Revolusi yang berdarah-darah bukanlah pilihan ideal dari perjuangan melawan

16 Tidak kembalinya para majus ke istana Herodes Agung lalu disambung pelarian Yusuf yang membawa serta keluarganya ke Mesir ayat 12-15 menjadi indikasi redaktur Matius ingin menyampaikan bahwa apa yang telah diupayakan oleh kelompok status quo mengalami kegagalan sebab tak dikehendaki oleh Tuhan. Sambil memposisikan diri sebagai komunitas yang mengupayakan tidak munculnya suatu locus hidup bersama yang baru, redaktur Matius mengetengahkan gagasan bahwa Tuhan menghendaki suatu penyelenggaraan kekuasaan yang tak di dominasi oleh kubu yang tak lagi memahami benar perintah Tuhan dan yang melakukan praktek memperalat kekuasaanya untuk mendominasi sekaligus membungkam pihak yang berbeda. Dengan luputnya Yesus sang Mesias dari cengkraman sang penguasa Herodes Agung maka hal ini jelas ialah sindiran redaktur Matius bahwa tidak ada basis moral religius lagi bagi dominasi kelompok status quo sebab rencana brilian mereka untuk menegaskan kekuasaan telah digagalkan oleh Tuhan sendiri. Pada cerita pembantaian anak-anak oleh Herodes Agung ayat 16-18 redaktur Matius menunjukan bahwa praktek dominasi status quo tak kunjung berakhir. Pembunuhan anak-anak dibawah dua tahun seperti yang Herodes Agung lakukan merupakan tanda betapa sang raja tak siap memiliki rival dan bertindak untuk menyingkirkanya. 53 Redaktur Matius dengan tepat meminjam tokoh Herodes Agung yang memiliki karakter yang begitu cocok tentang ketidaksiapan penguasa menerima adanya rival yang mengganggu dominasi mereka. 54 Tabiat Herodes Agung tersebut benar-benar mewakili cibiran redaktur Matius terhadap sikap bebal kelompok status quo dengan tetap ingin dominan meski secara moral religius mereka dinilai telah benar-benar salah oleh redaktur Matius.

3.2 Revolusi yang berdarah-darah bukanlah pilihan ideal dari perjuangan melawan

dominasi status quo . Sentralnya topik tentang Mesias pada narasi ini juga menunjukan bagaimana gagasan tersebut digunakan dalam perjuangan kelompok Matius. Ayat 15 dan 18 dalam narasi merupakan kutipan dari Hosea 11:1 dan Yeremia 31:15. Kutipan ini menurut saya digunakan redaktur untuk mendramatisir teks yang sebenarnya merupakan puncak dari pengantar mengenai pertentangan kelompok Matius dengan kelompok Status quo. Cara pengutipan semacam ini begitu populer oleh komunitas Yahudi pada masa pasca Bait 53 France, Herod, 105. 54 Jika saya membuat semacam tipologi maka ada dua Kelompok dalam narasi ini: 1 Para Majus, Yesus dan keluarga-Nya ialah personifikasi langsung dari komunitas Matius. 2 Herodes Agung, para pemuka agama yahudi dan pasukan yang membantai anak-anak ialah kelompok status. 17 Allah untuk tujuan menggambarkan situasi hidup mereka yang kerap kali dalam kelompok Yahudi dikenal sebagai bentuk Midrash. 55 Richard T. France yang secara spesifik meneliti narasi pembantaian anak-anak menyebut bahwa kisah itu tak lebih dari sebuah folklore. 56 Cerita ini dikembangkan terutama berada pada peran teks Yeremia 31:15 yang dikutip oleh redaktur Matius. Beberapa penafsir menjelaskan bahwa pengutipan teks Yeremia 31:15 ialah cara menautkan Yesus dengan Musa. Akan tetapi France membantah argumen tersebut. Ia berpendapat jika memang upaya Kristologi semacam itu dapat diterima maka ia seharusnya juga muncul di injil lainya. 57 Richard T. France sependapat dengan Jean Dean Kingsbury, bahwa ada dua kemungkinan besar yang melahirkan teks pembantaian ini, yaitu: 1 alasan apologetis; dan 2 alasan polemik. 58 Dengan memberi ruang kepada pendapat Saldarini tentang konflik antara kelompok Matius dengan kelompok status quo maka saya memandang jika teks tentang pembantaian anak-anak sebagai klimaks cerita antara rivalitas Yesus Kristus dengan Herodes Agung terutama ditempatkan dalam tipologi Polemik seperti dalam teori France. Kedudukan teks yang lahir dari situasi problematis dan penuh polemik semacam itu membuat peran sentral Mesias dalam narasi menjadi jelas. Sebab jika tak begitu, saya melihat implikasi dari sentralnya Mesias dalam tulisan redaktur Matius sulit untuk dipahami. Sebagai cerita yang lahir dari polemik, alasan Herodes Agung membunuh anak- anak setelah intensinya tak tercapai menjadi penting untuk ditelaah. Apabila diperhatikan dari teks maka penyebab dibantainya anak-anak seolah-olah oleh kemarahan Herodes Agung karena diperdaya ἐ νεπαί χ para majus ayat 16. Menurut saya melampaui kemarahan seperti disebutkan teks sebenarnya tindakan brutal Herodes Agung dipicu bukan oleh “keterperdayaan” an sich melainkan tak tercapainya kalkulasi politik tentang Mesias. Meski Herodes Agung nampak begitu tertarik bahkan disebutkan ingin menyembah Mesias ayat 8 namun intensinya terhadap bayi Yesus sebenarnya ialah jelas berkaitan dengan status Sang Bayi sebagai Mesias. F. F. Bruce menjelaskan dengan baik perihal makna Mesias dalam alam berpikir orang Yahudi. Mesias bukan hanya persoalan gelar semata namun melampui itu ia adalah sebuah tanda pengharapan the Messianic Hope di mana terpenuhinya Hari 55 Pendapat bahwa narasi Matius ialah Midrash datang dari McNeile seperti dikutip Frederick D. Bruner, Matthew A Commentary Michigan: Wm. B. Eerdmans Publishing Co. 2004, Kindle Version. 56 R. T. France menjelaskan kemungkinan narasi pembantaian diambil dari model tradisi yang berkembang umum dalam Komunitas Yahudi, yaitu: kisah hidup Musa, Abraham dan Yakub. Lih. France, Herod, 105-108. 57 France, The Gospel, Kindle Version. 58 France, The Gospel,. 18 YHWH dan sekaligus kebangkitan kembali kedaulatan kerajaan wangsa Daud. 59 Ada beberapa jenis Pengharapan Mesias namun yang paling banyak berpengaruh di masa penjajahan Romawi manakalah komunitas Matius diduga hidup ialah Millitary Messiah. 60 Model Millitary Messiah banyak menginspirasi pemberontakan kelompok Yahudi terhadap kekuasaan Romawi dengan melalukan perlawanan fisik kerusuhan, perampokan bahkan perang yang oleh Imperium Romanum sering dikategorikan sebagai aksi teror. Dibawah panji Pax Romana maka aksi teror semacam ini tidak akan ditoleransi dan bahkan akan ditumpas habis melaui pedang Legiun. 61 Jika saya menganalisis narasi maka redaktur Matius cenderung menolak model Millitary Messiah. Saya menduga sebab penolakan itu karena pemberontakan a la Millitary Messiah nyata-nyata menemui kegagalan besar manakala Yerusalem dihancurkan oleh Jenderal Titus tahun 70 ZB. Harga yang harus dibayar oleh bangsa Yahudi atas pilihan untuk mendahulukan model Millitary Messiah sangat mahal. Pasca penghancuran Yerusalem beserta Bait Allah bangsa Yahudi diusir dari tanah mereka sendiri dan dampaknya bagi mereka yang berada di diaspora ialah dicabutnya oleh otoritas Romawi atas berbagai hak istimewa yang telah lama dinikmati. Munculnya Herodes Agung yang merasa Mesias ialah rivalnya sepanjang ayat 1- 18 dapat memberikan jejak bagi pemahaman di atas. Stefan Leeks menafisrkan bahwa gelar orang Yahudi yang disebut para majus ialah untuk mengantipasi bahwa Yesus Kritus tidak diterima penguasa. 62 Mengenai nyawa Yesus yang diincar Herodes Agung ayat 13-15 Leeks memberikan komentar yang sangat baik. Ia menilai bahwa introduksi pada genealogi Yesus sebagai keturunan Daud memberikan legitimasi kuat bahwa Ia pewaris sah kerajaan Daud sehingga membuat Herodes Agung panik. 63 Artinya mengikuti pola Messianic Hope maka Yesus ialah yang dapat dipercaya sebagai Mesias yang akan menegakan kembali supremasi kerajaan Daud dari tangan Herodes Agung. Secara sosio-politik ini adalah tanda akan terjadinya Revolusi Mesias yang mana membuat orang-orang Yahudi bangkit melawan Romawi melalui kelahiran Yesus. 59 F. F. Bruce, New Testament, 116. 60 1 Davidic Messiah muncul pasca pendudukan Babilonia yang mana berpusat pada janji bahwa kerajaan Daud yang jatuh akan dibangun lagi dengan lebih hebat, 2 High-priesthood Messiah muncul pada jaman Hasmonean, 3 Priestly-Royal Messiah diajukan oleh Komunitas Qumran, 4 Millitary Messiah muncul dan mendominasi sebagai ekstrim baru dari Davidic Messiah yang begitu mengharapkan keturunan Daud memimpin “pelepasan” umat Tuhan dari cengkraman Herodian atau Gubernur Romawi dan η Spiritual Messiah model yang menurut Bruce sebenarnya dipilih oleh Yesus namun baru disadari pada abad pertama Kekristenan. Lih. F. F. Bruce, New Testament, 116-127. 61 Benjamin Isaac, The Near East Under Roman Rules Leiden:Brill, 1998, 377-379. 62 Leeks, Tafsir, 40. 63 Leeks, Tafsir, 50. 19 Akan tetapi fakta sejarah berkata berkebalikan: sampai Yesus mati karena disalibkan, Ia tak melakukan Revolusi dalam paham Millitary Messiah. Saya sepakat bahwa sosok Yesus Kristus dalam narasi tak diterima oleh penguasa seperti yang Leeks kemukakan. Akan tetapi konsekuensi lebih jauh dari dampak garis keturunan Yesus Putra Daud yang membuat penguasa Yahudi panik agaknya ahistoris. Lagipula orang- orang Yahudi ternyata tidak semua bersepakat atau satu suara perihal memaknai keterjajahan mereka oleh bangsa-bangsa kafir dan termasuk memaknai perlawanan terhadap penjajah. 64 Agaknya Leeks tidak melihat kecenderungan redaktur Matius sengaja membedakan sebutan untuk Yesus ini dalam diri Herodes Agung dan para majus. Maka mengenai rivalitas itu saya lebih memilih untuk melihat peran terma Mesias yang memiliki konsekuensi politik berkaitan dengan konteksnya pada polemik komunitas Matius. Guna mengatasi celah historis terma Mesias dari rivalitas antara Herodes Agung dengan Yesus maka saya mengusulkan untuk mencoba memahami posisi redaktur Matius dalam perspektif penggunaan dua tokoh ini. Menurut saya redaktur Matius ingin mengecam tradisi dalam komunitas yahudi yang begitu fantatik terhadap model Millitary Messiah namun disisi lain menerima berbagai keistimewaan dari penjajah. Padahal keistimewaan itu malah menjamin komunitas Yahudi untuk tidak menista Tuhan dengan melanggar hukum mereka sendiri melalui kewajiban melakukan praktek-praktek kafir yang ditetapkan Imperium Romanum bagi setiap wilayah kekaisaraan. Akan tetapi karena fanatisme terhadap Millitary Messiah mereka justru kehilangan dispensasi sosio-politik itu. Komunitas Yahudi di Anthiokhia ikut terhisap dalam situasi perang di Yerusalem yang akhirnya ditumpas tahun 70 ZB. Komunitas Yahudi di Anthiokhia mengambil sikap melakukan pembentorakan dan mengakibatkan kerusuhan. Akibatnya Gubernur Anthiokhia mengerahkan pasukan untuk membasmi kerusuhan itu. Kecemburuan sosial yang diterima orang Yahudi atas hak eksklusif mereka membuat komunitas ini bukan meredam konflik malah makin kukuh dalam resistensi Millitary Messiah sehingga makin menambah ketegangan dengan orang-orang kafir di Anthiokhia. Padahal menurut redaktur Matius terbebasnya Yesus Sang Mesias dari upaya pembunuhan Herodes Agung yang takut kepada dampak Millitary Mesiah mengikuti tafsir Leeks pada konteks dalam teks ialah tanda bahwa model itu bukan yang 64 Perihal perbedaan pandangan antar kelompok agama Yudaisme ini telah dijelaskan dengan sangat baik oleh Gerd Theissen dalam karyanya “τku disuruh Pilatus.” Lih. Gerd Theissen, Aku disuruh Pilatus: Kisah penelusuran jejak Yesus dan masa -Nya Jakarta:Gunung Mulia,1990. 20 diharapkan. Herodes Agung secara faktual ialah kaki tangan Romawi dan orang dekat Kaisar. Dengan menempatkan seolah Yesus Sang Mesias ialah pemberontak yang mencoba melawan otoritas Herodes Agung yang didukung Kaisar, redaktur Matius kembali lagi menggunakan model sinisme untuk mengecam baik Imperium Romanum maupun kelompok Status quo Yahudi yang mendukung pemberontakan. Dalam satu pukulan redaktur Matius ingin menunjukan bahwa sosok Herodes Agung yang ialah mewakili dua kelompok penguasa itu telah salah kaprah mengenai kehadiran Yesus sebagai Mesias. Sikap Romawi yang tak lagi ramah pada orang Yahudi merupakan tindakan salah kaprah bahwa seluruh kelompok Yahudi mendukung pemberontakan. Redaktur Matius ingin mengatakan bahwa Romawi salah memahami arti Mesias yaitu terbatas pada dan identik dengan Millitary Mesiah. Padahal model itu hanya ekstrim dari salah satu bentuk penafsiran tradisi Yudaisme. Dampak sosio-politik Millitary Mesiah tentu merupakan dua hal yang berbeda dari keyakinan kepada Mesianic Hope. Di bagian lain dari narasi mengikuti Lukas dan Markus redaktur Matius menunjukan bahwa sikap umum kelompok yahudi khususnya yang mengikuti ajaran Yesus ialah tak mendukung pemberontakan bnd. Matius 22:21. Sedangkan kelompok status quo di Antiokhia yang masih mendukung paham Mesias Sang Liberator disentil oleh redaktur sebagai penganut paham ekstrim yang salah kaprah. Yesus Kristus yang lolos dari pembantaian menunjukan bahwa model perlawanan dengan kekerasan ialah tak realistis. Bahkan Tuhan sendiri tak menghendaki model pemberontakan berdarah-darah itulah sebabnya Yesus luput dari pembantaian. Maka posisi pemimpin Sinagoge Antiokhia yang cenderung mendukung agenda pemberontakan di Yerusalem tengah dipersoalkan oleh redaktur Matius. Melalui teks pembantaian anak-anak ayat 16-18 redaktur Matius menegaskan bahwa kekerasan hati untuk mendukung pemberontakan hanya melahirkan pembunuhan bagi orang Yahudi yang tak berdosa dan yang tak tahu menahu perihal pilihan politik para pemimpin Yahudi. Anak-anak yang dibantai oleh Herodes Agung ialah gambaran karena kecerobohan pemimpin Yahudi 65 membuat Imperium Romanum yang juga adalah patron pemuka Yahudi sendiri membunuh orang-orang Yahudi yang tak bersalah dan membawa kerugian bagi komunitas Sinagoge di Anthiokhia. Pengutipan Yeremia 31:15 pada narasi pembantaian sebagai apa yang disebut R. T. France floklore bukan untuk mengatakan bahwa kisah Yesus sama seperti Musa. 65 Anak Imam Sinagoge, yaitu M. Anthiokhus di Anthiokhia ialah pemimpin kerusuhan yang akhirnya ditumpas oleh Pasukan Gubernur Romawi. Lih. Staumbaugh Balch, Dunia Sosia, 181. 21 Namun lebih kepada teknik mirip Midrash yang mengungkapkan penyelasan redaktur Matius atas kehidupan komunitas Yahudi yang mana ia bagian dari dalamnya yang tengah menderita pasca Perang Yerusalem. Penderitaan itu secara sosial jelas berat sebab dengan pilihan politik melawan Imperium Romanum maka apa yang Yosephus sebut sebagai kondisi komunitas Yahudi di Anthokhia hidup bahagia, mapan dan cukup kaya raya karena mereka sebagian merupakan anggota strata sosial tinggi tak lagi mereka nikmati seperti saat sebelum perang. Orang yahudi umumnya pasca perang Yerusalem dan kerusuhan dimusuhi oleh warga kota Antiokhia bahkan pernah muncul petisi untuk mengusir mereka keluar dari kota itu kepada Jenderal Titus manakala ia berkunjung ke sana pasca perang Yerusalem. Pada giliranya orang-orang Yahudi berada dalam pengawasan Gubernur Romawi yang mana kedudukan politik mereka yang semula cukup baik kini tak ada nilai tawar lagi.

3.3 Penolakan Tuhan melalui diri Mesias terhadap kekuasaan politik a la