Perancangan Informasi Gangguan Sosial Dan Perilaku Anak Disleksia Melalui Ilustrasi

(1)

Laporan Pengantar Tugas Akhir

PERANCANGAN INFORMASI GANGGUAN SOSIAL EMOSI DAN PERILAKU ANAK DISLEKSIA MELALUI ILUSTRASI

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2014/2015

Oleh:

Mochammad Yogie Yanuari 51911141

Program Studi Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

(3)

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Puji syukur penulis panjatkan atas hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pengantar tugas akhir yang berjudul “Perancangan Informasi Gangguan Sosial Emosi dan perilaku Anak Disleksia melalui Ilustrasi” ini tepat pada waktunya. Perancangan media ini dibuat dengan tujuan agar penulis dapat mencoba menyelesaikan sebuah permasalahan yang nyata melalui bidang yang penulis tekuni dan dapat benar-benar bermanfaat bagi subjek yang diteliti..

Penulis pun ingin mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia, Prof. Dr. Primadi Tabrani selaku Dekan Fakultas Desain, M. Syahril Iskandar, M.Ds selaku ketua program Studi DKV. Secara khusus penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing yakni Egi Anwari, M.Ds, M.Sn kemudian Purboyo Solek, dr., SpA(K) selaku ketua tim dokter LKP Indigrow dan Kristiantini Dewi, dr., SpA selaku ketua asosiasi disleksia Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan tugas akhir ini.

Terakhir ucapan terimakasih ini juga penulis tujukan kepada keluarga yakni ayah dan ibu yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan. Tidak lupa sahabat, rekan-rekan seangkatan DKV1 serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan secara keseluruhan atas segala bentuk kebaikannya semoga selalu diberikan kemudahan jalan dalam setiap tantangan.

Bandung, Agustus 2015


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ORSINILITAS ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Rumusan Masalah ... 3

1.4 Batasan Masalah ... 3

1.5 Tujuan Perancangan ... 4

BAB II ... 5

GANGGUAN SOSIAL EMOSI PADA ANAK DISLEKSIA ... 5

2.1 Landasan Teori ... 5

2.1.1 Gangguan sosial emosi ... 5

2.1.2 Disleksia ... 6

2.2 Objek Penelitian ... 6

2.2.1 Anak Penyandang Disleksia ... 6

2.2.2 Karakteristik Anak Disleksia ... 7

2.2.3 Faktor Penyebab Disleksia ... 10

2.3 Analisis Hasil Survei ... 11

2.3.1 Kematangan Emosi ... 12

2.3.2 Masalah perilaku yang muncul pada Anak Disleksia ... 14

2.3.3 Apa yang dapat dilakukan orangtua? ... 15

2.4 Target Audiens ... 16

2.5 Solusi Perancangan ... 17


(6)

BAB III ... 19

STRATEGI PERANCANGAN ... 19

3.1 Strategi Perancangan ... 19

3.1.1 Tujuan Komunikasi ... 19

3.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 20

3. 1.3 Materi Pesan ... 20

3. 1.4 Gaya Bahasa ... 21

3. 1.5 Khalayak Sasaran Perancangan ... 21

3. 1.6 Strategi Kreatif ... 21

3. 1.7 Strategi Media. ... 22

3. 1.8 Strategi Distribusi dan waktu Penyebaran Media ... 24

3. 2. Konsep Visual ... 24

3. 2.1 Format Desain ... 24

3. 2.2 Tata Letak ... 25

3. 2.3 Tipografi ... 26

3. 2.4 Ilustrasi ... 27

3. 2.5 Warna ... 29

BAB IV ... 31

4.1 Media Utama ... 31

4.1.1 Teknik Produksi ... 31

4.2 Media Pendukung ... 36

4.2.1 Poster ... 36

4.2.2 Stiker ... 37

4.2.3 Kaos ... 37

4.2.3 Tote Bag ... 38

4.2.3 Gelas ... 39

4.2.3 Gantungan Kunci ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ...


(7)

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Dalam hidup manusia, pasti akan selalu terjadi sesuatu dalam perkembangannya. Setiap manusia akan mengalami, menikmati dan merasakan setiap hal yang memang sudah menjadi garis nasibnya. Terkadang baik dan menyenangkan, namun tidak jarang akan menemui sesuatu yang tidak mengenakan. Dalam proses perkembangannya tersebut, manusia pasti tidak pernah terlepas dari masalah psikologis yang mendera hidupnya. Dalam masa perkembangan tersebut, setiap manusia akan selalu mengalami sesuatu secara psikologis yang hanya dia sendiri yang bisa merasakannya. Itulah pengalaman pribadi dan juga bisa menjadi masalah pribadi apabila hal itu tidak mengenakan.

Melihat dari fenomena banyak anak-anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada dasarnya kesulitan belajar tidak hanya dialami oleh siswa yang berkemampuan rendah saja, tetapi juga dialami oleh siswa berkemampuan tinggi. selain itu, kesulitan belajar juga dapat dialami oleh siswa yang berkemampuan rata-rata (normal) disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menghambat tercapainya kinerja akademik sesuai dengan harapan. Dalam referensi lain juga dijelaskan mengenai pengertian kesulitan belajar. Kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan–hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.

Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor intelegensi yang rendah (kelain mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oelh faktor–faktor non – intelegensi. Dengan demkian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar, karena itu dalam rangka memberikan bimbingan yang tepat kepada setiap anak maka para orangtua perlu memahami masalah–masalah yang berhubungan dengan kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang anak biasanya tampak jelas dari nenurunnya kinerja akademik atau belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan denga munculnya kelainan prilaku siswa seperti kesukaan


(8)

berteriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah dan sering mangkir dari sekolah. Hasil belajar yang dicapai oleh para anak dipengaruhi oleh dua faktor utama, yakni faktor yang terdapat dalam diri anak itu sendiri yang disebut faktor internal, dan yang terdapat diluar diri anak itu sendiri yang disebut dengan eksternal.

Jaman dulu anak tidak bisa membaca disebut anak bodoh. yang suka berhayal disebut anak ngawur. Hari ini manusia kian pandai memilah mana yang bodoh karena tak belajar, atau pintar tapi tak bisa mengungkapkan secara verbal ataupun lisan.

Namun, ada salah satu masalah yang menyebabkan seseorang tidak dapat membaca, hal itu kerana individu tersebut mengalami gangguan membaca atau lebih dikenal dengan sebutan disleksia, meskipun memiliki IQ antara 90 dan 110 dan kecerdasan di atas rata-rata anak-anak normal.

Belajar membaca merupakan pelajaran yang sulit dilakukan anak-anak disleksia. Hal itu karena membaca merupakan kegiatan yang melibatkan kemampuan visual-auditori mereka secara bersamaan, seperti kemampuan memberikan makna simbol-simbol yang ada, yaitu huruf dan kata. Memang, secara karakteristik, anak disleksia kerap bingung membedakan antara arah kanan dan kiri sehingga hal itu akan memengaruhi mereka membedakan huruf yang terlihat mirip seperti p, q, b, d. Mereka juga kerap merasakan terbolik-balik melihat huruf yang bentuknya mirip seperti 12 menjadi 21 atau kata "kaki" menjadi "kika".

Disamping itu anak-anak yang disleksia juga mempunyai masalah yang berhubungan dengan sosial, emosi dan perilaku. Masalah sosial emosi dan masalah perilaku pada anak-anak disleksia yang tidak kalah menonjol dari masalah utamanya dibidang bahasa atau akademis. Oleh karena itu pemahaman yang lebih baik tentang masalah social emosi dan perilaku pada anak-anak disleksia ini sangat penting diketahui olah orang tua yang mendidik.


(9)

Masalah sosial emosi ini bisa ringan saja namun bisa juga merupakan gangguan yang cukup berat sampai “mengaburkan” atau menutupi masalah utamanya yaitu kesulitan belajar spesifik. Bahkan belum semua orang memahami bahwa masalah sosial emosi ini berpangkal dari kesulitan belajar spesifiknya itu sendiri. Hal ini dikarenakan adanya “keterbatasan” untuk memahami aturan atau kaidah sosial.

Tidak sedikit ditemukan kasus dimana anak disleksia nampak “seenaknya saja” dalam pergaulan sosialnya, mereka mungkin bicara dengan nada yang keras pada situasi dimana dituntut untuk bicara pelan. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan anak-anak yang nampak sulit sekali memahami aturan sosial, sulit memahami bahasa tubuh dan postur tubuh lawan bicaranya, sulit menempatkan diri dan bersikap sesuai dengan karakteristik lingkungan dan lawan bicaranya.

I.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disusun diatas, dapat ditarik beberapa permasalahan yang timbul, antara lain:

1. Kesulitan belajar spesifik dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku pada anak.

2. Masalah perilaku yang berhubungan dengan kematangan sosial emosi dan keterampilan berinteraksi sosial ini seringkali menjadi pemicu stress bagi orang tua.

3. Keterampilan bersosialisasi pada anak disleksia harus dipelajari dan dilatih hingga terampil.

I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan Identifikasi yang ada, rumusan masalah yang akan dibahas mengenai Bagaimana memberikan informasi untuk memudahkan para orangtua dalam memahami masalah sosial emosi dan perilaku anak disleksia.


(10)

I.4 Batasan Masalah

Agar Perancangan Informasi ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka masalah akan difokuskan pada informasi mengenai gangguan sosial emosi dan perilaku yang dialami anak disleksia sehingga tepat sasaran pada orang tua yang membesarkan anak-anak penyandang disleksia di Bandung.

I.5 Tujuan Perancangan

Tujuan perancangan ini yaitu untuk meningkatkan kesadaran orang tua supaya lebih tanggap dalam memahami permasalahan sosial emosi dan perilaku pada anak disleksia.

1.6 Manfaat Perancangan

Diharapkan dapat memberikan manfaat bagi orang tua sebagai acuan untuk meminimalisir masalah prilaku yang diakibatkan gangguan social emosi pada anak disleksia.


(11)

BAB II

GANGGUAN SOSIAL EMOSI PADA ANAK DISLEKSIA II.1 Landasan Teori

II.1.1 Gangguan Sosial Emosi

Gangguan adalah suatu kondisi yang menyebabkan ketidak mampuan pada seseorang yang memiliki masalah dalam menguasai keterampilan dan menunjukan kekurangan dalam berhubungan dengan orang lain.

Sosial adalah segala bentuk prilaku yang berkenaan dengan masyarakat. Sedangkan emosi merupakan suatu respon dari perasaan yang bisa muncul pada saat situasi tertentu.

Jadi gangguan sosial emosi adalah adalah ketidakmampuan seseorang yang ditandai dengan merespon perilaku dan emosional dalam kondisi tertentu yang bisa berdampak buruk pada diri dan lingkungannya. (Duffy, 2002)

Gangguan-gangguan sosial dan emosi yang muncul seringkali berangkat dari pola-pola emosi yang dikenal baik itu emosi positif maupun emosi negatif. Seperti misalnya emosi negatif berupa marah atau menangis, anak perlu dikenalkan dengan ekspresi marah dan menangis namun ketika emosi tersebut diungkapkan dalam suatu perilaku yang muncul secara berlebihan sehingga menjadi tantrum misalnya, maka hal itu disebut sebagai sesuatu yang mengalami gangguan dan perkembangan emosional, dan ketika perilaku emosi yang muncul itu melibatkan interaksi sosial mereka dengan orang lain, maka hal tersebut dapat dikatakan menjadi gangguan sosial.

Kebanyakan masalah sosial dan emosi dianggap sebagai hasil faktor lingkungan, seperti penyiksaan terhadap anak, pengasuhan yang tidak konsisten, kondisi hidup yang penuh tekanan, lingkungan yang penuh dengan kekerasan.


(12)

II.1.2 Disleksia.

Secara bahasa, kata disleksia berasal dari bahasa yunani yakni "dys" yang memiliki

arti sebagai bentuk kesulitan, kemudian "lexis" atau kata-kata termasuk didalamnya

huruf dan angka. Sebagian ahli mendefinisikan disleksia sebagai suatu kondisi pemprosesan input atau masukan informasi yang berbeda dari anak normal yang seringkali ditandai dengan kesulitan dalam membaca, sehingga dapat mempengaruhi area kognisi seperti daya ingat, kecepatan pemprosesan input, kemampuan pengaturan waktu, aspek koordinasi dan pengendalian gerak (Shaywitz, 2008, h.453).

II.2 Objek Penelitian

II.2.1 Anak Penyandang Disleksia

Disleksia mengacu pada anak- anak yang memiliki ketrampilan yang buruk dalam

mengenali kata- kata dan memehami bacaan. Disleksia diperkirakan mempengaruhi

4%-17% dari anak- anak usia sekolah (APA, 2000). Anak- anak yang menderita

dyslexia membaca dengan lambat dan kesulitan dan mereka mengubah,

menghilangkan atau mengganti kata-kata ketika membaca dengan keras. Meraka

memiliki kesulitan menguraikan huruf- huruf dan kombinasinya serta mengalami

kesulitan menerjemah kannya menjadi suara yang tepat.

Sayangnya, masalah demikian ini jarang diketahui dengan segera. Anak yang mengalami kesulitan belajar mungkin tertinggal pelajaran sekolahnya, atau

menghadapi masalah- maslah emosional atau perilaku sebelum oranglain menyadari

bahwa masalah itu ada.

Berdasarkan hasil definisi yang telah dipaparkan, anak-anak yang mengalami

gangguan disleksia tidak dapat dikategorikan sebagai anak keterbelakagan mental. Dijelaskan bahwa sebelum menandai seorang anak merupakan kelompok resiko disleksia, harus dapat dipastikan bahwa level kognisi anak tersebut berada dalam

rentang normal atau diatas rata-rata (Solek, 2013, h.42).

Hingga saat ini para ahli neurologis belum dapat mengetahui fungsi otak manusia secara keseluruhan, baru beberapa bagian saja yang sudah dapat dikenali fungsinya


(13)

secara pasti dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Himesfera pada otak manusia terdiri dari dua bagian yakni himesfera kiri dan himesfera kanan, kedua bagian itu terhubung oleh saraf penghubung. Pada himesfera bagian kiri, kegiatan otak didominasi oleh kegiatan yang bersifat verbal, logical, and controling half, sedangkan untuk himesfera kanan kegiatan otak lebih didominasi oleh kegiatan yang bersifat

non-verbal, practical, and intuitive, kemudian kawasan wrenickle dan kawasan broca

menjadi bagian utama saat seseorang melakukan pemrosesan bahasa (Devaraj, 2006, h.34).

Gambar II.1 Himesfera Otak Manusia Tampak Samping Sumber: Buku “Apakah Itu Disleksia?”

II.2.2 Karakteristik Anak Disleksia

Kebanyakan anak-anak disleksia tidak dapat mengimbangi daya ingat akan huruf dengan perkataan dan menghadapi masalah dalam mnegingat bentuk huruf, bunyi huruf, dan gabungan kata. Beberapa huruf yang sering menjadi masalah bagi mereka adalah huruf b dan d, dan kata - kata lain yang hampir sama ejaannya (Jamila K. A. Muhammad, 2008, h.142).

Jamila K. A. Muhammad (2008, h.142) menyatakan ciri - ciri anak-anak disleksia, sebagai berikut:

1. Umum

Secara umum, anak yang mengalami kesulitan membaca dapat digambarkan bahwa perkembangan penuturan dan bahasa lambat, kemampuan mengeja


(14)

lemah, kemampuan membaca lemah, keliru membedakan kata yang hampir sama, sulit mengikuti arahan, sulit dalam menyalin tulisan, sulit melewati jalan yang memiliki banyak belokan.

2. Pengamatan dan tingkah laku

Ciri -ciri yang terlihat pada anak berkesulitan menulis juga dapat diamati dari tingkah laku yang ada, seperti halnya salah jika menentukan arah, bingung untuk menentukan waktu, sering merasa tertekan, sering salah dalam memakaikan sepatu pada kaki yang benar, kemampuan untuk mandiri yang rendah.

3. Koordinasi antara pandangan dengan penglihatan

Secara fisik, karakteristik yang muncul pada anak berkesulitan membaca dapat diamati berdasarkan koordinasi antara pandangan dengan penglihatan diantaranya sulit mengeja dengan benar, sering melupakan huruf yang ada pada awal kata, sering menambah huruf pada akhir kata, bermasalah dalam penyusunan huruf, sulit dalam memahami perkataan, daya ingat lemah, sulit membuat abstraksi terhadap suatu kata.

4. Kemampuan motoric

Karakteristik anak berkesulitan belajar, secara motorik dapat diamati dengan adanya koordinasi yang lemah, selalu menggerakkan tangan dengan terlampau cepat, lambat dalam menulis, tulisan buruk dan sulit dibaca, sulit memegang pensil dengan benar, kesulitan dalam menggunakan gunting, sulit menjaga keseimbangan badan, sulit untuk menendang dengan benar, sulit untuk menaiki tangga dengan benar.

Berdasarkan beberapa uraian tersebut dapat di simpulkan bahwa perilaku atau karakteristik anak yang mengalami disleksia dapat diamati secara nyata yang terlihat pada motoriknya, koordinasi penglihatan dan pengamatan tingkah laku dalam kemampuan menulis mengalami hambatan dalam proses menulis yang sedang dilakukannya.


(15)

a. Melakukan penambahan dalam suku kata (addition), misalnya “batu”

menjadi “baltu”.

b. Menghilangkan huruf dalam suku kata (omission), misalnya “masak”

menjadi “masa”.

c. Membalikan huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik kiri kanan

(inversion/mirroring), misalnya “dadu” menjadi “babu”.

d. Membalikan bentuk huruf, kata, atau angka dengan arah terbalik atas

bawah (reversal)misalnya “papa” menjadi “qaqa”.

e. Mengganti huruf atau angka (substitution) misalnya “lupa” menjadi

“luga”, “3” menjadi “8”.

Gambar II.2 Contoh cara pembelajaran anak disleksia Sumber: Data Pribadi (2015)

Gambar II.3 Contoh cara pembelajaran anak disleksia 2 Sumber: Data Pribadi (2015)


(16)

Gambar II.4 Contoh gambar dan tulisan anak disleksia Sumber: Data Pribadi (2015)

Gambar II.4 Contoh gambar dan tulisan anak disleksia Sumber: Data Pribadi (2015)


(17)

Gambar II.5 Kegiatan dan suasana ruangan Kelas Anak Disleksia Sumber: Data Pribadi (2015)

II.2.3 Faktor Penyebab Disleksia

Penyebab disleksia dilihat dari konteks biologis, faktor-faktornya sebagai berikut: a. Faktor genetik atau keturunan

b. Masalah dalam migrasi neuron/ saraf, penelitian oleh Simos menunjukkan bahwa anak disleksia memiliki pola aktivitas yang berbeda dengan anak normal, anak normal menggunakan hemisfer kiri sedangkan anak disleksia hemisfer kanan.

c. Gangguan fungsi pada otak. Gangguan fungsi pada otak diyakini dapat menyebabkan disleksia. Para peneliti bersepakat bahwa permasalahan disleksia ini bisa dilacak melalui perbedaan-perbedaan pada struktur, kimiawi dan fungsi dari otak. Selain itu bukti-bukti mengarah pada ketidakmampuan otak memproses invormasi visual.

d. Terganggunya pemrosesan fonologis. Yaitu ketidakmampuan untuk membuat korelasi antara bentuk tertulis dari sebuah kata dan bunyi pengucapan kata tersebut ketika diucapkan. Dalam kata lain, mereka bisa menangkap kata-kata


(18)

tersebut melelui indera pendengarannya, tetapi ketika di minta untuk menuliskannya di selembar kertas mereka mengalami kebingungan.

II.3 Analisa Hasil Survei

Berdasarkan hasil diskusi dan pengamatan yang dilakukan secara seksama, dalam menganalisis permasalahan dengan cara mengunjungi sekolah dan instansi atau lembaga yang menangani anak-anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak berkebutuhan khusus, melakukan wawancara dan konsultasi dengan praktisi di bidang anak-anak berkebutuhan khusus utamanya gangguan disleksia.

Dalam menganalisis permasalahan kebutuhan media informasi bagi subjek yang diteliti adalah melalui prinsip 5W+IH,

A. What

Gangguan sosial emosi dan perilaku B. Who

Anak-anak usia 4 sampai 6 tahun yang cenderung beresiko atau sudah dipastikan mengalami gangguan kesulitan belajar yang disebabkan disleksia dan orangtua anak yang putus asa melihat kondisi anak.

C. Where

Sekolah dan Instansi atau lembaga yang menangani anak-anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak berkebutuhan khusus.

D. When

Saat kegiatan belajar mengajar di instasi atau lembaga yang menangani anak-anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak-anak berkebutuhan khusus berlangsung .

E. Why

Proses interaksi dan tingkah laku target audiens dapat diamati secara tidak langsung, dan proses pengambilan data akan semakin mudah dilakukan. F. How

Mengunjungi instansi atau lembaga yang menangani anak-anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak berkebutuhan khusus, melakukan


(19)

wawancara dan konsultasi dengan praktisi di bidang anak-anak berkebutuhan khusus utamanya gangguan disleksia.

II.3.1 Kematangan Emosi

Kematangan sosial emosi ini adalah kemampuan seseorang dan kapasitasnya untuk menerima, memahami dan mengelola perasaan dirinya dan juga perasaan orang lain. Hal ini menjadi sangat penting bagi anak disleksia yang membutuhkan kemampuan tersebut untuk mengatasi konflik perasaannya yang sering kali tidak mampu tampil baik terutama dalam bidang akademis.

Terdapat beberapa hal yang dibutuhkan seseorang untuk dapat mencapai kematangan emosional, yakni:

1. Kesadaran diri

Kemampuan anak mengenali kemampuan dirinya sendiri, mengenali kekuatan dan keunggulan dirinya, dan juga mengenali kesulitan-kesulitan yang dihadapinya.

2. Peraturan diri

Kemampuan anak untuk mengukur kemajuannya sendiri sehingga mereka tahu jika mereka menempuh jalan yang kurang tepat/salah ssaat menyelesaikan suatu persoalan dan kemudaian bisa segera kembali ke jalur yang benar.

3. Motivasi

Motivasi sangat dibutuhkan saat kita mempelajari sesuatu apapun. Namun justru pada berbagai kesempatan anak disleksia sulit sekali menjadi termotivasi. Karena anak disleksia sudah terlanjur sering menghadapi kegagalan, bukan kesuksesan.

Motivasi anak disleksia dapat dibangung dengan berbagai cara sebagai berikut:

a. Motivasi dapat terbangun jika anak merasa yakin mampu mengelola tugas yang dihadapinya.


(20)

b. Motivasi dapat terbangun juga dengan pemberian hadiah atau berupa pujian yang pantas.

c. Kegiatan bersosialisasi dengan teman-teman dilingkungannya merupakan kegiatan yang membuat anak merasa diterima.

d. Pencapaian target yang dicanangkan merupakan hal yang sangat menyenangkan dan anak akan merasa termotivasi lagi untuk mampu meraih target yang lebih tinggi lagi.

4. Empati

Agar seseorang mampu memahami perasaannya sendiri, maka orang tersebut harus mampu menunjukan empati dan rasa sosial kepada orang lain.

5. Kompetensi sosial

Sangat penting untuk memberikan kesempatan pada anak disleksia untuk mengembangkan kemampuan dan kompetensi sosialnya. Orangtua seharusnya dapat memfasilitasi situasi yang kondusif untuk anak-anak berlatih mengembangkan keterampialan tersebut dikeluarga, sekolah dan lingkungan lainnya.

II.3.2 Masalah perilaku yang muncul pada Anak Disleksia

Berikut ini menjelaskan tentang berbagai perilaku yang seringkali dijumpai pada anak disleksia dimana sebetulnya perilaku-perilaku tersebut muncul karena anak berupaya menghadapi kesulitannya namun tidak berhasil.

1. Menghindari Sekolah

Sebagian anak disleksia menikmati kegiatan belajar disekolah, tapi sebagian besar dari mereka merasa enggan bahkan sangat malas untuk pergi kesekolah karena merasa sekolah adalah tempat yang mengerikan.

Banyak sekali kasus-kasus yang dilaporkan orangtua mengenai berbagai upaya anak untuk menghindari sekolah ini. Ada yang bermalas-malasan bangun pagi, ngantuk, pusing, sakit perut, dan tidak enak badan, sehingga akhirnya mereka bangun dijam-jam genting, tidak cukup waktu bersiap-siap ke sekolah.


(21)

2. Menghindari pekerjaan rumah (PR)

Menghindari pekerjaan rumah termasuk perilaku yang sering ditemukan pada anak-anak disleksia, namun seperti halnya menghindari sekolah, maka kita juga harus menelusuri dengan cermat mengapa seorang anak menghindari untuk menuntaskan pekerjaan rumahnya.

3. Ketagihan menonton tv dan bermain game

Banyak sekali orang tua mengeluhkan kebiasaan anaknya yang dianggap sudah sangat menghawatirkan yakni tidak ada waktu yang tidak dipergunakan untuk menonton TV atau nongkrong depan computer untuk mengakses media social via internet, main game online, atau main game diperangkat lainnya.

4. Berbohong

Bentuk perilaku lain yang anak tampilkan karena dia harus menutupi kegagalannya adalah perilaku berbohong.

Berbohong bisa dilakukan dimana saja, kepada siapa saja dan dalam hal apapun. Namun biasanya berbohong terjadi disekolah saat anak disleksia ini mengalami kesulitan menghadapi masalah akademisnya.

5. Agresif

Perilaku agresif termasuk perilaku yang sangat dikhawatirkan oleh orangtua, karena biasanya anak ini sudah mendapat label sosial sebagai anak yang tukang ngamuk, tukang pukul, provokator atau bahkan guru-guru sudah melabelnya sebagai anak yang merusak jalannya kelas.

6. Menyerah sebelum yang dihadapi tuntas

Perilaku ini bisa trjadi karena anak mengantisipasi terhadap kesulitan-kesulitan yang bakal dihadapinya, atau bisa juga karena anak ini masih belum bisa sportif menerima kekalahannya. Baik dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah maupun dalam situasi permainan, mereka memilih segera menyerah pada saat tugas dirasakam sulit atau pada saat dia mengasumsikan bahwa dia akan kalah dalam suatu permainan.


(22)

II.3.3 Apa yang dapat dilakukan orangtua?

Untuk memperbaiki rasa rendah diri ini, maka anak harus mendapatkan sesering mungkin pengalaman berhasil. Bagaimana caranya?

1. Selaku orangtua, harus bisa bersikap ikhlas dan menerima anak disleksia ini dengan segala karakteristik kesulitannya. Anak ini membutuhkan penerimaan yang tulus dari orang-orang terdekatnya, dia membutuhkan cinta kasih saying orangtuanya tanpa memandang kesulitan-kesulitan yang dialaminya.

2. Periksa bagian-bagian mana dari aspek akademis yang dirasa sangat sulit bagi anak. Lalu berikan arahan yang terstukutr bagi kesulitannya tersebut.

3. Berikan sebanyak-banyaknya kesempatan bagi anak untuk mengalami kesuksesan, artinya berikan anak soal yang mudah terlebih dahulu. Puji dia sepantasnya saat dia berhasil menyelesaikantugasnya dengan baik.

4. Bantu anak untuk mencangkan target belajar yang realistis. Kebanyakan anak disleksia membutuhkan pendampingan dan pembiasaan untuk bisa mengelola berbagai tugas belajar yang dihadapinya.

5. Ajarkan dan biasakan anak untuk belajar mengevaluasi performa dirinya, dan menghargai serta memuji proses serta hasil yang dicapainya.

6. Berikan anak waktu istimewa yang berkualitas dengan orang-orang yang dicintainya

7. Anak perlu merasa diterima oleh lingkungannya oleh karena itu perkenalkan dan libatkan anak pada komunitas tertentu yang kegiatannya diminati oleh anak tersebut.

8. Anak diberikan kesempatan untuk bisa memilih dan memutuskan apa yang menjadi keinginannya.

9. Kenali area yang menjadi kekuatannya.

10.Ajak anak untuk melakukan berbagai aktivitas yang dapat menurunkan ketegangannya, misalkan kegiatan olahraga, bermusik dan kegiatan-kegiatan lain yang merupakan hobinya.


(23)

II.4 Target Audience

Target Audience bagi para orangtua sekitar usia 20-40 tahun atau lebih khususnya di Bandung, yang membesarkan anak-anak cerdas penyandang disleksia, mereka adalah orang-orang yang senantiasa meyakini kehebatan anaknya sambil sekaligus tabah berupaya sekuat tenanga untuk mendampingi putra-putrinya, kreatif dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi anak-anak istimewanya.

1. Demografis: Orang tua dari anak-anak disleksia dengan rentang umur antara 20 tahun hingga 40 tahun atau lebih, dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, latar belakang pendidikan mulai dari bangku SMP hingga di atasnya, dan jenis pekerjaan dan pendapatan yang beragam.

2. Geografis: Berdasarkan geografis di Bandung Jawa Barat, target audiens dikhususkan hanya kepada orangtua yang memiliki anak disleksia. Dan dijadikan buku pedoman dan display di Asosiasi Disleksia Indonesia dan Dokter Anak, Konsultan Tumbuh Kembang Anak Sambas Wiradisuria, Sp.A(K). Dapat dibaca dan dibeli oleh orang tua anak disleksia yang telah mengikuti seminar yang diadakan oleh Asosiasi Disleksia Indonesia.

3. Psikografis: Dilihat dari sisi psikografis, orang tua yang memiliki anak disleksia khususnya di kota Bandung, yang sudah mengikuti seminar atau workshop yang diadakan oleh Asosiasi Disleksia Indonesia.

II.5 Solusi Perancangan II.5.1 Ilustrasi

Istilah ilustrasi berasal dari bahasa latin yaitu “ilustrare” yang artinya menerangkan

sesuatu. Ilustrasi sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku, karangan, dan sebagainya. Maka yang membuat isi dari buku terlihat lebih hidup adalah ilustrasi yang ada di dalam buku tersebut. Melalui gambar ilustrasi, diharapkan isi bacaan mudah dipahami. Karena gambar ilustrasi digunakan untuk menjelaskan atau menerangkan sesuatu berupa teks, cerita, keadaan, adegan dan peristiwa.


(24)

Secara garis besar kata ilustrasi dapat diartikan sebagai bentuk visual yang dapat menerangkan suatu hal. Menurut Simon Jennings didalam buku yang berjudul ”The

Complete Guide to Advanced Illustration and Design” menyatakan bahwa, ilustrasi

memiliki tiga fungsi yakni yaitu ilustrasi sebagai informasi, ilustrasi sebagai dekorasi, dan ilustrasi sebagai bentuk komentar. Saat ini Ilustrasi dapat dinikmati oleh setiap orang sebagai hasil visualisasi dari suatu tulisan dengan teknik drawing manual maupun digital, lukisan, fotografi, atau teknik seni rupa lainnya

Hal yang diharapkan dalam perancangan informasi berbentuk buku ilustrasi adalah sebagai berikut:

1. Memberikan cara alternatif kepada orang tua untuk berinteraksi langsung dengan anak-anak yang mengalami gangguan disleksia baik itu melalui sisi hiburan dan asupan informasi ilmu pengetahuan.

2. Memperkuat jalinan kerjasama juga kedekatan antara orang tua terhadap anak-anak dalam mengisi keseharian anak-anak.

3. Menyampaikan informasi secara menarik kepada orangtua dan melatih kepekaan sosial emosi dan perilaku anak disleksia kepada lingkungan.


(25)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL III.1 Strategi Perancangan

Strategi perancangan yang dibuat adalah perancangan media informasi untuk memudahkan para orang tua dalam memahami gangguan sosial emosi dan perilaku anak disleksia.

Untuk itu, penulis membuat solusi dengan merancang sebuah buku ilustrasi yang didalamnya terdapat informasi tentang upaya yang lebih optimal dan lebih baik lagi dalam menangani anak-anak disleksia khususnya dalam masalah sosial emosi dan perilaku anak disleksia.

Buku ini sangat penting dibaca oleh para orang tua dan khususnya guru sekolah agar lebih memahami secara utuh tentang keadaan anak-anak disleksia. Hal ini diperlukan untuk dapat membantu kita melakukan yang terbaik untuk anak-anak tersebut.

III. 1.1 Tujuan Komunikasi

Tujuan dari pembuatan media informasi buku Gangguan Sosial Emosi dan Perilaku Pada Anak Disleksia sebagai berikut:

1. Memberikan informasi tentang kematangan emosi pada anak disleksia. 2. Memberikan informasi tentang perilaku yang sering muncul pada anak

disleksia.

3. Memberikan informasi tentang hal yang dapat dilakukan oleh orang tua dari anak disleksia.

4. Menyajikan ilustrasi yang dapat diamati oleh orang tua tentang keadaan dari anak disleksia.

III. 1.2 Pendekatan Komunikasi

Dalam memberikan informasi, gagasan, dan pengetahuan yang terkandung dalam perancangan media informasi ini, pendekatan komunikasi yang dilakukan adalah


(26)

melalui pendekatan visual dan pendekatan verbal. A. Pendekatan Visual

Media informasi tentang gangguan sosial emosi dan perilaku anak disleksia ini diperuntukkan bagi orang tua dari anak disleksia tersebut. Penyajian Ilustrasi dalam buku ini lebih ditunjukan kepada ekspresi dari keadaan yang dirasakan oleh anak disleksia agar setiap orang tua dapat lebih paham dan mengerti apa yang dirasakan oleh anak tersebut. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai motivasi untuk orang tua agar dapat lebih semangat dan optimis dalam mendidik anaknya agar dapat menghadapi masa depan yang akan datang.

B. Pendekatan Verbal

Pendekatan verbal yang disajikan dalam media buku ilustrasi ini menggunakan bahasa Indonesia yang digunakan sehati-hari namun tetap baku. Menggunakan pendekatan komunikasi naratif dengan menggunakan gaya bahasa yang sederhana, ringkas, mudah dipahami, sehingga informasi dapat tersampaikan dengan baik kepada target audiens.

III. 1.3 Materi Pesan

Pesan yang ingin disampaikan pada buku ilustrasi ini adalah agar setiap orang tua dan guru yang membesarkan anak-anak disleksia akan senantiasa meyakini kehebatan anaknya sekaligus dapat tabah berupaya sekuat tenaga untuk mendampingi putra-putrinya, kreatif dalam mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi anak anak istimewanya. Semoga buku ini dapat menambah wawasan kita untuk bisa melakukan uoaya yang lebih optimal dan lebih baik lagi dalam menangani anak-anak disleksia.

III. 1.4 Gaya Bahasa

Gaya bahasa dalam buku ilustrasi ini menggunakan gaya bahasa yang tidak terlalu formal dan sedikit menyisipkan bahasa keseharian dengan bahasa yang sopan agar informasi yang disampaikan jadi lebih menarik


(27)

III. 1.5 Khalayak Sasaran Perancangan

1. Demografis: Orang tua dari anak-anak disleksia dengan rentang umur antara 20 tahun hingga 40 tahun atau lebih, dengan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, latar belakang pendidikan mulai dari bangku SMP hingga di atasnya, dan jenis pekerjaan dan pendapatan yang beragam.

2. Geografis: Berdasarkan geografis di Bandung Jawa Barat, target audiens dikhususkan hanya kepada orangtua yang memiliki anak disleksia. Dan dijadikan buku pedoman dan display di Asosiasi Disleksia Indonesia dan Dokter Anak, Konsultan Tumbuh Kembang Anak Prof. Emeritus Dr. H. Sambas Wiradisuria, Sp.A(K). Dapat di dapatkan oleh orang tua anak disleksia yang telah mengikuti seminar yang diadakan oleh Asosiasi Disleksia Indonesia.

3. Psikografis: Dilihat dari sisi psikografis, orang tua yang memiliki anak disleksia khususnya di kota Bandung, yang sudah mengikuti seminar atau workshop yang diadakan oleh Asosiasi Disleksia Indonesia.

III. 1.6 Strategi Kreatif

Informasi yang ingin disampaikan kepada orangtua pada buku ini adalah karakteristiknya. Cara penyampaian karakter tersebut akan lebih baik jika dimuat ke dalam media informasi. Namun agar penyampaian informasi ini bisa lebih menarik, maka akan disertakan dengan ilustrasi-ilustrasi, sehingga memberikan kesan bagi pembaca sebagai penerima informasi. Maka, buku ilustrasi merupakan salah satu media yang tepat untuk penyampaian informasi tersebut.

Dalam media ini konten cerita serta visual dibuat semenarik mungkin sesuai tema dari informasinya. Selain itu dari segi karakter penokohan akan dibuat semirip mungkin apa yang ditampilkan oleh anak disleksia secara emosi dan perilaku, supaya para orangtua bisa lebih merasakan apa yang dihadapi ketika sang anak berada pada keadaan tersebut. Dikarenakan secara fisik anak disleksia terlihat normal seperti manusia pada umumnya, namun dibuat sedemikian rupa supaya bisa menarik cita rasa para orangtua, baik dari bentuk visual dan teks.


(28)

Cara memvisualkan ilustrasi pada buku yang akan dibuat, ilustrasi dibuat persifat dan perilaku, yakni ada 6 perilaku tentang gangguan sosial emosi dan perilaku yang terdapat pada anak disleksia. Setidaknya akan ada 1 ilustrasi dari 1 perilaku yang timbul, dan seterusnya disesuaikan dengan kebutuhan.

III. 1.7 Strategi Media

Dalam perancangan buku ilustrasi Gangguan Sosial Emosi dan Perilaku anak Disleksia ini akan digunakan media utama dan beberapa media pendukung.

1. Media Utama

Media utama yang akan dibuat adalah Media Informasi berupa buku ilustrasi, yaitu berupa buku yang dilengkapi dengan illustrasi dan teks. Gaya desain dan garisan pada ilustrasipun dapat menambah kesan yang ingin disampaikan dengan baik..

2. Media Pendukung

Untuk menunjang media utama, dibutuhkan beberapa media pendukung yang berfungsi sebagai media pengingat yang dapat menarik minat audiens akan buku illustrasi Gangguan Sosial Emosi dan Perilaku pada anak disleksia. Media-media pendukung yang digunakan pada media informasi tentang Pranata Mangsa ini yaitu media yang efektif untuk menyampaikan pesan dari permasalahan yang ada. Media pendukung yang akan digunakan untuk melengkapi media utama tersebut adalah:

- Poster

Poster sudah sering digunakan sebagai media promosi. Dengan demikian, poster dinilai tepat untuk mempromosikan buku ilustrasi tersebut. Poster di tempatkan di sekolah dan instansi atau lembaga yang menangani anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak berkebutuhan khusus - Sticker

Sticker media yang bisa dimana saja diaplikasikan, maka dari itu stiker salah satu media pendukung yang tepat untuk dijadikan media pengingat.


(29)

Media yang bisa memberikan detail informasi dan bersifat personal. Terlebih lagi media ini bersifat luas dalam penyebarannya.

- Gantungan Kunci

Gantungan adalah benda yang sangat sering dipakai dan dibawa kemana-mana dan media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media utama.

- T-Shirt

Media ini digunakan untuk souvenir yang akan dijual selain media utama. Dan juga sebagai hadia pada event-event tertentu.

- Gelas

Gelas adalah benda yang bisa disebut kebutuhan dapur yang biasa dipakai sebagai bonus lebih, media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media utama.

- Tote bag.

Totebag banyak digunakan oleh semua kalangan karena mudah dibawa kemanapun dan bentuknya yang sederhana.

III. 1.8 Strategi Distribusi dan waktu Penyebaran Media

Dalam hal ini stategi distribusi yang akan dilakukan pada media utama sebagai media yang paling utama, pada media utama akan dibuat buku berukurann 21,5 x 18cm dengan menggunakan bahan kertas artpaper, sedangkan media pendukung akan menggunakan bahan yang sesuai dengan bahan dari media tersbut.

Distribusi untuk sementara ini dilakukan di kota Bandung dengan cara menyebarkan ke sekolah dan Instansi atau lembaga yang menangani anak-anak di lingkungan pendidikan usia dini secara umum dan anak berkebutuhan khusus, serta dengan diadakannya seminar atau workshop yang diadakan oleh Asosiasi Disleksia Indonesia para orang tua bisa mendapatkan buku secara gratis dengan cara harus mengikuti acara sampai akhir.


(30)

III.2 Konsep Visual

Visualisasi yang akan ditampilkan yaitu ilustrasi berupa karakter anak disleksia yang sedang menderita gangguan social emosi dan perilaku lingkungan terhadap dirinya, mengetahui apa saja kendalanya, serta apa yang dapat dilakukan oleh orangtua dari anak tersebut. Media informasi disajikan dalam bentuk buku ilustrasi, Ilustrasi di sini berfungsi sebagai penjelas dari teks serta pendukung imajinasi pembaca

III.2. 1 Format Desain

Format desain yang akan dibuat dalam perancangan media informasi ini adalah buku illustrasi ukuran 18 x 21,5 cm. Bahan yang digunakan adalah kertas Artpaper 260gr pada cover media yang nantinya akan dibuat softcover. Sedangkan bahan untuk isi buku adalah kertas Artpaper 180gr.


(31)

III.2. 2 Tata Letak

Dengan menyesuaika dengan tema dan gaya gambar layout yang digunakan dalam buku ini akan dibuat sedramatis munkin, namun tetap dengan mengindahkan standar layout dari sebuah buku cerita, dengan tidak mengurangi tingkat keterbacaan teks, penempatan visual dan penempatan teks.

Gambar III.2 Contoh penerapan layout 1

Sumber: http://takeyourmarksntu.com/designer/caroline-savage/ (2015)

Gambar III.3 Contoh penerapan layout 2


(32)

Gambar III.4 Contoh penerapan layout 3

Sumber: http://takeyourmarksntu.com/designer/caroline-savage/ (2015)

Gambar III.5 Contoh penerapan layout 4

Sumber: http://takeyourmarksntu.com/designer/caroline-savage/ (2015)

III.2. 3 Tipografi

Tipografi yang digunakan adalah tipografi yang dipilih sesuai tema yang bisa membuat kesan sosial emosi dan perilaku pada anak disleksia namun lebih disederhanakan supaya enak dibaca oleh orangtua. Oleh karena itu penggunaan font

yang digunakan adalah “packing tape” untuk judul” dan untuk subjudul teksnya.


(33)

III.2. 4 Ilustrasi

Ilustrasi disini menggunankan gaya visual kartun Jepang yaitu shinchan supaya bisa lebih terlihat ekspresif dan ditambah sentuhan gaya eropa menjadikan karakter terkesan manis. Di mana gaya visual ini cukup populer pada semua umur. Sehingga diharapkan dengan gaya visual kartun ini dapat diterima oleh khalayak terutama orangtua

Gambar III.6 Referensi karakterCrayon Shinchan Movie Sumber:https://store.line.me/stickershop/product/855/en (2015)


(34)

Gambar III.7 Referensi karakterCrayon Shinchan Movie 2 Sumber:https://store.line.me/stickershop/product/855/en (2015)

Gambar III.8 Referensi karakterEkaterina Trukhan


(35)

Gambar III.9 Referensi karakter Sungwon Sumber: https://www.behance.net/sungwon (2015)

Gambar III.10 Referensi karakter Sungwon 2 Sumber: https://www.behance.net/sungwon (2015)


(36)

III.2. 5 Warna

Selain menggunanakan ekspresi dari suatu karakter, penggunaan warna merupakan salah satu titik penting yang menggambarkan atau mendeskripsikan suatu situasi dari isi buku yang akan ditampilkan,Sehingga konsep warna yang dipilih merupakan konsep warna yang menggambarkan paduan semi pastel namun tetap terlihat sisi harmonisnya. Penggunaan warna ini juga bertujuan untuk memunculkan penasaran untuk menarik minat dari pembaca.


(37)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA IV.1 Media Utama

Didalam perancangan buku ilustrasi gangguan sosial emosi dan periilaku pada anak disleksia ini terdapat beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, mengingat efektifitas pesan visual yang akan disampaikan sangatlah diperlukan. Proses perancangan media informasi ini dilakukan secara bertahap, berikut adalah proses perancangan buku ilustrasi gangguan social emosi dan perilaku anak disleksia.

IV.1.2 Teknik Produksi A. Sketsa Visual

Sketsa Visual dibuat untuk mencari dan mendapatkan sebuah ide yang dirasa tepat untuk digunakan dalam media ini dan sketsa ini disesuaikan dengan kata kunci dalam permasalahan yang telah diteliti.


(38)

Gambar IV.2 Sketsa awal karakter 2

Gambar IV.3 Sketsa awal karakter 3


(39)

B.Eksekusi Visual

Setelah sketsa selesai dibuat, tahap selanjutnya yaitu pemprosesan sketsa pensil menjadi bentuk digital. Langkah pertama adalah merekam gambar dengan camera pribadi, kemudian hasil digitalnya diolah dengan teknik sapuan (brush) yang terdapat pada software Photoshop CC untuk langkah pewarnaan. Software pengolah warna yang digunakan adalah Adobe Photoshop CC. Teknis pewarnaan digital media ini menggunakan hardware tambahan yaitu pen tablet agar sapuan bisa diatur tebal tipisnya, serta hasil sapuan lebih luwes dan lebih maksimal. Pewarnaan dilakukan dengan tumpukan layer blok warna, kemudian diberi sapuan warna analognya agar terkesan tidak datar atau kaku dan memiliki dimensi. Gambar yang dihasilkan juga lebih hidup.


(40)

Gambar IV.6 Proses pengolahan warna dan tata letak

Mode warna yang digunakan adalah CMYK karena pengerjaanya dilakukan di dalam komputer sehingga warna yang dihasilkan akan sesuai dengan warna pada monitor, sehingga nantinya akan tampak sesuai dengan hasil cetaknya.

Gambar IV.7 Hasil Akhir Artwork


(41)

(42)

IV.2 Media Pendukung

Media Pendukung dalam perancangan ini yaitu poster ukuran A3, kaos, sticker, gelas. Media pendukung berfungsi sebagai media promosi agar target audiens mengetahui buku ilustrasi ini.

IV.2.1 Poster

Poster merupakan media lini atas yang termasuk media luar ruang. Poster dapat ditempatkan atau dipasang ditempat-tempat umum, dengan demikian informasi dapat cepat tersampaikan kepada target audiens.


(43)

Media Pendukung : Poster Ukuran : A2

Material : Art Paper 260 gram

Teknis produksi : Cetak offset sparasi

IV.2.2 Stiker

Pemberian sticker pada target dapat membuat mereka mengingat pesan yang disampaikan

Gambar IV.11 Media Stiker Media Pendukung : Stiker

Ukuran : 7 x 7 cm Material : Stiker Cromo

Teknis produksi : Digital Printing

IV.2.3 Kaos

Kaos digunakan dalam media pendukung media ini agar dapat dijadikan media promosi secara tidak langsung ke khalayak umum.


(44)

Gambar IV.12 Media Kaos Media Pendukung : Kaos

Ukuran : 20 x 32 cm

Material : Cotton combed 24 s

Teknis produksi : Sablon DTG (Direct To Garment)

IV.2.4 Tote Bag

Totebag banyak digunakan oleh semua kalangan karena mudah dibawa kemanapun dan bentuknya yang sederhana.


(45)

Media Pendukung : Tote Bag

Ukuran : 40 x 30 cm Material : Canvas

Teknis produksi : Sablon PC (Print Cut)

IV .2.5 Gelas

Gelas adalah benda yang bisa disebut kebutuhan dapur yang biasa dipakai sebagai bonus lebih, media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media utama.

Gambar IV.14 Gelas Media Pendukung : Gelas

Ukuran : 9,5 x 8 cm Material : Keramik

Teknis Produksi : Digital Printing

IV .2.6 Gantungan Kunci

Gantungan adalah benda yang sangat sering dipakai dan dibawa kemana-mana dan media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media


(46)

Gambar IV.9 Gantungan Kunci Media Pendukung : Gantungan Kunci

Ukuran : 4,4 x 4,4 cm Material : Plastik


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Mashar Riana, 2011, Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi Pengembangannya (Kencana: Jakarta)

Nugraha, 2004, Strategi pengembangan sosial emosional. (Jakarta: Universitas terbuka)

Shaywitz. S. 2002. Overcoming Dyslexia. New York: Alfred A Knopf. Shaywitz SE, Morris R, Shaywitz BA. (2008). The Education of Dyslexic

Children from Childhood to Young Adulthood. Connecticut US: Department of Pediatrics, Yale University School of Medicine Solek, Purboyo & Dewi, Kristiantini. (2013). Dyslexia Today Genius

Tomorrow. Bandung: Dyslexia Association of Indonesia

C Devaraj, Sheila & Roslan, Samsilah. (2006). Apa Itu Disleksia? Panduan Untuk Ibu Bapa, Guru dan Kaunselor. Selangor MY: PTS

Professional

Muhammad Jamila K.A (2008). Spesial Education for All Children. Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika)

Simon Jennings (1987) The complete guide to advanced illustration and design, Universitas Michigan(Chartwell Books}

Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.

Susan C, Lowell, M.A. 2013. Definition of Dyslexia and assessment of


(48)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Mochammad Yogie Yanuari

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 15 Januari 1993 Jenis Kelamin : Laki - Laki

Tinggi, Berat Badan : 173 cm, 62kg Agama : Islam

Alamat : Jl.Pasirluyu no.67 Rt 03/02 Kec. Regol Kel. Pasirluyu Bandung Status : Belum Menikah

Telepon : 08562106121

E- mail : cast.yogie28@gmail.com

Latar Belakang Pendidikan :

1999 - 2005: SD Nilem, Bandung 2005 - 2008: Mts Darul Arqam, Garut 2008 - 2011: MA Darul Arqam, Garut 2011 - 2015: UNIKOM


(1)

Media Pendukung : Poster Ukuran : A2

Material : Art Paper 260 gram

Teknis produksi : Cetak offset sparasi

IV.2.2 Stiker

Pemberian sticker pada target dapat membuat mereka mengingat pesan yang disampaikan

Gambar IV.11 Media Stiker Media Pendukung : Stiker

Ukuran : 7 x 7 cm Material : Stiker Cromo

Teknis produksi : Digital Printing

IV.2.3 Kaos

Kaos digunakan dalam media pendukung media ini agar dapat dijadikan media promosi secara tidak langsung ke khalayak umum.


(2)

Gambar IV.12 Media Kaos Media Pendukung : Kaos

Ukuran : 20 x 32 cm

Material : Cotton combed 24 s

Teknis produksi : Sablon DTG (Direct To Garment)

IV.2.4 Tote Bag

Totebag banyak digunakan oleh semua kalangan karena mudah dibawa kemanapun dan bentuknya yang sederhana.


(3)

Media Pendukung : Tote Bag Ukuran : 40 x 30 cm

Material : Canvas

Teknis produksi : Sablon PC (Print Cut)

IV .2.5 Gelas

Gelas adalah benda yang bisa disebut kebutuhan dapur yang biasa dipakai sebagai bonus lebih, media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media utama.

Gambar IV.14 Gelas Media Pendukung : Gelas

Ukuran : 9,5 x 8 cm Material : Keramik

Teknis Produksi : Digital Printing

IV .2.6 Gantungan Kunci

Gantungan adalah benda yang sangat sering dipakai dan dibawa kemana-mana dan media ini bisa dijadikan sebagai hadiah dari media


(4)

Gambar IV.9 Gantungan Kunci Media Pendukung : Gantungan Kunci

Ukuran : 4,4 x 4,4 cm Material : Plastik


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Mashar Riana, 2011, Emosi Anak Usia Dini Dan Strategi Pengembangannya (Kencana: Jakarta)

Nugraha, 2004, Strategi pengembangan sosial emosional. (Jakarta: Universitas terbuka)

Shaywitz. S. 2002. Overcoming Dyslexia. New York: Alfred A Knopf. Shaywitz SE, Morris R, Shaywitz BA. (2008). The Education of Dyslexic

Children from Childhood to Young Adulthood. Connecticut US: Department of Pediatrics, Yale University School of Medicine Solek, Purboyo & Dewi, Kristiantini. (2013). Dyslexia Today Genius

Tomorrow. Bandung: Dyslexia Association of Indonesia

C Devaraj, Sheila & Roslan, Samsilah. (2006). Apa Itu Disleksia? Panduan Untuk Ibu Bapa, Guru dan Kaunselor. Selangor MY: PTS

Professional

Muhammad Jamila K.A (2008). Spesial Education for All Children. Jakarta: Hikmah (PT. Mizan Publika)

Simon Jennings (1987) The complete guide to advanced illustration and design, Universitas Michigan(Chartwell Books}

Selikowitz, Mark. (1995). Dyslexia and Other Learning Difficulties-The Fact. New York: Oxford University Press.

Susan C, Lowell, M.A. 2013. Definition of Dyslexia and assessment of Dyslexia.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi :

Nama : Mochammad Yogie Yanuari

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 15 Januari 1993 Jenis Kelamin : Laki - Laki

Tinggi, Berat Badan : 173 cm, 62kg Agama : Islam

Alamat : Jl.Pasirluyu no.67 Rt 03/02 Kec. Regol Kel. Pasirluyu Bandung Status : Belum Menikah

Telepon : 08562106121

E- mail : cast.yogie28@gmail.com

Latar Belakang Pendidikan :

1999 - 2005: SD Nilem, Bandung 2005 - 2008: Mts Darul Arqam, Garut 2008 - 2011: MA Darul Arqam, Garut 2011 - 2015: UNIKOM