1
1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kitab-kitab injil dalam tradisi kekristenan umumnya diterima sebagai sumber primer serta terpercaya oleh orang Kristen guna memahami dan mengetahui ragam hal
tentang Yesus Kristus. Meski demikian secara faktual injil-injil tersebut kerap kali menunjukan beberapa jejak yang justru menghadirkan persoalan dalam upaya memahami
dan mengetahui perihal Sang Mesias. Secara khusus sebagai contoh: kisah seputar kelahiran Yesus dalam kaitan dengan upaya pembunuhan diri-Nya oleh Herodes Agung
hanya ada pada injil Matius 2:1-18. Mengenai ketiadaan kisah pembunuhan bayi-bayi pada injil lain sebenarnya telah
mengundang berbagai tanggapan para ahli. Misalnya saja pendapat Drewes yang menyatakan bahwa merujuk teori 4 sumber maka kisah ini merupakan cerita yang berasal
dari Sumber M, sehingga memang secara eksklusif hanya ada di Matius saja.
1
Stefan Leeks pada satu bagian dalam bukunya menyatakan bahwa penulis injil Matius ingin
menyampaikan suatu pesan tertentu melalui kisah yang menghubungkan Raja Herodes Agung dengan Yesus.
2
Sedangkan, R.T. France secara meyakinkan menulis bahwa kisah pembunuhan anak-anak ditambahkan oleh redaktur Matius sebagai bentuk
folklore
yang umum dalam berbagai tradisi bahwa kelahiran seseorang yang hebat sudah selalu diikuti
oleh ancaman karena kecemburuan para penguasa.
3
Namun pendapat John Drane terhadap narasi Matius 2:1-18 ialah yang paling signifikan tetapi sekaligus melahirkan problem serius. Terkait historisitas Matius 2:16,
Drane justru berpendapat bahwa tidak ada catatan sejarah dalam dokumen-dokumen lain tentang cerita ini, meskipun cerita ini bersesuaian dengan tabiat kejam Herodes Agung.
4
Artinya, John Drane meyakini bahwa kisah ini tak faktual secara historis. Surip Stanislaus menegaskan bahwa kisah itu tak perlu dilihat dalam kerangka
historisnya sekalipun informasi-informasi dalam narasi tersebut telah coba diuji secara
1
Stefan Leeks, Tafsir Injil Matius Yogyakarta: Kanisius, 2007, 38
2
B. F. Drewes, Satu Injil Tiga Pekabar Jakarta: Gunung Mulia,2000, 32.
3
France membandingkan Matius 2:13-18 dengan cerita masa kanak-kanak Sargon, Gilgamesh, dan bahkan kisah dua bersaudara pendiri Roma yaitu Romulus dan Remus, sebagai bentuk folklore yang umum muncul dalam
masyarakat kala itu. Lih. R. T. France , “Herod and The Children of Bethlehem,” ζovum Testamentum Vηδ.
XXI No. 2 1979, 98.
4
John Drane, Memahami Perjanjian Baru: Pengantar Historis-Teologis Jakarta: Gunung Mulia, 2005, 39. Perihal tabiat Herodes Agung, ia adalah seorang raja sekaligus politisi yang licik, hebat dalam pembangunan,
dan kejam. Herodes Agung ialah seorang paranoid yang selalu curiga terhadap siapapun yang dianggapnya mengancam kedudukanya sebagai raja. Hirkanus mertuanya, Mariame istrinya dan Aleksander, Aristobulus
dan Antipater ketiga anaknya dibunuh oleh Herodes Agung karena dicurigai ingin mengkudeta kedudukanya. Bnd.
Jona Lendering, King Herod the Great: Acient Warfare Magazine.
2
saintifik.
5
Rekonstruksi yang melibatkan astronomi dalam menyelidiki Matius 2 hanya berhasil sampai pada kesimpulan yang tak determinan berkaitan dengan historisitas
Matius 2:1-18. Pandangan semacam ini didukung kuat oleh ahli lainya. Misalnya menyebut bahwa penjelasan yang menyebut
supernova
Kepler, komet Heley dan hipotesis Konjugasi Planet-planet yang secara historis terjadi berdekatan dengan masa
kelahiran Yesus dan kematian Herodes Agung, tetap saja kesemuanya itu tak memiliki relasi logis langsung dengan kisah pembunuhan anak-anak di bawah usia dua tahun oleh
Herodes Agung.
6
Keraguan tentang aspek historis dari Matius 2 membuat pernyataan Leeks menjadi kuat. Anjuran Leeks untuk memperlakukan kisah
ini sebagai “yang mewakili suatu keadaan sebenarnya
” jauh lebih masuk akal daripada menerima narasi ini sebagai sebuah laporan pandangan mata. Sebab perbedaan mencolok kisah kelahiran Yesus dalam Matius
dan Lukas
7
membuat logika internal dari ide bahwa kisah ini ialah laporan pandangan mata menjadi tak konsisten sehingga secara epistemologis runtuh dengan sendirinya.
Antonhy Saldarini menulis satu esai menarik tentang ciri khas Matius sebagai sebuah kitab yang memperlihatkan banyak jejak konflik antara kelompok Kristen dengan
Yahudi. Untuk itulah alasan mengapa Yesus berulang kali digambarkan berada dalam posisi tegang yang
vis-a-vis
dengan para penguasa termasuk sejak kelahiran-Nya dalam Matius 2:1-18. Bila saya mencoba menafsirkan kisah ini dalam kerangka konflik antar
kelompok maka persoalan historisitas seperti apakah benar secara faktual Herodes Agung pernah menggerakan pasukanya untuk memburu bayi Yesus dan membantai anak-anak
tak berdosa tak lagi bermasalah. Akan tetapi sebagai sebuah narasi tentang konflik antar kelompok maka pola konflik itu menjadi menarik untuk dibahas. Fenomena ini
merupakan gesekan antara Komunitas Matius dengan Penguasa Sinagoge yang oleh Saldarini disebut sebagai upaya melawan Yudaisme demi sebuah “Yudaisme Baru”
melalui perjuangan dalam nama Yesus.
8
Selain teks ini bicara pada konteksnya tentu ia juga dapat berbicara lintas waktu bagi pembaca di masa kini. Dengan memperhatikan nuansa sosio-politik yang kuat pada
teks Matius 2:13-18, baik berkaitan dengan konteks dalam teks maupun konteks dari teks,
5
Surip Stanislaus, Rahasia di Balik Kisah Natal 1 Yogyakarta: Kanisius, 2012, 72-74.
6
Howard W. Clarke, The Gospel of Matthew and Its Rea der: a Historical Introduction to the First Gospel Indiana: Indiana University Press, 2008, 18.
7
Kesimpulan bahwa Kisah Kelahiran Yesus berdasarkan Injil Sinoptik ialah faktual secara induktif bermasalah. Kedua Injil itu membuat kisah kelahiran yang bertolak belakang Matius 1:18-2:23 Lukas 2:1-7 yang mana
tentu tak dapat diterima prinsip logika. Bnd. Stanislaus, Rahasia, 29-30.
8
τnthony Saldarini, “The Gospel of Matthew and Jewish-Christian Conflict,” dalam David Balch eds., Social History of the Matthean Community: Cross Disciplinary Approaches
Minneapolis: Fortress Press, 1995, 42- 43.
3
saya menduga bahwa gerakan pembaharuan dalam narasi Matius dapat menjadi sangat aktual bagi pembacanya di Indonesia. Konteks Indonesia yang tengah dalam transisi
negara otoritarian a la orde baru kepada negara demokratis pasca reformasi ternyata masih diselubungi skandal oligarki
9
sehingga sebuah gerakan pembahuruan seperti dengungan Revolusi Mental Jokowian sebagai model normatif yang dikampanyekan
untuk mengubah mental bangsa muncul kuat. Menurut hemat saya fenomena ini mungkin dapat diteropong dari model perlawanan komunitas Matius pada sistem lama yang tak
berjalan semestinya seperti apa yang coba ditulis dalam Matius 2:1-18.
1.2 Rumusan Masalah Tujuan Penelitian