedahan (Inweregbu, 2005). Infeksi ini adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien dan berdampak pada Length of Stay. WHO mengklaim bahwa angka kejadian (rate) HAI yang tinggi berkisar 25 % hingga 40% secara global (Petersen et al., 2010). Resiko pekerjaan seperti tertular penyakit menular HIV, HBV,

tuberculosis dan lain-lain, kurangnya kesadaran tenaga kesehatan

dan rendahnya mutu pelaksanaan sterilisasi juga mengakibatkan tingginya prevalensi penyebaran penyakit infeksi (Hafiadiyah, 2010).


(31)

Berdasarkan perkiraan WHO pada tahun 2002 terjadi 16000 kasus Hepatitis C, 66000 kasus Hepatitis B dan 1000 kasus HIV akibat tertusuk jarum yang terjadi pada tenaga kesehatan diseluruh dunia (Pruss et al., 2005). Pada tahun 1994, di Amerika Serikat terdapat 39 kasus infeksi HIV yang berhasil dikenali sebagai infeksi okupasional dengan cara penularan 32 kasus akibat tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas (pecahan kaca berasal dari tabung yang berisi darah yang terinfeksi), 1 kasus akibat kontak dengan benda infeksius yang tidak tajam, dan 4 kasus akibat kulit atau membran mukosa terkena darah yang terinfeksi.

Data dari Jepang bahwa resiko terinfeksi setelah tertusuk jarum suntik pada petugas kesehatan adalah 0,3% terinfeksi HIV, 3% terinfeksi Hepatitis B, 3-5 % terinfeksi Hepatitis C (Harrington & Gill, 2003). Indonesia pada umumnya belum banyak laporan mengenai luka benda tajam. Penelitian di Brazil oleh Cardoso pada perawat di Rumah sakit bahwa rata-rata kepatuhan terhadap

standard precautions meliputi mencuci tangan rata-rata sebanyak

29,7 %, penggunaan sarung tangan sebanyak 41,4 %, pembuangan instrumen benda tajam dengan tepat sebanyak 88,8 % (Cardoso, 2003). Penelitian yang dilakukan di Nigeria sebanyak 421 petugas


(32)

kesehatan, mayoritas 77,9 % dengan benar menggambarkan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi. Sebanyak 3,3% memiliki sistem pembuangan benda tajam di tempat kerja, sebanyak 98,6% responden melaporkan bahwa alasan utama orang tidak patuh adalah masalah ketidaklengkapan fasilitas peralatan (AHRQ, 2016).

Bertolak dari persoalan di atas, maka sangat diharapkan kepatuhan pelayan kedokteran gigi dapat menerapkan kewaspadaan standar pelayan kesehatan gigi dengan baik. Hal ini sesuai dengan target WHO 2020, yakni meningkatkan jumlah pelayanan kesehatan yang kompeten untuk mengenali dan mengurangi resiko dari transmisi penyakit menular dilingkungan pelayanan kesehatan gigi dan mulut (Cardoso, 2003). Selain itu, CDC menerbitkan Guidelines

for Infection Contol in Dental Health Care Settings sebagai panduan

praktek dalam pencegahan dan pengendalian infeksi serta sebagai manajemen personal dalam konsep safety untuk melindungi para tenaga kesehatan dari penularan penyakit yang berbahaya. Pemerintah juga telah mengatur melalui Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 164 Bab XII tentang upaya kesehatan kerja. Indonesia, melalui Kementrian Kesehatan, menetapkan Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Nomor: HK.02.04/II/1179/2012HK tentang “Standar


(33)

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan“ yang menjadi acuan pelayanan.

Salah satu strategi pengendalian infeksi adalah dengan menggunakan universal precautions. Universal precautions yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi (Nursalam, 2007). Kewaspadaan universal di sini melibatkan seluruh petugas kesehatan diantaranya adalah dokter, perawat, petugas magang, konsultan serta seluruh pihak yang berinteraksi langsung dengan pasien. Dalam kewaspadaan universal, perlu diperhatikan standar yang sudah disetujui dan ditentukan untuk menjaga agar interaksi antara petugas kesehatan dengan pasien dapat berjalan dengan baik dan menghindari terjadinya infeksi (Dioso, 2014).

Kewaspadaan standar yang harus dimiliki oleh petugas kesehatan berkaitan dengan penanganan kesehatan, edukasi kesehatan, perilaku petugas kesehatan dan system control. Tindakan kewaspadaan diperlukan kepatuhan dari setiap tenaga kesehatan agar mengikuti aturan-aturan yang sudah diterapkan dalam melakukan pengendalian dan pencegahan infeksi. Penerapan kepatuhan dalam kewaspadaan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya;


(34)

dukungan dari pimpinan, komitmen manajemen dan juga pemberian informasi tentang keselamatan kerja (Kale et al., 2012).

Merujuk pada uraian di atas, dapat dilihat masih rendahnya kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar dalam praktek-praktek pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Atas pertimbangan tersebut, maka peneliti tertarik meneliti persoalan tersebut dengan judul; “Analisis Kepatuhan dalam Penerapan Kewaspadaan Pelayanan Kedokteran Gigi di RS PKU Muhamadiyah Gamping Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Masalah penelitian ini dirumuskan dalam 2 bagian, yaitu; 1. Masalah Deskriptif

a. Seberapa besar tingkat kepatuhan tenaga kedokteran gigi terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kesehatan gigi?

b. Seberapa besar faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan gigi dalam menerapkan kewaspadaan standar? c. Bagaimana kepatuhan tenaga kedokteran gigi dalam

menerapkan kewaspadaan standar pencegahan dan pengendalian infeksi


(35)

2. Masalah Asosiatif

Apakah terdapat pengaruh faktor-faktor kepatuhan (sikap, pengetahuan, pelatihan, iklim keselamatan, hambatan dalam penerapan, dukungan pimpinan dan sarana) dengan penerapan kewaspadaan standar

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uaraian dalam latar belakang, maka tujuan penelitian ini untuk menganalisis :

1. Gambaran deskriptif kepatuhan tenaga kedokteran gigi dalam menerapkan kewaspadaan standar.

2. Gambaran deskriptif kepatuhan dan penerapan kewaspadaan standar untuk pencegahan dan pengendalian infeksi.

3. Gambaran deskriptif faktor-faktor yang mempengaruhi tenaga kesehatan gigi dalam menerapkan kewaspadaan standar

4. Pengaruh faktor-faktor kepatuhan terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kesehatan kedokteran gigi. D. Manfaat Penelitian

Merujuk pada latar belakang tulisan ini, maka secara teoritis maupun praktis kajian ini bermanfaat untuk:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi ilmu bagi pelayan kesehatan, serta bagi penentu kebijakan pembangunan sumber daya manusia lewat


(36)

pendidikan pada Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Manfaat Praktis

a. Sebagai pedoman pengelola RS PKU Mahamadiyah Gamping Yogyakarta dalam meningkatkan kepatuhan. b. Memberikan masukan tentang kepatuhan dalam penerapan

kewaspadaan standar bagi petugas kesehatan pada RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

c. Sebagai bahan masukan manajemen RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dalam kebijakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelayan kesehatan gigi terkait tindakan pengendalian infeksi.

d. Memberikan pengetahuan kepada pasien (masyarakat) sebagai pengguna pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam hal pencegahan dan pengendalian infeksi.


(37)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori 1. Kepatuhan

Istilah kepatuhan (compliance) menurut Pranoto (2007) adalah sikap suka, menurut perintah, taat pada perintah. Secara sederhana kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, yang berarti disiplin dan taat. Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan (Slamet, 2007). Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan dokter dan perawat adalah sejauh mana perilaku seorang perawat atau dokter sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat ataupun pihak rumah sakit (Niven & Neil, 2002).

Kepatuhan terhadap kewaspadaan mengandung arti bahwa seseorang tenaga kesehatan memiliki kesadaran untuk: (1) memahami dan menggunakan peraturan kesehatan yang berlaku; (2) mempertahankan tertib terhadap pelayanan kesehatan; dan (3) menegakkan kepastian kewaspadaan standar. Adapun ciri-ciri seseorang yang berperilaku sesuai dengan


(38)

aturan kepatuhan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku yang diperbuatnya: (1) disenangi oleh masyarakat pada umumnya; (2) tidak menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain; (3) tidak menyinggung perasaan orang lain; (4) menciptakan keselarasan; (4) mencerminkan sikap sadar dan patuh; dan (5) mencerminkan kepatuhan terhadap standar kesehatan. Perilaku patuh mencerminkan sikap patuh terhadap standar kewaspadaan yang harus ditampilkan dalam kehidupan sehari baik di lingkungan keluarga, masyarakat, terutama pada lingkungan pelayanan kesehatan bangsa (Kemenkes RI, 2011).

Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Kewaspadaan Standar Notoadmodjo (2003) merumuskan perilaku dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni behavior causes dan non behavior

causes. Kemudian perilaku itu sendiri ditentukan oleh tiga

faktor yaitu; (a) faktor predisposisi (predisposing factor) meliputi pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai dan lain-lain; (b) faktor pendorong (reforcing factor) meliputi sikap perilaku petugas kesehatan; dan (c) faktor pendukung (enabling

factor) meliputi lingkungan fisik yang tersedia atau tidaknya


(39)

Analisa perilaku kesehatan yang bertitik-tolak pada perilaku itu merupakan fungsi dari; (a) ada atau tidak adanya informasi tentang kesehatan (acessebility of information); (b) niat seseorang untuk bertindak (behavior intention); (c) dukungan sosial (social support); (d) otonom pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan (personal

autonomy); dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak

atau tidak bertindak (action situation) (Notoadmodjo, 2003). Notoadmodjo (2003) menyatakan bahwa perasaan dan pemikiran dapat diungkapkan dalam bentuk sikap, pengetahuan, kepercayaan, penilaian, persepsi seseorang terhadap obyek yang terdiri atas: (1) Sikap, menggambarkan suka ataupun tidak suka terhadap suatu obyek sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat; (2) Pengetahuan, diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain; (3) Orang penting sebagai referensi (Personal reference), referensi dari perilaku orang lain sebagai panutan atau yang dianggap penting; (4) Kepercayaan (Thoughts and feeling), seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu; dan (5) Culture,


(40)

perilaku normal, nilai-nilai, kebiasaan, penggunaan sumber-sumber yang menghasilkan suatu pola hidup (way of life) umumnya disebut kebudayaan. Pentingnya budaya organisasi yang baik dalam mengimplementasikan kewaspadaan standar memberikan dampak positif bagi para tenaga kesehatan yang bekerja.

Menurut Kaur et al (2008) kepatuhan dari petugas kesehatan berhubungan dengan pengetahuan yang mereka miliki. Pengetahuan inilah kemudian akan diturunkan dalam bentuk sikap atau perilaku petugas kesehatan dalam menghadapi pasien. Kepatuhan dalam kewaspadaan standar di sini berhubungan erat dengan perilaku petugas kesehatan dalam menghindari terjadinya infeksi saat berhadapan dengan pasien. Hal yang sama diungkapkan oleh Bolaji-Osagie et al (2015) bahwa kepatuhan akan kewaspadaan standar berhubungan erat dengan seberapa banyak pengetahuan dan praktek yang telah dilakukan oleh para petugas kesehatan. Seberapa banyak petugas kesehatan memiliki pengetahuan akan kewaspadaan standar, maka akan semakin patuh bagi petugas kesehatan untuk menerapkannya. Begitu pula pendapat yang disampaikan oleh


(41)

Kale et al (2012) yang mengungkapkan bahwa kepatuhan dari petugas kesehatan sangat tergantung dari apa saja yang diketahui oleh petugas kesehatan tentang arti penting penerapan kewaspadaan standar dalam aktivitasnya.

2. Kewaspadaan Standar Pelayanan Kesehatan Gigi a. Istilah Kewaspadaan Standar

Kewaspadaan standar, yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Menurut WHO dikutip Nasronudin (2007), kewaspadaan standar merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh The

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dan

The Occupational Safety and Health Administration (OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan (Kaplan, 2010).


(42)

Prinsip kewaspadaan standar (Standard precautions) pelayanan kesehatan adalah menjaga hygiene individu, hygiene sanitasi ruangan, serta sterilisasi peralatan. Hal ini penting mengingat sebagian besar yang terinfeksi virus lewat darah seperti HIV dan HBV tidak menunjukan gejala fisik. Kewaspadaan standar diterapkan untuk melindungi setiap orang (pasien dan petugas kesehatan) apakah mereka terinfeksi atau tidak. Kewaspadaan standar berlaku untuk darah, sekresi ekskresi (kecuali keringat), luka pada kulit dan selaput lendir. Penerapan standar ini penting untuk mengurangi risiko penularan mikroorganisme yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau tidak diketahui (misalnya, pasien, benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai dan spuit) di dalam sistem pelayanan kesehatan.

Menurut Nursalam (2007) menyebutkan bahwa

universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan

berikut ini: Pertama, mengendalikan infeksi secara konsisten universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam


(43)

pelayanan kesehatan kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah. Kedua, memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko

universal precautions yang diharapkan akan mendapat

perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain, baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui. Ketiga, mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien

universal precautions tersebut bertujuan melindungi

petugas dari risiko infeksi HIV, namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

Keempat, asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk

mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh.

Standard precautions dapat dilihat dari perilaku dari

petugas kesehatan saat menangani pasien. Pengertian perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme


(44)

yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung (Sunaryo, 2004). Menurut Notoatmodjo (2003), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) perilaku tertutup (covert behavior). Respons perilaku seseorang terhadap suatu stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau suatu reaksi terhadap suatu stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain; dan (b) perilaku terbuka (overt behavior). Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice) yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang lain (Nursalam, 2007). b. Prinsip Kewaspadaan Standar Kesehatan

Penerapan kewaspadaan standar menurut WHO (2009) merupakan sesuatu tindakan yang diharapkan dapat


(45)

menurunkan risiko penularan patogen melalui darah dan cairan tubuh lain dari sumber yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Penerapan ini merupakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus rutin dilaksanakan terhadap semua pasien dan di semua fasilitas pelayanan kesehatan. Kebersihan tangan merupakan komponen terpenting dari kewaspadaan standar dan merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam mencegah penularan patogen yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan. Selain kebersihan tangan, pemilihan alat pelindung diri (APD) yang akan dipakai harus didahului dengan antisipasi kontak dengan patogen dalam darah dan cairan tubuh (Nursalam, 2007).

Untuk mendukung praktik yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan saat memberikan pelayanan perawatan, semua individu (termasuk pasien dan pengunjung) harus mematuhi program pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan. Peningkatan penerapan kewaspadaan standar ini di seluruh dunia akan secara signifikan menurunkan risiko yang tidak perlu dalam


(46)

pelayanan kesehatan. Peningkatan lingkungan kerja yang aman sesuai dengan langkah yang dianjurkan dapat menurunkan risiko transmisi. Kebijakan dan dukungan pimpinan dibutuhkan untuk pengadaan sarana, pelatihan untuk petugas kesehatan, dan penyuluhan untuk pasien serta pengunjung. Hal tersebut penting dalam meningkatkan pelayanan kesehatan yang aman (Nursalam, 2007).

c. Penerapan Kewaspadaan Standar Pelayan Kesehatan

Kewaspadaan standar seperti yang diungkapkan oleh WHO dapat berupa hand hygiene, alat pelindung diri (APD), penanganan linen (textile and loundry), manajemen lingkungan (enviromental control), penanganan instrumen dan alat kedokteran gigi (sterilisasi dan pemeliharaan alat), penyuntikan yang aman (safe injection practice), perlindungan kesehatan karyawan, manajemen limbah dan benda tajam, etika batuk (Dioso, 2014). Berikut merupakan penjelasan lebih lanjut:

1) Hand Hygiene

Kebersihan tangan yang dimaksud di sini adalah terkait bagaimana petugas kesehatan menjaga


(47)

kebersihan tangan mereka dengan mencuci tangan. Mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi (WHO, 2009). Tujuan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu. Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu flora residen dan flora transien. Flora residen adalah mikrorganisme yang secara konsisten dapat diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan gesekan mekanis yang telah beradaptasi pada kehidupan tangan manusia. Flora transien yang flora transit atau flora kontaminasi, yang jenisnya tergantung dari lingkungan tempat bekerja. Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari permukaan dengan gesekan mekanis dan pencucian dengan sabun atau detergen.

Hand hygiene memiliki peran yang penting

dalam berhubungan dengan perawatan pasien (James et al., 1997). Dalam hand hygiene terdapat


(48)

langkah-langkah yang penting yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan agar saat berinteraksi dengan pasien segala sesuatunya dapat terjaga dan arena tangan merupakan bagian tubuh yang sering berinteraksi langsung dengan pasien maka menjaga kebersihan tangan merupakan hal penting untuk dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pronovost (2015) yang bahwa proses yang berlangsung dalam health treatment adalah pencegahan terjadinya infeksi dan tangan merupakan bagian tubuh yang langsung melakukan kontak dengan pasien, maka kebersihan tangan merupakan hal penting yang tidak boleh dilewatkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tangan adalah dengan rutin melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan kontak terhadap pasien.

Cuci tangan harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau mengurangi mikrorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan


(49)

terjaga dari infeksi. Tangan harus di cuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan. Mencuci tangan dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan alat pelindung lain. Tindakan ini untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran infeksi dapat dikurangi dan lingkungan kerja tetap terjaga (WHO, 2009).

2) Alat Pelindung Diri

ILO/WHO (2005) alat pelindung diri (APD) adalah peralatan yang dirancang untuk melindungi pekerja dari kecelakaan atau penyakit yang serius di tempat kerja, akibat kontak dengan potensi bahaya kimia, radiologik, fisik, elektrik, mekanik atau potensi bahaya lainnya di tempat kerja. Alat pelindung diri berperan penting terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Penggunaan APD terhadap tenaga kerja merupakan pilihan terakhir apabila keempat tahapan


(50)

tidak dapat dilakukan, atau dapat dilakukan namun demikian masih terdapat bahaya atau potensi bahaya yang dapat mengganggu kesehatan tenaga kerja (Ridley, 2003). Sitorus (2011) dalam menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama adalah melindungi tenaga kerja secara keseluruhan daripada secara individu.

Terdapat beberapa prinsip umum yang harus diikuti. Hafidiyah (2007) menyebutkan bahwa APD harus mempunyai persyaratan sebagai berikut; (1) tidak mengganggu kerja dalam arti APD tersebut harus fix dengan besar tubuh pemakainya dan tidak menyulitkan gerak; (2) memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya yang khusus sebagaimana APD tersebut didesain; (3) enak dipakai pada kondisi pekerja yang sesuai dengan desain alat tersebut; (4) APD harus mudah dibersihkan; (5) harus ada desain, kontruksi, penyajian terhadap penggunaan APD sesuai standar.


(51)

Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan alat pelindung diri (APD) dibawah ini antara lain; Pertama, sarung tangan. Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan sarung tangan ketika melakukan perawatan yang memungkinkan berkontak dengan darah atau cairan tubuh lainnya. Sarung tangan harus diganti tiap pasien, lepaskan sarung tangan dengan benar setelah digunakan dan segera lakukan kebersihan tangan untuk menghindari transfer mikroorganisme ke pasien lain atau permukaan lingkungan. Lepaskan sarung tangan jika sobek, atau bocor dan lakukan kebersihan tangan sebelum memakai kembali sarung tangan. Disarankan untuk tidak mencuci, mendesinfeksi atau mensterilkan ulang sarung tangan yang telah digunakan.

Prosedurnya dapat dijelaskan sebagai berikut; (1) ambil salah satu sarung tangan dengan memegang sisi sebelah dalam lipatannya; (2) posisikan sarung tangan setinggi pinggang dan menggantung ke lantai, sehingga bagian lubang jari-jari tangannya terbuka, lalu


(52)

masukkan tangan; (3) ambil sarung tangan kedua dengan cara menyelipkan jari-jari tangan yang sudah memakai sarung tangan kebagian lipatan (bagian yang tidak bersentuhan dengan kulit tangan); dan (4) pasang sarung tangan kedua dengan cara memasukkan jari-jari tangan yang belum memakai sarung tangan, kemudian luruskan lipatan dan atur posisi sarung tangan sehingga terasa pas di tangan. Selain sarung tangan yang digunakan untuk pemeriksaan, ada jenis sarung tangan yang digunakan untuk mencuci alat serta membersihkan permukaan meja kerja, yaitu sarung tangan rumah tangga (utility gloves) yang terbuat dari lateks atau vinil yang tebal.

Kedua, masker. Tenaga pelayanan kesehatan gigi dan mulut wajib menggunakan masker pada saat melakukan tindakan untuk mencegah potensi infeksi akibat kontaminasi aerosol serta percikan saliva dan darah dari pasien dan sebaliknya. Masker harus sesuai dan melekat dengan baik dengan wajah sehingga menutup mulut dan hidung dengan baik. Nichol et al


(53)

(2013) mengungkapkan bahwa penggunaan masker merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh petugas kesehatan demi melindungi petugas kesehatan dari ancaman terjadinya infeksi atau persebaran penyakit. Ganti masker diantara pasien atau jika masker lembab atau basah dan ternoda selama tindakan ke pasien. Masker akan kehilangan kualitas perlindungannya jika basah. Lepaskan masker jika tindakan telah selesai.

Masker dengan efsiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan efsiensi tinggi misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran. Pelindung ini juga lebih mengganggu pernapasan dan lebih mahal daripada


(54)

masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N-95 perlu dilakukan ft test pada setiap pemakaiannya. Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular melalui

airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung

atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi. Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US

National Institute for Occupational Safety dan Health

(NIOSH), disetujui oleh European CE, atau standar nasional atau regional yang sebanding dengan standar tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti khususnya N-95 harus diuji pengepasannya (ft test) untuk menjamin bahwa perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.

Ketiga, kacamata pelindung. Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan kacamata pelindung untuk menghindari kemungkinan


(55)

infeksi akibat kontaminasi aerosol dan percikan saliva dan darah. Kacamata ini harus didekontaminasi dengan air dan sabun kemudian didesinfeksi setiap kali berganti pasien. Keempat, gaun (baju pelindung). Tenaga pelayanan kesehatan gigi wajib menggunakan gaun atau baju pelindung yang digunakan untuk mencegah kontaminasi pada pakaian dan melindungi kulit dari kontaminasi darah dan cairan tubuh. Gaun pelindung ini harus dicuci setiap hari. Gaun pelindung terbuat dari bahan yang dapat dicuci dan dapat dipakai ulang, tetapi dapat juga terbuat dari bahan kertas kedap air yang hanya dapat sekali pakai (disposable).

3) Penanganan Linen (Textile and Laundry).

Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit adalah melalui pelayanan penunjang medik, khususnya dalam pengelolaan linen di rumah sakit. Linen di rumah sakit dibutuhkan di setiap ruangan. Kebutuhan akan linen di setiap ruangan ini sangat bervariasi, baik jenis, jumlah dan kondisinya. Alur pengelolaan linen cukup panjang, membutuhkan


(56)

pengelolaan khusus dan banyak melibatkan tenaga kesehatan dengan bermacam-macam klasifikasi. Klasifikasi tersebut terdiri dari ahli manajemen, teknisi, perawat, tukang cuci, penjahit, tukang setrika, sanitasi, serta ahli kesehatan dan keselamatan kerja. Untuk mendapatkan kualitas linen yang baik, nyaman dan siap pakai, diperlukan perhatian khusus, seperti kemungkinan terjadinya pencemaran infeksi dan efek penggunaan bahan-bahan kimia (Depkes, 2004).

Ada bermacam-macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit. Jenis linen dimaksud antara lain: (1) kain alas intrumen; (2) kain sarung dental unit; (3) celemek; (4) topi operasi; (5) wash lap; (6) baju jas dokter (jika penyucian oleh bagian Rumah sakit); (7) baju operasi (biasanya untuk kasus bedah mulut); dan (8) celana operasi dan lain-lain. Segera ganti linen yang terkontaminasi dengan darah, bahan infeksius dan cairan tubuh. Ganti linen diantara pasien. Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup penting. Diawali dari perencanaan, salah satu


(57)

subsistem pengelolaan linen adalah proses pencucian. Alur aktivitas fungsional dimulai dari penerimaan linen kotor, penimbangan, pemilahan, proses pencucian, pemerasan, pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen rusak, pelipatan, merapihkan, mengepak atau mengemas, menyimpan, dan mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya, sedangkan linen yang rusak dikirim ke kamar jahit (Depkes, 2004).

Dalam melaksanakan aktivitas tersebut dengan baik, maka diperlukan alur yang terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan, pengelolaan, pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lain-lain, sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan (Depkes, 2004). Loveday et al (2014) menyebutkan bahwa kebersihan linen berhubungan erat dengan penjagaan kesehatan pasien, karena linen merupakan perlengkapan yang sering digunakan oleh petugas kesehatan dan pasien selama melakukan


(58)

perawatan. Menjaga kebersihan linen maka akan membantu perlindungan terhadap pasien.

4) Manajemen Lingkungan (Enviromental Control). Sistem Manajemen lingkungan dikembangkan untuk memberikan panduan dasar agar kegiatan bisnis senantiasa akrab lingkungan. Kondisi lingkungan yang memburuk akibat kegiatan manusia, sudah waktunya untuk dikendalikan (ISO-14000, 2004).

Berdasarkan Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Pelayanan Kedokteran Gigi (Kemenkes, 2012) dilihat beberapa kriteria; (1) perhatikan instruksi pabrik penggunaan dan pemakaian bahan disinfektan untuk pembersihan permukaan lingkungan secara tepat; (2) untuk disinfeksi permukaan lingkungan tidak dianjurkan menggunakan disinfektan tingkat tinggi; (3) selalu gunakan Alat Pelindung Diri saat membersihkan atau disinfeksi pemukaan lingkungan; (4) gunakan pelindung permukaan untuk mencegah permukaan kontak klinik terkontaminasi, khususnya yang sulit dibersihkan


(59)

seperti switches on dental chair dan ganti pelindung permukaan setiap pasien serta disinfeksi permukaan kontak klinik yang tidak di lindungi dengan pelindung setelah kegiatan satu pasien, gunakan disinfeksi tingkat sedang jika kontaminasi dengan darah; (5) gunakan

desinfektan atau detergen dan air untuk membersihkan

seluruh permukaan lingkungan (lantai, dinding, meja,

troley), tergantung dari permukaan, tipe dan tingkat

kontaminasi.

Selain itu terdapat lima syarat dalam pembersihan tangan, yakni (1) bersihkan kain pembersih setelah digunakan dan keringkan sebelum dipakai ulang, atau gunakan yang sekali pakai

(disposible); (2) cairan disinfektan atau pembersih

selalu tersedia; (3) dinding, pembatas ruangan, gorden jendela di area perawatan pasien harus dibersihkan jika terlihat kotor dan berdebu; (4) jika ada tumpahan darah atau bahan infeksius harap segera dibersihkan menggunakan cairan disinfektan; dan (5) jangan menggunaan karpet dan furniture dari bahan kain yang menyerap di daerah kerja, laboratorium dan daerah


(60)

pemrosesan instrumen. Menurut Loveday et al (2014) menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menjaga kebersihan lingkungan, diantaranya adalah sebagai berikut: (a) lingkungan rumah sakit harus selalu terlihat bersih, baik bersih dari debu maupun bersih dari kotoran apapun yang terlihat maupun tak terlihat; (b) menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit harus senantiasa dilakukan setiap waktu dan ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan. Jika terjadi kasus infeksi maka menunjukkan perlunya peningkatan penjagaan dibidang lingkungan rumah sakit; (c) penggunaan disinfektan harus senantiasa dilakukan dan secara praktis, setiap sudut lingkungan rumah sakit harus tersedia disinfektan agar dapat digunakan kapanpun oleh siapapun yang berada dilingkungan rumah sakit; (d) setiap penggunaan alat-alat kesehatan yang digunakan secara bersama-sama maka harus senantiasa dijaga kebersihannya; dan (d) pentingnya mengedukasi setiap petugas kesehatan akan pentingnya menjaga kebersihan dalam lingkungan rumah sakit.


(61)

5) Penanganan instrumen dan alat kedokteran gigi

(Patient Care Equipment and Device)

Penanganan pasien harus selalu dilakukan dengan sebaik mungkin agar tidak terjadi masalah dengan kesehatan pasien ke depannya. Untuk menghindari terjadinya masalah inilah yang kemudian

International Labour Organization (ILO), Center for

Disease Control and Prevention (CDC), Occupational

Safety and Health Administration (OSHA) World

Health Organization (WHO) dan United Nations and

Acquired Immuno deficiency Syndrome (UNAIDS)

menghasilkan garis pedoman internasional baru yang penting bagi tenaga kesehatan seperti dokter, perawat, bidan staf teknik seperti apoteker dan laborat, manajer kesehatan,petugas kebersihan, dan tenaga kerja lainnya (Lugito, 2013).

Tahun 2003, CDC menerbitkan garis pedoman tentang pelatihan perlindungan diri tenaga kedokteran gigi, pencegahan transmisi patogen bloodborne, kebersihan tangan, dermatitis kontak dan hipersensitif lateks, sterilisasi dan disinfeksi alat,kontrol infeksi


(62)

lingkungan, jalur air dental unit, biofilm, kualitas air, radiologi, teknik asepsis, perangkat sekali pakai, prosedur bedah mulut, penanganan spesimen biopsi, kontrol infeksi lab dental, tuberkulosis dan program evaluasi. Universal precautions terdiri dari dua yaitu standar tindakan pencegahan dan transmission based

precautions, yaitu standar tindakan pencegahan yang

diaplikasikan terhadap semua pasien dirancang untuk mereduksi resiko transmisi mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui dan tidak diketahui (darah, cairan tubuh, ekskresi dan sekresi). Pencegahan ini diterapkan terhadap semua pasien tanpa mempedulikan diagnosis atau status infeksi yang pasti (Lugito, 2013).

6) Penyuntikan yang Aman (Safe Injection Practice) Administrasi obat-obatan kepada pasien dapat melalui berbagai rute seperti rute oral, topikal dan parenteral. Injeksi intra muskuler merupakan salah satu rute yang banyak digunakan dalam administrasi obat parenteral. Prosedur injeksi intra muskuler dilakukan


(63)

dengan cara menusuk jarum suntik ke lapisan otot untuk tujuan pengobatan atau profilaksis. Teknik injeksi intra muskuler terdiri dari teknik standar atau tradisional dan teknik track. Pada kenyataannya praktek ini bervariasi di seluruh dunia, dipicu pola praktek berbasis penelitian yang terus berkembang. Penelitian tersebut didasarkan pada perkembangan iptek, jenis obat-obatan, perubahan populasi. Teknik injeksi mencakup lokasi injeksi, ukuran jarum, kedalaman menyuntik juga diteliti yang memberikan arahan dalam mengembangkan praktek kedokteran (Kozier etal.,2008).

World Health Organization (WHO, 2010)

mengungkapkan tentang cara-cara melakukan injeksi yang benar adalah sebagai berikut: (1) persiapan alat mencakup; (a) verifikasi order dokter; (b) cuci tangan; (c) siapkan jarum sesuai ketebalan lapisan kulit; (d) aspirasi obat dan tambah udara sekitar 0.2-0.5 cc; dan (e) ganti jarum dengan jarum sesuai ketebalan kulit yang sudah disiapkan. (2) persiapan prosedur


(64)

mencakup; (a) idenfikasi pasien (gunakan paling sedikit 2 cara); (b) bersihkan area penyuntikan dengan alkohol swab (gunakan tehnik dari dalam ke luar area tusukan jarum); (c) pakai sarung tangan bersih; dan (d) lakukan penyuntikan; dan (3); Persiapan pasien setelah penusukan jarum suntik, seperti (a) jangan lakukan pijatan pada area penyuntikan; (b) instruksikan pasien untuk tidak menggunakan pakaian dalam yang ketat; (c) intruksikan pasien untuk segera mobilisasi; (d) buang jarum suntik ke tempat pembuangan jarum; (e) buka sarung tangan; dan (e) dokumentasikan pelaksanaan injeksi pada kartu pasien (Komite Keselamatan Rumah Sakit, 2012).

7) Perlindungan Kesehatan Karyawan

Perlindungan kesehatan karyawan dalam hal ini berhubungan dengan bagaimana rumah sakit melindungi tenaga medis yang bekerja dibawahnya, kesehatan karyawan sering disebut sebagai Keselamatan dan Kesehatan Karyawan (K3). Sutrisno (2010) menyatakan keselamatan kerja adalah


(65)

keselamatan yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja, dan lingkungannya, serta cara-cara karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Husni (2005) menyatakan bahwa kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, maupun sosialnya sehingga memungkinkan karyawan dapat bekerja secara optimal. Keselamatan diri para karyawan di dalam bekerja adalah hal yang sangat penting.

Perlindungan kesehatan merupakan hal utama yang harus diperhatikan oleh petugas kesehatan karena perlindungan kesehatan karyawan disini akan berhubungan dengan performa petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Penjagaan kesehatan petugas kesehatan disini akan mempengaruhi kinerja dari petugas kesehatan itu sendiri. Dalam perlindungan diri, yang terpenting adalah menjaga kelematan diri dari petugas kesehatan


(66)

agar tidak terkena infeksi. Karyawan berupaya semaksimal mungkin agar terhindar dari kecelakaan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga dapat dikatakan keselamatan dan kecelakaan kerja mempunyai hubungan dengan tingkat kinerja karyawan pada perusahaan (Jarwis, 2010)

Menurut Sutrisno (2010) menyatakan bahwa keselamatan kerja bertalian dengan kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini secara umum dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dalam suatu aktivitas. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap karyawan ini bertujuan agar tidak terjadi kecelakaan ditempat kerja atau paling tidak mengurangi tingkat kecelakaan di tempat kerja, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan semestinya. Husni (2005) menyatakan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja, merupakan suatu


(1)

42 2. Masih terdapat tenaga kesehatan gigi yang tidak patuh dalam

penerapan kewaspadaan standar

3. Terdapat pengaruh antara faktor kepatuhan (Variabel X) terhadap penerapan kewaspadaan standar pelayanan kedokteran gigi (Variabel Y).

Adapun saran dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pihak tenaga kesehatan gigi diharapkan agar selalu sering memberikan dukungan positif antara rekan kerja baik dokter gigi maupun perawat gigi, saling bekerja sama mengutamakan patient safety, mengoptimalkan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dalam meningkatkan mutu proses pelayanan kepada pasien, meningkatkan kepatuhan diantaranya:. a. meningkatkan kepatuhan dalam penerapan hand hygiene khususnya

meliputi: ketepatan prosedur dan durasi dalam , kepatuhan berdasarkan moment yakni: sebelum kontak pasien/ melakukan tindakan, sebelum dan sesudah mengenakan sarung tangan, hand wash setelah 5x hand rub.

b. meningkatkan kepatuhan penerapan safe injection safety khususnya recapping dengan satu tangan

c. meningkatkan kepatuhan tenaga kesehatan gigi dalam pengelolaan sampah yakni memilah dan membuang sampah medis, non-medis pada tempatnya

d. meningkatkan kepatuhan dalam sterilisasi dan penanganan intrumen khususnya desinfeksi peralatan non kritis, desinfeksi pada bagian kursi dental unit setelah pergantian pasien, selalu menyiapkan/menginstruksikan pasien berkumur larutan antiseptik sebelum dilakukan perawatan, melakukan pembersihan (sterilisasi) dengan tepat bur-bur diamond yaang digunakan

e. meningkatkan kepatuhan tenaga kesehatan gigi dalam penggunaan alat pelindung diri yakni kaca mata pelindung/ pelindung wajah saat


(2)

43 melakukan tindakan, penggunaan masker saat bekerja masker diganti jika kualitas sudah berkurang misalnya basah oleh percikan saliva. 2. Pihak Institusi Rumah Sakit diharapkan menjadi bahan evaluasi, referensi,

dan menjadi acuan perbaikan bagi pihak Rumah Sakit untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan diantaranya:

a. lebih memperhatikan manajemen pengelolaan kewaspadaan standar, meningkatkan motivasi dan komitmen yang tegas terkait kepatuhan penerapan kewaspadaan standar sebagai upaya pencegahan infeksi, lebih menjadikan patient safety sebagai budaya organisasi;

b. rutin melakukan sosialisasi pedoman dan SPO terkait elemen kewaspadaan standar, meningkatkan mutu pelayanan kedokteran gigi melalui supervisor dengan rutin melakukan evaluasi berkesinambungan terhadap kepatuhan tenaga kesehatan gigi dalam praktek penerapan tiap komponen kewaspadaan standar;

c. menambahkan alat-alat dan fasilitas kesehatan di poli gigi yang masih kurang;

d. membuat atau menyediakan media sosialisasi berupa poster PPI agar mempermudah tenaga kesehatan mengingatnya dan menyediakan standar operasional prosedur tentang kewaspadaan universal pada ruangan poli gigi;

e. pengadaan pelatihan tentang kewaspadaan universal periodik untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan serta kemampuan melaksanakan manajemen.

3. Pihak Program Studi Pendidikan Kedokteran Gigi, Program Studi Magister Manajemen Rumah Sakit agar lebih peka terhadap masalah-masalah pencegahan infeksi, maupun pengembangan penerapan kewaspadaan standar pelayananan tenaga kesehatan gigi. Diharapkan ada penelitian lanjutan dengan tema serupa dengan cakupan yang lebih luas dan beragam.


(3)

44 DAFTAR PUSTAKA

1. Agency of Health Research and Quality (AHRQ),Hospital survey on patient

safetydalam www.ahrq.gov/qual/hospculture/, diakses 12 Juli 2016.

2. Bolaji-Osagie SO, Adeyemo FO, Onasoga OA, 2015, The knowledge and practice of universal precautions amongst midwives in Central Hospital Benin City, vol. 7(11), pp. 331-336, November 2015.

3. Cardoso, 2003, Center for Disease Control and Prevention: guideline for infection control in dental health care setting,’ MMWR, 52, ( No.RR-17). 4. Departemen Kesehatan RI, 2004, Tentang Rumah Sakit Gigi dan Mulut,

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1173 Tahun 2004, Jakarta

5. Dioso P, 2014, Factors affecting doctorss and nursess compliance with standard precautions on all areas of hospital settings worldwide,’ — A Meta-Analysis, ASM Sci J, 8(2), 134–142.

4. Foluso O, Makuochi IS, 2015, Nurses and midwives compliance with standard precautions in olabisi onabanjo university teaching hospital, sagamu ogun state.’ International Journal of Preventive Medicine Research, Vol. 1, No. 4, 2015, pp. 193-200.

5. Husni, Lalu, 2005, Infection Control in the Dental Practise throught Proper Sterilization, Midmark Corporation. Accesed February 23, 2016 60 Vista Drive, PoBox 286, Versailles, Ohio, midmark.com.2010.Available from:URL:http://www.midmark.com/docs/defaultsource/architecdesigne rcenter/dental/sterilization_packet.pdf.

6. Inweregbu K, Dave J, Pittard A, 2005, Nasocomial infection. The Board of Management and Trustees of British Journal of Anaesthesia, vol. 5(1), hh. 14-17.

7. James WL, Donald A, 1997, ’Dental Management of the medically compromised patient, St Louis Mosby, 5th ed, pp. 617-23.


(4)

45 8. Jarvis M, 2010, Art and science infection control focus tuberculosis:

Infection Control in Hospital and at Home,’ Murse Stand, 25(2), pp.1-7. 9. Nichol K PhD, McGeer A MD, Bigelow P PhD, O Brien-Pallas L PhD, Scott J

PhD, Holness DL MD, 2013, Behind the mask: Determinants of nurse s adherence to facial protective equipment, American Journal of Infection

Control, 41, 8-13. Diakses February 2016, dari

http://sites.utoronto.ca/occmed/jscott/publications/2013_Nichol_et_al.pd f

10. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan, 2012, Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Fasilitas Pelayanan Kesehatan 2012, Nomor HK.02.04/II/1179/2012HK, Jakarta.

11. Kermode M, et al, 2005., Compliance with Universal Precaution among healthcare workers in rural India, Association for Professional in

Infection Control and Epidemiology, Inc, Australia

12. Khoirudin A, 2010, Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku perawat dalam menerapkan prosedur tindakan pencegahan universal di instalasi bedah sentral RSUP Dr. Karyadi Semarang, Unimus Skripsi , Semarang. 13. Kohli A, Puttaiah R, Dental infection control and occupational safety for

oral health professionals, New Delhi: Dental Council of India, Ed. 1, pp. 1-50.

14. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pedoman pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, Edisi 2, Jakarta.

15. Loveday HP, et al, 2014, Epic 3: National evidence based guidelines for preventing healthcare associated infections in nhs hospital in england., Journal of Hospital Infection, 86:S1-S70

16. Lugito, Manuel D(, , Kontrol infeksi dan keselamatan kerja dalam praktek kedokteran gigi (Infection control and occupational safety in dental practice),’ Jurnal PDGI, vol. 62, no. 1, hh. 24-30.


(5)

46 17. Nursalam, 2003, Konsep dan penerapan metode penelitian ilmu

keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.

18. Nursalam, 2007, Manajemen keperawatan dan aplikasinya, Salemba Medika, Jakarta.

19. Priyatno D, 2008, Mandiri Belajar SPSS, MediaKom, Yogyakarta.

20. Pronovost P, 2015, Editorial: Toward More Reliable Processes in Health Care, January 2015, vol. 41, no. 1.

21. Pruss, 2005, Pengelolaan aman limbah layanan kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

22. Ramadhani WR, Kepel BJ, Parengkuan WG, 2015, Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada perawatan periodonsia di rumah sakit gigi dan mulut PSPDG FK Unsrat. Jurnal e-GiGi (eG), vol. 3, no. 2, Juli-Desember 2015, hh. 409-415.

23. Sadoh, Wilson E, Adeniran O, Fawole, Ayebo E, Ayo O, Oladimeji, Oladapo S, Sotiloye, 2006, Practice of Universal Precautions among Healthcare Workers, Journal of The National Medical Association, vol. 98, no. 5, May 2006.

24. Sugiyono, 2012, Stastika Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung. 25. Sugiyono, 2004, Metode penelitian Bisnis, Alfabeta, Bandung.

26. Sutrisno, Edi, 2010, Manajemen sumber daya manusia, Edisi pertama, Prenada Media Group, Jakarta.

27. Wibowo, Edy, Agung, 2012, Aplikasi Praktis SPSS dalam Penelitian, Gava Media, Yogyakarta.

28. WHO, 2009, SystemThinking: for health systems strengthening, WHO Library, Geneva.

29. World Health Organization, 2010, WHO Best Practices for Injection and Related Procedures Toolkit, WHO Press.

30. Yuliana C, , Kepatuhan perawat terhadap kewaspadaan standar di RSKO Jakarta tahun , Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat,


(6)

47 Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Universitas Indonesia, Jakarta.

31. Yusra, Dhoni, 2008, Pentingnya implementasi dan keselamatan dan kesehatan kerja dalam perusahaan. PT Alex Media Komputindo, Jakarta.


Dokumen yang terkait

ANALISIS KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN VENTILATOR DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 14 10

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

2 10 10

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

15 147 184

EVALUASI KEPATUHAN PELAKSANAAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN INFUS PADA ANAK DI RS PKU MUHAMMADIYAH UNIT II YOGYAKARTA

0 5 113

GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

14 94 63

HUBUNGAN KADAR HEMOGLOBIN DENGAN PENYEMBUHAN LUKA SECTIO CAESAREA DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

11 75 72

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PERAWAT UNIT HEMODIALISIS RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

16 128 128

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PADA PETUGAS PENUNJANG MEDIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

4 15 105

KETEPATAN DAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PERAWAT DI BANGSAL AR-ROYAN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

19 161 109

HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM KELOMPOK PERSADIA RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN KEPATUHAN DIET DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DM KELOMPOK PERSADIA RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA - DIGI

1 1 19