Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia

24 c Halusinogen, obat jenis ini menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran, misalnya : ganja, jamur masrum, psilocybin, atau LSD.

2.1.1 Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia

Pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika di Indonesia sejatinya sudah diatur dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 yakni mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati dan mengatur pemanfaatan narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun undang – undang ini seakan tidak bisa menangani kasus tindak pidana narkotika di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat jumlah kasusnya, terutama mulai terjangkitnya kalangan anak – anak, dan pemuda dalam kubangan narkotika. Kemudian UU Nomor 22 Tahun 1997 tersebut digantikan dengan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terdapat materi baru yang menunjukkan adanya upaya dalam memberikan efek psikologis kepada masyarakat supaya tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, dan juga dalam undang – undang ini telah ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat, minimal dan maksimal tergantung tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 25 Diaktifkannya Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada hakikatnya merupakan perbaikan hukum yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997, diantaranya : 47 1. Realitas gradasi karena variasi golongan dalam narkotika dengan ancaman hukuman yang berbeda dengan golongan I yang terberat disusul dengan golongan II dan III tidak dipukul rata, suatu yang patut dipuji justru dalam pemberatan pidana penjara ada ketentuan hukum minimal paling singkat. Hal ini adalah hal baru dalam kaedah hukum pidana. 2. Ketentuan pemberatan selain didasarkan penggolongan juga realitas bahwa dalam penyalahgunaan narkotika banyak dilakukan oleh kelompok melalui pemufakatan konspirasi, maka bila penyalahgunaan beberapa orang dengan konspirasi, sanksi hukumnya diperberat. 3. Demikian pula Penanggulangan dan Pemberantasan dilakukan apabila pelaku penyalahgunaan narkoba terorganisasi. Ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika telah ada sindikat – sindikat yang terorganisir rapi dalam operasionalnya. 4. Demikian pula apabila korporasi yang terlibat maka pidana dendanya diperberat. Jenis narkoba dalam pasal 6 ayat 1 Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 digolongkan menjadi 3 golongan, diantaranya : 48 47 UNUD, tt. [online]. dalam http:www.pps.unud.ac.idthesispdf_thesisunud-419-1292725440-tesisku.pdf [diakses 23 Mei 2014]. Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber. 26  Narkotika Golongan I, narkotika yang hanya dapat digunakan untuk kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.  Narkotika Golongan II, narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi danatau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunya potensi tinggi menyebabkan ketergantungan.  Narkotika Golongan III, narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi danatau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam ketergantungan. 2.2 Peredaran Narkotika di Indonesia 2.2.1 Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2007 - 2011