REPRESENTASI THE SELF AND THE OTHER DALAM TAYANGAN REALITY SHOW SURVIVOR DI TRANSTV

(1)

Representasi The Self and The Other dalam tayangan

Reality Show Survivor di TRANSTV

Representation of The Self and The Other in Program of Reality Show Survivor

on TRANSTV

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

MUHAMMAD SYAHIDUL MUBAROK (20120530262)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

Representasi The Self and The Other dalam tayangan

Reality Show Survivor di TRANSTV

Representation of The Self and The Other in Program of Reality Show

Survivor on TRANSTV

SKRIPSI

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

MUHAMMAD SYAHIDUL MUBAROK (20120530262)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Muhammad Syahidul Mubarok Nomor Mahasiswa : 20120530262

Konsentrasi : Broadcasting Program Studi : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politk

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Representasi The Self and The Other dalam tayangan Reality Show Survivor di TRANSTV” adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah dinyatakan dengan benar. Apabila dikemudian hari skripsi saya ini terbukti merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaanya.

Yogyakarta, Oktober 2016


(4)

iii

“Dream big, work hard, stay focused, and surround yourself with good people”

@passionposts

“Bersabarlah terkadang kamu harus melewati proses yang panjang untuk mendapatkan hasil yang baik”

-syahidul mubarok-

Karena Sesungguhnya setiap kesulitan itu pasti ada kemudahan


(5)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi Ini Ku Persembahkan Untuk Kedua Orang Tuaku…. Buat almarhum Babeh tersayang Anshorie yang menjadi panutan anak-anaknya, yang sudah menjadi Babeh yang baik bagi anak-anaknya. Terimakasih sedari dulu selalu mengingatkan anakmu ketika mulai lengah dalam banyak hal. Yang selalu mengajarkan bagaimana bersabar dalam melewati berbagi hal yang buruk. Babeh, walaupun Babeh belum bisa lihat anakmu ini diwisuda, tetapi Alhamdulillah

sekarang sudah bisa buktiin kalau akhirnya anak Babeh ini menjadi sarjana.

Buat Ibuku sayang Erliyani yang selalu jadi sosok bidadari buat anak-anaknya, sebagai perempuan terhebatku, yang selalu mengkhawatirkan anak-anaknya, yang selalu menyajikan masakan-masakan enak di rumah, yang selalu membuat anaknya nyaman. Bu, setelah Babeh pergi meninggalkan kita, Ibu sudah bekerja keras demi anakmu ini dan adek-adek supaya bisa mengenyam pendidikan dan menjadi anak yang bermanfaat. Ibu, anakmu sudah bisa buktikan kalau anak Ibu bisa jadi sarjana, seperti yang Ibu harapkan selama ini.

Buat Ketujuh Saudara Kandungku….. Aa dan Kakak-kakak Endang Kusnadi, Een Muniroh, Yayah Fauziah, Izzah Nur El Fajriyah , yang selalu memberikan masukan, memotivasi, mendoakan dan memberi semangat adikmu ini supaya tidak pernah mengeluh dan berproses dalam mengerjakan skripsi. Adek Aa Habib Ishomullah, Himmatunisa Ul Azizah Yang selalu cerita dan lapor tentang segala hal yang terjadi di rumah juga di sekolah, selalu meminta bantuan untuk ngerjain tugas-tugas dari guru. Yang selalu nge-

chat

tiba-tiba kalo kangen dan selalu bilang

Aa kangen, kita kalo deket berantem tapi kalo jauh aja kangen

. Aa doain, semoga Abib dan Dede bisa jadi orang yang bermanfaat, aminnn…


(6)

v

TERIMAKASIH UNTUK:

Allah SWT.

Nabi Muhammmad SAW.

KEDUA ORANGTUAKU

DRS. Mochammad Anshorie, MA

Erliyanih

AA DAN KAKAK

Endang Kusnadi, S.Ag

Pepi Rahayu, S.IP

Een Muniroh, S.Pd

Syaeful Anwar, SH, M.Si

Yayah Fauziah, A.Mkeb

Dede Hasanudin, A.Mkeb

Izzah Nur El Fajriyah, S.Hi

Dina Marga, S.Pd

ADIK-ADIKKU

Habib Ishomullah

Himmatunisa Ul Azizah

KELUARGA BESAR H.MARZUKI SAAD DAN

KELUARGA BESAR M.DJAKLIE

Nyai, Engkong, Nenek, Encang, Encing, Mamang, Bibi, Om, Tante, Kakak-kakak, Aa, dan

saudara-saudara saya.

Terimakasih atas doa dan dukungan yang terus menerus sehingga saya

termotivasi untuk menjadi yang terhebat untuk kalian.

DOSEN PEMBIMBING DAN DOSEN FAVORIT

Firly Annisa, S.IP, MA

Terimakasih buat dosen pembimbing yang kece mbak Firly sudah membimbing saya, yang sudah

melatih saya untuk belajar kritis dan terimakasih juga atas masukan-masukannya yang selalu

membuat saya menjadi lebih tekun, bersabar, berproses, dan berusaha dengan baik. Semoga Allah

membalas semua ilmu dan pembelajaran yang Mbak Firly kasih ke saya, amin.

DOSEN PENGUJI I DAN DOSEN PENGUJI II

Zein Mufarrih Muktaf , S.IP., M.I.Kom

dan

Wulan Widyasari, S.Sos., MA

Terimakasih buat dosen penguji yang keren Mas Zein dan Mbak Wulan atas masukannya selama

menjadi dosen penguji saya.


(7)

vi

STAFF JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

Pak

Jono

Pak

Muryadi

Pak

Yuli

Mbak

Siti

Wijayanti

SAHABAT-SAHABATKU

Tri

Prasetyo

Puspita

Septi Mahardani

Devi

Permatasari

Viddya

Dwi Pradianty

Rima

Sulistyaningsih

Yoska

Pranata

Maulida

Hazana

“A A

I

Muhammad

Ramdhan

Hidayat

Sulaiman

Alfarizzi

Farah

Afifah Lubis

Rozzana

Islamia

Kika

Adini

Nisrina

Rahmi Ningtyas

Rumaisha

Azzahra

Afifah

Nur Afidah

Hasna

Ghaida

Syifa

Nuraini

Lukman

Nul

Hakim

Angga

Dini Akbar

Winny

Riyan Rahmayani

Mita

Tasfima Nurul

Izza

Asri

Tuszakiyah

Muhammad

Alief

Maulana

Muhammad

Aulia

Rahman

.

Thank you for keep being

. I’

y . T

.

TEMAN-TEMAN

ASGAR

Alfian

Suryo Utomo

Argha

Akbar

Gilang

Anjar Rinaldy

Mochammad

Yogi

Muhammad

Fahmi

Syapuan

Naufal

Hakim

Rifqi

Abdurrahman

Widi

Irsan Prasetyo

Muhammad

Rasyid

Aziz

Syaiful

Haq Munadzarahman

TEMAN-TEMAN

ILMU KOMUNIKASI 2012 UMY

“K

y

,

I

Sabang sampai Merauke yang memiliki impian sama agar bisa Sukses di Masa Men

TEMAN-TEMAN

BROADCASTING 2012

Septi

Nuggraini

Aisyah

Aprilinda Muhammad

Unggul

Suci Anggoro

Bimo

Aprilianto

Ameilia

Arista Putri

Bayu

Chandra Kumara

Lisa

Karunia Jati

Tazar

Prakoso

Sintha

Puspita Ningrum

Danu Atmaja

Ravie

Setya Ayu

Galuh

Ratnatika

Erwin

Rasyid

Ary

Prasatyo Syarifah

Khamsi

Awi

Martina

Erna

Ningsih

Pamongkas

Mohammad

Fajar

Adhi Kurniawan

Galang

Pambudi Anggara Muhammad

Naufal Fatur

Albashorie

Guruh

Prasetya Putra

Hesti

Susilowati

Adhe

Royand Afrian

Irfani

Wahyu

Sugiarto

Intan

Permatasari

Maharani

Dwi KW

Odi

Susanto Ade

Rio

Reza

Dovi Yunia

Rahmah

Pratiwi

Yunita

Anisati

Sauma Ningrum

Bagus

Haryo

Fredy

Susanto

Harris

Sugiarto

Kasyfi

Fitra

Rifki

Putri Mahmubati

Ardian

syah Putra

Nashwan

Ihsan

Ragil

Susanto

Rizal

Hadis

Slamet

Arifin Septian

Bayu Nisa

Akmala

Agung

Tri

Prasetyo. Thank you, moreover, for accompanying me in this recent 2 years during our study.

Many thing we had been through either in good or in bad which compeletely taught us to come

up our feelings of acceptance in the diversity we have. Thank you in advance, you are all

incredible.


(8)

vii

TEMAN-TEMAN

SPESIAL DI JOGJA

Ibnu

Muslim Putra Darmawan

Dhyan

Anggraini

Ilham

Fajar Alfarisyi

Putri

Rizki Fatekhawati

Fatheka Mohammad

Sayogi

Rakhmawati Khairiah

” a

Basudewa

Surya Aji

Holly

Latthifa Algania Muhammad

Fatural

Bashory

Risda

Suhairi

Umay

Imas

Nurhayati

Nella

kusuma

Olga

Chairul Huda

Anik

KELUARGA BESAR CINEMA KOMUNIKASI (CIKO)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Terima kasih telah menjadi wadah bagi saya untuk berkarya di dalam dunia perfilm-an. Banyak

ilmu yang saya pelajari dari BSO ini dan begitu berarti terutama bisa mengenal berbagai karakter

orang.

Terus berkarya untuk sineas-sineas Muda.


(9)

viii KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa tercurah kepada umat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian inidengan judul “Representasi The Self and The Other dalam Tayangan reality Show Survivor di TRANSTV”. Guna melengkapi syarat memperoleh gelar sarjana strata 1 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada tahun 2016.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan, dorongan, serta bimbingan dari berbagai pihak, karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Bambang Cipto, MA. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Ali Muhammad, P.hD. Selaku Dekat Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

3. Bapak Haryadi Arief Nuur Rasyid, S.IP, M.Sc. Selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

4. Ibu Firly Annisa, S.IP, M.A selaku dosen pembimbing.

5. Bapak Zein Mufarrih Muktaf, S.IP., M.I.Kom selaku dosen penguji I 6. Ibu Wulan Widyasari, S.Sos, MA selaku dosen penguji II

7. Seluruh Dosen Ilmu Komunikasi UMY atas ilmu yang diberikan selama ini, semoga bermanfaat bagi penulis.

8. Ibu Siti Wijayanti, Pak Jono, Pak Muryadi, Pak Yuni dan Pak Yuli, yang senantiasa memberikan informasi dan membantu dalam semua kelengkapan demi kelancaran jalannya skripsi.

9. Teman-teman seperjuangan program studi Ilmu Komunikasi 2012 atas kebersamaannya selama ini.

10. Semua pihak yang telah membantu proses penelitian dan penulisan skripsi ini.


(10)

ix Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca dan peneliti selanjutnya

Yogyakarta, Oktober 2016 Penulis


(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... I

HALAMAN PENGESAHAN... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii

MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

UCAPAN TERIMAKASIH ... vi

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xv

DAFTAR BAGAN... xvi

DAFTAR GAMBAR... xvii

ABSTRAK... xx

ABSTRACT... xxi

BAB I ... 1

PENDAHULUAN... 1

1. Latar Belakang Masalah... 1

2. Rumusan Masalah... 9

3. Tujuan Penelitian... 9


(12)

xi

4.1 Manfaat Teoritis... 9

4.2 Manfaat Praktis ... 9

5. Kajian Teori... 10

5.1 Paradigma Kritis... 10

5.2 Representasi dalam Media... 14

5.3 Konsep The Self and The Other... 18

5.4 Teori Multikulturalisme dalam konteks Indonesia... 23

6. Metode Penelitian... 29

6.1 Jenis Penelitian... 30

6.2 Objek Penelitian... 31

6.3 Teknik Pengumpulan Data... 31

6.3.1 Dokumentasi... 31

6.3.2 Studi Pustaka... 31

7. Teknik Analisis Data... 32

7.1 Tindakan... 34

7.2 Konteks... 34

7.3 Historis... 35

7.4 Kekuasaan... 35

7.5 Ideologi... 35


(13)

xii BAB II

GAMBARAN OBJEK PENELITIAN DAN PENELITIAN TERDAHULU... 42

1. Perkembangan Reality Show di Televisi Indonesia... 42

1.1 Tema Remaja dan Percintaan... 44

1.2 Hidden Camera... 48

1.3 Tema Talent... 50

1.4 Tema Mistik... 57

1.5 Tema Sosial... 59

2. Identitas Stasiun Televisi TRANSTV... 62

2.1 Gambaran Umum TRANSTV... 62

2.2 Visi, Misi & Slogan TRANSTV... 64

2.2.1 Visi... 64

2.2.2 Misi... 64

2.2.3 Slogan... 65

2.3 Logo TRANSTV... 65

2.4 Konglomerasi TRANSCORP... 68

2.5Struktur Organisasi TRANSTV... 72

3. Gambaran Umum Program Reality Show Survivor TRANSTV....... 73

4. Penelitian Terdahulu... 77

4.1 Pemaknaan dalam Tayangan Reality Show Minta Tolong... 77

4.2Representasi Kemiskinan pada tayangan Reality Show (Analisis Semiotika pada program acara Orang Pinggiran Trans 7 ... 78


(14)

xiii 4.3Kemiskinan dalam Reality Show (Analisis Naratif Kemiskinan dalam

Tayangan Reality Show “Orang Pinggiran” Trans7)... 79

5. Perbedaan Penelitian………... 81

BAB III SAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN... 83

1. Pembawa Acara Host dan Co-Host...... 83

1.1 Pembawa Acara atau Host Ruben Onsu... 83

1.2 Co-Host Bibi Nonie dan Neng Upay... 88

2. Sajian Data dan Pembahasan... 90

2.1 Orang Kota Sebagai Pahlawan dalam Bingkai “ Tayangan Reality Show Survivor”... 91

2.2 Identitas Jakarta dalam Tayangan Reality Show “Survivor”... 119

2.3 Konstruksi Media : Kota melihat Desa... 133

BAB IV PENUTUP... 145

1. Kesimpulan... 145

2. Saran... 147 DAFTAR PUSTAKA


(15)

xiv DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Rate and share tertinggi program reality show bulan Januari 2016... 4 Tabel 3.1 Tabel Adegan yang menggambarkan sosok orang kota sebagai

pahlawan dalam reality show Survivor... 93 Tabel 3.2 Tabel Oposisi Biner Kota dan Desa... 104 Tabel 3.3 Adegan dan dialog ruben berinteraksi dengan masyarakat desa... 126


(16)

xv DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 Kerangka Analisis Wacana Tiga Dimensi Fairclough... 37 Bagan 1.2 Skema Penelitian... 39


(17)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1... 45

Gambar 2.2... 45

Gambar 2.3... 46

Gambar 2.4... 47

Gambar 2.5... 47

Gambar 2.6... 49

Gambar 2.7... 49

Gambar 2.8... 50

Gambar 2.9... 51

Gambar 2.10... 51

Gambar 2.11... 52

Gambar 2.12... 53

Gambar 2.13... 53

Gambar 2.14... 54

Gambar 2.15... 55

Gambar 2.16... 56

Gambar 2.17... 57

Gambar 2.18... 58

Gambar 2.19... 59

Gambar 2.20... 59

Gambar 2.21... 60

Gambar 2.22... 60

Gambar 2.23... 61

Gambar 2.24... 62

Gambar 2.25... 66

Gambar 2.26... 66

Gambar 2.27... 66

Gambar 2.28... 67


(18)

xvii

Gambar 2.30... 72

Gambar 2.31... 73

Gambar 2.32... 73

Gambar 2.33... 74

Gambar 3.1... 83

Gambar 3.2... 88

Gambar 3.3... 88

Gambar 3.23... 121

Gambar 3.24... 122

Gambar 3.25... 123

Gambar 3.26... 124

Gambar 3.30... 135

Gambar 3.31... 136

Gambar 3.32... 136

Gambar 3.33... 138

Gambar 3.34... 139

Gambar 3.35... 139


(19)

xviii DAFTAR GAMBAR TABEL

Gambar Tabel 3.4... 93

Gambar Tabel 3.5... 93

Gambar Tabel 3.6... 94

Gambar Tabel 3.7... 95

Gambar Tabel 3.8... 95

Gambar Tabel 3.9... 95

Gambar Tabel 3.10... 96

Gambar Tabel 3.11... 96

Gambar Tabel 3.12... 97

Gambar Tabel 3.13... 98

Gambar Tabel 3.14... 98

Gambar Tabel 3.15... 99

Gambar Tabel 3.16... 100

Gambar Tabel 3.17... 100

Gambar Tabel 3.18... 101

Gambar Tabel 3.19... 101

Gambar Tabel 3.20... 102

Gambar Tabel 3.21... 102

Gambar Tabel 3.27... 126

Gambar Tabel 3.28... 126

Gambar Tabel 3.29... 126


(20)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Pada :

Hari

Tanggal Tempat Nilai

Sabtu

3 Desember 2016

Ruang Nego Ilmu Komunikasi UMY

satu persyaratan

untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) pada tanggal 3 Desember 2016 Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi , M,A

I

\


(21)

xx ABSTRAK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

KONSENTRASI BROADCASTING Muhammad Syahidul Mubarok 20120530262

Representasi The Self and The Other dalam tayangan Reality Show Survivor

di TRANSTV

Tahun Skripsi : 2016 + 147 Hal + 4 Tabel + 68 Gambar + 2 Bagan Daftar Pustaka : 38 Buku + 3 Skripsi + 2 Jurnal + 7 Sumber Online

Objek penelitian ini adalah program reality show Survivor. Reality show ini menjadi sangat menarik untuk diteliti, karena merupakan reality show yang bertemakan tentang sebuah perjalanan seorang artis ibu kota yang datang ke desa terpencil. Melalui reality show tersebut media seolah-olah sebagai wadah yang menghadirkan cerminan sebuah realitas kehidupan. Namun dibalik hal tersebut, televisi sebenarnya hanya menginginkan keuntungan yang sebesar-besarnya dan menampilkan konstruksi-konstruksi mengenai representasi the self and the other melalui program reality show ini.

Penelitian representasi the self and the other dalam tayangan reality show survivor di TRANSTV merupakan penelitian dengan menggunakan teknik analisis data wacana kritis Norman Fairclough. Penelitian dilakukan dengan menganalisis adegan dalam tayangan reality show survivor dengan menampilkan potongan gambar dan dialog untuk melihat dimensi teks, praktik wacana, dan praktik sosiokultural. Dalam penelitian ini terdapat tiga kategori yang menjadi temuan peneliti yaitu orang kota sebagai pahlawan dalam tayangan reality show survivor, identitas jakarta dalam tayangan reality show survivor, dan konstruksi media : kota melihat desa.

Hasil penelitian ini adalah bahwa program reality show survivor merupakan produk budaya televisi yang sangat bias mengkonstruksi desa dan kota.Media mencoba melakukan sebuah bentuk oposisi biner antara kota dan desa melalui sebuah drama-drama realitas. TRANSTV cenderung menkonstruksi sebuah realitas yang refleksinya selalu dekat dengan Jakarta. Sosok kota yang disajikan kepada khalayak melalui Ruben Onsu sebagai artis Ibukota, menjadikannya sebagai peran utama dalam menampilkan sosok orang kota guna memperkokoh stereotype bahkan rasisme yang sudah terbangun di tengah masyarakat terhadap orang kota dan orang desa.


(22)

xxi ABSTRACT

MUHAMMADIYAH UNIVERSITY OF YOGYAKARTA FACULTY OF SOCIAL AND POLITICS SCIENCE COMMUNICATION SCIENCE DEPARTEMENT CONCENTRATION OF BROADCASTING

Muhammad Syahidul Mubarok 20120530262

Representation of The Self and The Other in Program of Reality Show Survivor on TRANSTV

Year of thesis : 2016 + 147 Page + 4 Tables + 68 Pictures + 2 Bagan References : 38 Books + 3 Thesis + 2 Journal + 7 Online sources

The object of this research is program of reality show survivor. This reality show becomes interesting to be researched, since it is a reality show themed about a journey of an artist from the capital city that comes to a remote village. Through this reality show , media acts as a place to arouse a reflection of a life reality. Nonetheless, behind this thing, television truly wants to get a big profit and show the constructions about the representation of the self and the other through this reality show program.

This research used analysis technique critical discourse data of Norman Fairclough. Also, this research is conducted by analysising the scenes in reality show survivor program and showing off some pieces of picture and dialogue in order to perceive text dimension, discourse practice, and sociocultural practice. Furthermore, there are three categories which become the results of this research that are people from the city perform as heroes, the identity of Jakarta and media construction: the city sees the village.

The results of this research is that the program of reality show survivor is a cultural product of television in which is rather biased in constructing the village and the city. Media attempts to make a form of binner oposition between the village and the city through reality dramas. Moreover, TRANSTV tends to construct a reality whose the reflection is always close to Jakarta. The city here is presented to those peoples by Ruben Onsu as an artist from capital city, which makes him as a main actor in showing a man from the city in order to strengthen the stereotype, even the rasistism that has completely been developed in the people’s life towards the city people and the village people.


(23)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Kemampuan media visual dalam menampilkan kenyataannya secara visual, lebih mampu menampilkan gambaran kehidupan dalam menjelaskan terhadap suatu produk atau gaya hidup. Media visual yang dimaksud adalah sebuah media yang membuat berkembangnya teknologi informasi, maka informasi yang kita dapatkan dapat diakses dengan mudah dan cepat. Hal tersebut dapat kita lihat pada perkembangan media elektronik khususnya televisi.

Menurut Storey, televisi adalah bentuk budaya pop akhir abad kedua puluh, tidak diragukan lagi televisi merupakan aktivitas waktu luang paling populer di dunia. Televisi hadir membujuk kita untuk mengkonsumsi apa yang ditawarkannya lebih banyak dan lebih banyak lagi, televisi memperlihatkan bagaimana kehidupan orang lain dan memberikan ide tentang bagaimana kita ingin menjalani hidup ini (Storey, 2010:11).

Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Secara kategorial program televisi memiliki berbagai jenis yaitu variety show, talkshow, reality show, talent show, dating show, games show, news dengan berbagai genre, seperti horror, komedi, drama, romantis, nasionalisme, religi, petualangan, musikal, dan biografi. Salah


(24)

2 satu genre baru yang perlu dikomentari secara khusus adalah apa yang dinamakan acara realitas. Sebagai media audio-visual menampilkan program reality show, tayangan hiburan reality show ini menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpaadanya sebuah skenario.

Acara reality show ini umumnya menampilkan kenyataan dari keseharian kehidupan masyarakat yang dimodifikasi. Program acara reality show yang mengeksploitasi kebudayaan dan keaslian alam Indonesia atau bertemakan petualangan dan tantangan banyak dijadikan komoditas segala kepentingan. Komoditas atau komodifikasi di sini dapat diasumsikan sebagai proses sebuah transformasi barang, jasa, atau sebuah informasi, konten dari nilai guna menjadi nilai tukar.

Media massa selalu melibatkan para awak media, khalayak publik, target pasar, dan negara apabila masing-masing dari apa yang dilibatkan tersebut diantaranya memiliki sebuah kepentingan. Tayangan reality show menawarkan sebuah tontonan yang dianggap mewakili kehidupan nyata yang ada dan terjadi di masyarakat, hal ini tentu menjadi terlihat berbeda dengan tayangan-tayangan lainnya seperti program-program drama, ataupun film televisi (FTV) di televisi bahkan sinetron-sinetron yang lebih menawarkan tentang kehidupan yang selalu ideal. Menurut Suryatman dalam kabarindonesia.com:

“Seperti yang Setiap tayangan `reality show` yang mampu mengusung emosi penonton pasti ratingnya akan tinggi. Meski tayangan itu sendiri hasil adopsi tayangan dari luar, tapi selama setting dan penggarapannya dikerjakan secara profesional dan


(25)

3 menyesuaikan emosi penonton, nuansanya pasti akan jauh berbeda”

(http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=2007062917 1218, diakses pada 2 April 2016, 00.16 WIB ).

Popularitas program reality show di Indonesia adalah ketika seluruh stasiun televisi berlomba-lomba menampilkan program reality show sebagai program hiburan dari stasiun televisi masing-masing. contohnya ada beberapa tayangan reality show di berbagai televisi nasional Indonesia seperti : Jalan-Jalan Men (GlobalTV, 2012), Survivor (TRANSTV, 2013), My Trip My Adventure (TRANSTV, 2014), Jejak

Petualang (TRANS7, 2010), Ethnic Runway (TRANSTV, 2011) Mister

Tukul jalan-Jalan (TRANS7, 2013). Walaupun beberapa tayangan yang secara teknis berbeda, namun sebagian besar diantaranya mengangkat tema tentang sebuah perjalanan. Tema-tema liburan yang dikemas dengan tema berpetualang merupakan ide yang paling banyak diangkat dalam beberapa program pada stasiun-stasiun televisi di Indonesia saat ini, karena tema ini memiliki kesesuaian yang sangat cocok untuk program-program yang tayang pada akhir pekan atau weekend.

Dari tujuh program reality show yang ada di stasiun - stasiun televisi Indonesia, sama-sama menampilkan tema yang sama secara garis besar walaupun dengan gaya penceritaan dan objek yang berbeda, namun inti dari penggambaran tetap sama. Karakter pembawa acara, isu, dan lokasi yang dijadikan objek pada setiap tayangan berbeda salah satunya seperti isu mistik, tempat wisata, dan sebagainya. Berbeda dengan program di atas, kemunculan program-program reality show lain yang


(26)

4 hadir dengan menawarkan sisi lain dari gaya perjalanan, yakni salah satu program yang dimiliki TransTV yaitu Survivor (2013).

Tabel 1.1 : Data rate and share tertinggi setiap program reality

show selama bulan Januari 2016

Program Program Type Rate

(%)

Share (%)

Survivor Entertainment:

Reality Show 2.4 15.5

My Trip My Adventure

Entertainment:

Reality Show 1.9 15.4

Celebrity On Vacation

Entertainment:

Reality Show 2.2 18.9

Mr.Tukul Jalan-jalan

Entertainment:

Reality Show 0.7 5.2

Rumpi No Secret

Entertainment:

Talk Show 9,8 6,8

Mata dan Hati Entertainment:

Talk Show 14,0 7,0

Alphabet Series:

Drama 8,8 2,0

Lensa

Olahraga Pagi

Information:

Sport News 6,7 3,9

Highlights Barclays Premier Le

Information:

Sport News 5,1 5,4

Tawa Sutra Entertainment:

Comedy 5,5 0,4

Lintas Siang Information : News 4,0 2,9 Sumber : Daily RSCC TransMedia


(27)

5 Melalui tabel di atas terbukti bahwa tayangan Reality Show di televisi mampu mengalahkan program lain. Bahkan program reality showSurvivor” berhasil menduduki di posisi kedua teratas dibandingkan dengan program – program lainnya. Sehingga dengan hadirnya program reality show yang bertemakan sebuah perjalanan yang tayang di waktu weekend seperti program “Survivor” ini menjadi jenis program yang banyak di gemari oleh masyarakat.

Program reality show unggulan di luar Indonesia juga sudah lebih awal hadir dengan judul yang sama tetapi jauh lebih awal muncul jika dibandingkan dengan program Survivor-nya Indonesia yang tayang pada tahun 2014, yakni program reality show Survivor, Temptation Island, dan Bachelor/Bacheloratte yang menyesaki gelombang waktu tayang utama lebih awal di tahun 2000-an. Jika dilihat dari program lain, tayangan reality show Survivor seperti program franchise karena memiliki tema yang sama namun hanya memiliki perbedaan tahun tayang dan media yang menayangkannya. Dalam tayangan-tayangan reality show tersebut merupakan sebuah tayangan jenis reality show dimana seseorang yang dijadikan sebagai peran utama akan survive, dan meng-eksplore apa yang bisa ter-eksplore di sebuah tempat yang biasanya jarang adanya sebuah aktifitas atau kehidupan, seperti daerah terpencil, pulau tak berpenduduk atau berpenghuni dan wilayah dengan minim fasilitas lainnya dengan dibekali sebuah kebutuhan yang seadanya untuk ketersediaan selama menjalankan misinya. Dalam hal ini peneliti melihat dari perspektif danesi


(28)

6 bahwa program reality show tersebut membenturkan orang biasa, bukan aktor, dengan situasi yang mengandung semua unsur dramatis (Danesi, 2004:278).

Tak memiliki sebuah perbedaan, tayangan reality show Survivor yang ditayangkan oleh TRANSTV juga memiliki kesamaan. Program acara reality show Survivor adalah program bergaya sebuah petualangan yang dilakukan oleh selebritis terkenal Ruben Onsu. Dalam program reality show ini Ruben digambarkan sebagai seorang selebriti yang memiliki kehidupan glamor yang serba mewah, Ruben dan asistennya diuji dalam sebuah perjalanan yang mengeksplorasi budaya Indonesia. Mereka akan dimodali uang yang tidak banyak jumlahnya untuk dapat menjelajahi sebuah daerah yang telah di tentukan oleh tim Survivor.

Selama perjalanannya, Ruben harus dapat mengatur pengeluarannya untuk akomodasi, transportasi dan makan hingga dapat mencapai daerah yang dituju. Dalam tayangan Survivor, kisah perjalanan Ruben dan asistennya digambarkan dengan keseruan dan kelucuan yang terjadi selama perjalanan mereka. Selain itu, tidak jarang juga mereka dikerumuni oleh masyarakat sekitar karena sosoknya yang seorang artis terkenal. Hal ini sesungguhnya menunjukan bahwa Ruben dan asistennya sedang menjadi the self yang melihat the other, dalam konsep ini dapat terlihat bahwa bagaimana daerah terpencil di indonesia dilihat dari perspektif dan kacamata orang Jakarta, begitupun sebaliknya. Perspektif ini begitu kuat dari apa yang diperlihatkan TRANSTV melalui sosok


(29)

7 Ruben sebagai manusia modern yang mencoba untuk bertahan hidup di suku pedalaman dan diperlihatkan kekagumannya melihat budaya yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

Alih-alih menyukai alam dan budaya daerah terpencil Ruben lebih dipelihatkan seperti orang yang baru datang dari Ibukota Jakarta yang seolah-olah merupakan tempat beradab, modern dan orang yang dari Ibukota Jakarta datang untuk mengagumi wilayah Indonesia yang sangat terpencil, sangat eksotis dan berbudaya. Hal inilah yang menjadi benang merah tayangan reality show “Survivor” adalah bagaimana TRANSTV menggambarkan Ruben Onsu dan asistennya yang datang dari tempat jauh terlihat lebih modern, seperti contoh dari cara berpakaian bagus, berkoper, berkacamata hitam, dengan gaya orang kota yang seolah-olah terlihat lebih beradab. Ruben juga digambarkan terlihat bersih dan memiliki kulit mulus, sekaligus superior dengan terlihat penuh percaya diri kalo mereka bisa menaklukkan daerah terpencil di Indonesia yang mereka datangi.

Selain itu gaya yang diperlihatkan ketika melakukan pembukaan di awal tayangan, Ruben membawakannya dengan menggambarkan adegan-adegan secara verbal dan nonverbal yang menceritakan keluhan-keluhan proses perjalanannya. Sehingga penonton melihat suku pedalaman yang di datangi Ruben itu harus ditempuh dengan susah payah dulu dengan jarak yang jauh dari perkotaan yang minim fasilitas memadai, dan terpencil.. Tetapi, bagaimana konsep the other yang melihat the self dapat dilihat


(30)

8 dari perspektif dan kacamata orang pedalaman di Indonesia, mereka akan merasa hal yang digambarkan TRANSTV dan dilakukan atau yang dirasakan Ruben menjadi biasa bahkan menurut mereka hal yang biasa .

Dalam tayangan reality show “Survivor” TRANSTV menyajikan kepada masyarakat bahwa tayangan disederhanakan dan dilebih-lebihkan dalam setiap adegan perilaku tertentu yang memiliki makna agar alur ceritanya menjadi lebih menarik. Menurut Stuart Hall, kebudayaan adalah suatu praktik penting yang diproduksi oleh representasi, karena kebudayaan itu sebagai suatu konsep yang sangat luas karena kebudayaan menyangkut “pengalaman berbagi” dimana dari masing-masing mereka memiliki keterkaitan satu dengan yang lainnya dalam hal mempresentasikan makna (Hall, 1997: 15).

Makna dan budaya yang dimaksud dalam tayangan ini dibuat sangat dramatis agar menyita perhatian penonton dengan kehadiran Ruben Onsu dan asistennya ketika berada di lokasi daerah terpencil yang mereka kunjungi yang seakan-akan menimbulkan perspektif dari perilaku, gaya hidup dan budaya orang kota yang terlihat berbeda dengan masyarakat setempat yang dibentuk menggunakan kacamata orang kota.

Hal inilah yang membuat penulis merasa tertarik untuk meneliti secara lebih dalam terkait acara ini mengangkat fenomena sosial yang dapat dianalisis menggunakan perspektif Edward Said yaitu the self yang ingin melihat the other yang di terapkandalam objek yang diteliti. Seperti apa host, orang-orang pedalaman tersebut digambarkan dengan melihat


(31)

9 peran-peran dari tayangan Survivor. sehingga menjadi isu utama yang sebenarnya terlihat dalam tayangan reality show” Survivor” ini.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di urai di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut : ”Bagaimana self and other direpresentasikan dalam program reality show Survivor yang ditayangkan oleh TransTV ?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana pesan tanda dan makna the self and the other direpresentasikan dalam program reality show “Survivor” di TransTV.

4. Manfaat Penelitian 4.1Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan masukan untuk penelitian seputar masalah bagaimana memaknai pesan tanda dan makna mengenai representasi the self and the other dalam acara reality show “Survivor” di TransTV.

4.2Praktis

Mengajak penonton reality show untuk dapat lebih kritis terhadap pesan tanda dan makna mengenai self and other dalam acara reality show “Survivor” di TransTV.


(32)

10

5. Kajian Teori

Dalam penelitian mengenai Representasi self and other dalam acara reality show “Survivor” di TransTV, penelitian ini menggunakan beberapa teori untuk memudahkan peneliti dalam penelitian ini.

5.1Paradigma Kritis

Paradigma menurut Mulyana sering disebut sebagai sebuah perspektif atau terkadang juga disebut sebagai mazhab pemikiran atau teori. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi paradigma, namun secara sederhana paradigma dapat diartikan sebagai cara pandang yang digunakan peneliti dalam memahami suatu fenomena sosial masyarakat (Mulyana, 2008: 8-9).

Paradigma mempunyai peran yang sangat penting dalam mengarahkan jalannya sebuah penelitian dan paradigma membangun batasan tentang apa penelitian dan apa yang akan dilakukan peneliti, yang nantinya berpengaruh pada pilihan teori, metode maupun posisi peneliti di dalam penelitiannya. Karena paradigma merupakan hal mendasar yang digunakan sebagai bahan riset dan teori. Paradigma penelitian dapat diartikan sebagai pandangan atau model, atau pola pikir yang dapat menjabarkan berbagai variabel yang yang akan diteliti kemudian membuat hubungan antara suatu variabel dengan variabel lainnya.

Dalam penilitian ini, peneliti memilih menggunakan paradigma kritis. Karena, paradigma kritis adalah cara berpikir untuk meneliti penelitian dengan melihat dominasi dari kelompok yang ditindas. Hal ini


(33)

11 juga yang mempengaruhi bagaimana paradigma kritis mencoba untuk membedah realitas dalam sebuah penelitian ini, termasuk di dalam penelitian analisis tentang media.

Teori kritis, menurut Little John (Dalam Sunarto, 2009:15) “Dicirikan oleh tiga hal, yaitu : (1) Adanya upaya untuk memahami pengalaman kehidupan orang–orang dalam konteks sosialnya, (2) adanya upaya untuk menemukan ketidakbenaran dalam suatu konstruksi sosial kemasyarakatan yang biasanya terdapat dalam kehidupan sehari-hari, (3) adanya upaya secara sadar untuk menyatukan teori dan tindakan”.

Paradigma kritis tidak hanya sekedar melakukan kritik terhadap suatu ketidakadilan sistem yang dominan yang dilakukan oleh sistem sosial kapitalisme, melainkan suatu paradigma yang bertujuan untuk merubah sistem dan struktur tersebut menjadi lebih adil. Lebih mudahnya bisa disimpulkan bahwa paradigma kritis adalah sebuah teori sosial yang berorientasi untuk mengkritisi dan mengubah masyarakat secara keseluruhan.

Paradigma kritis lahir sebagai koreksi dari paradigma konstruktivisme yang memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi terbentuk dari hasil konstruksi atau kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis dan bersifat realism historis, realitas yang diasumsikan harus dipahami sebagai segala sesuatu yang plastis (tidak sebenarnya). Artinya realitas itu dibentuk waktu oleh sekumpulan faktor, seperti : sosial, politik, budaya, ekonomi, etnik, dan gender.


(34)

12 Peran media dalam memproduksi teks dengan mengungkapkan realitas yang ditampilkannya membuat paradigma kritis berpandangan bahwa tidak ada realitas yang benar-benar riil, karena realitas semu yang terbentuk bukan melalui proses alami, tetapi oleh proses sejarah dan kekuasaan sosial, politik, dan ekonomi. Pandangan kritis, merupakan pandangan yang sangat penting dalam memahami media untuk melihat lebih tajam bagaimana media melakukan pemaknaan dalam sebuah teks yang dhbuatnya. Makna sendiri adalah suatu produksi sosial, suatu praktik. Media massa pada dasarnya tidak memproduksi, melainkan menentukan realitas melalui pemaknaan kata – kata yang terpilih. Makna juga tidaklah dipahami secara sederhana dapat dianggap sebagai reproduksi dalam bahasa, tetapi sebuah pertentangan sosial.

Dengan paradigma kritis ini peneliti bisa dengan leluasa membongkar bagaimana the self and the other direpresentasikan dalam program reality show “Survivor” di TRANSTV. Dengan menggunakan paradigma ini, peneliti dengan mudah mencari tahu bagaimana cara peneliti memandang dan menggambarakan realitasnya. Oleh karena itu, konsentrasi dalam paradigma ini adalah menemukan bagaimana program reality show “Survivor” menampilkan realitas the self and the other tersebut dikonstruksikan dan dengan cara apa realitas tersebut dikonstruksikan. Sehingga, konsentrasi dalam paradigma ini adalah menemukan bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksikan dan dengan cara apa realitas tersebut dikonstruksikan.


(35)

13 Dari realitas yang ada, Alex Sobur (2015) memberikan perspektif bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan, selain itu sobur dalam bukunya berbicara bahwa pekerjaan media pada hakikatnya adalah mengkonstruksikan realitas. Isi media adalah hasil dari para pekerja media mengkonstruksikan berbagai realitas yang dipilihnya. Realitas yang dikonstruksi tentu sangat bergantung pada ideologi yang dianut atau kepentingan-kepentingan dari para pekerja media.

Oleh sebab itu, dari penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa selain untuk memandang dan menggambarkan realitas yang ada tujuan dari pradigma kritis adalah pembebasan nilai dominasi dari kelompok yang di tindas sehingga hal tersebut akan mempengaruhi bagaimana paradigma kritis mencoba membedah realitas dalam penelitian ini, termasuk di dalamnya aanlisis kritis tentang teks media. Sehingga, paradigma ini digunakan peneliti untuk mengkaji bagaimana realitas sebenarnya the self and the other sebagai objek komoditas. Terlepas dari itu penelitian ini juga dapat menjadi acuan bagaimana penonton untuk dapat melihat the self and the other dalam tayangan reality show “Survivor”. Bagaimana media melakukan komodifikasi terhadap sebuah budaya yang melihat peristiwa yang dialami melalui kacamata orang modern atau seorang artis terkenal dengan kacamata orang daerah terpencil yang ditampilkan ke publik. Sehingga paradigma kritis ini sangat sesuai dengan kebutuhan peneliti guna meneliti dan membongkar


(36)

14 representasi the self and the other dalam tayangan reality showSurvivor” yang ditayangkan di TRANS TV.

5.2Representasi dalam Media

Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda berupa gambar, bunyi, dan lain-lain. Tanda tersebut untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret, atau memproduksi sesuatu yang dilihat, dibayangkan, atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2012: 20). Definisi menurut Danesi seperti ini belum cukup kuat dalam memahami apa itu sebuah representasi, untuk memperkuat biasanya representasi menggunakan bahasa, tanda dan gambar yang dibangun untuk menyampaikan sebuah makna dan pesan untuk orang lain. Sehingga representasi menjadi bagian penting karena representasi merupakan bagian dari proses pertukaran produksi makna antar individu yang melibatkan bahasa, tanda, dan gambar dalam suatu budaya.

Dari pengertian representasi yang diatas dapat dipahami bahwa representasi menjadi bagian yang sangat penting ketika bahasa, tanda dan gambar yang dibangun untuk menyampaikan sebuah makna dan pesan untuk penonton diproduksi dan dipertukarkan. Representasi merupakan tindakan yang digunakan untuk menjelaskan atau menggambarkan sesuatu melalui deskripsi, gambaran atau imajinasi. Representasi juga dapat diartikan bahwa representasi itu tindakan yang digunakan untuk melambangkan sesuatu sehingga menjadi hal yang bermakna.


(37)

15 Representasi merupakan bagaimana suatu teks mengkonstruksikan atau menghadirkan kembali realita atau gambaran tentang suatu hal. Teks yang dimaksudkan di sini adalah media, salah satunya televisi. Teks yang ada didalam televisi merupakan unsur yang terdiri dari setting, tata cahaya, make up, wardrobe, dan akting para pemerannya. Seperti kebanyakan media televisi khususnya program acara televisi reality show yang bertemakan petualang atau tentang sebuah perjalanan, selalu menayangkan dengan merepresentasikan orang kota atau orang modern ketika datang kedaerah terpencil atau pelosok selalu terlihat bersih, selalu menggunakan pakaian yang fashionable, memiliki mobilitas yang tinggi dan terlihat mapan. Sedangkan orang yang tinggal di daerah terpencil selalu terlihat dan digambarkan terlihat norak, selalu tertinggal dalam berbagai hal.

Dalam sebuah media massa khususnya media televisi representasi menjadi sangat penting karena bisa menjadi sumber pemaknaan teks yang kuat di dalam realitas sosial. Representasi ini menjadi penting ketika dilihat dan dibagi dalam dua hal untuk memaknainya, yang pertama apakah seseorang atau kelompok gagasan tersebut ditampilkan sudah sesuai sebagaimana mestinya, apa adanya tidak dibuat-buat atau diburukkan. Kedua, bagaimana representasi tersebut di tampilkan dengan kata lain kalimat dan bantuan foto macam apa yang seseorang, kelompok atau gagasan tersebut di tampilkan dalam penyampaiannya ke khalayak (Eriyanto, 2001:113). Hal penting yang lain mengenai representasi juga dikemukakan oleh Noviani dan Danesi bahwa :


(38)

16

“Dalam proses representasi sendiri yakni sesuatu yang direpresentasikan yang disebut sebagai objek yang dalam penelitian ini, objeknya adalah tayangan reality show di televisi. sedangkan representasi itu sendiri yang disebut sebagai tanda, yaitu simbol-simbol, gambar, dan Bahasa”. (Noviani, 2002:62)

“Merupakan hal yang penting karena menjadi sumber penyampaian informasi yang kuat bagi media massa, khususnya televisi. Representasi sekaligus merepresentasikan yang merupakan peristiwa dalam kebahasaan. Permasalahan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas sosial atau objek tersebut, Representasi juga merupakan suatu proses perekaman gagasan, pengetahuan, atau pesan secara fisik dengan menggunakan tanda-tanda (gambar, suara, dan sebagainya)”, (Marcel Danesi, 2010:03). Dari kesimpulan di atas dapat dipahami bahwa pada dasarnya representasi adalah bagaimana media mewakilkan dan memaknai sebuah realitas yang di gambarkan. Stuart Hall juga menguraikan tiga pandangan kritis terhadap representasi, yang bisa dilihat dari posisi viewer (penonton) maupun creator (pemilik media) terutama untuk mengkritisi makna yang ada dibalik sebuah representasi, yaitu (Stuart hall dalam Burton, 2000 : 177) :

1. Reflective, yakni sebuah pandangan tentang makna. Disini representasi berfungsi sebagai cara untuk memandang budaya dan realitas.

2. Intentional, adalah sudut pandang dari creator yakni makna yang diharapkan dan dikandung dalam representasi.

3. Constructionist, adalah pandangan pembaca melalui teks yang dibuat. Yang dilihat dari penggunaan bahasa atau kode-kode lisan dan visual, kode teknis, kode pakaian dan sebagainya, yang oleh media dihadirkan kepada khalayak secara audio dan visual.

Dari tiga pandangan yang dikemukakan oleh Stuart Hall, menurut peneliti tiga pandangan ini sangat cocok untuk melihat bagaimana representasi sesungguhnya dalam media televisi. Tiga pandangan tersebut juga dapat membantu penulis untuk mengetahui dan meraba lebih dalam


(39)

17 lagi untuk melihat sebuah makna, pesan, bahasa dan tanda dari the self and the other dalam tayangan“Survivor”.

Pertama Reflective ini memandang sebuah pandangan tentang makna yang dikaitkan melalui representasi, sehingga reflective dapat berfungsi sebagai cara untuk memandang budaya dan realitas dari the self and the other yang di gambarkan atau di tampilkan. Kedua Intentional adalah cara peneliti melihat sudut pandang dari creator (media) melalui makna yang dikandung dalam representasi. Ketiga Constructionist, yang merupakan pandangan pembaca atau viewer melalui teks yang dibuat oleh creator. Daripandangan ini peneliti dapat melihat sebuah representasi dari penggunaan bahasa atau kode-kode lisan dan visual, kode teknis, kode pakaian dan sebagainya, yang oleh media dihadirkan kepada khalayak secara audio dan visual.

Tahapan lain juga dapat kita lihat sebagai langkah dalam mengetahui sebuah representasi di media melalui tahapan dari John Fiske yang merumuskan ada 3 tahapan dalam proses representasi. Yang pertama adalah realitas. Didalam realitas ini. sebuah tayangan televisi terdapat penampilan, lingkungan, gerak tubuh, ekspresi, suara dan bahasa. Yang kedua adalah representasi itu sendiri berupa elemen-elemen dari realitas yang ditandakan secara teknis. Dalam bahasa tulisan berupa kata, kalimat, foto, grafik, gambar dan sebagainya, sedangkan dalam tayangan televisi terdapat backsound, tata cahaya, tata gambar, angle kamera dan ilustrasi. Elemen-elemen ini lalu ditransmisikan kedalam kode-kode bagaimana


(40)

18 objek digambarkan dan dibentuk oleh bahasa representasi, seperti narasi, konflik, karakter, aksi, setting dan sebagainya. Sedangkan yang ketiga yaitu ideologi. Ideologi adalah tahap dimana semua elemen diorganisasikan dalam koheransi dan kode ideologi seperti, individualisme, ras, kapitalisme, kelas, patriarki dan sebagainya (Fiske dalam Nurul 22-23).

Dari tahapan – tahapan dalam proses representasinya Fiske, dapat kita ketahui lebih dalam bahwa representasi memang tidak lepas dari persoalan bentuk, tanda dan makna-makna dari sebuah representasi itu sendiri. Bahkan, menurut Burton (2000 : 42) representasi mengharuskan untuk berurusan dengan persoalan bentuk, karena representasi sangat berkaitan dengan produksi simbolik dan pembuatan tanda-tanda dalam kode. Terdapat pembuatan dan konstruksi makna yang terkandung dalam suatu representasi, sehingga representasi juga berkaitan dengan penghadiran kembali (re-presenting) sebuah tanda, makna yang dibuat langsung dalam tayangan reality show di media, bukan gagasan asli atau objek fisikal asli, melainkan sebuah versi tersendiri yang dibangun darinya.

5.3Konsep The Self and The Other

Lahirnya konsep Self and Other dilihat dari sejarah perjalanan pencetus konsep mengenai postkolonial dunia Edward Said yang melewatkan sebagian besar hidupnya sebagai manusia yang terasing dari tanah airnya sendiri. Lahir di tanah Yarussalem, Said harus mengungsi ke


(41)

19 Mesir pasca kekalahan Palestina pada 1947, dan kemudian menjadi imigran di Amerika Serikat pada 1951. Sejak lahir, Said memang tak pernah lepas dari paradoks identitas. Hidup di lingkungan Palestina yang nyaris berpenduduk muslim, dengan nama depan (Edward) berasal dari Inggris dan nama belakang (Said) dari Arab, serta nama tengah (Wadie) dari nama sang ayah yang berbisnis di kairo, namun lebih senang dianggap sebagai orang Amerika, membuat Said selalu merasa sebagai yang lain yang berjuang untuk tidak menjadi “Edward” ciptaan ayahnya, tidak pula menjadi “Said” ciptaan Amerika yang tak pernah jelas genealoginya, apalagi menjadi seorang “Wedie” yang selalu memaksakan aturan hidup kepadanya.

Dari sejarah dan latar belakang tersebut terlihat bagaimana kebudayaan dan identitas Eropa menjadi kekuatannya dengan cara mempertentangkan dirinya terhadap Timur sehingga Eropa mengganggap dirinya sebagai wali atau wakil atau diri yang tersembunyi the self. Bagi orang-orang Eropa, Timur tudak hanya bersebelahan dengan kawasan mereka. Lebih dari itu orang Eropa selalu menganggap Timur sebagai daerah jajahan mereka yang terbesar, terkaya, dan tertua selama ini. Sehingga dapat terbentuk kalau Timur di anggap sebagai sumber peradaban dan saingan atas budaya Eropa. Hal ini yang membentuk Timur dianggap the Other bagi Eropa.


(42)

20 Perspektif Edward Said lain menyebutkan bahwa konstruksi mengenai konsep “diri” sebagai the self dalam perbedaannya dengan “liyan” atau the Other amat dikonstruksikan oleh sebuah kultur mengenai citra, teks tulisan-tulisan sastra yang merefleksikan “liyan” sebagai biadab lawan dari beradab, bodoh sebagai lawan cerdas, murni asli berbudaya sebagai lawan dari campuran atau tidak asli. Said menunjukkan bahwa budaya Eropa memperoleh kekuatan dan identitasnya dengan cara menyandarkan diri kepada dunia Timur. Identifikasi dunia Timur oleh Barat merupakan bagian upaya Barat untuk mengidentifikasi dirinya sendiri. Identifikasi pribumi sebagai “rendah” oleh Barat, berarti juga bahwa Barat mengidentifikasi dirinya sebagai “tinggi”. Perbedaan antara Barat dan Timur tersebut dalam teori merupakan upaya pengidentifikasian diri dan hal tersebut akan menjadi identitas jika mampu dilanggengkan narasinya. Pelanggengan narasi tentang diri dalam hal ini dapat berartikolonialisme.

Dalam program reality show “Survivor”, dihadirkannya Ruben Onsu dan dua asistennya yakni Bibi Nonie dan Neng Upay dapat menimbulkan perspektif Jakarta yang bisa dibilang “Barat” dari perilaku mereka. Ruben digambarkan sebagai seorang selebriti yang memiliki kehidupan glamor yang serba mewah, Ruben dan asistennya diuji dalam sebuah perjalanan yang mengeksplorasi budaya Indonesia. Gaya hidup dan budaya orang kota sangat terlihat berbeda dengan masyarakat setempat yang dibentuk dan dilihat menggunakan kacamata orang kota.


(43)

21 Di tayangan reality show “Survivor”, dalam melakukan perjalanannya, Ruben ditantang harus bisa beradaptasi dengan daerah Desa atau terpencil yang bisa di bilang dalam konsep Said itu “Timur”. Tantangannya Ruben harus bisa mengatur pengeluarannya untuk akomodasi, transportasi dan makan dan meng-explore daerah terpencil hingga dapat mencapai daerah terpencil. Kisah perjalanan Ruben dan asistennya digambarkan dengan keseruan dan kelucuan yang terjadi selama perjalanan mereka. Selain itu, tidak jarang juga mereka dikerumuni oleh masyarakat sekitar karena sosoknya yang seorang artis terkenal ketika berada di Desa. Hal ini menunjukan bahwa Ruben dan asistennya sedang menjadi the self “orang kota” yang melihat the other “Orang desa”, dalam konsep ini dapat terlihat bahwa bagaimana daerah terpencil di indonesia dilihat dari perspektif dan kacamata orang Jakarta, begitupun sebaliknya.

Perspektif ini begitu kuat dari apa yang diperlihatkan TRANSTV melalui sosok Ruben sebagai manusia modern yang mencoba untuk bertahan hidup di desa dan diperlihatkan kekagumannya melihat budaya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Dalam penelitian ini Ruben Onsu lebih dipelihatkan seperti orang yang baru datang dari Ibukota Jakarta yang merupakan tempat beradab, modern dan orang dari Jakarta datang untuk mengagumi wilayah Indonesia yang sangat terpencil, sangat eksotis dan berbudaya. Media selalu menggambarkan orang Jakarta ketika melakukan perjalanan atau bercerita tentang desa selalu terlihat the self yang melihat the other. Hal tersebut sudah menjadi mitos bagi orang


(44)

22 Jakarta, namun hal tersebut tidak bagi orang desa. Karena yang mereka lakukan di desa itu dianggap biasa oleh orang desa.

Hal seperti itu terjadi karena adanya kuasa budaya di media, bahwa gerakan kebudayaan “Jakarta” oleh media TRANSTV yang menjadi adikuasa budaya melalui tayangan Reality Show Survivor. Kenapa itu semua bisa terjadi? Karena, siapa yang berkuasa di medialah yang membentuk sebuah budaya. Gerakan kebudayaan ini seolah-olah jakarta menjadi budaya centrum dan desa sebagai peri-peri.

Dari pemahaman di atas dapat dipahami bagaimana kekuasaan media yang masif dilakukan bisa mempengaruhi lingkungan sekitar. Centrum adalah orang memliki kekuasaan kebudayaan dan peri peri walaupun banyak tapi dia kerjanya Cuma meniru atau mengikuti. Seperti pada kebudayaan yang ada di media pada tayangan reality show Survivor menggambarkan orang daerah melalui identitas jakarta ke desa.

Peneliti merasa tertarik untuk meneliti secara lebih dalam terkait acara ini mengangkat fenomena realitas sosial yang dihadirkan TRANSTV dalam tayangan reality show “Survivor” yang dapat dianalisis menggunakan perspektif Edward Said yaitu the self yang ingin melihat the other yang di terapkan dalam objek yang diteliti. Seperti apa host yang merupakan bentukan orang Jakarta dan orang-orang desa tersebut yang digambarkan dengan melihat peran-peran dari tayangan survivor. sehingga


(45)

23 menjadi isu utama yang sebenarnya terlihat dalam tayangan reality show” Survivor” ini.

5.4Teori Multikulturalisme dalam Konteks Indonesia

Multikurturalisme secara etimologis terbentuk dari 3 kata yaitu Multi (banyak), Kultur (budaya), Isme (aliran/paham). Yang berarti multikulturalisme adalah aliran atau paham tentang banyak budaya yang berarti mengarah pada keberagaman budaya. Multikulturalisme mengandung pengertian yang sangat kompleks yaitu “multi” yang berarti plural, “kulturalisme” berisi pengertian kultur atau budaya. Istilah prulal mengandung arti yang berjenis-jenis, karena pluralism bukan sekedar pengakuan akan adanya hal-hal yang berjenis-jenis tetapi pengkuan-pengakuan itu juga mempunyai unsur-unsur dari politis, sosial, ekonomi. (H.A.R Tilaar, 2004:82).

Istilah multikuturalisme marak digunakan pada tahun 1950 di Kanada. Istilah dari kata multicultural yang dipopulerkan surat kabar-surat kabar di Kanada, yang menggambarkan masyarakat montreal sebagai masyarakat multikulturan dan multilingual. Pengertian tentang multikulturalisme memiliki dua ciriutama: pertama, kebutuhan terhadap pengakuan (the need of recognition). Kedua, legitimasi keanekaragaman budaya atau pluralisme budaya. Parsudi Suparlan menuliskan, “konsep multikulturaisme tidaklah dapat disamakan dengan konsep keanekaragaman secara suku-bangsa atau kebudayaan suku-bangsa yang menjadi ciri masyarakat majemuk, karena multi-kulturalisme menekankan


(46)

24 keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan. Ulasan mengenai multikulturalisme akan harus mau tidak mau akan juga mengulas berbagai permasalahan yang mendukung ideologi ini,yaitu politik dan demokrasi, keadilan dan penegakkan hukum,kesempatan kerja dan berusaha, HAM, hak budya komuniti dan golongan minoritas, prinsip-prinsip etika dan moral, dan tingkat serta mutu produktivitas (Suparlan, 2002:99).”

Pada dasarnya dari semua pehaman diatas dapat dipahami bahwa multikulturalisme itu mencakup sebuah suatu pemahaman, penghargaan, dan pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam berbagi kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyakat. Sehingga, multikuturalisme mengarah pada pluralitas kebudayaan dan cara untuk merespons pluralitas itu sendiri, sehingga multikulturalisme sebagai cara pandang kehidupan manusia. Dalam hal ini multikulturalisme sendiri sangat dekat dengan pluralisme, sedangkan pluralisme sendiri merupakan yang merujuk pada kondisi apa adanya sebagai suatu realitas (what it is/das sein) dalam masyarakat. Sedangkan multikulturalisme umumnya adalah karakter atau kondisi normatif yang seharusnya dilakukan (das sollen) oleh anggota masyarakat yang plural (Yohanes dalam Filosa dan Fajar, 2014:2).

Dari perspektif Yohanes dapat dipahami bahwa masyarakat plural membutuhkan sebuah kebijakan yang multikultural. Agar keberagaman tidak menjadi sebuah konflik tetapi menjadikan sebuah kekuatan suatu


(47)

25 kelompok atau bangsa tertentu. Multikulturalisme menurut perspektif Bikkhu Parekh (2008) menjelaskan bahwa multikultur selalu terkait dengan kebudayaan. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak kebudayaan. Multikulturalisme merupakan suatu istilah yang mungkin dapat digunakan untuk mengambarkan Indonesia, dengan kemajemukan atau keberagaman sukubangsa (etnik), agama, ras dan budaya. Keberagaman ini tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Nias sampai Pulau Rote dan berpadu hingga terbingkai menjadi satu sistem Nasional yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dapat dilihat dari etnobudaya.net yaitu :

Keragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Kebudayaan masyarakat Indonesia juga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan kelompok sukubangsa yang ada.Kemudian juga berkembang dan meluasnya agama-agama besar di Indonesia turut mendukung perkembangan kebudayaan Indonesia sehingga memcerminkan kebudayaan agama tertentu. Indonesia adalah salah satu negara dengan tingkat keaneragaman budaya atau tingkat heterogenitasnya yang tinggi. Tidak saja keanekaragaman budaya kelompok sukubangsa namun juga keanekaragaman budaya dalam konteks peradaban, tradsional hingga ke modern, dan kewilayahan.

(https://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/ diakses pada 7 Juni 2014, 00.38 WIB)

Menurut data dan informasi geospasial produk Badan Informasi Geospasial (BIG) Indonesia adalah Negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau 13.466, dan luasdaratan 1.922.570 km2 serta luas perairan 3.257.483 km2. Ribuan pulau yang ada ini menunjukan betapa kayanya Indonesia dengan banyak pulau dan macam-macam kebudayaannya. Keragaman kebudayaan ini adalah suatu aset dan


(48)

26 kebanggaan besar bagi Indonesia apabila keberagaman ini dapat di pahami dan di kelola dengan baik karena keberagaman ada ini didukung dengan berbagai keindahan serta kekayaan alam yang ada.

Melihat ciri dari masyarakat indonesia yang sangat terasa akan keberagamannya, dan keberagaman etnis sampai keberagaman perspektif. Bikhu Parekh (2008:16-17) ada tiga bentuk keanekaragaman golongan paling umum yang hidup dan mewarnai masyarakat, yaitu :

1. Kenanekaragaman Subkultural

Merupakan kelompok masyarakat yang meskipun para anggotanya memiliki satu budaya umum yang luas, beberapa diantara mereka menjalankan keyakinan dan praktek yang berbeda berkenaan dengan wilayah kehidupan tertentu atau menempuh gaya hidup mereka sendiri yang relatif sangat berbeda. Seperti contoh kaum gay, lesbian, mereka yang mengikuti gaya hidup atau struktur keluarga yang tidak konvensional dan sebagainya. Selain itu penambang, nelayan, eksekutif transnasional yang kaya raya, artis dan yang lainnya. Mereka sama-sama memiliki sistem arti dan nilai masyarakat yang dominan dan berupaya membuka ruang-ruang untuk gaya hidup yang berbeda didalamnya. Mereka tidak mencerminkan kebudayaan alternatif tetapi berusaha untuk membuat kebudayaan yang sudah ada menjadi plural.


(49)

27 2. Keanekaragaman Perspektif

Kelompok masyarakat yang beberapa anggotanya sangat kritis terhadap beberapa prinsip atau nilai-nilai sentral kebudayaan yang berlaku dan berusaha untuk menyatakannya kembali di sepanjang garis kelompok yang sesuai. Kaum feminis menyerang bias patriarkinya yang lama tertanam, masyarakat religius menyerang orientasi sekulernya, dan pecinta lingkungan menyerang bias antroposentris dan teknokratis. Kelompok-kelompok ini dan kelompok lainnya tidak mencerminkan subkultur karena mereka sering menantang hal yang sangat mendasar dari budaya yang sudah ada, juga tidak mewakili komunitas budaya yang sangat berbeda yang hidup dengan nilai-nilai dan pandangan dunia mereka, melainkan mencerminkan perspektif intelektual menyangkut bagaimana budaya dominan harus dinyatakan kembali.

3. Keanekaragaman Komunal

Merupakan kelompok masyarakat yang mencakup beberapa komunitas yang sadar diri dan lebih kurang terorganisasi dengan baik yang menjalankan dan hidup dengan sistem keyakinan dan praktek mereka berlainan. Mereka mencakup kaum imigran yang baru tiba, bermacam-macam komunitas yang telah lama mapan seperti orang Yahudi, berbagai komunitas keagamaan, dan semacam kelompok-kelompok kultural yang berkumpul secara teritorial seperti masyarakat asli.


(50)

28 Masyarakat Indonesia menurut peneliti sudah menunjukan atau mewakilkan keanekaragaman dari kategori menurut Parekh yang disebut sebagai masyarakat multikultural. Dengan menunjukan keanekaragaman dalam masyarakat multikultural Indonesia, oleh karena itu multikultur tidak bisa di lepaskan dari media yang mengambil topik multikultur ke dalam beberapa program acara mereka seperti isu-isu multikultur yang sering hadir dalam berbagai film, sinetron sampai acara televisi. Sehingga multikultur bisa disebut atau diartikan sebagai menu wajib bagi para kreator – kreator dalam media baik dalam dunia film atau televisi. Beberapa program acara televisi bahkan mengalami “euforia” dan “kebablasan” terkait isu-isu multikulturalisme, yang justru mengarah pada berbagai stereotype bahkan rasisme terhadap kelompok etnis tertentu sehingga dapat merugikan kelompok atau etnis tertentu. Bihku Parekh berpendapat bahwa :

“Multikulturalisme bukan mengenai kaum minoritas, karena hal itu akan menyiratkan bahwa kebudayaan mayoritas diterima tidak secara kritis dan dipergunakan untuk menilai tuntutan-tuntutan dan menentukan hak-hak kaum minoritas” (Bikkhu Parekh, 2008:29) Dari pandangan multikulturalisme menurut Bikkhu Parekh dapat diartikan peneliti dapat melihat bahwa pandangan multikultur ini ketika dilihat dari perspektif the self and the other dalam tayangan program reality show “Survivor”, bisa dijadikan sebagai contoh yang dapat terlihat bahwa dalam konteks multikultur tetap ada yang namanya kelompok mayoritas “the self” dan kelompok minoritas “the other”. Kenyataannya


(51)

29 kelompok mayoritas tetap mempunyai kuasa atas kelompok-kelompok minoritas tersebut, meskipun multikultur memberikan ruang untuk minoritas berkembang namun kelompok mayoritas tetap berusaha untuk berkuasa. Kelompok mayoritas bisa berkuasa karena apa yang di tampilkan dalam tayangan di media “Survivor” ini dilihat dari kacamata media ”TRANSTV” yang menayangkan ke masyarakat sangat sesuai dengan kacamata atau perspektif orang kota yang diperkuat dengan lingkungan dari semua lokasi pusatnya media terutama televisi ada di kota besar Jakarta. Bikhhu Parekh dalam bukunya tidak menjelaskan tentang multikultur dalam media, tetapi Parekh hanya menceritakan multikultur dalam konteks sosial. Dalam ini ini dapat dapat sangatb menarik jika bisa kita pahami kembali perspektif Bikhu Parekh bahwa kaum mayoritas menentukan atau membentuk kaum minoritas ini membuat peneliti yakin bahwa, perspektif ini sesuai untuk melihat bahwa media salah satu alat untuk membentuk sebuah pandangan bahwa mayoritas membentuk minoritas jika dilihat dalam objek penelitian ini.

6. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian adalah langkah yang sangat penting karena dapat menentukan berhasil tidaknya sebuah penelitian . ketepatan menggunakan metode penelitian adalah tindakan yang harus dilakukan oleh seorang peneliti jika menginginkan penelitiannya dapat menjawab masalah dan menemukan kebenaran (Hikmat, 2011 : 35).


(52)

30

6.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian dengan jenis kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif (deskriptive research) dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti (Nawawi, 2003:63).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan kata-kata, bukan angka. Dimana data yang dibutuhkan dikelompokkan menjadi data yang lebih spesifik. Menurut Denzin dan Licoln, dalam penelitian kualitatif menyiratkan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji secara ketat atau belum diukur dari sisi kuantitas, jumlah, intensitas, atau frekuensinya (Denzin dan Licoln dalam Juliansyah Noor 2011: 33). Sehingga, Dapat diartikan bahwa penelitian kualitatif sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat ini berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana bentuk-bentuk the self and the other direpresentasikan dalam reality show “Survivor”. Penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis merupakan salah satu analisis yang tepat untuk melihat teks yang membentuk sebuah wacana dan mengaitkannya dengan praktik social cultural yang ada di masyarakat. Selain itu dengan analisis wacana yang merupakan bagian dari metode


(53)

31 penelitian kritis, di dalamnya diterapkan teori sosial kritis, dan analisis wacana juga memiliki karakteristik kritis dalam melihat suatu objek.

6.2Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah program reality show “Survivor” yang tayang di TRANS TV.

6.3Teknik Pengambilan Data

Pengumpulan data merupakan prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Selalu ada hubungan antara metode pengumpulan data dengan masalah penelitian yang ingin di pecahkan (Nazir 1983: 211) . Ada dua cara yang digunakan sebgai teknik pengambilan data dalam peneliti ini, yaitu :

6.3.1 Dokumentasi

Program tayangan reality show yang diteliti akandidokumnetasikan melalui soft file video, lalu soft file video diedit menjadi sebuah gambar yang di potong. Kemudian hasil tersebut, akan diamati dan dijadikan sebuah gambar format jpg sehingga memudahkan penulis dalam meneliti.

6.3.2 Studi Pustaka

Untuk mendapatkan data pendukung, maka data di dapat dari sumber tertulis yaitu studi kepustakaan, baik berupa buku, jurnal, dokumen, laporan, catatan, internet dan sumber tertulis lainya yang berhubungan dengan penelitian ini.


(54)

32

7. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data sebuah penelitian, peneliti dapat melakukan langkah yang tepat dengan melakukan pemilihan metode yang tepat dan pemilihan scene-scene yang menunjukkan the self and the other dalam rality show “Survivor”. Teknik analisis data sendiri adalah merupakan cara untuk mencari dan menyusun secara sistematis hasil dari observasi dan studi pustaka. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pemahaman peneliti akan objek penelitian dan menampilkan hasil penelitian secara sistematis yang nantinya dapat digunakan oleh orang lain sebagai sebuah temuan.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis data berupa analisis wacana kritis atau Critical Discourse Analysis (CDA) Norman Fairclough. Analisis wacana kritis melihat wacana atau pemakaian bahasa dalam tuturan dan tulisan sebagai bentuk dari praktik sosial. Wacana dalam konsep dapat diartikan oleh peneliti denga melihat sebuah wacana dari issue atau fenomena dan lingkungan, sedangkan wacana dalam teori dapat diartikan dengan melihat dari bahasa, dan simbol-simbol atau tanda.

Menggambarkan wacana dalam representasi teks media sebagai bentuk dari praktik sosial yang menyebabkan sebuah hubungan diantara peristiwa diskursif tertentu dengan situasi, institusi, dan struktur sosial yang membentuknya. Sehingga representasi dalam teks media dapat dikatakan berfungsi secara ideologi, sepanjang mereka berperan untuk


(55)

33 memproduksi relasi sosial dan eksploitasi (Fairclough dalam Burton, 2011:285). Analisis kritis bertujuan mengungkap peran dari praktik kewacanaan terhadap sebuah wacana yang terutama sekali bagi peneliti dapat mempelajari bagaimana sebuah kekuasaan dapat disalahgunakan, atau bagaimana dominasi serta ketidakadilan dijalankan dan diproduksi melalui teks dalam sebuah media. Fungsi analisis wacana kritis bagi masyarakat yaitu memberikan kesadaran nyata atas peran media. Karena, masyarakat atau setiap manusia berhak untuk merefleksikan sesuatu berdasarkan pemikiran logis yang dapat di terima oleh akal sehat. Oleh sebab itu, pendekatan analisis wacana kritis memihak pada kelompok-kelompok sosial yang tertindas (Marianne dan Louise, 2007:120).

Untuk meneliti penelitian dengan analisis wacana kritis atau Critical Discourse Analysis (CDA) peneliti bisa mengidentifikasi dan melihat karakteristik analisis wacana kritis dengan Memberi perhatian pada masalah-masalah sosial terutama pada isu the self and the other dalam reality show “Survivor” dalam penelitian ini. Peneliti bisa melihat bahwa wacana bisa sebuah kekuasaan yang berperan dalam pembentukan masyarakat dan budaya. Dari kekuasaan tersebut bisa dipercaya bahwa wacana berperan dalam membangun ideologi, dan wacana sendiri bersifat historis. Analisis wacana bisa juga untuk memediasikan hubungan antara teks dalam penelitian dan masyarakat sosial bahwa wacana merupakan suatu bentuk aksi sosial.


(56)

34 Ada beberapa karakteristik penting yang perlu peneliti ketahui dalam analisis wacana kritis menurut Teun A Van Dijk dan Norman Fairclough (dalam Eriyanto, 2001: 8-14) yaitu :

7.1Tindakan

Wacana dipahami sebagai sebuah tindakan (action). Dengan pemahaman semacam ini mengasosiasikan wacana sebagai bentuk interaksi. Konsekuensinya, wacana di pandang sebagai sesuatu yang bertujuan untuk mempengaruhi, mendebat, membujuk, menyanggah, bereaksi, dan sebagainya. Selain itu wacana juga dipahami sebagai sesuatu yang diekspresikan secara sadar, terkontrol, bukan sesuatu yang di luar kendali atau diekspresikan di luar kesadaran.

7.2Konteks

Analisa wacana kritis memperhatikan konteks dari wacana seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi. Ada beberapa konteks yang penting karena berpengaruh terhadap wacana. Pertama, partisipan wacana, latar siapa yang memproduksi wacana. Jenis kelamin, umur, pendidikan, kelas sosial, etnis, agama, dalam banyak hal relevan dalam menggambarkan wacana.

Kedua, setting sosial tertentu, seperti tempat waktu, posisi pembicara dan pendengar, atau lingkungan fisik. Oleh karena itu, wacana dipahami dan ditafsirkan dari kondisi dan lingkungan sosial yang mendasarinya.


(57)

35

7.3Historis

Menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, yang berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat di mengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana kedalam konteks historis tertentu.

7.4Kekuasaan

Analisis wacana juga mempertimbangkan elemen kekuasaan (power) dalam analisisnya. Setiap wacana yang mundul, dalam bentuk teks, percakapan atau apapun, tidak di pandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar dan netral tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Kekuasaan yang dimaksud bisa berbentuk kontrol. Bentuk kontrol terhadap wacana tersebut bisa bermacam-macam, bisa berupa atas kontrol atas konteks, dan bisa juga dalam bentuk mengontrol struktur wacana.

7.5Ideologi

Ideologi juga konsep yang sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi. Teori – teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.


(58)

36 Setelah peneliti mengidentifikasi karakteristik analisis wacana kritis dalam penelitian ini, peneliti bisa memahami bahwa wacana dalam perspektif Fairclough yakni wacana memberikan andil dalam mengkonstruksi identitas sosial dan wacana membantu mengkonstruksi relasi sosial di antara orang-orang. Bahkan sebuah wacana bisa memberikan konstribusi dalam mengkonstruksi sistem pengetahuan dan kepercayaan. Bahkan praktik wacana juga bisa menampilkan efek ideologi yang dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak imbang antara kelas sosial, kelompok mayoritas dan minoritas, penguasa dan rakyat melalui mana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang di tampilkan.

Fairclough membagi analisis wacana dalam tiga dimensi yaitu teks, discourse practice dan sociocultural practice. Dimensi teks dianalisis dari ketiga unsur yaitu representasi, relasi dan identitas. Dimensi discourse practice, merupakan dimensi yang berhubungan dengan proses produksi dan konsumsi teks. Dan dimensi sociocultural practice, merupakan dimensi yang berhubungan dengan konteks di luar teks (Eriyanto, 2006: 286-288).

Dalam hal ini dapat dilihat oleh peneliti bahwa analisis wacana kritis model Fairclough disebut dengan model perubahan sosial (social change), yaitu mengitegrasikan secara bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik, pemahaman sosial politik terhadap


(1)

147 dan orang desa”. Sehingga dapat dibayangkan media bisa membentuk bahkan bisa memaksakan sudut pandangnya yang memang tidak selalu dilakukan secara sengaja, tetapi hasilnya tetap sama. Dalam artian apa yang dihadirkan media, sudah pasti khalayak melihat atau menganggap kota dan desa itu seperti apa yang dihadirkan media.

2. Saran

Penelitian analisis wacana kritis dalam tayangan reality show “survivor” yang sudah peneliti tulis diharapkan dapat menambah variasi kajian yang ada dalam ilmu komunikasi, khususnya pada penelitian yang menggunakan pendekatan analisis wacana kritis. Pendekatan ini hanya memberi pemahaman yang lebih luas dari segi teks, produksi teks, konsumsi teks dan sosiokultural dalam tayangan reality show “Survivor”. Penelitian seperti ini dapat dikaji dari aspek yang berbeda dengan menggunakan metode analisis lain yang bisa mengeksplorasi penelitian yang maksimal demi tercapainya tujuan penelitian. Respon dari penonton tidak bisa dilihat menggunakan teknik analisis wacana, penelitian resepsi atau analisis resepsi sebagai teknik analisis yang berbeda bisa digunakan untuk mengetahui bagaimana respon penonton mengenai tayangan reality show yang ada di Indonesia.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Storey, John. 2010. Cultural Studies Dan Kajian Budaya Pop. Yogyakarta: Jalasutra. Danesi, Marcel. 2010. Pesan, Tanda, Dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai

Semiotika Dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

Mulyana, Daddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT.Remaja Rosdakarya.

Burton, Graeme. 2011. Membincangkan Televisi: Sebuah Pengantar Kajian Televisi. Yogyakarta: Jalasutra.

Bungin, Burhan. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, paradigma, dan Discourse Teknologi Komunikasi Di Masyarakat). Jakarta: Kencana Prenada Group. Hikmat, Mahi, M. 2011. Metode Penelitian: Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan

Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Bungin, Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan dan Perempuan. Jakarta: PT. Kompas Media Group.

Noviani, Ratna. 2002. Jalan Tengah Memahami Iklan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Danesi, Marcel. 2010. Pengantar Memahami Semiotika Media. Yogyakarta: Jalasutra. Sobur, Alex. 2015. Analisis Text Media “Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana,

Analisis Semiotik, Dan Analisis Framing. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. Hadari, Nawawi. 2003. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : Gajah Mada. Eriyanto. 2011. Analisis Wacana “Pengantar Analisis Teks Media”. Yogyakarta:

LKis.

Agung dkk, 2013. Kapitalisme Media “Ekonomi Politik Berita Dan Diskursus Televisi. Yogyakarta : Aura Pustaka.


(3)

Noor, Juliansyah.2011. Metodelogi Penelitian: Skripsi Thesis Disertasi dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Jorgensen, W. Marianne Dan Phillips, J. Louise. 2007. Analisis Wacana “Teori Dan Metode”. Terj. Imam Suyitno, Lilik Suyitno, Suwarna. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

M, Nazir. 1983. Metode Penelitian. Yogyakarta: Ghalia Indonesia.

Hall, Stuart.1997. Representation: Cultural Representation and signifying Practices. Tilaar, H.A.R.2004. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.

Sukmono, G.Filosa Dan Junaidi Fajar. 2014. Komunikasi Multikultur “Melihat Multikulturalisme Dalam Genggaman Media”. Yogyakarta: Buku Litera Yogyakarta.

Morissan. 2008. Jurnalistik Televisi Mutakhir. Jakarta: Kencana.

Ardianto, Elvinaro Dan Erdiana, Komala Lukiati.2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Devereux, Eoin. 2003.Understanding The Media. London: Sage Publications.

Kuswandi, Wawan. 1996. Komunikasi Massa (Sebuah Analisis Isimedia Televisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Danesi, Marcel.2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra.

Gabriella, dkk. Konsumsi dan Negosiasi Penonton (Bunga Rampai Penelitian Khalayak 2). Yogyakarta: Rumah Sinema.

Effendy, Uchjana Onong. 2000. Dinamika Komunikasi, Cet-4. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fairclough, Norman. 1995. Media Discourse. Newyork: St Martin’s Press

Morissan. 2013. Teori Komunikasi “Individu Hingga Massa”.Jakarta: Prenadamedia Group.


(4)

Yasyin, Sulchan. 2002. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Adis.

Said, Edward W. 2010. Orientalisme : Menggugat Hegemoni Barat dan Mendudukkan Timur sebagai Subjek. Terj: Achmad Fawaiz. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Parekh, Bikhu. 2008. RethingkingMulticulturalism: Keberagaman Budaya dan Teori Politik. Yogyakarta: Kansius.

Nurudin. 2004. Komunikasi Massa. Malang: Cespur.

Eriyanto. 2011. Analisis Isi, Pengantar Metodologi untuk Penelitian Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Yogyakarta: LKis.

Eriyanto. 2006. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKis. Mulyana, Deddy.2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Darma Aliah, Yoce. 2009. Analisis Wacana Kritis. Bandung: Yrama Widya.

Halim, Syaiful.2013. Postkomodifikasi Media “Analisis Media Televisi Dengan Teori Kritis Dan Cultural Studies”.Yogyakarta: Jalasutra.


(5)

SKRIPSI DAN JURNAL

Suparlan, Parsudi. 2002. ANTROPOLOGI INDONESIAke-3: ‘Membangun Kembali “Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika”: Menuju masyarakat Multikultural’. Bali: Universitas Udayana Denpasar.

Lukitasari,Viya.2016. Analisis Wacana Gender dalam Program ‘’Mamah dan Aa Beraksi’’ . Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Fadilah, Nurul. Fathimah.2015. Representasi Perempuan Dalam Video Klip Girlband Korea (Analisis Semiotik Video Klip I’m The Best Dari Girlband 2NEI). Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Nurhasanah, Nina.2014. Pengaruh Bahasa Gaul Terhadap Bahasa Indonesia. Vol 11 No 1. Jakarta: Universitas EsaUnggul.

Ginting, Albina Br.2012. Kontribusi Usahatani Padi Dan Usaha Sapi Potong Terhadap Pendapatan Keluarga Petani Di Kecamatan Purwodadi Kabupaten Grobogan. Semarang: Masters Thesis, Program Pascasarjana Universitas Dipenogoro.


(6)

WEBSITE

 http://www.kabarindonesia.com/beritaprint.php?id=20070629171218, diakses pada 2 April 2016, 00.16 WIB

 https://etnobudaya.net/2009/07/24/keragaman-budaya-indonesia/ diakses pada 7 Juni 2014, 00.38 WIB

 www.panasonicgobelawards.com/nominee-text/153-panasonic-gobel-awards-ke-7 diakses pada Rabu, 23 Juni 01:27 WIB

 http://www.goldbank.co.id/channel/laput/perbankan/salim.html diakses pada 15 Juni 2014, 02.15 WIB

 www.forbes.com/lists/2010/10/billionaires-2010_Chairul-Tanjung_3BJC.html diakses 20 Juni 2016 pukul 02.36 WIB

 https://hype.idntimes.com/entertainment/wina/meski-sekarang-sukses-11-artis-ini-dulu-pernah-susah diakses pada tanggal 15 September 2016, pada pukul 01.35 WIB  http://www.selebupdate.com/harga-barang-artis/30134 diakses pada 2 oktober 2016,


Dokumen yang terkait

Tayangan Variety Show Cinta Juga Kuya Dan Minat Menonton (Studi Korelasional Pengaruh Tayangan Variety Show Cinta Juga Kuya di SCTV terhadap Minat Menonton di Kalangan Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU)

0 38 116

Media Literacy Dan Tayangan Reality Show (Studi Korelasional Tentang Pengaruh Media Lietracy Terhadap Pemilihan Tayangan Termehek-Mehek Di Trans TV Pada Siswa SMP Santo Thomas 1 Medan)

5 93 144

REPRESENTASI STATUS SOSIAL MASYARAKAT DALAM TAYANGAN REALITY SHOW "JIKA AKU MENJADI"

0 2 129

Kemiskinan Dalam Tayangan Charity Reality Show Di Indonesia.

0 0 2

Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 Di Rcti)

0 0 14

Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 Di Rcti)

0 1 2

Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 Di Rcti)

0 0 13

Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 Di Rcti)

0 0 42

Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show (Analisis Wacana Kritis Tentang Wacana Persaingan Dalam Tayangan Reality Show Master Chef Indonesia Session 3 Di Rcti)

0 0 3

HUBUNGAN TERPAAN TAYANGAN REALITY SHOW PANGGUNG IMPIAN DI TRANSTV TERHADAP MOTIVASI KERJA MASYARAKAT SURABAYA SKRIPSI

0 1 12