7
Kekuasaan itu membuka peluang baginya untuk mendapatkan “dukungan” dari golongan di bawahnya demi tujuan yang ingin ia capai. Cara gubernur romawi mengatasi
kerusuhan yang terjadi dikemudian hari khususnya berkaitan dengan isu sektarian di τnthiokhia menunjukan betapa “tangan besi” romawi efektif meminimalisir konflik
terbuka.
21
Bersama para pejabat romawi dan anggota senat, gubernur selain memimpin legiun
juga mendapat dukungan dari para imam di kuil, para pegawai kekaisaraan, pengumpul pajak dll. dalam relasi patron-klien.
22
Kenyataan itu menunjukan hubungan transaksional yang sarat kepentingan politik sudah merupakan hal lumrah terjadi di
golongan masyarakat atas di Antiokhia. Pola relasi yang sangat rapuh karena didasarkan pada loyalitas semu yang dapat dibeli oleh kekuasaan.
2.2 Komunitas Sinagoge di Anthiokhia
Orang Yahudi yang telah tinggal di Anthiokhia sama tuanya dengan kota tersebut hidup dalam situasi sosial masyarakat hirarkis. Menurut Warren Carter argumen para ahli
menunjukan dimensi-dimensi penting yang menunjukan kelas sosial orang Yahudi di kota ini, seperti: 1 pendapat Kingsbury bahwa bahasa Yunani yang digunakan penulis Matius
mengindikasikan masyarakat ini ialah komunitas urban, 2 penggunaan kata Kota dilakukan 26 kali dibandingkan Desa, 3 jemaat Matius diasumsikan tidak asing dengan
kekayaan, hal itu ditunjukan oleh misalnya letak perbandingan identitas Yusuf orang Arimatea yang pada Markus dan Lukas ia dikenal sebagai anggota dewan tinggi namun
pada Matius ia disebut sebagai Si Orang Kaya, 4 penggunaan sebutan emas, perak dan talenta dilakukan sebanyak 26 kali, lebih banyak jika dibandingkan dengan Markus yang
hanya sekali menyebut perak dan Lukas hanya empat kali lebih banyak dari Markus.
23
Argumen-argumen itu menguatkan dugaan bahwa komunitas Matius terdiri dari mereka yang hidup kaya, artinya ada jejak dari mereka berada pada golongan elit. Akan tetapi
sebagai ganti keengganan Carter untuk secara deterministik menentukan kedudukan orang Yahudi itu, ia memberi anjuran yang secara probabilistik menempatkan orang
Yahudi ada di kedua kelas sosial C
ross section
sebab selain karakteristik teks menunjukan nuansa orang terdidik golongan elit, teks ini juga bernafaskan tindakan
untuk menjangkau orang-orang yang dimarjinalkan.
24
21
Upaya untuk merayakan Perbedaan Kultur dan Toleransi pernah dilakukan di Anthiokhia. Lih. Trudy Ring Robert Salkin ed., International Dictionary of Historic Places, London: WIPIDE, 1995, 40.
22
Carter, Matthew The Margins, 19.
23
Carter, Matthew The Margins, 25.
24
Carter, Matthew The Margins, 26.
8
Dugaan Carter tentang
Cross section
itu dapat diperkuat melalui laporan Josephus bahwa orang Yahudi yang tinggal di Anthiokhia hidup tentram dan secara ekonomi cukup
kaya.
25
Menurut Staumbaugh dan Balch, kunjungan Herodes Agung beberapa kali ke Anthiokhia diduga kuat yang memicu naiknya gengsi, pengaruh dan kedudukan orang
Yahudi di sana.
26
Laporan betapa kayanya orang Yahudi di Anthiokhia nampaknya bukan hisapan jempol belaka. Sebab, berdasarkan catatan Josephus, orang Yahudi di Anthiokhia
mampu mengirimkan persembahan yang mahal ke Yerusalem.
27
Tidak hanya itu, pada masa pemerintahan Klaudius tatkala Yudea dilanda kelaparan, bantuan dari Anthiokhia
datang untuk menanggulangi bencana tersebut.
28
Lalu bagaimana dapat diandaikan bahwa selain jejak keberadaan orang Yahudi dalam lingkaran elit, terdapat pula informasi yang menunjukan bahwa ada orang Yahudi
hidup dalam kelas non elit? Hal itu dapat dijelaskan melalui identifikasi pekerjaan mereka. Orang Yaudi nonelit di Antiokhia ada yang hidup bekerja sebagai tukang dan
budak yang mana secara kasat mata sudah cukup menunjukan bahwa mereka ialah golongan kecil yang dimarjinalkan.
29
Mereka ialah kelompok yang hidup bekerja demi memenuhi kesejaterahaan hidup para elit.
Kondisi kehidupan yang baik dalam aspek sosial, ekonomi, religius, bahkan akses politik terhadap kekuasaan memang dinikmati oleh sebagian orang Yahudi di Anthiokhia
untuk kurun waktu yang cukup lama. Sisanya meski dipinggirkan namun cukup untuk melanjutkan kehidupan dengan bekerja bagi para elit. Kehidupan yang tentram dan
mapan di Anthiokhia bahkan telah dinikmati orang Yahudi sejak jaman Hasmonean yang dipicu oleh banyaknya orang baru yang hidup menyatu dengan penduduk tertarik masuk
ke dalam komunitas sinagoge.
30
Selain bahwa pengaruh Hasmonean yang mendahului kunjungan Herodes Agung yang berdampak signifikan itu, perilaku sosio-politik orang
Yahudi yang menunjukan loyalitas membuat mereka mendapatkan perlindungan.
31
Akan tetapi keadaan berbalik dan semakin memburuk bagi mereka sejak tahun 40 ZB. Mulai saat itu hubungan sosio-politik antara orang Yahudi dengan orang Antiokhia
25
Josephus, Jewish War, 7.13. Bnd. Walker, In Steps, 44.
26
Nama besar Herodes Agung yang dikenal sebagai sekutu dekat Kaisar Agustus dan juga sebagai The Great Builder
lewat pembangunan luar biasa misalnya: Bait Allah, berbagai benteng hebat termasuk Masada, kota- kota Helenis seperti Sebaste dan Kaisera yang terkenal dengan pelabuhannya, tersiar ke luar Yudea bahkan
sampai Anthiokhia. Hal itu menempatkan Herodes Agung sebagai orang yang cukup penting sehingga tidak heran apabila kunjungan tersebut membawa keuntungan bagi kedudukan sosio-politik orang Yahudi di
Anthiokhia. Lih. Staumbaugh dan Balch, Dunia Sosial, Bnd. F. F. Bruce, New Testament History, London: Thomas Nelson Sons Ltd, 1969.
27
Josephus, Jewish War, 7.45.
28
Walker, In Steps, 47.
29
Staumbaugh dan Balch, Dunia Sosial, 181.
30
Justin Taylor, Asal Usul Agama Kristen, Yogyakarta: Kanisius, 2012, 156.
31
Staumbaugh dan Balch, Dunia Sosial,49-51.
9
berada dibawah ketegangan hebat. Permusuhan yang timbul bahkan tidak bisa menahan mereka untuk berhadapan dalam konflik terbuka yang berdarah-darah. Sejak terjadi
pogrom
32
dan dekrit Kaisar Kaligula yang memuat perintah penempatan patung dirinya di Bait Allah di Yerusalem, bentrok pecah di Antiokhia.
33
Pembunuhan terhadap orang Yahudi di Anthiokhia terjadi dan sinagoge-sinagoge mereka dibakar. Mulai saat itu
sentimen anti semit kian meninggi dan tak berhenti hingga kira-kira tahun 48 ZB. Puncak konflik terjadi tatkala pemberontakan Yudea melawan Romawi terjadi hingga tahun 70
ZB. Konflik di Yudea turut menyeret keterlibatan Anthiokhia karena kota itu menjadi
basis dukungan pasukan militer yang dikirim untuk menumpas pemberontakan di Yudea.
34
Ketegangan perang itu merembes sampai ke Anthiokhia terutama bagi orang Yahudi di sana. Ikut terseretnya Antiokhia dalam tensi perang Yudea membuat beberapa
orang Yahudi di sana tidak mampu menahan diri. Beberapa anggota dari penguasa Yahudi merencanakan perlawanan. Komunitas Yahudi di Anthiokhia dituduh
merencanakan membakar kota. Akibatnya, Gubernur Romawi menyerang mereka dan mencabut hak-hak istimewa orang Yahudi.
Penaklukan Yudea membawa dampak tidak saja pada memburuknya hubungan sosial antara orang Yahudi dengan orang Anthiokhia dan sekaligus melemahkan pengaruh
32
Sebab terjadinya Pogrom diduga karena muncul kecemburuan sosial terhadap orang Yahudi yang melalui lobi politik mendapat hak istimewa yang mana telah berlangsung sejak jaman Koresh lalu terus menguat ketika
Romawi menjadi sekutu keluarga Hasmonean. Orang yahudi dibenci oleh orang Yunani-Romawi sebab mereka dapat mengakses fasilitas dan hidup layak sama seperti orang Yunani-Romawi tanpa perlu melakukan
kewajiban yang sama. Ditambah dengan kecenderungan Kaisar-kaisar Romawi yang meski berganti-ganti tetap saja membela orang yahudi membuat kebencian orang yunani semakin menjadi-jadi. Hak istimewa itu meliputi
diperbolehkan melaksanakan hukum Sabat, tidak melakukan kegiataan keagamaan kekaisaraan, boleh membayar pajak kepada Bait Allah di Yerusalem dan bahkan mendapatkan otonomi terbatas untuk menegakan
hukum politeuma Yudaisme di Sinagoge. Lih. Staumbaugh dan Balch, Dunia Sosial, 50-51.
33
Bentrokan ini terjadi jelas dalam dua aspek yang berkaitan yaitu: Sosio-politik dan Sosio-religius. Kecemburuan sosial nyata dalam pogrom dan resistensi keagamaan nampak dalam perlawanan dekrit Kaligula
yang sangat “menyakiti” hati orang Yahudi. εenurut saya, motivasi perlawanan terhadap pogrom yang jelas muncul sebagai reaksi mempertahankan “pemberian Romawi” sebagai keberhasilan lobi politik tentu berbeda
dengan perlawanan terhadap dekrit Kaligula. Identitas keagamaan Yudaisme bukan “pemberian Romawi.”
Namun resistensi itu juga bukan hanya soal ortodoksi. Ia merupakan peneguhan kemerdekaan politik secara religius yang saya kategorikan sebagai Hak Milik. Mengapa hak milik kemerdekaan politik secara religius
sangat penting? Sebab, orang Yahudi begitu percaya bahwa YHWH tidak mengijinkan mereka dipimpin oleh orang Kafir. Penjajahan atas mereka hanyalah teguran YHWH karena mereka lalai menjalankan hukum Tuhan.
Dalam pada itu kemerdekaan religius berkaitan erat dengan dinantikanya “Hari YHWH” atau datangnya εesias untuk membebaskan mereka dari teguran. Ortodoksi bukan tujuan pada dirinya sebab jika mereka tidak mampu
menjaga kemerdekaan religius maka sama saja melepaskan peluang hidup bebas untuk kembali mendirikan kedigdayaan kerajaan Daud. Gagasan untuk menjaga ortodoksi sebagai implikasi teguran YHWH itu sangat
ditekankan oleh golongan Parisi yang ternyata ialah pemimpin sinagoge Anthiokhia Bnd. Jeffrey J. Butz, The Secret Legacy of Jesus: the Judaic teachings that passed from James the Just to the founding fathers,
Inner TraditionBear Co., 2009, 281; F. F. Bruce, History; Alan Richardson, Political Christ, Philadelpia:
Westminster Press, 1973.
34
Walker, In steps, 44.
10
mereka secara politik, tetapi juga memberikan pengaruh kepada tatanan beragama dalam komunitas mereka sendiri. Melalui kejatuhan dengan demikian berakhir juga otoritas Bait
Allah di Yerusalem. Pasca penghancuran yang dilakukan oleh Titus pada 70 ZB membuat kekuasaan dalam urusan keagamaan komunitas Yahudi di diaspora menjadi wewenang
sektoral di masing-masing Sinagoge. Perlu dicatat bahwa pergeseran otoritas keagamaan ke sinagoge sesungguhnya
secara terbatas membuat mereka tetap memiliki kekuasaanya sendiri, meskipun pada masyarakat kota Anthiokhia mereka tidak lagi menikmati keleluasaan. Atas otoritas itu
perselisihan dengan orang Yunani-Romawi di Anthiokhia terus berlanjut namun lebih banyak terjadi di dalam sinagoge. Perselisihan tersebut nampak ketika orang-orang
Yunani mulai masuk ke dalam komunitas. Terjadi perdebatan apakah mereka harus menjalankan hukum Yahudi terutama sunat dan makanan halal atau tidak. Akan tetapi hal
terpenting dari pergeseran itu bukan terletak pada bagaimana orang Yahudi mulai menerapkan standar tegas terhadap hukum mereka, namun terletak pada: apa motif dari
kekuasaan itu mereka pergunakan? Merujuk pada Groenen, ia menegaskan bahwa akibat dari bergesernya otoritas keagamaan tersebut membawa dampak yang tidak
menyenangkan bagi orang Kristen di Antiokhia, yaitu penindasan oleh Sinagoge terhadap mereka.
35
3 Memahami Kembali Matius 2:1-18
Melalui bantuan pendekatan hermeneutik yang secara khusus menyoroti teks dalam kerangka sosio-politiknya, maka narasi Matius 2:1-18 memberikan sekurang-
kurangnya tiga pemahaman teologis yang memperluas horizon berpikir pembacanya.
3.1 Mesias yang selamat dari pembantaian adalah tanda penolakan Tuhan terhadap