Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

(1)

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten NiasNomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan

Pendapatan Asli Daerah

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Departemen Ilmu Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

OLEH

Petra Rosjuwita Telaumbanua 100903082

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2014


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas penyertaan dan kasihNya kepada saya sehingga saya bisa melanjutkan studi di jurusan Ilmu Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara serta mampu menyelesaikan kuliah dengan baik.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak sekali kekurangan baik dari segi substansi maupun redaksinya. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, kritikan dan saran dari Bapak dan Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa.

Pada kesempatan ini saya juga ingin mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orangtua penulis : Ariston Telaumbanua dan Idaman G. Harefa (Alm) yang selalu memberikan doa yang tak henti-hentinya serta dukungan moril dan materil selama penulis menuntut ilmu hingga saat ini. Penulis juga yakin, meskipun Mama kini telah pergi untuk selama-lamanya, Mama selalu menyertai saya dan pasti bangga bahwa saya kini telah menyelesaikan kuliah saya.

2. Saudara-saudari penulis : Genius Angelus Gloridian Telaumbanua, SH, Bruno AR. Telaumbanua, ST, Gratiano Nelson Telaumbanua, ST, Romana Mega Santi Telaumbanua, kakak ipar penulis Agnes Larosa,Amd serta keponakan penulis Lex Winston Telaumbanua. Terimakasih untuk dukungan doa dan hal lainnya yang dapat membantu karakter penulis, memberikan semangat, terlebih ponakan penulis yang menghibur penulis dikala penulis merasa jenuh dalam menyelesaikan skripsi ini. Tante kangen kamu Winston.

3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

4. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

5. Ibu Dra. Elita Dewi, MSP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

6. Bapak M. Ridwan Rangkuti, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah meluangkan waktu dan sumbangan pikiran dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak Dadang Darmawan, M.Si, selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan kepada penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

8. Bapak Alwi Hasyim Batubara, M.Si, selaku dosen pembimbing akademik penulis selama kuliah di Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis dalam perkuliahan dijurusan ini serta memberikan masukan dan saran dalam pemilihan matakuliah penulis.

9. Kak Mega, Kak Dian staf dikampus FISIP USU.

10. Bapak Blasius Dawolo, S.S selaku Plt. Direktur Utama PD. Pasar Ya’ahowu serta seluruh staf dan karyawan PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian serta membantu penulis dalam merangkum data yang dibutuhkan oleh penulis.

10. Teman-teman seperjuangan penulis : Bobby Trimart Gea S.Sos, Elvina Dewi Gulo, Christine Batubara, Ade Auristha Manurung, Mariance Hasibuan S.Sos, Susanti Lona Silalahi,S.Sos, Ira Ria Purba, Zudika Manulang, David Saputra S.Sos, Maulana All Ravi Siregar, Junita Capah S.Sos, Geny Iryenti Putri S.Sos, Agustiana Padang S.Sos, Fahmi Nasution, Muda Rahmansah Nasution, Bernad Nazaras serta yang lainnya. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini, saya bangga pernah mengenal kalian dan menjadi bagian dari kalian.

11. Rekan-rekan Ilmu Administrasi Negara khususnya stambuk 2010, terimakasih atas semuanya kawan.


(4)

12. Teman-teman penulis anggota DOBO FC terutama anak gang bahagia: Om Dian, Ivan, Condrat, Bg Michael, Putra, Jimmy dan lainnya yang menjadi teman yang menghibur penulis kala suka dan duka.

13. Teman-teman SMA penulis : Eirene Telaumbanua, Marganda Simanjuntak, Vinny Zega, Wira Zai, Ivon Hulu, Herlitasah Daeli, serta teman-teman yang lain yang tak bisa disebutkan satu persatu namanya.

14. Rekan-rekan Di Forum Mahasiswa Nias Universitas Sumatera Utara (ForMan-USU), terimakasih atas dukungannya selama ini.

15. Untuk mereka yang selalu menjadi penyemangat penulis selama ini dikampus, terimakasih kepada kalian.

Akhir kata penulis memohon maaf apabila ada kesalahan yang penulis lakukan, baik selama studi maupun dalam penulisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmiah yang berguna untuk setiap orang yang membacanya.

Medan, Juni 2014


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Fokus Masalah ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 10

1.6 Kerangka Teori ... 10

1.6.1 Kebijakan Publik ... 11

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik ... 11

1.6.1.2 Mekanisme Kebijakan Publik ... 13

1.6.2 Implementasi Kebijakan ... 15

1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 15

1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan ... 18


(6)

b. Model Edward ... 20

c. Model Matland ... 23

1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah . 29 1.6.4 Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perusahaan Daerah ... 30

1.6.4.1 Undang-Undang Dasar 1945 ... 31

1.6.4.2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah ... 32

1.6.4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 33

1.6.5 Perusahaan Daerah ... 34

1.6.4.1 Manajemen Perusahaan Daerah... 35

1.7 Definisi Konsep ... 39

1.8 Definisi Operasional ... 40

1.9 Sistematika Penulisan ... 41

BAB II METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian ... 42

2.2 Lokasi Penelitian ... 42

2.3 Informan Penelitian ... 43


(7)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1 Profil Singkat Kabupaten Nias ... 46

3.2 Sejarah Berdirinya Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 49

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi PD. Pasar Ya’ahowu ... 50

3.4 Visi dan Misi PD. Pasar Ya’ahowu ... 50

3.5 Struktur Organisasi ... 51

3.6 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Struktur Organisasi PD. Pasar Ya’ahowu ... 53

3.6.1 Badan Pengawas ... 53

3.6.2 Direksi ... 55

3.6.3 Unsur Staf ... 59

3.6.4 Unsur Pelaksana ... 63

BAB IV PENYAJIAN DATA 4.1 Data Keadaan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 67

4.1.1 Data tentang Karyawan PD Pasar Ya’ahowu ... 67

4.1.2 Data Keadaan Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu ... 71

4.2 Identitas Informan ... 76

4.3 Penyajian Data Tentang Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang PD. Pasar Ya’ahowu... 77

4.4 Data Sekunder ... 88


(8)

4.4.2 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Nias ... 92

4.4.3 APBD Kabupaten Nias (Pendapatan) ... 93

4.4.4 Foto-foto Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu ... 94

BAB V ANALISIS DATA 5.1 Analisis Aspek Manajemen Perusahaan ... 100

5.1.1 Kemampuan Manajemen ... 100

5.1.2 Aspek Keuangan Perusahaan ... 105

5.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia ... 110

5.2 Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah ... 112

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 119

6.2 Saran ... 120

DAFTAR PUSTAKA ... 122


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis Pendapatan Daerah (APBD Nasional 2007-2012) ... 4

Tabel 1. 2 . APBD Kabupaten Nias tahun anggaran 2009-2013 ... 7

Tabel 1.3. Persentase PAD terhadap APBD (2009-2013) ... 7

Tabel 3.1 Data Umum tentang Kabupaten Nias... 47

Tabel 3.2 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias ... 47

Tabel 3.3 Banyaknya Desa, Kelurahan, Dusun, Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias ... 48

Tabel 4.1 Daftar nama karyawan PD Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 67

Tabel 4.2 Klasifikasi SDM berdasarkan Jenis Kelamin... 68

Tabel 4.3 Klasifikasi SDM berdasarkan tingkat pendidikan ... 69

Tabel 4.4 Klasifikasi SDM Berdasarkan Usia ... 69

Tabel 4.5 Klasifikasi SDM Berdasarkan Masa Kerja ... 69

Tabel 4.6 Data Bangunan yang dimiliki PD Pasar Ya’ahowu ... 71

Tabel 4.7 Klasifikasi Bangunan berdasarkan tarif ... 72

Tabel 4.8 Total Penyewa Gedung Kios 2010-2014 ... 74

Tabel 4.9 Modal Awal PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias ... 84

Tabel 4.10 Pendapatan Perusahaan Daerah dari tahun 2010-2013 ... 92

Tabel 4.11 PAD Kabupaten Nias Tahun Anggaran 2010-2013 ... 92

Tabel 4.11 APBD Kabupaten Nias 2009-2013 ... 94

Tabel 5.1 Persentase Pendapatan PD. Pasar Ya’ahowu terhadap PAD ... 116


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Pemahaman dasar proses kebijakan publik ... 17

Gambar 1.2 Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn... 22

Gambar 1.3 Model Teori George Edward III ... 25

Gambar 1.4 Ambiguitas Matland ... 23

Gambar 1.5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho ... 28

Gambar 2.1:Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu tampak depan ... 44

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PD Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias... 54

Gambar 4.1 Blok A PD. Pasar Ya’ahowu ... 94

Gambar 4.2 Blok B PD. Pasar Ya’ahowu ... 94

Gambar 4.3 Blok C PD. Pasar Ya’ahowu ... 95

Gambar 4.4 Blok D PD. Pasar Ya’ahowu yang merupakan kantor direksi dan staf PD. Pasar Ya’ahowu ... 95

Gambar 4.5 Suasana dalam blok A PD. Pasar Ya’ahowu... 96

Gambar 4.6 Keadaan Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu yang masih kosong penyewa ... 97


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi

Lampiran 2. Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi

Lampiran 3. Surat Izin Pra Penelitian

Lampiran 4. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi

Lampiran 5. Surat Penunjukkan Dosen Pembimbing

Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Meneliti

Lampiran 8. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal

Lampiran 9. Berita Acara Seminar Proposal Rencana Usulan Penelitian

Lampiran 10. Daftar Pertanyaan Wawancara

Lampiran 11. Transkip Wawancara Dengan Plt. Direktur Utama PD. Pasar Ya’ahowu

Lampiran 12. Transkip wawancara dengan PLT. Direktur Administrasi dan hukum pd. Pasar ya’ahowu

Lampiran 13. Transkip wawancara dengan divisi keuangan PD. Pasar ya’ahowu

Lampiran 14. Data APBD 2009-2013

Lampiran 15. UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1962

Lampiran 16. PERATURAN DAERAH KABUPATEN NIAS NOMOR 2 TAHUN


(12)

ABSTRAK

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Skripsi ini disusun oleh :

Nama : Petra Rosjuwita Telaumbanua

NIM : 100903082

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si

Kabupaten Nias merupakan daerah otonom yang memberdayakan BUMD-nya sebagai sumber dari pendapatan daerahBUMD-nya (PAD) .Bangunan Pasar Ya’ahowu adalah merupakan salah satu BUMD yang menjadi sumber pendapatan asli daerah Kabupaten Nias. Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli tersebut dapat dikelola secara sosial dan profesional, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli sebagai payung hukum pengelolaan perusahaan dimaksud. Hal ini tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Yaahowu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias nomor 2 tahun 2010 tentang perusahaan daerah pasar Ya’ahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah. Metode pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan cenderung telaah dokumen (data sekunder).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran PD. Pasar Ya’ahowu untuk meningkatan Pendapatan Asli Daerah sudah terlihat meskipun masih belum optimal. Hal ini bisa dilihat dari sumbangan yang diberikan kepada daerah pada tahun 2012 sebesar Rp. 67.419.572 dan pada tahun 2013 sebesar Rp. 300.000.000, meski pada tahun 2010 dan 2011 masih merugi. Kemampuan direksi, pengelolaan keuangan perusahaan serta SDM berkualitas yang masih belum memadai menjadi tolak ukur peningkatan pendapatan perusahaan. Revisi Peraturan Daerah dalam perampingan jabatan serta kemauan dari direksi dalam menciptakan inovasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan perusahaan. Sehingga nantinya, PD. Pasar Ya’ahowu menjadi salah satu BUMD yg berpotensi besar sebagai penopang PAD Kabupaten Nias.

Kata Kunci (Keywords) : Implementasi Kebijakan, Pendapatan Asli Daerah, Perusahaan Daerah


(13)

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

Sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada masa reformasi telah memberikan kewajiban kepada Pemerintah daerah (daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota) untuk melaksanakan politik desentralisasi dan dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan atau Otonomi daerah (UUD 1945 Pasal 18). Otonomi daerah berimplikasi luas terhadap tata pemerintahan didaerah. Penerapan otonomi daerah telah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahan berdasarkan kemampuan lokal yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan kepada publik dapat dilakukan secara optimal. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah mulai berlangsung.

Secara umum konsep desentralisasi terdiri atas desentralisasi politik, desentralisasi administratif, desentralisasi fiskal dan desentralisasi ekonomi (Kunarjo, 2003). Dalam rangka mendorong demokratisasi dan pembangunan daerah, implementasi desentralisasi tidak dapat dilepaskan dari keempat bentuk desentralisasi tersebut dan tidak dapat membatasi pada satu bentuk desentralisasi.

Penerapan otonomi daerah tidak saja berkonsekuensi terhadap penyerahan sebagian kewenangan (desentralization of authority) yang selama ini berada di tangan pemerintahan pusat kepada pemerintahan di daerah dan juga tidak hanya berkonsekuensi pelimpahan tugas-tugas administratif yang sebelumnya ditangan oleh pemerintah pusat. Namun juga membawa implikasi terhadap tata hubungan


(14)

hirarki kelembagaan antar pemerintahan : pusat dan daerah. Lebih dari perubahan tatahubungan, yang sangat krusial adalah pola pelimpahan kewenangan dalam pengelolaan keuangan: alokasi, distribusi, pengganggaran, evaluasi dan penggalian pendapatan asli daerah.

Variabel keuangan merupakan faktor yang sangat penting dan menjadi determinasi terhadap berhasil tidaknya implementasi otonomi. Desentralisasi kewenangan pengelolaan pemerintahan berarti beban pembiayaan harus ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan daerah. Pemerintah pusat tidak lagi mencampuri urusan pembiayaan (tidak sebatas pembiayaan rutin tapi juga pembiayaan pembangunan).

Sejak di berlakukannya Undang-undang Pemerintahan Daerah, maka sejak itu juga telah di limpahkannya secara luas, nyata dan bertanggung jawab kewenangan kepada daerah. Hal ini merupakan perwujudan komitmen pemerintahan pusat agar lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat strategis. Dengan adanya kebijakan tentang Otonomi Daerah, maka daerah akan mampu mengalami proses pemberdayaan dan mampu membangun daerahnya secara mandiri. Kemampuan, prakarsa dan kreatifitas daerah akan terpacu sehingga kapabilitasnya dalam mengatasi berbagai permasalahan daerah akan semakin kuat.

Adanya pembagian kewenangan serta tersedianya ruang gerak yang memadai untuk memaknai kewenangan yang diberikan kepada unit pemerintahan yang lebih rendah (pemerintah lokal), merupakan perbedaan penting antara


(15)

konsep desentralisasi dan sentralisasi. Konsep desentralisasi merupakan suatu keadaan dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan sendiri sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing. Asas desentralisasi tersebut membuat terbentuknya sebuah daerah otonom. Oleh karena itu setiap daerah memiliki kewenangan sendiri dalam mengatur daerahnya yang bisa dikatakan pemberian wewenang otonomi daerah.

Namun, Kehadiran Undang-undang otonomi daerah ini juga menimbulkan reaksi yang berbeda-beda dari daerah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar menyambut otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya daerah yang miskin sumber daya alamnyamenanggapinya dengan rasa khawatir dan was – was. Kekhawatiran beberapa daerah tersebut dapat dipahami, karena pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal membawa konsekuensi bagi pemerintah daerah untuk lebihmandiri baik dari sistem pembiayaan maupun dalam menentukan arah pembangunan daerahsesuai dengan prioritas dan kepentingan masyarakat di daerah (Nasrun Mappa,2010).

Implikasi langsung dari penyerahan kewenangan tersebut diperlukan biaya yang wajib ditanggung oleh Pemerintah Daerah, antara lain biaya pembangunan, pengelolaan, dan perawatan sarana dan prasarana yang merupakan keharusan Pemerintah Daerah untuk melakukan pelayanan kepada masyarakat. Kebutuhan pengeluaran menjadi tanggung jawab daerah tersebut dibiayai sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan lain-lain penerimaan yang sah (pasal 2 ayat 5 UU 33/2004tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah).


(16)

Dalam rangka terwujudnya ekonomi yang nyata dan bertanggung jawab, maka Pemerintah daerah harus sekuat tenaga berusaha meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD). Karena pada kenyataannya, PAD ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan total APBD-nya. Hampir seluruh pemerintahan Kabupaten/Kota se Indonesia masih sangat tergantung kepada kucuran dana dari Pemerintah Pusat. Hal ini berarti otonomi daerah belum terwujud secara nyata dan bertanggung jawab (Harun, 2004).

Tabel 1. Jenis Pendapatan Daerah (APBD Nasional 2007-2012)

Jenis pendapatan

Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)

Rata-rata % 2007 2008 2009 2010 2011 2012

PAD 35,546 64,746 67,457 71,852 87,674 112,720 73,332 18

DAPER 208,674 276,101 281,285 292,281 302,264 380,601 290,201 72 Lain-lain

pendapatan

23,649 24,028 44,374 38,908 52,297 58,262 40,253 10

Total 267,869 364,875 393,089 403,041 442,235 551,583 403,786 100 Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)

Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk tahun 2007-2012, rata-rata jumlah

PAD hanya sekitar 18% dan Lain-lain pendapatan hanya 10% dari total pendapatan, sementara Dana Perimbangan (Daper) mencapai 72%. Tabel 1 juga menunjukkan bahwa adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun, meskipun masih belum begitu signifikan.Untuk itu pemerintah daerah dituntut untuk lebih agresif lagi dalam upaya meningkatkan PAD-nya.

Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber pendapatan atau keuangan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan yaitu :


(17)

1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi

2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak

3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat 4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah

5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah

Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :

1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Perusahaan daerah 4. Dinas Daerah

5. Pendapatan Daerah lainnya

Memberdayakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) bisa menjadi alternatif bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan PAD-nya (Haposan Bancin, 2012). Badan usaha milik daerah (BUMD) atau bisa juga dikenal sebagai perusahaan daerah merupakan perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Secara etimologi hasil laba perusahaan daerah tidak ada disebut-sebut baik dalam UU No.32 Tahun 2004 maupun UU No.33 Tahun 2004, namun dalam kedua undang-undang tersebut, disebut-sebut salah satu sumber PAD itu adalah berasal dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut penjelasan pasal 157 huruf a angka (3) UU No.32/2004 bahwa yang


(18)

dimaksud dengan “hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), hasil kerjasama dengan pihak ketiga”. Jadi dengan demikian sumber pendapatan dari hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan itu salah satunya adalah berasal dari laba Perusahaan Daerah (BUMD). (Nasution, 2009:171)

Kewenangan pemerintah daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonom. Perusahaan daerah tersebut didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Salah satu BUMD yang sukses dan berhasil meningkatkan PADnya adalah Bank SUMUT terbukti dengan diterimanya Penghargaan khusus yakni telah berhasil meraih penghargaan BUMD Terbaik Indonesia, selama 3 kali berturut-turut, yakni BUMD & CEO BUMD Award 2008, 2010 dan 2012 (Medan Bisnis Online, 4 Februari 2013).Namun disisi lain, masih banyak BUMD yang gagal bertahan bahkan merugi dan bangkrut. Hal ini bertolak belakang dengan anggapan bahwa BUMD merupakan salah satu cara untuk meningkatkan PAD menjadi salah satu sumber keuangan daerah.

Kabupaten Nias yang juga merupakan daerah otonom memberdayakan BUMD-nya sebagai sumber dari pendapatan daerahnya (PAD).Salah satu BUMD yang dimilikinya adalah pasar Ya’ahowu.Bangunan Pasar Ya’ahowuadalah


(19)

perlu dikelola secara sosial dan professional.Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli tersebut dapat dikelola secara sosial dan profesional, maka dipandang perlu membentuk Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli sebagai payung hukum pengelolaan perusahaan dimaksud. Hal ini tercantum pada Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Yaahowu. Adanya pasar yaahowu yang merupakan perusahaan daerah diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendapatan daerah Kabupaten Nias.

Tabel 2 . APBD Kabupaten Nias tahun anggaran 2009-2013

Jenis pendapatan

Tahun Anggaran (dalam miliyar rupiah)

Rata-rata % 2009 2010 2011 2012 2013

PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533 18.532 4,78

DAPER 501.227 213.578 315.030 346.873 394.298 354.201 91,26

Lain-lain pendapatan

39.396 22.084 6.369 4.500 4.500 15.369 3,96

Total 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330 388.103 100

Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)

Tabel 3. Persentase PAD terhadap APBD (2009-2013)

Tahun Anggaran

2009 2010 2011 2012 2013

PAD 20.178 7.850 10.092 24.008 30.533

APBD 560.801 243.513 331.491 375.382 429.330

Persentase (%)

3,59 3,22 3,04 6,39 7,11

Sumber: Kementerian Keuangan RI Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (data diolah peneliti)


(20)

Berdasarkan tabel 2 dapat kita lihat bahwa pendapatan daerah Kabupaten Nias masih didominasi oleh Dana Perimbangan yakni sekitar 91,26% dan sisanya diisi oleh PAD dan Lain-lain pendapatan yang sah. Jadi masih bisa dikatakan Kabupaten Nias harus lebih berupaya untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki agar bisa menghasilkan pendapatan yang lebih besar lagi. Sehingga Kabupaten Nias tidak tergantung sepenuhnya kepada bantuan dari pemerintah pusat. Sedangkan pada tabel 3 sangat jelas terlihat bahwa PAD Kabupaten Nias masih belum mencapai 10% dari total pendapatan yang diterima oleh daerahnya (APBD). Namun dalam tabel 3 juga terlihat bahwa ada peningkatan dari tahun ketahun jumlah PADnya. Mungkin itu merupakan tanda bahwa pemerintah Kabupaten Nias memang masih peduli dan mau berupaya untuk meningkatkan PADnya, tapi masih belum optimal.

Oleh karena itu patut dipertanyakan apakah dengan adanya Pasar Yaahowu pendapatan daerah Kabupaten Nias dapat meningkat atau tidak? Pertanyaan ini semakin meningkat tatkala penulis melihat bahwa Pasar Yaahowu ini masih belum beroperasi semua, dan pengunjungnya masih terlihat sedikit yang datang untuk berbelanja. Pemerintah daerah juga perlu berkaca pada daerah lain yang memiliki BUMD namun gagal untuk memberikan sumbangan terhadap pendapatan daerah, justru malah membuat rugi daerah. Menurut Wihana Kirana Jaya (2004) dalam Shohibul, fakta peran BUMD sebagai penyumbang bagi PAD itu sangat rendah, misalnya di NAD tercatat hanya 1,50%, sedangkan di SUMUT lebih kecil lagi yakni 0,73%. Angka tertinggi didapatkan di SUMBAR yakni 9,63% dan NTB sebesar 9,02% sumbangannya terhadap PAD.


(21)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah:“Bagaimana Proses Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah?”

1.3 Fokus Masalah

Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat proses implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias nomor 2 tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, yakni untuk mengetahui bagaimana proses Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.


(22)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara akademis, penelitian ini merupakan salah satu syarat penyelesaian program studi sarjana Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Secara ilmiah, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan informasi serta bahan referensi untuk penelitian selanjutnya

3. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang implementasi peraturan daerah Kabupaten Nias tentang perusahaan daerah pasar yaahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah

1.6 Kerangka Teori

Teori adalah rangkain asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi objek penelitian (Singarimbun, 1995: 37).


(23)

1.6.1 Kebijakan Publik

1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris "Public Policy". Kata "policy" ada yang menerjemahkan menjadi "kebijakan" (Samodra

Wibawa, 1994) dan ada juga yang menerjemahkan menjadi "kebijaksanaan" (Islamy, 2000). Meskipun belum ada "kesepakatan", apakah policy diterjemahkan menjadi "kebijakan" ataukah "kebijaksanaan", akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan istilah kebijakan maka dalam hal ini penulis menerjemahkan public policy menjadi "kebijakan publik".

Pada dasarnya terdapat bayak batasan dan definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Masing-masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.

Menurut Chandler dan Plano (Tangkisilan, 2003) kebijakan publik pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini


(24)

pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.

Menurut James E. Anderson (Tangkisilan, 2003 : 2) kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

4. Kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu.

5. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses manajemen, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik ketika pemerintah benar-benar berindak untuk menyelesaikan persoalan dimasyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif ( tindakan pemerintah


(25)

mengenai segal sesuatu masalah ) atau negatif ( keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut bahwa dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi dimasyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh Negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyarakat pada masa transisi, untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan (Nugroho, 2012:123).

1.6.1.2 Mekanisme Kebijakan Publik

Gambar 1.1 Pemahaman dasar proses kebijakan public (Nugroho, 2012)

Gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi berikut: Perumusan

Kebijakan

Implementasi Kebijakan Isu kebijakan

Evaluasi Kebijakan


(26)

1. Isu kebijakan. Disebut isu apabila strategis, yakni bersifat mendasar, yang menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, (biasanya) berjangka panjang, tidak bias diselesaikan oleh orang-seorang, dan memang harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan. Isu kebijakan terdiri atas dua jenis, yaitu problem dan goal. Artinya, kebijakan publik dapat berorientasi pada permasalahan yang muncul pada kehidupan publik, dan dapat pula berorientasi pada goal atau tujuan yang hendak dicapai pada publik. Pada saat itu, sebagian besar kebijakan publik mengacu pada permasalahan daripada antisipasi ke depan, dalam bentuk goal oriented policy, sehingga dalam banyak hal kita melihat kebijakan publik yang berjalan tertatih-tatih di belakang masalah publik yang terus bermunculan dan akhirnya semakin tak tertangani.

2. Isu kebijakan ini kemudian menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan masalah tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh negara dan warganya termasuk pimpinan negara.

3. Setelah dirumuskan, kebijakan publik ini kemudian dilaksanakan baik oleh pemerintah atau masyarakat maupun pemerintah bersama-sama dengan masyarakat.

4. Namun, dalam proses perumusan, pelaksanaan, dan pasca-pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru untuk dinilai apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula.


(27)

5. Implementasi kebijakan bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri ataupun manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat. 6. Dalam jangka panjang, kebijakan tersebut menghasilkan outcome dalam

bentuk impak kebijakan yang diharapkan semakin meningkatkan tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan tersebut.

1.6.2 Implementasi Kebijakan

1.6.2.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Menurut Mazmanian dan Sabatier (Wahab, 2004:64) yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah perintah atau keputusan keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasi masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan / sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan/ mengatur proses implementasinya.

Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesedian dilaksanakan keputusan tersebut oleh kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut, dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan badan yang mengambil keputusan dan akhirnya perbaikan perbaikan penting (atau upaya untuk


(28)

melakukan perbaikan perbaikan ) terhadap undang- undang/ peraturan yang bersangkutan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi keputusan menurut Tangkilisan (2003:18) adalah :

a) Penafsiran, yaitu : merupakan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan

b) Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program kedalam tujuan kebijakan.

c) Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah dan lain- lainnya.

Meter dan Horn (Wibawa, 1994:15), mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu maupun kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang dirumuskan didalam kebijakan.

Menurut Wibawa, Implementasi kebijakan merupakan pengejahwartakan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam undangundang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang pentingatau keputusan keputusan perundangan. Idealnya keputusan keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara menggambarkan struktur proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk


(29)

menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah (Wibawa, 1994).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu proses yang dinamis yang melibatkan upaya pembuat kebijakan untuk mempengaruhi perilaku pelaksanaan kebijakan, dimana pelaksana kebijakan melakukan aktifitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri.

Jadi, tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu perundang-undangan atau kebijakan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan demikian, tugas implementasi

kebijakan sebagai suatu penghubung yang memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktifitas atau kegiatan dari program pemerintah.

1.6.2.2 Model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.

Sekalipun banyak dikembangkan model model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa


(30)

model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :

a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi (Subarsono, 2005:99), yakni :

1. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multi interprestasi dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya

Kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non-manusia (non-human resource).

Dalam berbagai kasus Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) untuk kelompok miskin di pedesaan kurang berhasil karena keterbatasan kualitas aparat pelaksanaan.

3. Hubungan antar Organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.


(31)

Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauh mana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak;bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni :

a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan;

b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan; dan

c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.


(32)

Gambar 1.2 Model Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Sumber:Subarsono 2005:99

b. Model Edward

George Edward III (Subarsono, 2005:90), menegaskan bahwa ada empat variabel yang mempenagruhi implementasi kebijakan publik :

1) Komunikasi (Communication)

Secara umum Edwards membahas tiga hal penting dalam proses komunikasikebijakan, yakni:

a) Transmisi

Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksananya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana tampaknya. Banyak sekali ditemukannya


(33)

keputusan-keputusan diabaikan atau seringkali terjadi kesalahpahaman terhadap keputusan yang dikeluarkan.

Ada beberapa hambatan yang timbul dalam mentransmisikan perintah-perintah implementasi. Pertama, pertentangan pendapat pelaksana dengan pemerintah yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan. Hal ini terjadi karena para pelaksana menggunakan keleluasaannya yang tidak dapat mereka elakkan dalam melaksanakan keputusan-keputusan dan perintah-perintah umum. Kedua, informasi melewati berlapis-lapis hirarki. Ketiga, persepsi yang efektif dan ketidakmauan para pelaksana untuk mengetahui persyaratan-persyaratan suatu kebijakan.

b) Konsistensi

Jika implementasi ingin berlangsung efektif, maka perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Walaupun perintah tersebut mempunyai unsure kejelasan,tetapi bila perintah tersebut bertentangan maka perintah akan memudahkan para pelaksana kebijakna menjalankan tugasnya dengan baik.

c) Kejelasan

Edwards mengidentifikasikan enam faktor terjadinya ketidakjelasan komunikasi kebijakan. Faktor-faktor tersebut adalah kompleksitas kebijakan-keinginan untuk tidak menganggu kelompok-kelompok masyarakat, kurangnya konsensus mengenai tujuan kebijakan, masalah-masalah dalam memulai suatu kebijakan baru, menghindari pertanggungjawaban kebijakan, dan sifat pembuatan kebijakan pengadilan.


(34)

2) Sumber Daya (Resources)

Sumber daya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif,tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal dikertas menjadi dokumen saja. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, informasi, fasilitas dan sumber daya finansial.

3) Disposisi (Dispositions)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor,seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi dengan baik, maka dia akan dapat menjalankan kabijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memilki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi efektif.

4) Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)

Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard Operating Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasaan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.


(35)

Gambar 1.3 Model Teori George Edward III

Sumber: Subarsono, 2005 : 90

c. Model Implementasi Matland

Richard Matland (Abdiprojo, 2010) mengembangkan sebuah model yang disebut dengan Model Matriks Ambiguitas-Konflik yang menjelaskan bahwa implementasi secara admiministratif adalah implementasi yang dilakukan dalam keseharian operasi birokrasi pemerintahan. Kebijakan di sini memiliki ambiguitas atau kemenduaan yang rendah dan konflik yang rendah. Implementasi secara politik adalah implementasi yang perlu dipaksakan secara politik, karena, walaupun ambiguitasnya rendah, tingkat konfliknya tinggi. Implementasi secara eksperimen dilakukan pada kebijakan yang mendua, namun tingkat konfilknya rendah. Implementasi secara simbolik dilakukan pada kebijakan yang mempunyai


(36)

ambiguitas tinggi dan konflik yang tinggi. Pemikiran Matland dikembangkan lebih rinci sebagai berikut:

Gambar 1.4 Ambiguitas Matland

Sumber: Nugroho, 2012:703

Pada prinsispnya matrik matland memiliki “empat tepat” yang perlu dipenuhi dalam hal keefektifan implemenatasi kebijakan, yaitu:

1. Ketepatan Kebijakan

Ketepatan kebijakan ini dinilai dari:

1. Sejauh mana kebijakan yang ada telah bermuatan hal-hal yang memang memecahkan masalah yang hendak dipecahkan. Pertanyaannya adalah how excelent is the policy.

2. Apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan sesuai dengan karakter masalah yang hendak dipecahkan.


(37)

3. Apakah kebijakan dibuat oleh lembaga yang mempunyai kewenangan (misi kelembagaan) yang sesuai dengan karakter kebijakan.

2. Ketepatan Pelaksanaan

Aktor implementasi kebijakan tidaklah hanya pemerintah. Ada tiga lembaga yang bisa menjadi pelaksana, yaitu pemerintah, kerjasama antara pemerintah-masyarakat/swasta, atau implementasi kebijakan yang diswastakan (privatization atau contracting out).

Kebijakan-kebijakan yang bersifat monopoli, seperti kartu identitas penduduk, atau mempunyai derajat politik keamanan yang tinggi, seperti pertahanan dan keamanan, sebaiknya diselenggarakan oleh pemerintah. Kebijakan yang bersifat memberdayakan masyarakat, seperti penanggulangan kemiskinan, sebaiknya diselenggarakan pemerintah bersama masyarakat. Kebijakan yang bertujuan mengarahkan kegiatan kegiatan masyarakat, seperti bagaimana perusahaan harus dikelola, atau di mana pemerintah tidak efektif menyelenggarakannya sendiri, seperti pembangunan industri-industri berskala menengah dan kecil yang tidak strategis, sebaiknya diserahkan kepada masyarakat

3. Ketepatan Target


(38)

1. Apakah target yang dintervensi sesuai dengan yang direncanakan, apakah tidak ada tumpang tindih dengan intervensi lain, atau tidak bertentangan dengan intervensi kebijakan lain.

2. Apakah targetnya dalam kondisi siap untuk dintervensi ataukah tidak. Kesiapan bukan saja dalam arti secara alami, namun juga apakah kondisi target ada dalam konflik atau harmoni, dan apakah kondisi target ada dalam kondisi mendukung atau menolak.

3. Apakah intervensi implementasi kebijakan bersifat baru atau memperbarui implementasi kebijakan sebelumnya. Terlalu banyak kebijakan yang tampaknya baru namun pada prinsipnya mengulang kebijakan yang lama dengan hasil yang sama tidak efektifnya dengan kebijakan sebelumnya.

4. Ketepatan Lingkungan

Ada dua lingkungan yang paling menentukan, yaitu:

1. Lingkungan Kebijakan

Yaitu interaksi antara lembaga perumus kebijakan dengan pelaksana kebijakan dengan lembaga yang terkait. Donald J. Calista menyebutnya sebagai sebagai variabel endogen, yaitu authoritative arrangement yang berkenaan dengan kekuatan sumber otoritas dari kebijakan, network composition yang berkenaan dengan komposisi jejaring dari berbagai organisasi yang terlibat kebijakan, baik dari pemerintah maupun masyarakat, implementation setting yang


(39)

berkenaan dengan posisi tawar-menawar antara otoritas yang mengeluarkan kebijakan dan jejaring yang berkenaan dengan implementasi kebijakan.

2. Lingkungan Eksternal Kebijakan

Lingkungan ini oleh Calista disebut sebagai variabel eksogen, yang terdiri dari atas public opinion, yaitu persepsi publik akan kebijakan dan implementasi kebijakan, interpretive instutions yang berkenaan dengan interprestasi lembaga-lembaga strategis dalam masyarakat, seperti media massa, kelompok penekan, dan kelompok kepentingan, dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan, dan individuals, yakni individu-individu tertentu yang mampu memainkan peran penting dalam menginterpretasikan kebijakan dan implementasi kebijakan.

Riant Nugroho (2012) mengemukakan bahwa secara umum Model Matland membantu dalam menentukan model implementasi yang efektif. Nugroho cenderung mengembangkan model dari Matland menjadi empat pilah model implementasi sebagai berikut:


(40)

Directed (political approach) Guided

(Pilot project)

Delegated (Management) Self

implemented (administative)

Gambar 1. 5 Model Implementasi Kebijakan Nugroho

Sumber: Nugroho, 2012:705

Kebijakan yang bersifat kritikal bagi kehidupan bersama, atau berkenaan dengan hidup-mati atau eksistensi suatu negara, termasuk dalam hal ini pemerintahan yang sah, dapat dilaksanakan dengan dipaksakan, sehingga masuk dalam kelompok Directed. Kebijakan yang berkenaan dengan pencapaian misi negara-bangsa disarankan untuk dilaksanakan dengan pendekatan delegated (manajemen), dalam arti didelegasikan kepada berbagai aktor kelembagaan yang ada pada negara bersangkutan, mulai dari lembaga negara dan pemerintahan hingga lembaga masyarakat, baik nirlaba maupun pelaba. Kebijakan yang bersifat spesifik atau khusus, atau kebijakan yang mempunyai tingkat resiko yang tinggi jika gagal, disarankan untuk diimplementasikan dengan model Guided dengan pilot project. Kebijakan yang bersifat administratif dilaksanakan dengan


(41)

kedalam kelompok ini adalah kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan pelayanan publik yang bersifat mendasar.

1.6.3 Variabel Yang Relevan Dengan Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

Dalam mengkaji suatu proses kebijakan yang sedang berjalan (implementasi) dapat dilakukan dengan berbagai model pendekatan seperti diatas. Sehingga dapat dilihat pelaksanaan suatu kebijakan dengan variabel-variabel dalam model pendekatan tersebut.

Berdasarkan model implementasi yang dikemukakan oleh Riant Nugroho yang berdasar pada model implementasi Matland maka peneliti menggunakan model implementasi yang berbentuk delegasi (manajemen). Hal ini disebabkan karena dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, pelaksanaan kebijakannya diserahkan kepada pihak swasta (aktor kelembagaan pelaba). Dimana pelaksana kebijakannya adalah direksi perusahaan dan karyawan PD. Pasar Ya’ahowu.

Oleh karena itu, model yang dipakai dalam penelitian Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu adalah dengan melihat variabel:


(42)

a. Kemampuan Direksi

Kemampuan direksi pada dasarnya merupakan bagaimana sikap direksi perusahaan dalam mengelola Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Kemampuan direksi tercermin pada perwujudan tujuan yakni sebagai salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah.

b. Keuangan Perusahaan

Keuangan perusahaan merupakan kecukupan modal investasi yang diberikan oleh pemerintah serta berapa hasil dari pengelolaan sumber daya keuangan yang dimiliki oleh perusahaan.

c. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia adalah semua pihak yang berperan dalam pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Sumber daya manusia menunjuk pada kecukupan secara kualitas maupun kuantitas dari direksi serta staf Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.

1.6.4 Gambaran Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Tentang Perusahaan Daerah

Indonesia merupakan negara hukum. Segala kebijakan yang menyangkut kehidupan publik diatur dengan berlandaskan hukum oleh para pembuat kebijakan. Dengan adanya peraturan tersebut, maka dalam pengimplementasiannya juga akan sangat mudah dilakukan pengawasan.


(43)

sesuai atau tidak dengan peraturan yang telah disusun. Untuk itu, diperlukan juga suatu peraturan pemerintah disusun dengan hukum yang jelas.

Jenis-jenis peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut (Indrarti, 2011) :

a. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Pusat

(1) Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang: (2) Peraturan Pemerintah; (3) Peraturan Presiden; (4) Peraturan Menteri; (5) Peraturan Kepala Lembaga Pemerintah Non-Departemen; (6) Peraturan Direktur Jenderal Non-Departemen; dan (7) Peraturan Badan Hukum Negara.

b. Peraturan Perundang-Undangan di Tingkat Daerah

(1) Peraturan Daerah Provinsi; (2) Peraturan/Keputusan Gubernur Kepala Daerah Provinsi; (3) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota; (4) Peraturan/Keputusan Bupati/Walikota Kepala Daerah Kabupaten/Kota. Dalam penelitian ini, yang akan dibahas adalah jenis peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.

1.6.4.1Undang-Undang Dasar 1945

Pasal 13 UUD 1945 disebutkan bahwa adanya pembagian wilayah Indonesia atas daerah otonom dan wilayah yang bersifat adminstratif belaka. Atas dasar ketentuan tersebut didirikanlah Pemerintah Daerah. Pemerintah daerah


(44)

dalam usaha menggali pendapatan daerah dapat membentuk perusahaan daerah sebagaimana dinyatakan dalam ketentuan pasal 55 Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan dinyatakan secara tegas dalam pasal 79(a) tentang keberadaan Perusahaan Daerah (BUMD).

Pasal 33 UUD 1945 mengenai penguasaan sumber-sumber perekonomian penting yang menyangkut hajat hidup orang banyak dilakukan oleh negara. Implikasi dari ketentuan tersebut bisa dijadikan landasan hukum bagi didirikannya Perusahaan Negara ataupun Perusahaan Daerah.

1.6.4.2. Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah

Dasar hukum Perusahaan Daerah (BUMD) adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam pasal 2 disebutkan bahwa Perusahaan Daerah adalah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 yang modalnya sebagian atau seluruhnya merupakan kekayaan yang dipisahkan kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1962 ini merupakan landasan operasional bagi didirikannya Perusahaan Daerah. Beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1962 memberikan pengaturan sebagai berikut:

Pasal 2

Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan Perusahaan Daerah ialah semua perusahaan yang didirikan berdasarkan UU ini yang modalnya untuk seluruhnya


(45)

atau untuk sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-undang.

Pasal 4

1. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan Daerah atas kuasa undang-undang ini:

2. Perusahaan Daerah termaksud pada ayat (1) adalah badan hukum yang kedudukannya sebagai badan hukum diperoleh dengan berlakunya Peraturan Daerah tersebut.

3. Peraturan Daerah termaksud pada ayat (1) mulai berlaku setelah mendapat pengesahan instansi atasan.

1.6.4.3 Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu

Setiap perusahaan daerah diatur dengan peraturan daerah berdasarkan ketentuan perundangan diatas. Karena pendirian perusahaan daerah menyangkut kepentingan yang luas, maka sesuai dengan ketentuan perundangan, setiap perusahaan daerah yang mengatur pendirian perusahaan daerah baru bisa berlaku setelah mendapatkan pengesahan dari pejabat yang berwenang yaitu Menteri Dalam Negeri.

Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu, berisi tentang ketentuan umum PD Pasar Ya’ahowu, tempat kedudukan dan wilayah kerja, pendirian, tugas pokok dan fungsi, modal, struktur organisasi serta hal-hal yang lain yang berkaitan tentang


(46)

pengaturan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Tujuan pendirian perusahaan daerah ini adalah melakukan pengurusan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya di Pasar Ya’ahowu dalam rangka pengembangan perekonomian daerah serta menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

1.6.5 Perusahaan Daerah

Perusahaan daerah, atau sering pula disebut badan usaha milik daerah (BUMD), didirikan berdasarkan peraturan daerah (Perda), dimana modalnya baik seluruh atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan, kecuali ditentukan lain dengan atau berdasarkan UU. Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: Perusahaan Air Minum Daerah ( PDAM ),Perusahaan Daerah Pasar ( PD Pasar ), Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan lain-lain. Perusahaan daerah dipimpin oleh suatu direksi. Sementara itu anggota direksi diangkat dan diberhentikan oleh kepala daerah setelah mendengar pertimbangan DPRD untuk waku maksimal empat tahun.

Berdasarkan kategori sasarannya BUMD dapat dibedakan dua golongan, yaitu perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum dan perusahaan daerah untuk tujuan peningkatan penerimaan daerah dalam Pendapatan Asli Daerahnya. BUMD dapat bergerak dalam berbagai bidang usaha, yaitu jasa


(47)

Pasar), jasa air bersih (PDAM) dan berbagai jasa dan usaha produktif lainnya pada industri, perdagangan dan perhotelan, pertanian-perkebunan, perparkiran, percetakan, dan lain-lain.

1.6.4.1 Manajemen Perusahaan Daerah

Manajemen yang baik merupakan hal sangat perlu dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan daerah. Mencapai tujuan-tujuan tersebut maka perlu adanya langkah-langkah yang patut diperhatikan oleh manajemen Perusahaan Daerah yaitu (Siswadi, 2012):

1. Potensi

Manajemen BUMD harus mampu mengenal potensi yang ingin dikembangkan oleh perusahaan daerah yang bersangkutan. Pengenalan potensi tersebut mencakup identifikasi inter dan juga ekstern.

Identifikasi internal mencakup pengenalan atas potensi yang ada didalam perusahaan daerah itu sendiri seperti aspek keuangan, sumber daya manusia, kemampuan manajemen, sarana dan prasarana yang dimiliki, dan unsur-unsur lainnya yang ada diperusahaan daerah tersebut. Sedangkan faktor ekstern mencakup analisis pasar, persaingan, kemungkinan kemitraan, misi yang ditugaskan oleh pemerintah.

Poin-poin pada identifikasi potensi internal merupakan hal yang akan diteliti oleh peneliti nantinya. Yakni berupa kemampuan manajemen, aspek keuangan dan sumber daya manusia. Dimana menurut peneliti, ketiga hal tersebut


(48)

dapat berpotensi untuk meningkatkan kemampuan sebuah perusahaan daerah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2. Sasaran

Perusahaan derah harus menetapkan sasaran untuk mencapai tujuannya. Sasaran perusahaan Daerah adalah:

a) Terhimpunnya dana untuk pembangunan daerah (kas daerah) b) Pengembangan Perusahaan Daerah tersebut

3. Adanya Rencana yang Mengarah pada Sasaran

Perusahaan daerah harus mempunyai perencanaan-perencanaan yang terarah untuk mencapai sasaran-sasaran kerja dan organisasi yang telah dibuat dan ditentukan tersebut.

1.6.6 Pendapatan Asli Daerah

Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan biaya-biaya bagi seluruh kegiatannya. Dalam hal ini pemerintah sebagai hak penguasa dan juga publik sevis telsh berusaha semaksimal mungkin untuk mendapat biaya-biaya tersebut dari semua sektor. Untuk menentukan biaya-biaya, macam dan nilainya itu adalah semata-mata menjadi kekuasaan Negara, yaitu pemerintah kita. pengelolaan peningkatan Pendapatan Asli Daerah perlu semakin diintensifkan, agar tercapai keseimbangan antara pelaksana tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan serta dapat mendukung terciptanya aparat yang bersih dan bertanggung jawab.


(49)

Menurut Marhayudi (2002:285) menyatakan bahwa : ”untuk meningkatkan pelaksanaan pembangunan dan pemberian pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan pertumbuhan perekonomian di daerah diperlukan penyediaan sumber- sumber Pendapatan Asli Daerah yang hasilnya memadai”

Manajemen Pendapatan Daerah harus dikelola secara cermat, tepat dan hati-hati. Pemerintah daerah hendaknya dapat menjamin bahwa semua potensi pendapatan daerah telah terkumpul dan dicatat ke dalam sistem akuntansi pemerintah daerah melalui sistem pengendalian yang memadai untuk menjamin ditaatinya prosedur dan kebijakan manajemen pendapatan daerah yang telah ditetapkan ( Mardiasmo, 2002:144)

Pendapatan Asli Daerah merupakan pencerminan terhadap pendapatan masyarakat, untuk itu perlu adanya kiat-kiat bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan potensi masyarakat dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah tentunya tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, untuk selanjutnya dapat memberikan masukan terhadap daerah.

Berdasarkan pandangan tersebut, menurut penulis bahwa Pendapatan Asli Daerah merupakan keseluruhan modal dan aset yang dimiliki oleh setiap daerah yang dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan pemerintah baik dalam kegiatan


(50)

pemerintahan maupun pembangunan yang kesemuanya itu berguna untuk kepentingan masyarakat.

Pemerintah daerah dapat berjalan dikarenakan adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. Otonomi daerah membawa konsekuensi bagi daerah, bahwa daerah harus mampu menggali dan mengembangkan potensi ekonomi secara optimal sebagai prioritas utama. Masalah kemampuan keuangan daerah merupakan masalah utama bagi banyak daerah-daerah dalam melaksanakan otonomi daerah, karena luasnya kewenangan yang diemban oleh pemerintah daerah. Dan perwujudannya sangat tergantung kepada Pendapatan Asli Daerah sebagaimana yang diuraikan sebelumnya tentang sumber-sumber keuangan daerah.

Untuk dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dengan sebaik-baiknya, ada beberapa faktor/syarat yang perlu mendapat perhatian. Iglesias (1976) dalam

1. Sumber daya. Termasuk manusia (seperti program personil) dan juga bukan manusia (misalnya pendanaan, peralatan dan perlengkapan fisik, serta material lainnya)

tesis Ahmad Raja Nasution menyebutkan faktor-faktor tersebut adalah:

2. Struktur. Mengetahui secara pasti peran dan hubungan organisasi secara seimbang dalam program relevan dan juga resep formal atau informal melalui kesepakatan yang dibuat.


(51)

3. Teknologi. Pada umumnya menunjukkan pentingnya pengetahuan dan perilaku untuk menjalankan organisasi secara lebih khusus untuk kewajiban pengetahuan dan pela tihan-pelatihan untuk pentingnya program tersebut.

4. Dukungan. Menunjukkan keseluruhan jarak pasti atau peran dan perilaku potensial dari individu atau kelompok-kelompok yang cenderung mempromosikan pencapaian tujuan organisasi secara pasti. 5. Kepemimpinan. Merupakan faktor yang dominan dalam pengertian

kemampuan untuk merubah dan memodifikasi kritikan.

1.7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan suatu istilah untuk beberapa kejadian (events) yang berkaitan satu sama dengan lainnya (Singarimbun, 1995: 33).

Untuk dapat menentukan bahasan yang lebih jelas agar penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang akan penulis teliti, maka penulis mengemukakan konsep-konsep antara lain:

1. Implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam implementasi kebijakan tersebut adalah:


(52)

a) Kemampuan Direksi b) Keuangan Perusahaan c) Sumber Daya Manusia

2. Perusahaan Daerah adalah suatu badan usaha milik daerah yang dibuat berdasarkan peraturan daerah dan laba yang dihasilkan nantinya akan menjadi sumber pendapatan daerah.

3. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh Daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

1.8 Definisi Operasional

Adapun operasionalisasi konsep yang digunakan peneliti dalam rangka mempermudah pengumpulan data yang akan dibutuhkan peneliti lewat penyusunan daftar wawancara adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan Direksi

- Sistem Rekrutmen direksi dan staf perusahaan - Pengambilan keputusan oleh direksi

- Bentuk inovasi dan kreatifitas direksi 2. Keuangan Perusahaan

- Modal yang diberikan pemerintah - Penerimaan dan pengeluaran perusahaan 3. Sumber Daya Manusia

- Struktur Organisasi


(53)

1.9 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini membuat latar belakang masalah, fokus penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,kerangka teori, definisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II : METODE PENELITIAN

Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.

BAB III : GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran atau karakteristik lokasi penelitian yang ditemukan di lapangan.

BAB IV : PENYAJIAN DATA

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi secara sistematis

Bab V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan data yang telah disajikan dianalisis sesuai analisis yang digunakan

BAB VI : PENUTUP

Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang telah dilakukan yang dianggap penting bagi pihak yang membutuhkan.


(54)

BAB II

METODE PENELITIAN 2.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sebagaimana yang dikatakan bahwa metode deskriptif memusatkan perhatian terhadap masalah-masalah atau fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki sebagaimana adanya diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat (Nawawi, 1992: 140).

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan gejala / keadaan sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan interpretasi. Peneliti memilih bentuk penelitian dekriptif dengan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin memaparkan/mendeskripsikan bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahan Daerah Pasar Ya’ahowu dalam meningkatkan pendapatan asli daerah.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Nias pada Perusahaaan Daerah Pasar Yaahowu, di Jalan Lagundri Kompleks Pasar Ya’ahowu Gunungsitoli. Kabupaten Nias.


(55)

Gambar 2.1:Bangunan PD. Pasar Ya’ahowu tampak depan(Petra, 17 Maret 2014)

2.3 Informan Penelitian

Penelitian Kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Usman, 2009).

Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang diteliti.


(56)

Sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan.

Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan

purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi informan kunci dalam penelitian ini adalah Plt. Direktur utama PD. Pasar Ya’ahowu, Plt. Direktur Administrasi dan Hukum dan Kepala Divisi Keuangan.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah (Suryanto, 2005: 55-56) :

1. Teknik Pengumpulan Data Primer, merupakan pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a) Wawancara (interview), dimana peneliti melakukan Tanya jawab dengan responden untuk mendapatkan keterangan atau informasi yang berguna untuk melengkapi bahan yang dianggap perlu dalam penelitian ini.

b) Observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengamati secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatan gejala-gejala yang ditemukan di lapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan untuk yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.


(57)

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan kepustakaan yang dapat mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

a) Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang menggunakan catatan-catatan atau dokumen yang ada di lokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.

b) Studi Kepustakaan yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang akan diteliti.

2.5 Teknik Analisis Data

Analisa data merupakan kegiatan mengelompokkan, membuat suatu urutan, memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk membuat suatu deskripsi dari gejala yang diteliti. Adapun teknik analisa data dalam penelitian ini yaitu peneliti mengkonfirmasi seluruh data primer dan data sekunder yang ada. Teknik analisa kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, dan menyusunnya dalam satu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, memeriksa keabsahan serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moleong, 2006:274)


(58)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1 Profil Singkat Kabupaten Nias

Kabupaten Nias merupakan salah satu kabupaten dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara dan berada di sebelah barat pulau Sumatera yang berjarak ± 86 mil laut dari Kabupaten Tapanuli Tengah.

Kabupaten Nias mempunyai luas wilayah Luas wilayah 980,30 km2. Wilayah Kabupaten Nias yang dulunya terdiri atas 32 kecamatan, setelah terjadi pemekaran maka jumlah kecamatannya kini tinggal 10 kecamatan saja. Menurut letak geografis, Kabupaten Nias terletak pada garis 0º12’-0º32’LU (Lintang Utara) dan 97º-98ºBT (Bujur Timur) dekat dengan garis khatulistiwa dengan batas-batas wilayah :

• Sebelah Utara : berbatasan dengan dengan Kabupaten Nias Utara, Provinsi Sumatera Utara;

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatera Utara;

• Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kota Gunungsitoli dan Samudera Indonesia

• Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kabupaten Nias Barat Provinsi Sumatera Utara.

Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/ kota menjadi dua daerah atau lebih. Pemekaran daerah pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pelayan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Semangat otonomi daerah dan fenomena keinginan masyarakat pada


(59)

berbagai wilayah di Indonesia untuk membentuk daerah otonom baru melalui pemekaran daerah juga terasa dan menjadi aspirasi masyarakat Nias. Pada tanggal 29 Oktober 2008, DPR RI mensyahkan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Utara yang terdiri dari, Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2008 tentang pembentukan Kabupaten Nias Barat, Undang-Undang Nomor 47 Tahun 2008 tentang pembentukan Kota Gunungsitoli. Ketiga daerah otonom baru tersebut merupakan pemekaran dari wilayah induknya yakni Kabupaten Nias.

Tabel 3.1 Data Umum tentang Kabupaten Nias

No Keterangan Jumlah

1 Luas daerah 980,32 km2

2 Penduduk 132860 jiwa

3 Kecamatan 10

4 Desa/Kelurahan 119

Sumber: BPS 2012(data diolah peneliti)

Tabel 3.2 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Nias

No. Kecamatan Luas (Km2) Persentase (%)

1 Idanogawo 231,61 23,63

2 Bawolato 189,75 19,36

3 Ulugawo 98,31 10,03

4 Gido 105,68 10,78

5 Sogaeadu 89,55 9,13

6 Mau 69,85 7,13

7 Somolo-molo 35,39 3,61

8 Hiliduho 68,4 6,98

9 Hili Serangkai 39,7 4,05

10 Botomuzoi 52,06 5,31

Jumlah 980,30 100,00


(60)

Tabel 3.3 Banyaknya Desa, Kelurahan, Dusun, Menurut Kecamatan di Kabupaten

Nias

No Kecamatan Desa Kelurahan Dusun

1 Idanogawo 28 0 61

2 Bawolato 25 0 85

3 Ulugawo 14 0 43

4 Gido 21 0 49

5 Sogaeadu 11 0 27

6 Mau 11 0 29

7 Somolo-molo 11 0 25

8 Hiliduho 16 0 52

9 Hili Serangkai 10 0 26

10 Botomuzoi 18 0 41

Jumlah 165 0 438

Sumber : BPS Kabupaten Nias (2012)

Pengelolaan pasar merupakan tugas pemerintah daerah. Kabupaten Nias juga melakukan pengelolaan pasar dalam peningkatan perekonomian daerahnya. Berdasarkan pihak yang mengelolanya terbagi 2 kategori pasar di Kabupaten Nias, yaitu:

1. Pasar yang dikelola oleh pemerintah (Dinas Pendapatan Daerah) terdiri atas pasar beringin serta Harimbalai yang ada disetiap kecamatan (pasar tradisional yang beroperasi sekali seminggu).

2. Pasar yang dikelola oleh perusahaan daerah yaitu Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu.


(61)

3.2 Sejarah berdirinya Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias

Bangunan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu didirikan oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh – Nias karena pasar sebelumnya yakni pasar lagundri sudah hancur akibat bencana alam gempa yang melanda Pulau Nias. Sehingga pemerintah Kabupaten Nias mengusulkan kepada BRR Aceh-Nias untuk membangun pasar Ya’ahowu. Dan setelah selesai tentu pasar ini tidak langsung ditempati namun ditunggu dulu masa pemeliharaan selesai. Karena biasanya jika setiap proyek yang sudah selesai tidak langsung digunakan namun ada dulu masa pemeliharaan. Bangunan Pasar Ya’ahowu yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nangroe Aceh Darussalam – Nias telah diserah terimakan kepada Pemerintah Kabupaten Nias, sehingga perlu dikelola secara baik dan professional.

Agar pengelolaan Pasar Ya’ahowu tersebut dapat dikelola secara baik dan profesional, maka dipandang perlu untuk mendirikan Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu. Sehingga pemerintah Kabupaten Nias perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang pendirian perusahaan daerah pasar Ya’ahowu. Secara resmi pasar Ya’ahowu ini mulai beroperasi pada bulan Juli 2010. Dimana Bupati Nias mengeluarkan surat tentang pengangkatan direksi pasar Ya’ahowu pada tahun 2010 yang lalu, sejak diberlakukan surat pengangkatan direksi pasar tersebut maka pasar Yaahowu resmi beroperasi. Jadi sejak resmi beroperasi hingga sekarang maka bisa dikatakan sudah 4 tahun beroperasi. Perusahaan Daerah (PD) Pasar Ya’ahowu didirikan dengan maksud


(62)

dan tujuan untuk melakukan pengurusan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya di Pasar Ya’ahowu dalam rangka pengembangan perekonomian daerah serta menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

3.3 Tugas Pokok dan Fungsi PD. Pasar Ya’ahowu

Tugas pokok PD. Pasar Ya’ahowu adalah untuk melaksanakan pelayanan umum dalam bidang perpasaran, membina pedagang pasar, ikut membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran distribusi barang dan jasa di pasar.

Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas maka PD. Pasar Ya’ahowu mempunyai fungsi :

a. melakukan perencanaan, pembangunan, pemeliharaan dan pengawasan bangunan pasar .

b. melaksanakan pengelolaan pasar dan fasilitas perpasaran lainnya. c. melakukan pembinaan pedagang pasar.

d. membantu menciptakan stabilitas harga dan kelancaran arus distribusi barang dan jasa di pasar.

3.4 Visi dan Misi PD. Pasar Ya’ahowu

Adapun yang menjadi visi PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias adalah:

“ Mewujudkan PD yang unggul dan terdepan dalam menyelenggarakan


(63)

kesejahteraan dan perekonomian masyarakat melalui peningkatan sumber

pendapatan daerah”

Sedangkan misinya adalah:

1. Menyelenggarakan dan menciptakan situasi pasar yang nyaman, tertib, teratur dan ramah lingkungan

2. Mengoptimalkan sumber daya yang ada untuk mendukung program pembangunan daerah yang lebih baik

3.5 Struktur Organisasi

Struktur organisasi merupakan uraian jabatan dan tugas unit-unit kerja yang terdapat dalam satu organisasi. PD Pasar Ya’ahowu juga demikian memiliki struktur organisasi didalamnya. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 susunan organisasi Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu terdiri dari:

A. Badan Pengawas; B. Direksi, terdiri dari :

1. Direktur Utama

2. Direktur Administrasi dan Hukum 3. Direktur Perencanaan dan Operasi.

C. Unsur Staf, terdiri dari;

- Satuan Pengawas Intern


(64)

- Divisi Sumber Daya Manusia

- Divisi Keuangan

- Divisi Usaha

- Divisi Teknik

- Divisi Perencanaan

- Divisi Hukum, Keamanan dan Ketertiban

D. Unsur Pelaksana, terdiri dari :

- Unit Area

- Unit Usaha Perparkiran dan Kebersihan

Tata kerja PD. Pasar Ya’ahowu ditetapkan oleh Bupati atas usul Direksi melalui Badan Pengawas.


(65)

Gambar 3.1 Struktur Organisasi PD Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias

Sumber : Bagian Umum PD. Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias (2014)

3.6 Uraian Tugas Pokok dan Fungsi Struktur Organisasi PD. Pasar Ya’ahowu

3.6.1 Badan Pengawas

Badan Pengawas diangkat oleh Bupati. Badan Pengawas dapat berasal dari pegawai negeri sipil, orang yang profesional dan mempunyai latar belakang/profesi serta kemampuan secara ilmiah maupun manajemen perusahaan


(66)

sesuai dengan bidang usaha PD. Pasar. Badan Pengawas karena tugasnya menerima honorarium dan dibebankan pada keuangan PD. Pasar Ya'ahowu.

Untuk dapat diangkat sebagai Badan Pengawas, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Menyediakan waktu yang cukup;

b. Tidak terikat hubungan keluarga dengan Bupati/Wakil Bupati atau dengan Badan Pengawas lainnya atau dengan Direksi sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus maupun kesamping termasuk menantu dan ipar;

c. Berpendidikan minimal strata satu (S-1);

d. Mempunyai pengalaman dalam bidang keahliannya minimal 3 (tiga) tahun

e. Menandatangani pakta integritas.

Badan Pengawas mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Mengawasi kegiatan operasional PD. Pasar.

b. Memberikan pendapat dan saran kepada Bupati terhadap pengangkatan dan pemberhentian Direksi.

c. Memberikan pendapat dan saran kepada Bupati terhadap program kerja yang diajukan oleh Direksi memberikan pendapat dan saran kepada Bupati terhadap Laporan Keuangan yang terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Laba/Rugi dan Laporan Arus Kas.


(1)

komunikasi antar staf yang baik, dan kemampuan pihak direksi untuk menciptkan inovasi-inovasi yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan internal perusahaan.

b. Keuangan perusahaan

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias dilihat dari aspek keuangan masih kurang optimal. Hal ini disebabkan karena perusahaan ini masih baru beroperasi dan kekurangan dalam pengarsipan dokumen-dokumen keuangan dari staf yang lama terhadap staf yang baru.

c. Sumber daya manusia

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias dilihat dari aspek sumber daya manusia secara umum masih belum maksimal. Dilihat dari segi kualitas sumber daya manusia sudah baik namun belum optimal, hal ini dikarenakan pendidikan terakhir para staf masih didominasi dengan sekolah menengah atas. Sedangkan dari segi kuantitas masih belum optimal, dapat dilihat dari beberapa divisi yang masih mengalami kekosongan personil.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis dapat memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif, yaitu:


(2)

1. Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu Kabupaten Nias dilihat dari aspek kemampuan manajemen, keuangan dan sumber daya manusia masih belum optimal.pihak direksi dan staf harus memiliki orientasi laba dalam pengoperasian perusahaan, sehingga perusahaan bisa lebih maksimal lagi dalam mendapatkan pendapatan.

2. Perlu pembenahan dari semua aspek terutama dari kebijakan itu sendiri. Dimana perlu diadakan rivisi Peraturan daerah karena terlalu boros dalam jumlah direksi. Selain itu perlu pemberian wewenang yang lebih luas kepada direksi terutama dalam hal penganggaran, karena hal penganggaran yang terbatas membuat direksi tidak memiliki membuat sebuah terobosan yang kreatif, artinya direksi hanya bekerja secara aman saja.

3. Dalam aspek permodalan, perusahaan daerah sudah bisa diberi kebebasan untuk melakukan kerjasama dengan pihak ketiga, karena penyertaan modal yang diberikan pemerintah masih belum cukup untuk melakukan pembenahan yang baik dalam perusahaan terutama dalam penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas.

4. Dalam aspek sumber daya manusia, perlu ditetapkan peraturan kepegawaian secara jelas. Sehingga kesejahteraan staf lebih diperhatikan yang nantinya akan berefek pada pekerjaan mereka. Selain itu perlu diadakan pelatihan dan pembinaan bagi para staf secara bertahap, sehingga para staf tahu tentang tugas dan kewajiban mereka masing-masing, dan


(3)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdullah.1984. Pajak Dan Keuangan Pemerintah Daerah Di Indonesia. Gramedia: Jakarta.

Bungin, M. Burhan.2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Harun, Hamrolie.2004. Analisis Peningkatan PAD.BPFE- Yogyakarta

Idrus, Muhammad.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif). Jakarta: Erlangga.

Mardiasmo, 2002. Otonomi Dan Manajemen Keuangan Daerah Penerbit ANDI : Yogyakarta

Marhayudi, Putut 2002.Paduan Lengkap Otonomi Daerah Penerbit: ISMEE, Jakarta.

Moleong, Lexy. 2006.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari.1992. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Nugroho, Riant.2012.Public Policy, Jakarta: Elex Media Komputindo. Nasution, Faisal Akbar. 2009. Pemerintahan Daerah dan Sumber-sumber

Pendapatan Asli Daerah. Yogyakarta : PT Sofmedia


(4)

Singarimbun, Masri Singarimbun.1995.Metode Penelitian Survay. Jakarta : PT. Pustaka LP3NS.

Siswadi, Edi. 2012. Reengineering BUMD, Mengoptimalkan Kualitas Pelayanan yang Unggul. Bandung : Mutiara Press.

Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta : Pustaka Belajar

Suyanto, Bagong. 2005 .Metode Penelitian Sosial: Bergabai Alternatif Pendekatan. Jakarta Prenada Media

Tangkisilan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : Lukman Offset

Usman, Husaini. 2009.Metode Penelitian Sosial (Edisi Kedua).Jakarta: Bumi Aksara.

Wahab, Solichin Abdul. (2004). Analisis Kebijakan Dari Formulasi ke Implementasi Kebijakan Negara. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Widjaja, Haw.2005. Penyelenggaraan OTONOMI di Indonesia. Jakarta :PT Rajagrafindo Perkasa

Winarno, Budi.2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Pressindo.

Skripsi/Tesis

Pujianto, Tri Kurniawan. 2011.Analisis Efektivitas Retribusi Taman Margasatwa Ragunan Depok FISIP UI


(5)

(PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah (Studi tentang perusahaan daerah pasar untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan). Program Magister Studi Pembangunan, FISIP USU, Medan

Website

Nias Online, http://niasonline.net/2010/01/26/pasar-yaahowu-gunungsitoli-segera-dibuka/ (diakses pada pukul 08.10 WIB/ 8Januari 2014)

Kementrian Keuangan,data APBD nasional tahun 2009-2013.

Abdiprojo, 2010. Model-model Implementasi Kebijakan Publik.

Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999

Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah

undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang perubahan kedua atas Undang-undang No 32 Tahun 2004


(6)

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.

Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pendirian Perusahaan Daerah Pasar Ya’ahowu

Jurnal

Syaharuddin H, Mappa Nasrun dan Alwi, Jurnal Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat

Nasrun Mappa, Alwi dan Syaharuddin H. 2010. Analisis Strategi Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat. Jurnal (Online)

Mulyanto TH. Ente,Jurnal Peranan Karyawan Perusahaan Daerah Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Manado (Suatu Studi Di Pasar Tuminting).