Perancangan Informasi Bebegig Sukamantri Melalui Buku Ilustrasi
(2)
(3)
(4)
78 DATA RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama Lengkap : Dani Setiawan
Tempat, Tanggal Lahir : Ciamis, 20 November 1993 Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Komplek Griya Bandung Indah Blok E1 No. 16 Rt/Rw 01/08
Desa Buahbatu Kecamatan Bojongsoang Kabupaten Bandung 40287
Nomor Kontak : 0856 59 254 258
e-mail : danigofish@gmail.com
Pendidikan Formal
2000 - 2005 : SDN Bahara II 2005 - 2006 : SDN Pasir Pogor 2006 - 2009 : SMPN 48 Bandung
2009 - 2012 : SMA Pasundan 1 Bandung 2012 - 2016 : UNIKOM Bandung
(5)
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN INFORMASI BEBEGIG SUKAMANTRI MELALUI BUKU ILUSTRASI
DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016
oleh:
Dani Setiawan NIM. 51912106
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
(6)
iii KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur praktikan panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah berkenan melindungi dan membimbing makhluk-Nya ke jalan yang diridhai, Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir dengan judul “PERANCANGAN INFORMASI BEBEGIG SUKAMANTRI MELALUI BUKU ILUSTRASI”, ini disusun sebagai syarat Mata Kuliah Tugas Akhir untuk Program Studi Desain Komunikasi Visual (DKV) di Universitas Komputer Indonesia, yang Alhamdulillah dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan Laporan Pengantar Proyek Tugas akhir ini, penulis menyadari sepenuhnya masih terdapat banyak sekali kekurangan-kekurangan baik dari segi penggunaan kata dan bahasa yang masih belum tepat, maupun dari isi laporan ini. Oleh karena itu penulis sangat membutuhkan bantuan, kritik dan saran yang membangun. Namun berkat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak, diantaranya kepada Dosen Pembimbing, Dosen Penguji, Keluarga besar, dan rekan-rekan yang selalu memberi dukungan, masukan yang sangat berguna bagi penulis.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang penulis miliki, penulis berharap agar laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya. Wassalammualaikum, Wr. Wb.
Bandung, 19 Agustus 2016 Penulis,
(7)
vi DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... KATA PENGANTAR ... ABSTRAK ... ABSTRACT ... DAFTAR ISI ... DAFTAR GAMBAR ... DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah ... I.2 Identifikasi Masalah ... I.3 Rumusan Masalah ... I.4 Batasan Masalah ... I.5 Tujuan Dan Manfaat Perancangan ...
BAB II. BEBEGIG SUKAMANTRI
II.1 Landasan Teori ... II.1.1 Informasi ... II.1.2 Kebudayaan ... II.1.3 Seni Helaran ... II.2. Bebegig Sukamantri ... II.2.1 Sejarah Bebegig Sukamantri ... II.2.1.1 Periode Prabu Sampulur ... II.2.1.2 Periode Prabu Margadati ... II.2.1.3 Periode Eyang Emuh Muhrodi ... II.2.2 Bagian dan pakaian yang digunakan oleh Bebegig Sukamantri ... II.2.2.1 Topeng ... II.2.2.2 Rangka …………...
i ii iii iv v vi xi xii xiii 1 2 2 3 3 4 4 4 5 6 7 7 8 9 10 10 11
(8)
vii II.2.2.3 Ijuk …………... II.2.2.4 Daun Waregu …... II.2.2.5 Bunga Bubuay …... II.2.2.6 Kolotok ... II.2.3 Alat Musik Pengiring HelaranBebegig Sukamantri ... II.2.3.1 Bedug …………... II.2.3.2 Kendang ………... II.2.3.3 Kecrek …………... II.2.3.4 Gong ………... II.2.3.5 Terompet ………... II.2.3.6 Kohkol ………... II.2.4 Tembang saat helaranBebegig Sukamantri …………... II.2.4.1 Engklak-engklakan……….………... II.2.4.2 Es Lilin………... II.2.4.3 Kembang Tanjung………..…………... II.2.5 Struktur HelaranBebegig Sukamantri ... II.3 Analisa Bebegig Sukamantri ... II.3.1 Analisa Makna Yang Terkandung Pada Bebegig Sukamantri ... II.3.2 Analisa Penamaan Bebegig Pada Bebegig Sukamantri …... II.3.3 Hasil Kuesioner Kepada Masyarakat Di Kecamatan Sukamantri Terhadap Bebegig Sukamantri ... II.4 Khalayak ………... II.3 Resume ………... BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan ………... III.1.1 Khalayak Sasaran ………... III.1.1.1 Consumer Insight ………... III.1.1.2 Consumer Journey ………... III.1.1.3 Indikator Konsumen ………... III.1.2 Strategi Komunikasi ………... III.1.2.1 Pendekatan Visual ………...
11 12 12 13 13 14 15 15 16 16 17 17 17 18 18 18 21 21 22 22 26 27 28 28 28 29 29 30 30
(9)
viii III.1.2.2 Pendekatan Verbal .………... III.1.3 Mandatory .………... III.1.4 Strategi Kreatif .………... III.1.4.1 Copywriting .………..………... III.1.4.2 Sinopsis .……….…... III.1.4.3 Storyline ……..………... III.1.4.4 Storyboard .………... III.1.5 Strategi Media .………... III.1.5.1 Media Utama .………... III.1.5.2 Media Pendukung .………... III.1.6 Strategi Distribusi .………... III.2 Konsep Desain .………... III.2.1 Format Desain .………... III.2.2 Tata Letak .………... III.2.3 Huruf .………... III.2.4 Ilustrasi .………..…...………... III.2.4.1 Studi Karakter .………..…...……... III.2.4.2 Studi Lokasi .………..…... III.2.5 Warna .………...
BAB IV. MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI
IV.1 Proses Pembuatan Media Utama .………... IV.2 Media Utama ………...………... IV.2.1 Cover .………... IV.2.2 Isi Buku ………....………... IV.3 Media Pendukung ………....………... IV.3.1 Tahap Informasi ………....………... IV.3.1.1 Poster ……….………... IV.3.1.2 X-Banner………..……….………... IV.3.2 Tahap Pengingat …………...….………... IV.3.2.1 Pembatas Buku ………..…………... IV.3.3 Merchandise ………..………...
31 31 32 32 32 33 36 41 41 41 42 43 43 44 45 47 48 52 53 55 57 57 59 59 59 60 60 61 61 62
(10)
ix IV.3.3.1 Gantungan Kunci ……………... IV.3.3.2 Stiker….………..……….………... IV.3.3.3 Pin …….………..……….………... IV.3.3.4 T-Shirt ...………..……….………... DAFTAR PUSTAKA ...………..……….………... LAMPIRAN …....………..……….………...
62 63 63 64
65 68
(11)
65 DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. (2014). Sukamantri dalam Angka 2014. Ciamis: Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis.
Casofa, Fachmy dan Alib Isa. (2013). Gerbang Kreativitas : Jagat Desain Grafis. Jakarta : Bumi Aksara.
Darmawan, Deni. (2013). Pendidikan Teknologi Informasi Dan Komunikasi
(Teori dan Aplikasi.) Bandung: Remaja Rosdakarya.
Kartika, Dharsono Sony. (2007). Budaya Nusantara (Kajian Konsep Mandala dan Konsep Triloka / Buana terhadap Pohon Hayat pada Batik Klasik) Bandung: Rekayasa Sains Bandung.
Kusrianto, Adi. (2007). Pengantar Desain Komunikasi Visual. Yogyakarta: Andi. Rustan, Surianto. (2008). Layout, Dasar & Penerapannya. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Soepandi, Atik dkk. (1994). Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Daerah
Jawa Barat. Bandung: CV. Sampurna.
Suherman, Yuyus. (1995). Sejarah Perintisan Penyebaran Islam Di Tatar Sunda
(Jawa Barat). Bandung: Pustaka.
Sukardja, Djaja. (2001). Sejarah Kisah Panjalu Dalam Enam Versi. Ciamis: Djaja Sukardja.
Supriyono, Rakhmat. (2010). Desain Komunikasi Visual-Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi.
Sutardi, Tedi. (2007). Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT. Setia Purna Inves.
Sumber Jurnal
Sundara, Ade dkk. (2013). Kasenian Bebegig Sukamantri di Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis Pikeun Bahan Pangajaran Maca (Tilikan Struktural jeung Sémiotika). Dangiang Sunda, Vol 1 No. 3 Desember, hal 8-16.
(12)
66 Sumber Kamus
Lembaga Basa & Sastra Sunda. (1995). Kamus Umum Basa Sunda (Cetakan Kesembilan, Mei 1995). Bandung: Tarate Bandung.
Lukman, Nikko Purnama. (2015). Kamus Visual Tipografi. Jakarta: DGI Press.
Sumber Koran
Muhtadi, Dedi. (2016, Maret 19).”Bebegig”, Kearifan Menjaga Sumber Air. Kompas.
Sumber Majalah
Ujung Galuh. (2008). “Bebegig Sukamantri Ti Mana Datangna?” Ujung Galuh 06 2008.
Sumber Tesis
Ricco, Arnandho. (2011). “Studi Komparatif Bentuk dan Makna Simbolik Topeng pada Pertunjukan Seni Bangbarongan Ujungberung dan Bebegig Sukamantri di Jawa Barat”. Tesis. Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Sumber Wawancara
Suherman, Cucu Vanzi interview. (2016). “Perkembangan Bebegig sebagai Seni
Helaran”. Desa Campaka.
Sumber Website
Disporbudpar Kota Cirebon. (2015). Mengenal Seni Pertunjukan.
http://disporbudpar.cirebonkota.go.id/2015/10/26/mengenal-seni-pertunjukan/. (3 April 2016).
Hariyanto. (2011). Psikologis Perkembangan Remaja. http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikologis-remaja/. (20 Juli 2016).
Perpusipda Kabupaten Ciamis (2015). Logo ciamis. http://perpusipda-ciamis.com/wp-content/uploads/2015/10/logo-ciamis1.png. (10-06-2016).
(13)
67 Tripadvisor. (2014). Foto lukisan tentang kerajaan.
https://www.tripadvisor.co.id/LocationPhotoDirectLink-g297704-d3731933-i108070741-Museum_Sri_Baduga
(14)
1 BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Kebudayaan erat kaitannya dengan aktifitas masyarakat yang dilakukan secara turun temurun dan dijadikan acuan atau pegangan oleh sekelompok masyarakat pendukungnya. Hubungan manusia sebagai anggota masyarakat dengan kebudayaan memiliki hubungan yang erat satu sama lain, karena tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan demikian pula sebaliknya. Aktifitas itu pada akhirnya mampu membentuk sesuatu karakteristik yang khas dari kelompok masyarakat.
Ragam kebudayaan di Indonesia setiap wilayah berbeda-beda dan memiliki khas tersendiri, kebudayaan pada suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut yaitu faktor lingkungan geografis induk bangsa dan faktor kontak antar bangsa, Indonesia telah memiliki faktor tersebut sehingga kebudayaan yang ada beragam dan unik (Sutardi, 2007: 9). Beragam budaya lokal yang terdapat di Indonesia diantaranya budaya dari Provinsi Jawa Barat.
Salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat yang masih menjaga kebudayaan lokal adalah Kecamatan Sukamantri. Kecamatan yang terletak kurang lebih 42 km dari ibukota Kabupaten Ciamis, memiliki luas wilayah sebesar 47,88 km2 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis, 2014: 1). Salah satu dari kebudayaan yang masih ada di Sukamantri diantaranya adalah kesenian Bebegig.
Bebegig yang masih dilestarikan oleh masyarakat Sukamantri bukan Bebegig yang
digunakan petani untuk mengusir hama burung di sawah. Bebegig yang dimaksud adalah Bebegig Sukamantri, dalam kesenian ini media utamanya adalah orang menggunakan topeng dengan karakter makhluk menyeramkan. Rambut terbuat dari bubuay dengan dilengkapi mahkota dari daun waregu yang tersusun rapi diatas topeng. Keseluruhan beratnya bisa mencapai 30-50 kg yang harus digunakan dengan cara dipikul pada pundak pemain Bebegig Sukamantri. Tangan serta bagian tengah tubuh sampai kaki bagian bawah pemain dibalut dengan ijuk
(15)
2
kawung (aren). Setiap Bebegig Sukamantri dilengkapi dengan kolotok yang
diikatkan pada pinggang pemain. Bebegig Sukamantri erat kaitannya dengan wilayah sebelah utara Sukamantri yaitu hutan Karang Gantungan, dalam kawasan tersebut terdapat sumber air dan untuk menjaga hutan tersebut oleh para leluhur dibuatlah Bebegig sebagai penjaganya supaya tidak dirusak.
Seiring perkembangan zaman, Bebegig Sukamantri kini merupakan kesenian yang dipentaskan dalam bentuk helaran. Dalam setiap helaran, berjumlah 40 orang terdiri dari 12 Bebegig Sukamantri, 10 orang pemusik, 12 penari kolotok dan 6 asisten. Bebegig Sukamantri tidak hanya tampil saat helaran 17 agustus saja, juga tampil diundang dalam helaran memeriahkan ulang tahun daerah, ulang tahun komunitas ataupun turun mandi pengantin sunat. Dibalik pementasannya pada suatu helaran sebagai kekayaan budaya, Bebegig Sukamantri bukan hanya sekedar tampil pada pementasan tetapi memiliki makna yang terkandung didalamnya dan dapat diambil hikmahnya dalam kehidupan sehari-hari seperti melestarikan alam, kebersamaan, kebaikan atau kebahagiaan dan hidup bermanfaat. Berdasarkan hasil kuesioner kepada 50 orang dari tanggal 26 Maret 2016 hingga 3 April 2016 di Kecamatan Sukamantri, sebanyak 62% masyarakat tidak mengetahui makna yang terkandung pada Bebegig Sukamantri. Ketidaktahuan masyarakat mengenai penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri juga di khawatirkan akan menjadi masalah tersendiri.
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, peneliti mengambil identifikasi masalah sebagai berikut:
Kurangnya pemahaman masyarakat dengan makna yang terkandung pada
Bebegig Sukamantri.
Masyarakat belum mengetahui penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri. I.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah, dapat disimpulkan dalam rumusan masalah yaitu bagaimana masyarakat memahami pesan yang mau disampaikan dari
(16)
3 konteks Bebegig Sukamantri bukan hanya sebatas pementasan saja namun memiliki makna yang ditinggalkan oleh para leluhur.
I.4 Batasan Masalah
Berdasarkan ruang lingkup yang dimiliki oleh Bebegig Sukamantri, maka untuk memusatkan perhatian pada masalah yang diteliti maka penulis membatasi masalah sebagai berikut :
Makna yang dibahas hanya pada makna yang terdapat pada bahan yang digunakan pada Bebegig Sukamantri yaitu bubuay, waregu, ijuk dan kolotok. Batas kurun waktu penelitian dimulai dari bulan Oktober 2015 hingga Agustus
2016 di Kecamatan Sukamantri. Kecamatan Sukamantri dipilih karena memiliki minat yang begitu pesat terhadap Bebegig Sukamantri terutama pelajar SMP di Sukamantri.
I.5 Tujuan dan Manfaat Perancangan
Tujuan dari perancangan ini adalah bahwa Bebegig Sukamantri bukan hanya sebatas pertunjukan dalam suatu helaran tetapi ada makna yang terkandung. Adapun manfaat dari perancangan yaitu pelajar SMP di Sukamantri diharapkan mendapatkan informasi tentang makna yang terkandung pada Bebegig Sukamantri dan makna tersebut dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari.
(17)
4 BAB II. BEBEGIG SUKAMANTRI
II.1 Landasan Teori
Dalam Bab ini, perancangan akan membahas mengenai landasan teori yang terkait dengan perancangan informasi Bebegig Sukamantri, diantaranya mengenai informasi, kebudayaan dan seni helaran.
II.1.1 Informasi
Informasi tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya data. Data adalah fakta, kejadian, berita, fenomena dan sejenisnya yang dapat diolah berdasarkan prosedur tertentu yang pada akhirnya menjadi bentuk informasi. Informasi dapat dikatakan sebagai sejumlah data yang sudah diolah melalui prosedur pengolahan data. Ada beberapa definisi informasi, diantaranya: (Dermawan, 2013: 2)
Informasi merupakan hasil dari pengolahan data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut dapat menjadi informasi.
Informasi merupakan data yang telah mengalami pengolahan. Informasi memberikan makna.
Informasi berguna atau bermanfaat.
Informasi merupakan bahan pembuat keputusan. Ciri informasi yang berkualitas yaitu:
Akurat, artinya informasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Tepat Waktu, artinya informasi harus tersedia saat informasi itu diperlukan.
Relevan, artinya informasi yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
Lengkap, artinya informasi harus diberikan secara lengkap. II.1.2 Kebudayaan
Kebudayaan merupakan ekspresi masyarakat yang berupa hasil gagasan dan tingkah laku manusia dalam komunitasnya. Menurut Koentjaraningrat (Kartika, 2007: 26), disebutkan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan,
(18)
5 tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan merupakan hasil gagasan yang dijadikan pegangan dan dijadikan acuan dalam kehidupan oleh masyarakat pendukungnya.
II.1.3 Seni Helaran
Seni helaran merupakan salah satu kesenian yang dipertontonkan kepada orang banyak yang bersifat bergerak dan dalam pementasannya diiringi dengan
tetabuhan. Menurut Kamus Umum Basa Sunda (1995), “helaran” adalah
iring-iringan atawa arak-arakan biasana ngarak panganten atawa budak sunat
(iring-iringan atau arak-arakan misalnya mengarak pengantin atau pengantin sunat). Menurut Soepandi (1994: 105) yang disebut seni helaran adalah kesenian yang digelarkan dalam bentuk pesta arak-arakan, yaitu iringan pawai menyusuri jalan secara beramai-ramai.
Seni helaran merupakan keseimbangan kolaborasi berbagai cabang seni seperti seni tari, seni karawitan/musik, seni artistik/rupa, yang sangat identik dengan pergerakan tubuh sehingga menyebabkan elemen gerak atau aspek koreografi menjadi cukup dominan dan menyebabkan tari pada helaran diposisikan sejajar dengan kategori seni tari yang lainnya seperti tari Klanggenan, tari Bentuk dan tari Upacara. Aspek koreografi memperhitungkan elemen-elemen gerak yang enak dan nyaman saat dilakukan sambil berjalan (Disporbudpar, 2015: para 21-22). Spesifikasi yang dapat dilihat pada seni tari helaran diantaranya:
Dominasi gerak terdapat pada gerakan kaki (Foot Step). Elemen gerak cenderung besar (Grand Style).
Sifat koreografi yang dinamis dan ritmik. Aksesoris kostum yang menonjol dan semarak.
Fungsi properti/Hand Prop menjadi demikian penting.
Aspek karawitan/musik sudah demikian larut pada penataan koreografi.
Contoh seni helaran yang tumbuh dari kekayaan seni budaya tradisional yaitu Seni Gotong Singa dari Kabupaten Subang, kesenian Buroq dari Cirebon dan Kuda Renggong dari Sumedang.
(19)
6 Gambar II.1 HelaranBebegig Sukamantri
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
II.2 Bebegig Sukamantri
Bebegig Sukamantri merupakan kesenian yang masih ada dan dilestarikan.
Menurut Cucu Panji Suherman (wawancara 11-01-2016) Bebegig Sukamantri kini sudah menjadi seni budaya dan perkembangannya pun begitu pesat terutama ketika bisa tampil diluar kabupaten, anak-anak sampai dewasa berbondong-bondong ingin menggunakan Bebegig. Bebegig Sukamantri disinyalir sudah ada sejak jaman dahulu, jaman Kerajaan Pajajaran terdesak oleh Kesultanan Cirebon (Permana, 2008: 6).
Bebegig Sukamantri erat kaitannya dengan wilayah sebelah utara Sukamantri
yaitu hutan Karang Gantungan, dalam kawasan tersebut terdapat sumber air dan untuk menjaga hutan tersebut oleh para leluhur dibuatlah Bebegig sebagai penjaganya supaya tidak dirusak. Bebegig Sukamantri adalah orang menggunakan topeng dengan karakter makhluk menyeramkan. Rambut terbuat dari bubuay dengan dilengkapi mahkota dari daun waregu yang tersusun rapi diatas topeng. Keseluruhan beratnya bisa mencapai 30-50 kg yang harus digunakan dengan cara dipikul pada pundak pemain Bebegig Sukamantri. Tangan serta bagian tengah
(20)
7 tubuh sampai kaki bagian bawah pemain terbuat dari ijuk kawung (aren). Setiap
Bebegig Sukamantri dilengkapi dengan kolotok yang diikatkan pada pinggang
pemain.
Kesenian ini mulai diperkenalkan sekitar tahun 1950 an oleh para pelaku seni di Ciamis dan masyarakat Sukamantri (Sundara, 2013: 9). Bebegig Sukamantri merupakan kesenian umum bagi warga Desa Sukamantri, tetapi kesenian ini dikembangkan lagi di Dusun Campaka.
Bebegig Sukamantri kini dipentaskan dalam bentuk helaran, diiringi oleh musik
pengiring dan penari kolotok. Dalam setiap helaran, berjumlah 40 orang terdiri dari 12 Bebegig Sukamantri, 10 orang pemusik, 12 penari kolotok dan 6 asisten. Tidak hanya tampil saat helaran 17 agustus saja, juga tampil diundang dalam
helaran memeriahkan ulang tahun daerah ataupun turun mandi pengantin sunat.
II.2.1 Sejarah Bebegig Sukamantri
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Campaka tanggal 11 Januari 2016, Cucu yang merupakan pembina sanggar seni Bebegig Baladdewa menuturkan bahwa sejarah Bebegig Sukamantri ada 3 versi. Versi pertama bahwa Karanggantungan merupakan kerajaan, Bebegig merupakan punggawa-punggawa kerajaan. Versi kedua, masih termasuk punggawa atau bala tentara Karanggantungan, maksudnya adalah sebagai strategi untuk menangkal musuh. Bersembunyi didalam topeng bertujuan supaya tidak terlihat siapa yang ada didalam topeng. Versi ketiga, yaitu hasil penuturannya yang dapat disimpulkan menjadi kedalam beberapa periode sejarah Bebegig Sukamantri yaitu periode Prabu Sampulur, Margadati dan Eyang Emuh Muhrodi.
II.2.1.1 Periode Prabu Sampulur
Periode pertama yaitu periode Prabu Sampulur, merupakan orang yang berkuasa di wilayah Tawang Gantungan yang dikenal sakti dan juga cerdik. Siapa yang berani mengganggu tanaman dan pohon di kawasan tersebut hidupnya tidak bakal selamat atau terkena mamala (marabahaya).
(21)
8 Untuk menjaga daerah tersebut dari orang-orang yang mempunyai niat jahat, dibuatlah topeng-topeng dari kulit kayu yang dibentuk sedemikian rupa menyerupai wajah yang menyeramkan. Rambutnya terbuat dari ijuk yang terurai panjang kebawah, dilengkapi atribut mahkota dari kembang bubuay dan daun waregu pancawarna yang tersusun rapi diatas kepala topeng. Waregu pancawarna bukan setiap helai daun berwarna-warni melainkan sebutan Prabu untuk daun tersebut sebagai simbol kebaikan. Atribut yang digunakan diambil dari tanaman liar yang tumbuh subur di daerah Tawang Gantungan. Selanjutnya topeng tersebut dipasang di pohon-pohon besar di Tawang Gantungan oleh Prabu Sampulur, karena kesaktiannya orang yang berniat jahat melihat topeng itu bagaikan makhluk tinggi besar menyeramkan yang siap menerkam. Orang yang bermaksud masuk hutan jadi ketakutan.
Suatu saat Prabu Sampulur didatangi dua orang pendatang ke Tawang Gantungan, yaitu Sanca Manik dan Sanca Ronggeng. Pada awalnya Prabu memiliki tujuh belas orang yang bisa dipercaya dan bisa membantunya termasuk dua orang pendatang tersebut. Mereka bertugas untuk menjaga Tawang Gantungan. Kehidupan ditempat tersebut hanya bertani alakadarnya dan berburu hewan apapun. Sanca Ronggeng selalu menari-nari kegirangan ketika mendapatkan hewan buruan dan diikuti oleh yang lainnya. Seringnya Prabu melihat Sanca Ronggeng menari, teringat akan topeng yang dipasang di pohon, Sanca Ronggeng adalah orang pertama yang memakai topeng beserta atributnya. Semenjak itu setiap mendapatkan hasil buruan, selalu memadukan jurus bela diri dan tarian sambil memakai topeng. Topeng tersebut oleh Prabu dipanggil dengan sebutan
Babagug atau Ngabagug (diam tidak bergerak), karena dipasang di pohon. Setelah
adanya Sanca Manik dan Sanca Ronggeng, topeng-topeng tersebut dijadikan perlengkapan tari-tarian. Prabu Sampulur tidak lama menempati wilayah Tawang Gantungan dan diganti oleh salah satu orang kepercayaannya yaitu Margadati.
II.2.1.2 Periode Margadati
Periode kedua yaitu periode Margadati, kebiasaan masih berlanjut jika mendapatkan hewan buruan, dirayakan dengan berkeliling sambil memakai
(22)
9 topeng. Bedanya Margadati menambahkan kolotok kayu yang digoyang-goyangkan sebagai alat musik tambahan pengiring dan kayu yang berlubang memanjang dipukul-pukul menjadikan suara riuh rendah dari alat tersebut. Margadati memanggil orang yang memakai topeng beserta atribut dengan sebutan
Bebegig, yang berasal dari kata Babagug atau Ngabagug (diam tidak bergerak).
Terjadi banyak perubahan semenjak Margadati berkuasa, masyarakat perlahan menuju kemakmuran. Wilayah yang tadinya bernama Tawang Gantungan berganti nama menjadi Karang Gantungan. Kesenian Bebegig terus dilestarikan dengan baik, yang membedakan yaitu pada awalnya Bebegig hanya digelar jika mendapatkan hewan buruan, setiap panen tiba Margadati selalu menyerukan kepada Sanca Manik dan Sanca Ronggeng menggelar kesenian Bebegig dengan alat musik sederhana kohkol dan kolotok. Setiap Bebegig digelar selalu dilengkapi dengan tongkat kayu yang bertujuan untuk berjaga-jaga supaya tidak terperosok dan terkena tanaman berduri karena setiap pemain Bebegig tidak memakai alas kaki (nyeker). Melalui suara kolotok dan pukulan kayu yang sangat kencang, Margadati dan rekan-rekannya memberikan kabar tentang hal atau acara yang menggembirakan kepada masyarakat sekitar. Bebegig selalu ditunggu karena dianggap sebagai pertanda kegembiraan.
Seiring berjalannya waktu, topeng Bebegig mengalami perubahan yang awalnya berasal dari kulit kayu menjadi kayu bahbir atau kayu sisa. Tidak ada kepastian kapan bahan topeng-topeng itu dirubah, entah dari jaman Margadati, Nagalaksana, Baladdewa, Brajagati atau Brajamepeg. Dibalik topeng yang selalu berubah, atribut yang digunakan sebagai perlengkapan Bebegig dari dulu sampai sekarang tidak berubah tetap sama yaitu Injuk Kawung, daun waregu, bunga bubuay dan Kolotok.
II.2.1.3 Periode Eyang Emuh Muhrodi
Periode sekitar tahun 1970-an merupakan periode Eyang Emuh Muhrodi yang merupakan sesepuh Bebegig di Sukamantri. Eyang Emuh Muhrodi dibantu oleh muridnya yaitu Cucu Panji Suherman. Pada periode ini, Bebegig memiliki fungsi
(23)
10 sebagai hiburan. Hingga kini Bebegig Sukamantri mengalami perubahan diantaranya penambahan alat musik lain dan penambahan penari kolotok dalam setiap helaran.
II.2.2 Bagian dan pakaian yang digunakan oleh Bebegig Sukamantri
Bebegig Sukamantri pada bagian kepala terdiri dari topeng yang dibuat dari kayu
gelondongan, topeng tersebut merupakan gambaran karakter dari leluhur Sukamantri yaitu karakter ilmu Prabu Sampulur. Topeng tersebut disimpan dengan cara dikaitkan pada rangka. Pada bagian atas topeng terdapat mahkota yang terbuat dari daun waregu, selain itu juga untuk rambut yang digunakan terbuat dari bubuay.
Pada bagian badan, Bebegig Sukamantri menggunakan pakaian yang terbuat dari ijuk kawung (aren). Tangan serta bagian tengah tubuh sampai kaki bagian bawah pemain dibalut dengan ijuk. Bagian belakang Bebegig Sukamantri dilengkapi dengan kolotok yang diikatkan pada pinggang pemain.
II.2.2.1 Topeng
Topeng Bebegig Sukamantri dari jaman ke jaman mengalami perubahan mulai terbuat dari kulit kayu, kayu bahbir (sisa potongan kayu) sampai menggunakan kayu gelondongan.
Gambar II.2 Topeng Bebegig Sukamantri Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 11/01/2016)
(24)
11 Kayu gelondongan digunakan untuk mendapatkan dimensi yang lebih baik. Setiap pembuat topeng bebas mengeluarkan ekspresinya untuk membuat karakter yang diinginkannya, sehingga setiap topeng Bebegig Sukamantri tidak ada yang sama desain motifnya. Warna yang digunakan pun tidak ada warna khusus yang harus dipakai. Topeng yang digunakan mempunyai pemiliknya masing-masing yang tersebar di Sukamantri. Topeng kemudian diikat pada rangka.
II.2.2.2 Rangka
Rangka pada Bebegig Sukamantri berfungsi sebagai tempat topeng disimpan.
Bebegig Sukamantri cara menggunakannya dengan dipikul, pemain Bebegig
Sukamantri memikul rangka dengan bahu.
Gambar II.3 RangkaBebegig Sukamantri Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 11/01/2016)
II.2.2.3 Ijuk
Ijuk pada Bebegig Sukamantri digunakan sebagai penutup rangka juga digunakan sebagai kostum pemain Bebegig Sukamantri. Kostum tersebut terdiri dari penutup kedua tangan dan penutup pada bagian tengah tubuh sampai kaki bagian bawah pemain. Ijuk dibuat sedemikian rupa hingga membentuk seperti layaknya celana panjang dengan cara di jahit menggunakan tali sebagai benangnya dan untuk mengikatnya ditubuh pemain, ijuk diikat dengan tali yang terbuat dari karet.
(25)
12 Gambar II.4 Ijuk
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.2.4 Daun Waregu
Daun Waregu merupakan hiasan pada kepala Bebegig Sukamantri, dalam penggunaanya pada Bebegig Sukamantri biasa disebut mahkota. Daun waregu disimpan dibagian atas topeng.
Gambar II.5 Daun Waregu
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.2.5 Bunga Bubuay
Bunga bubuay merupakan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan. Bentuk bunga bubuay tersusun rapi berurutan dan setiap helainya menempel kuat di tangkainya. Bunga bubuay merupakan rambut dari Bebegig Sukamantri.
(26)
13 Gambar II.6 Bunga Bubuay
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.2.6 Kolotok
Kolotok merupakan alat yang terbuat dari kayu, diikatkan dengan tali di pinggang
pemain Bebegig sehingga mengayun, cara menggunakannya adalah dengan digoyangkan. Kolotok merupakan suara khas dari Bebegig Sukamantri.
Gambar II.7 Kolotok
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.3 Alat Musik Pengiring Helaran Bebegig Sukamantri
Dalam helaran, Bebegig Sukamantri diiringi dengan alat musik dan sinden. Alat musik terdiri dari bedug, kendang, kecrek, gong, terompet dan kohkol. Dalam
(27)
14
helaran Bebegig Sukamantri alat musik kendang, bedug, kecrek dan gong di
angkut dengan roda. Posisi roda dengan alat musik serta sinden ketika helaran berlangsung yaitu berada dibelakang Bebegig Sukamantri. Jumlah pengiring tersebut terdiri dari 10 orang, rinciannya yaitu 6 orang pemain musik, 1 orang sinden dan 3 orang bertugas sebagai penarik roda.
Gambar II.8 Alat Musik
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
II.2.3.1 Bedug
Bedug yang digunakan terdiri dari dua buah bedug yaitu bedug dengan ukuran
besar dan bedug dengan ukuran kecil. Kedua bedug yang digunakan, dimainkan oleh satu orang.
Gambar II.9 Bedug
(28)
15 II.2.3.2 Kendang
Kendang yang digunakan terdiri dari dua buah kendang besar dan satu kendang kecil. Cara memainkannya tidak seperti biasanya memainkan kendang yaitu dengan ditepuk dengan tangan, melainkan dengan dipukul oleh kayu seperti menabuh bedug.
Gambar II.10 Kendang
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.3.3 Kecrek
Kecrek yang digunakan terdiri dari dua buah, satu kecrek digunakan untuk
penabuh bedug dan satu kecrek untuk pengiring. Kecrek yang digunakan oleh pengiring dimainkan dengan cara dipukul dengan kayu.
Gambar II.11 Kecrek
(29)
16 II.2.3.4 Gong
Gong yang digunakan ketika helaran berlangsung disimpan pada roda atau mobil bak, gong yang digunakan hanya satu.
Gambar II.12 Gong
Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses 17/01/2016)
II.2.3.5 Terompet
Terompet yang digunakan ketika helaran Bebegig Sukamantri berlangsung, didatangkan dari luar daerah beserta pemain terompetnya
Gambar II.13 Terompet
(30)
17 II.2.3.6 Kohkol
Kohkol yang digunakan hanya satu dan disimpan pada roda. Cara memainkannya
yaitu dengan dipukul dengan dua buah kayu.
Gambar II.14 Kohkol
Sumber Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
II.2.4 Tembang saat helaran Bebegig Sukamantri
Saat helaran berlangsung selain memainkan alat musik, tembang-tembang sunda dilantunkan mengikuti alunan musik. Adapun beberapa tembang yang dilantunkan yaitu engklak-engklakan, es lilin dan kembang tanjung.
II.2.4.1 Engklak-engklakan
Engklak-engklakan maripi lucu pisan Barudak urang ngariung diburuan Engklak-engklakan maripi lucu pisan Barudak urang ngariung diburuan
Burudul menak ti kidul Gotongan parabot degung Tatak kendang kulit maung Di rarawat hoe wulung
(31)
18 II.2.4.2 Es Lilin
Es lilin mah ceuceu dikalapaan Raosna mah geuningan kabina-bina Abdi alim dunungan paduduaan Sok siuen mah dibantun kamana-mana
II.2.4.3 Kembang Tanjung Duh aduh kembang tanjung Kembang tanjung ditiiran Ku bararingung
Bararingung pipikiran
II.2.5 Struktur Helaran Bebegig Sukamantri
Struktur helaran Bebegig Sukamantri berdasarkan observasi dalam acara hari ulang tahun kota Garut pada tanggal 23 Februari 2016 yang bertempat di alun-alun kota Garut sebagai berikut, dua hari sebelum acara pembina melakukan pengarahan di sanggar seni Bebegig Baladdewa kepada anggota tentang apa saja yang harus dipersiapkan.
Satu hari sebelum acara semua pemain berkumpul di sanggar untuk mempersiapkan peralatan yang akan dibawa. Mulai dari mempersiapkan Bebegig yang akan digunakan sampai pada peralatan penari kolotok dan peralatan musik pengiring. Peralatan yang sudah selesai disiapkan kemudian dimasukkan kedalam kendaraan yaitu truk. Pada saat hari pertunjukan, semua pemain berkumpul dan
berdo’a bersama. Rombongan berangkat menuju ke tempat berlangsungnya acara.
Sampai ditempat acara rombongan istirahat terlebih dahulu untuk selanjutnya menurunkan peralatan yang ada di kendaraan truk. Mulai dari Bebegig, peralatan penari kolotok dan peralatan musik. Bebegig yang sudah diturunkan kemudian di cek jikalau ada yang rusak dan segera mungkin diperbaiki.
Setelah Bebegig selesai dipersiapkan, kemudian para pemain Bebegig mulai mempersiapkan diri masing-masing dengan menggunakan kostum yang terbuat
(32)
19 dari ijuk dan menggunakan kolotok. Begitupun dengan para penari kolotok, mereka mempersiapkan diri.
Khusus untuk pemain musik, terlebih dahulu menyiapkan roda untuk dipasang dan setelah selesai dipasang alat-alat musik di naikkan ke roda tersebut. Alat musik kemudian di tata sedemikian rupa sesuai posisi yang telah ditetapkan. Setelah terpasang semua kemudian melakukan cek sound. Setiap pemain musik mencoba alat musik terlebih dahulu sebelum digunakan ketika helaran berlangsung.
Gambar II.15 Alat musik yang sudah dipasang pada roda Sumber Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
Ketika acara dimulai paling depan diisi oleh dua Bebegig Sukamantri yang berukuran kecil dan dua perempuan pembawa identitas Bebegig Baladdewa serta satu pemimpin penari kolotok. Tepat dibelakangnya diikuti oleh 9 penari kolotok dengan 5 disebelah kanan dan 4 disebelah kiri. Bebegig Sukamantri berjumlah 12 yang terdapat 6 disebelah kanan dan 6 disebelah kiri tepat dibelakang penari
kolotok. Pengiring musik dan asisten mengikuti dari belakang Bebegig
Sukamantri.
Rombongan mengikuti helaran berangkat dari titik awal menuju ke panggung utama untuk selanjutnya menuju titik akhir. Dalam perjalanan Bebegig Sukamantri menari mengikuti alunan musik yang dimainkan Begitupun penari
(33)
20 Gambar II.16 Posisi saat helaran berlangsung
Sumber Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
Tiba dipanggung utama perempuan pembawa identitas Bebegig Baladdewa menghadap ke arah tamu panggung utama. Penari kolotok mundur untuk selanjutnya Bebegig Sukamantri unjuk gigi. Selanjutnya menyajikan teatrikal berupa dua Bebegig Sukamantri yang bertarung memperebutkan pusaka. Bebegig Sukamantri yang bertarung keduanya saling menggunakan pedang sebagai senjatanya. Salah satu dari yang bertarung akan mengalami kekalahan, setelah pertarungan selesai rombongan melanjutkan perjalanan untuk menuju titik akhir. Selama diperjalanan rombongan tetap memainkan alat musik dan menari mengikuti alunan musik.
Gambar II.17 Bebegig Saat Di Panggung Utama Sumber Dokumentasi Pribadi (Diakses 23/02/2016)
(34)
21 II.3 Analisa Bebegig Sukamantri
II.3.1 Analisa Makna Yang Terkandung Pada Bebegig Sukamantri
Makna yang terkandung pada Bebegig Sukamantri yaitu mengajarkan kepedulian kepada kita untuk menjaga dan melestarikan alam sekitar. Bebegig ikut mengingatkan apakah masih peduli dengan kelestarian alam sekitar atau tidak. Bahan untuk membuat Bebegig dari masa ke masa mengalami perubahan namun tidak dengan Ijuk, Waregu, Bubuay dan kolotok. Ketiga bahan tersebut tidak pernah berubah dari dulu sampai sekarang. Dibalik bahan tersebut mengandung makna yang sangat dalam yaitu sebagai berikut:
Ijuk kawung (aren) yang digunakan sebagai rambut serta penutup tangan dan penutup bagian tengah tubuh pemain Bebegig Sukamantri sampai kaki bagian bawah memiliki makna yaitu ngabadan kawung. Ijuk yang dihasilkan dari pohon kawung (aren) memiliki makna bahwa hidup harus bermanfaat bagi banyak orang seperti pohon aren dimana setiap bagian dari pohon tersebut dapat dimanfaatkan.
Waregu merupakan daun yang dijadikan sebagai mahkota Bebegig Sukamantri. Makna yang dapat diambil yaitu kebaikan. Makna daun waregu identik dengan sejarah Bebegig Sukamantri pada periode Prabu Sampulur dimana daun waregu pancawarna yang digunakan sebagai simbol kebaikan.
Bubuay memiliki makna tentang kebersamaan. Bubuay merupakan bunga yang keluar dari pohon sejenis rotan, dilihat dari bentuk bunga yang tersusun rapi berurutan sebagai runtut raut, sauyunan, silih asah, silih
asih, silih asuh. Setiap bunga menempel kuat di manggarnya (tangkai).
Kuatnya kebersamaan secara turun temurun tidak akan lepas dan pecah. Selain itu juga didalam bubuay tersebut terdapat benih benih rotan yang jika Bebegig bergerak benih tersebut berjatuhan ke bawah.
Kolotok memiliki makna tentang pemberi kabar gembira. Makna kolotok
berkaitan dengan sejarah Bebegig Sukamantri pada periode Margadati, dimana pada periode tersebut Margadati menmberikan kabar gembira kepada masyarakat yaitu dengan cara menggunakan kolotok dengan suara yang kencang.
(35)
22 II.3.2 Analisa Penamaan Bebegig Pada Bebegig Sukamantri
Penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri berkaitan erat dengan sejarah
Bebegig Sukamantri. Penamaan Bebegig berasal dari kata ngabagug, penamaan
tersebut diberikan pertama kali oleh Margadati kepada Sanca Manik dan Sanca Ronggeng ketika memakai topeng beserta ijuk, daun waregu dan bubuay.
Ngabagug adalah diam tak bergerak, dan merupakan sebutan awal yang diberikan
Prabu Sampulur sebelum nama Bebegig kepada orang yang memakai topeng beserta ijuk, daun waregu dan bubuay.
II.3.3 Hasil Kuesioner Kepada Masyarakat Di Kecamatan Sukamantri Terhadap Bebegig Sukamantri
Berikut ini adalah hasil dari kuesioner tentang pemikirian masyarakat terhadap
Bebegig Sukamantri kepada 50 pelajar di kecamatan Sukamantri pada tanggal 26
Maret 2016 hingga 3 April 2016. 50 responden tersebut dipilih secara acak.
Gambar II.18 Diagram Pertanyaan 1 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 1 diatas, membuktikan bahwa masyarakat di Sukamantri mengetahui Bebegig.
Gambar II.19 Diagram Pertanyaan 2 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(36)
23 Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 2 diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Sukamantri yang pernah melihat langsung Bebegig yang ada di sawah adalah 48 orang atau 96%, dan yang belum pernah melihat yaitu sebanyak 2 orang. Ini membuktikan bahwa daerah Sukamantri merupakan kawasan yang mempunyai kultur pesawahan.
Gambar II.20 Diagram Pertanyaan 3 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 3 diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Sukamantri dari 50 orang, sebanyak 38 orang atau 76% masyarakat Sukamantri ketika mendengar kata “Bebegig” yang terpintas dipikirannya adalah
Bebegig yang biasa digunakan petani di sawah.
Gambar II.21 Diagram Pertanyaan 4 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 4 diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Sukamantri tahu akan kesenian Bebegig Sukamantri, 100% responden mengetahui Bebegig Sukamantri.
(37)
24 Gambar II.22 Diagram Pertanyaan 5 kuesioner Bebegig Sukamantri
Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri (Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 5 diatas, dapat dilihat bahwa 100% dari 50 masyarakat Sukamantri pernah melihat langsung kesenian Bebegig Sukamantri.
Gambar II.23 Diagram Pertanyaan 6 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 6 diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Sukamantri pernah melihat iring-iringan kesenian Bebegig Sukamantri dengan tetabuhannya menyusuri jalanan. Acara yang paling sering dilihat yaitu acara 17 agustus.
(38)
25 Gambar II.24 Diagram Pertanyaan 7 kuesioner Bebegig Sukamantri
Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri (Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 7 diatas, dapat dilihat bahwa masyarakat Sukamantri mengetahui apa itu helaran dengan 34 orang yang menjawab.
Gambar II.25 Diagram Pertanyaan 8 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 8 diatas, dapat dilihat bahwa 56% masyarakat Sukamantri belum mengetahui apa itu Ngabagug. Ngabagug merupakan cikal bakal penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri.
Gambar II.26 Diagram Pertanyaan 9 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(39)
26 Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 9 diatas, dapat dilihat 94% masyarakat Sukamantri dominan mengetahui fungsi Bebegig adalah sebagai kesenian.
Gambar II.27 Diagram Pertanyaan 10 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 10 diatas, dapat dilihat masyarakat Sukamantri sebanyak 62% belum mengetahui makna apa yang terkandung pada
Bebegig Sukamantri.
Gambar II.28 Diagram Pertanyaan 11 kuesioner Bebegig Sukamantri Sumber: Kuesioner Pengetahuan Masyarakat Tentang Bebegig Sukamantri
(Diakses 3/04/2016)
Dari diagram pertanyaan kuesioner nomor 11 diatas, dapat dilihat masyarakat Sukamantri sebanyak 84% dari 50 responden menganggap hutan itu penting bagi kehidupan masyarakat Sukamantri.
II.4 Khalayak
Kendati Bebegig Sukamantri tampak menakutkan, ketika helaran berlangsung masyarakat tidak menjauhi mereka. Alih-alih menghindar, sebagian malah
(40)
27 mendekat untuk sekedar mengabadikan momen tersebut dengan foto bersama. Dari tahun ke tahun popularitas Bebegig di Sukamantri semakin tinggi. Generasi penerus di kalangan anak-anak kecil Sukamantri kini banyak yang ingin mengenakan Bebegig. Bebegig bisa bertahan sampai sekarang karena regenerasi berjalan baik.
Kehadiran Bebegig Sukamantri pada ajang Kemilau Nusantara 2015 yang bertempat di depan Gedung Sate Bandung, membuat kagum masyarakat dan tamu undangan (Tika, 2015: para 4). Hasilnya Bebegig Sukamantri keluar sebagai juara pertama di tingkat provinsi.
II.5 Resume
Setelah meninjau hasil keseluruhan analisa dari paparan yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa dibalik minat yang tinggi terhadap
Bebegig Sukamantri masyarakat Sukamantri masih belum mengetahui makna
dibalik helaran Bebegig, makna yang terkandung dapat diterapkan pada kehidupan sehari-hari dan pengetahuan masyarakat mengenai penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri masih kurang. Kurangnya media informasi yang membahas secara khusus Bebegig Sukamantri.
Meninjau dari permasalahan yang ada, maka solusi yang dapat dilakukan adalah merancang informasi mengenai Bebegig Sukamantri melalui media informasi dalam bentuk buku ilustrasi yang didalamnya memberikan informasi mengenai makna yang terkandung dan penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri. Tujuannya untuk memberikan informasi bahwa dibalik pementasannya dalam
helaran, ada kearifan lokal yang ingin disampaikan oleh hadirnya Bebegig
(41)
28 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan
Strategi perancangan yang akan dilakukan dari kesenian Bebegig Sukamantri yaitu merancang atau membuat suatu media informasi berupa buku ilustrasi yang dirancang dengan cara story telling. Dalam keterangan sebelumnya ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi terkait Bebegig Sukamantri diantaranya kurangnya pemahaman masyarakat mengenai makna yang terkandung pada
Bebegig Sukamantri bahwa dalam pementasannya pada setiap helaran, Bebegig
memiliki makna didalamnya. Dari hal tersebut dibutuhkan sebuah solusi, yaitu buku informasi bergambar yang mudah diterima oleh remaja, yang berfungsi sebagai bahan pengetahuan bahwa ada makna lain yang terkandung pada Bebegig Sukamantri dibalik pementasannya.
III.1.1 Khalayak Sasaran
Pentingnya memberikan informasi mengenai makna yang ada pada Bebegig Sukamantri bukan hanya tampil dalam suatu helaran tetapi ada kearifan lokal didalamnya. Dari hal tersebut, maka target audiens akan ditentukan berdasarkan segi demografis, psikografis dan geografis sebagai berikut.
III.1.1.1 Consumer Insight
Untuk perancangan buku ilustrasi tentang Bebegig Sukamantri, target audien adalah remaja. Audien yang dituju adalah remaja umur 13-15 tahun jenjang pendidikan SMP yang memiliki minat dan pernah melihat langsung helaran
Bebegig Sukamantri.
Berikut insight dari target audien: Mengikuti gaya hidup.
Adanya kebanggan karena pernah melihat langsung helaran Bebegig Sukamantri.
(42)
29 Dengan target audien yang masih duduk di bangku SMP dengan kesibukannya belajar disekolah dan senang bermain, tidak ingin diganggu dengan hal-hal diluar kebiasaannya, maka untuk melibatkannya dengan media yang tanpa disadari digunakan oleh target audien.
III.1.1.2 Consumer Journey
Untuk menentukan cara penyampaian ide yang sudah dibentuk, maka diperlukan perencanaan yang baik melalui media-media yang akan digunakan, yang mampu berinteraksi dan menjangkau sasaran dengan tepat. Diperlukan aktifitas dari target audien. Consumer Journey inilah yang dijadikan acuan untuk aplikasi media yang dibentuk.
Tabel III.1 Consumer Journey Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
No Kegiatan Tempat Point Of Contact
1 Bangun Pagi Kamar Tidur Buku
2 Perjalanan ke Sekolah Jalan, Kendaraan, Sekolah
Stiker, Poster
3 Di Sekolah Sekolah Buku, Mading
4 Istirahat Sekolah, Kantin Poster, Stiker 5 Pulang Sekolah Sekolah, Jalan Stiker
6 Di Rumah Ruang Tamu, Kamar
Tidur
Buku
7 Bermain Rental Play Station Stiker, Poster, T-Shirt
III.1.1.3 Indikator Konsumen Demografis
Secara Demografis target audiens dari buku ilustrasi Bebegig Sukamantri ini yaitu meliputi dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan perempuan. Kategori usia antara 13-15 tahun yang memiliki status pendidikan sebagai pelajar SMP atau sederajat, dengan status sosial menengah dan menengah keatas. Target sekunder atau target kedua yang dituju adalah remaja usia
(43)
30 antara 16-19 tahun yang berada di Kabupaten Ciamis dan seluruh Indonesia.
Psikografis
Secara Psikografis target audiens dari buku ilustrasi Bebegig Sukamantri ini yaitu remaja yang mempunyai sikap mental yang baik, mudah meledak, mudah emosinya dan gaya hidup yang selalu ingin terpenuhi.
Usia 13-15 tahun merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju remaja. Pada masa ini juga biasa disebut masa remaja awal. Remaja awal merupakan fase dimana memiliki sifat sensitif, reaktif, emosi bersifat negatif dan tempramental (Hariyanto, 2011: para 14)
Geografis
Secara Geografis target audien dari buku ilustrasi Bebegig Sukamantri ini yaitu ditujukan kepada remaja yang bertempat tinggal didaerah yang sedang berkembang dengan geliat ekonomi yang baik dimana masyarakatnya mengalami perubahan gaya hidup terlebih tentang kepedulian terhadap kebudayaan. Daerah yang menjadi target perancangan ini adalah Kabupaten Ciamis.
III.1.2 Strategi Komunikasi
Strategi komunikasi pada perancangan buku ilustrasi Bebegig Sukamantri melalui media buku bertujuan untuk:
Mengingatkan remaja khususnya anak SMP tentang kebudayaan tradisional Bebegig Sukamantri dan pentingnya kesadaran untuk melestarikannya.
Memberikan kebanggaan remaja terhadap Bebegig Sukamantri.
Memberikan pengetahuan kepada remaja khususnya anak SMP bahwa
Bebegig Sukamantri bukan hanya sekedar seni helaran tapi ada nilai lebih
didalamnya.
III.1.2.1 Pendekatan Visual
Pada perancangan buku ilustrasi ini pendekatan visual yang dirancang menggunakan ilustrasi atau gambar-gambar yang cenderung realis. Selain
(44)
31 berdasarkan hal tersebut, buku ilustrasi ini juga didukung dengan pendekatan pewarnaan dengan warna yang identik dengan kesenian Bebegig Sukamantri. Penggunaan huruf dan tata letak yang digunakan yaitu yang mudah dipahami. Pendekatan visual tersebut didasari oleh target audiens yaitu remaja usia 13-15 tahun dengan jenjang pendidikan SMP.
III.1.2.2 Pendekatan Verbal
Pada perancangan buku ilustrasi ini pendekatan verbal yang digunakan yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Memberikan cerita tentang perkembangan
Bebegig Sukamantri yang diolah dari hasil literatur dan wawancara terhadap
orang yang berkompeten dalam hal Bebegig Sukamantri, yaitu Cucu Panji Suherman yang merupakan pembina Bebegig Baladdewa. Penyampaian dari perkembangan Bebegig Sukamantri ini diambil hanya beberapa adegan penting, namun masih bisa menggambarkan perkembangan Bebegig Sukamantri dari mulai awal sampai menjadi suatu seni helaran tanpa mengurangi jalan cerita dari perkembangan Bebegig Sukamantri itu sendiri. Pada cerita yang disampaikan disisipkan bahasa Sunda sebagai elemen penguat cerita. Cerita berupa teks diberikan disesuaikan dengan ilustrasi yang ada. Penggunaan teks berguna untuk menceritakan dan menjelaskan ilustrasi tersebut.
III.1.3 Mandatory
Perancangan buku ilustrasi mengenai Bebegig Sukamantri bekerja sama dengan pihak pemerintahan Kabupaten Ciamis melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis (DISDIKBUD).
Gambar III.1 Logo Kabupaten Ciamis
Sumber: http://perpusipda-ciamis.com/wp-content/uploads/2015/10/logo-ciamis1.png. (Diakses pada 10-06-2016)
(45)
32 III.1.4 Strategi Kreatif
Strategi kreatif yang dibuat adalah perancangan buku ilustrasi, buku yang dirancang dengan menggabungkan cerita berupa teks dan ilustrasi yang menampilkan visual berupa ilustrasi Bebegig Sukamantri dan tokoh yang ada didalamnya. Penggambaran tokoh yang ada pada Bebegig Sukamantri diolah dengan pendekatan dari bahan-bahan literatur yang berhubungan dengan objek penlitian. Perancangan buku ilustrasi ini menggunakan cara bercerita dengan story
telling untuk memudahkan target audien dalam memahami isi buku.
Didalam buku ilustrasi yang dibuat, pada setiap penjelasan ilustrasi menggunakan
background waregu, bubuay dan ijuk yang bertujuan untuk lebih menekankan
makna yang dibahas.
III.1.4.1 Copywriting
Menempatkan buku ilustrasi ini sebagai media pengetahuan yang menarik dan disukai, bertujuan memberikan pengetahuan dan merubah cara berfikir perilaku pelajar dalam cara menjaga lingkungan dan dalam berkehidupan sehari-hari. Dengan memberikan pengetahuan cerita perkembangan Bebegig Sukamantri yang sekarang sudah menjadi kesenian dalam bentuk helaran, bahwa didalamnya terdapat semangat untuk menjaga lingkungan dan ada nilai-nilai yang dapat dijadikan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun strategi copywriting yang dilakukan seperti judul utama perancangan ini adalah “Bebegig Si Penjaga Karanggantungan”. Penggunaan kata dalam perancangan ini dilakukan untuk menarik perhatian khalayak sasaran dan untuk memberikan kesan menjaga lingkungan.
III.1.4.2 Sinopsis
Diceritakan ada seorang penguasa yang senantiasa menjaga dan mencintai lingkungannya. Karanggantungan adalah nama kawasan yang dia cintai dan dia jaga, salah satu kekayaan alam Karanggantungan yaitu sumber mata air. Kekhawatiran akan dirusaknya sumber mata air tersebut muncul, ketika para
(46)
33 perusak hadir dan mengganggu Karanggantungan. Prabu Sampulur pun akhirnya menemukan suatu cara yaitu dengan membuat topeng dari kulit kayu dan ditambah dengan bunga bubuay, daun waregu dan ijuk, Prabu menyebutnya
Ngabagug yang artinya diam tak bergerak karena topeng tersebut disimpan pada
pohon-pohon. Cara tersebut tidak membuat para perusak gentar hingga pada akhirnya ditengah perjalanan Prabu harus meninggalkan kawasan Karanggantungan dan memberikan kekuasaan kepada Margadati orang yang dia percayai.
Prabu berpesan untuk tetap waspada terhadap para perusak tersebut dan kelak bahan yang digunakan seperti bunga bubuay, daun waregu dan ijuk akan membantu. Margadati membuat topeng dari sisa kayu namun bunga bubuay, daun waregu dan ijuk tidak dia ganti, Margadati menyebutnya Bebegig terinspirasi
Babagug milik Prabu Sampulur.
Pada akhirnya perusak dengan kekuatan besar tiba, ia bernama Pamala. Topeng yang dibuat Margadati tidak kuat menahan serangan Pamala. Pada akhirnya kostum yang menyatu dengan alam mampu mengalahkan perusak tersebut. Hingga pada akhirnya seiring berjalannya waktu, Bebegig tetap hadir ditengah masyarakat yang dipentaskan dalam bentuk helaran.
III.1.4.3 Storyline
Halaman 1 : Diceritakan ada seorang penguasa yang bijaksana, senantiasa mencintai alam, dia adalah Prabu Sampulur. Penguasa didaerah Karang Gantungan. Sebuah wilayah yang dia cintai dan dia jaga kelestariannya.
Halaman 3 : Karang Gantungan merupakan sebuah tempat dimana tumbuhan tumbuh subur, pohon menjulang tinggi. Satu yang menjadi kekayaan Karang Gantungan yaitu sumber air.
Halaman 5 : Prabu Sampulur terlihat merenung khawatir akan orang-orang yang akan merusak Karang Gantungan yang didalamnya terdapat sumber mata air, akhirnya Prabu menemukan suatu cara.
(47)
34 Halaman 7 : Prabu menurunkan pasukan dengan topeng yang terbuat dari kulit kayu. Prabu menyebutnya Babagug. Topeng-topeng tersebut dipasang pada pohon-pohon dikawasan Karang Gantungan.
Halaman 9 : Namun karena orang-orang yang merusak masih berkeliaran, akhirnya Prabu Sampulur memanggil orang kepercayaannya Sanca Manik dan Sanca Ronggeng. Mereka berdua diberi misi untuk mengejar para perusak Karang Gantungan.
Halaman 11 : Setelah mendapatkan tugas dari Prabu Sampulur, Sanca Manik dan Sanca Ronggeng bergegas mencari para perusak yang masih berkeliaran di Karang Gantungan
Halaman 13 : Satu persatu para penyerang itu berhasil ditaklukan Sanca Manik dan Sanca Ronggeng. Gelombang perusakan pun terhenti mereka berhasil menjalankan misi dari Prabu Sampulur.
Halaman 15 : Untuk merayakan keberhasilannya, Sanca Ronggeng menari-nari dengan memadukan gerakan gerakan bela diri.
Halaman 17 : Prabu Sampulur harus pergi meninggalkan Karang Gantungan. “Aku titipkan Karang Gantungan kepadamu, Margadati”
“Kenapa harus hamba Prabu?”, tanya Margadati “Aku telah mengenal
engkau dan aku percaya engkau mampu”. Prabu pun menitip pesan
kepada Margadati. “Terus kembangkan Babagug untuk menjaga Karang Gantungan sebelum perusak dengan kekuatan besar akan tiba disini”. Halaman 19 : Prabu Sampulur akhirnya pergi meninggalkan Karang
Gantungan. Margadati pun memegang kekuasaan di Karang Gantungan. Sebelum pergi, Prabu Sampulur memberikan pesan bahwa barang yang digunakan pada Babagug yaitu daun Waregu, Bubuay dan Ijuk kelak akan membantu dalam mengalahkan perusak.
Halaman 21 : Margadati merupakan orang yang kreatif, dia membuat topeng dari kayu bahbir (sisa), kayu yang dihancurkan para perusak. topeng tersebut ditambah dengan daun Waregu, Bubuay dan ijuk Margadati menyebutnya Bebegig terinspirasi dari Babagug milik Prabu Sampulur.
(48)
35 Halaman 23 : Perusak dengan kekuatan besar itu akhirnya tiba di Karang Gantungan. Perusak itu bernama Pamala. Sanca Manik dan Sanca Ronggeng yang sedang berkeliling di Karang Gantungan terkejut dengan kemunculannya, mereka berdua pun pergi untuk memberi tahu Margadati. Halaman 25 : Diceritakanlah apa yang terjadi, “Nampaknya gelombang
orang-orang perusak Karang Gantungan belum berhenti”, ujar Sanca
Ronggeng. “Sesungguhnya Prabu Sampulur telah memperkirakan ini
sebelum beliau pergi dari Karang Gantungan” “Lantas apa yang harus kita
perbuat? sebelum perusak itu semakin menjadi?”, tanya Sanca Manik.
“Pakailah Bebegig yang telah aku sediakan dan seranglah perusak itu
sekarang”.
Halaman 27 : Sanca Manik dan Sanca Ronggeng pun pergi untuk menyerang Pamala. Kekuatan yang dimiliki Pamala lebih besar dan lebih kuat. Bebegig dengan topeng bahbir pun tidak kuat menahan serangan kekuatan yang dimiliki perusak itu. Akhirnya Bebegig mengalami kekalahan.
Halaman 29 : Sanca Manik dan Sanca Ronggeng pun kembali menemui Margadati. Mereka pun mempertanyakan bagaimana mengatasi perusak
itu. “Sesungguhnya sebelum Prabu Sampulur pergi, ia sempat menjelaskan
kepadaku tentang barang yang digunakan pada Babagug. Dijelaskanlah apa yang dulu Prabu Sampulur titipkan kepada Margadati.
Halaman 31 : Daun waregu yang digunakan adalah sebagai simbol kebaikan untuk kita semua, berbuat baiklah terhadap alam tanpa alam kita tidak bisa apa-apa. Bubuay yang digunakan sebagai simbol gotong royong dilihat dari bentuknya satu bunga dengan bunga lainnya menempel kuat di manggarnya dan satu manggar dengan manggar lainnya menempel kuat di tangkainya, mari kita bersama-sama menyelamatkan alam dan ijuk yang digunakan sebagai simbol ngabadan kawung yang artinya bahwa hidup harus seperti pohon kawung dimana semuanya bisa bermanfaat bagi alam. Terbentuklah kostum Bebegig yang menyatu dengan alam.
(49)
36 Halaman 33 : Dengan topeng baru dari kayu gelondongan dan kostum baru yang telah menyatu dengan alam, Bebegig siap melawan perusak Karang Gantungan.
Halaman 35 : Penyerangan pun dimulai. Bebegig akhirnya bisa mengalahkan perusak dengan kekuatan besar tersebut. Karang Gantungan pun tentram kembali. (selesai)
Halaman 37 : Untuk merayakannya, Margadati menambahkan kolotok pada Bebegig sebagai tanda adanya kabar gembira.
Halaman 39 : Seiring berkembangnya jaman, kini semangat Bebegig sebagai penjaga lingkungan tetap dilestarikan dalam bentuk seni helaran.
Bebegig terus menari seolah-olah mengingatkan kepada kita apakah kita
masih peduli terhadap alam?.
III.1.4.4 Storyboard
Tabel III.2 Storyboard
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
No. Keterangan
1 Di perkenalkan bahwa Prabu
Sampulur merupakan sosok yang mencintai lingkungan.
2 Dijelaskan tempat yang dikuasai
oleh Prabu Sampulur yaitu Karang Gantungan yang memiliki sumber air.
(50)
37 3
Kegelisahan Prabu akan kelangsungan Karang Gantungan dari para perusak.
4 Ditemukanlah suatu cara untuk
menghalau para orang-orang perusak.
5
Para perusak masih berkeliaran, prabu memanggil orang kepercayaannya sanca manik dan sanca ronggeng.
6 Sanca Manik dan Sanca
Ronggeng mendapat tugas untuk mengejar perusak.
(51)
38
7 Perusak pun ditaklukan.
8 Sanca Ronggeng merayakan
kemenangan.
9 Prabu harus pergi meninggalkan
Karang Gantungan. Kekuasaan dialihkan kepada Margadati.
10 Prabu pergi dan meninggalkan
pesan kepada Margadati.
11 Margadati membuat topeng dari
(52)
39
12 Perusak dengan kekuatan besar
muncul.
13 Sanca Manik dan Sanca
Ronggeng melapor kepada Margadati. Digunakanlah
Bebegig untuk menyerangnya.
14 Penyerangan terhadap perusak.
Namun mengalami kekalahan.
15 Margadati menjelaskan apa
maksud dibalik barang yang digunakan pada Bebegig.
16 Dijelaskan apa yang terkandung
pada waregu, Bubuay dan ijuk. Terbentuklah kostum yang menyatu dengan alam.
(53)
40
17 Bebegig dengan kostum baru dan
topeng yang lebih kuat siap menghadang perusak.
18 Penyerangan terhadap perusak.
Perusak alhirnya bisa dikalahkan.
19 Untuk merayakan menambahkan
kolotok pada Bebegig.
20 Bebegig kini menjadi seni
(54)
41 III.1.5 Strategi Media
Media yang akan digunakan adalah buku ilustrasi yang akan menjelaskan tentang makna yang terkandung dan asal muasal penamaan Bebegig pada Bebegig Sukamantri. Penjelasan tersebut disampaikan berupa story telling. Target primer buku ilustrasi ini adalah remaja.
III.1.5.1 Media Utama
Buku ilustrasi ini digunakan sebagai media utama dengan dasar pemikiran bahwa buku adalah media yang fleksibel dan mampu menjangkau segala segmentasi ekonomi. Dalam artian bahwa fleksibel disini yaitu mudah untuk mendapatkannya tanpa melalui proses yang rumit. Materi pesan yang disajikan yaitu sederhana sehingga mudah dicerna oleh para remaja dan visual yang menjelaskan menjadi pilihan orang tua untuk membelinya.
III.1.5.2 Media Pendukung
Adapun media pendukung yang akan digunakan untuk menunjang media utama dalam hal ini adalah buku ilustrasi tentang Bebegig Sukamantri yaitu sebagai berikut:
Poster
Poster berisikan informasi yang ditujukan untuk menarik perhatian yang bersifat ajakan terhadap buku informasi untuk target audien.
X-Banner
X-Banner merupakan media untuk informasi yang bertujuan untuk
menarik perhatian serta agar pembeli dapat dengan mudah melihat buku yang sedang dipasarkan.
Pembatas buku
Media utama adalah buku maka pembatas buku diperlukan. Pembatas buku diperlukan sebagai penanda sejauh mana proses dalam membaca buku tersebut.
Gantungan Kunci
Gantungan kunci merupakan media yang dapat dimanfaatkan di gantung di tas, kunci motor, kunci rumah dan tempat lainnya. Terlebih bagi remaja
(55)
42 yang sering beraktifitas sehingga media ini dapat mengingat tentang
Bebegig Sukamantri.
Stiker
Stiker merupakan media promosi yang sangat akrab bagi masyarakat. Pemasangannya hanya dengan membuka lapisan bawahnya dan kemudian ditempelkan ditempat yang dikehendaki.
Pin
Pin merupakan media yang bisa dipasang pada barang yang ada hubungannya dengan keseharian remaja seperti pada jaket, topi, ataupun tas.
T-shirt
T-Shirt berfungsi sebagai penutup tubuh, lewat media ini secara tidak
langsung orang yang memakainya sudah ikut melakukan promosi.
III.1.6 Strategi Distribusi
Dalam proses pendistribusian, akan dilibatkan pihak-pihak terkait yang berkaitan dengan objek penelitian. Diantaranya dengan pihak Dinas Pendidikan Dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan promosi yang lebih baik, tepat sasaran dan meluas. Untuk melancarkan kegiatan tersebut menjadi kegiatan yang efektif, maka harus diadakan sistem distribusi secara sistematis.
Tabel III.3 Jadwal Pendistribusian Media Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(56)
43 Promosi ini akan diselenggarakan selama kurun waktu 3 bulan. Bentuk pendistribusian dimulai dengan media utama dan media pendukung dan akan mulai dilakukan saat peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus, dimana pada tanggal tersebut Bebegig tampil tiap tahun.
III.2 Konsep Desain
Dalam sebuah media informasi, konsep visual merupakan hal yang penting. Konsep visual dalam perancangan buku ilustrasi Bebegig Sukamantri ini menggunakan gaya visual pribadi yang cenderung realis. Konsep visual meliputi gaya adaptasi gambar dan pendekatan warna yang mengacu pada infografis sangkuriang yang di posting oleh Bandung Portal.
Gambar III.2 infografis sangkuriang
Sumber: http://bandungportalsite.blogspot.com/2013/11/sangkuriang.html (Diakses pada 10-06-2016)
III.2.1 Format Desain
Buku ilustrasi Bebegig Sukamantri akan dibuat dengan ukuran 14,8cm x 21cm atau ukuran kertas A5 dengan format portrait dan 40 halaman isi. Dengan bentuk buku yang tidak terlalu besar, ditujukan agar dapat mudah dibawa oleh remaja terutama anak-anak SMP dan juga nyaman ketika membacanya sehingga ketika mereka beraktifitas, buku ilustrasi Bebegig Sukamantri mudah dibawa.
(57)
44 Gambar III.3 Format Desain
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
III.2.2 Tata letak
Layout adalah mengatur berbagai komposisi diantaranya huruf, garis, bidang,
gambar dan sebagainya. Pada dasarnya layout merupakan tata letak elemen-elemen desain terhadap suatu bidang dalam media tertentu untuk mendukung konsep yang dibawanya (Surianto Rustan, 2008: 0).
Tata letak pada buku ilustrasi Bebegig Sukamantri lebih menonjolkan visual atau ilustrasinya sebagai pusat perhatiannya. Adapun format cara membaca dan tata letak ilustrasi dalam bukunya seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar III.4 Tata letak ilustrasi dan cara pembacaan Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(58)
45 Adapun penempatan teks dan elemen-elemen visual disesuaikan. Pada layout teks, diberi background dengan motif daun waregu, bunga bubuay dan ijuk serta diberi motif bunga bubuay.
Gambar III.5 Daun waregu, ijuk dan bunga bubuay Sumber: Dokumentasi Pribadi (Diakses pada 17/01/2016)
Motif daun waregu, ijuk dan bunga bubuay disatukan dan dijadikan background untuk keterangan teks yang disajikan.
Gambar III.6 Motif daun waregu, ijuk dan bunga bubuay Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
III.2.3 Huruf
Tipografi yang digunakan yaitu dipilih sesuai dengan tema yang ditentukan sebelumnya. Tipografi didefinisikan sebagai proses seni untuk menyusun bahan publikasi dengan menggunakan huruf cetak. Menyusun tersebut meliputi merancang bentuk hingga merangkainya dalam sebuah komposisi untuk memperoleh efek tampilan yang dikehendaki (Adi Kusrianto, 2007: 190).
(59)
46 Untuk itu huruf yang digunakan pada judul adalah font “Under Strukk” dan
“MoolBooran” jenis font ini digunakan untuk judul karena ukuran font “Under
Strukk” tebal dan “MoolBooran” elegan dan terlihat nyaman dan membuat judul
semakin jelas.
Gambar III.7 Font MoolBooran dan Font UnderStrukk Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Untuk font “Under Strukk” digunakan pada kata “BEBEGIG” untuk lebih memunculkan kesan bahwa Bebegig itu kuat dan untuk font “MoolBooran”
digunakan pada kata “SI PENJAGA KARANGGANTUNGAN”.
Gambar III.8 Pengaplikasian font pada judul Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Pada bagian isi, fontyang digunakan adalah “Gabriola”, font ini digunakan karena memiliki karakter seperti tulisan pada jaman dahulu. Untuk font “Sangkuriang” digunakan sebagai drop cap.
Menurut Kamus Visual Tipografi (2015), “drop cap” merupakan inisial huruf kapital yang diletakkan di awal paragraf dengan ukuran lebih besar dan menjorok masuk. Font “Sangkuriang” tersebut digunakan untuk mendukung semangat tentang budaya sunda yang dimana font tersebut seperti tulisan bahasa sunda jaman dahulu.
(60)
47 Gambar III.9 font yang digunakan pada isi dan drop cap
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Untuk nomor pada setiap halaman, font yang digunakan adalah font “Sang
Jawara”, font ini digunakan untuk mendukung kesan bahwa Bebegig merupakan
budaya dari tanah sunda yang dapat dilihat dari karakter font yang memiliki karakter seperti bentuk kujang senjata khas masyarakat sunda.
Gambar III.10 font yang digunakan untuk nomor halaman Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
III.2.4 Ilustrasi
Ilustrasi yang digunakan pada buku ilustrasi adalah cenderung realis. Ilustrasi dimanfaatkan untuk memberi penjelasan atas suatu maksud atau tujuan secara visual. Adanya ilustrasi digunakan sebagai alat untuk menarik perhatian pembaca (Rakhmat Supriyono, 2010: 50).
Untuk menarik perhatian maka teknik yang digunakan yaitu manual kemudian diolah dengan teknik digital menggunakan software komputer Adobe Photoshop cs6. Didalam buku ilustrasi ditampilkan juga objek pendukungnya seperti latar yang digunakan hal ini bertujuan agar informasi terkait Bebegig Sukamantri dapat tersampaikan.
(61)
48 III.2.4.1 Studi Karakter
Buku ilustrasi Bebegig Sukamantri ini menggunakan beberapa tokoh diantaranya Prabu Sampulur, Margadati, Sanca Manik, Sanca Ronggeng dan Pamala. Adapun topeng Bebegig yang digunakan yaitu topeng kulit kayu, topeng bahbir dan topeng pada masa sekarang. Namun yang menjadi tokoh sentral yaitu Prabu Sampulur dan tiga Bebegig dengan topeng gelondongan. Maka pendekatan yang dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang ada dalam buku ilustrasi Bebegig Sukamantri adalah sebagai berikut:
Prabu Sampulur
Prabu Sampulur adalah seorang penguasa didaerah Karang Gantungan, yang sangat mencintai lingkungannya. Memiliki rasa peduli yang tinggi terhadap lingkungan.
Pendekatan visual Prabu Sampulur digambarkan melalui pendekatan dari literatur. Ada keterkaitan dan kesamaan nama antara Kerajaan Panjalu dan tokoh Prabu Sampulur (Ricco, 2011: 129). Maka pendekatan didasarkan pada Kerajaan Panjalu. Menurut Sukardja (2001: 21), Rangga Gumilang atau buyut Prabu Borosngora serta pendiri Panjalu diperkirakan hidup sekitar abad 14. Pendekatan didasarkan pada pakaian prabu abad ke 14. Pendekatan pakaian Prabu didasarkan pada pakaian yang digunakan Sribaduga Maharaja didasarkan pada observasi di museum Sribaduga pada tanggal 18 juni 2016, keterangan yang ada di museum Sribaduga menyebutkan bahwa dalam naskah abad 17-20 kerajaan sunda lebih dikenal kerajaan Pajajaran atau kerajaan Galuh. Dalam naskah tersebut tokoh sentralnya adalah raja Pajajaran yang dikenal dengan Prabu Siliwangi yang dimaksud dengan Prabu Siliwangi adalah Sribaduga Maharaja.
Maka pendekatannya didasarkan pada pakaian yang digunakan oleh Sribaduga Maharaja yang berkuasa pada tahun 1350M-1357M (Suherman, 1995). Dalam lukisan Talaga Rena Mahawijaya karya Baskara (2012) yang berada di museum Sribaduga, yang merupakan penggambaran dari prasasti batu tulis yang dibuat untuk memperingati 12 tahun meninggalnya Sri Baduga Maharaja.
(62)
49 Gambar III.11 Lukisan Sribaduga Maharaja di museum sribaduga
Sumber: https;//media-cdn.tripadvisor.com/media/photo-s/06/71/07/55/foto-lukisan-tentang.jpg (Diakses pada 25-05-2016)
Berikut adalah penggambaran Prabu Sampulur dengan cara pendekatan pada pakaian yang digunakan oleh Sribaduga Maharaja.
Gambar III.12 Prabu Sampulur Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Margadati
Margadati merupakan orang kepercayaan Prabu Sampulur dan merupakan penguasa Karanggantungan setelah Prabu Sampulur. Merupakan orang
(63)
50 yang kreatif dan pakaian yang digunakan tidak melebihi Prabu Sampulur dan diatas Sanca Manik dan Sanca Ronggeng.
Gambar III.13 Margadati Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016) Sanca Manik dan Sanca Ronggeng
Sanca Manik dan Sanca Ronggeng merupakan orang kepercayaan Prabu Sampulur. Sanca Manik digambarkan dengan pakaian serba hijau dan Sanca Ronggeng serba biru. Karakter Sanca Ronggeng senang akan hal-hal baru. Pakaian yang digunakan tidak melebihi Prabu Sampulur dan Margadati.
Gambar III.14 Sanca Manik dan Sanca Ronggeng Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(64)
51 Pamala
Nama Pamala diambil dari kata Pamawa Mamala yang kemudian disingkat menjadi Pamala. Pamawa Mamala artinya pembawa musibah, tokoh ini diciptakan untuk mendukung jalannya cerita. Pamala merupakan perusak Karanggantungan yang terakhir dan digambarkan dengan perut besar dan rakus.
Gambar III.15 Pamala
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Topeng
Topeng yang muncul ada 3 periode yaitu topeng kulit kayu, kayu bahbir (sisa) dan kayu gelondongan.
Gambar III.16 Topeng Kulit Kayu dan Kayu bahbir (sisa) Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(65)
52 Topeng kayu gelondongan yang muncul pada buku yaitu Romo Giling, Braja Ireng dan Roro Singkil. Ketiga topeng tersebut dipilih karena sudah mewakili keseluruhan Bebegig Sukamantri yang ada dengan dilihat dari bentuk mahkota yang digunakannya.
Gambar III.17 Romo Giling, Braja Ireng dan Roro Singkil Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
III.2.4.2 Studi Lokasi
Ada beberapa lokasi yang akan muncul dalam buku ilustrasi Bebegig Sukamantri, seperti kawasan hutan dengan sumber air, hutan dan pepohonan yang menjulang tinggi. Lokasi yang dipilih bertujuan agar pembaca bisa memahami jalan cerita dan menjadi pendukung dalam menyampaikan suatu cerita. Berikut adalah salah satu contoh lokasi yang digunakan.
Gambar III.18 Referensi lokasi sumber mata air di Karang Gantungan Sumber: Dokumentasi pribadi (Diakses pada 30-04-2016)
(66)
53 Dari referensi tersebut, kawasan Karanggantungan merupakan suatu kawasan yang dimana pohonnya tumbuh besar dan memiliki sumber mata air.
Gambar III.19 Contoh penggambaran lokasi Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
III.2.5 Warna
Secara visual warna dibagi menjadi dua golongan yaitu warna dingin dan warna panas. Warna dingin yaitu hijau, biru, hijau-biru, biru-ungu dan ungu, memberikan kesan pasif, statis, kalem, damai dan kurang mencolok. Warna panas yaitu merah, oranye, merah-oranye, oranye, kuning-oranye, kuning, kuning-hijau dan merah ungu, memberikan kesan hangat, dinamis, aktif dan mengundang perhatian.
Warna yang digunakan menggunakan warna dengan nuansa hangat. Warna hangat seperti merah, oranye, kuning, kuning-oranye digunakan untuk memperkuat isi atau pesan (Rakhmat Supriyono, 2010: 74). Teknik pewarnaan yaitu manual menggunakan pensil warna kemudian diolah menggunakan software Adobe Photoshop cs6.
Berikut adalah warna-warna yang digunakan dan sering muncul pada buku ilustrasi Bebegig Sukamantri.
(67)
54
C:3 M:0 C:44 M:2
Y:50 K:0 Y:53 K:0
C:73 M:67 C:16 M:74
Y:65 K:77 Y:100 K:4
Gambar III.20 warna yang sering digunakan Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(68)
55 BAB IV. MEDIA DAN TEKNIS PRODUKSI
IV.1 Proses Pembuatan Media Utama
Dalam proses pembuatan media utama dilakukan beberapa tahapan atau proses yang dilakukan, dimulai dari membuat story line cerita yang akan disajikan kemudian tahapan selanjutnya adalah proses pembuatan storyboard, berisikan sketsa-sketsa awal berupa goresan-goresan pensil yang kemudian sketsa-sketsa kecil tersebut dituangkan kedalam media ukuran A5 atau sejenisnya.
Tahapan selanjutnya, sketsa yang sudah dibuat kemudian diperjelas dengan membuat outline pada sketsa tersebut dengan menggunakan drawing pen. Setelah proses tersebut lalu dilakukan pewarnaan dengan manual yaitu menggunakan pensil warna.
Gambar IV.1 Sketsa awal yang sudah diberi outline dan diberi warna Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Setelah proses pewarnaan menggunakan pensil warna selesai, kemudian di scan dan diolah dengan menggunakan software Adobe Photoshop cs6. Pada tahap ini hasil scan kemudian diatur level untuk kemudian hasilnya bisa dipasang pada
(69)
56 Gambar IV.2 Penempatan ilustrasi pada background
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Setelah proses penempatan ilustrasi pada background selesai, selanjutnya penambahan teks sebagai pendukung ilustrasi. Teks ditempatkan pada background motif daun waregu, ijuk dan bubuay. Pada proses selanjutnya ditambahkan frame pada setiap halaman untuk mendukung tampilan ilustrasi yang digunakan. Tampilan akhirnya pada gambar IV.3 proses digitalisasi akhir.
Gambar IV.3 Proses digitalisasi akhir Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(70)
57 IV.2 Media Utama
Gambar IV.4 Media Utama Buku Ilustrasi Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
IV.2.1 Cover
Gambar IV.5 cover depan Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(71)
58 Media Utama : Buku Ilustrasi
Ukuran : 148mm x 210mm
Material : Art Paper 250gram Teknis Produksi : Digital Printing Jilid : Laminasi Glossy
Pada cover buku ilustrasi terdapat judul utama dan nama pengarang sebagai identitas pembuat karya, pada cover ini dimunculkan tiga Bebegig dengan latar kawasan Karang Gantungan yang merupakan kawasan yang mempunyai sumber air. Ketiga Bebegig tersebut diposisikan siap menghadang siapapun yang berani mengganggu.
Gambar IV.6 cover belakang Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Pada cover belakang buku ilustrasi ini terdapat sinopsis cerita dari buku “Bebegig
Si Penjaga Karanggantungan”. Pada bagian cover belakang ditambahkan identitas
penerbit buku dalam hal ini Gramedia dan juga ditambahkan identitas yang turut bekerjasama serta mendukung dalam pembuatan buku ilustrasi ini dalam hal ini yaitu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis (DISDIKBUD CIAMIS).
(1)
59 IV.2.2 Isi Buku
Gambar IV.7 Isi Buku
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Media Utama : Buku Ilustrasi
Ukuran : 148mm x 210mm
Material : Art Paper 150gram Teknis Produksi : Digital Printing
Bagian isi buku disesuaikan dengan alur cerita dan storyboard yang dibuat dan untuk jumlah halaman pun disesuaikan.
IV.3 Media Pendukung
Media pendukung dimaksudkan untuk menunjang media utama yaitu buku ilustrasi. Media pendukung dibagi kedalam beberapa tahap yaitu tahap informasi, tahap pengingat dan merchandise.
IV.3.1 Tahap Informasi
Pada tahap ini akan digunakan media-media yang dapat memberikan informasi kepada audiens terhadap keberadaan media utama yaitu buku ilustrasi “Bebegig Si Penjaga Karanggantungan”.
(2)
60 IV.3.1.1 Poster
Berisi informasi untuk menarik perhatian audiens yang bersifat ajakan terhadap media utama yaitu buku ilustrasi
Gambar IV.8 Poster
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Ukuran : 29.7cm x 42cm Material : Art Paper 150gram Teknis Produksi : Digital Printing
IV.3.1.2 X-Banner
Media X-Banner digunakan pada saat pemasaran buku Bebegig Si Penjaga Karang Gantungan dan juga digunakan di toko-toko buku yang menyediakan buku Bebegig Si Penjaga Karang Gantungan. Tujuannya adalah sebagai penarik perhatian agar pembeli dapat dengan mudah melihat buku yang sedang dipasarkan.
(3)
61 Gambar IV.9 X-Banner
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Ukuran : 160cm x 60cm Material : Jerman
Teknis Produksi : Digital Printing
IV.3.2 Tahap Pengingat
Pada tahap ini akan digunakan media yang dekat dengan keseharian target audiens, yang dapat dilihat dari consumer journey. Hal ini dilakukan supaya target audiens selalu mengingat.
IV.3.2.1 Pembatas Buku
Media utama merupakan buku, maka pembatas buku merupakan media pendukung yang dibutuhkan ketika membaca buku yang bertujuan sudah sejauh mana proses membaca buku tersebut.
(4)
62 Gambar IV.10 Pembatas Buku
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Ukuran : 4cm x 18cm
Material : Art Paper 150gram Teknis Produksi : Digital Printing
IV.3.3 Merchandise
Merchandise dikeluarkan pada saat-saat tertentu seperti peluncuran buku dan acara yang berkaitan dengan Bebegig Sukamantri.
IV.3.3.1 Gantungan Kunci
Gambar IV.11 Gantungan Kunci Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
(5)
63 Ukuran : 5.8cm X 5.8cm
Material : Talen laminasi glossy Teknis Produksi : Digital Printing
IV.3.3.2 Stiker
Gambar IV.12 Stiker
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Ukuran : 8cm x 10cm
Material : Vinyl
Teknis Produksi : Digital Printing
IV.3.3.3 Pin
Gambar IV.13 Pin
(6)
64 Ukuran : 5.8cm X 5.8cm
Material : Talen laminasi glossy Teknis Produksi : Digital Printing
Media pendukung seperti gantungan kunci, stiker dan pin merupakan hadiah (merchandise) satu paket yang dibuat khusus, ataupun ketika adanya acara yang terkait dengan Bebegig Sukamantri, seperti adanya tanya jawab seputar Bebegig Sukamantri.
IV.3.3.4 T-Shirt
Media ini dapat dijadikan souvenir dan dijual secara bersama-sama dengan media utama pada acara-acara tertentu.
Gambar IV.14 T-Shirt
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2016)
Ukuran : M
Material : Cotton Combed 20s Teknis Produksi : Polyflex