Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kemandirian Daerah dan Implikasinya Terhadap Belanja Modal (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat)
(2)
(3)
(4)
170
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. DATA PRIBADI
Nama lengkap : Dwinda Permatasari
Tempat, tanggal lahir : Bandung, 11 Maret 1994
Alamat : Kp. Sindangsari No. 04 RT 04/08
Desa Pasirhalang Kec. Cisarua Kab. Bandung Barat
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Kewarganegaraan : Indonesia
No. Telp : 081223791082
Email : dwinda.permatasari15@gmail.com
B. RIWAYAT PENDIDIKAN
2000 – 2006 : SDN 1 Pasirhalang
2006 – 2009 : SMP Negeri 1 Cisarua
2009 – 2012 : SMA Negeri 1 Cisarua
(5)
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP
KEMANDIRIAN KEUANGAN DAERAH DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP BELANJA MODAL
(Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat)
THE INFLUENCE OF OWN SOURCE REVENUE TO LOCAL
FINANCIAL INDEPENDENCE AND IMPLICATIONS FOR
CAPITAL EXPENDITURE
(Study on Local Government District and City in West Java Province)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Program Strata 1 Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Pada Program Studi Akuntansi
Oleh:
DWINDA PERMATASARI 21112082
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
2016
(6)
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan rahmat kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengambil judul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian
Keuangan Daerah dan Implikasinya terhadap Belanja Modal (Studi pada Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat)".
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik secara teknis maupun materi. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat peneliti harapkan demi penyempurnaan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan semua pihak yang telah memberi dukungan dan masukan. Teristimewa adalah dukungan dari orang tua peneliti yaitu Bapak Ayi Winarya dan Ibu Cantikasari yang tidak pernah putus mendoakan dan memberikan dukungan berupa moril dan materiil yang tak pernah henti. Tanpa doa dan dukungan dari bapak dan ibu usulan penelitian ini tidak mungkin dapat diselesaikan. Dengan segala ketulusan hati, peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. H. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia.
(7)
iv
2. Prof. Dr. Hj. Dwi Kartini, SE., Spec.Lic selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia.
3. Dr. Siti Kurnia Rahayu, SE., M.Ak., Ak, CA selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Komputer Indonesia. 4. Wati Aris Astuti, SE., M.Si., Ak selaku Dosen Wali 4 AK-3.
5. Dr. Ony Widilestariningtyas, SE., M.Si., Ak., CA selaku Pembimbing peneliti dalam menyusun skripsi ini.
6. Dr. Surtikanti, SE., M.Si., Ak., CA selaku Penguji 1. 7. Jayanthi Octavia, SE., MM selaku Penguji 2.
8. Seluruh Dosen Universitas Komputer Indonesia. 9. Staf Sekretariat Universitas Komputer Indonesia.
10. Pihak Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Jawa Barat yang telah memberikan izin bagi peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.
11. Kepada kakakku tersayang yang telah memberikan dukungan dan waktu untuk peneliti yang tidak ada hentinya.
12. Untuk keluarga besar yang selalu memberikan bimbingan, doa dan dukungan.
13. Untuk para sahabat “Braycut” Dewi Julianti, Resmi Tresna Suci, Vina Amalia, Anita Rusmini, Fairuz Azrina Ritonga, Ratu Tri Mardhika yang selalu memberikan keceriaan dan dukungan disaat sulit sekalipun.
14. Teman-teman dan sahabat dari kelas AK-3 dan yang selalu memberikan keceriaan dan semangat.
(8)
v
15. Kepada semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Akhir kata peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi rekan-rekan yang membaca penelitian ini.
Bandung, Agustus 2016 Peneliti
Dwinda Permatasari 21112082
(9)
vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
SURAT KETERANGAN PERSETUJUAN PUBLIKASI MOTTO
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 7
1.3 Rumusan Masalah ... 8
1.4 Tujuan Penelitian ... 8
1.5 Kegunaan Penelitian ... 9
1.5.1 Kegunaan Praktis ... 9
1.5.2 Kegunaan Akademis ... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka ... 11
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah ... 11
2.1.1.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 11
2.1.1.2 Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah ... 12
2.1.2 Kemandirian Keuangan Daerah ... 17
2.1.2.1 Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah ... 17
2.1.2.2 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah ... 18
(10)
vii
2.1.3.1 Pengertian Belanja Modal ... 19
2.1.3.2 Jenis-jenis Belanja Modal ... 20
2.1.3.3 Rasio Belanja Modal ... 22
2.2 Kerangka Pemikiran ... 22
2.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 22
2.2.2 Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal ... 23
2.3 Hipotesis ... 24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ... 26
3.2 Operasionalisasi Variabel ... 28
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 32
3.3.1 Sumber Data ... 32
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 32
3.4 Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian ... 33
3.4.1 Populasi ... 33
3.4.2 Penarikan Sampel ... 34
3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
3.4.3.1 Tempat Penelitian ... 35
3.4.3.2 Waktu Penelitian ... 36
3.5 Metode Pengujian Data ... 36
3.5.1 Analisis Deskriptif ... 37
3.5.2 Analisis Verifikatif ... 37
3.6 Metode Analisis Data ... 39
3.6.1 Analisis Jalur (Path Analysis) ... 39
3.6.2 Pengujian Hipotesis ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 45
4.1.1 Analisis Deskriptif ... 45 4.1.1.1 Analisis Deskriptif Variabel Pendapatan Asli
(11)
viii
Daerah ... 45
4.1.1.2 Analisis Deskriptif Variabel Kemandirian Keuangan Daerah ... 48
4.1.1.3 Analisis Deskriptif Variabel Belanja Modal ... 52
4.1.2 Analisis Verifikatif ... 56
4.1.2.1 Uji Normalitas Data ... 56
4.1.2.2 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 57
4.1.2.3 Pengujian Hipotesis ... 59
4.1.2.4 Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah Terhadap Belanja Modal ... 61
4.1.2.5 Pengujian Hipotesis ... 62
4.2 Pembahasan ... 64
4.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah ... 64
4.2.2 Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68
5.2 Saran ... 69
5.2.1 Saran Operasional ... 69
5.2.2 Saran Akademis ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN ... 76
(12)
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim dan Ibnu Subiyanto, 2008. Seri Bunga Rampai Manajemen keuangan
Daerah: Analisis Investasi (Belanja Modal) Sektor Publik Pemerintah Daerah,
Edisi Pertama, Cetakan Pertama. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Abdul Halim dan Muhammad Syam Kusufi. 2012. Akuntansi Sektor Publik:
Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi 4. Jakarta: Salemba Empat
Abdul Halim. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN __________. 2008. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi
3. Jakarta: Salemba Empat
Ade Rahmi. 2013. Pengaruh Intensifikasi dan Ekstensifikasi terhadap Peningkatan
Pendapatan Asli Daerah guna Mewujudkan Kemandirian Keuangan Daerah.
Artikel Ilmiah Universitas Negeri Padang
Afrizal Tahar dan Zakhiya Maulida. 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum terhadap Kemandirian Daerah dan Pertumbuhan
Ekonomi Daerah. Jurnal Akuntansi dan Investasi Vol. 12 No.1, hal: 88-99
Ahmad Yani. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah
Indonesia, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Husada
Arif Muchlis Bahtiar dan Iskandar. 2009. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Akademia.
Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika Dalam
Penelitian. Bandung: Pustaka Setia.
Aula Ahmad Hafidh. 2013. Analisis Rasio Keuangan Daerah dalam
Mempengaruhi Belanja Modal Publik bagi Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal
Penelitian Humaniora, Vol. 18 No.2, Oktober 2013: 109-120
Chabib Soleh dan Heru Rochmansjah. 2010. Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah: Sebuah Pendekatan Struktural Menuju Tata Kelola Pemerintah yang Baik. Bandung: Fokusmedia
Damodar Gujarati. 2003. Ekonometri Dasar. Terjemahan: Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.
Danang Sunyoto. 2013. Metodelogi Penelitian Akuntansi. Bandung: PT. Reflika Aditama.
(13)
73
Deddi Nordiawan dan Ayuningtyas Hertianti. 2014. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat
Deddi Nordiawan, dkk. 2012. Akuntansi Pemerintahan. Jakarta: Salemba Empat Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia. 2013. Laporan Evaluasi Belanja Modal Daerah
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2012. Analisis Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012
Eka Sintala Dewi Ajani. 2015. Hubungan PAD, Belanja Modal dan Kinerja
Keuangan Pemerintah Daerah di Nusa Tenggara Barat. Fakultas Ekonomi
Universitas Mataram
Elizabeth. Optimalisasi APBD demi Pertumbuhan Daerah. Diakses pada tanggal 21 September 2015 dari www.republica.co.id
Emmy Mutiarini. 2015. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2014. BPK RI ______________. 2014. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2013. BPK RI Endin Lidinilah. Pemkab Ciamis Masih Sangat Ketergantungan. Diakses pada
tanggal 16 Oktober 2014 dari www.radartasikmalaya.com
Erwan Kurtubi. 2014. Pemkab Pandeglang, Segera Bentuk BUMD. Diakses pada tanggal 15 Juni 2014 dari www.deliknews.com
Havid Sularso & Yanuar Restianto. 2011. Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Jawa
Tengah. Media Riset Akuntansi, Vol 1 No. 2 ISSN: 2088-2106
Husein Umar. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo
__________. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, Edisi 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Ibnu Jandi. 2015. Kebijakan Keuangan Ridwan Kamil Dipertanyakan. Diakses pada tanggal 12 Mei 2015 dari lenteranews.com
Ika Lusiana Darsono. 2013. Pengaruh Alokasi Belanja Modal dan Pendapatan Asli
(14)
74
Mahmudi. 2007. Analisis Laporan Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
Mardiasmo. 2004. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi Masyhuri dan Zainuddin. 2009. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dan
Aplikatif. Bandung: PT Refika Aditama
Muhammad Miftah Falah. 2014. Pengaruh Desentralisasi Fiskal dan Kinerja
Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal. Prosiding Akuntansi ISSN:
2460-6561
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Jakarta
Renny Nur’ainy, dkk. 2013. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan Asli
Daerah terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah. Proceeding PESAT
Vol. 5 Oktober 2013 ISSN: 1858-2559
Reza Marizka. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus terhadap Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat (Tahun
2006-2011). Artikel Ilmiah Universitas Negeri Padang
Riduan dan Engkos Achmad Kuncoro. 2012. Cara Menggunakan dan Memakai
Path Analysis (Analisis Jalur). Bandung: Alfabeta
Riko Novianto dan Hanafiah Rafiudin. 2015. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan dan Kinerja Keuangan terhadap Alokasi belanja Modal
pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal
ekonomi Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2015 ISSN: 2302-7169
Rilo Jatitmas. 2015. Pengaruh Rasio Keuangan terhadap Alokasi Belanja Modal
pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Akuntansi dan Sistem
Teknologi Informasi Vol. 11 No. 1 Maret 2015: 50-57
Rojab. Kemandirian Keuangan Pemkot Sukabumi Masih Rendah. Diakses pada tanggal 4 Agustus 2016 dari http://jabar.pojoksatu.id
Sheila Ardhian Nuarisa. 2013. Pengaruh PAD, DAU dan DAK Terhadap
Pengalokasian Anggaran Belanja Modal. Accounting Analysis Journal ISSN
2252-6765
Singgih Santoso. 2002. SPSS Statistik Multivariat. Jakarta: PT. Elek Media Komputindo.
(15)
75
Sugianto. 2007. Pajak & Retribusi Daerah; Pengelolaan Pemerintah Daerah
Dalam Aspek Keuangan, Pajak Dan Retribusi Daerah. Jakarta: Grasindo.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis Cetakan Ke-12. Bandung: Alfabeta. ________. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Sunarso. 2013. Perbandingan Sistem Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit Ombak Suprianto. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Kinerja
Keuangan pada Pemerintah Provinsi Gorontalo. Jurnal Akuntansi Universitas
Provinsi Gorontalo
Syahri Alhusin. 2003. Aplikasi Statistik Praktis dengan SPSS.10 For Windows. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sylvia Febriyani Gerungan, dkk. 2015. Pengaruh Kinerja Keuangan
Kabupaten/Kota terhadap Alokasi Belanja Modal di Provinsi Sulawesi Utara.
Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing
Toni Wijaya dan Zainal Mustafa. 2013. Panduan Teknik Statistik SEM & PLS
dengan SPSS AMOS. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Umi Narimawati. 2010. Penulisan Karya Ilmiah: Panduan Awal Menyusun Skripsi
dan Tugas Akhir Aplikasi pada Fakultas Ekonomi UNIKOM. Jakarta: Genesis
V. Wiratna Sujarweni. 2015. Metodelogi Penelitian Bisnis & Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
(16)
11 BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah
2.1.1.1Pengertian Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim dan Kusufi (2012:101), mendefinisikan pendapatan asli daerah sebagai berikut:
“Pendapatan asli daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.
Menurut Deddi Nordiawan, dkk (2012:181) menjelaskan definisi pendapatan asli daerah sebagai berikut:
“Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari daerah itu sendiri. Termasuk dalam pendapatan jenis ini adalah pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah”.
Menurut Ahmad Yani (2009:51) pendapatan asli daerah adalah sebagai berikut:
“Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi”. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah.
(17)
12
2.1.1.2Sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah
Menurut Halim dan Kusufi (2012:101) kelompok pendapatan asli daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu sebagai berikut:
1. Pajak Daerah
Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jenis pendapatan pajak untuk provinsi meliputi objek pendapatan berikut:
a. Pajak kendaraan bermotor b. Pajak kendaraan di air
c. Bea balik nama kendaraan bermotor d. Bea balik nama kendaraan di air e. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor f. Pajak air permukaan
g. Pajak rokok
Selanjutnya jenis pajak kabupaten/kota tersusun dari pajak berikut: a. Pajak hotel
b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak pengambilan bahan galian golongan c g. Pajak lingkungan
h. Pajak mineral bukan logam dan batuan i. Pajak parkir
(18)
13
j. Pajak sarang burung wallet
k. Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan
l. BPHTB
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Retribusi daerah yang dapat dipungut oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:
a. Retribusi jasa umum
Retribusi jasa umum adalah pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang atau badan. Objek pendapatan yang termasuk dalam kategori retribusi jasa umum untuk pemerintah provinsi adalah sebagai berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pengujian kendaraan bermotor 3. Retribusi penggantian beban cetak peta 4. Retribusi pelayanan tera/tera ulang 5. Retribusi pelayanan pendidikan
Sedangkan retribusi jasa umum untuk pemerintah kabupaten/kota adalah berikut:
1. Retribusi pelayanan kesehatan
2. Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
3. Retribusi penggantian beban cetak KTP dan beban cetak akta catatan sipil 4. Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat
(19)
14
5. Retribusi pelayanan parker di tepijalan umum 6. Retribusi pelayanan pasar
7. Retribusi pengujian kendaraan bermotor
8. Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran 9. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus 10.Retribusi pengolahan limbah cair
11.Retribusi penggantian beban cetak peta 12.Retribusi pelayanan tera/tera ulang
13.Retribusi pengendalian menara telekomunikasi b. Retribusi jasa usaha
Retribusi jasa usaha adalah pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial. Retribusi jasa usaha untuk pemerintah provinsi meliputi berikut ini:
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah 2. Retibusi jasa usaha tempat pelelangan
3. Retribusi jasa usaha tempat penginapan/pesanggarahan/villa 4. Retribusi jasa usaha pelayanan kepelabuhan
5. Retribusi jasa usaha tempat rekreasi olahraga 6. Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair
7. Retribusi jasa usaha penjualan produksi uasaha daerah 8. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir
(20)
15
Sedangkan, retribusi jasa usaha pemerintah kabupaten/kota meliputi berikut ini:
1. Retribusi pemakaian kekayaan daerah
2. Retribusi jasa usaha pasar grosir atau pertokoan 3. Retribusi jasa usaha tempat pelelangan
4. Retribusi jasa usaha terminal
5. Retribusi jasa usaha tempat khusus parkir 6. Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa 7. Retribusi penyeberangan di air
8. Retribusi penyediaan dan/atau penyedotan kakus 9. Retribusi jasa usaha pelayanan kepelabuhan 10.Retribusi jasa usaha tempat rekreasi dan olahraga 11.Retribusi jasa usaha pengolahan limbah cair
12.Retribusi jasa usaha penjualan produksi usaha daerah c. Retribusi perizinan tertentu
Retribusi perizinan tertentu oleh pemerintah daerah kepada orang pribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan SDA, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Jenis retribusi perizinan tertentu untuk pemerintah provinsi yaitu sebagai berikut:
1. Retribusi izin trayek
(21)
16
Sedangkan jenis retribusi perizinan tertentu untuk pemerintah kabupaten/kota yaitu sebagai berikut:
1. Retribusi izin mendirikan bangunan
2. Retribusi izin tempat penjualan minuman beralkohol 3. Retribusi izin gangguan
4. Retribusi izin trayek
5. Retribusi izin usaha perikanan
3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini diperinci menurut pendapatan yang mencakup:
a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik Negara/BUMN
dan
c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat.
4. Lain-lain PAD yang sah
Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
a. Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro
c. Pendapatan bunga
(22)
17
e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah
f. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing
g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan h. Pendapatan denda pajak
i. Pendapatan denda retribusi
j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan k. Pendapatan dari pengembalian
l. Fasilitas sosial dan fasilitas umum
m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan
o. Hasil pengelolaan dana bergulir
2.1.2 Kemandirian Keuangan Daerah
2.1.2.1Pengertian Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Abdul Halim (2008:232) pengertian kemandirian keuangan adalah sebagai berikut:
“Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah”.
(23)
18
Menurut Dwirandra dalam Abdul Halim (2001:167) menjelaskan definisi kemandirian keuangan sebagai berikut:
“Kemandirian keuangan daerah artinya daerah harus memiliki keuangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahannya”.
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian keuangan daerah merupakan kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan seperti pajak dan retribusi untuk membiayai kegiatan pemerintahan.
2.1.2.2Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Abdul Halim (2008:232) kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat atau dari pinjaman. Menurut Abdul Halim (2008:232) cara menghitung kemandirian keuangan daerah sebagai berikut:
Rasio Kemandirian=Bantuan Pemerintah Pusat/Provinsi dan Pinjaman Pendapatan Asli Daerah Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi) semakin rendah, dan demikian pula sebaliknya.
(24)
19
Menurut Paul Harvey (dalam Abdul Halim 2001: 261), ada empat macam pola hubungan kemandirian keuangan dalam pelaksanaan otonomi daerah antara lain:
1. Pola hubungan instruktif, peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah (daerah tidak mampu melaksanakan otonomi daerah).
2. Pola hubungan konsultatif, campur tangan pemerintah pusat sudah mulai berkurang, karena daerah dianggap sedikit lebih mampu melaksanakan otonomi.
3. Pola hubungan partisipatif, peranan pemerintah pusat semakin berkurang, mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanakan urusan otonomi.
4. Pola hubungan delegatif, campur tangan pemerintah pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah.
2.1.3 Belanja Modal
2.1.3.1Pengertian Belanja Modal
Menurut Deddi Nordiawan & Ayuningtyas Hertianti (2014:179) menjelaskan pengertian belanja modal adalah:
“Belanja modal adalah belanja yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu”.
(25)
20
Menurut Halim dan Kusufi (2012:107) pengertian belanja modal adalah sebagai berikut:
“Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi”. Menurut Arif Muchlis dan Iskandar (2009:186), menjelaskan definisi belanja modal sebagai berikut:
“Belanja modal merupakan belanja yang tidak habis satu tahun atau menghasilkan aset tetap pemerintah”.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa belanja modal merupakan pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk menambah jumlah aset tetap yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran.
2.1.3.2Jenis-jenis Belanja Modal
Dalam SAP, belanja modal dapat dikategorikan ke dalam 5 (lima) kategori utama, yaitu:
1. Belanja Tanah
Belanja tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembelian/pembebasan, penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Peralatan dan Mesin
Belanja peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan
(26)
21
dan mesin, serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Gedung dan Bangunan
Belanja modal gedung dan bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
4. Belanja Jalan, Irigasi, dan Jaringan
Belanja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja aset tetap lainnya
Belanja aset tetap lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan ke dalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan. Termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontra sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
(27)
22
2.1.3.3Rasio Belanja Modal
Menurut Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (2012:53) salah satu ukuran kualitas belanja yang baik adalah dengan semakin besarnya porsi belanja modal sebagai bagian dari total belanja daerah. Belanja modal yang besar diharapkan akan memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan ekonomi di daerah dan pada akhirnya akan meningkatkan potensi-potensi penerimaan daerah yang baru. Semakin besarnya rasio belanja modal terhadap keseluruhan belanja, maka kemampuan keuangan daerah untuk mengalokasikan porsi belanjanya pada belanja modal semakin besar.
Menurut DJPK (2012:55) cara menghitung rasio belanja modal sebagai berikut:
Rasio Belanja Modal =Total Belanja DaerahBelanja Modal
2.2 Kerangka Pemikiran
2.2.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Menurut Sugianto (2007:2) sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, pembiayaan pemerintahan dan pembangunan yang berasal dari pendapatan asli daerah, khususnya yang bersumber dari pajak daerah perlu ditingkatkan sehingga kemandirian daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat terwujud.
(28)
23
Menurut Abdul Halim (2008:233) semakin tinggi rasio kemandirian keuangan, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama PAD.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Renny Nurainy, dkk (2013), Pendapatan asli daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah. Hal ini disebabkan kemandirian dalam APBD sangat terkait dengan pendapatan asli daerah. Semakin besar sumber pendapatan dari potensi daerah, bukan dari bantuan, maka daerah semakin leluasa mengakomodasikan kepentingan masyarakatnya tanpa muatan pemerintah pusat yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah.
Hasil penelitian yang sama ditunjukkan oleh Afrizal Tahar & Maulida Zakhiya (2011) PAD berpengaruh positif terhadap kemandirian daerah. PAD yang besar akan menyebabkan kemandirian daerah juga semakin besar.
2.2.2 Pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal
Proses pengeluaran dana modal dalam pemerintah dikenal dengan istilah belanja modal/pembangunan (Halim dan Subiyanto, 2008:4).
Menurut Abdul Halim (2008:233) rasio kemandirian menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Havid Sularso (2011), kemandirian keuangan berpengaruh terhadap alokasi belanja modal. Besar kecilnya alokasi belanja modal yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dipengaruhi oleh kinerja keuangan daerah, khususnya rasio kemandirian keuangan. Kemandirian
(29)
24
keuangan yang tinggi menunjukkan kemampuan keuangan daerah menjadi lebih tinggi, sehingga memungkinkan untuk mengalokasikan belanja modal lebih besar. Hasil penelitian yang sama ditunjukkan oleh Muhammad Miftah Falah (2014) menyatakan bahwa rasio kemandirian keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap alokasi belanja modal. Jika kemandirian keuangan daerah meningkat maka alokasi belanja modal juga meningkat.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat dibuat paradigma penelitian sebagai berikut:
(Sugianto, 2007:2) (Abdul Halim, 2008:233) (Abdul Halim, 2008:233) (Havid Sularso: 2011)
(Renny Nur’ainy: 2013) (Miftah Falah, 2014) (Afrizal Tahar: 2011)
Gambar 2.1 Paradigma Penelitian
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2014:64) menjelaskan definisi hipotesis sebagai berikut:
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik”.
Kemandirian Keuangan Daerah Abdul Halim (2008:232) Dwirandra dalam Abdul Halim (2001:167) Belanja Modal Halim dan Kusufi
(2012:107) Nordiawan &
Ayuningtyas (2014:179) PAD
Halim dan Kusufi (2012:101) Deddi Nordiawan,
(30)
25
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka penulis mencoba merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian sebagai berikut:
H1 = Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
(31)
26 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Menurut Sugiyono (2014:2) menjelaskan definisi metode penelitian adalah sebagai berikut:
“Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.
Metode penelitian yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Dengan menggunakan metode penelitian akan diketahui hubungan signifikansi antara variabel yang diteliti sehingga kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Menurut Sugiyono (2014:147) mendefinisikan metode deskriptif adalah sebagai berikut:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.
Menurut Mashuri dalam Umi Narimawati (2010:29) menjelaskan definisi metode verifikatif sebagai berikut:
“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.
(32)
27
Menurut Sugiyono (2014:8), menjelaskan pengertian metode penelitian kuantitatif adalah sebagai berikut:
“Metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sample tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dijelaskan bahwa metode deskriptif dan verifikatif bertujuan untuk menganalisis data angka untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.
Peneliti menggunakan metode tersebut, karena penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan dengan jelas bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kemandirian keuangan daerah dan implikasinya terhadap belanja modal. Sedangkan, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuatitatif, karena data pendapatan asli daerah, kemandirian keuangan daerah dan belanja modal yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif.
Dalam melaksanakan penelitian, seorang peneliti harus dapat menentukan objek penelitiannya. Ini dimaksudkan agar setiap penelitian yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik dan benar serta fokus terhadap permasalahan yang terjadi atas objek penelitian.
(33)
28
Menurut Husein Umar (2005:303), menjelaskan pengertian objek penelitian adalah sebagai berikut:
“Objek penelitian menjelaskan tentang apa dan atau siapa yang menjadi objek penelitian. Juga dimana dan kapan penelitian dilakukan. Bisa juga ditambahkan hal-hal lain jika perlu”.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa objek penelitian adalah tentang apa, siapa, dimana dan kapan yang harus peneliti tentukan sebagai sasaran untuk dilakukannya penelitian. Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah pendapatan asli daerah, kemandirian keuangan daerah, dan belanja modal.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.
Dan unit observasi dalam penelitian ini berupa Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.
3.2 Operasionalisasi Variabel
Menurut Sugiyono (2014:38) menjelaskan definisi dari operasionalisasi variabel adalah sebagai berikut:
“Operasionalisasi variabel adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
(34)
29
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa operasionalisasi variabel diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian hipotesis dapat dilakukan secara benar sesuai dengan judul penelitian. Maka terdapat dua variabel yang akan diukur, yaitu:
1. Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2014:39) mengemukakan pengertian variabel independen (bebas) adalah sebagai berikut:
“Variabel independen (bebas) merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pendapatan asli daerah (X). Pendapatan asli daerah yaitu pendapatan yang diperoleh daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. Indikator yang digunakan adalah realisasi pendapatan asli daerah.
2. Variabel Intervening
Menurut Sugiyono (2014:39), pengertian variabel intervening adalah sebagai berikut:
“Variabel intervening (penghubung) adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur”.
(35)
30
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel intervening adalah kemandirian keuangan daerah (Y). Kemandirian keuangan daerah yaitu kemampuan pemerintah daerah dalam menggali sumber-sumber pendapatan seperti pajak dan retribusi untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Untuk mengukur kemandirian keuangan daerah dapat diketahui dari pendapatan asli daerah (PAD) dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain, misalnya bantuan pemerintah pusat atau dari pinjaman.
3. Variabel Dependen
Menurut Sugiyono (2014:39), definisi dari variabel dependen (terikat) adalah sebagai berikut:
“Variabel dependen (terikat) merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas”.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah belanja modal (Z). Belanja modal yaitu pengeluaran yang dilakukan pemerintah untuk menambah jumlah aset tetap yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran. Variabel belanja modal dapat diukur dengan belanja modal terhadap keseluruhan belanja.
Peneliti menggunakan skala pengukuran guna menghasilkan data kuantitatif yang akurat dan tepat. Menurut Sugiyono (2014:92) skala pengukuran adalah sebagai berikut:
“Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif”.
(36)
31
Penelitian ini menggunakan skala rasio. Menurut Riduan dan Kuncoro (2012:19), pengertian skala rasio adalah sebagai berikut:
“Ratio scale adalah skala pengukuran yang mempunyai nilai nol mutlak dan
mempunyai jarak yang tidak sama”.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skala rasio adalah angka nol mempunyai makna, sehingga angka nol dalam skala ini diperlukan sebagai dasar dalam perhitungan dan pengukuran terhadap objek yang diteliti.
Dalam hal ini data yang digunakan LHP LKPD Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2012-2014.
Selengkapnya mengenai operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel Penelitian
Variabel Konsep Variabel Indikator Skala
Pendapatan Asli Daerah
(X)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
(Halim dan Kusufi, 2012:101)
1. Pajak Daerah 2.Retribusi Daerah
3. Hasil pengelolaan Kekayaan Milik Daerah yang Dipisahkan
4. Lain-lain PAD yang sah (Halim dan Kusufi, 2012:101)
Rasio
Kemandirian Keuangan
Daerah (Y)
Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. (Halim, 2008:232)
Rasio Kemandirian
=BantuanPendapatan Asli DaerahPusat/Provinsi dan Pinjaman (Halim, 2008:232)
Rasio
Belanja Modal
(Z)
“Belanja modal adalah belanja
yang dilakukan pemerintah yang menghasilkan aktiva
tetap tertentu”.
(Deddi Nordiawan & Ayuningtyas, 2014:179)
Rasio Belanja Modal=Total Belanja DaerahBelanja Modal (DJPK, 2012:55)
(37)
32
3.3 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Sumber Data
Menurut Sugiyono (2014:137), dilihat dari sumber datanya, pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sumber sekunder. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber sekunder.
Menurut Sugiyono (2014:137), definisi dari sumber sekunder adalah sebagai berikut:
“Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen”.
Sedangkan menurut Danang Sunyoto (2013:21), menjelaskan bahwa data sekunder adalah sebagai berikut:
“Data yang bersumber dari catatan yang ada pada perusahaan dan dari sumber lainnya yaitu dengan mengadakan studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku yang ada hubungannya dengan objek penelitian atau dapat dilakukan dengan menggunakan data dari Biro Pusat Statistik”. Penelitian ini menggunakan data sekunder karena data yang dikumpulkan telah diolah oleh pihak ketiga atau pihak lain. Sumber sekunder yang digunakan adalah LHP LKPD Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2012-2014.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Menurut Sugiyono (2014:224) menjelaskan definisi dari teknik pengumpulan data adalah:
“Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”.
(38)
33
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah:
1. Penelitian Lapangan (Field Research)
Dalam penelitian ini, penulis mengambil data-data sekunder yang berasal dari laporan keuangan yang telah diaudit BPK Perwakilan Jawa Barat berupa LHP LKPD Pemerintah Daerah se-Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Pengumpulan data dilakukan dengan membaca literatur-literatur, buku-buku, peraturan perundang-undangan, surat kabar, artikel mengenai hubungan dengan permasalahan yang diteliti dalam penelusuran informasi tambahan mengenai teori maupun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
3. Riset Internet (Online Research)
Pengumpulan data berasal dari situs-situs terkait untuk memperoleh tambahan literatur, jurnal dan data lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
3.4 Populasi, Sampel dan Tempat serta Waktu Penelitian 3.4.1 Populasi
Menurut Sugiyono (2014:80), mengemukakan pengertian populasi sebagai berikut:
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”.
(39)
34
Populasi dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat.
Tabel 3.2
Daftar Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
Sumber: www.bandung.bpk.go.id 2016 3.4.2 Penarikan Sampel
Menurut Toni (2013:27) mendefinisikan sampel adalah sebagai berikut: “Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil/ditentukan berdasarkan karakteristik dan teknik tertentu.”
Dalam penentuan jumlah sampel yang akan diolah dari jumlah populasi, maka harus dilakukan dengan teknik pengambilan sampel yang tepat.
No Pemda Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat
1 Kabupaten Bandung 2 Kota Bandung
3 Kabupaten Bandung Barat 4 Kota Cimahi
5 Kabupaten Sukabumi 6 Kota Sukabumi 7 Kabupaten Garut 8 Kabupaten Ciamis 9 Kabupaten Tasikmalaya 10 Kota Tasikmalaya 11 Kota Banjar
12 Kabupaten Kuningan 13 Kabupaten Majalengka 14 Kabupaten Sumedang 15 Kabupaten Cirebon 16 Kota Cirebon 17 Kabupaten Subang 18 Kabupaten Indramayu 19 Kabupaten Purwakarta 20 Kabupaten Karawang 21 Kabupaten Cianjur 22 Kabupaten Bogor 23 Kota Bogor 24 Kabupaten Bekasi 25 Kota Bekasi 26 Kota Depok
(40)
35
Teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
probability sampling dan nonprobability sampling. Teknik sampling yang
digunakan oleh penulis adalah nonprobability sampling.
Menurut Sugiyono (2014:84) definisi nonprobability sampling adalah: “Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel”.
Jenis nonprobability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampling jenuh atau sering disebut juga sensus.
Menurut Sugiyono (2014:85) pengertian dari sampling jenuh adalah sebagai berikut:
“Teknik penentuan sample bila semua anggota populasi dijadikan sampel, hal ini dilakukan bila jumalah populasi relatif kecil, kurang dari 30, atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel jenuh adalah sensus, dimana semua populasi dijadikan sampel”.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang akan dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh dari populasi yang diambil, yaitu 26 Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat.
3.4.3 Tempat dan Waktu Penelitian 3.4.3.1Tempat Penelitian
Untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti maka peneliti mengadakan penelitan pada BPK RI Perwakilan Provinsi Jawa Barat di Jalan Mochamad Toha Nomor 164 Astanaanyar Bandung, Jawa Barat.
(41)
36
3.4.3.2Waktu Penelitian
Berdasarkan waktu yang telah ditetapkan, penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2016 sampai Agustus 2016. Secara lebih rinci waktu penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 3.3
Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan 2016
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agu
1
Pra Survei: a. Persiapan Judul b. Persiapan Teori c. Pengajuan Judul d. Mencari Perusahaan
2
Usulan Penelitian:
a. Penulisan UP
b. Bimbingan UP
c. Sidang UP
d. Revisi UP
3 Pengumpulan Data 4 Pengolahan Data
5
Penyusunan Sripsi a. Bimbingan Skripsi
b. Sidang Skripsi
c. Revisi Skripsi
d. Pengumpulan Draft
Skripsi
3.5 Metode Pengujian Data
Menurut Umi Narimawati (2010:41), penjelaskan pengertian rancangan penelitian adalah sebagai berikut:
“Rancangan analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain”.
(42)
37
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskripstif dan verifikatif dengan pendekatan kuantitatif. Berikut ini adalah penjelasan mengenai metode analisis deskriptif dan metode analisis verifikatif:
3.5.1 Analisis Deskriptif
Menurut Sugiyono (2014:147) mendefinisikan metode deskriptif adalah sebagai berikut:
“Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi”.
Tujuan dari metode deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran secara faktual, sistematis dan akurat mengenai data yang diperoleh dan diolah. Dalam penelitian ini, metode deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan implikasinya terhadap Belanja Modal.
3.5.2 Analisis Verifikatif
Menurut Masyhuri (2009:45) menjelaskan definisi metode verifikatif sebagai berikut:
“Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan”.
Dalam penelitian ini, metode verifikatif digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan implikasinya terhadap Belanja Modal. Analisis verifikatif yang
(43)
38
digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis jalur (path analysis). Namun sebelum melakukan analisis jalur dilakukan pengujian normalitas data terlebih dahulu. Analisis jalur masuk ke dalam kelompok parametrik, dimana data harus berdistribusi normal. Karena sebaran datanya belum diketahui, sehingga hanya perlu dilakukan uji normalitas data.
a. Uji Normalitas
Menurut Husein Umar (2011:182) mendefinisikan uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak.
Uji normalitas data penelitian ini menggunakan Kolmogorov-smirnov Test. Dengan pengambilan dasar keputusan berdasarkan probabilitas (Asymtotic
Significance), menurut Singgih Santoso (2002:393) yaitu sebagai berikut:
1) Jika probabilitas > 0.05 maka distribusi dari populasi adalah normal 2) Jika probabilitas < 0.05 maka tidak berdistribusi secara normal
Pengujian secara visual dapat juga dilakukan dengan metode gambar normal Probability Plots dalam program SPSS. Dasar pengambilan keputusan sebagai berikut:
1) Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas (Singgih Santoso, 2002:322).
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal, maka dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Singgih Santoso, 2002:322).
(44)
39
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data menurut V. Wiratna (2015:121) mengungkapkan definisi analisis data sebagai berikut:
“Analisis data dapat diartikan sebagai upaya data yang sudah tersedia kemudian diolah dengan statistik dan dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian”.
Dalam penelitian ini metode analisis yang digunakan adalah analisis jalur.
3.6.1 Analisis Jalur (Path Analysis)
Menurut Ating Somantri dan Sambas Ali Muhidin (2006:259) mengemukakan bahwa:
“Analisis jalur (path analysis) digunakan apabila secara teori kita yakin berhadapan dengan masalah yang berhubungan sebab akibat. Tujuannya adalah menerangkan akibat langsung dan tidak langsung seperangkat variabel, sebagai variabel penyebab, terhadap variabel lainnya yang merupakan variabel akibat”.
Menurut Umi Narimawati (2010:48) mengemukakan bahwa analisis jalur sebagai berikut:
“Analisis jalur mengkaji hubungan sebab akibat yang bersifat struktural dari variabel independen terhadap variabel dependen dengan mempertimbangkan keterkaitan antarvariabel independen”.
Analisis jalur (path analysis) digunakan terhadap keterkaitan variabel X dengan Y, dan variabel Y dengan variabel Z menggunakan rancangan analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun model analisis jalur sebagai berikut adalah:
(45)
40
1 2
Gambar 3.1 Model Analisis Jalur
Y =
YXX+
Y
1Z =
ZYY+
Z
2Sumber: Riduwan & Kuncoro (2012:5)
Keterangan:
Z = Belanja Modal
Y = Kemandirian Keuangan Daerah X = Pendapatan Asli Daerah
YX = Koefisien jalur pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
ZY = Koefisien jalur pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal
= Pengaruh faktor lain
Adapun langkah-langkah menguji path analysis adalah sebagai berikut:
1) Analisis Korelasi
Menurut Sujana dalam Umi Narimawati (2010:49), pengujian korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya hubungan antara variabel x dan y, dengan menggunakan pendekatan koefisien korelasi. Analisis korelasi pearson digunakan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas (independent)
X Y Z
(46)
41
dengan variabel terikat (dependent). Pengujiannya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
� = n ∑ � � − ∑ � ∑ �
√{� ∑ �2 − ∑ � 2}{� ∑ ��2 − ∑ �� 2}
Sumber: Umi Narimawati (2010:49)
Dimana: -1 ≤ r ≤ 1 r = Koefisien Korelasi X = Pendapatan Asli Daerah
Y = Kemandirian Keuangan Daerah n = Jumlah Sampel
Besarnya koefisien korelasi adalah -1 ≤ r ≤ 1: 1. Apabila (-) berarti terdapat hubungan negatif. 2. Apabila (+) berarti terdapat hubungan positif.
Interprestasi dari nilai koefisien korelasi:
1) Kalau r = -1 atau mendekati -1, maka hubungan antara kedua variabel kuat dan mempunyai hubungan yang berlawanan (jika X naik maka Y turun atau sebaliknya).
2) Kalau r = +1 atau mendekati +1, maka hubungan yang kuat antara variabel X dan variabel Y dan hubungannya searah (jika X naik maka Y naik atau sebaliknya).
Ketentuan untuk melihat tingkat keeratan korelasi digunakan acuan pada Tabel 3.4:
Tabel 3.4
Tingkat Keeratan Korelasi 0 – 0,20 Sangat rendah (hampir tidak ada hubungan) 0,21 – 0,40 Korelasi yang lemah
0,41 – 0,60 Korelasi Sedang 0,61 – 0,80 Cukup Tinggi 0,81 - 1 Korelasi Tinggi
(47)
42
2) Analisis Determinasi
Analisis Koefisiensi Determinasi (KD) digunakan untuk melihat seberapa besar variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y) yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya koefisien determinasi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
�� = �2× %
Sumber: Umi Narimawati (2010:50)
Dimana:
Kd = Koefisien determinasi r = Koefisien korelasi
3.6.2 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini yang akan diuji adalah pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah, pengaruh Kemandirian Keuangan Daerah terhadap Belanja Modal. Dengan memperhatikan karakteristik variabel yang akan diuji, maka uji statistik yang akan digunakan adalah melalui perhitungan path analisis. Untuk mengetahui signifikansi dari hasil penelitian maka perlu dilakukan dengan Uji t (Uji Parsial). Uji t yaitu suatu uji untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Dearah dan Implikasinya terhadap Belanja Modal. Melakukan uji-t, untuk menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat hipotesis sebagai berikut: 1. Rumus uji t yang digunakan adalah:
t
hit = �√
n − k −√
− �(48)
43
Keterangan:
r = koefisien korelasi
n = jumlah sampel (n-k-1=dk, derajat kebebasan)
Ditentukan dengan 5% dari derajat bebas (dk) = n – k – l, untuk menentukan tabel sebagai batas daerah penerimaan dan penolakan hipotesis. Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0,05 atau 5% karena dinilai cukup untuk mewakili hubungan variabel–variabel yang diteliti dan merupakan tingkat signifikasi yang umum digunakan dalam suatu penelitian.
2. Menetapkan Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan hipotesis penelitian, maka peneliti menetapkan dua hipotesis yang digunakan untuk uji statistiknya, dengan perumusan sebagai berikut:
a. H0 : yx = 0 Pendapatan Asli Daerah tidak berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
Ha : yx ≠ 0 Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Kemandirian Keuangan Daerah
b. H0 : zy = 0 Kemandirian Keuangan Daerah tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal
Ha : zy ≠ 0 Kemandirian Keuangan Daerah berpengaruh terhadap Belanja Modal
3. Kriteria Pengujian
Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis yaitu sebagai berikut:
a. Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya antara variabel X dan variabel Y ada pengaruhnya.
(49)
44
b. Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya antara variabel X dan variabel Y tidak ada pengaruhnya.
c. Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima artinya antara variabel Y dan variabel Z ada pengaruhnya.
d. Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya antara variabel Y dan variabel Z tidak ada pengaruhnya.
Gambar 3.2
(50)
68 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan implikasinya terhadap Belanja Modal, pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014, maka penulis menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014. Jika pendapatan asli daerah yang diperoleh pemerintah daerah meningkat maka kemandirian keuangan daerah akan mengalami peningkatan. Namun ketergantungan daerah terhadap transfer pusat terjadi karena kurangnya pemda dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, serta pemda kehilangan banyak aset penyumbang PAD yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan kurang maksimalnya pemda dalam menggali potensi daerah, dll.
2. Kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014. Jika kemandirian keuangan daerah naik maka belanja modal pun akan ikut naik. Belanja modal turun karena komponen
(51)
69
belanja modal seperti belanja tanah, belanja gedung dan bangunan, serta belanja jalan, irigasi dan jaringan mengalami penurunan yang terkendala pembebasan lahan dan pemerintah daerah lebih banyak mengalokasikan dana APBD untuk belanja pegawai.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:
5.2.1 Saran Operasional
Adapun saran praktis yang penulis sampaikan yaitu untuk Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat, antara lain:
1. Agar pendapatan asli daerah dalam menentukan kemandirian keuangan daerah pada pemerintah daerah kabupaten dan kota optimal, maka sebaiknya pemda tersebut perlu melakukan langkah progresif berupa strategi-strategi maupun upaya-upaya dalam menggali dan memaksimalkan potensi yang dimiliki daerah dalam meningkatkan penerimaan hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. Seperti meningkatkan pengawasan dan pengendalian PAD, intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, serta meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tolak ukur dari kemandiriran keuangan suatu pemerintah daerah. Sehingga ketika pendapatan asli daerah
(52)
70
meningkat ini menunjukkan bahwa kemampuan kemandirian keuangan suatu daerah semakin baik.
2. Agar kemandirian keuangan daerah dalam menentukan belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota optimal, maka sebaiknya pemda tersebut mengoptimalkan PAD agar tingkat kemandirian keuangan daerah semakin baik sehingga pemerintah daerah bisa meningkatkan alokasi belanja modal. Sebab dengan meningkatnya alokasi belanja modal akan semakin meningkatkan investasi yang nantinya akan meningkatkan produktivitas masyarakat, sehingga akan kembali pada meningkatnya pendapatan daerah. Disamping itu dengan meningkatnya anggaran untuk belanja modal maka dapat menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana umum agar tercapainya kesejahteraan masyarakat. Selain itu, agar dalam menentukan belanja modal optimal, sebaiknya pemerintah pusat dan daerah lebih meningkatkan pengawasan dan pengendalian struktur belanja pemerintah daerah. Dan sebaiknya kebijakan pengangkatan pegawai negeri sipil daerah perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan prioritas dan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sehingga tidak menjadi beban belanja APBD.
5.2.2 Saran Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori akuntansi keuangan daerah terkait pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kemandirian
(53)
71
keuangan daerah dan implikasinya pada belanja modal serta sebagai masukan dan tambahan referensi bagi para pembaca.
2. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti selanjutnya, karena masih banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh di luar model penelitian, diharapkan dapat menggunakan variabel-variabel lain di luar variabel ini. Disarankan mengambil populasi dan sampel yang berbeda agar diperoleh kesimpulan yang mendukung teori dan konsep diterima secara umum.
(54)
(1)
b. Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak artinya antara variabel X dan variabel Y tidak ada pengaruhnya.
c. Jika thitung ≥ ttabel maka H0 ada di daerah penolakan, berarti Ha diterima
artinya antara variabel Y dan variabel Z ada pengaruhnya.
d. Jika thitung ≤ ttabel maka H0 ada di daerah penerimaan, berarti Ha ditolak
artinya antara variabel Y dan variabel Z tidak ada pengaruhnya.
Gambar 3.2
(2)
68
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan pada bab sebelumnya mengenai pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Kemandirian Keuangan Daerah dan implikasinya terhadap Belanja Modal, pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014, maka penulis menarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
1. Pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan terhadap kemandirian keuangan daerah pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014. Jika pendapatan asli daerah yang diperoleh pemerintah daerah meningkat maka kemandirian keuangan daerah akan mengalami peningkatan. Namun ketergantungan daerah terhadap transfer pusat terjadi karena kurangnya pemda dalam mengoptimalkan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah, serta pemda kehilangan banyak aset penyumbang PAD yang berasal dari hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan, dan kurang maksimalnya pemda dalam menggali potensi daerah, dll.
2. Kemandirian keuangan daerah berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Jawa Barat tahun anggaran 2012-2014. Jika kemandirian keuangan daerah naik maka belanja modal pun akan ikut naik. Belanja modal turun karena komponen
(3)
belanja modal seperti belanja tanah, belanja gedung dan bangunan, serta belanja jalan, irigasi dan jaringan mengalami penurunan yang terkendala pembebasan lahan dan pemerintah daerah lebih banyak mengalokasikan dana APBD untuk belanja pegawai.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah dibuat, maka penulis mengajukan saran-saran sebagai berikut:
5.2.1 Saran Operasional
Adapun saran praktis yang penulis sampaikan yaitu untuk Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat, antara lain:
1. Agar pendapatan asli daerah dalam menentukan kemandirian keuangan daerah pada pemerintah daerah kabupaten dan kota optimal, maka sebaiknya pemda tersebut perlu melakukan langkah progresif berupa strategi-strategi maupun upaya-upaya dalam menggali dan memaksimalkan potensi yang dimiliki daerah dalam meningkatkan penerimaan hasil pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain-lain yang sah. Seperti meningkatkan pengawasan dan pengendalian PAD, intensifikasi dan ekstensifikasi pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, serta meningkatkan kinerja Badan Usaha Milik Daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tolak ukur dari kemandiriran keuangan suatu pemerintah daerah. Sehingga ketika pendapatan asli daerah
(4)
meningkat ini menunjukkan bahwa kemampuan kemandirian keuangan suatu daerah semakin baik.
2. Agar kemandirian keuangan daerah dalam menentukan belanja modal pada pemerintah daerah Kabupaten dan Kota optimal, maka sebaiknya pemda tersebut mengoptimalkan PAD agar tingkat kemandirian keuangan daerah semakin baik sehingga pemerintah daerah bisa meningkatkan alokasi belanja modal. Sebab dengan meningkatnya alokasi belanja modal akan semakin meningkatkan investasi yang nantinya akan meningkatkan produktivitas masyarakat, sehingga akan kembali pada meningkatnya pendapatan daerah. Disamping itu dengan meningkatnya anggaran untuk belanja modal maka dapat menyediakan fasilitas, sarana dan prasarana umum agar tercapainya kesejahteraan masyarakat. Selain itu, agar dalam menentukan belanja modal optimal, sebaiknya pemerintah pusat dan daerah lebih meningkatkan pengawasan dan pengendalian struktur belanja pemerintah daerah. Dan sebaiknya kebijakan pengangkatan pegawai negeri sipil daerah perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan prioritas dan memperhatikan kemampuan keuangan daerah sehingga tidak menjadi beban belanja APBD.
5.2.2 Saran Akademis
1. Bagi Pengembangan Ilmu
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah teori akuntansi keuangan daerah terkait pengaruh pendapatan asli daerah terhadap kemandirian
(5)
keuangan daerah dan implikasinya pada belanja modal serta sebagai masukan dan tambahan referensi bagi para pembaca.
2. Bagi Peneliti Lain
Bagi peneliti selanjutnya, karena masih banyak faktor-faktor lain yang berpengaruh di luar model penelitian, diharapkan dapat menggunakan variabel-variabel lain di luar variabel ini. Disarankan mengambil populasi dan sampel yang berbeda agar diperoleh kesimpulan yang mendukung teori dan konsep diterima secara umum.
(6)