INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013.

(1)

INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

PEMINATAN/KONSENTRASI HUBUNGAN INTERNASIONAL SURABAYA


(2)

LEMBAR PERNYATAAN SKRIPSI

INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012-2013

Pernyataan Tidak Melakukan Plagiat

Bagian atau keseluruhan isi skripsi ini tidak pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademis pada bidang studi atau univertas lain dan tidak pernah dipublikasikan atau ditulis oleh individu selain penulis kecuali dituliskan dengan

format kutipan dalam skripsi.

Surabaya, 24 Juni 2014 Penulis,


(3)

INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013

Disusun Oleh :

ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi.

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si NPT. 370119500421

Mengetahui, D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP. 195507181983022001


(4)

INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 – 2013

Disusun Oleh :

ANDRIANSYAH AULIA PERDANA NPM. 1044110029

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 24 Juni 2014.

Tim Penguji:

Pembimbing Utama 1. Ketua

Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si Dr. Jojok Dwiridhotjahjono, S.Sos, M.Si

NPT. 370119500421 NPT. 370119500421

2. Sekretaris

Juwito, S.Sos, M.Si

NPT. 367049500361 3. Anggota

Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si NPT. 370069400351

Mengetahui, D E K A N

Dra. Hj. Suparwati, M.Si NIP.195507181983022001


(5)

HALAMAN MOTTO

Kegagalan bukan berarti kita tidak mampu, yang

terpenting kita telah berbuat untuk mencoba.

Kegagalan bukan berarti kita telah kehilangan

segalanya, mungkin belum saatnya kita mendapatkan

apa yang kita cari.

Tapi kegagalan hanyalah kesuksesan yang tertunda.

Kegagalan bukan berarti Allah mengabaikan kita

melainkan Allah punya rencana lain yang lebih indah

untuk kita.

Karena hidup adalah perjuangan.

Maka setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan

Dan akhir dari pengorbanan adalah kebahagiaan

Yang akan kita gapai.

Amien ya Rabb…


(6)

Halaman Persembahan

Untuk Mama Indah Betty Issabella dan Papa Anung

Manubowo tersayang yang telah bersabar untuk menunggu

datangnya saat ini dan yang tidak akan pernah terlupa

adalah perjuangan kalian dalam membesarkan ananda, untuk

itu skripsi ini saya persembahkan terutama untuk kalian…

Kedua, saya persembahkan skripsi ini untuk Angginova

Permatasari yang telah mendukung dan memberikan

support yang begitu besar sehingga terlaksanakannya

skripsi ini..i wont forget that moment..

Tidak lupa adik

– adik saya, Radhitio Pandu dan

Anindya Ajeng Hanifa yang telah menceriakan suasana,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tanpa hambatan..

Love you as always

❤❤❤


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah S.W.T, yang telah memberi karunia, rahmat, dan hidayah – NYA serta salam dan sholawat terhadap junjungan Umat Islam Nabi Besar Muhammad S.A.W sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Indonesia Sebagai Wilayah Operasi Strategis Sindikat Narkotika Internasional Tahun 2012-2013.”

Penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan lancar tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis akan mengucapkan terima kasih kepada Dr. Jojok Dwiridotjahjono, S.Sos, M.Si selaku pembimbing utama, dan Prihandono Wibowo, S.Hub.Int, M.Hub.Int, sebagai dosen pembimbing pendamping yang telah memberikan arahan, koreksi, serta saran sehingga terselesainya skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Ir. H.Teguh Soedarto selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Dra. Hj Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

3. Juwito, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(8)

4. Drs. Saifuddin Zuhri, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Dr. Jojok D, S.Sos, M.Si selaku Ketua Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Resa Rasyidah S.Hub.Int, M.Hub.Int Pjs Sekretaris Peminatan/Konsentrasi Hubungan Internasional pada Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

7. Dosen-Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur terima

kasih atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis dan memperkaya pengetahuan penulis mengenai berbagai macam isu-isu dalam dunia internasional.

8. Kedua Orang Tua yang paling saya sayangi, Ibu saya Indah Betty, Ayah saya Anung Manubowo, Adik saya Radhitio Pandu, dan Anindya Ajeng, serta tidak lupa Angginova Permatasari.

9. Paman saya yang memberikan bantuan dalam pengumpulan data, KANIT NARKOBA POLSEK MEDAN SATRIA POLRESTA BEKASI KOTA, AIPTU Oky Rian Hendratta, SH.


(9)

10.Semua teman – teman terbaiku di Prodi Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur khususnya angkatan 2010, terima kasih banyak atas dukunganya.

Akhirnya penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kebaikan laporan skripsi ini.

Surabaya, 06 April 2014


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR GRAFIK ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

ABSTRAK ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kerangka Pemikiran ... 5

1.4.1 Tingkat Analisis ... 5

1.4.2 Landasan Pemikiran ... 6

1.4.2.1 Non-Traditional Security ... 6

1.4.2.2 Transnational Organized Crime ... 8

1.4.2.3 Geoekonomi ... 9

1.4.2.4 Wilayah Perbatasan (Borderland) ... 11

1.4.3 Kerangka Pemikiran ... 14

1.5 Hipotesis ... 15

1.6 Metodologi Penelitian ... 15

1.6.1 Konseptualisasi dan Operasionalisasi ... 15

1.6.1.1 Geoekonomi Strategis ... 15

1.6.1.2 Perbatasan ... 17

1.6.2 Tipe Penelitian ... 18

1.6.3 Jangkauan Penelitian ... 18

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data ... 19

1.6.5 Teknik Analisis Data ... 20

1.6.6 Sistematika Penulisan ... 20

BAB II NARKOTIKA DAN PEREDARANNYA DI INDONESIA ... 22

2.1 Pengertian Narkotika ... 22

2.1.1 Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia ... 24

2.2 Peredaran Narkotika di Indonesia ... 26

2.2.1 Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2007 – 2011 ... 26

2.2.2 Perkembangan Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2012-2013 ... 32


(11)

2.4 Dampak Penyalahgunaan Narkoba ... 44

2.5 Penanggulangan Tindak Pidana Narkoba Oleh Pemerintah Indonesia ... 46

2.5.1 Supply Reduction ... 47

2.5.2 Demand Reduction ... 47

2.5.3 Harm Reduction ... 49

2.5.4 Kerjasama Luar Negeri ... 49

BAB III INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 – 2013 ... 52

3.1 Faktor – Faktor Penarik Masuknya Sindikat Narkotika Internasional ke Dalam Wilayah Indonesia ... 53

3.1.1 Faktor Geoekonomi ... 53

3.1.1.1 Aspek Keruangan ... 54

3.1.1.2 Jumlah Populasi Penduduk Indonesia ... 58

3.1.2 Analisis Perbatasan ... 60

3.1.2.1 Perbatasan Darat ... 62

3.1.2.1.1 Kalimantan Timur ... 62

3.1.2.1.2 Kalimantan Barat ... 64

3.1.2.1.3 Permasalahan di Perbatasan Kalimantan ... 66

3.1.2.2 Perbatasan Laut ... 68

BAB IV KESIMPULAN ... 71


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ... 14

Gambar 2.1 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba ... 36

Gambar 2.2 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba ... 41

Gambar 3.1 Posisi Negara Penghasil Narkotika Terhadap Indonesia ... 55

Gambar 3.2 Wilayah Perbatasan Negara Republik Indonesia ... 61

Gambar 3.3 Peta Perbatasan Provinsi Kalimantan dengan Malaysia ... 62

Gambar 3.4 Perbatasan Provinsi Kalimantan Timur dengan Malaysia ... 64


(13)

DAFTAR GRAFIK


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia Tahun 2007 – 2011 ... 27 Tabel 2.2 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Pendidikan Tahun 2007 – 2011 ... 27 Tabel 2.3 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Peran Tahun 2007 – 2011 ... 28 Tabel 2.4 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Kewarganegaraan Tahun 2007 – 2011 ... 30 Tabel 2.5 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Pekerjaan Tahun 2007 – 2011 ... 31


(15)

ABSTRAK

INDONESIA SEBAGAI WILAYAH OPERASI STRATEGIS SINDIKAT NARKOTIKA INTERNASIONAL TAHUN 2012 - 2013

Narkotika adalah zat yang umumnya digunakan untuk pengobatan atau pengembangan ilmu pengetahuan, namun seiring dengan berkembangnya jaman, narkotika dijadikan sebagai lahan untuk mencari keuntungan yang sifatnya hanya menguntungkan satu individu atau sindikat saja dan berdampak buruk pada para pengkonsumsinya. Perdagangan narkotika semakin besar dan mencapai lintas negara. Salah satu tujuan operasi utama sindikat narkotika internasional adalah Indonesia. Seperti halnya dengan organisasi perdagangan, sindikat narkotika internasional memilih wilayah target operasinya dengan memperhitungkan berbagai aspek. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori geoekonomi, dan perbatasan untuk menganalisis kajian di dalamnya, dan tipe penelitian dalam penulisan ini menggunakan eksplanatif-kualitatif untuk mengolah data yang ada. Penelitian ini menjelaskan tentang aspek geoekonomi Indonesia yang menguntungkan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan, khususnya perdagangan narkotika oleh sindikat narkotika internasional. Letak Indonesia yang strategis menarik perhatian sindikat narkotika internasional, tidak begitu jauh dari negara penghasil narkotika, dan juga jumlah populasi penduduk Indonesia yang banyak dapat meyakinkan pada sindikat untuk datang ke Indonesia. Kemudian faktor – faktor perbatasan Indonesia yang lemah membuat mereka mudah masuk untuk kemudian mendapatkan keuntungan geoekonomi Indonesia tersebut. Meningkatnya kasus narkotika di Indonesia disebabkan oleh banyaknya sindikat narkotika internasional yang beroperasi. Dalam upaya untuk mengurangi dan memberantas peredaran narkotika, pemerintah Indonesia mengandalkan Kepolisian dan juga Badan Narkotika Nasional (BNN). Kedua pihak berwajib tersebut berhasil mengungkap banyak kasus penyelundupan dan perdagangan narkotika yang dilakukan oleh sindikat – sindikat internasional. Selain itu pihak Kepolisian dan BNN juga menjalin kerjasama luar negeri untuk mengatasi perdagangan narkotika lintas negara tersebut.

Kata Kunci : Narkotika, Sindikat Narkotika Internasional, Penyelundupan, Geoekonomi, Perbatasan.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Seiring kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi semakin meningkat pula tingkat kejahatan di masa kini. Dunia semakin bordeless, kejahatan dapat terjadi dalam waktu yang singkat dan dapat melintasi batas-batas negara (borderless

country). Inilah yang kemudian disebut sebagai kejahatan internasional

(Transnational Crime).

Menurut John Broome perilaku kejahatan transnasional berkisar antara1 : Pelanggaran cukai (custom) penyelundupan barang, baik barang legal maupun ilegal, pemalsuan cukai, korupsi dalam kegiatan perbankan dan keuangan internasional, penyelundupan manusia (human trafficking), pencucian uang, terorisme, pelanggaran atas perlindungan hak intelektual dan cyber crime.2

Salah satu wujud dari kejahatan transnasional yang paling krusial karena menyangkut masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda dunia ini adalah kejahatan di bidang penyalahgunaan narkotika. Peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih.3

1

John Broome. 2000. Transnational Crime in The Twenty-First Century. pp 3. [online]. dalam http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1238/1143 [diakses 18 Maret 2013].

2 Ibid. 3

Parasian Simanungkalit. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan Penanggulangannya di Indonesia. Halaman 11.


(17)

Permasalahan penyalahgunaan narkotika telah dibahas di Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada pertemuan pertama ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) di Singapura pada tahun 1976. Pertemuan ini merumuskan rekomendasi dalam empat bidang utama: penegakan hukum dan undang-undang, pengobatan dan rehabilitasi, pencegahan dan informasi, dan pelatihan dan penelitian. Meningkatnya permasalahan narkoba saat itu membuat ASOD semakin aktif dalam membuat kebijakan regional mengenai masalah narkoba. Kemudian pada Bulan Juli 1998, Menlu ASEAN menandatangani Deklarasi ASEAN tentang kawasan ASEAN bebas narkoba di tahun 2015.4 Deklarasi ini memaksa setiap anggota ASEAN untuk melakukan segala upaya untuk dapat mewujudkan hal itu. Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN memiliki rencana kerja dan strategi untuk memerangi perdagangan narkoba di Indonesia, tertulis dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Menurut data dari Kepolisian Republik Indonesia (Polri), jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia terus meningkat, pada tahun 2006, Polri berhasil mengungkap 17.355 kasus, pada tahun 2007 sebanyak 22.630 kasus, tahun 2008 sebanyak 29.364 kasus, tahun 2009 sebanyak 30.878 kasus, sedangkan untuk tahun 2010 sebanyak 26.614 kasus5, dan 26.500 kasus pada tahun 20116. Pada tahun

4

ASEAN Secretariat News, 2012. ASEAN Reaffirmed Commitment Towards Drugs-free Vision. [online]. dalam http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/asean-reaffirmed-commitment-towards-drug-free-vision [diakses 20 Maret 2014].

5

GMDM, 2011. Kasus Narkoba di Indonesia. [online]. dalam http://www.gmdm4nation.org/resources-24-drugsituation.html [diakses 26 Juni 2014].


(18)

2012, kenaikan jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang tidak terlalu signifikan dari tahun 2011, hanya sebesar 0,23 persen atau meningkat sebesar 61 kasus menjadi 26.561 kasus. Pada tahun 2013, jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia kembali meningkat, kali ini dengan jumlah kasus yang signifikan yakni dari 26.561 kasus pada 2012 menjadi 32.470 kasus pada tahun 2013.7

Peningkatan jumlah kasus narkotika dan obat-obatan terlarang di Indonesia juga diakui oleh BNN. Pada tahun 2013, BNN mengungkap 166 kasus penyalahgunaan narkoba dan menangkap 244 tersangka. Data ini meningkat 41,88% untuk pengungkapan kasus narkoba dan meningkat 30,48% dalam jumlah tersangka dari tahun 2012.8

Dalam Press Release akhir tahun 2013, BNN menggagalkan sejumlah kasus penyelundupan narkoba yang melewati daerah perbatasan. Dalam laporan tersebut sebagian besar narkoba yang diselundupkan ke Indonesia masuk melalui wilayah perbatasan RI-Malaysia, seperti Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Hingga tahun 2013 setidaknya terdapat 47 orang WNA tersangka kasus narkoba yang mendapatkan vonis hukuman mati.9

6

Antara, 2012. Polri Ungkap 26.561 Kasus Narkoba Pada 2012. [online]. dalam http://www.antaranews.com/berita/349418/polri-ungkap-26561-kasus-narkoba-pada-2012 [diakses 26 Juni 2014].

7

Antara, 2013. Jumlah Kasus Narkoba Hampir 32.500 Sepanjang 2013. [online]. dalam http://www.antaranews.com/berita/411384/jumlah-kasus-narkoba-hampir-32500-sepanjang-2013 [diakses 26 Juni 2014].

8

Pikiran Rakyat, 2013. Meningkat, Pengungkapan Kasus Narkotika pada 2013. [online]. dalam http://www.pikiran-rakyat.com/node/263656 [diakses 20 maret 2014].

9


(19)

Data ini meningkat 41,88% untuk pengungkapan kasus narkoba dan meningkat 30,48% dalam jumlah tersangka dari tahun 2012.10 Menurut Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC), sindikat narkoba internasional di Indonesia berasal dari 10 negara diantaranya, Malaysia (44%), Australia (13%), Cina (8%), Iran (7%), Afrika (5%), India (5%), Inggris (5%), Belanda (4%), Thailand (3%), dan Nigeria (2%).11

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) jalur peredaran narkoba ke Indonesia berasal dari tiga negara yaitu Thailand, Myanmar, dan Laos yang berupa Opium. Selain tiga negara tersebut, pemasok opium ke Indonesia adalah Iran, Pakistan, dan Afganistan yang produksinya mencapai 4 ribu ton pertahun.12 Awalnya Indonesia hanya dijadikan wilayah penjualan saja, namun kini sindikat narkotika internasional juga menjadikan Indonesia sebagai wilayah produksi psikotropika untuk kemudian diedarkan ke negara tetangga bahkan hingga Australia dan Belanda.13

1.2 Rumusan Masalah

Dari paparan di atas, Indonesia menjadi tempat penjualan, produksi, bahkan transit untuk sindikat narkotika internasional. Jaringan pengedar narkotika di Indonesia semakin besar, bahkan negara pemasok narkoba pun meluas, pada tahun 2011 semula berasal dari negara ASEAN seperti Thailand, Birma, dan Laos kini

10

Pikiran Rakyat, 2013. Loc.Cit [diakses 20 maret 2014]. 11

Tribun Jogja, 2013. Australia dan Malaysia Pemasok Narkoba di Indonesia. [online]. dalam http://www.kotajogja.com/berita/index/Australia-dan-Malaysia-Pemasok-Narkoba-di-Indonesia [diakses 21 Maret 2014].

12

Parasian Simanungkalit, Op.Cit. Halaman 231. 13


(20)

mencapai negara segitiga emas dunia, seperti Kolumbia14. Kemudian permasalahan yang muncul adalah mengapa sindikat narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah operasi strategisnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sindikat narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah operasi strategisnya (pemasaran, produksi, dan transit).

1.4 Kerangka Pemikiran 1.4.1 Tingkat Analisis

Level of Analysis adalah kerangka kerja yang tujuannya adalah untuk membantu

peneliti memahami fenomena yang diteliti utamanya dalam politik internasional.15 Menurut Olivia (2013)16, level of analysis adalah tempat aktor – aktor berinteraksi yang bentuk atau karakter dari sistem internasional. Sistem internasional tersebut mengubah dan mempengaruhi perilaku negara serta dinamika politik domestik sebuah negara. Menurut Patrick Morgan, level analisis ada lima macam yaitu individu, kelompok individu, negara bangsa, kelompok negara dan sistem internasional.

Menurut Mas’oed, dengan menggunakan level analisis dalam penelitian, penulis akan mendapatkan banyak manfaat, diantaranya dapat menganalisis fenomena yang disebabkan oleh lebih dari satu faktor, level analisis membantu peneliti untuk

14

Pikiran Rakyat, 2012. Peredaran Narkoba di Indonesia Dikendalikan Jaringan Internasional. [online]. dalam http://www.pikiran-rakyat.com/node/181169 [diakses 21 Maret 2014].

15

David J Singer. 1961. The Level-of-A alysis Proble i I ter atio al Relatio s , World Politics, 14(1); pp.77-92. 16


(21)

menentukan faktor penyebab yang dominan sehingga obyek penelitian dapat lebih dipersempit, dan terakhir dapat mengurangi kesalahan dalam berasumsi.17

Level of Analysis memang memiliki banyak manfaat dalam penelitian sosial terutama dalam studi Hubungan Internasional. Level analisis dipahami sebagai alat untuk membantu peneliti memahami fenomena sosial yang terjadi, namun dalam penelitian terdapat berbagai macam metodologi yang memiliki tujuan dan fungsi yang sama dengan level analisis sehingga penggunaan level analisis adalah tidak diharuskan. Level analisis adalah alat yang opsional, penggunaanya tergantung pada peneliti.

Dalam penelitian ini, penulis tidak menggunakan level of analysis karena obyek penelitian adalah bukan aktor negara, perilaku individual, atau perilaku kelompok, melainkan sindikat narkotika internasional.

1.4.2 Landasan Pemikiran 1.4.2.1 Non-Traditional Security

Menurut Kolodziej pengertian keamanan (security) adalah bentuk khusus dari politik yang menjadi isu utama sengketa politik ketika aktor politik tertentu mengancam atau menggunakan kekuatan untuk mendapatkan apa yang diinginkan dari pihak lain.18

17 Mohtar Mas’oed. 99 .

Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta:LP3ES. 18

Dili Setiawan. 2010. Pengaruh Implementasi Kebijakan Desetralisasi Terhadap Tumbuhnya Potensi Ancaman

Non-Tradisional di Indonesia. Halaman 58. [online]. dalam

http://www.idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=30&tmpl=component&format=raw &Itemid=309 [diakses 24 Maret 2014].


(22)

Barry Buzan melihat konsep keamanan dari cara pandang yang berbeda, narrow

versus wide conception. Buzan membedakan cara pandang tradisional yang

mengidentifikasikan keamanan secara militer pada level negara menjadi fokus dalam isu-isu keamanan, sedangkan dalam dalam cara pandang non-tradisional, batasan isu dalam level yang bervariasi menjadi fokus dalam isu-isu lingkungan, manajemen sumber daya alam, penyebaran penyakit, kejahatan transnasional, dan krisis ekonomi sebagai isu-isu keamanan.19

Dengan berakhirnya perang dingin, cara pandang mengenai keamanan pun bergeser tidak lagi hanya dengan pendekatan tradisional tapi juga dengan pendekatan non tradisional. Konsep ini berkembang karena setelah perang dingin intensitas ancaman militer yang menargetkan serangan pada kedaulatan negara telah menurun. Namun pada sisi lain ancaman pada keamanan manusia meningkat. Seperti kemiskinan, penyakit menular, kerusakan lingkungan, bencana alam, dan kejahatan transnasional.

Non-Traditional Security (NTS) sendiri didefinisikan sebagai tantangan untuk

keselamatan dan kesejahteraan seseorang atau negara yang muncul terutama dari sumber non-militer, seperti perubahan iklim, penyebaran wabah, bencana alam, migrasi yang tidak teratur, kekurangan pangan, penyelundupan orang, peredaran narkoba dan kejahatan lintas negara lainnya.20

19

Ibid. 20

Mely Caballero-Anthony, Ralf Emmers and Amitav Acharya, 2006. Non-Traditional Security in Asia: Dilemmas in Securitisation (London, Ashgate 2006) dalam Mely Cabalero-Anthony (PDF) Non-Traditional Security Challenges, Regional Governance, and the ASEAN Political-Security Community (APSC), pp 1.


(23)

NTS memiliki beberapa karakter diantaranya, 1). mereka dalam lingkup transnasional (tidak murni domestic), 2). mereka datang begitu cepat sebagai dampak globalisasi dan revolusi komunikasi, 3). mereka tidak dapat dicegah seluruhnya, tetapi dapat dikurangi melalui mekanisme penanganan, solusi nasional tidak akan memadai, dengan demikian diperlukan kerjasama regional dan multilateral, 4). obyek keamanan tidak lagi hanya negara (kedaulatan negara atau integritas territorial) tetapi juga masyarakat, baik dalam tingkat individu dan sosial.21

Sindikat narkotika memiliki jaringan-jaringan di berbagai negara, hal ini membuat mereka masuk dalam lingkup transnasional selain itu ancaman yang mereka timbulkan juga dapat berdampak pada kesejahteraan suatu negara.22 Penanganan terhadap sindikat narkotika internasional harus dilakukan dengan kerjasama regional, seperti dalam organisasi ASEAN, ASEAN Senior Officials on Drug Matters (ASOD) dan ASEAN Chiefs of National Police (ASEANAPOL).23

1.4.2.2 Transnational Organized Crime (TOC)

Menurut Albanese (2000), pertumbuhan organized crime (OC) di berbagai

negara tidak lepas dari faktor pendukungnya. Terdapat lima faktor pendukung diantaranya kondisi ekonomi, regulasi pemerintah, efektivitas penegakan hukum, tingkat permintaan dari suatu barang atau jasa, serta terbentuknya pasar barang dan

21

Ibid. 22

Parasian Simanungkalit, Op.Cit, Halaman 223. 23

ASEAN, tt. ASEAN Declaration on Transnational Crime Manila, 20 Desember 1997. [online]. dalam


(24)

jasa baru melalui perubahan sosial dan teknologi.24 Dengan berkembangnya teknologi, dan komunikasi semakin memudahkan OC untuk menciptakan kerjasama dengan OC di negara lainnya sehingga muncul unsur lintas negara.

Reichel (2005) menjelaskan, kejahatan transnasional mengaburkan batas-batas antar negara yang selanjutnya membentuk interkonektivitas kejahatan antar negara. McCulloch (2007) dalam karyanya yang berjudul Transnational Crime as Productive

Fiction tahun 2007, kejahatan transnasional berpenetrasi ke dalam sistem

pemerintahan suatu negara termasuk sistem politik, ekonomi, sosial, dan keamanan.25 Mueller (2001) juga menjelaskan, transnational crime adalah fenomena kejahatan lintas negara yang menyinggung yuridiksi beberapa negara atau berimplikasi pada negara lain.26

Wujud dari TOC yang paling krusial adalah penyalahgunaan narkotika, karena menyangkut masa depan suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda. Sindikat narkotika internasional dapat dengan dengan mudah memasuki batas-batas negara di dunia karena didukung jaringan organisasi yang rapi dan penggunaan teknologi yang canggih.

1.4.2.3 Geoekonomi

Menurut Klaus Solberg, geoekonomi adalah studi tentang aspek ruang, budaya, dan sumber daya alam yang strategis dengan tujuan untuk mendapatkan keunggulan

24

Albanese J.S. 2000. The Causes of Organized Crime: Do Criminals Organize Around Opportunities or Do Criminals Opportunities Create New Offenders? Journal of Contemporary Criminal Justice, 16. Halaman 409-423.

25

McCulloch J, 2007. Transnasional Crime as Productive Fcition. Social Justice: Beyond Transnational Crime, 34, halaman 19-32. [jurnal]

26

Mueller G.O, 2001. Transnational Crime: Definitions and Concepts. In Williams, & P. a. Vlassis (Penyunt),


(25)

kompetitif yang berkelanjutan.27 Dalam bukunya Klaus juga menjelaskan perbedaan antara geoekonomi dan geopolitik diantaranya, pertama dari kalimatnya, geoekonomi tidak berkaitan dengan kegiatan politik dan militer, melainkan hanya kegiatan ekonomi, kedua dari pelakunya, pelaku geoekonomi tidak diwakili individu yang mewakili negara, tetapi oleh pekerja sektor swasta yang sangat loyal kepada pemilik organisasi.

Geoekonomi menghubungkan antara geografi dan ekonomi menjadi geoekonomi. Dalam Webster's Third New International Dictionary, geoekonomi diartikan sebagai kombinasi dari faktor ekonomi dan geografis yang berkaitan dengan perdagangan internasional.28 Sehingga dapat disimpulkan bahwa geoekonomi adalah segala faktor-faktor geografis seperti faktor alam, faktor manusia, atau gabungan keduanya29 sebagai alat untuk mengembangkan atau meningkatkan perekonomian. Dalam geografi terdapat beberapa konsep, diantaranya:30

1. Konsep Lokasi, merupakan konsep utama dalam menjawab pertanyaan where. Konsep lokasi juga mengandung pengertian bahwa lokasi berpengaruh terhadap harga atau nilai sesuatu yang ada di permukaan bumi. Lokasi terbagi atas lokasi absolut dan lokasi relatif. Lokasi absolut adalah lokasi yang tetap terhadap sistem jarring/koordinat (letak astronomis), kemudian Lokasi relatif adalah lokasi yang dipengaruhi daerah sekitarnya (letak geografis).

27

Søilen Klaus Solberg, 2012. Geoeconomics. Halaman 2. 28

Webster-Merriam, 2002. Webster's Third New International Dictionary. 29

PP No 51 Tahun 2007 tentang Indikasi-Geografis dalam (PDF) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-Geografis.

30


(26)

2. Konsep Jarak, merupakan konsep yang berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, dan pertahanan. Konsep jarak mengandung pengertian bahwa jarak juga berpengaruh terhadap harga nilai dan barang.

3. Konsep Keterjangkauan (accessibility) adalah mudah atau tidaknya suatu tempat untuk dijangkau.

Dari sudut pandang ekonomi, strategis memiliki kriteria, diantaranya:31 1. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh.

2. Memiliki sektor unggulan. 3. Memiliki potensi ekspor.

4. Didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi. 5. Memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi. 6. Berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi.

Tidak berbeda dengan aktor-aktor perdagangan internasional lainnya, sindikat narkotika internasional juga bertujuan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga dalam prakteknya mereka juga memperhatikan aspek-aspek geoekonomi, seperti aspek ruang, dan ketersediaan bahan baku produksi di suatu negara.

1.4.2.4 Wilayah Perbatasan (Borderland)

Menurut John Locke & Rousseau, negara adalah suatu badan atau organisasi hasil dari pada perjanjian masyarakat. Sebuah negara dapat terbentuk karena adanya

31

RTRW Provinsi Papua barat, 2008. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi Papua Barat. [online]. dalam www.rtrwpapuabarat.info/rencana/pdf/pks-ekonomi.pdf [diakses 9 April 2014]


(27)

beberapa unsur. Dalam Konvensi Montevideo 1933 disebutkan unsur-unsur yang harus ada dalam pembentukan sebuah negara diantaranya harus memiliki rakyat, memiliki wilayah yang permanen, berdaulat, berhubungan dengan negara lain, dan mendapat pengakuan (deklaratif) dari negara lain.32

Konsep berhubungan dengan negara lain atau kerjasama dan penetapan batas ditentukan oleh kedua pihak yang bertetangga seperti yang dikatakan oleh Aelenei (2001), bahwa definisi perbatasan adalah sebagai berikut :

“a definition of the border; a method of setting, delimiting and marking it; the papers drawn up by the neighbouring states stipulating the border line; the manner the state referred to regards the issue of bilateral border regime; the internal legislation regarding the border juridical regime”33

Bentuk fisik wilayah perbatasan, menurut Guo (2005) dibagi menjadi dua pendekatan:34

1. Natural Border, yaitu wilayah dibatasi oleh batas alam seperti sungai, gunung, laut, danau, pantai, atau selat. Karena fungsinya untuk kepentingan pertahanan batas tersebut seringkali dianggap sebagai batas politik.

2. Artificial Border, yaitu batas wilayah yang dapat terdiri dari batas buatan (batu, dinding), batas geometris, dan batas cultural/budaya (perbedaan budaya, etnis, ideology)

32

CFR. 2013. Montevideo Convention on the Rights and Duties of States. [online] dalam http://www.cfr.org/sovereignty/montevideo-convention-rights-duties-states/p15897 [diakses 8 Desember 2013].

33

V Aelenei. 2001. Dreptul Frontierei de Stat. Bucharest, Vol 1, Pro Transilvania Publishing House, halaman 112. 34


(28)

Wilayah perbatasan tidak hanya membagi wilayah menjadi dua sistem politik yang berbeda, namun juga memiliki fungsi, diantaranya :35

Menurut Guo (2005) : 1. Sebagai fungsi legal, dimana garis perbatasan membagi wilayah secara formal dalam kewenangan negara, 2. Sebagai fungsi control dimana tercatatnya setiap kegiatan di perbatasan sebagai kontrol pemerintah, 3. Sebagai fungsi fiscal, berkaitan dengan fungsi keuangan pada sebuah negara.

Tidak semua wilayah perbatasan dapat menjalankan fungsinya dengan benar. Sebagian besar wilaya perbatasan Indonesia memiliki masalah, seperti :

1. Belum adanya kepastian dan ketegasan garis batas, baik garis batas laut maupun garis batas darat, serta administrasi dan pemeliharaannya. Akibatnya perencanaan pembangunan wilayah perbatasan menjadi terkendala. Adanya permasalahan batas negara ini banyak menimbulkan dampak negatif dan berbagai insiden di perbatasan dan pelanggaran wilayah kedaulatan.

2. Kondisi masyarakat di kawasan perbatasan pada umumnya masih miskin, tertinggal, terbelakang, tingkat pendidikan dan kesehatan rendah, serta secara komunitas terisolir.

3. Belum sinkronnya pengelolaan kawasan perbatasan, baik menyangkut kelembagaan, program, maupun kejelasan wewenang.

4. Adanya kegiatan penyelundupan barang dan tenaga kerja

35 Ibid.


(29)

5. Rentannya persoalan yang terkait dengan nasionalisme penduduk karena kurangnya informasi yang masuk dari Indonesia, dan masyarakat di kawasan perbatasan lebih mengenal negara tetangga daripada negara sendiri.

6. Lemahnya penegakan hukum, menyebabkan maraknya pelanggaran hukum di kawasan perbatasan. Implementasi pos-pos perbatasan dan fasilitasi bea cukai, imigrasi, dan karantina (CIQ/ Custom, Imigration and Quarantine) tidak optimal dan terkendala banyak hal, sehingga mengakibatkan terjadinya berbagai kegiatan ilegal lintas batas.36

Poin-poin diatas dapat menjelaskan permasalahan di wilayah perbatasan sehingga sindikat narkotika internasional dapat masuk ke dalam wilayah Indonesia.

1.4.3 Kerangka Pemikiran

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

36

Wicaksono Sarosa, 2011. Dalam (PDF) Kebijakan Pengelolaan Kawasan Perbatasan Indonesia. Halaman 4. Non-Traditional Security

Geo-Economics Aspect Borderland / Illegal Transnational Organized

Crime – Drug Trafficking

Wilayah Operasi Strategis Sindikat Narkotika


(30)

Sintesa Pemikiran dari penelitian ini yaitu, munculnya isu-isu NTS pasca berakhirnya perang dingin yang berupa TOC, penulis mengambil kasus perdagangan narkoba (drug trafficking) yang memasuki wilayah Indonesia karena faktor geoekonomi yang menguntungkan dan perbatasan Indonesia yang masih sangat kurang dalam hal keamananan.

1.5 Hipotesis

Indonesia menjadi wilayah strategis bagi sindikat narkotika internasional dalam

operasinya (pemasaran, produksi, transit) dikarenakan faktor geoekonomi Indonesia yang menguntungkan seperti letak geografis yang strategis, dan jumlah penduduk Indonesia yang banyak. Selain itu lemahnya pengawasan di perbatasan juga membuat sindikat narkoba internasional dapat masuk dengan mudah ke dalam wilayah Indonesia.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Konseptualisasi dan Operasionalisasi

1.6.1.1 Geoekonomi Strategis

Definisi Konseptual: Geoekonomi adalah studi tentang aspek ruang, budaya, dan

sumber daya alam yang strategis dengan tujuan untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.37

37


(31)

Dalam geoekonomi terdapat konsep ruang yang terdiri dari lokasi, jarak, dan keterjangkauan. Ketiga hal tersebut dapat dikatakan strategis apabila lokasi terletak di antara tempat-tempat yang menguntungkan, semakin dekat jarak maka semakin kecil pula biaya untuk produksi sehingga laba yang dihasilkan lebih banyak, dan keterjangkauan suatu tempat juga mempengaruhi proses pemasaran, semakin mudahnya suatu wilayah untuk dijangkau maka akan semakin cepat dan mudah suatu produk untuk masuk ke dalam wilayah tersebut.

Aspek budaya dalam geoekonomi mempengaruhi suatu hal untuk dapat diterima atau ditolak oleh masyarakat setempat, tentunya mereka akan menolak segala hal yang bertentangan dengan budaya mereka dan sebaliknya, mereka akan dengan senang hati menerima hal baru tersebut, apabila tidak bertentangan dengan budaya mereka.

Aspek sumber daya sangat berpengaruh dalam geoekonomi. Suatu wilayah dikatakan strategis apabila memiliki sumberdaya alam yang melimpah, hal ini tentunya akan menjadi keuntungan tersendiri bagi wilayah tersebut. Mereka dapat memproduksi suatu barang dengan biaya yang murah, karena ketersediaan bahan baku, sehingga tidak perlu mendatangkan bahan dari luar wilayah tersebut.

Definisi Operasional: Geoekonomi adalah segala faktor-faktor geografis seperti faktor alam, faktor manusia, atau gabungan keduanya38 sebagai alat untuk

38

PP No 51 Tahun 2007 tentang Indikasi-Geografis dalam (PDF) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-Geografis.


(32)

mengembangkan atau meningkatkan perekonomian. Konsep geoekonomi pada penelitian ini merujuk kepada aspek ruang dan jumlah populasi di Indonesia sehingga membuat sindikat narkotika internasional tertarik untuk masuk ke Indonesia.

1.6.1.2 Perbatasan

Definisi Konseptual: Menurut Guo, perbatasan adalah garis yang membagi suatu wilayah menjadi dua sistem politik yang berbeda, yang mempunya fungsi : sebagai fungsi legal, dimana garis perbatasan membagi wilayah secara formal dalam kewenangan negara, sebagai fungsi control dimana tercatatnya setiap kegiatan di perbatasan sebagai kontrol pemerintah, sebagai fungsi fiscal, berkaitan dengan fungsi keuangan pada sebuah negara.39

Perbatasan di bagi menjadi dua macam, perbatasan laut dan perbatasan darat. Penarikan garis batas darat suatu negara ditetapkan berdasarkan koordinat titik-titik yang telah disepakati dalam perundingan batas antar negara yang terkait. Garis batas tersebut ditetapkan secara alami (natural), dan secara buatan (artificial).

Definisi Operasional: Konsep wilayah perbatasan pada penelitian ini merujuk kepada perbatasan darat yang rawan antara Indonesia dengan Malaysia di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat serta perbatasan laut di Riau. Namun tidak menutup kemungkinan peneliti akan menggunakan data – data dari perbatasan darat ataupun perbatasan laut yang lain di Indonesia.

39


(33)

1.6.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yaitu menghubungkan atau mencari sebab akibat antara dua atau lebih konsep (variabel) yang akan diteliti.40 Dalam penelitian ini peneliti akan menghubungkan variabel Transnational Crime (drug trafficking) dengan aspek geoekonomi dan perbatasan untuk menjawab pertanyaan mengapa sindikat perdagangan narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah strategis dalam operasinya.

1.6.3 Jangkauan Penelitian

Ruang lingkup/jangkauan penelitian adalah batasan waktu sampai dimana penelitian tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, dan tertata sehingga dengan adanya jangkauan penelitian akan menambah batasan keabsahan data dan tidak terlampau jauh dengan pokok bahasan yang sudah ditentukan. Penelitian ini dibatasi di tahun 2012-2013, karena pada tahun itu jumlah penyalahguna narkoba di Indonesia meningkat secara signifikan daripada tahun-tahun sebelumnya dan untuk membandingkan tingkat peningkatan, tidak menutup kemungkinan peneliti akan menggunakan data dari tahun-tahun sebelumnya. Tingginya tingkat penyalahguna narkoba pada tahun 2012-2013 dapat diasumsikan sebagai dampak dari banyaknya jumlah narkoba yang beredar.

40

Rachmat Kriyantono, 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta, PT Kencana Prenada Media Group. Halaman 69.


(34)

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data

Burhan Bungin (2003) menjelaskan metode pengumpulan data adalah “dengan cara apa dan bagaimana data yang diperlukan dapat dikumpulkan sehingga hasil akhir penelitian mampu menyajikan informasi yang valid dan reliable.41

Suharsimi Arikunto (2002), berpendapat bahwa “metode penelitian adalah

berbagai cara yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data penelitiannya”.

Data yang dimaksud adalah wawancara dan studi dokumentasi.42 Sebagai tambahan, metode pengumpulan data dari internet/online juga dapat digunakan dan dapat dipertanggung jawabkan secara akademis.43

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode studi dokumentasi yaitu mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, wesbsite-website resmi, serta arsip-arsip dari Badan Narkotika Nasional serta wawancara dengan petugas kepolisian Indonesia.

41

Burhan Bungin, (2003), Analisis Data Penelitian Kualitatif ; Pemahaman Filosofis dan Metodologis kearah Penguasaan Model Aplikasi, halaman 42. Jakarta : PT. RajaGrafindopersada.

42

Suharsimi Arikunto. 2002. Metodologi Penelitian. Halaman 136. PT Rineka Cipta. Jakarta 43

Burhan Bungin. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan Publik dan ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana). 2007 Hal 121. Dala Radityo Dhar aputra PDF Ide titas da Kebijaka Luar Negeri : Pengaruh Nilai Nilai Eurasianisme Terhadap Kebijakan Luar Negeri Rusia Tahun 2004- 9 . Hala a . tulisa tidak dipublikasikan)


(35)

1.6.5 Teknik Analisis Data

Delam penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis kualitatif.

Pengumpulan data berupa studi dokumentasi, catatan, transkrip, buku, website resmi serta wawancara yang kemudian akan dikaitkan dengan permasalahan yang diteliti.

1.6.6 Sistematika Penulisan

BAB I

Bab ini berisi tentang gambaran umum permasalahan yang diteliti, mulai dari latar belakang masalah (LBM), rumusan masalah (RM), tujuan penelitian, kerangka pemikiran, metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisi data, dan sistematika penulisan.

BAB II

Bab ini berisi tentang penjelasan dan pembahasan mengenai data-data yang telah dihimpun. Di dalam bab ini akan ditunjukan dan dijelaskan lebih luas tentang peredaran narkoba di Indonesia mulai dari jumlah kasus hingga tindakan-tindakan yang telah diambil pemerintah Indonesia dalam menangani kasus penyalahgunaan narkoba.


(36)

BAB III

Bab ini akan menjelaskan mengenai faktor-faktor yang membuat sindikat narkotika internasional menjadikan Indonesia sebagai wilayah bisnis strategisnya beserta dengan data dan analisisnya.

BAB IV

Bab ini akan berisikan kesimpulan terhadap penelitian dan pembahasan (bab II, bab III), dan hasil pengujian hipotesis yang dilakukan sebelumnya.


(37)

BAB II

NARKOTIKA DAN PEREDARANNYA DI WILAYAH INDONESIA

2.1 Pengertian Narkotika

Menurut Wilson Nadaek (1983), Narkotika berasal dari bahasa Yunani, Narke yang berarti beku, lumpuh, dan dungu.44 Soedjono menjelaskan bahwa narkotika adalah sejenis zat yang bila digunakan (dimasukan dalam tubuh) akan memberi pengaruh pada tubuh pemakai. Pengaruh tersebut dapat berupa : menenangkan, merangsang, dan halusinasi.45

Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 1 dijelaskan bahwa narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, dapat menghilangkan rasa sakit, namun menimbulkan efek ketergantungan.

Narkotika dan Psikotropika adalah dua zat yang berbeda, namun di Indonesia kedua zat tersebut dikenal dengan Narkoba (Narkotika dan obat – obatan terlarang / psikotropika, atau NAPZA.

Perbedaan antara Narkotika dan Psikotropika adalah dalam hal pengaruh kesadaran. Pengguna narkotika cenderung akan kehilangan kesadaran saat

44

Wilson Nadaek, 1983. Korban Ganja dan Masalah Narkotika. Indonesia Publishing House, Bandung. Halaman 122.

45


(38)

mengkonsumsi, berbeda dengan psikotropika, pemakai akan lebih cenderung aktif karena saraf telah dipengaruhi oleh efek dari psikotropika.

Menurut pembuatannya, Narkoba terbagi menjadi 3 golongan, diantaranya : a) Alami adalah zat/obat yang diambil langsung dari alam, tanpa ada proses

fermentasi, contohnya : Ganja, Kokain, dan lain-lain.

b) Semi Sintetis adalah zat/obat yang diproses dengan berbagai tahap, seperti proses fermentasi, contohnya : morfin, heroin, kodein, dan lain-lain.

c) Sintetis adalah zat/obat yang dikembangkan sejak tahun 1930-an untuk keperluan medis dan penelitian. Penggunaanya untuk penghilang rasa sakit, contohnya : amphetamin,deksamfitamin, metadon, dipopanon, dan lain-lain. Menurut efek pemakaiannya, kalangan medis membagi narkoba menjadi 3 kelompok, diantaranya :46

a) Kelompok Stimulan, obat jenis ini berfungsi untuk merangsang funsgi tubuh dan meningkatkan gairah kerja serta kesadaran, misalnya : kafein, kokain, nikotin, amphetamin, atau sabu.

b) Kelompok Depresan, obat jenis ini berfungsi untuk mengurangi aktivitas fungsional tubuh. Dapat membuat pemakai merasa tenang bahkan tertidur atau tak sadarkan diri, misalnya : opioda, opium, morfin, heroin, atau kodein.

46

Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan. [online]. https://www.k4health.org/sites/default/files/NAFZA%20LENGKAP.pdf [diakses 23 Mei 2014].


(39)

c) Halusinogen, obat jenis ini menimbulkan efek halusinasi yang bersifat merubah perasaan dan pikiran, misalnya : ganja, jamur masrum, psilocybin, atau LSD.

2.1.1 Dimensi Hukum Narkotika di Indonesia

Pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika di Indonesia sejatinya sudah diatur dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 yakni mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati dan mengatur pemanfaatan narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.

Namun undang – undang ini seakan tidak bisa menangani kasus tindak pidana narkotika di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat jumlah kasusnya, terutama mulai terjangkitnya kalangan anak – anak, dan pemuda dalam kubangan narkotika. Kemudian UU Nomor 22 Tahun 1997 tersebut digantikan dengan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Dalam Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika terdapat materi baru yang menunjukkan adanya upaya dalam memberikan efek psikologis kepada masyarakat supaya tidak terjerumus dalam tindak pidana narkotika, dan juga dalam undang – undang ini telah ditetapkan ancaman pidana yang lebih berat, minimal dan maksimal tergantung tingkat bahaya yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika.


(40)

Diaktifkannya Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pada hakikatnya merupakan perbaikan hukum yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 22 Tahun 1997 dan Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997, diantaranya :47

1. Realitas gradasi karena variasi golongan dalam narkotika dengan ancaman hukuman yang berbeda dengan golongan I yang terberat disusul dengan golongan II dan III (tidak dipukul rata), suatu yang patut dipuji justru dalam pemberatan pidana penjara ada ketentuan hukum minimal (paling singkat). Hal ini adalah hal baru dalam kaedah hukum pidana.

2. Ketentuan pemberatan selain didasarkan penggolongan juga realitas bahwa dalam penyalahgunaan narkotika banyak dilakukan oleh kelompok melalui pemufakatan (konspirasi), maka bila penyalahgunaan beberapa orang dengan konspirasi, sanksi hukumnya diperberat.

3. Demikian pula Penanggulangan dan Pemberantasan dilakukan apabila pelaku penyalahgunaan narkoba terorganisasi. Ini menunjukkan bahwa penyalahgunaan narkotika telah ada sindikat – sindikat yang terorganisir rapi dalam operasionalnya.

4. Demikian pula apabila korporasi yang terlibat maka pidana dendanya diperberat.

Jenis narkoba dalam pasal 6 ayat (1) Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2009 digolongkan menjadi 3 golongan, diantaranya : 48

47

UNUD, tt. [online]. dalam http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-419-1292725440-tesisku.pdf [diakses 23 Mei 2014].


(41)

 Narkotika Golongan I, narkotika yang hanya dapat digunakan untuk kebutuhan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.

 Narkotika Golongan II, narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunya potensi tinggi menyebabkan ketergantungan.

 Narkotika Golongan III, narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam ketergantungan.

2.2 Peredaran Narkotika di Indonesia

2.2.1 Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2007 - 2011

Peredaran narkotika di Indonesia sudah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan mengingat tingginya angka penyelundupan, pemakaian, produksi, serta ancaman kerugian yang diakibatkannya. Catatan Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2008 menunjukan bahwa total korban narkotika di Indonesia 3,2 juta orang, dalam 3 tahun (tahun 2011) menjadi 3,6 juta orang dan 3,8 juta orang pada 2012 atau 2,2% dari seluruh jumlah penduduk Indonesia, 1,1 juta orang di antaranya

48 Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.


(42)

adalah pelajar. Setiap tahun sebanyak 15 ribu pemuda Indonesia tewas akibat narkoba dengan rata-rata 50 orang meninggal setiap harinya.49

Tabel 2.1 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Kelompok Usia, 2007-2011

Tabel 2.2 Jumlah Kasus Tersangka Narkoba Berdasarkan Pendidikan, 2007-2011

Tabel di atas menunjukan penyalahguna narkotika di Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan. Berdasarkan tabel tersebut narkotika bahkan dapat dikonsumsi oleh pelajar di tingkat Sekolah Dasar (SD) dengan presentase sebesar 11,8% yang jauh lebih besar dari presentase pengguna narkotika di tingkat Perguruan Tinggi

49


(43)

(PG). Hal ini tentunya harus mendapat perhatian khusus dari pemerintah, karena narkotika dapat menyebabkan kerusakan mental dan otak yang menyebabkan menurunnya kemampuan berpikir secara kritis dan sehat.

Para pelaku penyalahguna narkoba pada awalnya hanya mencoba-coba kemudian ketagihan hingga menjadi konsumen tetap. Yang lebih mengkhawatirkan apabila mereka mulai tertarik menjadi pengedar narkotika. Seperti dijelaskan pada paragraf di atas, keuntungan yang tinggi menjadi alasan orang untuk berubah profesi menjadi pengedar narkotika. Perbedaan harga yang ekstrim di negara produsen, seperti Iran, dan pasar potensial di Indonesia mendorong semakin bertambahnya pelaku bisnis narkotika internasional. Harga 1 kg Sabu di Iran seiktar Rp 100 juta, ketika sudah sampai di Indonesia harga bisa mencapai Rp 1,5 milyar, meningkat 15 kali lipat. Berikut adalah tabel jumlah tersangka kasus narkoba berdasarkan peran, dan kewarganegaraan :

Tabel 2.3 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Peran, 2007-2011

Dalam hal kultivasi, Indonesia adalah negara yang memiliki segala kebaikan dari alam. Tanah yang begitu subur sehingga semua tanaman dapat tumbuh dengan baik.


(44)

Namun tidak semua tanaman memiliki kegunaan yang baik untuk manusia, contohnya tanaman ganja atau cannabis sativa atau marijuana. Efek samping dari ganja dapat menyebabkan gangguan fungsi-fungsi psikomotorik yang sangat hebat. Pengguna ganja akan mengalami gejala psikologik yaitu euphoria, halusinasi penglihatan dan lebih senang menyendiri.50 Daerah penghasil ganja terbesar di Indonesia adalah wilayah Aceh dan Sumatra Utara (Sumut), dalam dunia internasional Indonesia menjadi pengedar ganja terbesar dengan kualitas nomor 1 di dunia.

Selain ganja, Indonesia juga merupakan negara penghasil Ekstasi terbesar di dunia. Hal ini disebabkan mudahnya para produsen ekstasi dalam mendapatkan bahan baku untuk produksi. Salah satunya adalah prekursor. Kemudahan inilah yang kemudian membuat sindikat narkotika internasional memproduksi ekstasi di Indonesia. Hal ini terungkap setelah penggerbekan pabrik ekstasi di Tangerang yang dapat memproduksi hingga 11 juta pil.51

Sebagian besar pelaku distribusi narkotika atau kurir narkotika adalah Warga Negara Indonesia (WNI), namun tidak sedikit pula kurir asing yang beraksi di Indonesia. Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Anjan Pramuka Putra menjelaskan, sepanjang tahun 2010, di wilayah Jakarta saja pihaknya sudah menangkap kurir narkotika Warga Negara Asing (WNA) sebanyak 49 orang, dengan

50

Hawari, 2002. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Penerbit FK UI. Jakarta.

51

PI, 2007. Indonesia Penghasil Ekstasi Terbesar di Dunia. [online]. dalam http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=2520-Indonesia-Penghasil-Ekstasi-Terbesar-di-Dunia [diakses 17 Mei 2014].


(45)

rincian 18 orang asal Iran, 5 orang asal Malaysia, 4 orang asal China, 4 orang asal Taiwan, 2 orang asal Nigeria dan sisanya adalah warga negara India, Nepal, dan Korea.52

Tabel 2.4 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Kewarganegaraan, 2007-2011

Dari banyak kurir WNI yang tertangkap sebagian dari mereka mengaku adalah utusan dari sindikat narkotika internasional. Yang paling kerap tertangkap adalah penyelundupan narkotika dengan menggunakan jasa Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Malaysia. Banyaknya TKI yang menjadi kurir narkotika dikarenakan tingginya bayaran yang diberikan oleh sindikat narkotika.53

Jumlah kasus narkotika di Indonesia dari tahun ke tahun selalu mengalami kenaikan, diagram di bawah menunjukan tingkat kenaikan kasus Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif (Narkoba) sebesar 3 rb kasus setiap tahunnya. (Lihat Gambar 2.1)

52

Kompas, 2010. Kurir Narkoba Iran Raih Peringkat Satu. [online]. dalam http://internasional.kompas.com/read/2010/12/01/10185955/Kurir.Narkoba.Iran.Raih.Peringkat.Satu [diakses 17 Mei 2014].

53

Antara, 2013. BNN : Penyelundupan Narkotika Gunakan Jasa TKI Meningkat. [online]. dalam https://id.berita.yahoo.com/bnn-penyelundupan-narkotika-gunakan-jasa-tki-meningkat-073319880.html [diakses 17 Mei 2014].


(46)

Grafik 2.1 Data Kasus Tindak Pidana Narkoba Tahun 2007-2011

Tabel 2.5 Jumlah Tersangka Kasus Narkoba Berdasarkan Pekerjaan, 2007-2011

Kepolisian yang seharusnya berperan memerangi kejahatan narkotika sebagai penegak hukum juga terlibat dalam kasus penyalahgunaan narkotika. Jumlah aparat kepolisian yang terkena kasus penyalahgunaan narkotika meningkat rata-rata 22 orang per tahunnya atau kurang lebih sekitar 15% dari tahun-tahun sebelumnya.


(47)

Bahkan peredaran narkotika di Indonesia juga telah sampai ke lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (Rutan). Dari 176 Sipir, 11 orang di antaranya terbukti menggunakan narkotika, dan dari 596 warga binaan, 144 di antaranya terbukti melakukan hal yang sama. Selain penegak hukum, narkotika juga telah merambah masuk ke dalam institusi-institusi negara lainnya, menyerang birokrat-birokrat, dan politisi.

2.2.2 Perkembangan Peredaran Narkotika di Indonesia Tahun 2012 - 2013

Pada akhir tahun 2011 prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia sebesar 2,2% atau sejumlah dengan 3,8 – 4,2 juta orang. Angka prevalensi pada tahun 2011 masih di bawah dari angka prevalensi internasional 2,32%. Sedangkan pada tahun 2012 angka prevalensi penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba meningkat sebesar 4,7% dengan perbandingan 5,4% laki-laki dan 3,6% perempuan.54

Sepanjang tahun 2012, BNN berhasil mengungkap 117 Laporan Kasus Narkotika (LKN), jumlah tersangka yang berhasil diamankan sebanyak 187 tersangka, 71 orang di antaranya mendapatkan vonis hukuman mati, dengan rincian 20 orang Warga Negara Indonesia (WNI), dan 51 Warga Negara Asing (WNA). Keseluruhan asset sitaan BNN yang berhasil dikonversi kedalam nilai rupiah, berjumlah Rp 29 miliar. Pada tahun 2013, hasil pengungkapan kasus yang berhasil dilakukan oleh BNN meningkat, sebanyak 166 LKN, dengan 244 orang tersangka, 77 orang mendapatkan vonis hukuman mati, dengan rincian 30 orang WNI dan 47 orang WNA.

54


(48)

Modus dan cara penyelundupan narkotika mulai bermacam-macam. Para pelaku melakukan segala cara untuk mengelabui petugas keamanan. Seperti menyelipkan narkotika dalam hak sepatu atau koper, menelan narkotika tersebut, dan yang paling ekstrim para pelaku wanita menyembunyikan narkotika dalam alat kelaminnya.55 Para bandar narkotika internasional, khususnya dari Nigeria sering menggunakan kurir wanita Indonesia yang direkrutnya dengan modus cinta, setelah menjalin hubungan kurang lebih 3 bulan, para bandar mulai melakukan aksinya dengan

melibatkan “kekasih”nya, para kurir wanita ini rela melakukan penyelundupan karena “cinta”.

Untuk menangani masalah kultivasi ganja, BNN mulai melakukan Operasi Eradikasi Lahan Ganja dengan dibantu petugas kepolisian daerah setempat. Pada tahun 2012 di Aceh, BNN berhasil menemukan lahan ganja seluas 164,5 Hektar, dan 18 Hektar di Sumut. Kemudian pada tahun 2013, BNN kembali melakukan operasi eradikasi lahan ganja di Aceh dan menemukan lahan ganja seluas 35 Hektar. Pihak BNN tidak hanya melakukan eradikasi lahan ganja, tetapi juga melakukan pemberdayaan terhadap para petani penanam ganja tersebut, dengan memberi benih tanaman pertanian lain yang mempunyai nilai ekonomi cukup tinggi dan juga memberikan pelatihan dalam beberapa bidang.56

55

MB, 2013. BNNP Bali Antisipasi Modus Motifikasi Penyelundupan Narkoba. [online]. dalam http://metrobali.com/2014/01/09/bnnp-bali-antisipasi-modus-motifikasi-penyelundupan-narkoba/ [diakses 18 Mei 2014].

56


(49)

Namun peredaran narkoba di Indonesia pada tahun 2012 – 2013 masih memprihatinkan. BNN masih menemukan anggota kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang terlibat kasus penyalahgunaan narkoba. Tim gabungan BNN RI dan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah berhasil mengungkap jaringan sindikat narkotika yang melibatkan oknum polisi, dan setelah melakukan pengembangan, tim gabungan berhasil menangkap seorang oknum TNI beserta barang bukti. Di Pekanbaru, Riau, BNN RI bekerjasama dengan TNI Angkatan Udara (AU). Kerjasama ini berhasil mengungkap jaringan peredaran gelap narkotika dalam tubuh TNI AU.57

2.3 Jalur Masuknya Narkotika ke Indonesia

Narkoba di Indonesia masuk melalui jalur laut, maupun jalur darat. Sebagian besar melalui jalur laut dengan presentase sebesar 80%, dan 10% melalui jalur darat, serta 10% sisanya melalui jalur udara.58 BNN menjelaskan narkoba dari Indonesia berasal dari tiga tempat.

Pertama Thailand, Myanmar, dan Laos atau sering dikenal dengan Golden

Triangle. Ketiga negara ini memiliki ladang tanaman opium sejak dahulu. Tidak

mengherankan jika mereka menjadi negara pemasok opium terbesar di dunia dengan luas penanaman narkoba sebesar 1 juta mu atau sekitar 66.667 hektar. Selain opium,

golden triangle juga juga menyelundupkan heroin dan sabu ke Indonesia.

57

Ibid.

58

Al Ayyubi, 2013. 80 Persen Narkoba di Indonesia Masuk Lewat Laut. [online]. dalam http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/17/15/739018/80-persen-narkoba-di-indonesia-masuk-lewat-laut [diakses 21 Mei 2014].


(50)

Narkoba dari golden triangle masuk salah satunya melalui provinsi Sumatera Utara (Sumut). Direktur Resnarkoba Polda Sumut, Kombes Pol Toga Habinsaran Panjaitan menjelaskan, sindikat dari golden triangle (segitiga emas) menggunakan warga negara Indonesia sebagai kurirnya, dengan tujuan apabila penyelundupan terkuak maka kasus akan berhenti hanya sampai kurir atau pengedar saja.59

Narkoba dari segitiga emas masuk ke wilayah Indonesia melalui beberapa tahapan. Pertama narkoba tersebut masuk ke Kamboja melalui perbatasan Thailand dan Laos, serta Myanmar. Kemudian narkoba diselundupkan melalui jalur darat dan laut ke Malaysia serta Singapura dan terakhir masuk ke wilayah Indonesia melalui Sumut. Kemudian sindikat narkotika dari segitiga emas menargetkan beberapa kota besar di Indonesia sebagai targetnya, diantaranya Medan, DKI Jakarta, dan Surabaya.60

Masalah peredaran gelap (illicit trafficking) adalah salah satu elemen yang membentuk fungsi supply dari lingkaran perdagangan narkoba, selain proses produksi narkoba (illicit production). Kedua hal tersebut mempengaruhi faktor demand (permintaan), yaitu penyalahgunaan narkoba (drug abuse).

Peredaran narkoba di Indonesia juga terkait erat dengan praktik pencucian uang (money laundering), dapat dikatakan menjadi sumber utama dari tindak pidana pencucian uang. Jumlah transaksi yang dihasilkan dari peredaran gelap narkoba di Indonesia sangat mencengangkan, mencapai Rp 300 triliun per tahunnya. Menurut

59

Timur A. Riyadi, 2013. Sumut Jadi Pintu Masuk Utama. [online]. dalam

http://www.jurnas.com/halaman/14/2013-01-19/232259 [diakses 21 Mei 2014]. 60


(51)

Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Departemen Luar Negeri

Amerika Serikat (AS) untuk mengungkap perdagangan gelap narkoba dapat dilakukan dengan membongkar praktek pencucian uang di Indonesia.61

Dalam jalur peredaran psikotropika seperti sabu, bahan baku pembuat ekstasi dan obat-obatan Golongan IV, prekursor masuk ke Indonesia berasal dari Cina. Dengan mengambil jalur perdangangan Hongkong – Bangkok – Malaysia lalu masuk ke Indonesia melalui sejumlah bandara kecil di daerah-daerah.62

Gambar 2.1 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba (Sumber : Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan)

Data dari BNN menjelaskan pola peredaran ekstasi dan sabu serta prekursor di Indonesia :

61

Ibid.

62


(52)

I. Jalur edar ekstasi dan sabu di Indonesia

 Jakarta – Denpasar

 Batam – Medan

 Jakarta – Surabaya

 Jakarta – Bandung; dan

 Batam – Jakarta II. Jalur edar Prekursor

 Amerika – Singapura – Jakarta

 Taiwan – Singapura – Jakarta

 India – Singapura – Jakarta

 Hongkong – Jakarta

 Hongkong – Batam

Selain segitiga emas, negara pemasok narkoba di Indonesia lainnya adalah Malaysia. Sindikat asal Malaysia seringkali melakukan penyelundupan melalui wilayah provinsi Kalimantan. Provinsi Kalimantan berbatasan langsung dengan wilayan negara Malaysia. Kalimantan Timur (Kaltim), perbatasan dengan Malaysia membentang dari Utara (Kab. Nunukan) ke Selatan (Kab. Kutai Barat) dan Kalimantan Barat (Kalbar) yang berbatasan dengan Serawak pada bagian paling Utara yang membentang sepanjang 966 kilometer (km) ke timur, meliputi Kab. Sambas sampai Kab. Kapuas Hulu.


(53)

Berdasarkan data dari BNNP Kalimantan Barat, peredaran narkotika internasional masuk ke Indonesia khususnya wilayah Kalimantan Barat sekarang melalui jalur-jalur perbatasan. Pihaknya berhasil mengungkap kasus peredaran narkotika di wilayah perbatasan Kalbar dengan Negara Serawak (Malaysia), diantaranya tertangkapnya kurir narkoba yang membawa 6,8 kg narkotika jenis sabu, oleh Polisi Sanggau, kemudian kasus warga negara Malaysia yang tertangkap tangan membawa narkotika jenis sabu seberat 4,0229 gr saat memasuki wilayah Indonesia di Kab. Kapuas Hulu. Warga negara Malaysia ini berangkat dari Kuching menuju ke Lubok Antu (perbatasan Malaysia dengan Indonesia di Badau Kab. Kapuas Hulu). Kemudian di wilayah Nunukan, pada Oktober 2013, prajurit TNI AD Yonif 141 Kodam II Sriwijaya berhasil menyita sabu seberat 7,95 kg saat melakukan pengamanan di wilayah perbatasan. Sabu tersebut bernilai sebesar Rp 10 miliar yang masuk ke Kab. Nunukan melalui Pulau Sebatik. Pada Desember 2013 personel TNI dari Yonif 613 Raja Alam Tarakan juga berhasil mengungkap penyelundupan 11 gr sabu dari Malaysia dan juga mengamankan 11 orang yang diduga sebagai Bandar dan pengedar narkoba. Menurut Herdiansyah Hamzah, Pengamat Hukum dan Politik Universitas Mulawarman Samarinda, serangkaian pengungkapan narkoba dari Malaysia menunjukkan jika wilayah perbatasan menjadi salah satu surga pintu masuk peredaran narkoba internasional.63

63

Analisa, 2014. Minimnya Infrastruktur Perbatasan Penyebab Penyelundupan Narkoba. [online]. dalam


(54)

Selain itu, pada tahun 2012 – 2013 BNN dan Kepolisian juga berhasil melakukan beberapa pengungkapan kasus penyelundupan narkotika melalui perbatasan Kalimantan - Malaysia dengan jumlah yang besar, antara lain :

 Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Prajurit Satuan Tugas Pengaman Perbatasan (Satgas Pamtas) Yonif 141/Aneka Yudha Jaya Prakosa (AJYP) yang berhasil mengamankan narkoba jenis Sabu seberat 8,45 kilogram dalam waktu sepekan.64

 Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Petugas Kepolisian Polsek Sei Nyamuk Pulau Sebatik, Kaltim, yang berhasil mengamankan Sabu seberat 1 kilogram dan meringkus 2 orang pelaku berkewarganegaraan Malaysia.65

 Pengungkapan kasus penyelundupan oleh petugas BNN berhasil

mengamankan sabu seberat 4 kilogram di Pelabuhan Tunotaka, Nunukan, Kaltim dan 3 orang tersangka yang merupakan jaringan sindikat narkotika internasional.66

 Pengungkapan kasus penyelundupan oleh Tim Gabungan BNN dengan BNNP Kalimantan Barat yang berhasil mengamankan Sabu dan Ekstasi seberat 4 kilogram dan menangkap 2 tersangka. Sebelumnya tersangka sempat

64

M Rusman 2013. Penyelundupan Shabu-shabu Terbesar di Perbatasan. [online]. dalam http://kaltim.antaranews.com/berita/18209/penyelundupan-shabu-shabu-kasus-terbesar-di-perbatasan [diakses 23 Mei 2014].

65

Masnun Masudi, 2014.Penyelundupan Narkoba di Ujung Negeri Kian Mengkhawatirkan. [online]. dalam http://www.hariantabengan.com/media/index/detail/id/38711 [diakses 23 Mei 2014].

66


(55)

melarikan diri ketika tertangkap di perbatasan, Senggau. Tersangka diduga terlibat jaringan sindikat narkotika internasional.67

 Tertangkapnya 3 orang sindikat narkotika internasional, 2 orang berkewarganegaraan Malaysia, dan seorang warga negara Indonesia. Tersangka bernama Lau Ting Hee dan Chiew Yem Khuan (Malaysia), dan Abdul Haris (Indonesia). Ketiganya berhasil diamankan oleh Kepolisian Polda Kalbar, tersangka asal Malaysia mengaku masuk ke Kalbar melewati border (perbatasan) karena mudah ditembus.68

 Polda Kalbar berhasil mengamankan kurir sabu jaringan Mr Law (Malaysia) saat hendak melakukan transasksi. Mr Law mengendalikan jaringannya dari dalam penjara. Polisi berhasil mengamankan 50 gram sabu dan dua orang tersangka kurir warga Indonesia.69

67

JPNN, 2013. Empat Kilogram Sabu Lolos Perbatasan. [online]. dalam

http://www.jpnn.com/read/2011/06/03/93989/index.php?mib=berita.detail&id=181950 [diakses 23 Mei 2014].

68

PP, 2013. Polda Bekuk Tiga Sindikat Narkotika Internasional. [online]. dalam

http://www.pontianakpost.com/metropolis/7153-polda-bekuk-tiga-sindikat-narkotika-internasional.html [diakses 23 Mei 2014].

69

JPNN, 2013. Jaringan Internasional Pasok Narkoba ke Kalbar. [online]. dalam

http://www.jpnn.com/read/2013/03/24/164194/Jaringan-Internasional-Pasok-Narkoba-ke-Kalbar- [diakses 23 Mei 2014].


(56)

Gambar 2.2 Jalur Perdagangan dan Penyelundupan Narkoba (Sumber : Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan Rutan)

Menurut data BNN, jalur penyelundupan narkoba via udara dari sabit emas ke Indonesia melalui beberapa tempat, diantaranya :

 Sabit emas – Karachi – Kathmandu – Bangkok atau Sabit emas – Karachi – Bangkok

 Bangkok – Medan

 Bangkok – Singapura – Jakarta

 Bangkok – Bali

 Bangkok – Bali – Jakarta

 Amsterdam (Belanda) – Jakarta/Bali.

Sindikat internasional yang juga menguasai perdagangan narkotika di Indonesia adalah Iran. Sindikat ini adalah salah satu negara dari golden crescent (sabit emas)


(57)

yang memasok opium dan heroin ke Indonesia. Produksi opium dari sabit emas mencapai 4 ribu ton pertahunnya.70

Namun beberapa tahun terakhir penyelundupan oleh sindikat narkotika internasional berpindah haluan melalui jalur laut. Salah satu kasus yang berhasil diungkap oleh BNN adalah penyelundupan melalui Pantai Ujung Genteng,  80 km dari Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat pada 2012. Pada kejadian ini polisi dan penyelundup sempat melakukan kontak tembak, akibatnya 3 orang tewas (2 diantaranya warga Somalia). Polisi juga menahan 1 penyelundup yang berkewarganegaraan Iran dan juga barang bukti berupa 72 kg narkoba dan 3 pucuk senjata api jenis FN. Dalam operasi ini polisi berhasil menahan 7 anggota sindikat dari berbagai negara diantaranya :71

 Warga Thailand : 1 orang

 Warga Iran : 6 orang

Beberapa kasus penyelundupan melalui jalur laut dengan jumlah yang besar pada tahun 2012 – 2013 juga berhasil digagalkan oleh BNN, diantaranya :

 BNN berhasil menggagalkan penyelundupan narkotika jenis sabu seberat 60 kilogram, dan mengamankan 2 tersangka berkewarganegaraan Iran. Keduanya ditangkap di Desa Jayanti, Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa barat.72

70

Parasian Simanungkalit, Op.Cit. Halaman 231. 71

Bambang Karsono, 2012. Penyalahgunaan Narkoba VS. Keamanan Nasional Indonesia. [online]. dalam http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia [diakses 22 Mei 2014]. 72

SP, 2013. BNN Bekuk 2 WN Iran Penyelundup 60 Kg Sabu Lewat Laut. [online]. dalam http://www.suarapembaruan.com/home/bnn-bekuk-2-wn-iran-penyelundup-60-kg-sabu-lewat-laut/50241 [diakses 24 Mei 2014].


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku / Literatur / Dokumen Resmi Pemerintahan

Aelenie, Victor. 2001. Dreptul Frontierei de Stat. Bucharest, Vol 1, Pro Transilvania Publishing House, Halaman 112.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta; PT. Rineka Cipta. Halaman 136.

BNN. 2012; 2013. Lampiran Press Release Akhir Tahun Badan Narkotika Nasional. Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif; Pemahaman Filosofis dan

Metodologis Kearah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta; PT. Raja Grafindo

Persada. Halaman 42.

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif; Komunkasi, Ekonomi, dan Kebijakan

Publik dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta; Kencana. Halaman 121, 173 Dalam

(PDF) Radityo Dharmaputra “Identitas dan Kebijakan Luar Negeri; Pengaruh Nilai-Nilai Eurasianisme Terhadap Kebijakan Luar Negeri Rusia Tahun 2004-2009”. Halaman 23.

D. Soedjono. 1977. Segi Hukum Tentang Narkotika di Indonesia. Karya Nusantara, Bandung. Halaman 5.

G. O, Mueller. 2001. Transnational Crime: Definitions and Concepts. Dalam Williams, & P. a. Vlassis (Penyunting). Combating Transnational Crime:

Activities and Responses, halaman 13-21.

Guo, Rongxing. 2005. Cross Border Resource Management, Theory and Practice. Amsterdam: Elsevier. Halaman 5.

Hawari. 2002. Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza. Penerbit FK UI. Jakarta. J, McCulloch. 2007. Transnasional Crime as Productive Fcition. Social Justice:

Beyond Transnational Crime, 34, halaman 19-32.

J.S Albanese. 2000. The Causes of Organized Crime: Do Criminals Organize Around

Opportunities or Do Criminals Opportunities Create New Offenders? Journal

of Contemporary Criminal Justice, 16. Halaman 409-423.

Luttwak, Edward. 1990. From Geo-politics to Geo-economics; The Logic of Conflict,

Grammar of Commerce. The National Interest. Halaman 17-23.

Mas’oed, Mohtar. 1994. Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi.


(2)

Mely Caballero-Anthony, Ralf Emmers and Amitav Acharya, 2006. Non-Traditional

Security in Asia: Dilemmas in Securitisation (London, Ashgate 2006) dalam

Mely Cabalero-Anthony (PDF) Non-Traditional Security Challenges, Regional

Governance, and the ASEAN Political-Security Community (APSC), halaman 1.

Nadaek, Wilson. 1983. Korban Ganja dan Masalah Narkotika. Indonesia Publishing House, Bandung. Halaman 122.

Olivia, Yessi. 2013. Level Analisis Sistem dan Teori Hubungan Internasional.

PP No 51 Tahun 2007 tentang Indikasi-Geografis dalam (PDF) Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia nomor 51 Tahun 2007 Tentang Indikasi-Geografis.

Rahmat, Kriyantono 2006, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta, PT Kencana Prenada Media Group. Halaman 69.

Sarosa, Wicaksono. 2011. Dalam (PDF) Kebijakan Pengelolaan Kawasan

Perbatasan Indonesia. Halaman 4.

Simanungkalit, Parasian. 2011. Globalisasi Peredaran Narkoba dan

Penanggulanganya di Indonesia. Halaman 11; 223; 231.

Singer, J. David. 1961. The Level-of-Analysis Problem in International Relations”,

World Politics, 14(1); pp.77-92.

Solberg. K, Søilen. 2012. Geoeconomics. Halaman 2.

Webster-Merriam, 2002. Webster's Third New International Dictionary.

Website (On – Line)

Al Ayyubi. 2013. 80 Persen Narkoba di Indonesia Masuk Lewat Laut. [online]. dalam http://nasional.sindonews.com/read/2013/04/17/15/739018/80-persen-narkoba-di-indonesia-masuk-lewat-laut [diakses 21 Mei 2014].

Analisa. 2014. Minimnya Infrastruktur Perbatasan Penyebab Penyelundupan

Narkoba. [online]. dalam http://analisadaily.com/news/read/minimnya-infrastruktur-perbatasan-penyebab-penyelundupan-narkoba/8497/2014/02/23 [diakses 22 Mei 2014].

Antara, 2012. Polri Ungkap 26.561 Kasus Narkoba Pada 2012. [online]. dalam http://www.antaranews.com/berita/349418/polri-ungkap-26561-kasus-narkoba-pada-2012 [diakses 26 Juni 2014].

Antara, 2013. Jumlah Kasus Narkoba Hampir 32.500 Sepanjang 2013. [online].

dalam


(3)

Antara. 2013. BNN : Penyelundupan Narkotika Gunakan Jasa TKI Meningkat. [online]. dalam https://id.berita.yahoo.com/bnn-penyelundupan-narkotika-gunakan-jasa-tki-meningkat-073319880.html [diakses 17 Mei 2014].

ASEAN. 2012. ASEAN Reaffirmed Commitment Towards Drugs-free Vision. [online]. dalam http://www.asean.org/news/asean-secretariat-news/item/asean-reaffirmed-commitment-towards-drug-free-vision [diakses 20 Maret 2014]. ASEAN. Tt. ASEAN Declaration on Transnational Crime, Manila, 20 December

1997. [online]. dalam http://www.asean.org/communities/asean-political- security-community/item/asean-declaration-on-transnational-crime-manila-20-december-1997 [diakses 23 Maret 2014].

Broome, John. 2000. Transnational Crime in The Twenty-First Century. halaman 3. [online]. dalam http://journal.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/1238/1143 [diakses 18 Maret 2013].

Buku Advokasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Bagi Petugas Lapas dan

Rutan. [online]. dalam

https://www.k4health.org/sites/default/files/NAFZA%20LENGKAP.pdf [diakses 23 Mei 2014].

BCBatam, 2013. Penangkapan Penyelundupan Narkoba Serta Kerja sama BNN

Provinsi Kepri, Polresta Barelang dan KPU BC Tipe B Batam. [online]. dalam

http://bcbatam.beacukai.go.id/berita/181-penangkapan-penyelundupan-narkoba [diakses 3 Juni 2014].

BNN, 2011. Pemahaman Tentang Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. [online]. dalam http://bnn.go.id/portalbaru/portal/file/arti_narkoba/PEMAHAMAN%20TENTA NG%20BAHAYA%20PENYALAHGUNAAN%20NARKOBA%20utk%20we bsite.pdf. [diakses 22 Mei 2014].

CFR. 2013. Montevideo Convention on the Rights and Duties of States. [online]. dalam http://www.cfr.org/sovereignty/montevideo-convention-rights-duties-states/p15897 [diakses 8 Desember 2013].

Dephut, tt. Kepulaun Riau. [online]. dalam

http://www.dephut.go.id/uploads/files/81a92f83bb9e6e50361e4efdca2dbfc8.pd f. [diakses 24 Mei 2014].

Desy, Saputra. 2013. Malaysia Jadi Pemasok Terbesar Penyelundupan Narkoba

Riau. [online]. dalam

http://www.antaranews.com/berita/399779/malaysia-jadi-pemasok-terbesar-penyelundupan-narkoba-riau [diakses 3 Juni 2014].

Dharminto. 2007. Metode Penelitian. [online]. dalam

http://eprints.undip.ac.id/5613/1/METODE_PENELITIAN_-_dharminto.pdf [diakses 28 Maret 2014].

GMDM, 2011. Kasus Narkoba di Indonesia. [online]. dalam

http://www.gmdm4nation.org/resources-24-drugsituation.html [diakses 26 Juni 2014].


(4)

HO, 2011. Pengawasan Lemah, Penyelundupan Marak di Perbatasan. [online]. dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e298c2d2d09d/pengawasan-lemah-penyelundupan-marak-di-perbatasan [diakses 3 Juni 2014].

IGI. 1988. Seminar Ikatan Geograf Indonesia 1988. [online]. dalam

http://www.geografiindonesia.com/2012/08/seminar-nasional-geografi-urgensi.html

JPNN. 2013. Empat Kilogram Sabu Lolos Perbatasan. [online]. dalam http://www.jpnn.com/read/2011/06/03/93989/index.php?mib=berita.detail&id= 181950 [diakses 23 Mei 2014]. Jaringan Internasional Pasok Narkoba ke

Kalbar. [online]. dalam

http://www.jpnn.com/read/2013/03/24/164194/Jaringan-Internasional-Pasok-Narkoba-ke-Kalbar- [diakses 23 Mei 2014].

Karsono, Bambang. 2012. Penyalahgunaan Narkoba VS. Keamanan Nasional

Indonesia. [online]. dalam

http://granat.or.id/stories/penyalahgunaan-narkoba-vs-keamanan-nasional-indonesia [diakses 22 Mei 2014].

Kompas. 2010. Kurir Narkoba Iran Raih Peringkat Satu. [online]. dalam

http://internasional.kompas.com/read/2010/12/01/10185955/Kurir.Narkoba.Iran .Raih.Peringkat.Satu [diakses 17 Mei 2014].

Masudi, Masnun. 2014. Penyelundupan Narkoba di Ujung Negeri Kian

Mengkhawatirkan. [online]. dalam

http://www.hariantabengan.com/media/index/detail/id/38711 [diakses 23 Mei 2014].

MB. 2013. BNNP Bali Antisipasi Modus Motifikasi Penyelundupan Narkoba. [online]. dalam http://metrobali.com/2014/01/09/bnnp-bali-antisipasi-modus-motifikasi-penyelundupan-narkoba/ [diakses 18 Mei 2014].

PI. 2007. Indonesia Penghasil Ekstasi Terbesar di Dunia. [online]. dalam http://www.politikindonesia.com/index.php?k=politik&i=2520-Indonesia-Penghasil-Ekstasi-Terbesar-di-Dunia [diakses 17 Mei 2014].

PP. 2013. Polda Bekuk Tiga Sindikat Narkotika Internasional. [online]. dalam http://www.pontianakpost.com/metropolis/7153-polda-bekuk-tiga-sindikat-narkotika-internasional.html [diakses 23 Mei 2014].

Put. 2013. Kronologi Penangkapan Pemilik Ratusan Ribu Ekstasi di Daan Mogot.

[online]. dalam

http://jakarta.okezone.com/read/2013/06/07/500/818663/kronologi-penangkapan-pemilik-ratusan-ribu-ekstasi-di-daan-mogot [diakses 3 Juni 2014].

Pikiran Rakyat. 2012. Peredaran Narkoba di Indonesia Dikendalikan Jaringan

Internasional. [online]. dalam http://www.pikiran-rakyat.com/node/181169

[diakses 21 Maret 2014].

Pikiran Rakyat. 2013. Meningkat, Pengungkapan Kasus narkotika pada 2013. [online]. dalam http://www.pikiran-rakyat.com/node/263656 [diakses 20 maret 2014].


(5)

Riyadi A. Timur. 2013. Sumut Jadi Pintu Masuk Utama. [online]. dalam http://www.jurnas.com/halaman/14/2013-01-19/232259 [diakses 21 Mei 2014]. RTRW Provinsi Papua Barat. 2008. Penetapan Kawasan Strategis Provinsi Papua

Barat. [online]. dalam www.rtrwpapuabarat.info/rencana/pdf/pks-ekonomi.pdf

[diakses 9 April 2014].

Rusman M. 2013. Penyelundupan Shabu-shabu Terbesar di Perbatasan. [online]. dalam http://kaltim.antaranews.com/berita/18209/penyelundupan-shabu-shabu-kasus-terbesar-di-perbatasan [diakses 23 Mei 2014].

Setiawan, Dili. 2010. Pengaruh Implementasi Kebijakan Desentralisasi Terhadap

Tumbuhnya Potensi Ancaman Non-Tradisional di Indonesia. Halaman 58.

[online]. dalam

http://www.idu.ac.id/index.php?option=com_docman&task=doc_view&gid=30 &tmpl=component&format=raw&Itemid=309 [diakses 24 Maret 2014]. SP, 2013. BNN Bekuk 2 WN Iran Penyelundup 60 Kg Sabu Lewat Laut. [online].

dalam http://www.suarapembaruan.com/home/bnn-bekuk-2-wn-iran-penyelundup-60-kg-sabu-lewat-laut/50241 [diakses 24 Mei 2014].

Tribun, 2013. Tersangka Selundupkan Narkoba Melalui Jalur Laut Terluar Riau. [online]. dalam http://pekanbaru.tribunnews.com/2013/10/05/tersangka-selundupkan-narkoba-melalui-jalur-laut-terluar-riau [diakses 24 Mei 2014]. Tribun Jogja. 2013. Australia dan Malaysia Pemasok narkoba di Indonesia. [online].

dalam

http://www.kotajogja.com/berita/index/Australia-dan-Malaysia-Pemasok-Narkoba-di-Indonesia [diakses 21 Maret 2014].

UNUD. Tt. [online]. dalam http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-419-1292725440-tesisku.pdf [diakses 23 Mei 2014].


(6)