Analisis data Histopatologi pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin

Perhitungan sel-sel beta pankreas dilakukan per-lapang pandang pada perbesaran 400x. Pengamatan terhadap pewarnaan imunohistokimia adalah menghitung rata-rata jumlah sel beta pankreas, yang dihitung dari 10 pulau Langerhans per sediaan dengan memakai 3 sediaan per kelompok Suarsana et al , 2010 serta mengamati gambaran histologi dan kerusakan pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori.

D. Analisis data

1. Data kualitatif diperoleh dengan mengamati preparat irisan pankreas tikus putih jantan pada bagian pulau langerhansnya, dihitung jumlah sel betanya pewarnaan imunohistokimia, serta membedakan sel alfa, sel beta, sel gamma dan kerusakan selnya pewarnaan chromium hematoxylin gomori, kemudian dibandingkan pada masing-masing perlakuan . 2. Data kuantitatif diperoleh dengan menghitung jumlah sel beta pankreas dan mengukur kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok perlakuan, untuk menguji perbedaan kadar gula darah setelah diberikan pembeban glukosa dan grup perlakuan digunakan Analysis Of Variance ANOVA jika terdapat beda nyata dilanjutkan dengan pengujian DMRT Duncan Multiple Range Test pada taraf signifikansi 5. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan Chromium Hematoxylin

Gomori Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dilakukan untuk melihat morfologi secara umum dari jaringan pankreas. Hasil pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori dapat dibedakan antara sel alfa, sel beta, dan sel delta. Menurut Erwin, dkk 2012, berdasarkan pewarnaan Gomori, sel beta terlihat berwarna biru dan sel alfa terlihat berwarna merah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa kelompok perlakuan pelarut glibenklamid Na CMC menunjukkan sedikitnya sel beta pankreas, dan disertai dengan kerusakan sel beta. Hal ini dapat terjadi karena tikus dalam kondisi diabetes sehingga sel beta pankreas mengalami kerusakan dan tidak dapat memproduksi insulin. Menurut Erwin, et al 2012 Peningkatan persentase jumlah sel beta yang mengalami nekrosis menunjukkan kerusakan pada sel beta yang berakibat menurunnya sekresi insulin sehingga menimbulkan DM. Hal ini tidak berbeda nyata pada kondisi kelompok perlakuan glibenklamid, kedua kelompok mengalami kondisi yang sama. Selain jumlah sel beta yang sedikit dan kerusakan sel juga dapat dilihat ukuran pulau Langerhans yang kecil. Kondisi morfologi pulau Langerhans pada diabetes tipe 2 secara detail diteliti oleh Deng, et al 2004 dalam Seungbum et al , 2007 bahwa kelenjar endokrin pankreas tersusun atas pulau langerhans yang merupakan cluster yang tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas. Unit endokrin yang disebut 33 sebagai pulau langerhans memiliki 4 macam sel yaitu sel alfa, sel beta, sel delta, dan sel PP Polipeptida pankreas. Tabel 2. Rata- rata jumlah sel β Pankreas pada Pulau Langerhans Kelompok Jumlah sel β di pulau Langerhans buah K1 K2 K3 16,3± 20,0± 49,5± Keterangan: Superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata p0,05. Dalam keadaan normal, jumlah sel beta diperkirakan 65 dan sel alpha 35. Pada tikus diabetes derajat sedang, ditemukan hampir 67 pulau Langerhans berdiame ter kurang dari 150 μm, sedangkan pada tikus normal jumlah pulau Lengerhans yang berdiameter lebih dari 150 μm sekitar 50. Selain terjadi perubahan pada ukuran, dan bentuk juga terjadi fragmentasi pulau Langerhans. Pada kondisi diabetes derajat sedang, jumlah sel beta secara nyata berkurang bahkan pada diabetes parah sel beta tidak ditemukan, namun sel alpha masih ditemukan di bagian perifer pulau Langerhans. Menurut Guyton et al 2006, Kerusakan sel beta Langerhans pankreas menyebabkan gangguan sintesis insulin. Insulin memegang peranan penting dalam pengaturan glukosa darah, kekurangan insulin menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Pada kelompok perlakuan umbi kimpul menunjukkan adanya produksi sel beta pankreas yang lebih banyak dibandingkan kedua kelompok lainnya. Dengan jumlah sel beta yang banyak tersebar di area pulau Langerhans memungkinkan produksi insulin yang optimal. Menurut Erwin, et al 2012, Peningkatan jumlah sel beta Langerhans dapat terjadi akibat kemampuan tubuh untuk meregenerasi sel beta yang rusak. Regenerasi sel beta yang rusak diawali dengan perbaikan sel-sel beta dan pembelahan sel beta yang baru mitosis. Penurunan proporsi nekrosis sel beta terjadi secara bertahap. Hasil pewarnaan Chromium hematoxylin gomori pada potongan jaringan pankreas pada Gambar 6 terlihat bahwa K1 susunan sel endokrin tidak teratur, mengalami perubahan struktur morfologi dan ditemui sedikit sel endokrin dan banyak yang mengalami perubahan degenerasi sel endokrin yang menuju nekrosa sel. Hal ini disebabkan induksi STZ yang merusak sel endokrin khususnya sel beta pankreas. Pada diabetes muda umumnya beberapa sel beta menunjukkan degranulasi lengkap dan sitoplasma yang kosong Cooperstein, 1981. Gambar 6. Gambaran Histologi Pulau Langerhans Pewarnaan Chromium Hematoxylin Gomori A= K1 Na CMC, B= K2 Glibenklamid, C= K3 Kimpul. Ket: = sel alfa = sel beta, = sel delta. Perubahan juga terlihat pada K2, pada kelompok ini terjadi degenerasi sel endokrin terlihat pada intinya berubah bentuk menjadi polimorf tidak seragam. Perubahan yang terjadi digambarkan dalam bentuk perubahan inti sel endokrin menjadi lebih kecil piknotik bahkan ada yang menghilang. Namun pada K2 B A C jumlah sel beta lebih banyak dibandingkan pada K1. Hal ini menunjukkan bahwa glibenklamid dapat meregenerasi sel beta meskipun masih banyak yang mengalami degenerasi, sedangkan pada K3 menunjukkan sel beta yang banyak tersebar di dalam pulau langerhans, menunjukkan sel endokrin yang mulai melakukan regenerasi menuju bentuk normal, walapun masih banyak ditemukan beberapa sel endokrin yang mengalami degenerasi.

B. Histopatologi pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia