PENGARUH PERSEPSI PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, KONDISI KEUANGAN, DAN KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013. (STUDI KASUS ATAS WAJIB PAJAK PEMILIK UKM PADA KPP PR

(1)

(Studi Kasus atas Wajib Pajak Pemilik UKM pada KPP Pratama Cirebon) THE EFFECT OF PERCEPTIONS OF KNOWLEDGE AND

UNDERSTANDING, SOCIALIZATION OF TAXATION, FINANCIAL CONDITION, AND TAX SANCTION ENFORMENT ON TAXPAYER COMPLIANCE UNDER GOVERNMENT REGULATION NO. 46 YEAR

2013.

(Case Study on Taxpayer Own SMEs in KPP Pratama Cirebon)

Oleh :

MUTIA NURVITA 20120420148

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

PENGARUH PERSEPSI PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, KONDISI KEUANGAN, DAN KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 46

TAHUN 2013.

(Studi Kasus atas Wajib Pajak Pemilik UKM pada KPP Pratama Cirebon) THE EFFECT OF PERCEPTIONS OF KNOWLEDGE AND

UNDERSTANDING, SOCIALIZATION OF TAXATION, FINANCIAL CONDITION, AND TAX SANCTION ENFORMENT ON TAXPAYER COMPLIANCE UNDER GOVERNMENT REGULATION NO. 46 YEAR

2013.

(Case Study on Taxpayer Own SMEs in KPP Pratama Cirebon) SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh :

MUTIA NURVITA 20120420148

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

iv Nama : Mutia Nurvita Nomor Mahasiswa : 20120420148

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “PENGARUH PERSEPSI PENGETAHUAN DAN PEMAHAMAN, SOSIALISASI PERPAJAKAN, KONDISI KEUANGAN, DAN KETEGASAN SANKSI PERPAJAKAN

TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK BERDASARKAN

PERATURAN PEMERINTAH NO. 46 TAHUN 2013 (Studi Kasus atas Wajib Pajak Pemilik UKM pada KPP Pratama Cirebon)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 17 Juli 2016


(4)

v

MOTTO

“Barang siapa yang keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah”

(HR. Turmudzi)

“Janganlah membanggakan dan menyombongkan diri apa-apa yang kita peroleh, turut dan ikutilah ilmu padi makin berisi makin tunduk dan

semakin bersyukur kepada yang menciptakan kita Allah SWT” (HR. Thabrani)

“Ridho Allah berada pada ridho kedua orang tuanya, dan murka Allah (akibat) murka kedua orang tuanya. “

(HR. At-Tarmizi)

“Saya meminta sesuatu kepada Allah. Jika Allah memberinya padaku saya gembira sekali saja, namun jika Allah tidak memberinya padaku saya gembira sepuluh kali lipat. Sebab, Yang pertama itu pilihanku sedangkan

yang kedua itu pilihan Allah” (Ali Bin Abi Thalib)

“Waktu itu adalah pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya menggunakan untuk memotong, ia akan memotongmu (mengilasmu)”


(5)

vi

hidayah-Nya serta kemudahan dalam mengerjakan tugas akhir ini. Dan selawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW.

Terima kasih kepada kedua orang tuaku, Bapak, Mama yang telah membesarkan dengan sepenuh hati dan telah memberikan cinta dan kasih sayang maupun pengorbanan yang

tak terhingga. Kepada kakakku tersayang, kak santi, bang adek dan ponakanku yang kusayangi Aldy dan Nayla terima kasih telah memberikan motivasi, semangat dan

Do’anya.

Terima kasih untuk bang Mulya Debby S.E yang selalu memberikan motivasi, saran dan semangat ketika saya mengeluh dan terima kasih juga atas do’anya.

Terima kasih untuk keluarga besarku, adikku Mita, bang Amar dan adik sepupuku sebagai calon Ibu dokter dan Sarjana: Putri, Lia, Wina, Tia, Laras, Linda yang memberikan

semangat dan do’anya.

Terima kasih kepada dosen pembimbing Bpk Afrizal Tahar, Drs., SH., M.Acc, Ak.,CA yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Terima kasih untuk bapak/ibu kos, Bpk Ir.Hardjoko dan Ibu Ning yang telah memberi arahan dan saran dalam mengerjakan skripsi ini.

Terima kasih untuk sahabat terbaikku Riza Hasanah S.E dan Arifanda Ilfa S.Farm yang setia menemani selama tinggal di Yogyakarta, senang maupun duka selalu kita hadapi

bersama. Keinginan kita bersama telah tercapai yaitu wisuda bareng. Terima kasih untuk sahabat kecilku, Nadia shofiana, Andriana, Fajhruchie, Nela, Riri,

Echa, Oki, Runny, Tia Nov, Fahmi, Kiki, Una, Putri. Untuk Nela terima kasih telah berpartisipasi menemaniku dalam menyebarkan kuesioner.


(6)

vii

Terima kasih untuk sahabat-sahabatku Ulfe, teteh Dhita, Dika, Icha, Nadia V, Raba(Oci), Dian E, Firly, Ade P, Baim, bang Rizki, bang bolex, bang Ijun, bang Ade, bang Uun, Trias, Mairiska P, Dimas yang telah memberikan support. Buat Trinianti M.Ulfa, S.E (Ulfe) terima

kasih udah mau berjuang bareng mendapatkan gelar SE ini.

Terima kasih untuk teman KKN 23, Nury, Wike, Iqbal, bang Faris, Diah, Ela, Dita, Baiq, Aris, Yuda. Untuk Nury terima kasih telah membantu ketika adanya kesulitan dalam skripsi

ini.

Terima kasih atas do’a dan dukungan dari teman-teman organisasi KAMA Abdya. Terima kasih untuk teman-teman Akuntansi tahun akademik 2012. Semoga kita semua


(7)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian... 10

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 11

E. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

A. Landasan Teori ... 14

1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior) ... 14

2. Teori Atribusi ... 15

3. Teori Persepsi ... 17

4. Pajak ... 20

5. Kriteria Usaha dan Menengah (UKM) dan Kebijakannya ... 28

6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pajak UMKM . 34 7. Kepatuhan Pajak... 40


(8)

xiii

8. Pengetahuan dan Pemahaman tentang Peraturan Perpajakan . 46

9. Sosialisasi Perpajakan ... 48

10. Kondisi Keuangan ... 52

11. Ketegasan Sanksi Perpajakan ... 55

B. Hasil Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis ... 58

C. Model Penelitian ... 64

BAB III METODE PENELITIAN... 65

A. Obyek dan Subyek Penelitian ... 65

B. Jenis Data ... 65

C. Teknik Pengambilan Sampel... 65

D. Teknik Pengumpulan Data ... 67

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 68

F. Uji Statistik Deskriptif ... 72

G. Uji Kualitas Data ... 72

1. Uji Validitas ... 72

2. Uji Reliabilitas ... 73

H. Uji Asumsi Klasik ... 73

1. Uji Normalitas ... 74

2. Uji Multikolinearitas ... 74

3. Uji Heteroskedastisitas ... 74

I. Uji Hipotesis ... 75

1. Regresi Berganda ... 75

2. Koefisien Determinasi (Uji R2) ... 76

3. Uji F (Uji Statistik Simultan) ... 77

4. Uji Nilai t ... 77

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian ... 78

1. Karakteristik Responden ... 79

a. Deskripsi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79

b. Deskripsi Responden Berdasarkan Usia ... 80

c. Deskripsi Responden Berdasarkan Pendidikan ... 81

d. Deskripsi Responden Berdasarkan Lama Mendirikan Usaha ... 82

e. Deskripsi Responden Berdasarkan Sosialisasi ... 83

B. Statistik Deskriptif ... 84

C. Uji Kualitas dan Instrumen Data ... 84

1. Uji Validitas ... 84


(9)

xiv

1. Pengujian Hasil Regresi Berganda ... 89

2. Koefisien Determinasi (R2) ... 90

3. Uji F (Uji Statistik Simultan) ... 91

4. Uji nilai t (Uji Parsial) ... 92

F. Pembahasan ... 94

BAB V PENUTUP ... 98

A. Simpulan ... 98

B. Implikasi ... 99

C. Keterbatasan dan Saran Penelitian Lanjutan ... 99 DAFTAR PUSTAKA


(10)

xv

DAFTAR TABEL

1.1 Jumlah Unit Usaha di Indonesia ... 3

2.1 Kriteria UMKM berdasarkan UU No.20 Tahun 2008 ... 30

3.1 Bobot Nilai Jawaban Kuesioner Berdasarkan Skala Likert ... 68

4.1 Analisis Pengembalian Kuesioner... 78

4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif ... 84

4.3 Hasil Uji Validitas ... 85

4.4 Hasil Uji Reliabilitas... 86

4.5 Hasil Uji Normalitas ... 87

4.6 Hasil Uji Multikolinearitas ... 88

4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 89

4.8 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) ... 90

4.9 Hasil Uji Uji F(Uji Statistik Simultan) ... 91

4.10 Hasil Uji t (Uji Parsial) ... 92


(11)

xvi

4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 79

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 80

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ... 81

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Mendirikan Usaha ... 82


(12)

(13)

(14)

ix

ABSTRACT

This study aimed to analyze the effect perceptions of tax knowledge and understanding, socialization of taxation, financial condition, and tax sanction firmness on taxpayer complianceunder government regulation no. 46 year 2013 in Cirebon. The population used in this study was taxpayer of SMEs are registered in the Tax Office Pratama Cirebon, while the samples used in the study are 73 respondents with non probality method with technique aims (purposive sampling), the respondents criteria are taxpayer as SMEs sector with a turnover of not more than Rp. 4.8 billion,- in tax year. Testing the hypothesis in this study is done by using the SPPS by means of multiple linear regression analysis.

Based on the analysis that has been done shows that the knowledge and understanding, and tax sanction firmness variable had not effect to tax compliance, while socialization of taxation variable and financial condition variable results showed that the socialization of taxation and financial condition has a positive influence on tax compliace.

Keywords: knowledge and understanding, socialization of taxation, financial condition, tax sanction firmness, tax compliance, Small and Medium Enterprises, Government Regulation No.46 year 2013


(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia sebagai negara berkembang yang tidak henti-hentinya melakukan pembangunan di segala bidang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, seperti memberikan pelayanan kepada masyarakat, adanya penegakan hukum yang adil serta memelihara keamanan dan ketertiban negara. Upaya untuk memenuhi pembangunan negara maka dibutuhkan adanya penerimaan negara, berfungsi untuk memenuhi kepentingan negara guna menciptakan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan Dewan Perwakilan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didalamnya terdapat penerimaan negara. Sumber utama penerimaan negara yaitu pada bagian sektor pajak (Ananda, dkk, 2015).

Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada negara (iuran berupa uang bukan barang) berdasarkan undang-undang dengan tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara secara langsung dapat ditunjuk yang di gunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran bagi masyarakat luas (Mardiasmo, 2013:1). Hal ini tertuang dalam APBN yang membuktikan bahwa penerimaan pajak merupakan penerimaan terbesar negara Indonesia. Dilihat dari perbandingan peranan


(16)

2

pajak terhadap APBN dari tahun 2012 hingga 2014 adalah pada tahun 2012 jumlah penerimaan pajak sebesar 980.518,1 (dalam miliaran rupiah) dengan persentase pajak APBN 73,6%. Pada tahun 2013 jumlah penerimaan pajak sebesar 1.007.306,7 (dalam miliaran rupiah) dengan persentase pajak APBN sebesar 75,2% dan pada tahun 2014 nilai penerimaan pajak sebesar 1.246.107,0 (dalam miliaran rupiah) dan nilai persentase pajak APBN sebesar 76,3%, maka dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan dalam penerimaan pajak setiap tahunnya (Kementrian Keuangan Republik Indonesia tahun 2015).

Penerimaan pajak dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan tetapi tidak diimbangi dengan nilai tax ratio yang rendah. Tax ratio merupakan mengukur perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dengan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Rasio ini bertujuan untuk menilai tingkat kepatuhan pembayaran pajak oleh masyarakat dalam suatu negara. Indonesia memiliki tax ratio tergolong rendah dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara. Pada tahun 2012, negara Filipina nilai tax ratio sebesar 12 persen, Malaysia 16 persen, dan Singapura sebesar 22 persen. Perbandingan dengan negara Indonesia pada tahun 2012 hanya mendapatkan nilai tax ratio sebesar 11,90% dan pada tahun 2014 hanya mencapai 12,38% (Kementrian Keuangan Republik Indonesia tahun 2015).

Kondisi ini dirasa tidak relavan dengan perkembangan di Indonesia. Terutama pada perkembangan di bidang usaha yang setiap


(17)

tahunnya mengalami peningkatan. Jumlah unit usaha di Indonesia dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Unit Usaha di Indonesia

Tahun UMKM (%)

2010 53.823.732

2011 55.206.444

2012 56.544.592

2013 57.895.721

Sumber : Kementrian dan Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Republik Indonesia dan Badan Pusat Statistik (2014). Berdasarkan data yang tersaji diketahui, bahwa unit usaha kecil dan menengah dari tahun 2010 hingga 2013 mengalami peningkatan. Berdasarkan data total PDB sekitar 57,94% yang berasal dari sektor UKM, namun kontribusinya terhadap penerimaan negara dari pajak tergolong kecil sebesar 7% (Ameidyo, 2013).

Penerimaan pajak yang rendah dikarenakan adanya berbagai kebocoran. Salah satu kebocoran penerimaan negara adalah tidak semua penghasilan yang diperoleh dari kegiatan perekonomian yang berlangsung di suatu negara dilaporkan. Misalnya saja usaha-usaha yang tidak melalui prosedur pendaftaran resmi (contohnya usaha kecil), laba perusahaan resmi tetapi tidak dilaporkan, dan penghasilan yang diperoleh dari kegiatan melanggar hukum (perdagangan obat terlarang, pelacuran, dan lain sebagainya) (Prasetyo, 2014).


(18)

4

UKM atau sering disebut dengan Usaha Kecil dan Menengah merupakan unit usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun keluarga yang mayoritas pelaku bisnis Indonesia. Bagi negara sektor UKM mempunyai peran yang sangat besar, dikarenakan persentase Usaha Kecil dan Menengah (UKM) cukup besar dibandingkan dengan Usaha Besar adalah 99,99% dan 0,01%. Oleh karena itu, Dirjen Pajak pada tahun 2013 membuat peraturan khusus untuk para UKM di Indonesia yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 yang dikeluarkan pada tanggal 26 juni 2013 dan mulai berlaku pada tanggal 1 juli 2013. Menurut Menteri Keuangan alasan utama mengeluarkan peraturan tersebut yaitu bermaksud untuk meningkatkan status Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menjadi sektor formal sehiingga lebih mudah memperoleh akses keuangan, permodalan maupun kredit perbankan.

Secara umum, ada empat permasalahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang menjadikan alasan pemerintah mengeluarkan PP No.46 tahun 2013 yaitu:

1. Akses permodalan. Bank dan lembaga keuangan melihat bahwa UKM sangat berpotensi untuk dikembangkan, namun memiliki kendala dalam menyalurkan kredit usaha. Bank bisa menyediakan modal, tetapi bank terhalang prinsip prudent

penyaluran kredit, yaitu pada umumnya pelaku UKM tidak

bankable karena tidak memiliki aset legal dan memadai untuk dijaminkan ke bank. Dengan tujuan untuk menutupi resiko


(19)

kredit macet, dengan cara bank meminta bunga tinggi ke peminjam UKM, jauh melebihi bunga pinjaman komersial ke nasabah yang memiliki jaminan.

2. Akses pemasaran. Dengan adanya keterbatasan jaringan menyebabkan pelaku UKM belum sepenuhnya mengakses pasar. Akses pemasaran produk UKM lebih banyak ditentukan oleh pedagang perantara dan badan usaha penampung seperti sektor swasta dan lembaga pemerintah yang mengurusi UKM. 3. Manajemen keuangan perusahaan. Manajemen keuangan UKM

belum tertata rapi antara biaya dan pemasukan.

4. UKM berfokus pada multibisnis. Pada kenyataannya, kondisi pelaku UKM memiliki banyak usaha yang sama-sama berkontribusi ke pendapatan UKM. Skala bisnis UKM bisa menambah ke berbagai sektor yang tidak berkaitan, sehingga untuk menentukan KLU (Kode Lapangan Usaha) suatu UKM agak sulit jika tidak ada satu sektor yang dominan. Pelaku UKM seperti toko makanan tentu berbeda margin usahanya dengan toko bangunan (Saryana, 2012).

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (bersifat final) tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan ini sangat mendukung para Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dalam membayar pajak, dengan tarif 1% dari omset tidak lebih dari Rp.4,8 milyar


(20)

6

pertahun. PP No 46 tahun 2013 menjelaskan bahwa ada golongan pengusaha kecil yang tidak kena pajak final antara lain pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar dan sejenisnya. Sasaran dalam PP No.46 Tahun 2013 adalah para pelaku UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang memenuhi persyaratan sebagai subjek pajak. Peraturan pemerintah ini dibuat dengan tujuan untuk mempermudah dalam menghitung dan melaporkan kewajiban perpajakannya dan agar dapat meningkatkan pendapatan pajak negara.

Peraturan UU No.28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 yang mengatur tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dengan cara menerapkan sistem pemungutan yaitu self assessment system, Wajib Pajak dipercaya untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang dimana Wajib Pajak aktif dalam menghitung sendiri, menyetorkan, dan melaporkan kewajiban perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak. Oleh sebab itu diharapkan pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) harus memiliki kesadaran terhadap pemenuhan kewajibannya dengan mematuhi peraturan PP No.46 Tahun 2013.

Kepatuhan pajak merupakan salah satu kendalan yang dapat menghambat keefektifan pengumpulan pajak. Kepatuhan pajak adalah


(21)

kemampuan dan kemauan dari pembayar pajak untuk mematuhi undang-undang pajak dalam rangka untuk mencapai pembangunan ekonomi (Oladipupo and Uyighosa, 2016). Rendahnya tingkat kepatuhan pajak sangat ironis jika dibandingkan dengan tingginya tingkat pertumbuhan unit usaha di Indonesia, sehingga dapat menimbulkan penurunan pendapatan negara.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak adalah pengetahuan dan pemahaman perpajakan. Dengan adanya pengetahuan dan Pemahaman yang tinggi maka kepatuhan dalam membayar pajak akan meningkat. Bagi Wajib Pajak yang telah menyadari pentingnya pajak untuk pembangunan negara secara langsung berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan pembangunan yang hakekatnya akan bermanfaat pada masyarakat dalam bentuk sarana dan prasarana yang menunjang kesejahteraan masyarakat. (Linting, 2012).

Sosialisasi perpajakan juga menjadi salah satu faktor kepatuhan perpajakan. Dengan adanya sosialisasi perpajakan berarti Wajib Pajak akan lebih mengetahui mengenai peraturan dan tata cara perpajakan sehingga pengetahuan Wajib Pajak akan bertambah. Pengetahuan Wajib Pajak yang mengandung aspek positif dapat menciptakan persepsi positif dengan begitu Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya (Suryaning, 2015).


(22)

8

Kondisi Keuangan juga menjadi faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak. Kondisi keuangan adalah gambaran keadaan pertumbuhan usaha. terdapat kemungkinan adanya Wajib Pajak UKM yang tidak patuh karena mengalami kesulitan likuidasi sehingga Wajib Pajak UKM berusaha untuk mempertahankan arus kasnya (Permatasari, 2015). Sebagai contoh jika seseorang pemilik bisnis memiliki kewajiban pajak yang dapat dengan mudah dibayar, maka ia akan bersedia mematuhinya. Namun jika kewajibannya besar, berpotensi mengancam kelangsungan hidup bisnis, ia akan menghindari membayar atau akan mencoba untuk menyesuaikan data yang dilaporkan sehingga dikenakan lebih kecil kewajiban perpajakannya (Maghocu and Jairus, 2013).

Ketegasan sanksi perpajakan juga mempengaruhi tingkat kepatuhan Wajib Pajak, sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma perpajakan. Pada umumnya masyarakat akan mematuhi suatu peraturan jika didalamnya terdapat sanksi-sanksi yang akan dikenakan jika tidak mematuhi peraturan tersebut. Namun sebaiknya sanksi pajak perlu ditegaskan secara maksimal agar Wajib Pajak patuh membayarkan pajaknya. Jika sanksi pajak ditegakkan secara benar maka para Wajib Pajak akan membayarkan pajaknya secara patuh agar tidak terkena sanksinya (Hasanah dkk, 2014).

Upaya menumbuhkan kesadaran Wajib Pajak untuk membayar pajak tentunya membutuhkan upaya persuasif manusiawi terhadap pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yaitu dengan cara menjaga


(23)

keberlanjutan usaha sektor UKM khususnya di Kota Cirebon. Kota ini dikenal sebagai kota tujuan wisata dan kuliner, dengan adanya ciri khas batik trusmi beserta kerajinan rotan, maka kota cirebon terus melakukan berbagai inovasi dan pengembangan tempat wisata guna meningkatkan volume pengunjung baik lokal maupun turis asing. Cirebon juga memiliki potensi pajak yang sangat tinggi (Cirebonradio, 2016). Kondisi ini tentunya diperlukan upaya untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak pelaku usaha di sektor UKM dengan memberikan pemahaman yang benar tentang peraturan perpajakan, sehingga dapat merubah mainstream

berpikir pelaku usaha dalam kaitannya dengan perpajakan.

Berdasarkan dari uraian pembahasan dan permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kepatuhan Wajib Pajak di sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang berjudul “Pengaruh Persepsi Pengetahuan dan Pemahaman, Sosialisasi Perpajakan, Kondisi Keuangan, dan Ketegasan Sanksi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013, Di Kota Cirebon". Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian sebelumnya.

Penelitian ini melakukan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Linting, (2012). Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menambah variabel independen sosialisasi pajak, telah menerapkan adanya peraturan pemerintah No. 46 tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh


(24)

10

Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dan dilakukan studi kasus pada Pelaku usaha UKM di kota Cirebon. Sedangkan penelitian sebelumnya dilakukan studi kasus pada UKM SMESCO MT.Haryono, Depok.

Penelitian ini juga melakukan penggantian variabel dependen, dimana penelitian terdahulu menggunakan variabel dependen kemauan pengusaha kecil dan menengah memenuhi kewajiban perpajakan yang digantikan dengan kepatuhan Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM).

B. Batasan Masalah Penelitian

1. Penelitian ini meneliti variabel independen yaitu pengetahuan dan pemahaman, sosialisasi perpajakan, kondisi keuangan, dan ketegasan sanksi perpajakan.

2. Sampel penelitian yang digunakan adalah Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di wilayah kota Cirebon, Jawa Barat.

3. Penelitian ini menggunakan objek penelitian pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang telah mempunyai NPWP yang masih membuka usahanya di kota Cirebon pada tahun 2015.


(25)

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah pengetahuan dan pemahaman berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon?

2. Apakah sosialisasi perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon?

3. Apakah kondisi keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon?

4. Apakah ketegasan sanksi perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji apakah pengetahuan dan pemahaman berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon.


(26)

12

2. Untuk menguji apakah sosialisasi perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon.

3. Untuk menguji apakah kondisi keuangan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon.

4. Untuk menguji ketegasan sanksi perpajakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 berpengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak UKM di Kota Cirebon.

E. Manfaat Penelitian

Ada dua macam manfaat penelitian yang diharapkan dapat digali dalam peneitian ini, yaitu :

1. Manfaat di Bidang Teoritis

Penelitian ini berguna untuk menambah dan memperluas ilmu pengetahuan mengenai faktor-faktor kepatuhan Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013.

2. Manfaat di Bidang Praktis

a. Bagi Praktisi: Penelitian ini berguna Sebagai sumbangan saran, pemikiran dan informasi kepada berbagai pihak terkait tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pengusaha kecil dan menengah


(27)

dalam memenuhi kewajiban perpajakan, khususnya terutama pada sektor UKM.

b. Bagi Akademik: Sebagai asset pustaka yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan akademisi, baik dosen maupun mahasiswa, dan upaya dalam memberikan informasi, pengetahuan dan sebagai proses pembelajaran faktor-faktor kepatuhan Wajib Pajak Usaha Kecil dan Menengah (UKM) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013.

c. Bagi peneliti selanjutnya: Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan untuk menambah pengetahuan khususnya bagi pihak-pihak yang terkait pada masalah yang dibahas untuk diteliti lebih lanjut.


(28)

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Perilaku Terencana (Theory of Planned Behavior)

Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Menurut Azwar (2013) perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks, dimana secara kodratinya terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif yang digunakan untuk mempertahankan kehidupannya. Sedangkan, munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Behavior Beliefs, yaitu keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut, (2) Normative Beliefs, yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut, (3) Control Beliefs, yaitu keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power).

Penelitian tentang kepatuhan pajak telah banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah penelitian Mustikasari (2007). Theory of Planned of Behavior relevan untuk


(29)

menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Motivasi dari dalam diri wajib pajak dapat ditingkatkan dengan adanya sosialisasi perpajakan untuk menambah pengetahuan wajib pajak. Sanksi pajak yang dikenakan juga dapat membuat wajib pajak enggan untuk melanggar peraturan perpajakan, sehingga dapat memaksimalkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya sebagai wajib pajak.

2. Teori Atribusi

Atribusi adalah bagaimana membuat keputusan tentang seseorang atau bisa disebut menjelaskan perilaku seseorang. Menurut Robbins (1996) teori atribusi adalah bila individu-individu mengamati perilaku seseorang, mereka mencoba untuk menentukan apakah perilaku itu ditimbulkan secara internal atau eksternal. Perilaku yang disebabkan secara internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi individu itu sendiri, sedangkan perilaku yang disebabkan secara eksternal adalah perilaku yang dipengaruhi dari luar, artinya individu akan terpaksa berperilaku karena situasi atau lingkungan. Penentuan faktor internal atau eksternal menurut Robbins (1996) tergantung pada tiga faktor yaitu:


(30)

16

a. Kekhususan ( Kesendirian atau Distinctiveness )

Kekhusuan artinya seseorang akan mempersepsikan perilaku individu lain secara berbeda-beda dalam situasi yang berlainan. Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang tidak biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya, jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal.

b. Konsensus

Konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang jika dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk atribusi eksternal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi internal.

c. Konsistensi

Konsistensi yaitu jika seseorang menilai perilaku-perilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebab-sebab internal, dan sebaliknya.

Teori atribusi relavan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam penelitian ini. Kepatuhan Wajib Pajak dapat dikaitkan dengan sikap Wajib Pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang


(31)

untuk membuat penilaian mengenai orang lain sangat dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal orang lain tersebut (Jatmiko, 2006). 3. Teori Persepsi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia persepsi diartikan sebagai tanggapan ( penerimaan ) langsung dari sesuatu, atau merupakan proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya. Hammer dan Organ menyatakan bahwa persepsi adalah “the process by which people organize, interpret, experience, and process cues or material (inputs) received from the external

environment”. Persepsi yang dimaksud oleh Hammer dan Organ

tersebut adalah sebuah proses dimana seseorang mengorganisasi, menginterpretasi, mengalami, dan mengolah isyarat atau materi yang diterima dari lingkungan luar (Indrawijaya, 2010).

Walgito (1997) menjelaskan bahwa persepsi memiliki sifat yang subyektif, yaitu melibatkan tafsiran pribadi pada masingmasing individu, sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa saja yang berasal dari dalam individu atau dengan kata lain faktor psikologis yang mempengaruhi persepsi individu. Faktor tersebut diantaranya adalah: a. Ingatan

Kemampuan mengingat tiap-tiap individu terhadap apa yang pernah dipelajari atau dipersepsikannya akan berbeda, ada yang cepat dan ada yang lambat.


(32)

18

b. Motivasi

Semakin besar motivasi individu terhadap obyek tertentu maka semakin besar pula perhatiannya terhadap obyek tersebut. Hal ini menjadikan obyek tersebut akan semakin jelas dan mudah dipahami atau dipersepsikan oleh individu.

c. Perasaan

Masing-masing individu memiliki tanggapan perasaan yang berbeda dalam menerima rangsangan terhadap suatu obyek, ada yang akan menjadi senang tetapi ada juga yang sebaliknya atau merasa terganggu, dimana hal tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi persepsi seorang terhadap suatu obyek.

d. Berpikir

Cara berpikir seseorang dalam memecahkan suatu masalah berbeda-beda, ada yang berdasarkan logika dan pengertian dan pengertian tetapi ada juga yang hanya dengan coba-coba atau berdasarkan prediksi semata. Cara berpikir yang berbeda tersebut tentu akan mempengaruhi pemahaman seseorang dalam mempersepsikan suatu obyek.

Sedangkan Robbins (1996) menjelaskan bahwa selain faktor dari individu ada juga faktor lain dari luar individu yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu obyek diantaranya adalah :


(33)

a. Faktor obyek

Semakin besar ukuran suatu obyek, maka persepsi individu terhadap obyek tersebut akan semakin jelas dan mudah dipahami. Begitupula jika intensitas obyek yang dipersepsikan semakin sering ditunjukkan, maka obyek tersebut akan sering diperhatikan sehingga akan lebih mudah untuk dipersepsikan. Sedangkan semakin besar suatu obyek dipertentangkan dengan sekitarnya maka obyek tersebut akan semakin menarik untuk diperhatikan. Hal ini juga membuat seseorang menjadi lebih mudah dalam mengemukakan persepsinya.

b. Faktor Situasi

Merupakan suatu kondisi lingkungan dimana individu mempersepsikan suatu obyek tertentu. Kondisi ini bisa berupa hawa panas atau dingin, terang atau gelap, ramai atau sunyi dan sebagainya serta banyaknya waktu yang dipergunakan individu untuk mempersiapkan obyek tersebut.

Walgito (1997) juga menjelaskan beberapa syarat yang harus dipenuhi agar individu dapat membuat persepsi, yaitu:

a. Adanya obyek yang dipersepsikan.

b. Alat indera atau reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus (fisiologis).


(34)

20

4. Pajak

Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan negara dalam menjalankan pemerintahan. Tanpa adanya pajak maka pembangunan negara tidak akan berjalan lancar dikarenakan besarnya pembiayaan yang diperlukan. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH : “pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontrapretasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” (Mardiasmo,2013:1). Adapun pengertian menurut UU No.28 Tahun 2007 menyebutkan pajak adalah kontribusi masyarakat kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang–undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara.

Pajak bertujuan untuk pembiayaan pembangunan di seluruh aspek kehidupan negara. Tanpa adanya pajak, fasilitas yang kita manfaatkan tidak akan berjalan mulus karena besarnya pembiayaan yang diperlukan negara tidak akan bisa ditutupi dengan pinjaman dan bantuan luar negeri. Oleh sebab itu bahwasanya pajak sangat berperan penting dalam pembiayaan pembangunan negara (Suryaning, 2015).


(35)

a. Fungsi Perpajakan

Mardiasmo (2013:1-2) mengatakan bahwa pajak memiliki dua fungsi yaitu fungsi budgetair dan fungsi Regulerend yaitu dapat dijelaskan bahwa:

1) Fungsi Budgetair

Fungsi ini adalah fungsi utama perpajakan dimana dikatakan bahwa pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Fungsi ini dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke kas negara dengan cara sistem pemungutan berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Berdasarkan fungsi inilah pemerintah sebagai pihak yang membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan dalam melakukan upaya pemungutan pajak ke penduduknya. 2) Fungsi Regulerend

Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi mengatur dimana dikatakan pajak adalah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Pajak ini juga dimaksudkan sebagai usaha pemerintah untuk ikut andil dalam hal mengatur dan bilamana perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan dalam sektor swasta.


(36)

22

b. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dikenal tiga sistem pemungutan yaitu Official Assessment System, Self Assesment System dan With Holding System. Mardiasmo (2013:7-8) dalam bukunya menjelaskan sebagai berikut:

1) Official Assessment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Jadi dalam sistem ini Wajib Pajak bersifat pasif sedang fiskus bersifat aktif. Menurut sistem ini utang pajak timbul apabila telah ada ketetapan pajak dari fiskus.

2) Self Assesment System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Jadi dalam sistem ini Wajib Pajak memiliki wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang. Wajib Pajak aktif dalam menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3) With Holding System

Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak


(37)

yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Pihak ketiga yang dimaksud disini antara lain pemberi kerja, dan bendaharawan pemerintah.

Sebagaimana telah diketahui bahwa dengan adanya Reformasi Perpajakan tahun 1983 sistem perpajakan di Indonesia menganut self assessment system yang dimana diartikan bahwa Wajib Pajak harus menghitung, membayar, dan melaporkan jumlah pajak yang terutang. Aparat pajak hanya bertugas melakukan penyuluhan dan pengawasan untuk mengetahui kepatuhan Wajib Pajak. Dengan demikian, jika dihubungkan dengan ajaran timbulnya utang pajak, maka self assesment system sesuai dengan timbulnya utang pajak menurut ajaran materil, artinya utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang yang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Untuk mensukseskan sistem tersebut dibutuhkan beberapa prasyarat dari Wajib Pajak antara lain:

1) Kesadaran Wajib Pajak

2) Kejujuran dan kedisiplinan Wajib Pajak 3) Kemauan membayar pajak dari Wajib Pajak.

Menurut Mardiasmo (2013:8-9) pemungutan pajak memiliki dua pengelompokan hambatan yaitu perlawanan pasif dan perlawanan aktif.


(38)

24

1) Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, disebabkan: a) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat

b) Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

c) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.

2) Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.

Bentuknya antara lain:

a) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

b) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak). c. Wajib Pajak

Pengertian Wajib Pajak menurut undang-undang No 28 tahun 2007 tentang ketentuan umum perpajakan dan tata cara perpajakan yaitu: “Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan pemungutan pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.


(39)

Wajib pajak harus mengetahui kewajibannya dari hak wajib pajak. Adapun kewajiban-kewajiban wajib pajak menurut Mardiasmo (2013:56-57), yaitu:

1) Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP.

2) Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. 3) Menghitung dan membayar sendiri pajak dengan benar.

4) Mengisi dengan benar SPT (SPT diambil sendiri), dan memasukkan ke kantor pelayanan pajak dalam batas waktu yang telah ditentukan.

5) Menyelenggarakan pembukuan/pencatatan. 6) Jika diperiksa wajib:

a) Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib pajak, atau objek yang terutang pajak.

b) Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna memperlancar pemeriksaan.

c) Apabila dalam waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, wajib pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban untuk merahasiakan itu


(40)

26

ditiadakan oleh pemerintah untuk keperluan pemeriksaan.

Adapun hak-hak Wajib Pajak antara lain:

1) Mengajukan surat keberatan dan surat banding. 2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT.

3) Melakukan pembetulan SPT yang telah dimasukkan.

4) Mengajukan permohonan penundaan SPT yang telah dimasukkan.

5) Mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran pembayaran pajak.

6) Mengajukan permohonan perhitungan pajak yang dikenakan dalam Surat Ketetapan Pajak.

7) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak.

8) Mengajukan permohonan penghapusan dan pengurangan sanksi, serta pembetulan surat ketetapan pajak yang salah. 9) Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban

pajaknya.

10) Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak. 11) Mengajukan keberatan dan banding.

Khususnya pada Wajib Pajak pelaku usaha (pengusaha) dibidang UKM (Usaha Kecil dan Menengah). Pengertian pengusaha menurut Mardiasmo (2013:29) adalah Orang Pribadi atau Badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau


(41)

pekerjaanya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean. Dimana dikatakan kewajiban perpajakan pada pelaku usaha khususnya Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah :

1) Pengusaha UKM wajib memiliki NPWP

NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan (Mardiasmo, 2013:25).

2) Pengusaha UKM wajib melaporkan usahanya menjadi Pengusaha Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto lebih dari 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah). Dimana pengertian Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya (Mardiasmo, 2013:29).


(42)

28

5. Kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) dan Kebijakannya a. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah

Usaha Kecil Menengah atau yang sering disebut dengan UKM adalah salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara maupun daerah, begitu juga dengan negara Indonesia. UKM ini juga sangat membantu negara atau pemerintah dalam hal penciptaan lapangan kerja dan unit-unit kerja baru yang menggunakan tenaga kerja baru yang dapat mendukung pendapatan rumah tangga. UKM juga salah satu tulang punggung dalam perekonomian Indonesia. UKM di Indonesia berperan penting bagi perekonomian karena telah menyumbangkan 60% dari PDB dan menampung 97% tenaga kerja (Susilo, 2014).

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998, Usaha Kecil Menengah adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

Menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 definisi UMKM tentang pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah, pengusaha adalah Orang pribadi atau Badan (dalam bentuk apapun) yang kegiatan usaha atau pekerjaannya, dimana dapat berupa: menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha


(43)

perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean.

Menurut Brainyyah and MK Rusydi (2012) Definisi dan kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bervariasi dalam setiap negara tergantung pada kondisi masing-masing negara. Pada prinsipnya, definisi dan kriteria UKM didasarkan pada aspek-aspek berikut: (1) jumlah tenaga kerja, (2) pendapatan, (3) jumlah aset.

Sesuai dengan pengertian Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM):

1) Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2) Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3) Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri

sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang


(44)

30

perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.

Adapun kriteria UMKM Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 adalah:

Tabel 2.1

Kriteria UMKM berdasarkan UU No.20 Tahun 2008

Pelaku Usaha Kekayaan Bersih (Rupiah) Hasil Penjualan Tahunan (Rupiah) Usaha Mikro Sampai dengan

50.000.000

Sampai dengan 300.000.000 Usaha Kecil 50.000.000 -

500.000.000 300.000.000 – 2.500.000.000 Usaha Menengah 500.000.000 - 10.000.000.000 2.500.000.000 – 50.000.000.000

Keterangan : Hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Sumber : Kriteria Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008. b. Peranan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, Usaha Kecil dan Menengah (UKM) selalu digambarkan sebagai sektor yang mempunyai peranan yang penting, karena sebagian besar jumlah penduduknya berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan


(45)

usaha kecil baik disektor tradisional maupun modern. Peranan usaha kecil tersebut menjadi bagian yang diutamakan dalam setiap perencanaan tahapan pembangunan perekonomian Indonesia.

Negara-negara lainnya, baik Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Italia, UKM adalah salah satu yang menjadi pilar utama perekonomian negara. Keadaan itu hanya mungkin terjadi karena pemerintah dari negara-negara tersebut mempunyai kebijakan yang mendukung terciptanya kondisi dimana usaha kecil dan menengah mereka menjadi sangat sehat dan kuat. Terbukti saat krisis global yang terjadi beberapa waktu lalu, UKM hadir sebagai suatu solusi sistem dari sistem perekonomian yang sehat. UKM adalah salah satu sektor yang sedikit bahkan tidak sama sekali terkena dampak krisis moneter yang melanda dunia. Dalam bukti ini, maka dapat disimpulkan bahwa UKM dapat meningkatkan kekompetitifan pasar dan stabilisasi sistem ekonomi yang ada (Pujiyanti, 2015:71-72).

Jenis-jenis usaha yang bisa dilakukan oleh UKM untuk menghasilkan laba yaitu:

1) Usaha Manufaktur

Usaha manufaktur adalah usaha yang mengubah input dasar menjadi produk yang bisa dijual kepada konsumen. Contohnya adalah usaha konveksi yang menghasilkan pakaian jadi atau


(46)

32

pengrajin bambu yang menghasilkan mebel, hiasan rumah, souvenir dan sebagainya.

2) Usaha Dagang

Usaha dagang adalah usaha yang menjual produk kepada konsumen. Contohnya adalah pusat jajanan tradisional yang menjual segala macam jajanan tradisional atau toko kelontong yang menjual semua kebutuhan sehari-hari.

3) Usaha Jasa

Usaha jasa adalah usaha yang menghasilkan jasa, bukan menghasilkan produk atau barang untuk konsumen. Contohnya adalah jasa pengiriman barang atau warung internet (warnet) yang menyediakan alat dan layanan kepada konsumen agar mereka bias browsing, searching, blogging atau lainnya.

Adapun jenis-jenis bidang usaha kecil dan menengah (UKM) yaitu:

1) Bisnis UKM dibidang kuliner

Bisnis kuliner adalah jenis usaha yang akan selalu laris sepanjang masa, alasannya karena makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang tidak bisa lepas dari kehidupan kita. Bisnis ini mempunyai kategori yaitu makanan ringan (cemilan), minuman, hingga makanan pokok.

2) Bisnis UKM dibidang pakaian (fashion)

Bisnis pakaian (fashion) adalah jenis bisnis yang sangat potensial dana akan selalu dicari oleh kebanyakan orang.


(47)

Dikarenakan pakaian adalah kebutuhan sekunder bagi manusia, dan pada saat ini semua orang memiliki keinginan untuk berbagai model pakaian. Kategori dalam bisnis ini adalah pakaian pria atau wanita, pakaian muslim, pakaian model korea, pakaian anak-anak, dan lain-lain.

3) Bisnis UKM dibidang pendidikan

Pendidikan adalah modal penting bagi perkembangan tiap generasi sebuah bangsa. Bisa dikatakan bangsa yang memperhatikan pendidikan generasi penerus yaitu bangsa yang akan sukses disegala lini. Jenis usaha yang bergerak dibidang pendidikan antara lain, lembaga pendidikan robot terbesar di Indonesia seperti Robota Robotics School, lembaga pendidikan bahasa Inggris, dan lain-lain.

4) Bisnis UKM dibidang Otomotif

Bisnis dalam bidang otomotif saat ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Bidang ini menjadi salah satu peluang usaha bagi mereka yang memanfaatkannya. Adapun kategori usaha dalam bidang otomotif antara lain, jasa bengkel dan spare part, jasa cuci motor/mobil, menjual perlengkapan kendaraan bermotor, dan lain-lain.

5) Bisnis UKM dibidang Agrobisnis

Indonesia adalah negara yang terkenal dengan berbagai tanaman yang dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan


(48)

34

kebutuhan lainnya, mulai dari beras, aneka sayuran, aneka buah-buahan, maupun tanaman penting lainnya dan juga hewani yang menjadi bahan pokok. Bisnis UKM dalam bidang ini adalah pada bidang pertanian dan pertenakan.

6) Bisnis UKM dibidang Internet

Bukan rahasia lagi bahwa internet memberikan banyak sekali peluang usaha bagi kita. Bukan hanya pada mereka yang telah memiliki bisnis real, tapi juga pada mereka yang belum memiliki bisnis. Bisnis internet adalah bisnis jangka panjang atau biasa disebut dengan starups bisnis. Ada banyak jenis

starups di Indonesia yaitu starups dibidang eCommerce, media online, aplikasi, dan lain-lain (Pujiyanti, 2015).

6. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pajak UMKM Peraturan Pemerintah (PP) No.46 tahun 2013 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Peraturan ini untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.

Menurut putri (2015) pemberlakuan PP ini didasari dengan kebijakan pemerintah dengan maksud:


(49)

a. Untuk memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan.

b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib administrasi. c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi.

d. Memberikan kesempatan masyarakat untuk berkontribusi dalam penyelenggaraan negara.

Adapun tujuannya antara lain:

a. Kemudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.

b. Meningkatnya pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat.

c. Terciptanya kondisi kontrol sosial dalam memenuhi kewajiban perpajakan.

Hasil yang diharapkan oleh pemerintah: a. Perluasan partisipasi dalam pembayaran pajak. b. Kepatuhan sukarela meningkat.

c. Meningkatkan penerimaan PPh dari WP yang memiliki peredaran bruto tertentu.

d. Penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterakan masyarakat meningkat.

Peraturan Pemerintah (PP) No.46 tahun 2013 menjelaskan wajib pajak perorangan maupun badan yang memiliki dari usaha yang diterima atau diperolehnya dengan peredaran bruto (omset) yang


(50)

36

tidak melebihi Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta Rupiah) dalam 1 (satu) tahun akan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan akan dipungut 1% (satu persen) dari besarnya tarif Pajak Penghasilan Usaha Mikro Kecil Menengah (omset). Peredaran bruto (omzet) merupakan jumlah peredaran bruto (omzet) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. Peraturan Pemerintah (PP) ini meliputi usaha dagang dan jasa, seperti misalnya toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya.

Objek pajak yang tidak dikenai pajak berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No.46 tahun 2013 :

a. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas, seperti misalnya: dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris,PPAT, arsitek, pemain musik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP No.46 Tahun 2013.

b. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat (2)), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Subjek pajak yang dikenai pajak berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No.46 tahun 2013 :


(51)

a. Orang pribadi

b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT)

yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam 1 (satu) Tahun Pajak. Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut. Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.

Subjek pajak yang tidak dikenai pajak berdasarkan PP (Peraturan Pemerintah) No.46 tahun 2013 :

a. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang menggunakan sarana yang dapat dibongkar pasang dan menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum. misalnya pedagang keliling, pedagang asongan,warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya.


(52)

38

b. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.

Tata cara perhitungan, penyetoran dan pelaporan pajak berdasarkan PMK Nomor 107/PMK.011/2013 tanggal 30 juli 2013 yaitu:

a. Perhitungan PP no.46 tahun 2013

1) Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). 2) Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak

terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.

3) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.


(53)

4) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.

5) Tarif PPh final adalah 1%

6) Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.

7) PPh Final = 1% x peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan usaha.

8) Apabila PPh telah dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain. Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas (SKB). Surat Keterangan Bebas diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atas nama Direktur Jenderal Pajak berdasarkan permohonan Wajib Pajak.

b. Penyetoran dan Pelaporan PP no.46 tahun 2013

1) Wajib Pajak wajib menyetor Pajak Penghasilan terutang ke kantor pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana


(54)

40

administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak, yang telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2) Wajib Pajak yang melakukan pembayaran Pajak Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir. Diberlakukan mulai masa pajak Januari 2014. 3) Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak

Penghasilan dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan, sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum pada Surat Setoran Pajak (SSP).

4) Kode MAP dan Setoran: 411128-420 7. Kepatuhan Pajak

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh, dimana berarti tunduk atau patuh dalam ajaran maupun aturan. Kepatuhan Wajib Pajak adalah tindakan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Menurut andreas and Enni (2015) kepatuhan pajak memiliki dua jenis, yaitu: kepatuhan formal dan kepatuhan material. Kepatuhan formal adalah adalah keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya secara formal berdasarkan ketentuan dalam undang–undang. Misalnya


(55)

ketentuan tentang batas waktu pelaporan. Jadi, yang dipenuhi oleh Wajib Pajak hanyalah memenuhi ketentuan penyampaian SPT sebelum batas waktu. Kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak secara formal dilihat dari aspek kesadaran Wajib Pajak untuk mendaftarkan diri, ketepatan waktu dalam membayar pajak, ketepatan waktu dalam menyampaikan SPT, dan pelaporan Wajib Pajak melakukan pembayaran tepat waktu. Definisi Kepatuhan Material yaitu semua ketentuan material perpajakan dapat dipenuhi secara hakekat (substantive), artinya berlandaskan dengan undang-undang perpajakan (Ananda, 2015).

Menurut Syahdan dan Asfida (2014) masalah kepatuhan pajak merupakan masalah yang rutin yang dihadapi hampir semua negara. Berbagai penelitian telah dilakukan dan kesimpulannya adalah masalah kepatuhan dapat dilihat dari segi keuangan publik (public finance), penegakan hukum (law enforcement), struktur organisasi (organizational structure), tenaga kerja (employees), etika (code of conduct) atau gabungan dari semua segi tersebut. Dari segi keuangan publik, kalau pemerintah dapat menunjukkan kepada publik bahwa pengelolaan pajak dilakukan dengan benar dan sesuai dengan keinginan wajib pajak, maka wajib pajak cenderung untuk mematuhi aturan perpajakan. Namun, sebaliknya bila pemerintah tidak dapat menunjukkan penggunaan pajak secara transparan dan akuntabilitas, maka wajib pajak tidak mau membayar pajak dengan benar. Dari segi


(56)

42

penegakan hukum, pemerintah harus menerapkan hukum dengan adil kepada semua orang. Apabila ada wajib pajak tidak membayar pajak, siapapun dia (termasuk para pejabat publik ataupun keluarganya) akan dikenakan sanksi sesuai ketentuan. Dari segi struktur organisasi, tenaga kerja, dan etika, ditekankan pada masalah internal di lingkungan kantor pajak. Apabila struktur organisasinya memungkinkan kantor pajak untuk melayani wajib pajak dengan profesional, maka wajib pajak akan cenderung mematuhi berbagai aturan perpajakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak dalam membayar pajak yaitu:

a. Faktor pendidikan Wajib Pajak, yang meliputi pendidikan formal dan pengetahuan Wajib Pajak.

b. Faktor penghasilan Wajib Pajak, yang meliputi besarnya penghasilan bersih Wajib Pajak dari pekerjaan pokok dan sampingannya, serta jumlah anggota keluarga yang masih harus dibiayai.

c. Faktor pelayanan aparatur pajak, dasar pelayanan penyampaian informasi, pelayanan pembayaran, maupun pelayanan keberatan dan penyaranan.

d. Faktor penegakan hukum pajak, yang terdiri dari sanksi-sanksi, keadilan dalam penentuan jumlah pajak yang dipungut, pengawasan dan pemeriksaan.


(57)

e. Faktor sosialisasi, diantaranya pelaksanaan sosialisasi dan media sosialisasi (Kusumawati, 2006).

Berdasarkan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 235 / KMK.03 / 2003 tanggal 3 Juni 2003, Wajib Pajak yang dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak patuh atau taat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Tepat waktu untuk menyampaikan SPT Tahunan dalam waktu 2 (dua) tahun terakhir.

b. Pada tahun lalu dari keterlambatan penyampaian periode SPT tidak lebih dari 3 (tiga) periode fiskal untuk setiap jenis pajak dan tidak terlambat berturut-turut.

c. SPT periodik diajukan selambat-lambatnya batas waktu untuk pengajuan pengembalian pajak selama masa pajak berikutnya. d. Tidak memiliki tunggakan pajak untuk semua jenis pajak:

1) kecuali telah memperoleh izin untuk membayar atau menunda pembayaran pajak,

2) Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir.

e. Tidak telah dihukum karena kejahatan di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun.

f. Laporan keuangan harus diaudit oleh akuntan publik atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, dan harus opini wajar tanpa pengecualian atau pendapat yang memenuhi syarat, asalkan


(58)

44

pengecualian ini tidak mempengaruhi pendapatan fiskal. Laporan audit harus:

1) diatur dalam laporan bentuk panjang,

2) menyajikan rekonsiliasi laba rugi komersial dan fiskal.

g. Kecuali itu telah memperoleh izin untuk memindahkan atau menunda pembayaran pajak.

h. Tidak termasuk tunggakan pajak sehubungan dengan STP yang diterbitkan untuk 2 (dua) masa pajak terakhir; Jika laporan keuangan tidak diaudit oleh akuntan publik pembayar pajak, wajib pajak harus mengajukan permohonan tertulis selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun fiskal berakhir, akan ditunjuk sebagai pembayar pajak yang taat, mereka harus lolos titik A ke huruf E di atas, ditambah persyaratan sebagai berikut:

1) Dalam dua tahun fiskal terakhir pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU KUP,

2) Jika 2 tahun terakhir wajib pajak telah membuat pemeriksaan pajak, koreksi fiskal untuk setiap jenis pajak yang terutang tidak lebih dari 10% .

Faktor-faktor ketidakpatuhan pajak yaitu dilihat dari salah satu penelitian di Chile, Amerika Latin menunjukkan delapan sebab mengapa seseorang tidak mau membayar pajak yaitu dengan judul “Why I don’t want to pay my tax,” (mengapa saya ridak ingin


(59)

a. Karena saya tidak menerima manfaat.

b. Karena tetangga saya juga tidak membayar pajak. c. Karena jumlah pajaknya terlalu besar.

d. Karena mereka mencuri uang saya.

e. Karena saya tidak tahu bagaimana melaksanakannya. f. Karena saya telah mencoba tapi saya tidak mampu.

g. Karena jika mereka menangkap saya, maka saya akan dapat menyelesaikannya.

h. Walaupun saya tidak bayar, tidak akan terjadi apa-apa (Nurmatun, 2003).

Menurut Burhan (2015) Wajib pajak secara sukarela memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan self assessment system. Kepatuhan sukarela juga merupakan tulang punggung self assessment system di mana wajib pajak bertanggung jawab menetapkan sendiri kewajiban pajaknya dan kemudian secara akurat dan tepat waktu membayar dan melaporkan pajak tersebut. Adapun elemen-elemen kunci yang telah diterapkan secara efektif antara lain:

a. Program pelayanan yang baik kepada wajib pajak. b. Prosedur yang sederhana dan memudahkan wajib pajak. c. Program pemantauan kepatuhan dan verifikasi yang efektif. d. Pemantapan law enforcement secara tegas dan adil.

Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :


(60)

46

a. Meningkatkan penyuluhan dan informasi tentang perpajakan. b. Menciptakan aparatur pemerintah yang bersih dan berwibawa. c. Melakukan pembaharuan dan pemberontakan pajak-pajak yang

masih berbau kolonial (Suryarini dan Tarsis, 2007).

8. Pengetahuan dan Pemahaman tentang Peraturan Perpajakan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti segala sesuatu yang diketahui, kepandaian atau segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Pengetahuan juga merupakan suatu hasil dari kerja fikir seseorang yang berawal tidak tahu menjadi tahu.

Pengetahuan pajak adalah pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum dibidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang, sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak (Susmiatun, 2014).

Pengertian pemahaman didalam kamus bahasa Indonesia (2005) yaitu dapat diartikan sebagai proses, perbuatan, cara memahami atau memahamkan. Dari pengertian pengetahuan dan pemahaman, tidak banyak perbedaan. Dapat dilihat perbedaannya yaitu jika seseorang mengetahui peraturan perpajakan maka belum tentu Dia memahami bagaimana peraturan perpajakan tersebut. Sebaliknya, jika Dia paham dengan peraturan perpajakan alhasil Dia mengetahui adanya peraturan perpajakan.


(61)

Menurut Burhan (2015) pengetahuan dan pemahaman teknis perpajakan dipengaruhi oleh beberapa diantaranya adalah:

a. Pendidikan Perpajakan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada seorang individu, kelompok atau masyarakat.

b. Persepsi dalam Masalah Perpajakan

Persepsi, mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil hubungannya dengan perpajakan.

c. Motivasi atau Keinginan untuk Mempelajari Pajak

Motivasi merupakan dorongan, keinginan dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan mengenyampingkan hal-hal yang dianggap kurang bermanfaat.

d. Pengalaman dalam Perpajakan

Pengalaman adalah sesuatu yang dirasakan (diketahui, dikerjakan), juga merupakan kesadaran akan suatu hal yang tertangkap oleh indera manusia. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman berdasarkan kenyataan yang pasti dan pengalaman yang berulang-ulang dapat menyebabkan terbentuknya pengetahuan. Pengalaman


(62)

48

masa lalu dan aspirasinya untuk masa yang akan datang menentukan perilaku masa kini.

Wajib Pajak diharuskan memiliki pengetahuan dan Pemahaman tentang peraturan pajak, karena memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak perlu tahu tentang pajak. Tanpa adanya pengetahuan dan Pemahaman perpajakan kemungkinan kecil tidak patuhnya dalam pembayaran pajak. Dengan pengetahuan dan Pemahaman yang baik maka Wajib Pajak akan memahami pentingnya membayar pajak dan manfaatnya akan dirasakan secara langsung dan tidak langsung. Dengan adanya pengetahuan dan Pemahaman perpajakan maka tingkat korupsi dan penipuan yang mungkin terjadi akan dapat diminimalkan. Secara bersamaan, tingkat kepatuhan Wajib Pajak untuk membayar pajak akan meningkat (Kamil, 2015).

9. Sosialisasi Perpajakan

Sosialisasi adalah sebagai media pembelajaran suatu nilai, norma dan pola perilaku yang diharapkan oleh kelompok sebagai bentuk reformasi sehingga menjadi organisasi yang efektif (Basalamah, 2004). Bila dikaitkan dengan bidang perpajakan, maka pengertian sosialisasi adalah upaya yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan kepada Wajib Pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan perpajakan. Untuk


(63)

mencapai tujuannya, kegiatan sosialisasi pajak dibagi menjadi tiga fokus, yaitu (Andreas and Enni, 2015):

a. Kegiatan sosialisasi bagi pembayar pajak calon. b. Kegiatan sosialisasi untuk pembayar pajak baru. c. Kegiatan sosialisasi untuk wajib pajak yang terdaftar.

Menurut Herryanto dan Agus (2012) Kegiatan sosialisasi atau penyuluhan perpajakan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Sosialisasi langsung

Dimana kegiatan sosialisasi perpajakan dengan berinteraksi langsung dengan wajib pajak atau calon wajib pajak.

b. Sosialisasi tidak langsung

Dimana kegiatan sosialisasi perpajakan kepada masyarakat dengan sedikit atau tidak melakukan interaksi dengan peserta, bisa dengan media elektronik maupun media cetak.

Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE – 22/PJ./ 2007 tentang Penyeragaman Sosialisasi Perpajakan Bagi Masyarakat menyatakan bahwa indikator sosialisasi perpajakan terdiri dari :

a. Media Informasi

Sumber informasi tentang pajak banyak bersumber dari media massa, namun media luar ruang juga menjadi sumber informasi pajak yang diperhatikan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka sebaiknya media informasi lebih banyak digunakan dalam sosialisasi perpajakan secara urut adalah :


(64)

50

1) Media televisi; 2) Media koran; 3) Media spanduk;

4) Media Flyers (poster dan brosur); 5) Media billboard/miniboard; 6) Media radio.

b. Slogan

Slogan yang digunakan hendaknya tidak boleh menakut–nakuti atau bersifat intimidasi, tetapi lebih bersifat ajakan. Slogan lebih ditekankan kepada kata “manfaat pajak” yang diperoleh. Contoh slogan yang memperoleh peringkat tertinggi karena memenuhi kriteria diatas : “Lunasi Pajaknya Awasi Penggunaannya”.

c. Cara Penyampaian

Penyampaian informasi perpajakan sebaiknya dilakukan dengan cara kontrak langsung kepada masyarakat misalnya melalui seminar, diskusi, dan sejenisnya. Dalam penyampaian informasi tersebut sebaiknya menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin dan bukan bersifat teknis, sehingga informasi tersebut dapat diterima dengan baik.

d. Kualitas Sumber Informasi

Informasi tentang pajak dirasa masih sangat kurang oleh masyarakat. Sumber informasi yang dinilai informatif dan dibutuhkan secara urut adalah :


(65)

1) Call center; 2) Penyuluhan; 3) Internet; 4) Petugas Pajak; 5) Televisi; 6) Iklan Bis. e. Materi Sosialisasi

Materi sosialisasi yang disampaikan lebih ditekankan pada manfaat pajak, manfaat NPWP dan pelayanan perpajakan di masing – masing unit.

f. Kegiatan Penyuluhan

Dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan, yang penting diperhatikan adalah :

1) Metode yang digunakan adalah metode diskusi 2) Media yang dipergunakan adalah proyektor

3) Materi yang disampaikan adalah pengisian SPT dan pengetahuan perpajakan

4) Penyuluh/pembicara harus sudah menguasai materi.

Menurut Winerungan (2013) dirjen Pajak memberikan beberapa

point terkait indikator sosialisasi dimana kegiatan tersebut diharapkan memberikan kesadaran dan rasa peduli terhadap pajak yang dimodifikasi dari pengembangan program pelayanan perpajakan:


(66)

52

a. Penyuluhan

Sosialisasi yang dibentuk oleh Dirjen Pajak dengan menggunakan media massa atau media elektronik menyangkut penyuluhan peraturan perpajakan kepada Wajib Pajak.

b. Berdiskusi langsung dengan Wajib Pajak dan tokoh masyarakat Dirjen Pajak memberikan komunikasi dua arah antara Wajib Pajak dengan petugas pajak (fiskus) maupun masyarakat yang dianggap memberikan pengaruh atau dipandang oleh masyarakat sekitarnya. c. Informasi langsung dari petugas (fiskus) ke Wajib Pajak

Petugas pajak memberikan informasi secara langsung kepada Wajib Pajak tentang peraturan perpajakan.

d. Pemasangan billboard

Pemasangan spanduk atau billboard pada tempat yang strategis, sehingga mudah dilihat oleh masyarakat. Berisi pesan singkat berupa kutipan perkataan, pernyataan dengan bahasa penyampaian yang mudah dipahamai.

e. Website Ditjen pajak

Media sosialisasi penyampaian informasi dalam bentuk Website

yang dapat diakses internet setiap saat, cepat, mudah, serta informasi yang lengkap dan up to date.

10. Kondisi Keuangan

Kondisi keuangan adalah gambaran keadaan pertumbuhan usaha. Kondisi keuangan dapat berupa kemampuan keuangan individu


(1)

Lama Pernah Ketegasan Sanksi Perpajakan

No. Jenis Usia Pendidikan Mendirikan Menemukan Item Soal

Responden Kelamin Terakhir Usaha Sosialisasi 1 2 3 Total

1 L < 25 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 4 5 14

2 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 4 3 4 11

3 L 26 - 50 thn Akademi > 6 thn Ya 5 4 4 13

4 L > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 4 3 11

5 p 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 5 4 5 14

6 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 12

7 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 3 5 13

8 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 3 4 12

9 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 4 3 4 11

10 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 4 3 4 11

11 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 4 4 4 12

12 L 26 - 50 thn Akademi 2 - 5 thn Ya 4 4 4 12

13 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 3 4 11

14 L > 51 thn Akademi > 6 thn Ya 5 5 5 15

15 L > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 5 13

16 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 4 5 14

17 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 4 5 14

18 L > 51 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 5 4 4 13

19 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 3 4 11

20 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 5 5 15

21 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 3 4 11

22 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 4 5 14

23 P < 25 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 4 5 14

24 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 3 4 11

25 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 4 3 4 11


(2)

27 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 4 4 4 12

28 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 4 4 12

29 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 12

30 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 5 5 15

31 L < 25 thn Akademi 2 - 5 thn tidak 4 3 4 11

32 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 4 3 4 11

33 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 4 5 14

34 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 4 5 14

35 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 4 5 14

36 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 5 5 15

37 P < 25 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 4 3 4 11

38 P > 51 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 5 4 5 14

39 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 3 4 11

40 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 3 5 13

41 P > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 12

42 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 4 4 4 12

43 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 4 4 4 12

44 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 12

45 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 3 4 11

46 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 4 4 4 12

47 L > 51 thn Akademi > 6 thn tidak 5 3 5 13

48 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 12

49 L > 51 thn Akademi > 6 thn tidak 4 4 4 12

50 L > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 3 4 11

51 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 4 5 14

52 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 12

53 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn ya 4 4 4 12

54 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 5 4 5 14


(3)

56 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 4 5 14

57 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 5 5 5 15

58 L < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn ya 4 3 4 11

59 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 5 thn tidak 4 3 4 11

60 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn tidak 5 4 5 14

61 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 4 4 4 12

62 P > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 4 4 12

63 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 5 4 5 14

64 L < 25 thn Akademi 2 - 5 thn Ya 4 3 4 11

65 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 4 3 4 11

66 P > 51 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 4 4 4 12

67 L 26 - 50 thn Akademi > 5 thn tidak 5 4 5 14

68 L > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 4 3 4 11

69 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 5 4 5 14

70 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 5 thn tidak 5 4 5 14

71 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 5 4 5 14

72 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 5 5 5 15


(4)

Lama Pernah Kepatuhan Wajib Pajak

No. Jenis Usia Pendidikan Mendirikan Menemukan Item Soal

Responden Kelamin Terakhir Usaha Sosialisasi 1 2 3 4 5 Total

1 L < 25 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 5 5 5 4 24

2 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 5 4 4 3 21

3 L 26 - 50 thn Akademi > 6 thn Ya 5 4 4 4 4 21

4 L > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 4 4 4 3 20

5 p 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 3 19

6 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 4 3 19

7 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 4 4 4 4 4 20

8 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 4 4 4 3 20

9 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 4 4 4 3 20

10 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 4 4 4 3 20

11 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 4 4 4 4 4 20

12 L 26 - 50 thn Akademi 2 - 5 thn Ya 5 4 4 4 4 21

13 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 4 4 4 4 21

14 L > 51 thn Akademi > 6 thn Ya 4 4 4 4 4 20

15 L > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 4 3 19

16 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

17 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 4 3 19

18 L > 51 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

19 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 4 3 19

20 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 5 5 5 4 24

21 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 4 4 20

22 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 4 4 4 3 20

23 P < 25 thn Sarjana (S1) > 6 thn tidak 5 5 5 5 4 24

24 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 5 4 4 4 22

25 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 5 5 5 5 4 24


(5)

27 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 4 4 4 4 21

28 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 5 4 4 3 21

29 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 4 3 19

30 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 5 5 5 5 25

31 L < 25 thn Akademi 2 - 5 thn tidak 5 4 4 4 3 20

32 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 5 4 4 4 3 20

33 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 5 5 5 4 24

34 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 5 5 5 4 24

35 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 4 4 4 4 21

36 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 4 4 4 4 4 20

37 P < 25 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 5 4 4 4 3 20

38 P > 51 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 5 5 4 4 3 21

39 P < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 3 19

40 L > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 5 4 4 3 21

41 P > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 4 3 19

42 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

43 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 4 4 4 4 21

44 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 4 4 4 4 3 19

45 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 5 5 5 3 23

46 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

47 L > 51 thn Akademi > 6 thn tidak 5 4 4 4 3 20

48 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn tidak 5 5 5 5 4 24

49 L > 51 thn Akademi > 6 thn tidak 5 4 4 4 3 20

50 L > 51 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 5 5 4 3 3 20

51 P > 51 thn SD / SMP / SMA > 6 thn Ya 4 4 4 4 3 19

52 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 6 thn Ya 4 4 4 4 3 19

53 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 6 thn ya 5 4 4 4 4 21

54 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 4 4 4 4 3 19


(6)

56 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 5 4 4 4 4 21

57 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 5 5 5 5 4 24

58 L < 25 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn ya 5 4 4 4 3 20

59 P 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

60 L 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn tidak 4 4 4 4 3 19

61 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 5 4 4 4 3 20

62 P > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 4 20

63 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 4 4 4 4 4 20

64 L < 25 thn Akademi 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 4 20

65 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 3 19

66 P > 51 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 5 4 4 4 3 20

67 L 26 - 50 thn Akademi > 5 thn tidak 5 4 4 3 3 19

68 L > 51 thn SD / SMP / SMA 2 - 5 thn tidak 5 4 4 4 4 21

69 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn ya 4 4 4 4 4 20

70 L 26 - 50 thn SD / SMP / SMA > 5 thn tidak 4 4 4 4 4 20

71 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) > 5 thn Ya 5 4 4 4 4 21

72 P 26 - 50 thn Sarjana (S1) 2 - 5 thn Ya 4 4 4 4 4 20