“Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

(1)

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KOTA MEDAN

NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK REKLAME

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Menyelesaikan

Pendidikan Sarjana (S-1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Ilmu Administrasi Negara

SKRIPSI

O L E H

LEO NANDA SARAGIH

080903036

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTRA

MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh : Nama : Leo Nanda Saragih

NIM : 080903036

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji skripsi Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara oleh :

Nama : Leo Nanda Saragih

NIM : 080903036

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Judul : Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

Yang dilaksanakan pada :

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

Panitia Penguji

Ketua :

Anggota I :


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame”.

Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial dalam proses peniliaian untuk menyelesaikan Program Pendidikan S1 pada Departemen Ilmu Administrasi Negara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak mendapat bantuan dan bimbingan, baik moril maupun materil dari berbagai pihak. Teristimewa penulis ucapkan rasa cinta, sayang dan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak tersayang (Mangasi Saragih) yang telah berada di Rumah Bapa. Beliau merupakan “motivator tak terlihat” penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan juga mamak tercinta (Rustianur Peranginangin S.Pd) yang telah melahirkan penulis, membiyai kuliah dan memotivasi penulis dalam menyusun skripsi ini (You are the best mother).

Tak lupa juga seluruh pihak yang telah membantu dengan sepenuh hati, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan, yaitu :

1. Bapak Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M. Si.


(5)

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin NST, M. Si., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

3. Ibu Dra. Elita Dewi, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah banyak memberikan dukungan dan juga semangat bagi penulis.

4. Bapak Drs. Kariono ,M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini mempunyai banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun bahasa dan penulisan yang digunakan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan Skripsi ini.Akhir kata penulis berharap Skripsi ini membawa manfaat dan dapat berguna bagi semua pihak yang membaca.

Medan, Juni 2012 Penulis LEO N. SARAGIH


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

ABSTRAKSI ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Fokus Masalah ... 7

I.3 Rumusan Masalah ... 8

I.4 Tujuan Penelitian ... 9

I.5 Manfaat Penelitian ... 9

I.6 Sistematika Penulisan ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12

II.1 Kebijakan Publik ... 12

II.2 Implementasi ... 18

II.2.1 Implementasi Kebijakan ... 20

II.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan ... 22

II.3 Defenisi Konsep ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 34


(7)

III.2 Lokasi Penelitian ... 35

III.3 Informan Penelitian ... 36

III.4 Teknik Pengumpulan Data ... 37

III.5 Validitas Data ... 38

III.6 Teknik Analisa Data ... 40

III.7 Implementasi Metode Penelitian ... 41

BAB IV TEMUAN PENELITIAN ... 43

IV.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 43

IV.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan ... 44

IV.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 48

IV.4 Visi dan Misi Dinas Pendapatan Kota Medan ... 59

IV.5 Sejarah Dinas Pertamanan Kota Medan ... 60

IV.6 Struktur Organisasi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 62

IV.7 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 63

IV.8 Visi dan Misi Dinas Pertamanan Kota Medan ... 72

IV.9 Gambaran Data Pegawai Dinas Pertamanan Kota Medan ... 73

IV.10 Tata Kerja Dinas Pertamanan Kota Medan ... 75

IV.11 Sejarah Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 76

IV.12 Profil Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 79

IV.13 Visi dan Misi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan .... 83

IV.14 Tugas Pokok dan Fungsi BPPT Kota Medan ... 86

BAB V ANALISIS TEMUAN PENELITIAN ... 97

V.1 Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame ... 97


(8)

V.2Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame Dilaksanakan di Dinas Pendapatan,

Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu

(BPPT) Kota Medan...115

V.3 Kendala dalam proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame ... 117

BAB VI PENUTUP ... 119

VI.1 Kesimpulan ... 119

VI.2 Saran ... 120 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Rekapitulasi Pegawai Dinas Pendapatan Kota Medan ... 57

Tabel 4.2 Jumlah Pegawai Dinas Pendapatan Berdasarkan Golongan ... 59

Tabel 4.3 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Jenis Kelamin... 73

Tabel 4. 4 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Golongan... 74

Tabel 4.5 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Struktur atau Staf ... 74

Tabel 4.6 Jumlah Pegawai Dinas Pertamanan Berdasarkan Pendidikan ... 75

Tabel 4.7 Profil SDM Aparatur BPPT Kota Medan Tahun 2012 ... 81


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Dinas Pertamanan Kota Medan ... 35

Gambar 3.2 Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan ... 35

Gambar 3.3 Komponen Dalam Analisis Data ... 40

Gambar 3. 4 Struktur Organisasi BPPT Kota Medan ... 85

Gambar 5.1 Mesin Nomor Antrian di BPPT Kota Medan ... 104

Gambar 5.3 Ruang Tunggu Pengurus Pajak Reklame di BPPT Kota Medan ... 105

Gambar 5.3 SOP Dari Ijin Reklame di BPPT Kota Medan ... 105


(11)

ABSTRAKSI

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Salah satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Guna mengatur pengelolaan pajak reklame, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Reklame dan untuk mengatur pelaksanaan teknis PERDA tersebut, dikeluarkanlah

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, kedua untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), dan ketiga, untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci dan informan utama dari penelitian ini berasal dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan.

Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, sehingga yang mengelola pajak reklame Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan. Dikeluarkannya Peraturan Walikota tersebut dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.

Kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, karena masih banyak terdapat kekurangan yakni ketidaksiapan dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam pengimplementasian PERDA tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya non manusia, dan standar dan sasaran dari kebijakan itu. Dan dalam implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame sebaiknya dilakukan di satu lembaga saja.

Kata Kunci : Implementasi, Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame


(12)

ABSTRAKSI

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame

Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di Indonesia. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Salah satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Guna mengatur pengelolaan pajak reklame, dikeluarkanlah Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011 tentang Pajak Reklame dan untuk mengatur pelaksanaan teknis PERDA tersebut, dikeluarkanlah

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan, pertama, untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, kedua untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), dan ketiga, untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara dan observasi dan menggunakan metode analisis kualitatif. Informan kunci dan informan utama dari penelitian ini berasal dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan.

Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, sehingga yang mengelola pajak reklame Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan. Dikeluarkannya Peraturan Walikota tersebut dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.

Kesimpulan penelitian ini adalah Implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame belum dapat dikatakan berjalan dengan baik, karena masih banyak terdapat kekurangan yakni ketidaksiapan dari Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dalam pengimplementasian PERDA tersebut, baik dari segi sumber daya manusia, sumber daya non manusia, dan standar dan sasaran dari kebijakan itu. Dan dalam implementasi Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame sebaiknya dilakukan di satu lembaga saja.

Kata Kunci : Implementasi, Peraturan Derah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Ditengah perubahan internal dan eksternal bangsa ini, terdapat isu sentral yang menjadi wacana publik yaitu perlunya pembagian kekuasaan yang seimbang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah guna meningkatkan kemandirian daerah untuk mengelola rumah tangganya sendiri dalam hubungan yang serasi dengan daerah lainnya, serta tentunya dengan pemerintah pusat. Saat ini terdapat cara berpikir yang mengharapkan agar kekuasaan atau wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, termasuk peraturan perimbangan dalam menikmati kekayaan Negara yang berasal dari sumber kekayaan alam daerah, yang selama ini dipandang sebagai monopoli pemerintah pusat harus diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah dimana pemerintah daerah dapat dengan leluasa melaksanakan pembangunan daerahnya sehingga hasil pembangunan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat. Selain itu, daerah dengan sendirinya akan mengalami proses pemberdayaan serta kemandiran daerah akan terbangun.

Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah merupakan salah satu landasan Yuridis bagi pengembangan otonomi daerah di


(14)

Indonesia. Dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa dalan rangka penyelengaraan Pemerintah Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pemerintah Daerah yang mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Otonomi daerah merupakan pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah yang lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. Dengan otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggungjawab, setiap daerah dituntut untuk meningkatkan kemandirian. Salah satu tolok ukur untuk melihat kesiapan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah dengan mengukur seberapa besar kemampuan keuangan suatu daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah atau pemerintahan sendiri. Sumber keuangan tersebut salah satunya berasal dari Pendapatan Asli Daerah.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber penerimaan daerah yang berasal dari beberapa hasil penerimaan daerah dan salah satunya diperoleh dari penerimaan pajak daerah. Hasil pajak daerah perlu diusahakan agar menjadi pemasukan yang potensial terhadap PAD. Dari penerimaan sektor pajak daerah diharapkan dapat mendukung sumber pembiayaan daerah dalam


(15)

menyelenggarakan pembangunan daerah, sehingga akan meningkatkan dan memeratakan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat di daerahnya. Upaya peningkatan PAD dapat dilakukan salah satunya dengan meningkatkan efisiensi sumber daya dan sarana yang terbatas serta meningkatkan efektifitas pemungutan yaitu dengan mengoptimalkan potensi yang ada, serta terus diupayakan menggali sumber-sumber pendapatan baru yang potensinya memungkinkan, sehingga dapat dipungut pajak atau retribusinya sesuai dengan ketentuan yang ada.

Dalam rangka menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah daerah dalam bentuk pelaksanaan kewenangan fiskal, daerah harus dapat mengenali potensi dan mengidentifikasi sumber-sumber daya yang dimilikinya. Pemerintah daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli daerah (PAD). Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar.

Perkembangan politik di Indonesia yang begitu cepat khususnya di bidang pemerintahan daerah telah melahirkan perubahan yang mendasar pada sistem pemerintahan daerah ditandai dengan lahirnya undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menggantikan undang-undang nomor 22 tahun 1997 tentang pokok-pokok pemerintahan di daerah, yang mengatur tentang pemberian otonomi yang leih luas kepada daerah, serta lahirnya undang-undang


(16)

nomor 28 tahun 2009 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pada dasarnya pemerintah daerah di Indonesia, memperoleh 5 sumber pendapatan atau keuangan yang dimungkinkan oleh perundang-undangan yaitu :

1. Sumber pendapatan asli daerah, yang diperoleh dari berbagai sumber perpajakan daerah dan juga pemungutan dari retribusi

2. Penerimaan dari opsen pajak atau bagi hasil pajak

3. Sumber penerimaan daerah yang berupa subsidi dari pemerintah pusat 4. Sumber penerimaan dari perusahaan daerah

5. Sumber penerimaan dari pinjaman daerah

Sehubungan dengan pendapatan asli daerah diatas menurut Josef Riwu Kaho (1998:128) bahwa pendapatan asli daerah dibagi menjadi 5 jenis, yaitu :

1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah 3. Perusahaan daerah 4. Dinas Daerah

5. Pendapatan Daerah lainnya

Salah satu sumber PAD yang mendapat perhatian khusus adalah pajak daerah. Menurut Yani (2002: 45), pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang – undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.


(17)

Pajak daerah merupakan salah satu sumber penerimaan penting yang akan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah. Peranan pajak sangatlah penting bagi penerimaan kas negara oleh karena itu Pemerintah terus berusaha meningkatkan dan menggali setiap potensi yang ada. Demikian juga potensi yang ada di daerah dimana usaha tersebut tidak lepas dari peran serta dan kontribusi Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui akan kebutuhan dan kondisi serta potensi yang ada di daerahnya untuk digali dan dioptimalkan.

Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak daerah sebagai pencerminan kewajiban dibidang perpajakan berada pada anggota masyarakat wajib pajak. Pemerintah dalam hal ini aparatur perpajakan sesuai dengan fungsinya ber-kewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan yang telah digariskan dalam Peraturan Perundang–undangan .

Salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah yang mempunyai kontribusi dan potensi terbesar di Kota Medan adalah pajak daerah. Pajak Daerah merupakan sumber pendapatan yang dapat dikembangkan berdasarkan peraturan-peraturan pajak yang diterapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut . Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara (Pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontraprestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk membiayai pengeluaran. Beberapa macam pajak yang


(18)

dipungut oleh pemerintah Kota Medan diantaranya yaitu pajak reklame, pajak restoran dan pajak hotel, pajak hiburan, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C, pajak permanfaatan air bawah tanah dan air permukaan dan pajak parkir.

Terdapat satu jenis pajak yang menarik dari semua pajak yang difokuskan oleh Pemerintah Kota Medan, yaitu pajak reklame. Bila dilihat dari kontribusinya bagi Pajak Daerah, Pajak Reklame sebagai salah satu sumber Pendapatan Daerah yang berpotensi dan dapat dilakukan pemungutan secara efisien, efektif, dan ekonomis sehingga dapat lebih berperan dalam usaha peningkatan Pendapatan Asli Daerah di Kota Medan. Menurut Marihot P.Siahaan dan Ahmad Sofyan (2005:45 ), pemasukan dari pajak reklame didapat dari nilai sewa reklame yang dipasang dengan tarif sewa reklame berdasarkan dari lokasi pemasangan reklame, lamanya pemasangan reklame, dan jenis ukuran reklame. Pihak-pihak yang menggunakan jasa reklame dari bidang pendidikan, industri, perhotelan, hiburan, bank-bank dan lembaga keuangan, transportasi, komunikasi dan pihak pemerintah.

Dalam mengatur penyelengaraan pajak reklame di Kota Medan, maka Pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah. Dalam perkembangan Peraturan Daerah Kota Medan tentang Pajak Reklame, Perda tersebut telah mengalami dua kali perubahan yaitu dalam kurun waktu tahun 2004 sampai tahun 2011. Pada Peraturan Daerah tentang Pajak reklame Nomor 2 tahun 2004, yang megurus pajak reklame adalah Dinas Pendapatan. Kemudian dalam perkembangannya, Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 2 Tahun 2004 mengalami perubahan


(19)

menjadi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011, dimana yang mengurus pajak reklame adalah Dinas Pendapatan juga. Hal ini menunjukkan perubahan dari Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2004 menjadi Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2011 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam perkembangannya, pengurusan pajak reklame ini, tidak langsung diurus oleh Dinas Pendapatan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 tahun 2011. Adapun pihak yang turut serta dalam pengurusan pajak reklame ini adalah Dinas Pertamanan dan

Berdasarkan penjelasan latar belakang permasalahan di atas maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul studi tentang “Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 tentang Pajak Reklame”.

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Sehingga ada dua Dinas dan satu Badan yang mengurus pajak reklame ini. Namun yang turun secara langsung dalam pengurusan pajak reklame ini adalah Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT). Hal tersebut justru menjadikan masyarakat yang mengurus pajak reklame mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame.

I.2 Fokus Masalah

Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah bagaimana implementasi dari Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Dalam hal ini, penulis akan lebih memfokuskan kepada hal yang menyebabkan adanya dua Dinas dan satu Badan yang mengurus Pajak Reklame, namun jika dilihat di dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011


(20)

Tentang Pajak Reklame yang mengurus pajak Reklame adalah satu Dinas yakni Dinas Pendapatan. Pihak-pihak terkait di dalam Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) akan dimintai keterangan terkait implementasi dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

I.3 Rumusan Masalah

Untuk dapat memudahkan penelitian ini nantinya dan supaya peneliti dapat terarah dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam pembahasan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahannya. Masalah merupakan bagian pokok dari suatu kegiatan penelitian dimana penulis mengajukan pertanyaan terhadap dirinya tentang hal-hal yang akan dicari jawabannya melalui kegiatan penelitian. (Arikunto, 2002:47)

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang menjadi perhatian penulis dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame?

2. Apa yang menjadi penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT)?

3. Apa yang menjadi kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame?


(21)

I.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

2. Untuk mengetahui penyebab pengurusan pajak reklame ini diurus oleh Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan dan juga Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT).

3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

I.5 Manfaat Penelitian

1. Secara subyektif, sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan atau sumbangan pemikiran bagi Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan, dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu terkait implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. 3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

baik secara langsung maupun tidak langsung bagi kepustakaan Departemen Ilmu Administrasi Negara.


(22)

I.6 Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB II : STUDI KEPUSTAKAAN

Bab ini berisikan teori-teori dan referensi lain yang dipakai selama penelitian dan defenisi konsep. Teori-teori disini tidak berfungsi untuk membangun kerangka berpikir, tetapi lebih berfungsi sebagai bekal peneliti untuk memahami situasi sosial yang diteliti.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan validitas data

BAB IV : TEMUAN PENELITIAN

Bab ini berisikan profil lokasi penelitian, sejarah singkat, visi dan misi organisasi, struktur organisasi serta tugas dan fungsinya, dan penyajian data.


(23)

BAB V : ANALISIS TEMUAN

Bab ini berisi penjelasan dan penguatan terhadap temuan dengan cara mengutip pendapat-pendapat dari informan yang dianggap kredibel

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam bentuk saran.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep (Singarimbun, 2006:37). Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000:92). Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan referensi dalam penelitian. Kerangka teori ini diharapkan memberikan pemahaman yang jelas dan tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang di teliti.

II.1 Kebijakan Publik

Pada dasarnya terdapat banyak batasan dan defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy). Masing-masing defenisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan itu timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang beragam.

Menurut Chandler dan Plano dalam Tangkilisan 2003 berpendapat bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber


(25)

daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Menurut Heglo dalam Abidin (2004:21) kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tujuan tertentu. Sedangkan Anderson dalam Abidin (2004:21) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Sedangkan menurut Woll dalam Tangkilisan (2003:2) kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

a. Adanya pilihan kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.


(26)

b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Dari beberapa pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut bahwa dapat diperoleh gambaran awal mengenai konsep kebijakan publik yakni merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan suatu masalah yang terjadi di masyarakat dengan memanfaatkan berbagai sumber daya-sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya.

Konsep kebijkan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar defenisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu yang ingin dilihat. Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan publik. Parker dalam Wahab (2004:51), menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu, atau serangkaian asas tertentu, atau tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu subjek atau sebagai respon terhadap keadaan yang kritis. Sedangkan


(27)

R.Dye merumuskan kebijakan publik sebagai semua pilihan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam hal ini Dye beranggapan bahwa kebijakan publik itu menyangkut pilihan-pilihan apapun yang dilakukan oleh pemerintah, baik untuk melakukan sesuatu ataupun untuk tidak berbuat sesuatu.

Pandangan yang kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (policy implementation). Mereka melihat kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat-akibat yang diramalkan (predictable), atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti apa yang dikemukakan Nakamura dan Smal Wood dalam Wahab (2004:52), bahwa kebijakan publik adalah serentetan instruksi/ perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Namun pada hakekatnya, bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan daripada apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Hal ini dilakukan karena kebijakan merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi sehingga defenisi kebijakan yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan menjadi kurang memadai.

Seperti yang dikemukakan oleh Anderson dalam Tangkilisan (2003:2) bahwa kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah


(28)

atau persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi, yakni:

1. Kebijakan publik berorientasi pada maksud atau tujuan dan bukan merupakan perilaku yang dilakukan secara serampangan .

2. Kebijakan publik merupakan arah atau pola tindakan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang tersendiri.

3. Kebijakan publik adalah apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah, dan bukan apa yang diinginkan oleh pemerintah.

4. Kebijakan pemerintah tersebut didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.


(29)

Berdasarkan beberapa literatur yang dibaca adapun tahap-tahap kebijakan publik adalah :

Penyusunan Agenda

Formulasi Kebijakan

Pembuatan Kebijakan

Implementasi Kebijakan

Evaluasi Kebijakan

Proses pembuatan suatu kebijakan diawali dengan penyusunan agenda yang menempatkan berbagai masalah ke dalam sebuah agenda kebijakan yang selanjutnya akan dibahas oleh para pembuat kebijakan untuk menghasilkan alternatif pemecahan masalah yang akan dibahas pada tahap formulasi kebijakan. Setelah memperoleh alternatif terbaik, maka alternatif tersebut dirumuskan ke dalam bentuk kebijakan yang selanjutnya akan diimplementasikan oleh para pelaksana kebijakan. Kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut selanjutnya akan dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memcahkan masalah.


(30)

Dari semua proses tersebut, menurut penulis, implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dan krusial sehingga harus mendapat perhatian lebih dari para pembuat maupun pelaksana suatu kebijakan. Tahap ini merupakan kunci keberhasilan proses pembuatan suatu kebijakan akan mencapai tujuannya atau tidak. Jika sebuah kebijakan sudah diformulasikan dan dibuat secara tepat kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi jika proses implementasi tidak berjalan dengan tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang sangat brilliant sekalipun jika diimplementasikan dengan buruk, maka kebijakan tersebut bisa gagal untuk mencapai tujuan para perancangnya.

II.2 Implementasi

Menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2004:68) yang dimaksud dengan implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh badan (instansi) pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusan-keputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata, baik yang dikehendaki atau yang tidak, dari output tersebut,


(31)

dampak keputusan sebagai dipersepsikan oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan penting (atau upaya untuk melakukan perbaikan-perbaikan) terhadap undang-undang/peraturan yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Pressman dan Wildavsky (dalam Tangkilisan, 2003:17), implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan cara untuk mencapainya. Implementasi mengatur kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam tujuan kebijakan yang diinginkan.

Definisi lain tentang implementasi diberikan oleh Lineberry (dalam Putra 2003:81) yakni tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu dan kelompok yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang menjadi prioritas dalam keputusan kebijakan.

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi menurut Tangkilisan (2003 : 18) adalah :

1. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menerjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.


(32)

3. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

II.2.1 Implementasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat tercapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan publik tersebut. (Riant Nugroho. 2003:158).

Menurut Mazmanian dan Sabatier (Safi’i, 2007:144) mengatakan bahwa mengkaji masalah implementasi kebijakan berarti berusaha memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan diberlakukan atau dirumuskan, yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan dampak nyata pada masyarakat atau pada kejadian-kejadian tertentu. Pendapat kedua tokoh ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan pada hakekatnya tidak hanya terbatas pada tindakan-tindakan atau perilaku badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari kelompok sasaran (target group). Namun demikian hal itu juga memperhatikan secara cermat berbagai jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat,


(33)

dan pada akhirnya membawa dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan.

Dalam setiap perumusan kebijakan apakah menyangkut program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau implementasi. Betapa pun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi maka tidak akan banyak berarti. Implementasi kebijakan bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, ia menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperolehapa dari suatu kebijakan (Wahab, 2004:59). Oleh sebab itu, tidak berlebihan jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat antara perumusan kebijakan dengan implementasi kebijakan dalam arti walaupun perumusan dilakukan dengan sempurna namun apabila proses implementasi tidak bekerja sesuai persyaratan, maka kebijakan yang semula baik akan menjadi jelek begitu pula sebaliknya.

Dalam kaitan ini, seperti dikemukakan oleh Wahab (2004:51), menyatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan jauh lebih penting daripada pembuatan kebijaksanaan. Kebijaksanaan hanya sekedar impian atau rencana bagus yang tersimpan dalam arsip kalau tidak mampu diimplementasikan.

Dari beberapa pemahaman tersebut maka terlihat dengan jelas bahwa implementasi kebijakan merupakan rangkaian aktifitas dalam rangka membawa


(34)

kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut membawa hasil sebagaimana yang diharapkan. Membicarakan masalah implementasi berarti melihat sejauh mana kebijakan berjalan setelah dirumuskan dan diberlakukan. Dan dapat dirumuskan bahwa fungsi implementasi ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran kebijakan publik diwujudkan sebgai outcome atau hasil akhir kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah.

Menurut Wibawa (1994), implementasi kebijakan merupakan pengejahwantahan keputusan mengenai kebijakan yang mendasar, biasanya tertuang dalam suatu Undang-Undang namun juga dapat berbentuk instruksi instruksi eksekutif yang penting atau keputusan perundangan. Idealnya keputusan-keputusan tersebut menjelaskan masalah-masalah yang hendak ditangani, menentukan tujuan yang hendak dicapai dan dalam berbagai cara “menggambarkan struktur” proses implementasi tersebut. Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah.

II.2.2 Model-model Implementasi Kebijakan

Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model implementasi kebijakan.


(35)

Sekalipun banyak dikembangkan model-model yang membahas tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan banyak mempengaruhi berbagai pemikiran maupun tulisan para ahli.

Berikut beberapa model-model implementasi kebijakan dari berbagai ahli :

1. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top

dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn dalam, untuk dapat

mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut (Wahab, 2004:71-78) :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.

Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungki bersifat fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu merumuskan kebijakan.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama, dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan. Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan


(36)

pembatasan terhadap pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan program karena sumber-sumber yang tidak memadai.

c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada semua sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus benar-benar dapat disediakan.

d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas yang handal.

Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan, melainkan karena kebijakan itu sendiri tidak tepat penempatannya.

e. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya.

Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z. Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan, sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks implementasinya.

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang diembannya, tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam pelaksanaannya harus melibatkan Badan-badan/Instansi-instansi lainnya, maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu meleinkan juga kesepakatan terhadap setiap tahapan diantara sejumlah besar pelaku yang terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.


(37)

Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana pelaksanaan program dapat dimonitor

h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat. Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang cukup bagi kebebasab bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam program yang telah dirancang secara ketat. i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi tunggal.

j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal.


(38)

2. Model yang dikembangkan oleh George C. Edwards III

Sementara menurut George Edwards III ada empat faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan, antara lain (Winarno, 2002:125) :

a. Komunikasi

Secara umum, Edwards membahas tiga hal penting dalam komunikasi, yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan (clarity). Transmisi adalah keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah telah diteruskan kepada personil yang tepat. Kejelasan adalah perintah-perintah yang akan dilaksanakan tersebut haruslah jelas misalkan melalui petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Konsistensi adalah perintah-perintah tersebut harus jelas dan tidak bertentangan dengan para pelaksana kebijakan agar proses implementasi dapat berjalan lebih efektif.

b. Sumber-sumber

Perintah-perintah implementasi mungkin diteruskan secara cermat, jelas dan konsisten, tetapi jika para pelaksana kekurangan sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan, maka implementasi ini pun cenderung tidak efektif. Adapun sumber-sumber yang penting meliputi :

1. Staf

Jumlah staf yang banyak tidak secara otomatis mendorong implementasi yang berhasil. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kecakapan yang dimiliki oleh para pegawai pemerintah ataupun staf, namun di sisi yang lain kekurangan staf juga akan menimbulkan persoalan yang pelik menyangkut implementasi kebijakan yang efektif. Dengan demikian, tidaklah cukup hanya dengan jumlah


(39)

pelaksanaan yang memadai untuk melaksanakan suatu kebijakan. Para pelaksana harus memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan.

2. Wewenang

Setiap wewenang mempunyai bentuk yang berbeda-beda. Jika para pejabat/badan pelaksana kebijakan mempunyai keterbatasan wewenang untuk melaksanakan kebijakan maka diperlukan kerjasama dengan pelaksana/badan lain agar program berhasil.

3. Fasilitas

Fasilitas fisik merupakan sumber yang penting pula dalam proses implementasi. Tanpa bangunan sebagai kantor untuk melaksanakan koordinasi, tanpa perlengkapa, tanpa perbekalan, maka besar kemungkinan implementasi yang direncanakan tidak akan berhasil.

c. Kecenderungan

Yaitu dimana para pelaksana memiliki kecenderungan tidak sepakat dengan suatu kebijakan sehingga mengabaikan beberapa persyaratan yang tidak sesuai pandangan mereka. Oleh karena para pelaksana memegang peran penting dalam implementasi kebijakan publik, maka usaha-usaha untuk memperbaiki kecenderungan-kecenderungan mereka menjadi penting. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan insentif.

d. Struktur Birokrasi

Menurut Edwards, ada dua karakteristik utama dari birokrasi, yakni prosedur-prosedur kerja ukuran-ukuran dasar atau sering disebut sebagai Standard


(40)

Operating Procedure (SOP) berkembang sebagai tanggapan internal terhadap waktu yang terbatas dan sumber-sumber dari para pelaksana serta keinginan untuk keseragaman dalam bekerjasamanya organisasi-organisasi yang kompleks dan tersebar luas. Fragmentasi adalah tekanan-tekanan di luar unit-unit birokrasi, seperti komite-komite legislative, kelompok-kelompok kepentingan, pejabat-pejabat eksekutif, konstitusi Negara dan sifat kebijakan yang mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah.

3. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai model proses implementasi kebijakan.

Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan dengan prestasi kerja. Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur-prosedur implementasi.

Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:


(41)

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi misi interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

b. Sumber Daya

Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya non manusia.

c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi bagi keberhasilan suatu program.

d. Karakteristik Agen Pelaksana

Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, Standard Operating

Procedure (SOP), norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi

dalam birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauh mana kelompok- kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit politik mendukung implementasi kebijakan.


(42)

f. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai yang dimiliki oleh implementor.

Variabel-variabel kebijakan bersangkutan paut dengan tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal maupun informal, sedangkan komunikasi antara organisasi terkait beserta kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan ( Subarsono, 2005:99).

Model implementasi inilah yang akan digunakan penulis di lapangan untuk menganalisis proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame. Alasan penulis menggunakan model ini karena variabel ataupun indikator yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn merupakan variabel yang bisa menjelaskan secara komprehensif tentang kinerja implementasi dan dapat lebih kongkret dalam menjelaskan proses implementasi yang sebenarnya.


(43)

II.3 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak mengenai kejadian, kelompok, atau individu yang menjadi perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995:37).

1. Implementasi Kebijakan adalah serangkaian proses penerapan ataupun pelaksanaan suatu kebijakan yang telah dipahami secara mendalam melalui proses pembahasan bersama yang diinterpretasikan ke dalam bentuk perintah, program ataupun perundang-undangan.

2. Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun tentang Pajak Reklame adalah pelaksanaan keputusan mengenai peraturan-peraturan yang mendasar, yang telah dipahami dan diperoleh berdasarkan keputusan bersama, guna mencapai suatu tujuan guna kepentingan daerah dalam bidang reklame. Adapun Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun tentang Pajak Reklame diukur dengan lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi kebijakan menurut Van Meter dan Van Horn, yaitu:

a. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan yang tercakup dalam Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun tentang Pajak Reklame dapat dilihat dari beberapa hal yaitu :

b. Sumberdaya

Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia,


(44)

sumber daya dana, dan fasilitas yang akan digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.

c. Komunikasi

Komunikasi mencakup hubungan antar organisasi pelaksana implementasi. Komunikasi yang baik meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh serta koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal, vertikal.

d. Karakteristik agen pelaksana

Karakteristik agen pelaksana terdiri dari struktur organisasi, pembagian tugas dan wewenang serta, ketepatan atau kesesuaian pelakasanaan Implementasi Peraturan Daerah tersebut dengan berbagai ketentuan yang telah diatur.

e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik

Kondisi sosial, ekonomi dan politik merupakan faktor yang mempengaruhi penerapan implementasi peraturan daerah tersebut. Sikap masyarakat dalam sebuah implementasi kebijakan dapat dilihat dari respon masyarakat terhadap keberadaan kebijakan tersebut.

f. Disposisi Implementor

Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yaitu respon pelaksana kebijakan terhadap Peraturan Daerah yang akan dipengaruhi kemauannya untuk melaksanakan Peraturan Daerah itu, pemahaman


(45)

para agen pelaksana terhadap peraturan daerah itu, dan prefensi nilai yang dimiliki oleh pelaksana peraturan daerah.


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN III.1 Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian, secara sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan saling berhubungan dengan menguji hipotesis.

Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007:3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Penelitian dengan topik ini memiliki data dan kajian yang sangat terbatas sehingga penelitian ini merupakan eksplorasi. Untuk mendapatkan data mengenai isu yang belum banyak dieksplorasi maka harus dilakukan deskriptif secara mendalam. Oleh karena itu, maka hanya bisa dilakukan dengan penelitian kualitatif


(47)

III.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan dan Kantor Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) kota Medan yang beralamat di Jl. Jenderal Besar A.H. Nasution No. 32 Lt.II&III, Sumatera Utara,dan juga di Dinas Pertamanan Kota Medan yang beralamat di Jalan Karya Jasa Medan . Adapun yang menjadi alasan dipilihnya ketiga lokasi tersebut adalah dikarenakan yang mengurus pajak reklame adalah dinas pendapatan, dinas pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu.

Gambar 3.1

Dinas Pertamanan Kota Medan

Gambar 3.2


(48)

III.3 Informan Penelitian

Sesuai dengan penjelasan di atas, bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Hendrarso (dalam Usman 2009:50) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian yang dilakukan sehingga subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subjek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Informan penelitian adalah orang-orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Informan penelitian ini meliputi informan kunci dan informan biasa. Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang diteliti. Sedangkan informan biasa adalah informan yang ditentukan dengan dasar pertimbangan mengetahui dan berhubungan dengan permasalahan.

Dalam menentukan informan penelitian ini, peneliti menggunakan dua teknik yaitu dengan menggunakan teknik purposive sampling dan snowball

sampling. Menurut Sugiono (2008:53-54), yang dimaksud dengan purposive

sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan

tertentu sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang menjadi informan kunci dalam


(49)

penelitian ini adalah Kepala Dinas Pendapatan, Kepala Bidang Reklame Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Medan.

III.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data berupa teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data sekunder.

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer adalah teknik pengumpulan data yang langsung diperoleh dari lapangan atau lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data primer dapat dilakukan dengan cara:

a. Wawancara. Menurut Moleong (2007:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Arikunto (2006:228) berpendapat bahwa peneliti harus mencatat teknik yang mana kondisi dan situasi yang mendukung penerimaan informasinya yang paling tepat. Sebaiknya pada waktu uji coba, digunakan tape recorder.

b. Observasi. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik penelitian yang sangat penting. Pengamatan itu digunakan karena berbagai alasan. Ternyata ada beberapa tipologi pengamatan. Terlepas dari jenis


(50)

pengamatan, dapat dikatakan bahwa pengamatan terbatas dan tergantung pada jenis dan variasi pendekatan (Moleong, 2007: 242).

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah teknik pengumpulan data diperoleh melalui bahan kepustakaan untuk mendukung kelengkapan dari data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan dengan cara:

a. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, literatur, internet, dan sumber-sumber lain yang berkompetensi dan memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian.

b. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumen-dokumen yang ada di lokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian (Bungin. 2007: 116-117).

III.5 Validitas Data

Dalam penelitian kualitatif, temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan antara yang diperoleh peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Hasil penelitian kualitatif sering kali diragukan karena dianggap memenuhi syarat validitas dan reabilitas, oleh sebab itu ada cara-cara memperoleh tingkat kepercayaan yang dapat digunakan untuk memenuhi kriteria kredibilitas atau validitas internal. Sugiyono (2008:271). Pengujian kredibilitas data oleh penulis dilakukan dengan:


(51)

1. Meningkatkan ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Sebagai bekal yaitu dengan banyak membaca berbagai referensi maupun hasil penelitian atau dokumentasi-dokumentasi terkait dengan temuan yang diteliti.

2. Triangulasi

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Penulis melakukan wawancara dalam waktu yang berbeda yakni, pagi hari dan siang hari. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan data yang diperoleh dengan perbedaan waktu dalam melakukan wawancara.

3. Menggunakan Bahan Referensi

Yang dimaksud dengan bahan referensi disini adalah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai pendukung hasil wawancara, penulis merekam setiap wawancara yang dilakukan dengan seluruh informan. Selain itu penulis juga melakukan dokumentasi yang dapat mendukung keakuratan data yang diperoleh di lapangan.


(52)

III.6 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif. Dimana analisa data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2008:91) mengemukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Adapun langkah-langkah dalam melakukan analisis data menurut Miles dan Huberman yaitu

Periode Pengumpulan Reduksi Data

Antisipasi Selama Setelah

Display Data ANALISIS

Selama setelah

Kesimpulan/Verifikasi

Selama Setelah

Gambar 3.3

Komponen dalam Analisis Data 1. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih


(53)

jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Dengan menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

III.7 Implementasi Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan dan dibuktikan suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah (Sugioyono, 2009:6)


(54)

Dalam pelaksanaan penelitian, penerapan dari metode penelitian mengalami banyak kendala. Hal ini tentunya menjadikan peneliti mengalami kesulitan dalam pengumpulan data. Ketika saya melakukan pengumpulan data di tempat penelitian ada beberapa kendala yang saya hadapi, yaitu sulitnya untuk meminta data-data mengenai pajak reklame dan data kepegawaian, adanya beberapa pegawai yang tidak ramah di instansi tertentu dan lambatnya proses adaministrasi. Selain itu, dalam perkembangannya, informan penelitian saya juga mengalami perubahan,sebagai contoh awalnya informan penelitian saya di Dinas Pertamanan adalah Kepala Bidang Reklame, namun di lapangan, informan penelitian saya menjadi Seksi Perencanaan Reklame. Jika diperhatikan, lokasi penelitian saya yang awalnya di Dinas Pendapatan, Dinas Pertamanan, dan Badan Pelayanan Terpadu, namun pada saat di lapangan saya melakukan penelitian di Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Terpadu. Hal ini dikarenakan Dinas Pendapatan melakukan penolakan pada saat saya hendak melakukan penelitian.


(55)

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN

IV.1 Gambaran Umum Kota Medan

Kotamadya Medan merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Kota ini merupakan wilayah yang subur di wilayah dataran rendah timur dari propinsi Sumatera Utara dengan ketinggian berada di 22,5 meter di bawah permukaan laut. Kota ini dilalui oleh dua sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura yang bermuara di Selat Malaka.

Secara geografis, Medan terletak pada 3,30°-3,43° LU dan 98,35°-98,44° BT dengan topografi cenderung miring ke utara. Sebelah barat dan timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli dan Serdang. Di sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka. Letak yang strategis ini menyebabkan Medan berkembang menjadi pintu gerbang kegiatan perdagangan barang dan jasa baik itu domestik maupun internasional. Kota Medan beriklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Suhu udara di Kota Medan berada pada maksimum 32,4°C dan minimum 24°C. Kotamadya Medan memiliki 21 Kecamatan dan 158 Kelurahan.

Penduduk Kota Medan terdiri dari berbagai macam suku atau etnis. Sebelum kedatangan bangsa asing ke wilayah Medan yang merupakan bagian dari wilayah Sumatera Timur pada saat itu, penduduk Medan masih dihuni oleh


(56)

suku-suku asli, seperti : Melayu, Simalungun, dan Karo. Namun, seiring dengan hadir dan berkembangnya perkebunan tembakau di Sumatera Timur maka demografi penduduk Medan berubah dengan hadirnya suku-suku pendatang, seperti Jawa, Batak Toba, Cina, dan India. Suku-suku pendatang itu tinggal menetap dan telah bercampur baur dengan penduduk asli sehingga Kota Medan sampai saat ini dihuni oleh berbagai macam etnis, seperti : Melayu, Simalungun, Batak Toba, Mandailing, Cina, Angkola, Karo, Tamil, Benggali, Jawa, dan lain sebagai. Suku-suku yang ada di Kota Medan ini hidup secara harmonis dan toleran antara satu suku dengan yang lain.

IV.2 Sejarah Dinas Pendapatan Kota Medan

Dinas Pendapatan Kota Medan dahulu hanya satu unit kerja yang kecil yaitu Sub-Bagian Penerimaan pada bagian keuangan dengan tugas pokoknya mengelola bidang penerimaan/pendapatan daerah. Mengingat pada saat itu potensi pajak maupun retribusi daerah di kota Medan belum begitu banyak, maka dalam sub-bagian penerimaan tidak terdapat seksi atau urusan.

Dengan peningkatan perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk serta Potensi Pajak/Retribusi Daerah Kota Medan, maka melalui Peraturan Daerah Kota Medan, Sub-Bagian tersebut di atas ditingkatkan menjadi bagian dengan nama bagian IX yang tugas pokoknya mengelola penerimaan dan pendapatan daerah. Bagian IX tersebut terdiri dari beberapa Seksi Dengan Pola Pendekatan Secara Sektoral Pungutan Daerah.


(57)

Pada tahun 1978 berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor : KUPD-7, tahun 1978, tentang penyeragaman Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kotamadya di seluruh Indonesia, maka Pemerintah Kota Medan menetapkan Peraturan Daerah Nomor 12 tahun 1978 tentang Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Medan sebagaimana dimaksudkan dalam Instruksi Mendagri dimaksud. Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah yang baru ini dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang terdiri dari 1 (satu). Bagian Tata Usaha, dengan 3 (tiga) Urusan dan 4 (empat) seksi dengan masing-masing seksi terdiri dari 3 (tiga) subseksi.Struktur organisasi terlampir.

Seiring dengan meningkatnya pembangunan dan pertumbuhan wajib pajak/retribusi daerah, Struktur Organisasi Dinas Pendapatan selama ini dibentuk dengan membagi pekerjaan berdasarkan sektor jenis pungutan maka pola tersebut perlu dirubah secara fungsional.

Dengan keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 973-442, tahun 1988, tanggal 26 Mei 1988 tentang Sistem dan Prosedur Perpajakan/Retribusi Daerah dan Pendapatan Daerah lainnya serta Pajak Bumi dan Bangunan di 99 Kabupaten/Kota dan surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 061/1861/PUOD, tanggal 2 Mei 1988 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan Nomor 12 Tahun 1978 tentang Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kotamadya Medan menjadi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 16 Tahun 1990 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja dinas Pendapatan Kotamadya Daerah TK.II Medan.


(58)

Dalam perkembangan selanjutnya dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 50 Tahun 2000, tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten/Kota, maka Pemerintah Kota Medan membentuk Organisasi Dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah dilingkungan Pemerintah Kota Medan sebagaimana diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 4 tahun 2001, sehingga Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tk.Ii Medan Nomor 16 tahun 1990 dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan SK. Walikota Medan Nomor 25 tahun 2002 tentang Susunan Organisasi Dinas Pendapatan Daerah Kota Medan.

Sebagai unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang pungutan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya. Dinas pendapatan daerah di pimpin oleh seorang kepala dinas yang berada dan bertanggung jawab kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah, terdiri dari 1 (satu). Bagian tata usaha dengan 4 (empat) sub bagian dan 5 (lima) Sub Dinas dengan masing-masing 4 (empat) seksi serta kelompok jabatan fungsional.

Adapun yang memimpin Dinas Pendapatan sejak dari Bagian IX/Pendapatan sampai dengan saat ini adalah:

1. Aminuddin Yusuf 2. Achmad Purba

3. Drs. Mahluddin Lubis 4. Drs. H. Bahauddin Nasution 5. Drs. H. Amansyah Nasution 6. Drs. H. A. Daim Siregar


(59)

7. Drs. H. Azwar S.Msi

8. Drs. H. Basyrul Kamali, MM 9. Drs. H. Ramli, MM

10.Drs. H. Dzulmi Eldin S.Msi 11.Lahum SH. MM

12.Drs. H. Randiman Tarigan, MAP 13.Drs. H. Syahrul Harahap, MAP

Sesuai dengan pasal 109 dan 110 Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2009 tentang pembentukan organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Medan, telah diatur tugas dan fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan.

Dinas adalah Unsur pelaksana pemeritah daerah, yang dopimpin oleh Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota Melalui Sekretaris Daerah. Dinas mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah dalam bidang pendapatan Daerah berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, dinas pendapatan mempunyai fungsi:

1. Perumusan teknis di bidang pendapatan

2. Penyelenggaraan urusan pemerintah dan pelayanan umum dibidang pendapatan

3. Pembinaan pelaksanaan tugas dibidang pendapatan dan Pelaksanaan tugas

4. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya


(60)

5. Melaksanakan tugas-tugas kain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya

IV.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Pendapatan Kota Medan

Adapun tugas pokok dari kepala dinas dan masing-masing seksi pada kantor Dinas Pendapatan Kota Medan adalah sebagai berikut :

A. Kepala Dinas

Kepala Dinas dalam melaksanakan tugasnya harus menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan DISPENDA maupun antar unit organisasi lain diluar dinas pendapatan daerah selain bidang tugasnya.

B. Sekretariat

Sekretariat dipimpin oleh sekretaris, yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada kepala dinas. Sekretariat mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas dinas lingkup sekretariatan meliputi pengelolaan administrasi umum, keuangan dan penyusunan program.Untuk melaksanakan tugas, sekretariat mempunyai tugas dan fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan kesekretariatan b. Pengkordinasian penyusunan perencanaan program dinas

c. Pelaksanaan penyelenggaraan pelayanan administrasi kesekretariatan dinas yang meliputi administrasi umum, kepegawaian, keuangan, dan perumahtanggaan dinas


(61)

d. Pengelolaan dan pemberdayaan sumberdaya manusia, pengembangan organisasi, dan ketatalaksanaan

e. Pelaksanaan koordinasi penyelenggaraan tugas-tugas dinas f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan dan pengendalian g. Pelaksanaan motivator, evaluasi, dan pelaporan kesekretariatan

h. Pelaksanaan monitoring tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan tugas dan fungsinya

Sekretariat membawahi beberapa sub bagian, yaitu : 1. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum dipimpin oleh kepala sub bagian yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada sekretariat. Dalam melaksanakan tugas pokok Sub Bagian umum menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegitan Sub Bagian Umum b. Penyusunan bahan petunjuk teknis pengelolaan administrasi umum

c. Pengelolaan administasi umum yang meliputi pengelolaan tata naskah dinas, penataan kearsipan , perlengkapan, dan penyelenggaraan kerumah tanggan dinas

d. Pengelolaan administrasi kepegawaian

e. Penyiapan bahan pembinaan dan pengembangan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian

f. Penyiapan bahan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian


(62)

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh sekretris sesuai dengan tugas dan fungsinya

2. Sub Bagian Penyusunan Program

Sub Dinas Program di pimpin oleh seorang Kepal Sub Dinas yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepadaSekretaris. Sub Dinas Program mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas sekretriat llingkup penyusunan program dan pelaporan.

Untuk melaksanakan tugas Sub Dinas Program mempunyai tugas dan fungsi Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Sub Bagian Penyusunan Pragram:

a. Pengumpulan bahan petunjuk teknis llingkup penyusunan rencana dan program dinas

b. Penyiapan bahan penyusunan rencan dan program dinas c. Penyiapan bahan pembinaan pengawasan dan pengendalian d. Penyiapan bahan monitoring, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan

tugas

3. Sub Bagian Keuangan

Mempunyai tugas mengelola keuangan, pembendaharaan dan menyusun laporan keuangan.


(63)

C. Bidang Pendataan dan Penetapan

Dalam melaksanakan tugasnya, dinas ini berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala dinas. Bidang pendataan dan penetapanmempunyai tugas pokok melaksanakn sebagian tugas dinas lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengolahan datadan informasi. Bidang pendataan dan penetapan mempunyai tugas dan fungsi :

a. Penyusunan rencana, program, dan kegiatan Bidang Pendataan dan Penetapan

b. Penyusunan teknis lingkup pendataan, pendaftaran, pemeriksaan penetapan, dan pengelolaan data dan informasi

c. Melaksanakan pendaftaran dan pendataan wajib pajak/wajib pajak retribusi dan pendapatan daerah lainnya

d. Melaksanakan pengelolaan data dan informasi baik dari surat pemberitahuan pajakdaerah (SPTPD), surat pemberian retribusi daerah (SPTRD), hasil pemeriksaan dan informasi dari instansi terkait

e. Pelaksanaan proses penetapan pajak daerah, retribusi darah dan pendapatan daerah lainnya

f. Perencanaan dan penata usahaan hasil pemeriksaan tehadap Wajib Pajak dan Wajib Retibusi

g. Pelaksanaan monitoring, evaluasi, dan pelaporan lingkup bidang pendataan dan penetapan

h. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas sesuai dengan tugas dan funsinya


(64)

Bidang pendataan Penetapan Membawahi beberapa seksi, yaitu : 1. Seksi Pendataan dan Pendaftaran

Seksi ini dipimpin oleh kepala seksi, yang berada dibwah dan bertanggung jawab kepada Kepala Bidang Pendataan Penetapan.Seksi ini mempunyai tugas pokok melaksanakan tugas sebagian tugas bidang pendataan dan pendaftaran.

2. Seksi Pemeriksaan

Seksi ini mempunyai tugas pokokmelaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkungan pemeriksaan.

3. Seksi Penetapan

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkup penetapan pokok pajak daerah/ pokok retribusi daerah. 4. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang pendataan dan penetapan lingkup pendataan dan penetapan lingkungan data dan informasi. D. Bidang Penagihan

Bidang ini dipimpin oleh Kepala Bidang, yang berada dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang Penagihan mempunyai tugas pokok melakukan sebagian tugas dinas lingkup pembukuan, verivikasi, penagihan, perhitungan, pertimbangan, restitusi. Bidang Penagihan melaksanakan tugas :

a. menyusun rencana kegiatan kerja.

b. melaksanakan pembentukan dan verifikasi pajak daerah, retribusi daerah dan penetapan pajak lainnya.


(65)

c. melaksankan penagihan ats tunggakan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

d. melaksanakan perhitungan restitusi dan pemindahbukuan atas pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

e. melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya.

Sub Dinas Penagihan terdiri dari : 1. Seksi Pembukuan dan Verifikasi

Mempunyai tugas melakukan pembukuan dan verifikasi tentang penetapan dan penerimaan pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya. 2. Seksi Penagihan dan Perhitungan

Mempunyai yugas melaksanakan penagihan ats penunggakan pajak daerah, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

3. Seksi Restitusi dan Pemindahbukuan

Mempunyai tugas menerima permohonan restitusi dan pemindahbukuan dari wajib pajak, meneliti kelebihan pembayaran pajak, retribusi daerah dan pendapatan daerah lainnya.

4. Seksi Pertimbangan dan Keberatan

Mempunyai tugas menerima surat keberatan dari wajib pajak/retribusi dan meneliti keberatan wajib pajak/retribusi dan mempersiapkan surat keputusan kepala dinas tentang persetujuan atau penolakan tersebut.


(1)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame.

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Dinas Pertamanan dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BPPT) Kota Medan, maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan hasil penelitian penulis, maka untuk melihat keberhasilan proses implementasi Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklam di Dinas Pertamanan dan BPPT Kota Medan, diperlukan standar dan sasaran kebijakan yang realistis, sumber daya yang memadai, komunikasi yang baik antar organisasi, karakteristik agen pelaksana yang baik, kondisi sosial,ekonomi dan politik yang mendukung, dan respon yang positif dari para implementor.

2.Berdasarkan hasil penelitian, maka terlihat bahwa dikeluarkannya Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan


(2)

pajak reklame. Sehingga perlu adanya peninjauan kembali sehingga pengurusan pajak reklame dilakukan oleh satu lembaga.

3.Terdapat beberapa kendala dalam pengimplementasian Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame yaitu keterbatasan sumber daya manusia yang dimiliki oleh Dinas Pertamanan (khususnya bidang reklame) dan BPPT bidang Perizinan III (khususnya unit reklame), Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 yang masih baru dikeluarkan, yaitu ±5 bulan, sehingga belum semua pegawai memahami isi dari PERDA tersebut, belum sepenuhnya diterapkan teknologi dalam pengurusan pajak reklame sehingga dalam pengurusan pajak reklame berjalan lambat dan Standard Operating Procedure yang belum terbentuk (khusus Dinas Pertamanan), kurangnya kesadaran wajib pajak reklame untuk mematuhi semua peraturan dalam pengurusan reklame dan masih banyak wajib pajak yang belum membayar pajak reklamenya.

VI.2 Saran

Saran yang diberi peneliti atas Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame ini adalah :

1. Dengan keterbatasan kualitas dari sumber daya manusia yang ada di Dinas Pertamanan Kota Medan khususnya bidang reklame, maka perlu adanya pelatihan pegawai guna meningkatkan kualitas pegawai. Dan keterbatasan


(3)

Pelayanan Perijinan Kota Medan segera mengajukan permohonan kembali kepada Kepala Badan Pelayanan Perijina untuk penambahan jumlah pegawai yang memiliki kualitas yang baik dalam pengurusan pajak reklame.

2. Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 yang masih baru dikeluarkan, yaitu ±5 bulan, sebaiknya pihak agen pelaksana implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 lebih memahami mendalam isi dari PERDA tersebut.

3. Keterbasan dari penggunaan teknologi dalam pengurusan pajak reklame di Dinas Pertamanan dapat menghambat proses implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011, sehingga penggunaan teknologi sebaiknya dilakukan secepat mungkin.

4. Pembentukan Standard Operating Procedure (SOP) di Dinas Pertamanan, sebaiknya dilakukan secepatnya agar adanya kejelasan dan transparansi dalam pengurusan pajak reklame.

5. Dikeluarkannya Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame, dengan tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan pelayanan serta efektifitas pemungutan pajak reklame, ternyata menjadikan masyarakat mengalami kesulitan dalam pengurusan pajak reklame. Sehingga perlu adanya peninjauan kembali sehingga pengurusan pajak reklame dilakukan oleh satu lembaga.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal.2004. Kebijakan Publik. Jakarta : Yayasan Pancur Siwah. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek.

Jakarta : Rineka Cipta.

Bungin, H.M.Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Rieneka Cipta.

Moleong, Lexy. 2007. Metodeologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya

Putra, Fadillah. 2003. Paradigma Kritis dalam Studi Kebijakan Publik.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Safi’i. 2007. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi Daerah. Malang :

Averroes Pres

Siahaan, Marihot Pahala.2010.Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.Jakarta: Rajawali Press

Singarimbun,Masri,Effendi,Sofian.2006.Metode Penelitian Survei.Jakarta:LP3ES

Subarsono, A.G. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta: Pustaka Pelajar


(5)

Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003. Kebijakan Publik yang Membumi. Yogyakarta:

YPAPI

Usman,Hardius.2009.Tehnik Analisis Data Life Time dalam Riset Marketing.Jakarta:Salemba Empat

Wahab, Solichin, A. 2004. Analisa Kebijakan dari Formulasi ke Implementasi

Kebijakan Negara Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara Wibawa, Samudra. 1994. Evaluasi Kebijakan Publik. Jakarta: Raja Grafindo

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Jakarta: Med Press

Yani, Ahmad.2002. Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah di Indonesia.Jakarta:Rajawali

Zuriah, Nurul. 2006. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan: Teori Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dengan pemerintah Daerah


(6)

Peraturan Walikota Medan Nomor 58 Tahun 2011 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame