, ,
′
,
′′
, , =
2.6.8 dengan adalah variabel bebas, adalah sebarang fungsi terhadap , dan
adalah turunan ke- dari fungsi Boyce dan DiPrima, 2012 . Sedangkan, bentuk umum persamaan diferensial parsial tingkat ke- adalah
, , , ,
′
,
′′
, , =
2.6.9 dengan
, , adalah variabel bebas, adalah sebarang fungsi terhadap , , , dan
adalah turunan parsial ke- dari fungsi . Persamaan 2.6.1, 2.6.3, dan 2.6.6 merupakan persamaan diferensial tingkat satu; 2.6.2, 2.6.5,
dan 2.6.7 merupakan persamaan diferensial tingkat dua; dan 2.6.4 merupakan persamaan diferensial tingkat tiga.
Selain itu, persamaan diferensial dapat diklasifikasikan menjadi persamaan diferensial linear dan nonlinear. Persamaan diferensial yang fungsi dan suku-suku
turunannya baik itu turunan biasa maupun turunan parsial bersifat linear disebut persamaan diferensial linear. Jika terdapat fungsi atau suku turunan yang bersifat
nonlinear, maka disebut persamaan diferensial nonlinear. Persamaan 2.6.1-2.6.3 merupakan persamaan diferensial biasa linear; persamaan 2.6.4 dan 2.6.5
merupakan persamaan diferensial biasa nonlinear; persamaan 2.6.6 merupakan persamaan diferensial parsial linear; dan persamaan 2.6.7 merupakan persamaan
diferensial parsial nonlinear.
G. Persamaan Diferensial Parsial Hiperbolik
Diberikan hukum kekekalan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
, + , =
2.7.1 dengan
merupakan fungsi fluks. Dalam bentuk kuasilinear, persamaan tersebut ditulis menjadi
+ � = 2.7.2
dengan � = ′
merupakan matriks Jacobian dari fungsi fluks. Persamaan diferensial parsial di atas disebut hiperbolik jika dan hanya jika matriks Jacobian
dari fungsi fluksnya, yaitu ′
, memiliki nilai eigen yang semuanya real dan matriks tersebut dapat didiagonalkan LeVeque, 1992. Elemen baris ke-i dan
kolom ke-j dari matriks Jacobian ′
adalah � ⁄ . Lebih jelasnya lagi,
perhatikan definisi berikut.
Definisi 2.7.1
Diketahui fungsi bernilai vektor ̅ ̅ = [
̅ ̅
] dengan ̅ = [ ]. Matriks
Jacobian dari ̅ didefinisikan sebagai berikut
= � ̅
� ̅ = [
� �
� �
� �
� � ]
. 2.7.3
Contoh 2.7.1
Diketahui fungsi bernilai vektor ̅ ̅ = [
+ ] dengan ̅ = [ ]. Pada
kasus ini, =
dan =
+ sehingga matriks Jacobian dari ̅
adalah PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
= [
� �
� �
� �
� � ]
= [ ].
H. Galat Pemotongan Lokal
Galat pemotongan lokal
∆
, merupakan suatu ukuran seberapa baik persamaan diferensi memodelkan persamaan diferensial secara lokal LeVeque,
1992. Galat pemotongan lokal didefinisikan dengan cara menggantikan solusi pendekatan persamaan-persamaan diferensi
dengan solusi eksak ,
. Tentunya, solusi eksak dari persamaan diferensial parsial merupakan solusi
pendekatan persamaan-persamaan diferensi. Seberapa baik solusi eksak tersebut memenuhi persamaan-persamaan diferensi akan memberikan indikasi seberapa
baik solusi eksak persamaan-persamaan diferensi memenuhi persamaan diferensial. Perhatikan persamaan diferensial 2.7.1 dengan
= dan diskritisasi
domain ruang dan waktu berikut = �∆ ,
2.8.1 = ∆ ,
2.8.2 dengan
∆ dan ∆ adalah konstan, � { , − , − , , , , }, dan { , , , , }.
Dengan kata lain,
∆ ∆
adalah konstan. Untuk analisis lebih lanjut, diasumsikan bahwa adalah suatu konstanta positif.
Asumsikan bahwa solusi , merupakan fungsi halus, yaitu fungsi yang
kontinyu, terdiferensial, dan turunannya kontinyu. Jika suku-suku dan
persamaan tersebut didekati secara numeris, maka didapatkan skema volume hingga berikut
+
− ∆
+
+
−
−
∆ =
2.8.3 atau
+
= −
∆ ∆
+
−
−
2.8.4 dengan
+ ⁄
dan
− ⁄
merupakan fluks yang dapat didefinisikan dengan berbagai cara. Untuk definisi fluks Lax-Friedrichs LeVeque, 2002,
+
=
+
+ −
∆ ∆
+
− 2.8.5
dan
−
= +
−
− ∆
∆ −
−
2.8.6 dengan
= dan sebarang skalar . Jika persamaan 2.8.5 dan 2.8.6
disubstitusikan ke dalam persamaan 2.8.4, maka didapatkan persamaan ∆ [
+
−
+
+
−
] + ∆
+
−
−
= . 2.8.7
Jika setiap pada persamaan di atas diganti dengan solusi eksak
, , maka nilai di ruas kanan tidak tepat sama dengan nol, sehingga didapat galat pemotongan
lokal metode Lax-Friedrichs
∆
, = ∆ [ , + ∆ − + ∆ , + − ∆ , ]
+ ∆ [ + ∆ , − − ∆ , ]. 2.8.8
Karena solusi diasumsikan merupakan fungsi halus, maka , pada ruas kanan
persamaan 2.8.8 dapat dijabarkan menjadi deret Taylor sehingga didapatkan
∆
, = ∆ [ + ∆ + ∆ + − + ∆
+ ]
+ ∆ [ ∆ + ∆
+ ]
= ∆ [∆ + ∆ − ∆
+ ∆ + ∆
] +
+ ∆ .
2.8.9
Berdasarkan asumsi bahwa
∆ ∆
adalah konstan, didapatkan
∆
, = +
+ ∆
− ∆
∆ + ∆
. 2.8.10
Karena , diasumsikan sebagai solusi eksak, maka +
= atau = −
, sehingga = −
= − = − −
= .
2.8.11 Substitusi persamaan-persamaan di atas ke persamaan 2.8.10 didapat
∆
, = + ∆
− ∆
∆ + ∆
= ∆ −
∆ ∆
+ ∆ =
∆ 2.8.12
ketika ∆ → . Jadi, tingkat keakuratan metode numeris Lax-Friedrichs adalah satu.
Sedangkan untuk definisi fluks Upwind LeVeque, 2002,
+
= =
2.8.13 dan
−
=
−
=
−
. 2.8.14
Jika persamaan 2.8.13 dan 2.8.14 disubstitusikan ke dalam persamaan 2.8.4, maka didapatkan persamaan
∆ [
+
− ] +
∆ −
−
= . 2.8.15
Dengan cara yang sama, didapatkan galat pemotongan lokal metode Upwind
∆
, = ∆ [ , + ∆ − , ]
+ ∆ [ , − − ∆ , ]. 2.8.16
Jika suku-suku , + ∆ dan
− ∆ , dijabarkan dengan deret Taylor, maka didapatkan
∆
, = ∆ [ + ∆ + ∆
+ − ]
+ ∆ [ − + ∆ − ∆
+ ]
= +
+ ∆ ∆
∆ −
+ ∆ .
2.8.17 Karena
, diasumsikan sebagai solusi eksak, maka + = . Berdasarkan
persamaan 2.8.11 dan asumsi
∆ ∆
adalah konstan, persamaan 2.8.17 dapat ditulis menjadi
∆
, = + ∆ ∆
∆ −
+ ∆ =
∆ . 2.8.18
Jadi, tingkat keakuratan metode numeris Upwind adalah satu.
I. Metode Karakteristik untuk Persamaan Diferensial Parsial
Perhatikan persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut, , ,
+ , ,
− , ,
= . 2.9.1
Persamaan tersebut diasumsikan memiliki solusi dalam bentuk =
, , atau secara implisit
, , ≡
, − =
2.9.2 merepresentasikan suatu permukaan solusi solution surface dalam ruang
, , . Persamaan 2.9.2 sering disebut sebagai permukaan integral integral surface dari
persamaan 2.9.1. Di setiap titik , , pada permukaan solusi, vektor gradien
= , , = , , − merupakan vektor normal permukaan solusi. Di lain pihak, persamaan 2.9.1 dapat ditulis dalam bentuk perkalian titik dot
product antara dua vektor yaitu +
− = , , ∙ , , − = , 2.9.3
Sehingga didapatkan bahwa vektor , , merupakan vektor singgung dari
permukaan solusi pada titik , , .
Gambar 2.9.1. Vektor normal dan vektor singgung dari permukaan solusi di titik
, , Kurva pada ruang
, , yang garis singgung setiap titiknya berimpit dengan medan arah karakteristik
, , disebut kurva karakteristik. Jika persamaan parameter dari kurva karakteristik tersebut adalah
= , =
, = ,
2.9.4 maka vektor singgung kurva tersebut adalah
� �
,
� �
,
� �
. Berdasarkan persamaan 2.9.3 didapat sistem persamaan diferensial biasa dari kurva karakteristik sebagai
berikut =
, , , =
, , , =
, , , 2.9.5
atau secara ekuivalen dapat ditulis sebagai =
= .
2.9.6 Persamaan di atas disebut persamaan karakteristik dari persamaan 2.9.1.
Teorema 2.9.1
Solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu , ,
+ , ,
= , ,
2.9.7 adalah
�, � = , 2.9.8
dengan merupakan sebarang fungsi dari � , , dan � , , , serta � =
dan � = merupakan kurva solusi persamaan karakteristik
= =
. 2.9.9
Bukti dari Teorema 2.9.1 dapat dilihat pada karya Debnath 2012 halaman 209.
Contoh 2.9.1
Tentukan solusi umum dari persamaan diferensial parsial tingkat satu berikut +
= . 2.9.10
Penyelesaian: Kurva karakteristik dari persamaan 2.9.10 adalah
= =
, 2.9.11
yang tidak lain merupakan sistem persamaan diferensial biasa dengan tiga persamaan. Fungsi
� dan � dapat dicari dengan menyelesaikan sebarang dua persamaan diferensial biasa di atas. Untuk
�
=
�
, didapat ∫
= ∫ ⟺ ln
= ln +
⟺ = PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
⟺ = dengan
adalah sebarang konstan, sehingga � = = . Sedangkan untuk
�
=
�
, didapat ∫
= ∫ ⟺ ln
= ln +
⟺ = ⟺ =
dengan adalah sebarang konstan, sehingga � = = .
Jadi, solusi umum persamaan 2.9.10 adalah �, � =
atau ,
= , dengan sebarang fungsi. Secara eksplisit, solusi umum persamaan 2.9.10 dapat
ditulis =
atau ,
= ,
dengan sebarang fungsi. Agar pembahasan lengkap, dapat diperiksa bahwa
, =
adalah benar-benar solusi persamaan 2.9.10 sebagai berikut.
= −
′ =
− ′
2.9.12 =
′ = ′
2.9.13 Berdasarkan persamaan 2.9.12 dan 2.9.13, maka didapat
+ =
− ′
+ ′
= = .
2.9.14 Jadi, diperoleh
+ = untuk
, =
.
J. Fungsi Galat
Fungsi galat, atau disebut juga integral probabilitas Coleman, 2013, didefinisikan sebagai berikut
erf =
√ ∫
−
. 2.10.1
Fungsi galat merupakan fungsi ganjil, yaitu fungsi yang simetri terhadap titik , , sehingga berlaku sifat erf − = −erf . Perhatikan bahwa
=
−
2.10.2 memiliki bentuk grafik yang mirip dengan grafik fungsi densitas normal, yaitu
berbentuk seperti lonceng lihat Gambar 2.10.1 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 2.10.1. Grafik
=
−
Kemudian, fungsi galat komplementer didefinisikan sebagai berikut erfc
= − erf .
2.10.3 Gambar 2.10.2 adalah gambar grafik fungsi galat dan fungsi galat komplementer.
Gambar 2.10.2. Grafik fungi galat dan fungsi galat komplementer
31
BAB III MODEL ALIRAN FLUIDA SECARA SEDERHANA
A. Bentuk Sederhana Model Aliran Fluida
Fenomena mengenai pergerakan gelombang atau transportasi adveksi dari suatu zat dapat dimodelkan secara matematis dengan sistem persamaan diferensial
parsial hiperbolik. Perhatikan persamaan adveksi skalar dengan nilai awal diskontinyu berikut,
+ =
3.1.1 = { ,
jika , jika
3.1.2 dengan
−∞, ∞ , , dan
. Persamaan tersebut merupakan model aliran fluida yang paling sederhana dengan merupakan kuantitas tekanan, debit
aliran, volume, dan lain-lain yang nilainya tidak diketahui. Konstanta merupakan kecepatan aliran fluida. Jika positif maka fluida mengalir ke arah sumbu positif
kanan, dan jika negatif maka fluida mengalir ke arah sumbu negatif kiri. Persamaan 3.1.1 merupakan persamaan diferensial parsial hiperbolik jika
merupakan konstanta real. Persamaan tersebut merupakan salah satu contoh hukum kekekalan
+ = ,
3.1.3 dengan
= merupakan fungsi fluks. Misal,