Sudu pengarah guide vane Metode eksploitasi energi angin
Jika kita hubungkan antara daya dengan daya yang terkandung dalam angin, maka didapatkan koefisien daya power coefficient C
p
, yang dinamakan juga sebagai efisiensi aerodinamik aerodynamic efficiency.
C
P
= P
cont
P
wind
2.3 Dengan
P
wind
= .
ρ . Α .
V
1 2
2.4 Dengan asumsi bahawa kecepatan angin pada bidang rotor:
V
2
= V
1
+ V
3
2 Maka dari persamaan 2.2 2.3 dan 2.4 diperoleh :
C
p
= . 1 + V
3
V
1
. 1 - V
3
V
1 2
Diagram berikut menunjukkan koefisien daya C
P
sebagai fungsi dari rasio kecepatan V
3
dengan V
1
.
Gambar 2.11 Koefisien daya menurut betz
Untuk mencapai nilai optimum penggunaan energi angin, maka kecepatan dibalik rotor V
3
harus 13 dari kecepatan di depan rotor V
1
. Sehingga koefisien daya C
p
,Betz = 0,59. Ada dua kemungkinan untuk transformasi daya angin menjadi daya kinetik, yaitu
dengan pemanfaatan gaya hambatan “drag force” dan dengan
daya angkat lift force. Drag force rotor memanfaatkan gaya F
W
yang dihasilkan oleh angin pada suatu area A pada sudut tertentu:
F
w
= CW . ½ .
ρ . Α .
V
2
2.5
Nilai koefisien hambatan drag coefficient cw merupakan indikasi dari kualitas aerodinamik suatu benda. Biasanya rotor yang memanfaatkan gaya hambatan
drag force
rotor”
adalah cup anemometer.
Gambar 2.12 Cup Anemometer
Cup anemometer tidak hanya menghasilkan satu driving drag force tetapi juga sebuah pengereman braking
Gaya penggerak : F
w
= 1,33 . ½ .
ρ . Α .
V - U
2
2.6 Gaya pengereman :
F
w
= 0,33. ½ .
ρ . Α .
V + U
2
2.7 Daya yang diperoleh :
P = F
W ,drive
–
F
W ,brake
. u 2.8
Didefinisikan sebuah parameter rasio kecepatan
λ
, yang merupakan indikasi rasio antara kecepatan putar rotor u dan kecepatan angin v.
λ =
2.9 Nilai
λ
untuk Drag force rotor tidak akan mencapai 1, karena kecepatan putar rotor harus lebih kecil dari kecepatan angin.
Cup anemometer memiliki
λ
opt
= 0.16. Hal tersebut menunjukkan efisiensi aerodinamis yang amat rendah, sehingga cup anemometer tidak digunakan dalam
pembangkitan daya.
Gambar 2.13 K
oefisien daya sebagai fungsi λ
Jika aliran udara menabrak bidang datar atau suatu profil sudu dengan sudut tertentu, maka seiring dengan gaya hambatan drag force FW, akan dihasilkan
gaya angkat tegak lurus F
A
. Dikarenakan lift force jauh lebih besar drag force maka akan timbul rotasi.
Gambar 2.14 Gaya angkat lift force
Gaya angkat dapat dihitung dengan persamaan berikut : F
A
= C
A .
½
ρ .
Α
. v
2
2.10
Koefisien gaya angkat lift force coefficient C
A
tergantung pada profil sudu sayap dan sudut antara aurs angin dengan sudu. Komponen upwind speed c adalah hasil
dari jumlah dari kecepatan angin v dan kecepatan putar u. C
2
= V
2
+ U
2
2.11 Nilai c dari lift force rotor selalu lebih besar dari v, sedangkan c dari drag force
rotor selalu lebih kecil dari v. Upwind speed memberikan kontribusi kepada gaya secara kuadrat. Sehingga atas dasar hal tersebut, lift forced rotor menghasikan
efisiensi jauh lebih baik dari pada drag forced rotor
C
P
,max= 0,5 Reksoatmodjo,2004