PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011 BERDASARKAN PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS ANALISIS JABATAN

(1)

ABSTRAK

PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011 BERDASARKAN PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 52

TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS ANALISIS JABATAN

Oleh

SHELY NOVILTA

Birokrasi sebagai instrumen suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan untuk mendapatkan pelayan masyarakat yang baik maka diperlukan prosedur yang baik untuk mengrekrut biroktar tapi dalam prakteknya terdapat berbagai penyalahgunaan fungsi yang diberikan dalam hal ini jabatan, dan untuk menduduki jabatan terkadang tidak menggunakan prosedur yang berlaku dan cenderung pada spoil system. Agar didapat jabatan yang sesuai dengan jenjang karier maka yang harus dilakukan adalah menganalisis setiap tahap-tahap yang ada pada analisis jabatan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan data kualitatif, artinya penelitian yang mengelola data dan fakta serta kejadian analisis berkaitan dengan analisis jabatan.


(2)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Pelaksanaan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung pada Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis Analisis Jabatan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara terhadap 5 pegawai pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, dokumentasi dan observasi. Teknik pengolahan data menggunakan tahap pemeriksaan data atau editing dan interpretasi data. Kemudian dalam analisis data terdapat reduksi data penyajian data dan penarikan

Hasil penelitian menunjukan bahwa secara teknis Badan Kepegawaian Daerah telah melaksanakan analisis jabatan sesuai dengan tahapan-tahapan dalam peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Petunjuk Teknis analisis jabatan.


(3)

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF POSITION ANALYSIS AT BKD LAMPUNG PROVINCE YEAR 2011 BASED ON LAMPUNG

GOVERNOR’S POLICY NUMBER 52 YEAR 2009 REGARDING

GUIDANCE AND DIRECTORY OF TECHNICAL FUNCTION ANALYSIS

By

Bureaucracy as instrumental of administration, is working base on job ceiling, power hierarchy, impersonalitas relationship, behavioural arrangement, and technical ability in going to task and its function as promoter of governance administration to get good society servant therefore needful procedure which well for recruitment an bureauctar, but in practice it exists various logistic abuse that is given in such event responsible position, and to sit responsible position sometimes doesn't needed to procedure that prevailing and tending on spoil system. Responsible position receives that correct to career ladder therefore has to be done in analysis each aught phase on responsible position. Type of research used descriptive qualitatif.

The purpose of this research is to know about the implementation of position analysis at BKD Lampung Province year 2011 based on Lampung governor’s policy number 52 year 2009 regarding guidance and directory of technical function analysis. Type of research used descriptive qualitative. The technical data


(4)

collecting did from interview by 5 employment at BKD Lampung Province, documentation and observation. According to the research data processing is use check phase data or editing and data interpretation . Then in analysis data exists representation data, reduction data, and a pull of data.

The result of observational indicated that technically BKD has performed analysis position with step by step in Lampung's Governors regulation Number 52 Year 2009 regarding guidance and directory of technical function analysis.


(5)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Birokrasi adalah organisasi sekelompok pejabat yang bekerja sama secara ketat dan tidak boleh sedikit pun menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku, dan merupakan status jabatan yang terkait dengan sumpah kesetiaan, kerahasiaan dan kejujuran ketat untuk seumur hidup. Birokrasi sebagai instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas hubungan, pengaturan perilaku, dan kemampuan teknis dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi pemerintahan. Masyarakat dapat merasakan langsung hasil dari pelayanan yang dilakukan birokrasi.

Selama ini banyak perilaku birokrat lebih bersikap tradisional bahkan feodalistis. Pandangan birokrasi yang demikian, birokrasi berada di atas rakyat dan bukan di tengah-tengah rakyat. Kultur feodal seperti ini, menumbuhkan budaya nepotisme sehingga kepentingan masyarakat yang seharusnya diberikan secara adil dan merata tersisihkan oleh faktor kedekatan atau kekerabatan, sehingga hanya orang-orang yang memiliki


(6)

akses kedekatan inilah yang mendapatkan kedudukan dalam jabatan atau bagi masayarakat yang dapat pelayanan pemerintah secara optimal.

Fenomena ini didasarkan karena lemahnya sumber daya aparatur (birokrat) daerah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintah baik yang bersifat rutin (khususnya pelayanan kepada masyarakat) maupun yang bersifat pembangunan. Pelaksanaan tugas rutin dan pembangunan tidak boleh ditangguhkan, apalagi dihentikan dengan alasan para birokrat pemerintah daerah sedang dalam proses penyempurnaan. Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan efektif serta profesional.

Guna meningkatkan efisiensi dan efektif serta profesional, pemerintah daerah perlu melakukan pemberdayaan para birokrat karena selama ini ada kesan, ketika para birokrat dianggap tunduk secara kaku pada tata tertib untuk menjamin keseragaman dan mencegah favoritisme maka lahirlah ketidakcakapan yang terlatih. Gelombang perubahan terjadi saat ini dan masa akan datang kepada pemerintah pusat dan daerah oleh tekanan eksternal maupun internal masyarakatnya kepada birokrasi yang kaku. Eksternal, pemerintah akan menghadapi globalisasi yang sarat dengan persaingan dan liberalisme arus informasi, investasi, tenaga kerja dan budaya sedangkan internal, pemerintah akan menghadapi masyarakat yang semakin cerdas dan masyarakat yang semakin banyak tuntutannya. Hal ini dimaksudkan agar para birokrat harus memiliki tindakan dan pengetahuan untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan


(7)

dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Salah satu tindakan dan pengetahuan dimaksud adalah setiap sumber daya manusia yang melaksanakan aktivitas pelayanan kepada masyarakat, sangat ditentukan oleh keprofesionalannya dan hal ini dibentuk melalui kemauan dan kemampuan birokrat. Tindakan yang dilakukan adalah seleksi birokrat harus mengarah kepada meryd system yaitu the right man on the right place” dan menghindari spoil system agar birokrat benar-benar dapat dan mampu memberikan pelayanan yang maksimal. Lembaga pemerintah yang diberi kewenangan menyelenggarakan pengaturan dan pelayanan kepada warga negaranya. Seperti yang diungkapkan La Pombara dalam Listyani (2001:1) bahwa keseluruhan organisasi pemerintah (birokrasi) berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi dibedakan menjadi tiga kategori yaitu :

1. Birokrasi pemerintah umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintah yang menjalankan tugas-tugas pemerintah umum termasuk memelihara ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai daerah, ialah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan, dan Desa/Kelurahan. Tugas-tugas tersebut lebih bersifat mengatur atau regulatif-function.

2. Birokrasi pembangunan, yaitu organisasi pemerintah yang menjalankan salah satu bidang sektor yang khusus guna mencapai tujuan pembangunan, seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri. Fungsi pokoknya adalah Development Function atau adaftive function.

3. Birokrasi pelayanan, yaitu unit organisasi pemerintah yang pada hakekatnya merupakan bagian atau berhubungan dengan masyarakat. Fungsi utamanya adalah Service (pelayanan) langsung kepada masyarakat.

Salah satu fungsi dari pemerintahan adalah pelayanan (service) kepada masyarakat. Dari pengertian di atas maka pemerintah adalah keseluruhan dari badan pengurus negara dengan segala organisasi, segala bagiannya, dan


(8)

segala pejabatnya yang menjalankan tugas negara dari pusat ke pelosok-pelosok daerah. Badan pemerintah tersebut bertujuan untuk memenuhi kepentingan atau hak orang banyak dalam bentuk layanan yang telah diatur dengan suatu peraturan perundang-undangan. Pemerintah diadakan bukan untuk melayani dirinya sendiri, melainkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Permasalahan pada birokrasi yang ada di Indonesia tidak hanya pada pelayanan birokrat terhadap masyarakat saja, tapi di dalam tubuh birokrat sendiri telah terdapat patologi birokrasi dimana kekuasaan dapat mereka dapatkan dengan mudah bukan dengan jenjang karier tapi dengan faktor kedekatan dengan penguasa yang lebih tinggi, oleh karena itu diperlukan reformasi birokrasi dalam membrantas patologi birokrasi dan hal tersebut bukanlah hal yang mudah tapi tetap harus dilaksanakan mengingat pentingnya reformasi birokrasi agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada birokrasi.

Reformasi birokrasi bertujuan untuk menata ulang birokrasi pemerintah agar lebih efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan pada masyarakat. Dengan demikian diperlukan birokrat yang gesit dan tangkas dalam melayani kebutuhan masyarakat bukan yang berbelit-belit, sehingga harus dilakukan analisis jabatan agar dapat didapatkan pegawai dan abdi negara yang dapat cekatan dalam melaksanakan tugasnya.


(9)

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014 merupakan langkah penataan birokrasi. Road map reformasi birokrasi adalah bentuk oprasional dari grand degsign reformasi yang disusun setiap 5 tahun sekali dan merupakan rinci pelaksanaan reformasi birokrasi dari satu tahapan ke tahapan selanjutnya selama 5 tahun dengan sasaran pertahun yang jelas. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi mempunyai tujuan untuk memberikan arah pelaksanaan reformasi birokrasi di kemeterian atau lembaga dan pemerintah daerah agar berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga dan berkelanjutan. Oleh sebab itu langkah utama yang harus dilakukan adalah dengan pembenahan pegawai yang akan menjalankan reformasi birokrasi karena pegawai negeri sipil adalah bagaian terpenting dalam road map reformasi.

Pegawai Negeri Sipil (PNS) berkedudukan sebagai pegawai negara, abdi negara, dan abdi masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, negara dan pemerintah, yang menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Kelancaran penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan nasional sangat tergantung pada kesempurnaan pegawai negara. Pegawai negara mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengemban tugas pemerintahan dan pembangunan, sehingga Pegawai Negeri Sipil dapat dikatakan sebagai unsur utama sumber daya manusia (SDM).


(10)

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi. Sumber daya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya. SDM dapat dilihat dari dua aspek. Pertama sebagai variabel independen (penyebab) bagi produktivitas kerja dalam berbagai aspek kehidupan. Kedua, sebagai variabel dependen (dampak) dari pengaruh kualitas SDM sebagai variabel independen. Pada aspek kedua ini kualitas SDM dilihat dari output yang berupa kualitas hidup (quality of life).

Sumber Daya Manusia aparatur birokrasi sangat sentral perannya dalam menggerakkan roda pembangunan. Kinerja pelayanan public di Indonesia yang buruk telah berlangsung lama sehingga mengakar dan sudah menjadi rahasia umum. Birokrasi belakangan ini mengidap penyakit mental yang korup. Semua urusan yang berhubungan dengan birokrasi selalu bersentuhan dengan adagium "kalau bisa dipersulit kenapa dipermudah". Di sinilah celah terjadinya korupsi dengan segala modus operandinya.

Kondisi demikian didasari oleh beberapa hal dalam perkembangan organisasi dan akan menghadapi berbagai permasalahan sumber daya manusia yang kompleks salah satunya adalah sistem penempatan aparatur dalam jabatan di birokrasi. Indonesia sejatinya belum secara total menggunakan analisis jabatan sebagai acuan dalam menempatkan orang dalam posisi jabatan tertentu yang terjadi adalah suka atau tidak suka, sepaham atau tidak sepaham dengan penguasa di daerah, bukan berdasarkan kompetensinya. Sehingga jabatan struktural yang ada dipenuhi dengan


(11)

orang-orang yang kurang tepat berdasarkan kompetensinya, jadi bukan the right man on the right place (http://masalah-sdm-birokrasi-di-indonesia-dan.html).

Pada tahun 2002 Feisal Tamin yang kala itu menjabat sebagai Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, sempat mengatakan bahwa dari 4 juta PNS, hanya 40% yang dikatakan bekerja secara produktif. Sedangkan sisanya sebesar 60%, masih harus dibenahi. Seperti diketahui pemerintah mengalokasikan anggaran untuk membayar gaji dan tunjangan para pegawai negeri sipil. Jika dikaitkan dengan angka yang disebutkan oleh Feisal Tamin, tentu kondisi tersebut merupakan suatu hal yang menyedihkan karena merupakan pemborosan anggaran. Pemerintah mengeluarkan

angaran untuk sesuatu yang tidak produktif

(http://carlamagnoaraujoamaral»artikelanalisisjabatan.htm).

Banyak hal yang menyebabkan kondisi tersebut terjadi. Salah satu hal mendasar yang perlu mendapatkan sorotan adalah kemampuan pemerintah dalam memprediksi kebutuhan pegawai. Kebutuhan pegawai dalam konteks ini tentu tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, akan tetapi juga kualitas sumber daya manusia yang diperlukan. Seharusnya analisis jabatan memainkan peranan yang penting agar didapatkan kesesuaian antara beban kerja dan jabatan pegawai. Pengadaan pegawai yang tidak didasari oleh analisis yang tepat, akan selalu menimbulkan persoalan yang sama. Melihat kenyataan yang terjadi pada Pegawai Negeri Sipil saat ini langkah yang


(12)

harus dilakukan adalah pembenahan, dan penataan kembali dikarenakan permasalahan pembengkakan jumlah pegawai yang terjadi.

Data BKN pada 11 Februari 2011 dan Kemeneg PAN/RB pada Mei 2011 menyebutkan secara kumulatif pertumbuhan pegawai sejak tahun 2005 sampai tahun 2011 rata-rata sebesar 3,9 persen pertahun. Pertumbuhan tertinggi untuk pegawai terjadi pada 2007 sebesar 9,18 persen pertahun dan 2009 dengan 10,80 persen pertahun. Hal ini berbanding terbalik dengan periode tahun 2003 dan tahun 2004 yang justru pertumbuhan pegawai dapat ditekan menjadi minus 1,66 persen pertahun yakni dari 3.648.005 di tahun 2003 menjadi 3.587.337 di tahun 2004.

Membengkaknya jumlah Pegawai Negeri Sipil menyebabkan alokasi belanja pegawai yang terus membengkak, belum ditambah dengan beban keuangan lanjutan seperti pensiun, tunjangan hari tua, dan lain sebagainya. Anggaran bagi Pegawai Negeri Sipil jika digabungkan antara pengeluaran pusat dan daerah diperkirakan mencapai 60 persen dari APBN. Sehingga

Pembengkakan jumlah Pegawai Negeri Sipil tanpa kejelasan „job

description’dan „scope of work’ masing-masing akan semakin memperberat proses reformasi birokrasi (www.wordpress.pns.com).

Diperlukan adanya sistem pengelolaan yang menangani sumber daya manusia atau dengan kata lain Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM). Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu meningkatkan kinerja organisasi baik dari segi produktivitas, pelayanan maupun kualitas untuk mencapai tujuan utama organisasi. Maka dalam implementasinya, Manajemen Sumber


(13)

Daya Manusia akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang akan mendukung tercapainya tujuan organisasi. Salah satu kegiatan yang memiliki peranan penting dalam Manajemen Sumber Daya Manusia yaitu analisis jabatan. Analisis jabatan adalah suatu prosedur untuk memperoleh informasi jabatan secara sistematis.

Analisis jabatan merupakan langkah awal dalam menindaklanjuti permasalahan kepegawaian yang ada di Indonesia, seperti penggemukan jumlah pegawai, rotasi dan mutasi pegawai, serta ketidak seimbangan antara jabatan struktural dengan jabatan fungsional. Seperti dikatakan Harsono, (2010:14) menyebutkan bahwa analisis jabatan adalah

“suatu penelaahan secara mendalam dan sistematis terhadap suatu pekerjaan/jabatan, untuk memperoleh manfaat dari penelaahan tersebut. Dengan kegiatan analisis jabatan dapat memberikan keterangan tentang tugas, tanggung jawab, sifat pekerjaan, serta syarat pejabatnya untuk melaksanakan pekerjaannya”.

Pencapaian tujuan organisasi diperlukan sumber daya manusia yang tepat, tentu harus memiliki kemampuan sesuai dengan beban tugas yang harus dilaksanakan agar tugas dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Definisi jabatan menurut Wursanto (1991: 39) adalah ”Jabatan diartikan sebagai kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seseorang pegawai dalam susunan suatu organisasi”.

Hampir semua daerah di Indonesia menghadapi kendala dalam melakukan analisis jabatan, karena bukan hal mudah untuk melakukan analisis jabatan. Seperti kondisi yang dialami oleh Daerah Jakarta Selatan. Dikutip berdasarkan keadaan pegawai di Lingkungan Kota Madya Jakarta Selatan


(14)

pada tahun 2009 dalam Miftha Thoha (2010:146). Analisis jabatan belum diterapkan dalam Pemerintah Kota Jakarta Selatan. Masih terpusatnya sistem kepegawaian di Kota Madya ini menyebabkan masalah kepegawaian masih tergantung dari kebijakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bahkan dalam mengusulkan pegawai yang dibutuhkan untuk ditempatkan pada suatu posisi juga belum dapat diputuskan sendiri.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih memiliki kewenangan penuh dalam masalah kepegawaian di seluruh Kota Madya, sedangkan Kota Madya masih memberi usulan. Berlimpahnya pegawai yang ada di Kota Madya Jakarta Selatan menyebabkan banyak jabatan-jabatan yang diisi oleh orang yang bukan ahlinya. Analisis jabatan masih menjadi sebuah wacana walaupun dari bagian kepegawaian menjelaskan telah dilakukakn pertemuan beberapa kali dengan pihak provinsi.

Pelimpahan pegawai dari pusat yang telah menyebabkan pembengkakkan jumlah pegawai sehingga banyak orang-orang yang walaupun sudah memenuhi syarat untuk menduduki jabatan tertentu terpaksa harus rela mengantri. Pergantian atau mutasi pegawai juga dilakukan secara natural yaitu menunggu orang pensiun. Terbatasnya jumlah jabatan dibandingkan dengan jumlah orang-orang yang mengantri tersebut menyebabkan adanya posisi-posisi yang diduduki oleh orang-orang yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalamannya.

Begitu pula pada Provinsi Jawa Timur Analisis jabatan juga belum dilakukan berdasarkan kutipan dalam Miftha Thoha (2010:151)


(15)

menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Timur merasa sebagai Provinsi yang besar memiliki banyak urusan sehingga harus didukung oleh jumlah dinas dan pegawai yang besar. Namun di ungkapkan bahwa kenyataan dilapangan menunjukan bahwa karena kelebihan pegawai yang tidak produktif (sebagaimana ditemukan pada Dinas Pendidikan Nasional Pasca penggabungan kanwil dan dinas). Bahkan dalam beberapa kasus ditemukan banyak pimpinan unit organisasi yang kebingungan harus memberikan pekerjaan apa kepada staf mereka yang tidak memiliki pekerjaan.

Berbeda dengan Provinsi Sulawesi Selatan, disebutkan oleh Miftha Thoha (2010:189) pada ahir tahun 2002 analisis jabatan dan evaluasi jabatan pernah dilaksanakan tapi memang evaluasi tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi tata pemerintahan di Sulawesi Selatan secara umum. Analisis yang dilakukan lebih ke arah organisasi, tidak kepada individu. Menyangkut kompetensi kepada pejabat untuk menempati suatu kebijakan. Selama ini yang dilakukan oleh Baperjakat lebih bersifat analisis historis yaitu dengan melihat track record si pejabat dalam pemerintahan dan dari faktor pendidikan, tapi tidak dilakukan test kemampuan individu secara terbuka, kendala yang dihadapi Sulawesi Selatan dalam melakukan proses analisis jabatan yang telah dilakukan banyak ditemukan bahwa latar belakang yang mereka miliki tidak sesuai dengan jabatan yang mereka duduki.

Hasil penelitian yang dilakukan pada provinsi Jawa Timur tersebut diketahui, 40 persen pejabat yang tidak mengetahui tupoksinya. Hal ini


(16)

disebabkan tupoksi yang ada hanya merupakan tupoksi “struktural” dan tidak ada uraian tugas individu. Menyangkut kondisi pegawai diakui bahwa kebutuhan yang ada melebihi dari kebutuhan, yang sebenarnya mungkin cukup dengan separuh saja dari kondisi yang sekarang. Kondisi lain yang menunjukan kurangnya tenaga teknis seperti tenaga kesehatan dan guru sebenarnya terjadi karena penyebaranya tidak merata.

Provinsi Lampung juga mengalami pembenahan pegawai hal ini diungkapkan oleh Bapak Beni Sukmara, Kasubbag umum dan kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah. Provinsi Lampung harus melakukan analisis jabatan. Meskipun dikatakan oleh Berlian Tihang daerah yang wajib melaksanakan analisis jabatan adalah daerah yang mempunyai belanja pegawai diatas 50 persen dari APBD, sedangkan anggaran belanja pegawai untuk Provinsi Lampung tidak melebihi 50 persen dari APBD, yaitu hanya berkisar 46 persen dari APBD.

Analisis jabatan harus tetap dilakukan mengingat jumlah pegawai yang ada di Provinsi Lampung cukup banyak sehingga harus dilakukan pembenahan dan penataan yang tepat. Penataan dan pembenahan harus dilakukan mulai dari setiap instansi dan kantor-kantor pemerintah sehingga pembenahan dilakukan dari unit pemerintahan terkecil. Selain itu setiap kantor atau dinas dapat menentukan berapa jumlah pegawai yang mereka butuhkan atau sebaliknya. Jumlah pegawai negeri sipil (PNS) struktural di instansi pemerintahan daerah se-Provinsi Lampung lebih banyak daripada fungsional. PNS yang bekerja pada instansi pemda se-Provinsi Lampung,


(17)

setelah penerimaan calon pegawai negeri sipil daerah (CPNSD) tahun 2009, jumlahnya mencapai 112.317 orang. Data dari Badan kepegawaian Daerah (BKD). Kemudian permasalahan mutasi dah rotasi pegawai yang belum menggunakan analisis jabatan yang sesungguhnya, tetapi hanya melihat berapa lama pengabdiannya. Tidak hanya masalah mutasi dan rotasi pegawai, penempatan pegawai terkadang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya (www.cpnsindonesia.com).

Menurut informasi yang didaptkan oleh peneliti dari pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung bahwa pada tahun ini semua dinas atau kantor yang ada di setiap Kabupaten yang ada di Provinsi Lampung telah melaksanakan analisis jabatan, sehingga jumlah kuota pegawai yang mereka butuhkan telah di sampaikan kepada Biro Organisasi pada Sekratariat daerah Provinsi Lampung.

Permasalahan mengenai jabatan dengan kesesuaian beban kerja yang diemban oleh pegawai harusnya mendapat perhatian khusus karena jika masalah analisis jabatan telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan anamah dari Peraturan Gubernur Lampung No 52 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan Dilingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dimana didalamnya telah terinci petunjuk dalam melaksanakan analisis jabatan dan terdapat uraian hasil analisis jabatan yaitu digunakan untuk program kelembagaan, program kepegawaian, program ketatalaksanaan, dan program pendidikan dan pelatihan. Kemudian Peraturan Menteri Dalam Negeri No 04 Tahun 2005 Tentang Pedoman


(18)

Analisis Dilingkungan Pemerintah Daerah, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah. Banyak peraturan yang mengatur tentang masalah kepegawaian tapi permasalahan kepegawaian belum bisa tersusun dengan rapih, selain banyaknya jumlah pegawai dan dalam pelakasanaan analisis jabatan belum mengahasilkan output yang maksimal menyebabkan permasalahan kepegawaian belum terselesaikan dengan maksimal.

Penataan kepegawaian seharusnya dilaksanakan secara maksiamal pada saat moratorium pegawai negeri sipil pada tahun 2011 kemarin, sehingga pada saat pembukaan dapat ditentukan dengan jelas dan terperinci berapa jumlah pegawai yang dibutuhkan dan pada bagian apa saja, sehingga tidak ditemukan kantor atau dinas yang kekurangan pegawai atau bahkan yang kelebihan pegawai kerena dapat menimbulkan permasalah keefisienan kinerja dan pemborosan belanja pegawai.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pusat kajian untuk dianalisis adalah “Bagaimanakah Pelaksaan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung pada Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang Pedomanan Petunjuk Teknis Analisis Jabatan?”


(19)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Pelaksanaan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung pada Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang Pedoman Petunjuk Teknis Analisis Jabatan”.

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan analisis lapangan pada mata kuliah Birokrasi Pemerintahan di Indonesia.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gagasan dan masukan bagi masyarakat atau pejabat politik atau Badan Kepegawaian Daerah.


(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Analisis Jabatan

1. Definisi Analisis Jabatan

Analisis jabatan merupakan merupakan salah satu langkah dalam reformasi birokrasi, Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 141/PMK.01/2011 menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan mengoptimalkan kinerja sumber daya manusia serta efisiensi anggaran belanja pegawai yang telah ada perlu dilakukan penataan organisasi dan penataan Pegawai Negeri Sipil (rightsizing). Untuk itu maka dilakukan penundaan sementara penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil guna memperbaiki sistem kepegawaian.

Menurut Mifta Thoha (2010:98) Dalam melakukan rightsizing langkah yang dilakukan pertama adalah menetukan kebijakan strategis, menentukan jenis dan jumlah satuan organisasinya, dan yang terahir adalah memadukan orang-orang dalam organisasi.

Upaya yang harus dilakukan dalam perampingan pegawai adalah melakukan analisis jabatan dan beban kerja, sehingga dari analisis


(21)

jabatan dapat ditemukan kesesuaian antara jabatan yang mereka duduki dengan kemampuan yang dimiliki setiap pegawai sehingga pegawai dapat melaksanakan tugasnya dengan maksimal dan pelayanan terhadap masyarakat dapat dilakukan dengan maksimal. Seperti dikatakan oleh Harsono (2010:14) mendefinisikan Analisis jabatan adalah suatu penelaahan secara mendalam dan sistematis terhadap suatu pekerjaan/jabatan, untuk memperoleh manfaat dari penelaahan tersebut. Sedangkan menurut Dale Yoder, pada Anwar Prabu Mangkunegara (2004:13).

“analisis jabatan adalah prosedur melalui fakta-fakta yang berhubungan dengan setiap jabatan yang diperoleh dan dicatat secra sistematis, hal ini sering disebut dengan studi jabatan, yang mempengaruhi tugas-tugas, proses-proses, tanggung jawab dan kebutuhan kepegawaian yang diselidiki”.

Pengembangan birokrasi yang profesional adalah hal yang penting, maka reformasi birokrasi kepegawaian harus menjadi sebuah kebutuhan, selama ini yang terjadi adalah sistem kepegawaian tertutup dan berbasis pada karier tidak lagi memadai untuk menjawab tantangan liberalisasi dan globalisasi pasar. Sistem kepegawaian tertutup sering memunculkan unsur-unsur subjektivitas dalam rekruitmen dan promosi aparat birokrasi. Analisis jabatan merupakan cara untuk mendapatkan data jabatan yang akan diolah nama jabatan, dan rincian tugas sehingga dapat ditemukan korelasi antara jabatan dan tugas pokok dan fungsinya. Oleh karena itu Gubernur Provinsi Lampung telah mengeluarkan peraturan terkait petuntuk teknis analisis jabatan dilingkungan pemerintah daerah Provinsi


(22)

Lampung, dengan adanya acuan yang dikeluarkan Gubernur maka akan mudah bagi satuan organisasi perangkat daerah untuk melakukan analisis jabatan baik analisis jabatan lingkup makro atau mikro. Analisis lingkup makro adalah analisis jabatan yang dilakukan dalam beberapa unit kerja sedangkan analisis jabatan lingkup mikro adalah analisis jabatan yang dilakukan pada satu unit kerja saja. Disebutkan dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 bahwa analisis jabatan adalah:

“analasisi jabatan adalah proses, metoda dan teknik untuk mendapatkan data jabatan yang diolah menjadi informasi menjadi informasi jabatan guna penyususnan kebijakan progaram pembinaan/penataan kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan dan perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan serta umpan balik bagi organisasi organisasi dan tatalaksana”.

Berdasarkan penjelasan yang tertuang dalam peraturan Gubernur tersebut terlihat jelas dengan analisis jabatan akan menghasilakn informasi yang jelas sehingga dengan informasi tersebut dapat menjadi acuan pimpinan dalam mengambil sebuah keputusan, salah satu contoh yaitu pegawai yang berhak dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dalam menganalsis jabatan maka terdapat prosedur manajemen yang perlu diperhatikan karena memandang penting langkah-langkah penyusunan analisis jabatan. Adapun prosedur manajemen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Perencanaan yang biasanya dilakukan oleh: 1.1. Staf ahli atau panitia khusus intern 1.2. Ahli ekstern


(23)

2. Penjelasan kepada para pekerja mengenai: 2.1. Tujuan analisa jabatan

2.2. Metode analisa jabatan

3. Pelaksanaan analisa jabatan yang perlu memperhatikan saran- saran:

3.1. Analisa harus mengetahui fakta 3.2. Analisa harus mengetahui tugasnya

3.3. Analisa harus mengetahui kekuatan dan kelemahan metode yang digunakan

3.4. Analisa harus memahami dalam pendekatan.

Manajemen hanya dapat dilakukan bilamana cukup mempunyai alasan, analisa jabatan dilakukan jika:

1. Analisa jabatan dilakukan manajemen jika terjadi perubahan yang berarti dalam jabatan.

2. Analisa jabatan dilakukan manajemen jika terjadi perubahan yang berarti dalam isi jabatan.

3. Terjadi pergantian personil yang memiliki waktu dinas yang lama dan karena itu perlu dilakukan penyempurnaan jabatan.

4. Analisa jabatan diperlukan jika terjadi perubahan teknologi dan inovasi.

5. Analisa jabatan perlu dilakukan jika terjadi reorganisasi atau perubahan organisasi yang cukup berarti sehingga menyebabkan pembentukan jabatan baru atau menyebabkan jabatan-jabatan lama mempunyai pola hubungan yang baru.

Tahapan-tahapan Untuk mempermudah melakukan analisis jabatan disebutkan dalam peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 dalam analisis jabatan terdapat tiga tahapan yaitu:

1. Mengumpulkan data jabatan


(24)

3. Menjadikan informasi jabatan bagi program-program kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan serta perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

Setelah tahapan-tahapan dalam analisis jabatan selesai dilakukan, maka analisis jabatan akan menghasilkan job description, job specification, dan job evaluation selain menghasilkan job description, job specification, dan job evaluation menurut Komaruddin (1996:16) analisis jabatan juga berguna untuk:

1. Perekrutan dan seleksi (recruitment and selection) 2. Kompensasi (copensation)

3. Evaluasi jabatan (jon evaluation)

4. Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) 5. Latihan (training)

6. Promosi dan pemindahan (promotion and replacement) 7. Organisasi (organization)

8. Pemerkayaan jabatan (job enrichment) 9. Penyederhanan jabtan (work simplification) 10. Penempatan (placement)

11. Peramalan dan perekrutan (forecast and recruitment) 12. Orientasi dan induksi (orientation and induction)

Sedangkan disebutkan dalam KEMENPAN RB Nomor 33 tahun 2011 tentang pedoman analisis jabatan menyebutkan analisis jabatan dapat digunakan untuk:

1. Program kelembagaan, digunakan untuk penyususnan, penyempurnaan, pengembangan, penciutan, penggabungan unit-unit organisasi.


(25)

2. Program kepegawaian, digunakan untuk calon pegawai, pengelolaan pegawai, paska pegawai.

3. Program ketatalaksanaan, digunakan tata kerja, hubungan kerja, dan sistem kerja.

4. Program pendidikan dan pelatihan, digunakan untuk kegiatan-kegiatan perencanaan akan kebutuhan pelatihan dalam mengembangkan pengetahuan para pegawai sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jabatan yang disediakan.

Hasil dari tahapan-tahapan yang telah dilakukan dalam menganalisis jabatan akan ditemukan singkronisasi antara jabatan dan uaraian pekerjaan. Isi dari pokok analisis jabatan adalah informasi jabatan yang berisi:

1. Nama jabatan: nama jabatan adalah sebutan untuk memberi ciri dan gambaran atas isi jabatan, yang berupa sekelompok tugas yang melembaga atau menyatu dalam satu wadah jabatan.

2. Ringkasan tugas: ringkasan tugas merupakan ikhtiar dari keseluruhan tugas jabatan yang ada dan disusun dalam satu kaliamat.

Analisis jabatan merupakan faktor penting untuk mendukung penempatan pegawai pada posisi yang tepat dan sesuai dengan latar belakang pendidikan serta kemampuan pegawai dalam mencapai hasil kerja yang maksimal.

Menurut Tohardi dalam Anwar Prabu (2004:14) Terdapat enam alasan penting mengapa analisa jabatan sangat diperlukan dalam sebuah organisasi :


(26)

1. Organisasi baru dibentuk. Uraian jabatan pada hakikatnya sama pentingnya dengan alasan mengapa organisasi itu dibentuk. Setiap organisasi yang baru muncul atau dibentuk tentu akan memiliki jenis pekerjaan yang berbeda dengan organisasi lain yang telah terbentuk. Karena organisasi itu baru dibentuk, maka penting sekali untuk menjelaskan atau menguraikan pekerjaan-pekerjaan apa saja yang akan dilakukannya

2. Pembentukan suatu pekerjaan baru. Alasan ini mengadu pada munculnya jenis pekerjaan yang baru dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan sebelumnya.

3. Pegawai tidak paham terhadap pekerjaannya. Ada sebagian pegawai.

4. Tumpang tindih dan konflik. Antara pegawai yang satu dengan yang lainnya seringkali melakukan pekerjaan yang sama meskipun mereka berada dalam bidang berbeda. Kondisi ini dapat mengakibatkan salah paham atau konflik terutama dalam hal pertanggungjawaban atas pekerjaan.

5. Arus kerja tidak lancar. Dalam arus kerja, pekerjaan yang satu tentu berhubungan dengan pekerjaan yang lainnya. Apabila satu pekerjaan belum memahami kemana pekerjaan itu diteruskan maka kondisi itu dapat mengakibatkan terhentinya proses pada pekerjaan yang lain.


(27)

6. Sistem penggajian tidak konsisten. Uraian jabatan akan memberikan batasan-batasan terhadap pekerjaaan yang akan dilakukan. Semakin banyak jenis pekerjaan yang dilakukan tentu akan semakin besar kompensasi (gaji) yang diperoleh. Ketidakjelasan terhadap jenis pekerjaan yang dilakukann akan menyebabkan tidak adanya konsistensi dalam hal pemberian imbalan gaji.

Selain ada 9 alasan penting diatas untuk melakukan analisis jabatan, menurut Ike Kusdyah (2010:37) ada tujuan khusus dalam analisis jabatan yaitu:

1. Untuk menentukan kualifikasi yang diperlukan pemegang jabatan. 2. Untuk melengkapi bimbingan dalam seleksi dan penarikan

pegawai.

3. Untuk mengevaluasi kebutuhan pegawai untuk pemindahan atau promosi jabatan.

4. Untuk menetapkan kebutuhan program latihan.

5. Menentukan tingkat gaji, upah, dan pemeliharaan administrasi upah dan gaji.

6. Untuk menilai keluhan-keluhan yang menyoroti masalah keadilan dan kompensasi.

7. Untuk menetapkan tanggung jawab, pertangungjawaban dan otoritas.


(28)

1.1. Definisi Deskripsi Jabatan

Menurut Edwin B. Flippo dikutip oleh Komaruddin (1996:11) mengemukakan bahwa deskripsi jabatan itu adalah penjelasan faktual dan terorganisir mengenai kewajiban-kewajiban dan tanggung jawab-tanggung jawab tentang jabatan yang spesifik. Deksripsi tersebut merupakan langakah awal dalam melakukan analisis jabatan, merupakan dokumen tertulis mengenai fakta-fakta utama yang berhungan dengan jabatan-jabatan individual. Deskripsi jabatan mampu memberikan gambaran yang jelas mengenai karakteristik dari pekerjaan yang akan dilaksanakan yang terdiri atas tanggung jawab dalam bekerja, pelaksanaan operasionalnya, wewenang yang diberikan untuk bekerja, fasilitas yang disediakan, beban kerja yang yang diberikan, kondisi dan lingkungan, kepada siapa harus bertangung jawab, siapa saja yang menjadi bawahan dalam pekerjaan, rekan kerja. Dengan diketahuinya dengan jelas mengenai gambaran pekerjaan sebagaimana tertulis dalam deskripsi jabatan, memungkinkan pegawai tidak lagi mempertanyakan posisi mereka dalam bekerja. Sehingga pegawai memahami apa yag harus mereka lakukan dan bagaimana cara melakukan tugas yang diberikan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.


(29)

Kondisi kerja yang saling mendukung ini memungkinkan pegawai untuk bekerja dengan lebih baik sehingga memberikan dampak yang baik bagi Lembaga, Dinas, Kantor, atau Badan tempat pegawai tersebut bekerja yaitu peningkatan produktivitas.

1.2. Pengertian Spesifikasi Jabatan

Menurut Edwin B. Flippo dikutip oleh Komaruddin (1996:13) mengemukakan spesifikasi jabatan adalah suatu standar personalia dan menunjukan mutu yang diperlukan untuk pelaksanaan yang dapt diterima. Persyaratan tertulis dalam spesifikasi jabatan menjadi mutlakuntuk dipenuhi karena setiap pekerjaan harus dilaksanakan oleh orang yang tepat sehingga dalam pelaksanaanya mampu memberikan hasil yang memuaskan.

Spesifikasi jabatan memuat persyaratan mengenai tingkat pendidikan tetentu yang pernah dijalani, pengalaman dalam bekerja maupun kompetensi yang dimiliki, pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti, dengan diketahinya spesifikasi jabatan diharapkan adanya kesusuaian antara pekerjaan yang diberikan dengan kemampuan yang sesungguhnya dimiliki oleh pegawai, sehingga pegawai dapat dapat benar-benar mampu untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik.

Menurut Ike Kusdyah (2010:38) selain uraian dan spesifikasi jabatan, analisis jabatan juga memiliki kegunaan lain, yaitu:


(30)

1. Pengadaan tenaga kerja, spesifikasi jabatan merupakan standar personalia yang digunakansebagai pembanding para calon tenanga kerja. Isi spesifikasi jabatan akan memberikan dasar pembentukan prosedur seleksi nantinya.

2. Pelatihan, isi uraian dan pekerjaan dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan,khususnya dalam hal program pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. 3. Evaluasi kinerja, persyaratan-persyaratan dan uraian jabatan

dapat dinilai sebagai dasar untuk menentukan nilai pegawai dalam memberikan kompensasi yang layak.

4. Penilaian prestasi, untuk menentukan apakan pekerjaan dapat diselesaiakn dengan baik, maka jabatan akan sangat membantu untuk pemilihan sasaran pekerjaan.

5. Promosi dan transfer pegawai, informasi dan data pegawai akan membatu proses pengambilan keputusan sebagai dasar program promosi dan transfer pegawai.

6. Organisasi, informasi data yang dimilki dapat pula membantu manajemen untuk mengetahui sejauh mana tujuan dan sasaran organisasi tercapai. Hal ini untuk mengindikasi ada tidaknya yang perlu diubah dalam suatu organisasi.

7. Induksi, uraian jabatan sangat berguna, terutama pada pegawai baru, untuk tujuan orientasi karena akan memberikan gambaran pada pegawai baru tentang pekerjaan yang harus dilakukan.

8. Konsultasi, informasi jabatan akan bermanfaat bagi pemberian konsultasi baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja tapi tidak sesuai dengnan jabatan yang ada sekarang.

2. Manfaat Analisis Jabatan

Analisis jabatan mempunyai manfaat yang dapat digunakan oleh organisasi dalam menetukan setiap keputusan yang akan diambil itu sebabnya setiap organisasi perangkat daerah wajib untuk melaksanakan analisis tersebut selain dapat memepermudah pekerjaan juga dapat dilihat secara jelas dan terperinci beban kerja dari setiap pegawai begitupula


(31)

dapat mengevaluasi dan dapat dilakukan penilaian pada pekerjaan. Senada dengan pendapat IG Wursanto yang dikutip dalam buku Harsono (2010:15) ia merumuskan analisis jabatan sangat bermanfaat dalam hal-hal berikut:

1. Membantu dalam perekrutan

2. Membantu dalam menetapkan program penggajian yang adil 3. Membantu pegawai dalam mengenal tugas dan pekerjaanya 4. Membantu pengawasan dan evaluasi pegawai

5. Membantu dalam mengadakan program pelatihan pegawai 6. Membantu pimpinan dalam mengorganisir seluruh pegawai 7. Menghasilkan uaraian jabatan

8. Membantu dalam hal mutasi dan promosi 9. Membantu dalam memperbaiki kondisi kerja

10. Membantu dalam mentukan standar produksi, melalui studi gerak dan waktu

11. Mempermudah perencanaan organisasi dengan memberikan perumusan pada setiap jabatan secara jelas

12. Membantu dalam hal penempatan pegawai berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan

Diangap penting dan mempunyai banyak manfaat dari analisis jabatan karena secara garis besar ada beberapa hal yang dihasilkan dari kegiatan analisis jabatan yaitu uraian jabatan dan spesifikasi jabatan.


(32)

B. Konsep Analisis Jabatan

Konsep merupakan tataran pelaksanaan yang akan dilakukan dalam membuat suatu keputusan, dalam organisasi ada tahap-tahap yang harus dilakukan untuk membuat suatu keputusan. Disebutkan dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 bahwa dalam analisis jabatan meliputi tiga tahap kegiatan yaitu:

1. Mengumpulkan data jabatan

2. Mengelolanya menjadi informasi jabatan

3. Menyajikan informasi jabatan bagi program-program kelembagaan, kepegawaian, ketatalaksanaan serta perencanaan kebutuhan pendidikan dan pelatihan

Sedangkan Menurut Harsono (2010:20) ada tiga tahap yang harus dilakukan dalam menganalisis jabatan yaitu:

1. Tahap Perencanaan

Perencanaan merupakan langkah awal yang dilakukan oleh organisasi untuk menentukan tujuan yang akan dicapai. Perencanaan yang matang akan menentukan indeks keberhasilan.

Tahap perencanaan pada analisis jabatan dilakukan oleh pimpinan organisasi dengan melakukan langkah-langkah dan garis besar kegiatan. Sebelum pengumpulan data dari pegawai penting untuk melakukan proses perencanaan, analisis ini bertujuan untuk menjawab dan mengidentifikasi sasaran dan analisis pekerjaan.

Langkah dalam melakukan perencanaan adalah :

1. Perencanaan pembentukan tim kerja yang bertugas untuk melakukan kegiatan kegiatan analisis jabatan. Pembentukan tim


(33)

kerja dilakukan oleh orang-orang yang ahli dalam bidangnya, atau orang yang telah perpengalaman.

2. Perencanaan proses konsultasi, meliputi:

2.1.Kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, yaitu menjelaskan kebijakan yang akan dilakukan oleh tim kerja. 2.2.Tim kerja mengumpulkan informasi dari seluruh unit kerja

dengan menggunakan wawancara, kuisioner atau observasi. 2.3.Proses perundingan

3. Perencanaan penentuan jabatan-jabatan yang akan dianalisis, seleksi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang akan dianalisis harus segera diambil keputusan agar tidak membuang waktu dan tenaga. Pekerjaan yang akan dianalisis adalah pekerjaan yang akan mengalami perubahan tugas dan fungsinya yang selama ini tidak dapat dilaksanakan secara baik dan optimal.

2. Tahap penetapan tanggung jawab

Penentukan penanggung jawab adalah hal yang sangat penting, dan begitu pula dengan pelaksana analisis jabatan.

Pada kegiatan tahap penetapan tanggung jawab dan pelaksana meliputi:

1. Penanggung jawab pelaksana kegiatan analisis jabatan yang diserahkan kepada Bagian Kepegawaian bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan atau Bagian Organisasi dan Tata Laksana kemudian,

2. Sebagai pelaksana pekerjaan dapat ditangani oleh organisasi sendiri, namun demikian agar lebih obyektif, sebaiknya tugas ini diserahkan kepada Pihak II sebagai Tim Ahli dari luar yang ekspert dan biasa menangani kegiatan seperti ini.


(34)

3. Tahap Pelaksanaan

Tim ahli yang telah ditunjuk sebagai pelaksana analisis jabatan oleh organisasi, segera melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain meliputi:

1. Proses pengumpulan data dan dilakukan dengan meyebarkan kuisioner, melakukan wawancara, pengamatan langsung kepada seluruh karyawan, melakukan konsultasi dengan pemimpin ataupun karyawan.

2. Proses pengolahan data dan informasi. Setelah data dan informasi terkumpul, dipilah-pilah, dikelompokkan sesuai dengan pembidangannya untuk mudah dilakukan pengolahan.

C. Kebijakan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah

Tertuang dalam Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2009 tentang Penataan Organisasi Perangkat Daerah disebutkan dalam pasal 2, penataan organisasi perangkat daerah dilakukan melalui analisis jabatan dan analisis beban kerja sesuai dengan perundang-undangan. Pasal ini jelas mengamanatkan setiap organisasi perangkat daerah melakukan analisis jabatan dalam rangka standarisasi dan tertib penataan kelembagaan perangkat daerah. Pada penulisan ini, peneliti lebih mentikberatkan pada Badan Kepegawain Daerah di Provinsi Lampung, Miftah Thoha (2010:18) menyatakan Badan kepegawaian daerah dibentuk setelah palaksanaan otonomi daerah tahun 1999. Badan ini yang mengurusi administrasi kepegawaian pemerintah daerah baik dipemerintah daerah kabupaten/kota maupun pemerintah daerah provinsi. Sebelum pelaksanaan otonomi daerah


(35)

semua urusan kepegawaian berada di pemerintahan pusat adapun yang ada di daearah hanya sebagai pelaksanan administrasi.

Badan Kepegawaian Daerah juga harus melakukan analisis jabatan pada organisasinya agar dapat efesien dan efektif dalam pelaksanaan pekerjaan. Analisis jabatan yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian Daerah masih menggunakan peraturan dan dasar hukum yang lama seperti:

1. undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian yang telah diubah dengan undang-undang Nomor 43 Tahun 1993.

2. Peraturan Pemerintahan Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.

3. Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pedomanan Analisis Jabatan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

D. Kerangka Pikir

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan dilingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung telah dijelaskan bahwa dalam rangka melaksanakan ketatalaksanaan dan kepegawaian yang berbasis pada kerja dibutuhkan analisis jabatan. Penyusunan analisis jabatan diharapakan dapat mempunyai pengaruh yang besar dalam upaya reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi merupakan upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan perubahan atau perbaikan birokrasi ke arah yang lebih baik. Sesuai dengan Peraturan


(36)

Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 menyebutkan bahwa arah reformasi birokrasi yaitu:

1. Pembangunan aparatur negara dialkukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, baik dipusat maupun di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang lainnya (Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang 2005-2025) 2. Kebijakan pembangunan di bidang hukum dan aparatur diarahkan

pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik melalui pemantapan palaksanaan reformasi birokrasi.

Analisis jabatan merupakan langkah awal dalam melakukan reformasi birokrasi, oleh karena itu dalam melakukan analisis jabatan harus dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Harsono (2010:42) menyebutkan ada beberapa hal yang dihasilkan analisis jabatan, antara lain uaraian pekerjaan (job descrition) merupakan “Rincian pekerjaan yang berisi informasi menyeluruh tentang tugas/keawajiban, tanggung jawab, dan kondisi-kondisi yang diperlukan apabila pekerjaan tersebut dikerjakan" dalam uaraian jabatan untuk setiap jabatan harus ditetapkan secara jelas, dan tegas, karena sebagai kiblat, arah, petunjuk, dan pedoman setiap pegawai dalam melaksanakan tugas, digunakan untuk menghindari duplikasi/kekembaran pelaksanaan tugas, pemborosan tenaga, material, ruang dan waktu.


(37)

Tahapan penyusunan analisis jabatan ada tiga yaitu Tahap Perencanaan, tahap penetapan tanggung jawab dan pelaksana, dan tahap pelaksanaan. Pertama yang harus dilakukan adalah mengumpulakan data jabatan, kemudian setelah didapatkan maka akan diolah menjadi informasi jabatan, dan langkah yang terahir adalah menyajikan informasi tersebut.

Setelah melakukan beberapa tahapan seperti yang telah dijelaskan maka kemudian informasi yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui berat ringannya suatu beban tugas dan tanggung jawab jabatan yang di emban oleh karyawan, untuk mengetahui tingkat kemudahan dan kesulitan dalam penyelesaian masalah pekerjaan, untuk mengetahui tingkat resiko yang akan dihadapi dalam melaksanakan pekerjaan, untuk pemberian balas jasa berupa gaji, kompensasi, remunerasi dan kesejahteraan terhadap pegawai, dan untuk mengetahui berat ringannya tanggung jawab jabatan. Selain banyak informasi yang didapatkan, dalam Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan Dilingkungan Pemerintah Daerah disebutkan analisis jabatan juga digunakan untuk program kelembagaan, program kepegawaian, program ketatalaksanaan dan program pendidikan dan pelatihan.


(38)

Berdasarkan uraian diatas agar lebih jelas dapat dilihat dalam bagan kerangka pikir berikut ini:

Gambar 1. Kerangka Pikir

Pelaksanaan Analisis Jabatan

Pelaksanaan Penetapan

Perencanaan

Badan Kepegawaian Daearah Provinsi Lampung


(39)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Sebuah penelitian perlu digunakan sebuah cara atau metode agar penelitian dapat berjalan secara efektif dan efisien, bahkan keberhasilan sebuah penelitian tergantung pada metode yang digunakan. Metode menurut Surachmand (1978:121) adalah cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesis dengan menggunakan teknik serta alat tertentu. Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan cara kerja dalam memahami objek yang akan menjadi sasaran penelitian guna mengembangkan dan menguji kebenaran suatu penelitian dengan menggunakan teknik dan alat tertentu, adapun metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Menurut Hadari Nawawi (1996:63) metode deskriptif adalah metode pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, dan masyarakat) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana mestinya.


(40)

Sedangkan menurut Nasir (1988:63) yang dimaksud dengan metode penelitian deskriptif adalah suatau penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Dengan demikian beberapa hal yang dijadikan ciri-ciri dari penelitian deskriptif secara umum antara lain:

1. Untuk mengetahui perkembangan dan frekuensi fenomena yang terjadi 2. Untuk mendeskripsikan secara terperinci fenomena yang terjadi.

Sedangkan Bogdan dan Taylor (1975:5) dalam Lexy J. Moleong (2000: 3) mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tulisan atau lisan dari orang-orang. Metode ini dapat mengungkapkan peristiwa riil di lapangan bahkan mengungkapkan nilai-nilai tersembunyi dari penelitian ini.

Pada penelitian ini, setelah peneliti mengumpulkan data dalam bentuk hasil wawancara, dan dokumentasi maka untuk selanjutnya data tersebut akan di analisis lebih mendalam lagi sehingga membentuk suatu kesimpulan ilmiah-alamiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan, terutama dalam hal ini adalah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sebagai objek penelitian.

Lexy J. Moleong (2000: 5) menyatakan bahwa:

Metode kualitatif digunakan karena beberapa pertimbangan Pertama, menyesuaikan metode kualitatif dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; dan ketiga, metode ini lebih peka


(41)

dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Sehubungan dengan metode penelitian kualitatif berarti berbicara pada proses dalam rangka pencapaian suatu tujuan (hasil akhir) yang diinginkan, bukan berbicara pada output (hasil akhir/keluaran), membatasi situasi dengan fokus yang jelas, dan hasilnya dapat di sepakati oleh kedua belah pihak (peneliti dan subjek penelitian).

Tidak terlepas dari pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka tujuan dilakukannya penelitian deskriptif kualitatif ini adalah untuk menggambarkan abstraksi dari berbagai macam alternative Pelaksanaan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung pada Tahun 2011 Berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan.

B. Fokus Penelitian

Batasan masalah dalam penelitian deskriptif kualitatif disebut dengan fokus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Penetapan fokus dalam penelitian kualitatif sangat penting karena untuk membatasi studi dan untuk mengarahkan pelaksanaan suatu penelitian atau pengamatan. Fokus dalam penelitian ini bersifat tentative yang artiya dapat berubah sesuai dengan situasi dengan latar belakang penelitian.

Fokus penelitian ini adalah cara untuk membatasi studi dan bidang kajian penelitian, karena tanpa adanya fokus penelitian maka peneliti akan terjebak pada melimpahnya volume data yang diperoleh dilapangan, oleh karena itu


(42)

fokus penelitian memiliki peranan yang sangat penting dalam membimbing dan mengarahkan jalannya penelitian, melalui fokus penelitian, informasi yang diperoleh dari lokasi penelitian sesuai dengan konteks permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan penjelasan tersebut maka fokus penelitian ini adalah mengenai pelaksanaan analisis jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung pada tahun 2011 berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung nomor 52 tahun 2009 tentang petunjuk teknis analisis jabatan, yang akan dilihat dari:

1. Tahap Perencanaan

Perencanaan merupakan langkah awal yang dilakukan oleh organisasi untuk menentukan tujuan yang akan dicapai karena perencanaan yang matang akan menentukan indeks keberhasilan.

Tahap perencanaan pada analisis jabatan dilakukan oleh pimpinan organisasi dengan melakukan langkah-langkah dan garis besar kegiatan. 1. Pembentukan tim kerja yang bertugas untuk melakukan kegiatan-

kegiatan analisis jabatan.

2. Perencanaan proses konsultasi, meliputi:

1. Kegiatan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi, yaitu menjelaskan kebijakan yang akan dilakukan oleh tim kerja. 2. Tim kerja mengumpulkan informasi dari seluruh unit kerja

dengan menggunakan wawancara, kuisioner atau observasi. 3. Proses perundingan.


(43)

4. Perencanaan penentuan jabatan-jabatan yang akan dianalisis, seleksi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang akan dianalisis harus segera diambil keputusan agar tidak membuang waktu dan tenaga.

2. Tahap penetapan tanggung jawab

Untuk menentukan penanggung jawab adalah hal yang sangat penting, dan begitu pula dengan pelaksana analisis jabatan.

Pada kegiatan tahap penetapan tanggung jawab dan pelaksana meliputi: 1. Penanggung jawab pelaksana kegiatan analisis jabatan yang

diserahkan kepada Bagian Kepegawaian bekerja sama dengan Bidang Penelitian dan Pengembangan atau Bagian Organisasi dan Tata Laksana kemudian,

2. Sebagai pelaksana pekerjaan dapat ditangani oleh organisasi sendiri, namun demikian agar lebih obyektif, sebaiknya tugas ini diserahkan kepada Pihak II sebagai Tim Ahli dari luar yang ekspert dan biasa menangani kegiatan seperti ini.

3. Tahap Pelaksanaan

Tim ahli yang telah ditunjuk sebagai pelaksana analisis jabatan oleh organisasi, segera melakukan kegiatan-kegiatan, antara lain meliputi: 1. Proses pengumpulan data dan dilakukan dengan meyebarkan


(44)

seluruh karyawan, melakukan konsultasi dengan pemimpin ataupun karyawan.

2. Proses pengolahan data dan informasi. Setelah data dan informasi terkumpul, dipilah-pilah, dikelompokkan sesuai dengan pembidangannya untuk mudah dilakukan pengolahan.

C. Lokasi Penelitian

Penetapan lokasi penelitian ini ditentukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan dan tujuan penelitian. Lokasi penelitian ini ialah di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung. Dipilihnya Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung sebagai lokasi dengan alasan bahwa Badan Kepegawaian Daerah sebagai badan yang mengurusi administrasi kepegawaian pemerintah daerah baik di pemerintah daerah kabupaten/kota maupun pemerintah daerah provinsi. Kebutuhan akan adanya analisis jabatan agar penempatan para pegawai, terutama yang akan menduduki jabatan struktural tertentu memiliki kompetensi yang sesuai dengan jabatan yang akan diembannya.

D. Jenis Data

Penelitian ini perlu didukung dengan adanya data yang akurat dan lengkap. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan sumbernya yaitu:


(45)

1. Data Primer

Data primer merupakan sumber dari penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber aslinya. Berasal dari catatan yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti melalui teknik wawancara. Sumber data primer diperoleh dari pihak-pihak yang mengetahui dalam hal pelaksanaan analisis jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung berdasarkan peraturan Gubernur nomor 52 tahun 2009. Agar mendapatkan data yang akurat maka peneliti mewawancarai lima pegawai yang berkerja pada Badan Kepegawaian Daerah dan pegawai yang ada pada Biro Organisasi Seketariat Daerah Provinsi Lampung. Alasan peneliti melibati pegawai yang ada di Biro Organisasi sebagai informan adalah karena dalam pelaksanaan analisis jabatan merupakan bentuk kerjasama tim antara Biro Organisasi dan Dinas atau Kantor terkait dan pada penelitian ini yang menjadi fokusnya adalah Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara atau sumber data yang dicatat oleh pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini yaitu dapat berupa data-data seperti dokumen peraturan-peraturan yang digunakan. Dalam pengumpulan dokumen peneliti mendapatkan peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 yang didapatkan dari Biro Organisasi, kemudian dokumen analisis yang telah jadi pada tahun 2011 dan dokumen tersebut peneliti dapatkan dari Badan Kepegawaian Daerah.


(46)

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab permasalahan penelitian. Maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik Wawancara

Secara sederhana wawancara diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan menggunakan Tanya jawab antara pencari informasi dan sumber informasi. Seperti diungkap Hadari Nawawi (2001:111) yaitu:

”wawancara adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk menjawab secara lisan pula. Ciri utama dari wawancara adalah langsung dengan tatap muka (face to face relationship) antara si pencari informasi (interviewer/information hunter) denngan sumber informasi (interviewe).”

Pada saat peneliti mulai mencari informasi terkait pelaksanaan analisis jabatan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, langkah awalnya menemui pegawai bagaian umum untuk menyerahkan surat tembusan dari Badan KESBANGPOL Provinsi Lampung. Sambutan yang diberikan pegawai tersebut cukup baik dan sangat membantu peneliti untuk proses selanjutnya, kemudian tidak membutuhkan waktu cukup lama dan kebetulan informan yang telah ditentukan oleh peneliti ada ditempat maka setelah surat masuk peneliti langsung dipersilahkan untuk menemui Bapak Sekretaris untuk mendapatkan informasi kepada beliau. Setelah peneliti rasa cukup infomasi didapat kemudian peneliti meminta izin untuk mewawancarai pegawai lainnya yaitu Bapak Kepala


(47)

bagian umum dan kepewaian, dari informan kedua peneliti mendapatkan penjelasan yang lebih detail bahkan beliau memberikan dokumentasi terkait analisis jabatan pada tahun 2011 kemarin. Karena keterbatasan waktu maka peneliti memutuskan untuk melanjutkan wawancara pada keesokan harinya, pada hari kedua peneliti telah mendapatkan informasi dari semua informan yang telah ditentukan oleh peneliti.

2. Observasi

Nasution dalam Sugiyono (2011:226) menerangkan bahwa observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Berdasarkan definisi di atas, maka observasi merupakan pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data atau gambaran yang jelas dari obyek penelitian yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pada obeservasi ini, peneliti akan menggunakan partisipasi pasif (passive participant). Sehingga dalam hal ini peneliti datang ke tempat kegiatan atau lokasi obyek yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut, dan data yang diperoleh disebut data primer.


(48)

Pada saat observasi peneliti lakukan pada saat pra riset, peneliti melihat dokumen, dan alat-alat yang digunakan Badan Kepegawaian Dearah untuk melaksanakan analisis jabatan, setelah peneliti mendapatkan sedikit informasi yang mengatakan bahwa pelaksanaan analisis jabatan ini merupakan kerjasama antara Dinas ataua Badan yang melaksanakan analisis jabatan dengan Biro Oraganisasi karena setelah diolah maka akan diserahkan pada Biro Oraganisasi yang mempunyai kewenangan penuh dalam pemenuhan pegawai yang dibutuhkan.

3. Dokumentasi

Pengumpulan dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen atau catatan dari peristiwa yang telah berlalu. Dokumen yang di kumpulkan dapat berupa dokumen berbentuk tulisan seperti; peraturan, data penduduk, agenda dan sebagainya, maupun dokumen yang berupa gambar seperti foto, sketsa, dan sebagainya. Dokumentasi dalam penelitian ini, dimaksudkan untuk memperoleh data sekunder dan merupakan teknik bantu dalam pengumpulan data.

Dokumentasi yang didapatkan oleh peneliti cukup lengkap dari dokumen, peraturan yan dipakai, profil tentang Badan Kepegawaian Daerah, dan foto saat peneliti melaksanakan wawancara pada informan.


(49)

F. Penentuan Informan

Sumber data merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan hasil penelitian. Dalam penelitian ini, informan yang dijadikan sebagai sumber informasi adalah pegawai pemerintah daerah yang bekerja pada Badan Kepegawaian Provinsi Lampung

Teknik penentuan informan dilakukan secara purposive sampling. Berkaitan dengan teknik sampling, menurut Spreadley dan Faisal (1990:67) teknik pengambilan sampel purposive adalah sampel ditetapkan secara sengaja oleh peneliti, dalam hubungan ini lazimnya dinyatakan atas kriteria-kriteria atau pertimbangan-pertimbangan tertentu, jadi tidak melalui proses pemilihan sebagaimana yang dilakukan dalam teknik random. Selanjutnya, (Sparadley dan Faisal :1990) mengungkapkan agar memperoleh informasi yang lebih terbukti berdasarkan informan, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan:

1. Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktifitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian,

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian, 3. Subjek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu,

dan kesempatan untuk dimintai keterangan,

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

Sedangkan menurut Sanafiah Faisal dalam Sugiyono (2011:221) mengemukakan bahwa, situasi sosial untuk sampel awal sangat disarankan


(50)

suatu situasi sosial yang didalamnya menjadi semacam muara dari banyak domain lainnya. Selanjutnya dinyatakan bahwa, sampel sebagai sumber data atau sebagai informan sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1. mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi, sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayatinya;

2. mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti;

3. mereka yang mempunyai waktu yang memadai untuk dimintai informasi;

4. mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri;

5. mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan

peneliti sehingga lebih menggairahkan untuk dijadikan semacam guru atau narasumber.

Berdasarkan pendapat diatas kriteria yang ditentukan oleh peneliti dalam menentukan informan berdasarkan pertimbangan yaitu:

1. Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, yakni Bapak Hazairin Usman.

2. Kapala bagian Umum dan Kepegawaian Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung, yakni Bapak Beni Sukmara.

3. Bagian pengadministrasian umum, yakni Ibu Noni Triwahyuni

4. Bagian pengumpulan dan penyusunan data, yakni Bapak Martian Ariandi.


(51)

F. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data dapat diartikan sebagai proses mengartikan data-data yang diperoleh agar sesuai dengan tujuan dan sifat penelitian, atau dengan kata lain yang berarti agar data yang telah diperoleh dapat dimaknai, sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Tahap Pemeriksaan data atau Editing

Proses yang dilakukan pada tahap ini adalah data yang diperoleh dari diperiksa kembali, terutama data dari hasil wawancara, apakah masih ada kekurangan atau terdapat kekeliruan. Tujuan dari editing ini adalah untuk mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam pertanyaan yang telah diajukan kepada narasumber penelitian.

Pada tahap editing peneliti hanya malakukan sedikit pengeditaan pada hasil wawancara yang telah dilaksanakan, pada saat wawancara tidak terdapat kesalahan dan kekurangan informasi juga telah ditutupi dengan informan yang lainnya.

2. Interpretasi Data

Interpretasi data adalah proses penafsiran atau penjabaran atas hasil penelitian yang telah dilakukan untuk dicari makna yang lebih luas dengan menghubungkan jawaban yang diperoleh dengan data lain. Dalam penginterpretasian data peneliti menjabarkan jawaban dari informan dengan mengaitkan hasil dari observasi peneliti di lapangan.


(52)

G. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2006:276), mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Menurut Mils dan Huberman analisis data meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data diartikan sebagai suatu proses merangkum, pemilihan hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal-hal-hal penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang sudah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dilakukan secara terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dilapangan, dianalisa melalui tahapan penajaman informasi, penggolongan berdasarkan kelompoknya, pengarahan atau diarahkan dari arti data tersebut.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pereduksian data seperti ketika peneliti melakukan interview dengan informan, banyak informasi yang diperoleh yang tidak berkaitan dengan fokus penelitian seperti ketika salah satu informan mendeskripsikan mengenai penerapan prinsip


(53)

profesionalisme pada mutasi pegawai negeri sipil di Dinas tersebut. Dalam tahap reduksi data, hasil wawancara yang tidak mengena dngan fokus penelitian seperti tersebut dibuang, selanjutnya data dklasifikasikan. Pada proses pengklasifikasian peneliti juga masih mengalami kelebihan data, sehingga juga terjadi pemuangan data yang tidak perlu, hingga pada akhirnya ditemukan data yang benar-benar sesuai untuk menjawab focus penelitian. Oleh karena itu, selama penelitian peneliti melakukan reduksi data secara terus-menerus.

2. Penyajian Data (Data Display)

Merupakan penyusunan sekumpulan informasi yang member kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah di organisir ke dalam matriks analisis data akan disajikan kedalam bentuk teks naratif, gambar, table dan bagan. Penyajian data dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dalam wawancara terhadap informasi serta menghadirkan dokumen sebagai penunjang data.

3. Penarikan Kesimpulan/verifikasi (Conclusion drawing/verification) Penarikan kesimpulan dan verifikasi dilakukan secara terus-menerus selama penelitian berlangsung, yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama pengumpulan data. Peneliti berusaha untuk menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, hipotesis dan sebagainya yang dituangkan dalam kesimpulan yang tentative. Akan tetapi dengan bertambahnya data


(54)

melalui proses verifikasi secara terus-menerus, maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat “grounded”, dengan kata lain setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung.


(55)

PELAKSANAAN ANALISIS JABATAN PADA BADAN

KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2011

BERDASARKAN PERATURAN GUBERNUR LAMPUNG NOMOR 52

TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN DAN PETUNJUK TEKNIS

ANALISIS JABATAN

(Skripsi)

Oleh

SHELY NOVILTA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2012


(56)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………... 1 B. Rumusan Masalah…………..……….….... 14 C. Tujuan Penelitian……….... 14 D. Kegunaan Penelitian………... 15

1. Secara Akademis……….. 15

2. Secara Praktis………... 15

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Analisis Jabatan ... 16 1. Definisi Analisis Jabatan ... 16 1.1. Definisi Deskripsi Jabatan ... 24 1.2. Definisi Spesifikasi Jabatan ... 25 2. Manfaat Analisis Jabatan... 26 B. Konsep Analisis Jabatan ... 28 1. Tahap Perencanaan ... 28 2. Tahap Penetapan Penanggung Jawab ... 29 3. Tahap Pelaksanaan ... 30 C. Kebijakan Analisis Jabatan Badan Kepegawaian Daerah ... 30 D. Kerangka Pikir ... 31 III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ... 35 B. Fokus Penelitian ... 37 C. Lokasi Penelitian .. ... 40 D. Jenis Data ... ... 40 1. Primer ... 41 2. Sekinder ... 41 E. Teknik Pengumpulan Data ... 42 1. Wawancara ... 42 2. Observasi ... 43 3. Dokumentasi ... 44 F. Sumber Informan ... 45


(57)

H. Teknik Analisis Data ... 48 1. Reduksi Data ... 48 2. Penyajian Data... ... 49 3. Verifikasi atau Kesimpulan... 49

IV. GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Singkat Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung ... 51 B. Visi dan Misi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung ... 52

1. Visi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung... 52 2. Misi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung ... 52 C.Tugas Pokok dan Fungsi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung.... 53 D.Struktur Organisasi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung... 55 E. Keadaan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung... 56 1. Sumber Daya Manusia ... 56 2. Sarana dan Prasarana ... 59 F. Program/Kegiatan Yang Dilaksanakan Pada Sekretariat Dan Bidang-Bidang 64 1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran ... 64 2. Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur ... 65 3. Program Peningkatan disiplin aparatur ... 65 4. Program Fasilitas Pindah/Purna Tugas PNS ... 65 5. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur ... 65 6. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Capaian Kinerja

dan Keuangan ... 65 7. Program Pembinaan dan Pengembangan Aparatur ... 66 V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Deskripsi Informan ... 67 2. Deskripsi Analisis Jabatan... 67 B. Pembahasan

1. Deskripsi Pelaksanaan Analisis Jabatan pada Badan Kepegawaia... 73 1. Tahap Perencanaan ... 74 2. Tahap Penetapan ... 74 3. Tahap Pelaksanaan ... 75 2. Analisis Aspek Sumber Daya Manusia dalam Proses Analisis Jabatan

Pegawai Negeri Sipil ... 91

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan ... 97 B. Saran ... 97


(58)

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahawa proses pelaksanaan analisis jabatan Pegawai Negeri Sipil ini telah sesuai dengan peraturan Gubernur Lampung nomor 52 tahun 2009 tentang pedoman dan petunjuk teknis analisis jabatan dan telah melalui tahapan-tahapan yang mengacu kepada peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang pedomanan dan petunjuk teknis pelaksanaan analisis jabatan kesimpulan tersebut peneliti tidak hanya dengan memperhatikan informasi yang didapat dari informan tapi juga saat observasi dan dokumentasi yang peneliti dapatkan.

B. Saran

Saran-saran yang dapat diajukan berkaitan dengan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut;

1. Analisis jabatan Pegawai Negeri Sipil yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung harus tetap mengunakan pedoman dan prosesdur yang berlaku untuk mendapatkan jumlah pegawai yang sesuai dengan kebutuhan kerja, tidak berlebihan dan tepat pada tupoksi dan sesesuaian dengan disiplin ilmu pegawai.


(59)

2. Perlu adanya perhatian lebih lanjut mengenai latar belakang pendidikan pegawai dan bentuk keprofesionalan pegawai. Mengingat hasil dari analisis jabatan ini banyak fungsinya, seperti dalam proses mutasi pegawai, diklat, pelatihan dan lain sebagainya sehingga diharapkan proses analisis jabatan benar-benar detai sehingga fungsinya tidak hanya untk mengetahui berapa jumlah yang dibutuhkan saja. Karena dalam proses mutasi pegawai seharusnya dapat mengimplemantasikan analis jabatan apabila dengan sebenar-benarnya seandainya mendapat tugas sebagai analis jabatan atau sebagai pemimpin suatu oraganisasi atau lembaga. Apabila analisis jabatan telah dilaksanakan dengan prosedur dan peraturan yang ada maka penulis yakini bahwa dengan proses demikian akan didapatkan sumber daya manusia yang berkompen, sehingga perlahan-lahan proses reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik.

Mengingat masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah memberikan semacam publik alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat dalam mengambil inisiatif, birokrasi perlu melakukan beberapa perubahan sikap dan perilakunya antara lain: 1. Birokrasi harus lebih mengutamakan sifat pendekatan tugas yang

diarahkan pada hal pengayoman dan pelayanan masyarakat; dan menghindarkan kesan pendekatan kekuasaan dan kewenangan;


(1)

Struktural. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 11 Tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Provinsi Lampung dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Lampung. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pedoman Analisis Jabatan di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah. Peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan di Lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung.

Adanya pelaksanaan analisis jabatan ini ditujukan untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkompeten dan mempunyai daya kerja yang baik untuk mendapatkan pegawai yang mempunyai dedikasi tinggi terhadap pememberian pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya analisis dapat digunakan untuk berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pegawai seperti untuk pemberian pelatihan kepada pegawai yang belum pernah mengikuti diklat yang lebih jelas adalah dengan adanya analisis jabatan maka semua informasi tentang pegawai dapat diketahui dengan mudah.

Pelaksanaan analisis jabatan dapat dilakukan dengan lingkup makro dan mikro, lingkup makro adalah tugas dari Biro Organisasi karena mempunyai peranan yang lebih besar, kemudian lingkup Mikro adalah lingkup instansi itu sendiri, dan Badan Kpegawaian Daerah Lampung telah melakasanakan analisis tersebut dan telah diserahkan pada pihak Biro Organisasi yang kemudian akan di tindak lanjuti. Seperti


(2)

94

diungkapkan oleh Bapak Beni, saat wawancara pada tanggal 21 September 2012, beliau menyatakn bahwa:

... hasil dari pelaksanaan analsis jabatan telah diserahkan oleh pihak Biro Oraganisasi, Badan Kepegawaian Daerah telah memberikan informasi berapa jumlah yang dibutuhkan oleh Badan kepegawaian Daerah untuk memaksimalkan hasil kerja.

Setiap pegawai negeri harus duduk dalam suatu jabatan. Uraian tentang nama jabatan, ringkasan tugas jabatan, rincian tugas jabatan, hasil kerja, bahan kerja, perangkat kerja, hubungan kerja jabatan, keadaan tempat kerja, upaya fisik, kemungkinan resiko bahaya; dan syarat jabatan. Untuk itulah analisis jabatan dan analisis beban kerja diperlukan dalam rangka menyusun daftar susunan pegawai sesuai dengan jabatan yang ada dalam organisasi pemerintahan. Ke depan setiap jabatan harus diisi oleh tenaga-tenaga yang mempunyai keahlian dan pengetahuan yang tinggi, kecakapan yang memadai, wawasan yang luas, dedikasi yang tinggi dan minat serta perhatian yang besar terhadap tugas pekerjaan dalam jabatan yang dipangkunya dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang efektif dan efisien, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dituntut untuk bekerja secara profesional. Pada kenyataannya, profesionalisme yang diharapkan belum sepenuhnya terwujud. Penyebab utamanya karena terjadiketidaksesuaian antara kompetensi pegawai dengan jabatan yang didudukinya. Ketidaksesuaian tersebut, disebabkan oleh komposisi keahlian atau keterampilan pegawai yang belum proporsional. Demikian pula pendistribusian Pegawai Negeri Sipil saat ini masih belum


(3)

mengacupada kebutuhan organisasi sebenarnya, dalam arti belum didasarkan pada beban kerja yang ada. Menumpuknya pegawai di satu unit tanpa pekerjaan yang jelas dan kurangnya pegawai di unit lain merupakan suatu contoh yang nyata dari permasalahan tersebut. Disisi lain pembentukan organisasi cenderung tidak berdasarkan kebutuhan nyata, dalam arti organisasi yang dibentuk terlalu besar sementara beban kerjanya kecil, sehingga pencapaian tujuan organisasi tidak efisien dan efektif.

Selain realitas ada juga ditemukan adanya penempatan pegawai negeri sipil yang tidak sesuai dengan latar belakang keahliannya. Sebagai contoh ada seorang yang memiliki latar belakang pendidikan Sarjana Ekonomi serta telah memiliki syarat-syarat lainnya yang ditentukan untuk duduk dalam jabatan sesuai bidangnya justru ditempatkan di Satuan Polisi Pamong Praja sementara untuk jabatan tersebut harusnya sesuai untuknya didudukan pegawai yang tidak memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai.

Adanya realitas diatas dapat dimengerti mengapa analisis jabatan pegawai negeri sipil harus dilakukan dan menerapkan prinsip profesionalisme berdasarkan peraturan Gubernur Lampung Nomor 52 Tahun 2009 hal tersebut terjadi karena; adanya dugaan kepentingan-kepentingan sempit (ekonomi dan politik) dari pembuat kebijakan, adanya dugaan aspek personal, adanya keterbatasan jumlah pegawai yang memiliki keahlian tertentu yang diperlukan sebagai akibat dari pola


(4)

96

rekuitmen pegawai baru yang tidak disesuaikan dengan kebutuhan kontektual daerah, adanya ketidakpahaman/ketidakmampuan dari para pejabat yang bertanggung jawab dalam pengelolaan kepegawaian untuk menginterpretasikkan spirit dari peraturan kepegawaian yang ada.

Melihat beberapa realitas sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka dapat disimpulkan bahwa analisis jabatan pegawai negeri sipil yang dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Lampung khususnya dilihat dari aspek kompetensi admnistrasi sebenarnya proses analisis jabatan pegawai negeri sipil tersebut tidak dalam kapasitas untuk menciptakan terjadinya kompetensi administrasi khususnya dilihat dari kompetensi lembaga dan kompetensi individu (SDM). Organisasi yang dibentuk dalam jajaran birokrasi Badan Kepegawaian Daerah tidak mengarah pada terciptanya kompetensi lembaga secara menyeluruh karena masih ada beberapa organisasi yang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya saling tumpang tindih (duplikasi) satu sama lainnya, serta kompetensi personil baik lembaga ataupun individunya masih belum terwujud karena penempatan personil dalam jabatan-jabatan di organisasi birokrasi pemerintah daerah (khususnya jabatan structural) untuk melaksanakan tanggung jawab bidang tertentu kurang/tidak sesuai antara bidang tugas yang ditangani dan keahliannya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Harsono. 2010. Perencanaan Kepegawaian. Fokusmedia. Bandung

Kusdyah Ike Rachmawati. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi Yogyakarta. Yogayakata

Komaruddin. 1996. Pengadaan Personalia. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Nawawi, Hadari. 1996. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University Press. Yogayakarta

Nazir, Moh. PH. 1988. Metode penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta

Prabu Anwar Mangkunegara. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Remaja Rosdakarya. bandung

Prasetyo Bambang dan Lina Miftahul Jannah. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sugiono. 1999. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta. Bandung


(6)

Peraturan Perundangan

Peraturan Gubernur Nomor 52 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Analisis Jabatan Dilingkungan Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah

Peraturan Mentri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 26 Tahun 2011 Tentang Perhitungan Jumlah Kebutuhan Pegawai Negeri Sipil Untuk Daerah

Mentri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 33 Tahun 2011 Tentang Pedoman Analisis Jabatan

Skripsi

Listyani, Teny. 2001. Studi Evaluasi Tentang Efektifitas Pelayanan Umum di Kelurahan Panjang Selatan Bandar Lampung

Sumber Lain

http://masalah-sdm-birokrasi-di-indonesia-dan.html

http://carlamagnoaraujoamaral»artikelanalisisjabatan.htm www.wordpress.pns.com